Anda di halaman 1dari 35

Laporan

TEKNOLOGI SEDIAAN CAIR DAN SEMI PADAT


“QUERCETIN SNEDDS DROPS”

OLEH :
KELOMPOK III (TIGA)
KELAS A-S1 FARMASI 2018

DWI AYUDITA NADJAMUDIN (821418015)


SANTI (821418018)
SITI NGATISAH (821418016)

LABORATORIUM RESEARCH NANOTEKNOLOGI FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
Lembar Pengesahan

TEKNOLOGI SEDIAAN CAIR DAN SEMI PADAT


“QUERCETIN SNEDDS DROPS”

OLEH :
KELOMPOK III (TIGA)

Mengetahui
Praktikan Praktikan Praktikan

Dwi Ayudita Nadjamudin Santi Siti Ngatisah


NIM : 821418015 NIM : 821418018 NIM : 821418016

Menyetujui
Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah Teknologi Sediaan Cair dan Semi Padat

Dr. Rer. medic. Robert Tungadi, Msi., Apt


KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarkatuh.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Teknologi Sediaan Cair dan
Semi Padat ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Ucapan terimakasih kepada dosen matakuliah Teknologi Sediaan Cair dan
Semi Padat, BapakDr. Rer. medic. Robert Tungadi, Msi., Apt., dan Ibu Nur Ain
Thomas, S.Si., M.Si., Apt.,yang telah membimbing kami saat perkuliahan maupun
praktikum, serta kepada seluruh Asisten Praktikum Teknologi Sediaan Cair dan
Semi Padat, sehingga diskusi maupun praktikum dapat berjalan dengan baik.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, Kami
memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari Bapak Ibu Dosen serta
kakak asisten, agar laporan ini dapat menjadi laporan yang lebih baik lagi.
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Gorontalo, November 2020

Kelompok III

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Maksud danTujuan Praktikum.........................................................2
1.3 Prinsip Percobaan.............................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................3
2.1 Definisi Nanoemulsi........................................................................3
2.2 Self Nanoemulsifying Drug Delivery System...................................5
2.3 Quercetin........................................................................................13
2.4 Uraian Bahan..................................................................................14
BAB III METODE KERJA.......................................................................19
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan....................................................19
3.2 Alat dan Bahan...............................................................................19
3.3 Cara Kerja......................................................................................19
BAB IV RANCANGAN FORMULA........................................................21
4.1 Rancangan Formula.......................................................................21
4.2 Perhitungan Bahan.........................................................................21
4.3 Hasil...............................................................................................21
4.4 Evaluasi..........................................................................................22
BAB V PEMBAHASAN...........................................................................23
5.1 Pembahasan....................................................................................23
BAB VI PENUTUP.....................................................................................28
6.1 Kesimpulan....................................................................................28
6.2 Saran...............................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekayaan alam Indonesia sudah diakui dunia, terutama sumber daya
alamnya yang sangat melimpah, baik tumbuhan maupun mineralnya. Dalam hal
ini, kekayaan alam Indonesia khususnya beberapa tumbuhan tidak dimanfaatkan
dengan baik karena alasan-alasan tertentu. Alasan tersebut biasanya mengarah
pada kandungan yang ada dalam tumbuhan seperti senyawa metabolit sekunder
yang sulit untuk dimanfaatkan karena efek yang ditimbulkan sangat lama. Salah
satu contoh kandungan yang terdapat dalam tanaman tapi sering diabaikan ialah
kuersetin.
Kuersetin sering diabaikan oleh masyarakat dan jarang digunakan dalam hal
pengobatan. Manfaat kuersetine antara lain sebagai hepatoprotektor,
kemoprotektor, antioksidan, antidiabetes, antihipertensi dan juga dapat digunakan
sebagai terapi untuk kanker. Meskipun demikian, kuersetine tetap saja tidak
dimanfaatkan dengan baik karena kelarutan dan bioavaibilitas kuersetine yang
rendah, sehingga sulit untuk digunakan dan dibuat dalam berbagai sediaan. Oleh
karena itu, sampai saat ini sediaan obat yang mengandung kuersetine yang beredar
dipasaran masih sedikit. Untuk mengatasi masalah tersebut, ada beberapa cara
yang dapat digunakan salah satunya dibuat dalam bentuk SNEDDS.
SNEDDS (Self Nanoemulsifying Drug Delivery System) merupakan suatu
sistem penghantaran obat yang dapat meningkatkan biovaibilitas oral
(ketersediaan hayati) obat dalam tubuh yang bekerja dengan membentuk
nanoemulsi spontan ketika berkontak dengan cairan lambung. SNEDDS ini sangat
efektif digunakan untuk meningkatkan kelarutan dari kuersetine, sehingga
manfaat yang terkandung didalamnya tidak terabaikan lagi. SNEDDS
meningkatkan kelarutan kuersetine dengan cara memperkecil ukuran partikel dari
kuersetine, dalam hal ini semakin kecil ukuran partikel maka semakin cepat obat
untuk diabsorpsi sampai ke sistem limfatik. Selain itu, formulasi untuk pembuatan
SNEDDS juga tidak rumit, dalam membuat formulasi SNEDDS zat tambahan
yang digunakan berupa minyak, surfaktan dan ko-surfaktan. Untuk itu, formulator

1
membuat kuersetine SNEDDS, yang dalam hal ini dapat meningkatkan
ketersediaan hayati obat-obat yang bersifat lipofilik seperti quercetine dengan
mengenkapsulasi atau melindungi kuersetine dari gangguan di gastrointestinal,
sehingga kuersetin tetap aman dan terjaga hingga ke sistem limfatik dan
menimbulkan efek terapi yang diinginkan.
Berdasarkan uraian tersebut, formulator membuat formulasi Q-SNEDDS
atau Quercetine SNEDDS dengan tujuan untuk meningkatkan ketersediaan hayati
quercetine dalam tubuh. Hal ini merupakan upaya untuk memanfaatkan khasiat
dari quercetine.
1.2 Maksud dan Tujuan Praktikum
Agar mahasiswa dapat mengetahui cara preformulasi kuersetin dalam
bentuk SNEDDS (Self Nanoemulsifying Drug Delivery System).
1.3 Prinsip Percobaan
Sediaan yang dibuat dengan sistem SNEDDS memiliki ukuran partikel 20-
200 nm yang diperkecil dengan menggunakan alat sonikator dan dihomogenkan

