Anda di halaman 1dari 33

`Laporan

PRAKTEK KERJA LAPANGAN


FITOKIMIA II

OLEH
KELOMPOK II

LABORATORIUM FARMASI BAHAN ALAM


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
PRAKTEK KERJA LAPANGAN
FITOKIMIA
KELOMPOK II

OLEH
1. Muadz Hasan (821420090)
2. Alda farista kopman (821420003)
3. Anita Tomayahu (821420041)
4. Jein Lamusu (821420005)
5. Kadaria Toana (821420035)
6. Nur’ain Dj. Silaka (821420036)
7. Nurhayati Salam (821420037)
8. Nurul Zihane Salsabila (821420097)
9. Ratni Kaino (821420002)
10. Riska Indah Rahmawati Miodu (821420081)

Gorontalo, Agustus 2022


Mengetahui,
Asisten 1 Asisten 2

Mohamad Apriyanto Pulukadang, S.Farm Sri Nurain Ibrahim

Mengesahkan,

Penanggung Jawab Koordinator PKL

Dr. Hamsidar Hasan, S.Si, M.Si, Apt Abdullah Walangadi, S.Farm


NIP : 197005252005012001
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi rahmat, taufik dan
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW dan para sahabat dari dulu, sekarang hingga akhir zaman.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada asisten dosen yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan PKL Fitokimia II. Disadari
laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharap para pembaca
untuk dapat memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan dari laporan PKL ini.
Akhir kata hanya kepada Allah SWT, kami berserah diri. Semoga laporan
praktik kerja lapangan ini dapat menambah wawasan dan memberi manfaat bagi
para pembaca.Aamiin, Ya Rabal ‘Alamiin.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, Agustus 2022

Kelompok II

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Tujuan Percobaan ......................................................................... 2
1.3 Manfaat Percobaan ....................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 3
2.1 Dasar Teori ................................................................................... 3
2.2 Uraian Biota Laut ..........................................................................9
BAB III METODE KERJA ......................................................................17
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan....................................................17
3.2 Alat dan Bahan ..............................................................................17
3.3 Cara Kerja .....................................................................................17
BAB IV PEMBAHASAN ..........................................................................19
4.1 Hasil...............................................................................................19
4.2 Pembahasan...................................................................................19
BAB V PENUTUP......................................................................................24
5.1 Kesimpulan ...................................................................................24
5.2 Saran .............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu kepulauan terbesar di dunia dengan dua
pertiga wilayahnya adalah lautan. Selain gelar sebagai negara bahari, Indonesia
memiliki posisi yang strategis yaitu wilayah tropis menjadikan Indonesia juga
dikenal sebagai negara kaya akan keanekaragaman hayati (Arini, 2013).
Selain itu, secara geografis negara Indonesia merupakan suatu negara yang
memiliki kekayaan alam yang melimpah. Baik kekayaan flora maupun fauna.
Sekitar 75% wilayah kedaulatan Indonesia merupakan laut, sehingga negara kita
memiliki keaneka ragaman hayati. Keanekaragaman biota laut juga sangat
bervariasi sehingga disebut pula negara yang memiliki keanekaragaman tertinggi
di dunia. Maka dari itu agar tidak terbuang percuma, sangatlah penting untuk
mengetahui bahan-bahan alam apa saja yang bisa dijadikan suatu produk seperti
obat-obatan yang dapat bermanfaat bagi kepentingan manusia. oleh sebab itu,
diperlukan suatu pengetahuan yang disebut dengan ilmu fitokimia.
Fitokimia merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang berbagai
macam kandungan kimia dan sumber obat yang berasal dari alam terutama dari
tumbuh-tumbuhan maupun hewan atau biota laut.
Biota Laut adalah semua makhluk hidup yang ada di laut baik hewan
maupun tumbuhan atau karang. Biota laut merupakan kekayaan alam yang tak
ternilai harganya.  Biota laut mengandung bahan bioaktif yang potensial dan tidak
dimiliki biota darat. Pemanfaatan biota laut saat ini, bukan hanya sekadar untuk
konsumtif saja, tetapi mengarah kepada penelitian yang lebih maju dan modern,
seperti penemuan obat-obatan yang menggunakan bahan dasar biota laut.
Berbagai usaha telah dilakukan manusia untuk menyingkap rahasia yang
terkandung dalam biota laut dan produknya. Manusia telah memanfaatkan
berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan baku obat sejak jaman purbakala,
walaupun senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya tidak diketahui secara
pasti. Namun dengan adanya peningkatan jumlah penduduk, maka semakin
meningkat pula permintaan akan obat-obatan (Yan, 2004).

