Anda di halaman 1dari 31

Mapping Jurnal

FITOKIMIA II
“ SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS”

OLEH

NAMA : YUNITA H. DATU


NIM : 821420082
KELOMPOK : V (LIMA)
KELAS : C-S1 FARMASI 2020
ASISTEN : ZULFIANTO DJUFRI, S. Farm

LABORATORIUM FARMASI BAHAN ALAM


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
MAPPING JURNAL
Judul Spektrofotometri UV-Vis
Nama/nim Yunita H. Datu/821420082
Pembimbing/asisten Zulfianto Djufri, S. Farm
Angelina Dona Lokasari, Oktavina Kartika
Putri, Perbandingan Kadar Saponin Ekstrak
Penulis, judul, halaman Daun Waru (Hibiscus tiliaceus L.) Segar Dan
Kering Menggunakan Spektrofotmeter UV-
Vis, 1-8.
Hampir semua tumbuhan memiliki khasiat
dalam hubungannya dengan kesehatan. Dasar
inilah yang membuat penelitian tentang
tumbuhan berkembang pesat. Hal ini didukung
dengan potensi tanaman sebagai obat dan
kosmetik yang melimpah di Indonesia
Latar belakang
(Herdiani, 2012). Maka dari itu, perlu mencari
bahan alam yang dapat berperan sebagai
pembusa alami untuk diaplikasikan dalam
pembuatan shampoo atau sabun. Salah satu
tanaman yang dimanfaatkan yaitu daun waru
(Hibiscus tiliaceus L.).
Dasar teori Tanaman waru (Hibiscus tiliaceus L.)
memiliki kandungan senyawa saponin,
flavonoid, polifenol dan tanin (Kinho, 2011).
Daun waru mempunyai persentase kandungan
saponin yang tinggi yaitu 12,9 mg/g. Saponin
merupakan glikosida yang memiliki aglikon
berupa steroid dan triterpenoid. Saponin dapat
digunakan untuk pengobatan pada penyakit
syphilis, reumatik, penyakit kulit, diabetes,
emulsifying agen, sebagai stimulant
expectoran, antiinflamasi, antifungi, dan
antibakteri (Evans W. C., 2002).
Penelitian perbandingan kadar saponin ekstrak
daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) segar dan
Metode
kering berdasarkan analisa spektrofotometri
UV-Vis merupakan penelitian eksperimental.
Kadar saponin daun waru segar sebesar
113,5286 ± 6,8233 mgDE/mL dan daun waru
Hasil penelitian
kering sebesar 46,6429 ± 4,3619 mgDE/mL
menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Metode yang digunakan pada percobaan ini
Keterkaitan dengan yaitu spektrofotometer UV-Vis dan pada
percobaan jurnal ini juga menggunakan metode
spektrofotometer UV-Vis.
Daun waru mempunyai persentase kandungan
saponin yang tinggi yaitu 12,9 mg/g. Saponin
merupakan glikosida yang memiliki aglikon
berupa steroid dan triterpenoid. Metode yang
digunakan pada percobaan ini yaitu
spektrofotometer UV-Vis dan pada jurnal ini
Ringkasan materi
juga menggunakan metode spektrofotometer
UV-Vis. Kadar saponin daun waru segar
sebesar 113,5286 ± 6,8233 mgDE/mL dan
daun waru kering sebesar 46,6429 ± 4,3619
mgDE/mL menggunakan spektrofotometer
UV-Vis.

Paraf asisten
Zufrianto Djufri, S.Farm

MAPPING JURNAL
Judul Spektrofotometri UV-Vis
Nama / Nim Yunita H. Datu / 821420082
Pembibing / Asisten Zulfianto Djufri, S.Farm
M. Agung Pratama Suharto, Hosea Jaya
Edy, Jovie M. Dumanauw, 2015, Isolasi
Dan Identifikasi Senyawa Saponin Dari
Penulis, Tahun, Judul, Halaman
Ekstrak Metanol Batang Pisang
Ambon(Musa Paradisiaca Var. Sapientum
L.), 86-92
Indonesia merupakan negara kepulauan
beriklim tropis yang memiliki
beranekaragam tanaman, mulai dari tanaman
hias, tanaman rempah maupun tanaman
obat. Salah satu tanaman yang dapat
Latar Belakang digunakan sebagai bahan dasar dalam
pengobatan yaitu tanaman pisang. Getah
batang pisang mengandung saponin,
antrakuinon dan kuinon yang berfungsi
sebagai antibakteri dan penghilang rasa
sakit.
Dasar Teori Getah batang pisang mengandung saponin,
antrakuinon dan kuinon yang berfungsi
sebagai antibakteri dan penghilang rasa
sakit. Terdapat pula kandungan lektin yang
berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan
sel kulit, tanin bersifat antiseptik dan kalium
yang bermanfaat untuk melancarkan air
seni. Selain itu, zat saponin berkhasiat
mengencerkan dahak (Anonim, 2011).
Isolasi saponin dihasilkan dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
menggunakan lempeng silika gel dan eluen
campuran klorofom, metanol dan air
(Harborne, 1987).
Penelitian ini menggunakan metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) preparatif,
Metode selanjutnya mengidentifikasi nilai
absorbansi saponin pada panjang gelombang
maksimal dengan spektrofotometri UV-Vis.
Senyawa saponin yang terkandung pada
ekstrak metanol batang pisang Ambon
(Musa paradisiaca var. sapientum L.) dapat
diisolasi dengan metode KLT preparatif.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil identifikasi dengan
spektrofotometri UV-Vis, nilai absorbansi
senyawa saponin yaitu 2,754 pada panjang
gelombang maksimal 209 nm.
Terkait, karena menggunakan metode yang
Keterkaitan dengan Percobaan sama yaitu preparasi sampel serta pengujian
menggunakan spektrofotometri UV-vis
Ringkasan Materi Batang pisang mengandung senyawa
saponin, flavonoid dan tanin. Tujuan dari
penelitian ini yaitu mengisolasi saponin
yang terkandung pada ekstrak metanol
batang pisang Ambon (Musa paradisiaca
var. sapientum L.) dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) preparatif,
selanjutnya mengidentifikasi nilai
absorbansi saponin pada panjang gelombang
maksimal dengan spektrofotometri UV-Vis..
Hasil identifikasi Spektrofotometri Ultra
Violet Visible (UV-Vis) yaitu nilai
absorbansi saponin 2,754 pada panjang
gelombang maksimal 209 nm