dengan menggunakan magnetic stirrer pada suhu 50 selama 15 menit.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Nanoemulsi
Nanoemulsi merupakan sediaan yang stabil secara termodinamik, disperse
transparan dari minyak dan air yang distabilisasi oleh interfasial film
molekulsurfaktan dan kosurfaktan dan memiliki ukuran droplet kurang dari 100
nm. Bentuk dan ukuran mempunyai pengaruh dalam proses kelarutan, absorbsi
dan distribusi obat. Pengaruh ukuran diameter ini telah disebutkan dalam
beberapa sumber yang menyebutkan bahwa sifat khas akan muncul dengan
diameter di bawah 100 nm, namun dalam sistem nanopartikel sulit untuk
disamakan dalam batasan tersebut sebagai sistem penghantar obat (Martien dkk.,
2012).
Ada empat komponen penting penyusun nanoemulsi yaitu fase minyak,
fase air, surfaktan, dan kosurfaktan. Daya tarik utama dari formulasi nanoemulsi
minyak dalam air adalah kemampuan membawa obat yang hidrofobik dalam
minyak sehingga dapat teremulsi di dalam air dan akhirnya meningkatkan
kelarutan obat ketika berada dalam tubuh (Shafiq-un-Nabi dkk., 2007).
Keunggulan partikel berukuran nanometer yakni kemudahan penetrasi
melalui kapiler sehingga ketersediaan obat pada sel target lebih maksimal.
Nanopartikel dapat menghantarkan obat dengan lebih baik ke unit yang lebih kecil
dalam tubuh, mengatasi resistensi akibat barrier fisiologi tubuh, dapat ditargetkan
sehingga mengurangi toksisitas dan meningkatkan efisiensi distribusi obat,
peningkatan ketersediaan hayati obat yang absorbsinya rendah, mengurangi risiko
efek samping akibat penggunaan obat yang mengiritasi saluran cerna, percepatan
waktu disolusi obat dan meningkatkan dispersi obat (Pinto et al., 2006).
Nanopartikel dibuat dengan cara mengembangkan formulasi dalam
pembuatan nanopartikel dengan bantuan alat seperti vortex dan stirrer. Metode
pembuatan tersebut lebih mudah dilakukan untuk membuat SNEDDS dalam skala
laboratorium Karakterisasi tetesan nanoemulsi umumnya dengan meninjau
ukuran, distribusi ukuran dan potensial zeta tetesan nanoemulsi. Penentuan
ukuran, distribusi ukuran dan potensial zeta biasanya menggunakan

3
spektrofotometer korelasi foton atau particle size analyzer (PSA). Nanopartikel
dengan nilai potensial zeta melebihi +30 mV atau kurang dari -30 mV
menunjukkan kestabilan, karena muatan listrik dari droplet cukup kuat untuk
menolak antara droplet yang dominan dalam sitem nanoemulsi (Diba et al., 2014).
2.1.1 Faktor-Faktor Dipertimbangkan Selama Persiapan Nanoemulsi
Menurut Haritha et al (2003), Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan
selama persiapan nanoemulsi antara lain :
a. Persyaratan utama dalam produksi nanoemulsi adalah tegangan antarmuka
ultra rendah harus dicapai pada antarmuka air-minyak, sehingga surfaktan
harus dipilih dengan hati-hati.
b. Konsentrasi surfaktan harus cukup tinggi untuk menyediakan jumlah
molekul surfaktan yang diperlukan untuk menstabilkan tetesan nano.
c. Antarmuka harus fleksibel untuk mempromosikan pembentukan
nanoemulsi.
2.1.2 Keuntungan Nanoemulsi
Menurut Tungadi (2020); Deverajan Ravichandran (2011), Nanoemulsi
memiliki beberapa keuntungan antara lain:
a. Efektif dalam melarutkan senyawa aktif lipofilik.
b. Penampilan transparan secara optik.
c. Stabilitas lebih besar terhadap tetesan floulasi dan koalesensi
d. Efektif dalam komponen makanan dan obat lipofilik melalui oral,
parenteral, okular, dan topikal.
e. Melindungi senyawa obat yang hidrofobik dalam sauran gastrointestinal.
f. Meningkatkan boavabilitas obat.
g. Meningktkan stabilitas fisika dan kimia senyawa bioaktif.
h. Meningkatkan pengembangan formulasi kosmetik herbal meningkatkan
pnghantaran formulasi komponen biokaktif ke intradermal melalui difusi.
i. Memiliki luas permukaan yang lebih besar dan bebas energi.
j. Nanoemulsi tidak menunjukkan masalah dalam ketidakstabilan seperti
pada makroemulsi yaitu creaming, flokulasi, koalesens, dan sedimentasi.

4
k. Nanoemulsi juga tidak toksik, dan tidak mengiritasi, oleh karena itu dapat
diaplikasikan dengan mudah melalui kulit maupun membran mukosa.
l. Nanoemulsi dapat meningkatkan absorbsi, meningkatkan penetrasi obat,
membantu mensolubilisasikan zat aktif yang bersifat hidrofob, serta
memiliki efisiensi.
2.1.3 Metode Pembentukan Nanoemulsi
Pada beberapa kasus, pembuatan nanoemulsi membutuhkan aplikasi
teknik khusus. Nanoemulsi ini dapat dibuat dengan teknis mekanikal yang
berbeda. Salah satu metode pembuatan nanoemulsi adalah teknik energi tinggi
seperti ultrasonikasi, mikrofluidisasi, dan homogenizer bertekanan tinggi.
Pembuatan nanoemulsi dengan energi tinggi ini bergantung pada pembentukan
ukuran globul yang kecil dengan adanya surfaktan atau campuran surfaktan
dengan masukan energi yang tinggi. Selama pembuatan, beberapa parameter
seperti tekanan homogenizer, jumlah siklus homogenizer, dan suhu homogenizer
dapat berubah yang nantinya akan mempengaruhi ukuran globul nanoemulsi yang
sangat penting dalam stabilitas fisik sistem tersebut (Alawhiyah, 2020).
2.2 Self Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS)
Self Nanoemulsifying Drug Delivery Systems (SNEDDS) adalah
prekonsentrat nanoemulsi atau bentuk anhidrat nanoemulsi berupa campuran
isotropik obat, minyak, dan surfaktan yang ketika digabungkan dengan fase air
pada kondisi agitasi perlahan akan membentuk nanoemulsi fase minyak dalam air
(M/A) secara spontan (Date et al., 2010).
SNEDDS memiliki komponen utama berupa minyak sebagai pembawa
obat, surfaktan sebagai pengemulsi minyak ke dalam air melalui pembentukan
lapisan film antar muka dan menjaga stabilitas, kosurfaktan untuk meningkatkan
penggabungan obat atau memfasilitasi nanoemulsifikasi dalam SNEDDS
memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan sediaan nanoemulsi yang
siap digunakan, antara lain : memiliki kestabilan fisik dan/atau kimia yang lebih
tinggi pada penyimpanan jangka panjang, memiliki volume bentuk sediaan lebih
kecil yang dapat diberikan dalam bentuk kapsul lunak maupun keras serta
meningkatkan kepatuhan pasien. Formulasi SNEEDS yang optimal dipengaruhi

5
oleh sifat fisikokimia dan konsentrasi minyak, surfaktan, kosurfaktan, rasio
masing-masing komponen, pH dan suhu emulsifikasi terjadi, serta sifat
fisikokimia obat (Date et al., 2010).
2.2.1 Keunggulan SNEDDS
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa SNEDDS mampu
meningkatkan bioavailabilitas sehingga mampu meningkatkan efek dari obat.
Keunggulan nanoemulsi minyak dalam air ialah kemampuan membawa obat yang
bersifat hidrofobik di dalam minyak sehingga dapat teremulsi di dalam air dan
pada akhirnya akan meningkatkan kelarutan obat tersebut ketika berada didalam
tubuh (Shafiq-Un-Nabi et al., 2007).
SNEDDS memiliki kelebihan, diantaranya dapat mempercepat waktu
kelarutan senyawa lipofilik, mampu mengurangi adanya First Pass Effect, dan
meningkatkan absopsi. Proses nanoemulsi terjadi secara spontan tanpa bantuan
energi, sediaan memenuhi kriteria SNEDDS apabila suatu sediaan mampu
teremulsi dengan agitasi yang lembut (Kyatanwar et al., 2010).
SNEDDS mampu menjadi sistem penghantaran obat yang baik untuk obat
protein maupun obat dengan tingkat absorpsi yang rendah. Formulasi SNEDDS
yang optimal dipengaruhi oleh sifat fisikokimia dan konsentrasi minyak,
surfaktan, kosurfaktan, rasio masing-masing komponen, pH dan suhu emulsifikasi
terjadi, serta sifat fisikokimia obat (Date et al., 2010).
2.2.2 Kelemahan SNEDDS
Beberapa kelemahan dari pengahantaran obat dengan sistem SNEDDS ini
diantaranya adalah kurangnya predikatif yang baik dalam model in vitro untuk
penilaian formulasi, Metode pemecahan obat secara sederhana tidak berfungsi,
karena formulasitergantung pada pencernaan sebelum rilis obat. Model in vitro
membutuhkan pengembangan dan validasi lebih lanjut. Formulasi berbasis
prototipe lipid yang berbeda perlu dikembangkan dan diuji in vivo.
Ketidakstabilan obat kimia dan konsentrasi surfaktan yang tinggidalam formulasi
(sekitar 30-60%) dapat mengiritasi GIT (Gastrointestinal Track), solvent co-
volatile dapat bermigrasi ke cangkang lunak atau keras kapsul gelatin,
menghasilkan presipitasi obat lipofilik (Sharma et al., 2012).