1
Obat merupakan salah satu kebutuhan yang paling mendasar yang harus
dipenuhi untuk menunjang peningkatan dan pemeliharaan dari masyarakat,
terdapat berbagai jenis obat yang beredar dimasyarakat yang salah satunya adalah
obat herbal, obat herbal ini dapat digolongkan menjadi beberapa golongan yaitu,
jamu, obat herbal terstandar dan juga fitofarmaka. Apabila obat herbal ini
dibandingkan dengan jenis obat-obatan yang lain, seperti obat-obatan kimia atau
sintesis, maka kita akan mendapatkan beberapa keunggulan dari obat herbal
diantaranya adalah obat herbal tidak memiliki efek samping, obat herbal dapat
mengobati penyakit-penyakit tertentu yang tidak dapat disembuhkan secara tuntas
oleh obat kimia, obat herbal memiliki harga yang relatif lebih murah
dibandingkan dengan obat herbal dan yang terakhir adalah kita dapat menyajikan
obat herbal sendiri tanpa menggunakan bantuan dokter atau tenaga medis lainnya.
Dalam dunia farmasi, mahasiswa dituntut untuk mempelajari ilmu tumbuh
tumbuhan yaitu fitokimia. Fitokimia adalah segala jenis zat kimia atau nutrien
yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan
maupun hehan atau biota laut.
Pentingnya ilmu ini dalam upaya meningkatkan mutu kesehatan
masyarakat, maka dilakukanlah kegiatan praktek kerja lapangan yang bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai sumber obat yang berasal
dari alam.
I.2 Tujuan
1. Mengetahui apa saja jenis biota laut yang dapat berkhasiat obat.
2. Mengetahui pemanfaatan biota laut dalam aspek kesehatan.
1.3 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja jenis biota laut yang berkhasiat obat
2. Mahasiswa dapat mengetahui pemanfaatan biota laut dalam aspek
kesehatan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Biota Laut
2.1.1 Biota Laut
Biota laut merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya. berbagai
usaha telah dilakukan manusia untuk menyingkap rahasia yang terkandung dalam
biota laut dan produknya. usaha yang tak kenal lelah mulai menunjukkan hasil
dengan ditemukannya berbagai jenis senyawa bioaktif baru (novel compounds)
yang tidak ditemukan pada biota darat (Firdaus, 2011).
Manusia telah memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan baku
obat sejak jaman purbakala, walaupun senyawa-senyawa yang terkandung di
dalamnya tidak diketahui secara pasti. Dengan semakin bertambahnya jumlah
penduduk, permintaan akan obat-obatan baru untuk menanggulangi berbagai jenis
penyakit yang mengerikan, seperti aids, sars dan sebagainya juga semakin
meningkat. Selain itu, peningkatan jumlah penyakit yang resisten terhadap obat-
obat yang ada memerlukan biaya yang sangat besar dalam pencarian obat-obat
baru yang lebih manjur (Yan, 2004).
2.1.2 Bintang Laut
Bintang laut merupakan hewan yang termasuk dalam kelas asteroidea
filum echinodermata. Hewan yang berasosiasi dengan karang ini memiliki empat
sampai enam lengan. Bintang laut mempunyai bentuk seperti bintang
pentamerous, Kebanyakan spesies mempunyai 5 buah tangan. beberapa spesies
mempunyai tangan kelipatan 5. Diameter rata-rata antara 10-20 cm, terkecil 1 cm,
dan terbesar 100 cm. Mulut terletak di pusat pisin (Central Disk). Seluruh
permukaan pisin pusat dan tangan bagian bawah disebut oral, sedangkan bagian
bawah disebut aboral. Dari mulut sampai ujung tangan terdapat lekukan
memanjang. Pada tiap ujung tangan terdapat tentakel dengan bintik pigmen
merah. anus terdapat di tengah pisin aboral, dimana juga terdapat madreporit
(Suwignyo et al., 2005).