Paraf Asisten
Zufrianto Djufri, S.Farm
MAPPING JURNAL
Judul Spektrofotometri UV-VIS
Nama/Nim Yunita H. Datu/821420082
Pembimbing/Asisten Zulfianto Djufri, S.Farm
Penulis/Judul/Halaman Shafa Noer, Rosa Dewi Pratiwi, Efri
Gresinta/Penetapan Kadar Senyawa Fitokimia
(Tanin, Saponin Dan Flavonoid Sebagai Kuersetin)
Pada Ekstrak Daun Inggu (Ruta angustifolia L.)/19-
29
Latar Belakang Tanaman Ruta angustifolia atau yang biasa disebut
dengan tanaman Inggu telah lama dipercaya dan
digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat
untuk berbagai macam penyakit. Organ utama yang
paling banyak digunakan sebagai obat tradisional
adalah daunnya.
Dasar Teori Ekstrak dari Ruta angustifolia (etanol, heksana,
diklorometana dan metanol) baru-baru ini
dilaporkan menunjukkan aktivitas anti-virus. Ia
menunjukkan aktivitas anti-viral terhadap hepatoma
cell line (Huh7.5) dengan nilai IC50 berkisar antara
1,6-15,6 µg / ml
Metode Ekstrak etanol daun Inggu (Ruta angustifolia)
sebanyak 200 mg dimasukan dalam labu takar 100
mL. Ekstrak digenapkan dengan akuades sampai
batas atas labu takar. Mengambil 5 mL dari stok
larutan yang dibuat diatas dengan pipet dan
memasukannya ke dalam labu takar 10 mL,
kemudian menambahkan 500 μl reagent Folin
Cialcoteu, dikocok selama 1 menit. Sebelum menit
ke delapan ditambahkan 4 mL natrium karbonat
(Na2CO3) 10% dan dikocok selama 1 menit,
kemudian digenapkan dengan akuades sampai batas
volume labu takar. Deret standar dibuat dengan
konsentrasi 0 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm dan
5 ppm dari standar induk asam tanat 100 ppm.
Setelah itu, diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 725 nm menggunakan UV-Vis.
Hasil Penelitian Hasil analisis menunjukkan kadar flavonoid daun
inggu sebagai kuersetin sebesar 1,67%; saponin
sebesar 2,13% dan tannin sebesar 7,04%.
Keterkaitan dengan Metode yang digunakan pada perobaan yaitu
Percobaan preparasi sampel spektrofotometri UV-VIS dan pada
jurnal ini juga menggunakan metode preparasi
sampel spektrofotometri UV-VIS.
Ringkasan Materi Preparasi sampel daun inggu dilakukan dengan
teknik ekstraksi maserasi dengan pelarut etanol
96%. Analisis kadar tannin dan flavonoid sebagai
kuersetin ditentukan dengan Spektrofotometri
UVVisibel pada panjang gelombang (λ) 725 nm.
Sedangkan analisis kadar saponin menggunakan
TLC Scanner. Hasil analisis menunjukkan kadar
flavonoid daun inggu sebagai kuersetin sebesar
1,67%; saponin sebesar 2,13% dan tannin sebesar
7,04%.
Paraf Asisten