6
2.2.3 Mekanisme Pembentukan SNEDDS
Mekanisme emulsifikasi energi rendah mendasari mekanisme emulsifikasi
spontan SNEDDS melalui penambahan bertahap fase air ke dalam fase minyak,
pada suhu konstan dan pengadukan ringan yang berkesesuaian dengan proses
yang terjadi dalam lambung. Penelitian terhadap fase pembentukan dari
komponen penyusun nanoemulsi menunjukkan bahwa komposisi terbentuknya
lamellar liquid crystalline penting diperlukan dalam membentuk nanoemulsi
(Forgiarini et al., 2001).
Sebagai contoh, nanoemulsifikasi spontan dapat terjadi pada campuran
Cremophor EL dan Miglyol 812 yang digunakan juga sebagai fase minyak dalam
pembuatan SNEDDS PGV-0 Proses pembuatan SNEDDS tetap
mempertimbangkan komposisi campuran yang digunakan sebab proses yang sama
dapat menghasilkan respon yang berbeda akibat adanya pengaruh konsentrasi
surfaktan. Sebagai contoh pada sistem nanoemulsi MCT/capsantin dengan
surfaktan Tween 80 dan Span 20, menghasilkan respon yang berbeda antara batas
bawah campuran sebesar 5% dan batas atas 10%. Pada batas bawahnya, kenaikan
kecepatan putar stirrer mampu memperkecil ukuran partikel, sedangkan pada
batas atasnya kenaikan kecepatan putar stirrer tidak memberikan efek. Contoh
lainnya, pemanasan mampu menurunkan viskositas SNEDDS sehingga kelarutan
minyak terhadap surfaktan non-ionik ditingkatkan dan tegangan muka berkurang
(Saberi et al., 2013; Komaiko dan McClements, 2015).
Secara substansial SNEDDS terbukti meningkatkan bioavailabilitas obat
lipofilik melalui pemberian oral. Perkembangan teknologi memungkinkan
SNEDDS memecahkan masalah terkait penghantaran obat dengan kelarutan
dalam air yang buruk (Makadia et al., 2013).
Formulasi SNEEDS yang optimal dipengaruhi oleh sifat fisikokimia dan
konsentrasi minyak, surfaktan, kosurfaktan, rasio masing-masing komponen, pH
dan suhu emulsifikasi terjadi, serta sifat fisikokimia obat (Date et al., 2010).

7
Gambar 1. Gambar Penyusun SNEDDS (Zhao, 2015)
2.2.4 Mekanisme Kerja SNEDDS
Mekanisme SNEDDS dalam penghantarannya yang berbasis lipid terdiri
dari beberapa fase. Fase yang pertama yaitu fase pencernaan dimana terjadi proses
autokalitik yang mana lipid akan mengalami penghancuran fisik menjadi emulsi
saat kontak dengan cairan lambung untuk selanjutnya terjadi hidrolisis
Trigliserida menjadi asam lemak dan selanjutnya menjadi campuran micelle
dengan garam empedu. Fase berikutnya yaitu fase absorbsi dimana terjadi proses
penghantaran obat melalui difusi pasif, difusi terfasilitasi dan transport aktif
menuju sel. Fase yang terakhir adalah fase sirkulasi dimana dilakukan proses
seleksi ukuran partikel. Obat dengan sistem penghantaran berbasis lipid memiliki
nilai log P >5 dengan solubilitas TG >50 mg/ml yang akan memasuki sistem
penghantaran dengan sistem limfatik dan langsung menuju target sel (Debnath et
al., 2011).
2.2.5 Komponen Penyusun SNEDDS
a. Minyak
Minyak merupakan eksipien penting dalam pembuatan nanoemulsi karena
dapat menentukan spontanitas emulsifikasi, kelarutan obat, dan ukuran tetesan
emulsi. Selain itu mampu meningkatkan fraksi obat lipofilik yang ditranspor
melalui sistem intestinal limpatik sehingga absorbsi pada saluran gastrointestinal
(Gursoy & Benita, 2004).
Komponen minyak yang digunakan dalam formulasi SNEDDS adalah
minyak yang dapat melarutkan obat dengan maksimal serta harus mampu
menghasilkan ukuran tetesan yang kecil sehingga dapat terbentuk nanoemulsi

8
(Date et al., 2010). Komponen minyak/lemak umumnya adalah ester asam lemak
atau hidrokarbon jenuh dengan rantai sedang hingga panjang, dalam bentuk cair,
semipadat, maupun padat pada temperatur ruangan (Gershanik & Benita, 2000).
Karakteristik fisikokimia fase minyak seperti kepolaran dan viskositas
sangat mempengaruhi formula SNEDDS dalam beberapa hal yaitu kemampuan
untuk membentuk nanoemulsi secara spontan, ukuran tetesan nanoemulsi, dan
kelarutan obat dalam sistem. Lipofilisitas dan konsentrasi fase minyak dalam
SNEDDS proporsional terhadap ukuran tetesan nanoemulsi yang didapat
(Makadia et al., 2013).
Oleh karena itu, dalam formulasi dapat juga digunakan campuran
minyakdan trigliserida rantai medium (6-12 karbon) untuk mendapatkan
emulsifikasi dan drug loading yang bagus. Trigliserida rantai medium ini
mempunyai kapasitas solven yang tinggi dan resisten terhadap oksidasi (Debnath
et al., 2011).
Sehingga campuran minyak dan trigliserida akan menghasilkan
karakteristik fase minyak yang dibutuhkan dalam sistem SNEDDS (Makadia et
al., 2013). Umumnya, minyak dengan rantai trigliserida yang panjang (13-21
karbon) yang mempunyai berbagai derajat saturasi digunakan untuk formulasi
SNEDDS. Trigliserida rantai panjang memiliki keunggulan berupa kemampuan
meningkatkan transpor obat melalui limfatik sehingga mengurangi metabolisme
lintas pertama, sementara trigliserida, digliserida ataupun monogliserida rantai
medium memiliki kemampuan solubilisasi obat hidrofobik yang lebih baik.
Namun, trigliserida rantai panjang sulit untuk teremulsifikasi dibandingkan
dengan trigliserida rantai menengah, digliserida atau ester asam lemak. (Sapra et
al., 2012).
b. Surfaktan
Surfaktan merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan
SNEDDS. Surfaktan adalah zat yang dalam struktur molekulnya memiliki bagian
lipofil dan hidrofil. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air
(hidrofilik) dan bagian non polar yang suka dengan minyak/lemak (lipofilik)
(Fudholi, 2013).