3
Menurut Katili (2011), jenis-jenis echinodermata termasuk kelas
asteroidea dapat bersifat pemakan seston atau pemakan destritus, sehingga
peranannya dalam suatu ekosistem untuk merombak sisa-sisa bahan organik yang
tidak terpakai oleh spesies lain namun dapat dimanfaatkan oleh beberapa jenis
echinodermata. Bintang laut memiliki peranan pada ekosistem terumbu karang,
oral berada di bawah berfungsi juga pembersih pantai dari material organik
sehingga merupakan salah satu bioindikator laut yang masih bersih.
Terdapat spesies bintang laut tertentu yang dapat merugikan ekosistem
terumbu karang. Spesies tertentu ini merupakan predator bagi pertumbuhan 7
terumbu karang, Sehingga menjadi masalah yang besar bagi pengelolaaan
ekosistem karang. Akan tetapi hanya spesies tertentu yang merugikan ekosistem.
Meskipun bintang laut memiliki lima lengan yang paling banyak kita ketahui,
namun tidak semua dari biota ini yang memiliki lima lengan. Ada beberapa jenis
yang memiliki lebih dari lima lengan. Daya beregenerasi yang tinggi
dimanfaatkan untuk menghindari apabila bintang laut terancam oleh predator,
dengan sengaja memutuskan lengannya seperti halnya cicak yang memutuskan
ekornya (mimikri). Jika salah satu lengan terputus maka lengan baru akan
terbentuk dengan segera karena adanya daya regenerasi (Fitriana, 2010).
2.1.3 Taripang
Teripang termasuk dalam filum echinodermata, kelas holothuroidea.
hewan ini banyak terdapat di paparan terumbu karang, pantai berbatu atau yang
berlumpur, dasar perairan berpasir dengan kecerahan yang tinggi, rumput laut dan
lamun (Rustam, 2006; Yusron, 2005).
Teripang dapat dijumpai tidak hanya di perairan dangkal, namun ada juga
yang hidup di laut dalam, bahkan di palung laut yang terdalam di dunia pun
terdapat teripang. Namun kebanyakan teripang hidup di daerah pesisir laut dan
merupakan fauna laut yang sangat penting keberadaannya (Wallace dan Taylor,
2002; Nontji, 2002).
Teripang (Holothuroidea) merupakan komponen utama komunitas abisal
sebagai pemakan endapan atau deposit feeder. Makanan teripang berupa plankton

