OLEH
Lembar Pengesahan
OLEH
KELAS : A-S1 FARMASI 2020
KELOMPOK : V (LIMA)
Kelompok V
i
1
bila dibuka, tidak dapat ditutup rapat kembali dengan jaminantetap steril dengan
ukuran 1-20 mL dengan sediaan larutan.
Dengan demikian penting bagi kita sebagai tenaga farmasis untuk
mengetahui dan mempelajari pembuatan sediaan injeksi dalam bentuk ampul yang
sesuai dengan persyaratan ampul yang baik, steril ataupun stabil agar selanjutnya
dapat diterapkan pada pelayanan kefarmasian dalam kehidupan masyarakat. Salah
satu upaya untuk dapat meningkatkan minat masyarakat dalam penggunaan obat
adalah salah satunya dengan cara menformulasikan dalam bentuk sediaan injeksi
ampul atropin sulfat. Formulasi dari sediaan injeksi ampul dengan menggunakan
zat aktif atropin sulfat adalah sebagai obat menangani jantung lambat
(Bradikardia).
Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan praktikum teknologi sediaan
steril pembuatan injeksi ampul dengan zat aktif yaitu atropin sulfat.
1.2 Maksud Percobaan
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan sediaan injeksi
ampul.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan menentukan bahan apa saja yang
digunakan dalam proses pembuatan sediaan injeksi ampul atropin sulfat
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mekanisme dari zat aktif yang
digunakan
1.3 Tujuan Percobaan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan sediaan
injeksi ampul.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan menentukan bahan apa saja yang
digunakan dalam proses pembuatan sediaan injeksi ampul.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mekanisme dari zat aktif
yang digunakan
1.4 Manfaat Percobaan
Manfaat yang diperoleh dari praktikum ini adalah untuk memberikan
pengetahuan kepada mahasiswa tentang cara pembuatan sediaan steril yaitu injeksi
2
dalam bentuk ampul dengan zat aktif atropin sulfat yang baik dan benar, serta
memberikan pengetahuan tentang kelebihan dan kekurangannya.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Steril
Steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan
penghilangan semua mikroorganisme hidup. Sterilisasi adalah proses yang
dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Tujuan proses sterilisasi adalah
untuk menghancurkan semua mikroorganisme di dalam atau di atas permukaan
suatu benda atau sediaan dan menandakan bahwa alat untuk sediaan tersebut
bebas dari resiko untuk menyebabkan infeksi (Tungadi, 2017).
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik
diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau
membran mukosa kebagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis
pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan
mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari
komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurniaan tinggi dan luar biasa.
Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus
dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik,
kimia atau mikrobiologi (Lachman, 1994).
Sediaan steril merupakan sediaan yang harus terjaga sterilitasnya, yaitu
harus terjaga dari kontaminasi pirogen, partikel asing, dan mikrobiologi, selain itu
sediaan steril harus stabil secara fisika dan kimia, isohidris, dan isotonis.
(Dewantisari & Musfiroh, 2020).
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagibagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini
antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya
infus) (Priyambodo, 2007).
2.1.2 Sediaan Parenteral
Sediaan parenteral merupakan jenis sediaan yang unik diantara bentuk
sediaan obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau
membrane mukosa ke bagian tubuh yang paling efisien, yaitu membrane kulit dan
4
mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari
bahanbahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi.
Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih
dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi
fisik, kimia, atau mikrobiologis (Priyambodo, 2007).
Injeksi biasanya juga disebut dengan sediaan parenteral dimana
pengunaanya sendiri menembus atau merobek jaringan kulit maupun jaringan
yang lain sehingga sediaan langsung masuk kedalam pembuluh darah. Sediaan
injeksi harus memenuhi syarat yaitu terjaga sterilitasnya, terhindar dari pyrogen,
partikel pengganggu, dan kontaminan yang lain. Selain itu sediaan injeksi
memerlukan antimikroba didalamnya agar terhindar dari pertumbuhan mikroba.
Sediaan injeksi dapat direkonstitusi atau diencerkan terlebih dahulu sebelum
diberikan kepada pasien. Injeksi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu
injeksi cair, padat (serbuk), emulsi, dan suspense. Menurut Latifah dan Natsir
(2009), sediaan-sediaan parenteral hanya dapat diberikan kerja yang optimal
apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Kandungan bahan obat yang terdapat dalam sediaan parenteral, harus sama yang
terdapat didalam etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas dan kuantitas
selama penyimpanan, baik terjadinya kerusakan secara kimia maupun secara
fisika.