Zulfianto Djufri, S.Farm


MAPPING JURNAL
Judul Spektrofotometri UV-VIS
Nama/NIM Yunita H. Datu/ 821420082
Pembimbing/Asisten Zulfianto Djufri, S.Farm
Milad Hadidi, Alfonso Garvín, Raquel Ibarz,
Albert Ibarz. Photo-degradation of alfalfa
Penulis,Judul,Halaman
saponins by UV–visible multi-wavelength
irradiation. Halaman 2-7.
Saponin terutama merupakan campuran dari
banyak turunan terpene, sebagian besar
merupakan glikosida dari salah satu dari
banyak kemungkinan triterpen dengan
substituen yang berbeda seperti gugus
hidroksil, hidroksimetil, karboksil dan asil.
Jadi, karena jumlah senyawa berbeda yang
Latar Belakang
dapat hadir dalam campuran saponin hampir
tak terbatas, tidak masuk akal untuk mencoba
mengidentifikasi dan mengukur setiap
senyawa. Mengetahui sumber campuran dan
cara campuran saponin diproduksi lebih
berharga dan lebih berguna untuk
mengkarakterisasi campuran tertentu.
Dasar Teori Meskipun saponin memiliki beberapa manfaat
kesehatan (Singh dkk., 2017), mereka juga
dikenal sebagai antinutrisi pada tingkat tinggi
karena memiliki aktivitas hemolitik dan
penghambatan. Selain itu, mereka dapat
mempengaruhi permeabilitas selsel otot di
usus kecil, dan dengan demikian, mengurangi
bioavailabilitas nutrisi dan menurunkan
aktivitas enzim (Savage, 2016). Jika ada cara
untuk menghilangkan saponin dari daun
alfalfa, mereka bisa menjadi makanan yang
menjanjikan bagi umat manusia. Beberapa
peneliti telah menggunakan proses yang
berbeda untuk mendegradasi saponin ini,
termasuk mengukus (Hadidi dkk., 2019),
microwave dan memasak (Heng dkk.,
2006;Ruiz dkk., 1996;Shi et al., 2009;Tarade
dkk., 2006).
Daun alfalfa spesifik ini digunakan untuk
mendapatkan campuran saponinnya mengikuti
metode ekstraksi) tetapi ditingkatkan dengan
menggunakan sonikasi selama ekstraksi.
Dengan demikian, ekstraksi berlangsung
dengan menambahkan larutan berair etanol
78,2% (v/v) pada rasio pelarut/bahan baku
11,4 mL/g dan menerapkan daya ultrasonik
112,0 W dengan penangas pembersih
ultrasonik (10 L, Skymen Co., Guangdong,
Metode China) selama 2,84 jam pada 76,8◦C. Setelah
ekstraksi, serbuk daun alfalfa yang tersisa
dihilangkan dengan penyaringan dan pelarut
yang tersisa dalam larutan dipisahkan dalam
rotary evaporator pada suhu 50◦C (SCI100-S,
Scilogex, Hartford, AS). Kemudian diencerkan
dengan metanol hingga konsentrasi 35% (b/v).
Untuk pemurnian, larutan dimasukkan ke
dalam kolom C18 yang telah dikondisikan
sebelumnya dengan metanol 35% (b/v) (6
cm×10 cm, 55 sore, 50 g).
Saponin alfalfa menyerap radiasi antara 470
dan 610 nm dengan puncak serapan
maksimum sekitar 543 nm, yang berarti bahwa
setiap lampu yang memancarkan dalam
kisaran panjang gelombang ini dapat
menghasilkan beberapa derajat fotodegradasi.
Baik suhu dan pH larutan mempengaruhi
tingkat fotodegradasi saponin alfalfa. Proses
Hasil Penelitian
degradasi saponin alfalfa ditingkatkan dengan
meningkatkan suhu dan penurunan nilai pH.
Dalam rentang eksperimental untuk pH dan
suhu yang digunakan, kondisi optimal untuk
mendegradasi saponin alfalfa adalah 80◦C dan
pH = 4, mencapai penurunan 80% dalam
konsentrasi saponin alfalfa primer setelah 80
menit.
Metode Yang Digunakan Pada Perobaan Yaitu
Keterkaitan Dengan Spektrofotometri UV-Vis Dan Pada Jurnal Ini
Percobaan Juga Menggunakann Metode Spektrofotometri
UV-Vis.
Degradasi saponin alfalfa oleh penyinaran UV
multi-panjang gelombang cocok dengan baik
untuk model kinetik orde pertama semu dalam
kisaran konsentrasi yang diuji. Hal ini
Ringkasan Materi tampaknya disebabkan oleh fakta bahwa
radiasi yang diserap oleh saponin alfalfa dalam
larutan metanol-air mengikuti garis lurus
dengan ordinat asal dalam kisaran konsentrasi
yang sama.
Paraf Asisten
Zulfianto Djufri, S.Farm