4
atau detritus yang banyak tersedia secara alami di dalam perairan ataupun di dasar
perairan (Rustam, 2006).
Tubuh teripang umumnya bulat panjang atau silindris sekitar 10-30 cm,
dengan mulut pada salah satu ujungnya dan anus pada ujung lainnya. Karena
bentuk umumnya seperti mentimun, maka dalam bahasa inggris hewan ini disebut
sea cucumber yang berarti mentimun laut. Tubuh teripang memanjang
membentuk sumbu oral-aboral atau anteroposterior. Ujung bagian oral
merupakan mulut yang dikelilingi oleh struktur tentakel yang berlendir. Struktur
mukosa ini digunakan untuk mengumpukan makanan dan merupakan modifikasi
dari kaki tabung dan biasanya dapat ditarik kembali ke dalam tubuh. Teripang
mempunyai dinding tubuh yang kasar dan mengandung endoskeleton
mikroskopis. Teripang bergerak menggunakan kontraksi otot dari tubuh mereka
(Nontji, 2002).
Teripang merupakan hewan laut yang bersifat dioecious (berumah dua)
dan proses fertilisasinya terjadi di dalam air (fertilisasi eksternal). Selama masa
perkembangannya, kebanyakan spesies melalui dua fase larva, yang pertama
adalah auricularia dan yang kedua adalah doliolaria. Keduanya merupakan larva
mikroskopis. Mentimun laut mempunyai daya pertahanan hidup yang tinggi.
Apabila merasa terganggu atau dalam tekanan, hewan ini akan mengeluarkan
organ internalnya. Hal ini kemungkinan dimaksudkan untuk mengusir predator.
Proses regenerasi organ yang telah hilang terjadi ketika teripang tersebut telah
dalam keadaan aman (Wallace dan Taylor, 2002).
Menurut Wallace dan Taylor (2002), tubuh teripang mempunyai bagian
enterocoelom yang luas. Selama hidupnya rongga tubuh diisi dengan cairan
coelom yang mengandung berbagai jenis sel amoebosit. Pada peritoneum terdapat
silia yang menghasilkan arus yang bergerak melalui cairan coelom. Sistem
pencernaan hewan ini terdiri dari mulut, faring primitif, esofagus, perut muscular,
intestinum, dan muskular rektum. Pada beberapa spesies teripang tidak
mempunyai esofagus dan perut. Pada bagian rektum terdapat otot yang
melekatkan rektum ke permukaan dalam dinding tubuh. Otot ini juga berperan
dalam sistem respirasi, yaitu muskular rektum memompa air ke dalam saluran

5
pernapasan dan mengembalikannya ke luar tubuh. Pertukaran gas respirasi terjadi
di dalam saluran ini.
2.1.4 Bulu Babi
Radiopoetro (1991), menyatakan bahwa bulu babi berbeda dengan
binatang laut lainnya. Bulu babi tidak mempunyai lengan, berbentuk bola dengan
cangkang yang keras dan ditumbuhi duri. Duri-duri terletak dalam garis
membujur dan dapat digerak-gerakkan. Duri dan kaki tabungnya digunakan untuk
merayap di dasar perairan. Mulutnya terletak di bagian bawah menghadap dasar
perairan sedangkan duburnya menghadap ke atas puncak bulatan cangkang.
Pada cangkang bulu babi terdapat tonjolan atau tuberculum sebagai tempat
persendian duri-duri. Tiap-tiap duri merupakan bentuk kristal dari CaCO3. Pada
pangkal duri-duri itu terdapat pedicelariae dengan tiga anak penjepit dan tangkai
yang panjang, yang berfungsi menjaga agar tubuh selalu bersih dan untuk
menangkap makanan. Bulu babi mempunyai sistem amburakral sebagai alat gerak
untuk mencari makanan maupun menghindar dari tekanan yang tidak
menguntungkan. Daya gerak bulu babi sangat lamban seakan-akan selalu dalam
keadaan diam. Untuk bergerak, bulu babi menggunakan kaki-kaki amburakral.
Kaki tabung pada permukaan oral biasanya mempunyai alat penghisap yang
digunakan untuk bergerak atau melekat pada karang, batu, dan lain-lain (Aziz,
1995).
Azis (1987), menyatakan bahwa bulu babi mempunyai kebiasaan hidup
yang berbeda-beda, ada yang berkelompok dan ada pula yang terpisahpisah. Jenis-
jenis yang hidup pada daerah terumbu karang dan padang lamun adalah
Strongylocentrotus purpuratus, D. setosum, Echinothrix diadema, Echinometra
mathae. Ekinodermata lain yang biasa dimakan dan terdapat di terumbu karang
adalah bulu babi (kelas echinoidea). Pada beberapa negara seperti perancis dan
jepang, jenis bulu babi tertentu telah mempunyai nilai ekonomis yang cukup
penting.
Di indonesia bagian timur, bulu babi jenis tertentu merupakan makanan
penduduk yang mendiami pulau-pulau karang dan kerap kali dijumpai dijual di
pasar terutama yang berdekatan dengan perkampungan bajo. Bulu babi yang