2. Wadah yang digunakan pada sediaan parenteral harus sesuai sehingga wadah
tersebut buakan hanya menjaga sterilitasnya saja, tetapi juga dapat mencegah
terjadinya interaksi antara bahaan obatnya dengan material dari dinding
wadahnya.
3. Tersatukan tanpa terjadinya reaksi
4. Harus steril
5. Bebas pirogen
6. Isotonis dan isohidris
7. Bebas dari partikel
5
Menurut Tungadi (2017), Rute pemberian injeksi adalah :
1. Intradermal atau injeksi intrakutan: Untuk diagnosa atau test penyakit
tertentu, seperti diphtheria (shick test), tuberculosis (Old Tuberculin,
Derivat Protein Tuberculin Murni).
2. Injeksi Subkutan atau Hipodermik: Obat-obat vasokontriksi seperti
adrenalin dapat ditambahkan untuk efek lokal, seperti anestesi lokal.
3. Injeksi Intramuskular: Larutan berair dan berminyak dan juga bentuk
suspensi diberikan melalui rute intramuscular.
4. Intravena: Larutan berair, tetapi kadang-kadang emulsi minyak dalam air,
(seperti Phytomenadion Injection, BP). Volume besar 500 ml atau lebih
diberikan dalam bentuk infus i.v untuk mengganti cairan darah yang hilang
akibat shok, luka, operasi pembedahan, atau cairan tubuh hilang oleh
diarrhoeia, seperti pada kolera.
5. Injeksi Intra-arterial: Digunakan ketika aksi segera diinginkan pada daerah
perifer.
6. Injeksi Intrakardial: Diinjeksikan secara langsung pada otot jantung atau
ventrikel untuk pengobatan darurat, bebas bahan partikulat.
7. Injeksi Intratekal atau Subarachnoid: Digunakan untuk anestesi spinal.
Tidak mengandung bakterisida.
8 Injeksi Intrasisternal: Untuk pemberian antibiotik.
9. Injeksi Peridural: Injeksi peridural dapat dibuat dalam daerah torax, lumbar dan
sakral.
2.1.4 Kemasan
Kemasan merupakan salah satu persyaratan yang harus terpenuhi dalam
produksi sebuah sediaan farmasi. Kemasan sendiri memiliki fungsi untuk
melindungi produk sediaan farmasi agar tetap terjaga mutu dan keamanannya.
Kemasan primer merupakan kemasan yang memiliki hubungan secara langsung
dengan produk sediaan farmasi. Kualitas kemasan harus selalu dikontrol agar
produk yang dihasilkan selalu dalam kondisi yang baik dan memiliki daya
kompetitif yang tinggi dalam sebuah industri farmasi (Haifa, 2019).
6
Kemasan produk dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yakni kemasan
primer, kemasan sekunder, dan kemasan tersier. Kemasan primer merupakan
kemasan yang memiliki peran penting karena bersentuhan langsung dengan
produk sehingga dapat mengkontaminasi produk jika tidak diperhatikan. Kemasan
skunder merupakan kemasan yang bertanggung jawab melindungi produk yang
telah dikemas dengan kemasan primer. Kemasan tersier merupakan kemasan
terluar dari produk yang biasanya digunakan untuk keperluan keamanan dalam
transportasi saat pengiriman barang (Indriati et al., 2017).
Kemasan sediaan steril khususnya untuk sediaam injeksi dibedakan menjadi dua
yaitu:
1. Vial
Vial merupakan sebuah wadah yang digunakan untuk kemasan sediaan
injeksi dosis ganda yang terbuat dari kaca agar mempermudah pengamatan isi
sediaan. Vial digunakan untuk pengemasan injeksi berbentuk cairan dan juga
berbentuk serbuk yang membutuhkan pelarut. Beberapa contoh obat injeksi
dengan kemasan vial adalah omeprazole, ceftriaxone, streptomycin sulfate,
esomeprazole, dan ampicillin (Septikasari, 2018).