MAPPING JURNAL
Judul Spektrofotometri Uv-Vis
Nama/Nim Yunita H. Datu/821420082
Pembimbing/asisten Zulfianto Djufri, S. Farm
Ita WIDOWATI, Daphne LUBAC, Maya
PUSPITA, athalie BOURGOUGNON/
ANTIBACTERIAL AND ANTIOXIDANT
Penulis, Judul, Halaman PROPERTIES OF THE RED ALGA
GRACILARIAVERRUCOSA FROM THE
NORTH COAST OFJAVA, SEMARANG,
INDONESIA/ 179-185
Sejumlah penelitian telah mengungkapkan
anti-bakteri sifat-sifat dalam makro-alga yang
berbeda (Bansemir et al., 2005; Farid dkk.,
2009; Villarreal-Gomez dkk., 2010). Di sisi
lain, ganggang yang hidup di dekat permukaan
laut terus-menerus terkena sinar ultraviolet dan
udara oksidasi, yang biasanya mengarah pada
Latar belakang
pembentukan radikal bebas dan oksidan
lainnya. Namun, tidak ada kerusakan akibat
oksidasi yang diamati pada struktur rumput
laut yang menunjukkan bahwa mereka
memiliki mekanisme pertahanan terhadap
oksidasi (Mallick & Mohn, 2000; Matanjun et
al., 2007)
Dasar teori Selain itu, ganggang ini muncul di banyak
permukaan strain bakteri yang berbeda yang
juga berpotensi menghasilkan molekul aktif.
Ini akan menjadi saling menguntungkan
hubungan antara alga dan bakteri. Hubungan
ini didasarkan pada kemampuan alga untuk
menghasilkan senyawa organik dan oksigen
yang digunakan oleh bakteri yang kemudian
disebut "bakteri simbiosis". Sebagian melawan
bakteri memainkan peran penting dalam
menjaga kesehatan organisme inang dengan
produksi metabolit sekunder bioaktif
(Bolinches et al., 1988).
Metode Air suling (50 g.L -1 dari berat kering) dengan
Ultra-turrax (2 jam) pada suhu 4°C. Setelah
sentrifugasi (30 menit, 3000 g, 4°C) dan
filtrasi (Whatman cat n° 1822 047), supernatan
diliofilisasi dan kami memperoleh ekstrak air
(Ekstrak A). Untuk ekstrak organik, ganggang
kering adalah disuspensikan dengan mengaduk
dalam etanol 95° (200 g dalam 300 mL)
dengan
sebuah Ultra-turraks (2 jam) pada 4°C. Setelah
sentrifugasi (30 menit, 3000 g, 4°C), pelet
yang dihasilkan diekstraksi ulang lima kali di
jalan yang sama. Ekstrak alkohol digabungkan
dan
diuapkan di bawah vakum pada suhu rendah
(<40 ° C). Kemudian ditambahkan air suling
(100 mL) dan dipartisi dengan metilen klorida
(4 x 100 mL). Fase berair dikumpulkan,
diliofilisasi, disuspensikan kembali dalam
etanol absolut (100mL), disaring dan
dipekatkan di bawah vakum pada suhu rendah
suhu (Ekstrak B). Fasa organik dikumpulkan,
kemudian dikeringkan selama 24 jam di bawah
Na2SO4, disaring dan terkonsentrasi di bawah
vakum pada suhu rendah (Ekstrak C). Ketiga
fase ini disimpan pada suhu -40 ° C sebelum
digunakan (Hellio et al., 2000).
Analisis kurva kalibrasi (Gambar 2) Gali acid
memberikan persamaan regresi Y = 0,0001 x
0,0123. Itu koefisien determinasi (R²) sebesar
0,97. Jika R-kuadrat mendekati 1, hal ini
menunjukkan bahwa persamaan regresi linier.
Hasil penelitian
Kurva kalibrasi adalah untuk menentukan yang
tidak diketahui konsentrasi senyawa fenolik G.
verrucosa. Itu hasil analisis senyawa fenolik
total dinyatakan dalam ekivalen mg asam
galat/g sampel kering.
Keterkaitan dengan Menggunakan metode yang sama yaitu metode
percobaan preparasi sampel
Ringkasan materi Studi ini menyoroti antioksidan dan
antimikroba dari G.veruka. Ekstrak etil asetat
ditemukan memiliki aktivitas antioksidan yang
kuat. Ekstrak metanol memiliki aktivitas
antibakteri yang efektif terhadap bakteri
patogen manusia terhadap bakteri patogen dan
laut. Studi fitokimia menunjukkan bahwa G.
verrucosa mengandung banyak senyawa
bioaktif dengan keanekaragaman hayati
properti. Ada kemungkinan bahwa senyawa ini
berperan peran penting dalam aktivitas
antioksidan dan antibakteri.