6
diperjual belikan ada yang masih utuh dan ada yang telah diolah terlebih dahulu.
Gonad (kantong telur atau kantong testis) dikeluarkan dan kemudian dimasukkan
lagi ke dalam cangkang yang telah dibersihkan isinya lalu direbus.
Menurut Darsono (1986), semua jenis bulu babi pada umumnya gonadnya
enak dimakan, termasuk pula yang duri beracun seperti D. setosum. Di jepang,
bulu babi sudah merupakan makanan yang sangat popular dan kebutuhan akan
gonad bulu babi terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga jepang harus
mengimpornya.
Menurut Aziz (1987), bulu babi yang hidup di perairan dangkal,
lambungnya terutama berisi lamun dan alga. Selanjutnya dikatakan pula bahwa
bulu babi jenis Antocidaris crassipina yang hidup di perairan sekitar hongkong
mengkonsumsi sekitar 15 jenis alga. Ada 5 jenis diantaranya pilihan utama yang
dapat mencapai 49% dari isi lambung bulu babi tersebut. Selain dua kelompok
tanaman air tersebut, di dalam lambung bulu babi ditemukan pula krustasea,
moluska, dan sebagainya dengan, persentase yang lebih rendah.
Menurut Chiu (1987), dalam lambung bulu babi juga ditemukan balanus
sp, cacing tabung (Pomatoleo crausii) dan Spirobos spp. Sementara itu, Dix (1970
dalam Aziz, 1987), menyatakan bahwa lambung bulu babi juga berisi beberapa
jenis krustasea. Adanya berbagai jenis hewan dalam lambung bulu babi
disebabkan oleh tingkah laku makan (feeding habit) dari hewan ini yang mencari
makan dengan cara mengikis (grazing, scraping) permukaan substrat dimana
mereka hidup. Dengan demikian, selain alga dan lamun, dalam lambung bulu babi
juga dapat ditemukan berbagai hewan yang turut termakan.
2.1.5 Lamun
Lamun diketahui sebagai vegetasi yang padat di bawah laut dan
menimbulkan adanya peningkatan permukaan substrat untuk alga dan fauna epifit.
Sejumlah epifit makroalga dan diatomea bentik tumbuh pada daun lamun, dan
permukaan daun sering ditutupi oleh epifit, epifauna dan detritus. Sebagai tempat
berlindung dan substrat dari organisme, maka hal ini merupakan fungsi yang
penting dari padang lamun. Adanya pembagian yang jelas dari lamun tentang
daun, batang, rimpang dan akar menyebabkan meningkatnya keragaman dari

7
mikrohabitat sehingga hal ini membuat dukungan terhadap keragaman fauna yang
cukup tinggi, dimana mereka tidak memakan lamun secara langsung (Aswand dan
Azkab, 2000).
Padang lamun merupakan salah satu ekosistem yang penting di perairan
dangkal. Selain berperan sebagai produsen primer, penangkap sedimen, pendaur
zat hara, padang lamun juga berperan sebagai habitat biota laut lainnya. Di
indonesia terdapat sekitar 13 jenis lamun yang hidup tersebar pada lingkungan
perairan laut dangkal seperti daerah pasang surut, estuari, di depan formasi hutan
dakau, atau di belakang gugus terumbu karang. Di daerah ugahari padang lamun
biasanya merupakan formasi tersendiri dengan daerah penyebaran yang sangat
luas (Aziz, 1995).
Ekosistem lamun merupakan habitat dari berbagai jenis fauna invertebrate,
salah satunya adalah kelompok ekinodermata yang merupakan kelompok biota
penghuni lamun yang cukup menonjol, terutama dari kelas echinoidea (bulu babi).
Kelompok ekhinodermata ini dapat hidup menempati berbagai macam habitat
seperti zona rataan terumbu, daerah pertumbuhan alga, padang lamun, koloni
karang hidup dan karang mati dan beting karang (rubbles dan boulders) (Yusron,
2009).
Lamun (seagrass) adalah satu – satunya kelompok tumbuhan berbunga,
berbuah dan menghasilkan biji yang terdapat di lingkungan laut, mempunyai
tunas, berdaun tegak dan tangkai – tangkai yang merayap efektif untuk berbiak,
mereka juga mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkat gas – gas dan
zat – zat hara (Romimohtarto, 1991).
Lamun pada umumnya terdiri atas satu bunga jantan dan satu bunga betina
yang penyerbukannya di lakukan di dalam air kecuali enhalus mempunyai bunga
yang mencapai permukaan dan penyerbukannya di bantu oleh angin dan serangga
Lamun hidup di perairan dangkal yang agak berpasir dan sering dijumpai di
terumbu karang (Nontji, 1993).
Lamun merupakan ekosistem yang produktivitas organiknya cukup tinggi
dan dapat memperlambat gerakan air yang disebabkan oleh arus dan gelombang