9
Surfaktan berfungsi untuk menurunkan tegangan antarmuka dan
berpengaruh besar terhadap proses pembentukan nanoemulsi, serta ukuran tetesan
nanoemulsi. Kemampuan SNEDDS terdispersi secara cepat dalam kondisi
pengadukan ringan ditentukan oleh kemampuan emulsifikasi surfaktan (Patel et
al., 2011).
Secara umum, surfaktan untuk SNEDDS harus sangat hidrofilik dengan
HLB berkisar antara 15-21 (Rowe et al., 2009). Penggunaan surfaktan nonionik
dengan nilai HLB tinggi akan membantu dalam pembentukan nanoemulsi o/w
dengan cepat dalam media berair. Surfaktan nonionik lebih sering digunakan
mengingat sifatnya yang kurang terpengaruh oleh pH, aman, dan biokompatibel
sehingga penggunaan surfaktan nonionik lebih sering daripada ionik dan
umumnya surfaktan nonionik diizinkan untuk penggunaan melalui rute oral
(Azeem et al., 2009).
Surfaktan yang sering digunakan dalam pembuatan SNEDDS yakni tween
80 dan tween 20 yang termasuk dalam jenis surfaktan nonionik. Tween 80
memiliki nama kimia polyoxyethylene 20 sorbitan monooleat dan memiliki rumus
molekul C64H124O26. Tween 80 memiliki HLB sebesar 15 yang sesuai untuk
sediaan SNEDDS. Tween 20 dan Tween 80 dikategorikan sebagai generally
regarded as nontoxic and nonirritant (Rowe et al., 2009).

Gambar 2. Struktur Tween 80


Tween 20 memiliki nama kimia polyoxyethylene 20 sorbitan monolaurat
dengan rumus kimia C58H114O26. Tween 20 memiliki nilai HLB sebesar sekitar
16,7. Tween 20 juga terbukti dapat memperbaiki disolusi dan absorpsi molekul
obat lipofilik (Bandivadekar et al., 2013).

10
Gambar 3. Struktur Tween 20
c. Kosurfktan
Molekul rantai pendek atau kosurfaktan dapat membantu menurunkan
tegangan antar muka sehingga dapat mengecilkan ukuran partikel nanoemulsi
Alkohol rantai pendek yang biasa digunakan sebagai kosurfaktan tidak hanya
mampu menurunkan tegangan muka antara air dan minyak saja, namun juga dapat
meningkatkan mobilitas ekor hidrokarbon surfaktan sehingga lebih mudah terlarut
dalam minyak (Debnath et al., 2011; Thakur et al.,2013).
Kosurfaktan dalam formulasi SNEDDS juga berfungsi untukmeningkatkan
drug loading dalam sistem SNEDDS. Kosurfaktan mempengaruhi waktu
emulsifikasi dan ukuran tetesan nanoemulsi sistem. Namun, kosurfaktan alkohol
memiliki keterbatasan yaitu dapat menguap keluar dari sel dalam sediaan kapsul
gelatin yang lembut sehingga menyebabkan presipitasi obat (Singh et al., 2009;
Makadia et al., 2013).
Kosurfaktan dalam formulasi SNEDDS dapat meningkatkan disolusi dari
zat aktif, serta memperbaiki dispersibilitas dan absorpsi zat aktif. Propilen glikol
merupakan kosurfaktan yang dapat membantu absorpsi obat. Senyawa amfifilik
kosurfaktan memiliki afinitas terhadap air dan minyak. Secara umum, kosurfaktan
yang dipilih berupa alkohol rantai pendek karena mengurangi tegangan
antarmuka, meningkatkan fluiditas antar muka, dan mampu meningkatkan
pencampuran air dan minyak karena partisinya diantara dua fase tersebut (Rowe et
al., 2009; Azeem et al., 2009).
Kosurfaktan yang umum digunakan adalah solven organik dan alkohol
rantai pendek (etanol sampai butanol), propilen glikol, alkohol rantai medium, dan
amida. Kosurfaktan berupa senyawa amfifilik seperti propilen glikol, polietilen

11
glikol, dan glikol ester memiliki afinitas terhadap fase air dan minyak (Makadia et
al., 2013).
Kosurfaktan yang dapat digunakan dalam formulasi SNEDDS ini yaitu
polietilen glikol (PEG). PEG mempunyai sifat stabil, mudah larut dalam air
hangat, tidak beracun, non-korosif, tidak berbau, tidak berwarna, memiliki titik
lebur yang sangat tinggi (580°F), tersebar merata, higoskopik (mudah menguap)
dan juga dapat mengikat pigmen. PEG mempunyai bobot mokekul antara 200-
30.000. PEG 400 sebagai fase kosurfaktan karena memenuhi kriteria
keberterimaan sediaan SNEDDS yang baik yaitu memiliki ukuran partikel ≤ 200
nm, indeks polidispersitas (IP) ≤ 0.7, potensial zeta ≥ 30 mV dan % transmitan
70-100% (Nugroho dkk, 2018).
PEG 400 berupa cairan kental, tidak berwarna, dan transparan. PEG 400
merupakan hasil kondensasi dari polimer etilen glikol. PEG 400 merupakan slah
satu pembawa yang digunakan sebagai bahan tambahan dalam formulasi untuk
meningkatkan kelarutan obat. PEG 400 digunakan sebagai kosurfaktan karena
senyawa ini mampu membantu kelarutan zat terlarut dalam medium dispers
dengan meningkatkan fleksibilitas lapisan di sekitar area droplet (Lawrence and
Ress., 2000).
2.2.6 HLB (Hydrophile-Lipophile Balance)
Hydrophile-lipophile balance (HLB) merupakan suatu ukuran untuk
menunjukkan keseimbangan antara gugus hidrofil dan lipofil. Salah satu jenis
surfaktan yang memiliki karakteristik spesifik yakni HLB adalah surfaktan non
ionik. Berdasarkan hal tersebut, setiap zat memiliki nilai HLB yang menunjukkan
polaritas zat tersebut. Kisaran lazimnya antara 1-20. Semakin tinggi nilai HLB,
surfaktan semakin bersifat hidrofilik. Emulsi dengan potensi gugus hidrofilik
lebih besar mempunyai viskositas yang lebih encer (Mollet dan Grubbermann,
2001).
Dua faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihan
surfaktan adalah HLB dan faktor safety. HLB berfungsi untuk menentukan ukuran
droplet SNEDDS yang dihasilkan (Constantinides 1995).

12
Gambar 4. Mekanisme Surfaktan dalam Emulsi (Mason et al, 2006)
Karakteristik self-emulsifying yang baik (waktu emulsifikasi, penentuan
drug loading, persen transmitan), dapat ditentukan apabila komponen surfaktan
memberikan nilai HLB yang tinggi sehingga akan memberikan droplet emulsi
yang bertipe O/W, yang akan mendukung dispersi dropletyang cepat dalam
pengadukan ringan pada media cairan pencernaan (Constantinides 1995).
2.3 Quercetin
Quercetin merupakan kelompok flavonol terbesar, quercetin dan
glikosidanya berada dalam jumlah sekitar 60-75% dari flavonoid. Quercetin
memiliki banyak kegunaan bagi kesehatan tubuh manusia. Beberapa contohnya
adalah antioksidan, antikanker, antiinflamasi, hepatoprotektor, dan menurunkan
tekanan darah. Quercetin juga merupakan salah satu sumber makanan yang
mengandung antioksidan tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai pencegah
kanker yang poten dan menjadi penghambat kuat pada pertumbuhan sel kanker
payudara, usus, paru-paru dan ovarium (Kakran et al., 2011).

Gambar 5. Struktur Tween 20


Senyawa quercetin bertindak sebagai antioksidan dikarenakan memiliki
gugus hidroksil yang dapat mendonorkan atom hidrogen kepada senyawa radikal
bebas dan menstabilkan senyawa oksigen reaktif. Kuersetin direabsorbsi di usus
halus setelah pemberian oral kira-kira 20-25 % dari dosis yang diberikan.