Paraf asisten

Zulfianto Djufri, S. Farm

MAPPING JURNAL
Judul Spektrofotometri UV-VIS
Nama / Nim Yunita H. Datu/821420082
Pembibing / Asisten Zulfianto Djufri S. Farm
Penulis, Judul , Halaman Analisis Kandungan Saponin Pada Ekstrak
Seratmatang Buah Lontar (Borassus Flabellifer
Linn). James Ngginak 1 Meryana Tamu Apu 2
Refli Sampe. 2021. 1-7
Latar Belakang Tumbuhan adalah salah satu keanekaragaman
hayati yang tidak akan terpisahkan dari
kehidupan masyarakat. Salah satu kelompok
tumbuhan - tumbuhan yang bermanfaat bagi
masyarakat adalah kelompok palmae. Jenis
palmae yang bernilai ekonomis salah satunya
adalah tumbuhanlontar. Kelompok tumbuhan ini
tersebar luas dan berperan sebagai modal dalam
perekonomian masyarakat (Nasri dkk, 2017).
Jenis tumbuhan palmae lontar atau siwalan
mampu tumbuh dengan baik dalam kondisi iklim
yang panas.
Dasar Teori Saponin merupakan salah satu senyawa
metabolit sekunder yang terkandung dalam
tanaman. Menurut (Dumanau dkk, 2015) jenis
senyawa ini tergolong kelompok komponen
organik yang memiliki kapasitas steroid yang
baik. Semua organ tumbuhan seperti buah,
bunga, daun, batang dan akar dapat ditemukan
senyawa metabolic sekunder saponin. Struktur
molekul saponin yang terdiri dari rangkaian
atom C dan H membuat senyawa ini memiliki
aktivitas biologis sebagai antibakteri yang
dimana pada umumnya diaplikasikan dalam
suatu pada pembuatan sabun (Adawiyah, 2012).
Saponin dapat dikembangkan dalam berbagai
bidang seperti bidang pertanian, industri
kosmetik, sampo, makanan maupun obat-
obatan. Senyawa saponin diaplikasikan dalam
dunia obat-obatan karena diketahui memiliki
aktifitas sebagai obat antifungal, antibakteri serta
anti tumor (Bintoro dkk, 2017).
Metode Metode yang digunakan dengan analisis
kualitatif (KLT) dengan dilanjutkan
kepengukuran saponin dengan spektrofotometri
UV VIS dengan panjang gelombang maksimum
dalam pengukuran sampel yaitu 280 nm dengan
nilai absorbansi 0,325. Panjang gelombang 280
nm sebagai indikator penentuan adanya senyawa
saponin dalam sampel karena sebagaimana yang
dikemukakan oleh (Minarno, 2016)
Hasil Penelitian Berdasar hasil pengamatan uji busa dan uji
warna menunjukkan bahwa sampel serat matang
buah lontarmengandung saponin. Menurut
Minarno (2016), penentuan kandungan saponin
dalam sampel dapat dibuktikan dengan
terbentuknya busa ketika ditambahkan dengan
HCl 2N. Reaksi yang terbentuk berupa
timbulnya buih atau busa sebagai akibat dari
adanya reaksi komposisi kimia yang terkandung
dalam sampel. Adanya gugus hidroksil dan
karbon sebagai bagian dari struktur penyusun
pada senyawa saponin organic memungkinakan
senyawa ini memiliki sifat larut dalam air dan
dapat berbuih (Baud dkk, 2014). Saponin pada
dasarnya tersusun dari rantai glikolisis. Pada
glikolisis itu sendiri merupakan perwujudan dari
ikatan dari beberapa kelompok karbohidrat yang
saling bertautan.
Secara kualitatif uji spektrofotometri UV-Vis
pada ekstrak serat matang buah lontar terdapat
senyawa saponin. Data menunjukan bahwa
panjang gelombang maksimum dalam
pengukuran sampel yaitu 280 nm dengan nilai
absorbansi 0,325. Panjang gelombang 280 nm
sebagai indikator penentuan adanya senyawa
saponin dalam sampel karena sebagaimana yang
dikemukakan oleh (Minarno, 2016) bahwa
panjang gelombang maksimum saponin berkisar
antara 200-800 nm didapatkan satu puncak garis
pada panjang gelombang 220 nm dengan nilai
absorbansi 0,617. Senada dengan itu menurut
(Pane, 2013) yang juga menjelaskan bahwa
saponin dapat terbaca pada panjang gelombang
220 nm
Keterkaitan dengan Keterkaitan dengan percobaan yaitu membahas
Percobaan tentang preparasi sampel yang akan diuji dengan
uji spektrofotometri UV-VIS
Ringkasan Materi pembuktian berikut melalui penambahan
pemberian pereaksi Lieberman- Burchard yang
mengakibatkan terakumulasinya warna coklat
dan kuning. Adanya senyawa triterpenoid
saponin ditandai dengan pembentuk band atau
pita warna coklat sebagai wujud dari reaksi
kimia yang terjadi.
Mengacu pada nilai Rf dan warna kuning yang
terdapat pada plat KLT menunjukan bahwa pada
sampel terkandung saponin (triterpenoid). Hasil
analisis kualitatif menggunakan spektrofotometri
UV- Visible diperoleh nilai absorban senyawa
saponin sebanyak 0,325. Absorbansi dari
senyawa terbaca pada panjang gelombang
maksimum 280 nano meter
Paraf Asisten