Vial merupakan kemasan obat yang terbuat dari kaca atau plastik dengan
tutup karet. Terdapat logam pada bagian atas untuk melindungi tutup karet. Vial
berisi obat yang berbentuk cair atau obat kering. Jika obat tidak stabil dalam
kondisi cair maka akan dikemas dalam bentuk kering seperti dalam bentuk serbuk
kering. Label pada vial biasanya menunjukkan jumlah pelarut yang digunakan
untuk melarutkan serbuk tersebut sehingga memudahkan dalam hitungan dosis
pemberian obat. Berbeda dengan ampul, vial merupakan sistem tertutup sehingga
diperlukan menyuntikkan udara ke dalam vial untuk memudahkan dalam
mengaspirasi jumlah obat yang dibutuhkan (Agoes, 2009).
Penyegelan vial yaitu tutup karet harus cocok dengan mulut wadah, cukup
rapat untuk menghasilkan penyegel, tetapi tidak begitu rapat sehingga sulit untuk
menempatkannya dalam wadah. Tutup bisa disisipkan dengan tangan dengan
menggunakan pinset steril. Cara tangan yang lebih cepat meliputi pengambilan
7
tutup dan menyisipkan ke dalam vial dengan suatu alat yang dihubungkan pada
sebuah pipa vakum (Lachman, 1986).
8
Nama Lain : Alkohol, Etanol, Etil alkohol
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46,07g/mol
Rumus Struktur
:
9
Kelarutan : Sangat larut dalam etanol, metanol, aseton
Kegunaan : Sebagai zat pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
2.2.3 Atrofin Sulfat (Dirjen POM, 1979; Dirjen POM, 1995)
Nama Resmi : ATROPINI SULFAS
Nama Lain : Atropin sulfat
Rumus Molekul : C34H46N2O6, H2SO4. H2O
Berat Molekul : 694,85 g/mol
Rumus Struktur :
10
Pemerian : Serbuk kristal putih dengan sedikit rasa asam
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter,
sedikit larut dalam etanol (95 %) larut dalam 11
bagian air
Kelarutan : Sangat larut dalam air, apalagi dalam air panas atau
air mendidih; praktis tidak larut dalam etanol
(95%). Bahan anhidrat larut 1 dalam 8 bagian air,
heptahydrate 1 dalam 4 bagian air, dan
dodecahydrate 1 dalam 3 bagian air.
11
Penyimpanan : Dalam wadah kedap udara, di tempat yang sejuk dan
kering
2.2.6 Monosodium Fosfat (Dirjen POM, 2014; Pubchem, 2023)
Nama Resmi : SODIUM PHOSPHATE, MONOBASIC
Nama Lain : Natrium dihidrogen fosfat,
monosodium phosphate Rumus Struktur :
12
Kelarutan : 1 bagian larut dalam 3 bagian air, 10 bagian gliserol
13
8. Dicampurkan larutan 1, 2, dan 3 kemudian dihomogenkan
9. Ditambahkan buffer fosfat tetes demi tetes hingga sesuai dengan pH yang
ditentukan
10. Dicukupkan dengan api hingga 2 ml
11. Ditambahkan arang aktif (karbon adsorben) 0,1%
12. Disaring menggunakan kertas saring
13. Dimasukkan kedalam ampul dan disterilkan pada autoklaf dengan suhu
121oC selama 15 menit
14. Diberi brosur dan kemasan
14
BAB IV HASIL PENGAMATAN
4.1 Hasil
Gambar
Trop-Sulfat
(Atropin Sulfat)
4.2 Rancangan Formula
R/ Atropin Sulfat 0,025% (Zat Aktif)
NaCl 0,65% (Sebagai pengisotonis)
NaH2PO4 0,31% (Sebagai pendapar)
Na2HPO4 0,07% (Sebagai pendapar)
Na2EDTA 0,1% (Sebagai agen penkhelat)
4.3 Perhitungan Bahan
4.3.1 Perhitungan Bahan
Na2EDTA x 2 ml = 0,002 g = 2 mg
15
NaCl = x 2 ml = 0,0013 g = 13 mg
Aquadest = 2-(0,0005 + 0,002 + 0,013 g)
= 2-(0,0155) = 1,9845
4.4 Evaluasi
Evaluasi Syarat Hasil
Dihasilkan sediaan
injeksi atropine
sulfat dengan PH