13
Konsentrasi puncak quercetin dalam plasma dicapai pada menit ke-42 sampai jam
ke-7 dengan waktu paruh yang panjang sekitar 25 jam (Hardianti, 2015; Tjay dan
Rahardja, 2007).
2.3.1 Farmakologi Kuersetin
Kuersetin dapat mengikat zat-zat karsinogen dan menghambat poliferasi
sel melalui apoptosis, mencegah pembeentukan tumor, menghambat agregasi
trombosit dan sebagai antioksidan yang dapat menghambat oksidasi LDL-
kolesterol dan melindungi terhadap sitotoksisias dari oksi-LDL (merusak endotel
dengan peningkatan permeabilitasnya) (Gibellini, 2011; Tjay dan Rahardja 2015).
2.3.2 Farmakokinetik Kuersetin
Ketersediaan hayati quercetin pada manusia rendah dan sangat bervariasi
(0–50%), dan dengan cepat dibersihkan dengan waktu paruh eliminasi 1–2 jam
setelah mengonsumsi makanan atau suplemen quercetin. Setelah konsumsi
makanan, quercetin mengalami metabolisme yang cepat dan ekstensif yang
membuat efek biologis yang diduga dari studi in vitro tidak mungkin diterapkan
secara in vivo (William RJ dkk, 2004).
Suplemen quercetin dalam bentuk aglikon jauh lebih sedikit tersedia
secara hayati daripada quercetin glikosida yang sering ditemukan dalam makanan,
terutama bawang merah. Penelanan dengan makanan tinggi lemak dapat
meningkatkan ketersediaan hayati dibandingkan dengan konsumsi makanan
rendah lemak, dan makanan kaya karbohidrat dapat meningkatkan penyerapan
quercetin dengan merangsang motilitas saluran cerna dan fermentasi usus besar
(William RJ dkk, 2004).
2.4 Uraian Bahan
2.4.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol, Alkohol
Rumus Molekul : C2H6O
Rumus Struktur :

14
Berat Molekul : 46 g/mol
Pemerian                     : Cairan tak berwarna jernih, mudah menguap
mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah
terbakar dengan memberikan nyala api biru yang
tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam klorofom.
Kegunaan : Sebagai disinfektan (untuk membersihkan alat-alat
praktikum laboratorium).
Penyimpanan  : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya.
2.4.2 Aquadest (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Aquadest, air suling
Rumus Molekul : H2O
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 18,02 g/mol


Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap
2.4.3 Castor oil ((Dirjen POM, 1979; Rowe et al , 2009)
Nama Resmi : OLEUM RICINI
Nama Lain : Minyak jarak
Rumus Struktur :

Pemerian                     : Berwarna bening, hampir tidak berwarna, sedikit


berbau, rasanya hambar dan agak tajam.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan kloroform, dietil ester,
etanol, glasial asam asetat, dan metanol. Larut

15
bebas dalam etanol 95% dan pertoleum eter,
praktis tidak larut dalam air, praktis tidak larut
dalam air, praktis tidak larut dalam minyak mineral
kecuali  dicampur dengan larutan lain.
Inkompatibilitas : Inkompatibel dngan agen pengoksidasi kuat.
Stabiltas : Stabil dan tidak mudah tengik, kecuali dipanaskan
pada suhu 3000C selama beberapa jam, dan akan
mengental pada suhu dingin.
Konsentrasi : 5-12%
Kegunaan : Sebagai fase minyak
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terisi penuh.
2.4.4 Polyetilen Glikol 400 (Dirjen POM, 1979; Rowe et al , 2009)
Nama Resmi : POLYAETHYLEN GLYCOLUM 400
Nama Lain : Polietilen Glikol 400, Makrogol 400, Poliglikol
400
Rumus Molekul : HOCH2 (CH2OCH2)n CH2OH
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 380 g/mol


Pemerian                     : Cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis
tidak baerudara, bau khas lemah da agak
higroskopis.
Kelarutan : Larut dalam air, larut dalam etanol 96%, dan
dalam glikol lain.
Inkompatibilitas : Tidak mudah bercampur dengan zat warna.
Stabiltas : Stabil dalam udara dan larutan, tidak berubah
menjadi tengik
Konsentrasi : 10-20 %
Kegunaan : Sebagai ko-surfaktan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

16
2.4.5 Quercetin (MSDS, 2020; Guo, 2014)
Nama Resmi : QUERCETIN
Nama Lain : 2-(3-4-dihydroxypheni-3,5,7-trihdroxy-4H-
1-                                    benzopryan)
Rumus Molekul : C15H10O7
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 302,2 g/mol


Pemerian : Serbuk padat berwrna kuning dan rasanya pahit
Kelarutan : Quercetin prakis tidak larut dalam air; larut dalam
senyawa alkohol dan pelarut organik serta
merupakan senyawa hidrofobik
pKa : 6,3
pH ` : 5-7
Koefisien Partisi : 1,82 ± 0,32
Stabilitas : Stabil dalam kondisi normal
Inkompatibilitas : Asam kuat dan zat pengoksidasi kuat
Waktu Paruh : 3,47 Jam
Dosis : 400 mg-600 mg (secara konvensional), 200
mg-                                1200 mg per hari (suplemen makanan)
Khasiat dan Kegunaan: Sebagai antioksidan dan menjaga daya tahan tubuh
Farmakologi : Stimulus apoptosis (menstimulus kematian sel
secara terprogram), menghambat poliferase sel
(menghambat perbanyakan sel), mencegah
pertumbuhan tumor, selain itu, menghambat
agregasi trombosit dan sebagai antioksidn yaang
menghambat oksidsi LDL-Kolesterol.
Panjang Gelombang : 372 nm
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup dan terlindung dari cahaya.

17
2.4.6 Tween 80 (Rowe et al, 2009)
Nama Resmi : POLYSORBATUM 80
Nama Lain : Polysorbat 80
Rumus Molekul : C64H124O16
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 1.310 g/mol


Pemerian                     : Cairan seperti minyak atau semi gel kuning hingga
jingga, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larut etanol , etil
asetat, dan tidak larut dalam minyak minyak
mineral.
Inkompatibilitas : Perubahan warna dan atau pengendaan terjadi
dengan berbagai zat terutama fenol, tanin, tar, dan
bahan seperti tar.
Stabiltas : Stabil terhadap elektrolit dan asam lemah
Konsentrasi : 1-15 %
Kegunaan : Sebagai surfaktan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

18
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Sediaan Liquid dn Sediaan Semi Solid dilaksanakan
pada hari Sabtu, 21 November 2020 pukul 13.00 sampai 16.00. Pelaksanaan
praktikum bertempat di Laboratorium Research Nanoteknologi Farmasi.
3.2 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Pada praktikum kali ini, alat yang digunakan yakni terdiri dari batang
pengaduk, gelas ukur, gelas kimia, lap halus, lap kasar, magnetik stirrer, neraca
analitik, penjepit tabung, pipet tetes, dan spatula dn sonikator.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu alkohol 70%,
aluminium foil, aquadest, botol drops, brosur, Castor oil, etiket, kemasan
sekunder, kertas perkamen, PEG 400, Quercetin, tisu dan Tween 80.
3.2 Cara Kerja
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%.
c. Ditimbang quercetin sebanyak 75 mg.
d. Diukur Castor oil (minyak jarak) sebanyak 3,16 ml.
e. Diukur tween 80 sebanyak 7,9 ml.
f. Diukur PEG 400 sebanyak 4,74 ml.
g. Dimasukkan quercetin ke dalam gelas kimia dan ditambahkan Castor oil
(minyak jarak), kemudian aduk hingga homogen.
h. Dilanjutkan dengan di magnetik stirrer selama 15 menit, kemudian di
sonikasi selama 15 menit.
i. Dimasukkan tween 80 ke dalam larutan yang telah disonikasi, kemudian di
magnetik stirrer selama 15 menit dan dianjutkan dengan di sonikasi selama
15 menit.