Zulfianto Djufri, S. Farm


MAPPING JURNAL
Judul Spektrofotometri UV-VIS
Nama / Nim Yunita H. Datu/ 821420082
Pembibing / Asisten Zulfianto Djufri S. Farm
Penulis / Judul / Halaman Saponin Content Analysis on Leaves and
Petioles of Carica pubescens Lenne & K. Koch
Eko Budi Minarno, Ainun Nikmati Laily, Ida
Alfiah. 2017. /26-29
Latar Belakang Presence of hair (pubescens) on the abaksial and
petiole into the primary identifier in addition to
the morphology of flowers, fruits, and branchs in
the trunk when compared to the morphology of
Carica papaya. Moreover, in contrast with
Carica papaya, Carica pubescens thrives in
places with a height of 1.400- 2400 meters
above sea level (asl), low temperatures and high
rainfall.
Dasar Teori Saponins form a steady foam when shaken
(Harbrone, 1987), a complex group of natural
compounds, with mass and large molecules, with
wide uses (Burger et al., 1998). The structure of
saponins causes saponins to be soap or detergent
that saponins are called natural surfactants (the
name saponins is derived from this main
character ie "sapo" in Latin meaning soap)
(Calabria, 2008; Hawley & Hawley, 2004).
Saponins include phytochemical compounds that
can inhibit elevated blood glucose levels by
inhibiting the absorption of glucose in the small
intestine and inhibit gastric emptying. With the
slowing of the emptying of the stomach, the
food absorption will be longer, and blood
glucose levels will improve (Bruneton, 1999;
Matsuda et al 1999).
Metode This research is an observational research with
the object is C. pubescens that were not given
any treatment, but examined saponins
qualitatively and quantitatively so that the
research data presented descriptively. The study
was conducted in August until November 2015.
Activity of Carica pubescens sampling was
conducted in Cangar area, East Java. Qualitative
and quantitative analysis was conducted in Plant
Physiology Laboratory of Biology Department
and Chemical Laboratory of Chem Department,
Faculty of Science and Technology, UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang.
The tools required for field sampling and
laboratory analysis are: camera and oven plastic
bags, jars extraction, a stirrer, a knife, 60-mesh
sieve, rotary vacuum evaporator, a hair dryer, a
UV-VIS spectrophotometer, test tubes, glass
beaker, beakers, pipettes micro, analytical
balance, capillary tube, plate TLC (Thin Layer
Chromatography), TLC chamber, and a UV
lamp. The materials required include: C.
pubescens (from Cangar area), filter paper, p.a.
methanol, distilled water, 2N hydrochloric acid,
chloroform, alcohol 95%, concentrated acetic
acid anhydride, and sulfuric acid
Hasil Penelitian Increased secretion of insulin will help decrease
blood glucose levels. Pigreas β cell regeneration
occurs because of the quiescent cells in the
pancreas that have the ability to regenerate.
Some examples of saponins in plants include
diosgenin, and botogenin from the genus
Dioscorea. Hekogenin, manogenin, and
gitogenin of Agave species. Sarsapogenin and
smilagenin from the genus Smilax.
Sarmentogenin from the genus Strophantus.
Sitosterol from plant oil. Family Liliaceae,
Amaryllidaceae, and Dioscoreaceae contain
sapogenin. Similarly in Apocynaceae (Sirait,
2007). Thus, in this study investigated the Genus
Caricaceae saponins, namely C. pubescens on
two organs of plants that grow in Cangar area.
From the preparative Thin Layer
Chromatography (TLC) then suitable color was
scraped as an isolate for examination of
absorbance value at 209 nm wavelength with
UV-Vis spectrophotometer. It is known that the
absorbance value of saponin at the petiole is
0.852 and the leaf is 0.686. Thus the petiole has
the highest saponin absorbance value.
Phytochemicals of Caricaceae and C. pubescens
are generally unstudied, therefore, need to be
explored sustainable information. In view of the
process of making powder simplicia, the ratio
value of wet weight to dry weight of powder is
as follows: leaf samples are 5.08; petiole
samples are 25.82. This shows the lowest water
content found in the sample of the petiole.
Low water content may affect secondary
metabolites contained in a plant organ. In line
with Sirait's (2007) opinion that the physical
plant consists mostly of water, the water content
reaches more than 90% in leaves, flowers, fruits
(many watery fruits), and underground parts of
the plant. In poor tissue storage organ, water
content decreases to about 50% ie on the skin
and wood. The least water is seed, generally
containing ± 10%. The chemical compounds of
the most abundant plant are small molecular
chemical compounds with limited spreading, ie
secondary metabolites. Included in this case is
saponin content.
Keterkaitan dengan The absorbance value was measured using a
Percobaan UV-VIS Spectrophotometer.
Ringkasan Materi Conclusion of this research is the petioles have
the highest saponin absorbance value. Petiole of
C. pubescens has the potential to be used as a
source of triterpene saponins which can be
developed into a commercial drug experienced.
Paraf Asisten