Uji PH PH 6,5 (Depkes, 1979) 6,5 (Memenuhi
Syarat)
Sediaan injeksi
atropine sulfat
Syarat sediaan injeksi
yang dhasilkan
salah-satunya yaitu bebas
sesuai
dari bahan-bahan
dengan persyaratan
asing dari luar yang
bebas dari
tidak terlarut atau
Uji Kejernihan bahanbahan asing
bebas
ang
partikulat (Tungadi,
tidak terlarut atau
2017)
bebas partikulat
Dihasilkan wadah
injeksi atropine
Syarat wadah injeksi
sulfat yang tidak
adalah tidak boleh terjadi
mengalami
kebocoran selama atau
kebocoran saat
Uji Kebocoran sesudah pengerjaan
pengerjaan selesai
selesai (Depkes, 2020)
(memenuhi syarat)
16
BAB V PEMBAHASAN
Sediaan parenteral merupakan sebagai obat steril, larutan, atau suspensi
yang dikemas dengan cara yang sesuai untuk pemberian melalui suntikan
hiperdermis, baik dalam bentuk siap pakai maupun bentuk yang perlu
ditambahkan pelarut yang sesuai atau agen pensuspensi. Salah satu contoh sediaan
parenteral yaitu sediaan injeksi (Resca, 2020). Menurut Lukas (2006), injeksi
merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral.
Sediaan injeksi disuntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke
dalam atau melalui kulit atau selaput lendir. Salah satu contoh sediaan inkesi yaitu
ampul. Menurut Rini & Baedah (2014), ampul adalah wadah gelas bening dengan
bagian leher menyempit. Wadah ini berisi obat dosis tunggal dalam bentuk cair.
Untuk mengunakan obat daari wadah ampul ini, harus mematahkan leher ampul.
Adapun zat aktif yang digunakan kali ini yaitu atropine sulfate dengan
indikasi pengobatan untuk bradikardia Usman (2022) mengatakan bahwa atropine
sulfate merupakan obat lini pertama untuk bradikardia simtomatik akut. Atropine
sulfate mengatasi penurunan laju denyut jantung yang dimediasi oleh efek
kolinergik. Dosis atropine sulfate untuk bradikardia adalah 0,5 mg dan dapat
diulang setiap 3 hingga 5 menit sesuai dengan respon pasien.
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang digunakan yaitu
batang pengaduk, bunsen, corong, gelas ukur, gelas beker, pipet dan spatula.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu alkohol 70%, aluminium foil, ampul
cokelat 2 mL, aqua pro injeksi, dispo, kertas indikator pH, kertas perkamen, lem
kaca, NaCl, Na2EDTA, NaH2PO4, Na2HPO4 dan tisu. Ditimbang seksama seluruh
bahan yang akan digunakan. Menurut Atmojo (2011), penimbangan penting
dilakukan karena untuk menghindari kesalahan saat pengukuran bobot/massa
suatu bahan. Disterilisasi alat-alat yang tahan terhadap pemanasan tinggi
menggunakan oven pada suhu 1700C selama 1 jam. Menurut Fauzi (2016),
17
Sterilisasi panas kering membutuhkan pemaparan pada suhu 1500C sampai 1700C
selama 1 - 4 jam. Cara kerja oven adalah dengan memanaskan udara dalamnya
dengan listrik. Oleh karena daya penetrasi panas kering maka akan terjadi proses
oksidasi bakteri. Dan bahan-bahan serta zat aktif disterilkan dengan autoklaf pada
suhu 1210C selama 15 menit. Menurut Aulanni’am (2012), autoklaf digunakan
untuk mensterilkan berbagai macam bahan tahan panas menggunakan uap air
panas bertekanan 15 Psi atau sekitar 1 atm dan bersuhu 1210C.
Dicampurkan atropine sulfate menggunakan pembawa aqua proinjeksi
sebagai larutan 1, Na2EDTA dilarutkan dalam aqua proinjeksi sebagai larutan 2.