19
j. Dimasukkan PEG 400 ke dalam larutan sebelumnya, kemudian di magnetik
stirrer kembali selama 15 menit dan dilanjutkan dengan disonikasi selama
15 menit hingga menghasilkan larutan yang jernih.
k. Dimasukkan larutan yang telah jai ke dalam botol.
l. Dimasukkan ke dalam kemasan sekunder.

20
BAB IV
RANCANGAN FORMULA
4.1 Rancangan Formula
Tiap 1 ml larutan mengandug 5 mg quercetine
Kekuatan sediaan : 75 mg / 15 ml
1. Zat Aktif : Quercetine 75 mg
2. Minyak : Castor oil 20 %
3. Surfaktan : Tween 80 50 %
4. Ko-surfaktan : PEG 400 30 %
4.2 Perhitungan Bahan
Volume yang dilebihkan 0,80 ml
Sediaan dibuat dalam 15 ml
Volume dilebihkan= 15 ml + 0.80 ml = 15,8 ml
Nama Bahan Jumlah yang dipakai

15,8
1. Quercetine 75 mg x = 78,9 mg
15
20
2. Castor Oil x 15,8 = 3,16 ml
100

50
3. Tween 80 x 15,8 = 7,9 ml
100

30
4. PEG 400 x 15,8 = 4,74 ml
100
4.3 Hasil

Gambar 4.3.1 Sebelum Gambar 4.3.2 Sesudah

4.3 Evaluasi

21
1. Uji Homogenitas
Campuran diencerkan dengan air sulng untuk menghasilkan emulsi yang
halus. Pembentukan nanoemulsi dipantau dengan pengukuran ukuran
partikel dan mengamati tampilan emulsi yang homogen tanpa pemisahan
fasa.
2. Uji DLS (Dinamic Light Scattening)
Ditambahkan 5 ml tiap campuran formula kedalam 2 ml air suling dengan
diaduk menggunakan magnetic stirrer 100 rpm. Pembentukan nanoemulsi
transparan dan ukuran pasrtikel disperse yang dihasilkan ditentukan dengan
DLS. Dispersi yang memiliki ukuran kurang dari 200 nm dianggap dapat
diterima.
3. Uji Efisiensi Enkapsulasi Quercetine
Quercetine bebas dipisahkan dari nanoemulsi menggunakan filter cutoff
berat molekul 3000 Da. Sampel yang mengandung quercetine bebas dan
nanoemulsi Q-SNEDDS diencerkan dalam methanol sebelum analisis Hplc
menggunakan sistem elektrokimia Hplc 3000.
Rumus :
W
EE 100 % = x 100 %
W total
4. Uji Invitro
Dilakukan dengan menggunakan teknik dialisis. Q-SNEDDS diencerkan
dengan simulasi cairan lambung pH 1,2 dan simulasi cairan usus pH 6,8
untuk membentuk nanoemulsi Q-SNEDDS.

BAB V

22
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
Nanoemulsi merupakan sediaan yang stabil secara termodinamika, dispersi
transparan dari minyak dan air yang distabilisasi oleh interfasial film molekul
surfaktan dan ko-surfaktan dan memiliki ukuran droplet kurang dari 100 nm
(Shafiq, et. Al., 2007). Sedangkan menurut Tungadi, R (2020), Sistem
penghantaran obat nanoemulsi adalah metode yang menjanjikan untuk
memberikan dan meningkatkan ketersediaan hayati obat-obatan hidrofobik dan
komponen makanan bioaktif makanan dalam darah.
SNEDDS (Self Nanoemulsying Drug Delivery System) adalah campuran
cairan homogen anhidrat dari minyak, surfaktan, dan ko-surfaktan dan obat
lipofilik yang secara spontan membentuk nanoemulsi transparan pada
pengenceran air dengan agitasi lembut atau secara spontan membentuk
nanoemulsi ketika kontak dengan cairan lambung. SNEDDS merupakan cara
untuk meningkatkan ketersediaan hayati oral dari senyawa lipofilik karena
kemampuannya untuk meningkatkan kelarutan obat, transportasi membran, dan
absorpsi melalui sistem limfatik, sehingga melewati hati dan menghindari
metabolisme lintas pertama yaitu di hati (Yi Guo,2014).
Kuersetin adalah senyawa flavonoid yang terkandung atau banyak
ditemukan pada buah dan sayur. Kuersetin adalah polifenol yang relatif nonpolar
dan memiliki kelarutan yang rendah dalam air atau dalam hal ini kuersetin
termasuk dalam kategori BCS II, yaitu kelarutan buruk dan permeabilitas baik.
Kuersetin memiliki banyak manfaat di dalam tubuh, antara lain sebagai
kardioprotektif, hepatoprotektif, anti diabetes, anti kanker, anti inflamasi, dan
yang paling penting adalah memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat
dengan meningkatkan pertahanan radikal bebas endogen dan menekan jalur
pensinyalan onkogenesis dan perkembangan tumor serta sebagai agen
kemoprevensi potensial. Namun, manfaat dari kuersetin cenderung terpinggirkan
di dalam tubuh, karena bioavabilitas (ketersediaan hayati) kuersetin yang buruk.
Selain itu, aplikasi klinis kuersetin untuk kemoproteksi terbatas karena
hidrofobisitasnya, dan absorpsi gastrointestinal yang buruk serta xenobiotik yang

23
ekstensif di usus dan hati yang secara kolektif berkontribusi pada ketersediaan
hayati oral yang rendah (Yi Guo, 2014).
Untuk meningkatkan kelarutan, laju disolusi, dan ketersediaan hayati dari
kuersetin, dapat dibuat dispersi padat, suspensi nano, mikroemulsi, nanopartikel
lipid padat, dan SNEDDS. Namun, meskipun dispersi padat dan suspensi nano
stabil, kelarutan maksimal dari nano suspensi yang mengandung kuersetin dibatasi
hanya 0,4 mg/mL. Begitupun dengan nanopartikel lipid padat, memang benar
dapat meningkatkan bioavabilitas kuersetin, namun nanopartikel ini sering
memiliki masalah stabilitas sehingga obat yang sulit larut diendapkan selama
penyimpanan. SNEDDS merupakan satu satunya cara untuk meningkatkan
kelarutan, laju disolusi dan ketersediaan hayati dari kuersetin tanpa ada masalah
apapun baik dalam segi formulasi maupun untuk kestabilan sediaan. Tidak seperti
sistem dispersi seperti emulsi dan suspensi yang tidak stabil secara
termodinamika, SNEDDS stabil secara termodinamika dan memiliki kapasitas
pelarutan yang tinggi dari obat lipofilik. Dapat diisi langsung kedalam botol dan
dibuat sediaan drops, atau dapat pula diisi pada kapsul gelatin yang dapat
meningkatkan viabilitas komersial dan kepatuhan pasien (Yi Guo, 2014).
Berdasarkan uraian diatas, kami memutuskan untuk memformulasikan
kuersetin ini kedalam bentuk SNEDDS dalam sediaan drops. Ditimbang kuersetin
sebanyak 75 mg menggunakan neraca analitik. Digunakan kuersetin sebanyak 75
mg karena ditinjau dari kelarutan kuersetin terhadap Castor oil, yaitu menurut Yi
Guo (2014), sebesar 5mg/mL. Tujuan penimbangan adalah agar dapat mengetahui
massa bahan yang akan digunakan agar menghasilkan formulasi yang baik.
Adapaun digunakan neraca analitik karena menurut Kimball (1983), neraca
analitik adalah salah satu alat ukur massa benda yang memiliki ketelitian 0,001gr.
Digunakan Castor oil dalam formulasi ini karena dilihat dari kelarutan
kuersetin yang tinggi pada Castor oil. Selain karena kelarutannya, alasan kami
menggunakan Castor oil adalah karena Castor oil merupakan minyak dengan
rantai trigliserida yang panjang (13-21 karbon). Menurut Sapra, et.al. (2012),
umumnya minyak yang digunakan dalam formulasi SNEDDS adalah minyak
dengan rantai trigliserida yang panjang. Trigliserida rantai panjang memiliki