Zulfianto Djufri, S. Farm


MAPPING JURNAL
Judul Spektrofotometri Uv-Vis
Nama/Nim Yunita H. Datu/821420082
Pembimbing/asisten Zulfianto Djufri, S. Farm
Ni Kadek Yunita Sari, 2 Ni Luh Utari
Sumadew, IDENTIFIKASI SENYAWA
Penulis, Judul, Halaman SAPONIN EKSTRAK METANOL BUNGA
KAMBOJA PUTIH (Plumeria acuminata).
Halaman 1-5.
Khasiat tanaman obat pada umumnya
disebabkan oleh aktifitas senyawa metabolit
sekunder yang dihasilkan dari tanaman.
Menurut Aviana (2006), senyawa metabolit
sekunder ada yang memang terkandung secara
alami dalam tanaman, ada pula metabolit
sekunder yang baru terbentuk pada saat
Latar belakang tanaman mengalami serangan atau gangguan
dari luar. Adapun jenis senyawa metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh tanaman yaitu
alkaloid, steroid, terpenoid, flavonoid, fenolik,
saponin dan tanin. Fungsi metabolit sekunder
yaitu sebagai alat pertahanan diri terhadap
radikal bebas, mikroba, virus dan tumbuhan
kompetitor (Wink, 2003 dalam Sahidin, 2006)
Dasar teori Salah satu tanaman yang memiliki metabolit
sekunder dan dan tumbuh subur di Indonesia
adalah tanaman kamboja putih. Kamboja putih
merupakan salah satu jenis tumbuhan dari
anggota famili Apocynaceae yang diketahui
mempunyai berbagai khasiat sebagai
tumbuhan obat. Menurut Gunawan et al.
(2010) batang dan daun kamboja dimanfaatkan
untuk pengobatan tradisional karena diketahui
mengandung senyawa flavonoid dan alkaloid.
Kemampuan kamboja putih dalam bidang
kesehatan khususnya bidang mikrobiologi
yaitu sebagai antifungi ditunjukkan dari
penelitian yang telah dilakukan oleh Sari dkk.
(2019) dan Sari dkk. (2020), dengan sampel
ekstrak daun dan bunga kamboja putih yang
mampu memberikan daya hambat terhadap
pertumbuhan jamur Candida albicans.
Metode penelitian dilakukan dengan cara
maserasi simplisia bunga kamboja putih yang
sudah kering dengan menggunakan metanol,
dilanjutkan dengan rotari evaporator untuk
Metode
mendapatkan ekstrak kental. Ekstrak bunga
kamboja putih yang didapatkan dilakukan
identifikasi menggunakan uji busa dan uji
spektrofotometri UV-Vis
Hasil uji busa menunjukan bahwa pada ekstrak
metanol bunga kamboja putih mengandung
saponin karena terbentuk buih/ busa setinggi 1
cm dan setelah penambahan KOH busa tidak
Hasil penelitian
hilang (Gambar 1). Busa yang terbentuk
disebabkan karena senyawa saponin memiliki
sifat fisika yaitu mudah larut dalam air dan
akan menimbulkan busa ketika dikocok
Keterkaitan dengan Menggunakan metode yang sama yaitu metode
percobaan preparasi sampel.
Ringkasan materi Hasil uji busa menunjukan bahwa pada ekstrak
metanol bunga kamboja putih mengandung
saponin karena terbentuk buih/ busa setinggi 1
cm dan setelah penambahan KOH busa tidak
hilang (Gambar 1). Busa yang terbentuk
disebabkan karena senyawa saponin memiliki
sifat fisika yaitu mudah larut dalam air dan
akan menimbulkan busa ketika dikocok.

Paraf asisten

Zulfianto Djufri, S. Farm

MAPPING JURNAL
Judul Spektrofotometri UV-Vis
Nama/Nim Yunita H. Datu/821420082
Pembibing/Asisten Zulfianto Djufri S. Farm
Penulis/Judul/Halaman Titin Haryati, Kristina Dwiatmini, Surya Diantina,
Dodin Koswanudin, Rafika Yuniawati, dan Tri P.
Priyatno/Karakterisasi Kuantitatif Diosgenin dengan
Spetrofotometri UV-Vis pada Koleksi Umbi
Dioscorea spp. di Indonesia/21-28
Latar Belakang Dioscorea spp. atau biasa disebut yam merupakan
tanaman umbi-umbian yang umum dimanfaatkan
sebagai bahan pangan. Terdapat 600 spesies
Dioscorea yang telah diketahui dan tersebar di
seluruh dunia, misalnya Dioscorea alata dan D.
esculenta (Asia), D. Rotundata dan D. cayenensis
(Afrika), serta D. trifida (Amerika). Di Indonesia,
Dioscorea spp. dapat dijumpai di berbagai daerah
dan diberi nama lokal yang khas. Penyebarannya
cukup luas terutama di Pulau Jawa, Kalimantan,
Sumatra, Sulawesi, Papua, Nusa Tenggara, dan Bali.
Beberapa spesies Dioscorea yang umum ditanam
maupun tumbuh secara liar, antara lain uwi (D. alata
L.), gembili (D. esculenta L.), gadung (D. hispida
Dennst.), uwi gantung (D. bulbifera L.), dan
tomboreso (D. pentaphylla L.)
Dasar Teori Sebagai tanaman yang jarang dibudidayakan,
Dioscorea spp. mempunyai kelebihan dalam hal
kandungan komponen bioaktif. Kandungan senyawa
bioaktif /metabolit sekunder diturunkan dari jalur
biosintesis yang terdapat di dalam jaringan tanaman.
Komponen bioaktif penting yang terkandung dalam
umbi Dioscorea spp., antara lain polisakarida larut
air (PLA), dioscorin, dan diosgenin.
Metode Ekstrak diosgenin yang telah diperoleh diencerkan
hingga konsentrasi 1.000 ppm, sebanyak 200 µl dari
larutan tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan diinkubasi pada suhu ruangan hingga pelarut
mengering. Selanjutnya, residu diosgenin dilarutkan
kembali dengan 2 ml etil asetat, lalu ditambahkan 1
ml reagen A dan 1 ml reagen B. Campuran divorteks
selama 1 menit hingga terlarut dan tercampur
sempurna, kemudian dipanaskan dengan water bath
pada suhu 60°C selama 10 menit, lalu didinginkan
pada suhu 25°C selama 10 menit. Sebagai blanko
digunakan etil asetat. Kurva kalibrasi dibuat pada
rentang konsentrasi 5–30 µg. Senyawa standar
diosgenin dilarutkan dalam 2 ml etil asetat dan
dilakukan seperti prosedur di atas.
Hasil Penelitian Kandungan diosgenin tertinggi diperoleh dari aksesi
D. hispida dengan kode II sebanyak 2,94 mg
diosgenin/gram berat kering. Spesies ini dapat
menjadi kandidat sumber potensial senyawa
diosgenin. Metode spektrofotometri UV-Vis cukup
akurat, efisien, dan sensitif digunakan untuk
kuantifikasi kandungan diosgenin.
Keterkaitan dengan Metode yang digunakan pada perobaan yaitu
Percobaan preparasi sampel spektrofotometri UV-VIS dan pada
jurnal ini juga menggunakan metode preparasi
sampel spektrofotometri UV-VIS.
Ringkasan Materi Validasi metode spektrofotometri UV-Vis
ditentukan berdasarkan nilai korelasi linear, LOD,
dan LOQ. Ekstraksi diosgenin dilakukan dengan
refluks dan hidrolisis pada saat yang bersamaan
dengan pelarut isopropanol 70% dan H2SO4 20%.
Metode UV-Vis yang digunakan dalam penelitian
ini cukup sensitif dan akurat dengan nilai korelasi
linear 0,996, LOD 2,604 µg, dan LOQ 7,890 µg.
Kandungan diosgenin tertinggi diperoleh dari aksesi
D. hispida dengan kode II sebesar 0,294%. D.
hispida dapat dimanfaatkan sebagai kandidat sumber
potensial senyawa diosgenin.
Paraf Asisten