8
sehingga menyebabkan perairan di sekitarnya menjadi lebih tenang (Whitten et
al., 1987).
Lamun dapat berkembang biak pada lingkungan perairan laut dangkal,
estuaria yang mempunyai kadar garam tinggi, substrat pasir, pantai berlumpur
lunak dan karang, serta ditemukan melimpah di daerah sub litoral bahkan sampai
kedalaman 50 – 60 meter (Nybakken, 1992).
Habitat lamun dapat pula dipandang sebagai suatu ekosistem, dalam hal
ini interaksi tumbuhan dan bintang di pandang sebagai proses-proses tunggal yang
dikendalikan oleh pengaruh interaksi dan faktor-faktor tunggal biologi dan fisik
kimiawi. Padang lamun berfungsi sebagai daerah asuhan, pelindung dan tempat
makan ikan, avertebrta, dugong, bulu babi dan lain-lain. Padang lamun juga
mengikat dan berinteraksi dengan terumbu karang dan mangrove dalam
mengurangi energi gelombang serta mengatur aliran air (Romimohtarto, 1991).
2.2 Uraian Biota Laut
2.2.1 Lamun (Enhalus acoroides)
1. Klasifikasi
Rawung et al, 2018, klasifikasi Lamun Halodule uninervis sebagai berikut:
Regnum : Plantae
Divisi : Trachophyta
Kelas : Mognoliopsida
Ordo : Alismatale
Famili : Cymodoceaceae
Gambar 2.2.1
Genus : Halodule Lamun
Spesies : Halodule uninervis. (Enhalus acoroides)
2. Morfologi
Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan biji yang hidup di laut pada
daerah intertidal sampai subtidal. Kondisi lingkungan yang berbeda dengan
kehidupan di darat menyebabkan lamun memiliki struktur morfologi yang
berbeda dibandingkan tumbuhan darat. Contohnya sebagian besar tumbuhan darat
memiliki akar yang panjang untuk mencapai sumber-sumber air tetapi pada
tumbuhan yang selalu terendam seperti lamun akarnya lebih pendek. Stomata juga

9
sedikit dijumpai pada lamun karena penguapan hampir tidak terjadi pada
lingkungan perairan. Morfologi lamun merupakan hasil dari proses adaptasi dan
evolusi yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Morfologi lamun secara
umum dapat dilihat dari bentuk akar, rhizoma, daun, bunga dan buah (Putra,
2019).
a. Akar
Lamun memiliki sistem perakaran serabut yang berfungsi untuk
menancapkan tumbuhan ke substrat serta menyerap zat-zat hara. Akar lamun
umumnya pendek dengan beberapa percabangan/brancing root atau bahkan tidak
memiliki percabangan/simple root (Putra, 2019).
b. Batang
Batang lamun berbentuk silinder dan tumbuh menjalar di bawah
permukaan tanah/substrat disebut dengan rhizoma. Meskipun rhizoma tumbuh
secara horisontal, beberapa spesies memiliki rhizoma yang tumbuh vertikal.
Rhizoma memiliki buku-buku (node) yang mengandung jaringan meristem yang
berfungsi untuk membentuk daun dan akar. Buku/node yang satu dengan yang
lain dipisahkan oleh ruas-ruas (internode). Selain berfungsi sebagai tempat
tumbuhnya daun dan akar, rhizoma juga berfungsi sebagai alat perkembangbiakan
secara aseksual (Putra, 2019).
c. Daun
Pada umumnya lamun memiliki daun yang memanjang, tipis dan
menyerupai pita serta bentuk pertumbuhannya monopodial. Daun lamun dapat
tumbuh langsung dari rhizoma, tangkai daun (petiole) atau dari rhizoma yang
tumbuh tegak ke permukaan. Daun lamun pada umumnya memiliki kutikula tipis
dan jumlah stomata sedikit. Hal ini disebabkan lamun hidup terendam dalam air
laut sehingga proses penguapan relatif kecil. Bentuk dan ukuran daun tiap spesies
dapat berbeda sehingga dapat digunakan untuk membedakan spesies lamun
(Putra, 2019).
d. Bunga
Bunga berfungsi sebagai alat perkembangbiakan generatif. Struktur bunga
pada lamun biasanya lebih sederhana dibandingkan dengan bunga tumbuhan darat