24
keuntungan berupa kemampuan meningkatkan transpor obat melalui limfatik
sehingga mengurangi metabolisme lintas pertama.
Diaduk Castor oil yang telah berisi kuersetin menggunakan magnetik stirer
dengan kecepatan 260 rpm dan pada suhu 50°C selama 5 menit. Menurut Rahman
(2011), magnetik stirer adalah peralatan laboratorium yang digunakan untuk
memanaskan dan mengaduk larutan satu dengan larutan lain yang bertujuan untuk
membuat suatu larutan homogen dengan bantuan pengaduk batang magnet (stir
bar).
Dimasukkan gelas beaker yang berisis larutan yang telah di stirer, kedalam
sonikator untuk disonikasi selama 15 menit. Menurut Garcia (2017), sonikasi
merupakan teknologi yang memanfaatkan gelombang ultrasonik, selain itu dapat
digunakan untuk produksi nanopartikel, seperti nanoemulsi, nanokristal, liposom
dan emulsi lilin. Sonikasi bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel.
Ditambahkan tween 80 sebanyak 7,9 mL atau konsentrasi 50% sebagai
surfaktan kedalam gelas kimia yang berisi larutan sebelumnya sambil di magnetik
stirer pada suhu 50°C kecepatan 260 rpm selama 15 menit untuk
menghomogenkan larutan, setelah itu di sonikasi kembali menggunakan sonikator
selama 15 menit untuk memperkecil ukuran partikel. Digunakan tween 80 karena
menurut Yi Guo (2014), ditinjau dari kelarutan kuersetin yang baik dalam tween
80 adalah 0,4 mg/mL. Selain itu, setelah di cek selama 3 x 24 jam, menghasilkan
sediaan yang stabil, tidak terjadi pengendapan.
Ditambahkan PEG 400 sebanyak 4,74 mL atau konsentrasi 30% sebagai
ko-surfaktan ke dalam gelas kimia yang berisi larutan sebelumnya sambil di
magnetik stirer pada suhu 50°C kecepatan 260 rpm selama 15 menit untuk
menghomogenkan larutan, setelah itu disonikasi kembali menggunakan sonikator
selama 15 menit untuk memperkecil ukuran partikel. Digunakan PEG 400 karena
menurut Yi Guo (2014), ditinjau dari kelarutan kuersetin yang baik dalam PEG
400 adalah 0,4 mg/mL, PEG 400 lebih stabil, tidak toksik, dan tidak mengiritasi.
Mekanisme kerja ko-surfaktan adalah dengan menurunkan tegangan antar
muka dari air dan minyak. PEG 400 merupakan golongan alkana poliol rantai
pendek dan medium yang dapat menurunkan tegangan antar muka dan

25
membentuk nanoemulsi secara spontan, meningkatkan jumlah obat terlarut pada
sistem SNEDDS, membantu kemampuan spontanitas surfaktan untuk membentuk
nanoemulsi, membantu kelarutan surfaktan dalam minyak, serta meningkatkan
stabilitas nanoemulsi dengan cara menyelipkan diri diantara surfaktan (Metha,
2016; Resende, 2008).
Setelah selesai, masukkan larutan yang telah jadi kedalam botol drops yang
ada etiket yang telah disediakan. Dimasukkan kedalam kemasan, dan dimasukkan
brosur.

BAB VI

26
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
quercetine dapat dibuat dalam bentuk SNEDDS dengan menambahkan bahan
tambahan lain berupa Castor oil sebanyak 20 %, Tween 80 sebanyak 50 % dan
PEG 400 sebanyak 30 % menghasilkan sediaan yang jernih dan nanoemulsi yang
stabil serta dapat membentuk nanoemulsi secara spontan ketika dimasukan
kedalam media berair.
6.2 Saran
6.2.1 Saran Untuk Asisten
Hendaknya tetap mempertahankan kebaikan, keramahannya dan kami
berharap untuk dapat selalu praktikum di Laboratotium research nanoteknologi
farmasi agar dapat menghasilkan suatu sediaan yang lebih baik lagi karena
terdapat alat-alat canggih dan lengkap.
6.2.2 Saran Untuk Jurusan
Agar dapat bertindak secara langsung untuk perbaikan dan pengadaan alat-
alat yang kurang lengkap di Laboratorium agar lebih baik lagi dan demi
kenyamanan bersama.
6.2.3 Saran Untuk Laboratorium
Hendaknya dapat melengkapi alat-alat yang diperlukan oleh praktikan agar
praktikum dapat berjalan dengan baiik dan juga dapat memperluas area
laboratorium.
6.2.3 Saran Untuk Praktikan
Untuk lebih menguasai materi agar praktikum dapat berjalan lancar serta
agar data yang dihasilkan lebih akurat.

27
DAFTAR PUSTAKA
Alawiyah, I., Manila. 2020. Formulasi Dan Uji Karakteristik Sediaan Snedds
Ekstrak Etanol Bawang Dayak (Eleutherine Palmifolia (L.) Merr.)
Dengan Variasi Perbandingan Surfaktan-Kosurfaktan Dan Minyak
Kelapa Sawit. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim.

Azeem, A., Rizwan, M., Ahmad, F.J., Iqbal, Z., Khar, R.K., Aqil, M.,
Talegaonkar, S.2009. Nanoemulsion Components Screening and
Selection: a Technical Note. AAPS PharmSciTech., 10(1), 69-76.

Constantinides PP. 1995. Lipid microemulsion for improving drug dissolusion


and oral absorption: physical and biopharmaceutical aspects. Pharm
Res 12: 1561-1572.

Date, A.A., Desai, N., Dixit, R., dan Nagarsenker, M. 2010.


Selfnanoemulsifyingdrug delivery systems: formulation insights,
applications and advances. Nanomedicine, 5: 1595–1616.

Debnath, S., Satayanarayana, dan Kumar, G.V. 2011. Nanoemulsion-A Method to


Improve The Solubility of Lipophilic Drugs,Int. J. Adv. Pharm.Sci., 2:
72–83.

Devarajan, V., Ravichandran, V. 2011.Nanoemulsions: as modified drug delivery


tool. International journal of comprehensive pharmacy

Diba, Rovie Farah., Sedarnawati Yasni., Sri Yuliani., 2014, Nanoemulsifikasi


Spontan Ekstrak Jinten Hitam dan Karakteristik Produk
Enkapsulasinya, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 25 (2): 134 –
139.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Forgiarini A., Iglesias E., Anderez J., & Salager J. L. 1995. A new methode
toestimate the stability of short-life foams, Colloid Surface A:
Physicochem. Eng. Aspect 98 167-174.

Fudholi, A. 2013. Disolusi dan Pelepasan Obat In-vitro, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, p.115.