Zulfianto Djufri, S. Farm

MAPPING JURNAL
Judul Spektrofotometri Uv-Vis
Nama/nim Yunita H. Datu/ 821420082
Pembimbing/asisten Zulfianto Djufri, S. Farm
Eko Budi Minarno/ ANALISIS
KANDUNGAN SAPONIN PADA DAUN
Penulis, judul, halaman
DAN TANGKAI DAUN Carica pubescens
Lenne & K. Koch/ 143-152
Carica pubescens Lenne & K. Koch
merupakan salah satu tanaman khas dataran
tinggi. Di Indonesia, tanaman ini biasa dikenal
dengan sebutan “karika”, dapat dijumpai di
kawasan Bromo dan Cangar Jawa Timur, serta
Latar belakang Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo-
Banjarnegara Jawa Tengah. Carica pubescens
merupakan anggota familia Caricaceae,
sehingga memiliki kelompok Genus yang
sama dengan Carica papaya dan memiliki
kemiripan yang tinggi secara morfologi.
Keberadaan rambut (pubescens) pada bagian
abaksial dan tangkai daun menjadi penciri
Dasar teori utama selain morfologi bunga, buah dan
percabangan pada batang jika dibandingkan
dengan morfologi Carica papaya.
Metode Dari hasil KLT, warna yang sesuai dikerok.
Hasil kerokan dimasukkan dalam tube
kemudian ditambahkan methanol 1 ml,
selanjutnya disentrifuge untuk memisahkan
plat dengan supernatan. Supernatan yang
didapat kemudian diukur absorbansi
menggunakan spektro dengan panjang
gelombang 209 nm dengan memasukkan
isolat/supernatan ke dalam kuvet sebanyak 700
mikroliter. Analisis data kandungan saponin
dilakukan secara kualitatif dengan
membandingkan busa dan warna sedangkan
secara kuantitatif dilakukan dengan
menentukan nilai absorbansi saponin terbaik
dari ketiga sampel C. pubescens hasil
pengukuran dengan spektrofotometri UV-Vis.
Fitokimia C. pubescens dan Caricaceae secara
umum belum banyak dikaji, oleh karenanya
perlu digali informasi berkelanjutan. Ditinjau
dari proses pembuatan simplisia serbuk, nilai
perbandingan berat basah dibanding berat
kering serbuk adalah sebagai berikut: sampel
daun dari kawasan Cangar sebesar 5,08;
sampel tangkai daun dari kawasan Cangar
sebesar 25,82 dan sampel daun dari kawasan
Bromo 2,22. Hal ini menunjukkan kandungan
Hasil penelitian
air paling rendah terdapat pada sampel tangkai
daun. Rendahnya kandungan air
dimungkinkan mempengaruhi metabolit
sekunder yang terkandung dalam suatu organ
tanaman. Sejalan dengan pendapat Sirait
(2007), bahwa fisik tanaman sebagian besar
terdiri atas air, kandungan air mencapai lebih
dari 90 % pada daun, bunga, buah (buah yang
berair banyak) dan bagian tanaman yang
berada di bawah tanah.
Metode yang digunakan pada percobaan ini
Keterkaitan dengan yaitu spektrofotometer UV-Vis dan pada
percobaan jurnal ini juga menggunakan metode
spektrofotometer UV-Vis.
Ringkasan materi Diperoleh kesimpulan bahwa tangkai daun
memiliki nilai absorbansi saponin tertinggi.
Tangkai daun C. pubescens memiliki potensi
untuk dimanfaatkan sebagai sumber saponin
triterpen yang dapat dikembangkan menjadi
obat komersial alami.

Paraf asisten

Zufrianto Djufri, S.Farm

Anda mungkin juga menyukai