Dan NaCl dicampurkan dengan aqua pro injeksi sebagai larutan 3. Aqua pro
injeksi digunakan sebagai pembawa karena Menurut Yuliana (2019), aqua pro
injeksi digunakan sebagai pelarut dan pembawa karena bahan-bahan larut air,
selain itu aqua pro injeksi lebih steril dibandingkan dengan aquadest biasa
sehingga adanya kemungkinan kontaminasi lebih kecil. Na2EDTA digunakan
sebagai agen pengkhelat menurut Sinko (2011), Na2EDTA ditambahkan sebagai
agen pengkhelat karena adanya ion logam dalam ampul atau wadah saat proses
pembuatan dapat mengkatalis reaksi penguraian zat aktif menjadi bentuk tidak
stabil. Na2EDTA digunakan sebagai agen pengkhelat dengan konsentrasi 0,1%
berdasarkan penelitian yang dilakukan Prihanti (2005), bahwa dengan kadar 0,1%
Na2EDTA dapat menghasilkan sediaan injeksi yang lebih stabil. NaCl digunakan
sebagai agen pengisotonis. Menurut Rowe dkk (2009), natrium klorida banyak
digunakan dalam formulasi, dimana penggunaan utama adalah untuk menghasilkan
keadaan yang isotonis. Sediaan injeksi atropine sulfate yang diformulasikan
menggunakan NaCl karena Lachman (2008) berpendapat bahwa natrium klorida
merupakan senyawa yang membantu membuat keadaan isotonis suatu produk
untuk mengurangi rasa sakit pada daerah yang diinjeksikan.
Dicampurkan larutan 1, 2 dan 3 lalu dihomogenkan. Ditambahkan buffer
fosfat tetes demi tetes hingga sesuai pH yang di inginkan. Sediaan injeksi atropine
sulfate dibuat dengan pH tujuan 6.5. Larutan dapar yang digunakan yaitu larutan
dapar fosfat. Day and Underwood (2002) mengatakan bahwa dapar fosfat sebagai
larutan dapar digunakan karena memiliki sifat isotonis dan mampu menahan
18
perubahan pH ketika ion-ion hydrogen atau hidroksida ditambahkan atau
diencerkan.
Disaring sediaan menggunakan kertas saring, agar menghasilkan larutan
yang jernih dan tidak mengandung partikulat, karena menurut Tungadi (2017),
syarat sediaan injekasi adalah bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.
Hal ini juga sesuai dengan pendapat Arianti (2019), sediaan injeksi diperiksa
secara hati-hati akan keberadaan partikel asing seperti pecahan kaca, serat,
endapan dan bahan mengapung lainnya dengan menggunakan mikroskop atau
pemeriksaan secara visual.
Sediaan injeksi atropine sulfate dikemas dalam ampul berwarna cokelat.
Pertimbangan pemilihan wadah cokelat ini didasarkan pada kestabilan dari zat
aktif. Oleh karena itu digunakan wadah gelap atau berwarna cokelat. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Ardyanto (2006), ini dibuat untuk mencegah obat
teroksidasi untuk obat obat yang mudah teroksidasi dan juga untuk mecegah
cahaya masuk ke dalam botol yang dapat menyebabkan aroma obat yang dapat
cepat menguap. Wadah yang digunakan yaitu ampul adalah karena menurut
Depkes RI (1979), bahwa injeksi atropine sulfate diberikan dalam wadah dosis
tinggal. Lukas (2011) menyatakan bahwa ampul merupakan salah satu wadah
untuk dosis tinggal dengan jaminan lebih steril.
Evaluasi yang dilakukan meliputi uji pH, uji kejernihan, dan uji kebocoran.