Garcia, V. M. Rajauria, G. O. Sweeney T. 2017. Polysacharides from macroalgae


Recent advances, innovative technologies and challenges in extraction
and purification. Foof Research International. 99 : 1011-20.
Gibellini L, Pintu Masuk, Nasi Minyak Montana HP, Be Biasi Si, Roat E,
Bertoncelli L, Cooper EL, Cossariza A. 2011. Quercetin anda Cancer
Chemoprevention. Evidence Based Complement Alternatif Med
eCAM.
Gershanik, T., Benita, S., 2000. Self-dispersing Lipid Formulations for
Improving. Oral Absorption of Lipophilic Drugs. European Journal of
Pharmaceutics and Biopharmaceutics, 50 (1): 179-188.

Gursoy, R.N. & Benita, S., 2004, Self-Emulsifying Drug Delivery System
(SEDDS) for Improved Oral Delivery of Lipophilic Drugs, Biomed
and Pharmacother, 58: 173-182.

Hardianti, F. 2015. Pemanfaatan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Kelor


(Moringa oliefera) Dalam Sediaan Hand and Body Cream. Jakarta:
Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah.

Haritha, Basha, S.P., Rao P, K., dan Vedantham, C., 2003, A Brief Introduction to
Methods of Preparation, Applications and Characterization of
Nanoemulsion on Drug Delivery Systems, Ind J Res Pham Biotech, 1:
25–28.

Irawati, S. (2005). Tinjauan Mengenal Alkohol. Bandung: Penerbit Pustaka.

Kakran, M; Sahoo, N.G; Lin, L dan Muller R.H. 2011. Comprasiaon Of


Homogenization And Precipation Techniques For Production Of
Quercetin Nanocyrstal. Cameca Jurnal: 2-9.

Kimball, John W., 1983.Biologi, Jilid 1, terj. Siti Soetarmi dan Nawangsari Sugiri,
Bandung; Erlangga, Cet. 5.

Komaiko, J., dan McClements, D.J. 2015. Food-grade nanoemulsion filled


hydrogels formed by spontaneous emulsification and gelation: optical
properties, rheology, and stability, Food Hydrocolloid., 46, 67–75.

Kyatanwar, A. U., Jadhav, K. R., & Kadam, V. J. (2010). Self microemulsifying


drug delivery system (SMEDDS): Review. J Pharm Res, 3(1): 75-83.
Lawrence, M.J., and Ress, G.D. 2000. Microemulsion-based Media as Novel
Drug Delivery System, Adv. Drug delivery Rev., 45(1): 89-121.

Makadia, H. A., Bhatt, A.Y., Parmar, R. B., Paun, J. S., & Tank, H.M. 2013. Self
Nano Emulsifying Drug Delivery System (SNEDDS): Future Aspect,
Asian Journal of Pharmaceutical Research, 3(1), 21-27.

Martien, Ronny,. Adhyatmika,. Iramie D. K. Irianto,. Verda Farida,. Dian Purwita


Sari. 2012. Perkembangan Teknologi Nanopartikel Sebagai Sistem
Penghantaran Obat. Majalah Farmaseutik. Vol. 8 (1).
McClements, D.J., 2012. Nanoemulsions versus Microemulsions: Terminology,
Differences, and Similarities. Soft Matter, 8: 1719-1729.

Metha et. al. 2016. Formulasi Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System


(SNEDDS) Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya) dengan virgin
Coconut oil sebagai minyak pembawa. Journal Pena Medika. Vol. 6.
(2) : 103-111
Mollet, H dan Grubberman A. 2001. Formulation Technology Emulsions,
Suspensions, Solid Form, diterjemahkan oleh Payne, H.R., Wiley-vch,
Weinheim, pp. 59-85.

Nugroho, Bambang Hermawan dan Nilam Permata Sari. 2018. Formulasi Self
Nano Emulsifiying Drug Delivery System (SNEEDS) Ekstrak DAun
Karamunting (Rhodomyrtus tomentosa (Ait.) Hassk).

Patel, J., Kadam, C., Vishwajith, V. & Gopal, V. 2011. Formulation, Design,
andEvaluation of Orally Disintegrating Tablets of Loratadine Using
Direct Compression Process, Int. J. Pharm. Biol. Sci., 2(2), 389-400.

Pinto Reis, C., Neufeld, R.J., Ribeiro, A.N.J., dan Veiga, F., 2006,
Nanoencapsulation I, Methods for preparation of drug-loaded
polymeric nanoparticles, Nanomedicine: Nanotechnology, Biology
and Medicine, 2: 8-21.

Rahman, M.A., 2011. Rancang Bangun Hot Plate Stirer Magnetic Terkendali
Temperature, Depok : Universitas Indonesia.

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., dan Owen, S. C. 2009. Handbook of Pharmaceutical


Excipients, 6 th Ed., Pharmaceutical Press, London, hal. 782-785.

Saberi, M., Akhoondinasab MR., Akhoondinasab M. 2013. Comparison of


Healing Effect of Aloe Vera Extract and Silver Sulfadiazine in Burn
Injuries in Experimental Rat Model. Original Article. Vol. 3 (1); 29-
34.

Sapra, K. Sapra A. et. al. 2012. Self Nanoemulsifying Drug Delivery System : A
tool in Solubility. The Ohaio State University.

Sapra, K., Sapra, A., Singh, S.K., dan Kakkar, S. 2012. Self emulsifying drug
delivery system: A tool in solubility enhancement of poorly soluble
drugs. Indo global journal of pharmaceutical sciences, 2: 313–332.

Shafiq, S. et. Al. 2007. Development and bioavailability assessment of ramipril


nanoemulsion formulation. Eur J Pharm Biopharm ; 66:227-243.
Shafiq-Un-Nabi, S., Shakeel, F., Talegaonkar, S., Ali, J., Baboota, S., Ahuja, A.,
dkk. 2007. Formulation development and optimization using
nanoemulsion technique: a technical note. AAPS pharmscitech. 8:
E12–E17.

Sharma, Vijay., Pratiush Saxena., Lalit Singh dan Pooja Singh. 2012. Self
Emulsifying Drug Delivery System; A Novel Approach. Journal
ofPharmacy Research. Vol. 5 (1).

Sharma, Vijay., Pratiush Saxena., Lalit Singh dan Pooja Singh. 2012. Self
Emulsifying Drug Delivery System; A Novel Approach. Journal of
Pharmacy Research. Vol. 5 (1).

Singh, KK dan Shah, HC. 2009. Xanthan Gum In: Rowe, R.C., Sheskey, P.J. dan
Weller P.J. (eds.) Handbook of Pharmaceutical Excipients 6 th
Edition, Minneapolis, Pharmaceutical Press.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo.

Tjay dan Raja-raja. 2015. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya Edisi Ketujuh. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Tungadi, Robert. 2020. Teknologi Nano Sediaan Liquida dan Semisolid. Jakarta :
CV. Sagung Seto Press.

Thakur, Ajur. 2013. Nanoemulsion in Enhancement of Biovailability of Poorly


Soluble Drugs: A Review. Pharmacophore 2013, Vol.4 (1),15-25.

Williams A.C dan barry B.W. 2004 Penetration Enhancer. Advanced Drug Deliv
ery Review. Vol, 26(5): 02-16.

Yi Guo. Juah. E. 2014. Effect of Antioxidant Status and Oral Delivery System On
Quercetine Bioavaibility. The Ohaio State University.

Zhao, T. 2015. Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) for the


Oral Delivery of Lipophilic Drugs. Thesis Departement Industrial
Engineering; University of Trento, Italy.

Anda mungkin juga menyukai