10
Bagian bunga lamun umumnya terdiri dari perianth (mahkota dan kelopak tidak
dapat dibedakan) benang sari, putik, dan tangkai bunga (Putra, 2019).
e. Buah
Setelah proses pembuahan, ovarium berkembang menjadi buah. Pada
lamun, struktur dan perkembangan buah tergantung dari struktur pembungaan.
Kelompok Posidoniaceae memiliki daging buah lunak dan berair sedangkan
kelompok Cymodoceae (Cymodocea dan Haludule) memiliki lapisan buah yang
keras (Putra, 2019).
3. Kandungan Senyawa
Gustavina et al. (2018), melaporkan bahwa Halodule pinifolia
mengandung senyawa tanin, Cymodecea rotundata mengandung senyawa
alkaloid, steroid dan tanin, sedangkan Enhalus acoroides mengandung senyawa
flavonoid, saponin, steroid, dan tanin.
4. Manfaat
Lamun Lamun tidak hanya mempunyai manfaat bagi hewan dan
sekitarnya, tetapi juga memiliki fungsi ekologis dan fungsi ekonomis yang sangat
penting bagi manusia. fungsi ekologis padang lamun adalah: sumber utama
produktivitas primer, sumber makanan bagi organisme dalam bentuk detritus,
penstabil dasar perairan dengan sistem perakarannya yang dapat menangkap,
sediment (trapping sediment), tempat berlindung bagi biota laut, tempat
perkembangbiakan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), serta
sumber makanan (feeding ground) bagi biota-biota perairan laut, pelindung pantai
dengan cara meredam arus, penghasil oksigen dan mereduksi CO2 di dasar
perairan (Wulandari, et al, 2013).
Lamun juga mempunya nilai ekonomis tersendiri yaitu sebagai daerah
tangkapan ikan, karena keberadaan lamun dapat meningkatkan produktivitas ikan.
Selain itu, lamun juga dimanfaatkan sebagai bahan kerajianan dan obat. Padang
lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut. Hewan yang hidup dan
tinggal didalam padang lamun terdapat dua macam, yaitu penghuni tetap dan ada
yang bersifat sebagai pengunjung (Wulandari, et al, 2013).