Menurut Rizki S. dkk, (2019), uji pH dilakukan dengan cara kertas indikasi
universal di celupkan ke dalam sediaan lalu diangkat kemudian diamati perubahan
warna. Setelah nilai warna didapatkan, maka data tersebut akan dibandingkan
dengan data base dari warna di tabel indikator universal pH sehingga dapat
diketahui warna dari kertas warna yang terpindai mirip dengan warna kertas
lakmus yang telah tercelup yang ada dalam range pH 1 – 14. Hasil yang didapatkan
yaitu sediaan injeksi atropine sulfate yang dihasilkan memiliki pH 6.5 dan sesuai
dengan persyaratan yang ditentukan. Menurut Fahjar P. dkk, (2020), uji kejernihan
dilakukan dengan cara wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk menyelidik
pengotor berwarna putih dan latar belakang putih untuk menyelidiki pengotor
19
berwarna. Tungadi (2017) menyatakan bahwa syarat sediaan injeksi salah satunya
yaitu bebas dari bahan-bahan asing dari luar yang tidak terlarut atau bebas
partikulat. Sediaan injeksi atropine sulfate yang dihasilkan memenuhi persyaratan
uji kejernihan tersebut. Uji terakhir yang dilakukan yaitu uji kebocoran. Uji
kebocoran dilakukan dengan menyelupkan sediaan yang sudah berada dalam
wadah kemasan kedalam air. Mnurut Dirjen POM (2020), tidak boleh terjadi
kebocoran selama atau setelah pengujian selesai. Hasilnya yaitu sediaan injeksi
atropine sulfate tidak mengalami kebocoran sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Kemungkinan kesalahan yang mungkin terjadi saat percobaan yaitu tidak
telitinya praktikan dalam mengukur dan menimbang bahan yang dibutuhkan serta
pengerjaan yang kurang aseptis sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi
saat proses pembuatan.
20
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Ampul atau wadah dosis tunggal adalah wadah kedap udara
yangmempertahankan jumlah obat steril dengan tujuan pemberian
parenteral sebagaidosis tunggal yang bila dibuka, tidak dapat ditutup rapat
kembali dengan jaminan tetap steril dengan ukuran 1-20 mL dengan
sediaan larutan.
6.1.2 Bahan yang digunakan dalam pembuatan injeksi ampul ialah zat aktif yaitu
atropin sulfat dan zat tambahan berupa aqua pro injeksi, NaCL, NaEDTA,
NaH2PO4, Na2HPO4.
6.1.3 Atropine sulfat bekerja menghambat reseptor muskarinik baik sentral
maupun perifer. Hambatan reseptor muskarinik oleh Atropine sulfat
bersifat reversible dengan asetilkolin dan antikolinesterase. Atropin sulfat
merupakan agen antimuskarinik yang mengahambat asetilkolin.
6.2 Saran
6.2.1 Saran Untuk Laboratorium
Saran untuk laboratorium agar pengadaan alat sangat dibutuhkan untuk setiap
perlakuan demi keberhasilan praktikum
6.2.2 Saran Untuk Asisten
Saran untuk asisten agar selalu membuat suasana yang ramah dengan
praktikan.
6.2.3 Saran Untuk Praktikan
Saran untuk praktikan agar membangun kerja sama yang baik dengan asisten
praktikum demi menciptakan keadaan yang kondusif, serta praktikan harus lebih
menguasai materi percobaan saat praktikum.
21
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen Pom. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Departemen Kesehatan Ri:
Jakarta.
Dirjen Pom. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Departemen Kesehatan Ri:
Jakarta.
Lukas, S. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: CV Andi Offset; 19. United stete
Pharmacopeia. The United States Pharmacopeial
Parrot. 1971. Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics. Burgess
Publishing Co. USA.
Pubchem. 2023. Pubchem Compound Summary For Cid 702, Ethanol. Retrieved
September 26, 2022 From Https://Pubchem.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Compound/
Ethanol.
Pubchem. 2023. Pubchem Compound Summary For Cid 962, Water. Retrieved
September 26, 2022 From Https://Pubchem.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Compound/
Water.
Sinko, P. J., 2011, Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika edisi
5,diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, 706, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Sri Indriati, Muhammad Yusuf, Nur Fitriani Usdyana Attahmid, Rosalin, 2017.
Aplikasi Media Selektif Mikroba sebagai Indikator Kemasan Cerdas pada
Bahan Pangan. Jurnal imiah inovasi. jurusan Teknik Kimia, Politeknik
Negeri Ujung Pandang, makasar.
Tungadi, Robert,,S.Si.,M.Si.,Apt. (2017). Teknologi Sediaan Steril . Jakarta:
Sagung Seto.
Tungadi, Robert. 2017. Teknologi sediaan steril. Jakarta : CV. Sagung Seto press
USMAN, ERIK PRASETYA. 2022. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny.S
Dengan Bradikardi Simptomatik Di Ruangan Wisnumurti Rsup Dr. Sardjito
Yogyakarta. skripsi thesis, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Yuliana Uli. 2019. Aqua Pro Injeksi Digunakan Sebagai Pelarut dan
Pembawa. UNPAD. Bandung