11
2.2.2 Bulu Babi (Echinoidea)
1. Klasifikasi
Klasifikasi bulu babi menurut Alwi dkk (2020), sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinodea
Ordo : Cidaroidea
Famili : Diadematidae Gambar 2.2.2
Genus : Diadema Bulu Babi
(Echinoidea)
Spesies : Diadema setosum
2. Morfologi
Bentuk tubuh bulu babi berbentuk bulat atau pipih bundar, tidak bertangan,
mempunyai duri-duri panjang yang dapat digerakan. Semua organnya umumnya
terdapat di dalam tempurung, yang terdiri dari 10 keping pelat ganda, biasanya
bersambung dengan erat, yaitu pelat ambulakral selain itu terdapat pelat
ambulakral yang berlubang-lubang tempat keluarnya kaki tabung. Pada
permukaan tempurung terdapat tonjola-tonjolan pendek yang membulat tempat
menempelnya duri kebanyakan bulu babi mempunyai dua duri, duri panjang atau
utama dan duri pendek atau sekunder. Selanjutnya, mulut bulu babi terletak di
daerah oral, dilengkapi dengan lima gigi tajam dan kuat untuk mengunyah yang di
kenal sebagai Aristotle’s. Anus, lubang genital dan madreporit terletak di sisi
aboral (Musfirah, 2018).
3. Kandungan Senyawa
Gonadnya dapat dijadikan sebagai sumber pangan karena mengandung 28
macam asam amino, vitamin B kompleks, vitamin A dan mineral, asam lemak tak
jenuh omega-3, omega-6, dan omega 9. Bulu babi diketahui mengandung gizi
yang tinggi di antaranya nilai protein dengan berat basah antara 7,04-8,20% (nilai
protein dengan berat kering antara 51,80-57,80 %), nilai lemak dengan berat
basah antara 1,14-1,35% (nilai lemak dengan berat kering antara 8,53- 9,36 %),
nilai kadar air berkisar antara 84,17%- 87,82% dan nilai kadar abu antara 1,81-
1,86% (Tupan, 2017).

12
4. Manfaat
Diadema setosum adalah salah satu jenis bulu babi yang mempunyai nilai
ekonomis, bagian tubuh yang dikonsumsi adalah gonad atau telurnya). Organisme
ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan bergizi, gonad bulu babi jenis D.
setosum mengandung 18 jenis asam lemak tak jenuh, termasuk omega-3 dan
omega-6 serta 15 jenis asam amino. Asam lemak omega-3 berkhasiat untuk
menurunkan kadar kolesterol di dalam darah dan mengurangi resiko terkena
penyakit jantung (Hadinoto dkk, 2017).
2.2.3 Teripang Hitam (Holothuria athra)
1. Klasifikasi
Klasifikasi Teripang Hitam (Holothuria athra) menurut Husain et al
(2017), sebagai berikut.
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuriidae
Genus : Holothuria Gambar 2.2.3
Teripang Hitam
Spesies : Holothuria atra (Holothuria athra)
2. Morfologi
Teripang (Holothuroidea) atau Timun laut adalah kelompok hewan
avertebrata laut dari kelas Holothuroidea, filum Echinodermata yang sering
dijumpai di daerah terumbu karang. Bentuk tubuh teripang secara umum ialah
seperti ketimun sehingga dalam bahasa Inggris disebut “Sea Cucumbers” atau
ketimun laut (Husain,2017).
3. Kandungan Senyawa
Menurut Damanik et al (2019). Metabolit sekunder teripang memiliki
senyawa bioaktif yang diantaranya adalah alkaloid, saponin, triterpenoid,
flavonoid, dan steroid.

13
merupakan biota laut yang kaya kandungan metabolit sekunder
diantaranya: sapogenin, saponin, steroid, triterpenoid, fenol, flavonoid,
glucosamoniglycan, lektin dan alkaloid (Akerina et al, 2019).
4. Manfaat
Teripang memiliki peran yang sangat penting baik secara ekonomi
maupun ekologi. Secara ekonomi teripang dijadikan sebagai sumber makanan dan
bahan dalam pembuatan kosmetika serta obat berbagai penyakit (Handayani et al.,
2017).
Teripang Pasir dan Teripang Hitam merupakan biota yang memiliki
struktur anatomi tubuh yang sangat sederhana. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan setelah pembedahan, nampak bahwa rongga tubuh bagian dalam terdiri
dari madreporite, gonad (bila ada), pohon respirasi untuk pernapasannya, polian
vesicle dan alimentary canal. Pada bagian awal alimentary canal terdapat
calcareous ring dan tentakel yang berbentuk peltate sehingga Teripang Pasir dan
Teripang Hitam memiliki cara makan deposit feeder (Hartati et al, 2016).
Menurut Panuluh et al. (2019), menyatakan teripang yang dipasarkan
umumnya berbentuk kering (beche-demer), gonad kering (konoko), usus asin
(konowata), teripang kaleng dan kerupuk teripang. Teripang dimanfaatkan sebagai
makanan dan obat herbal bagi penyakit degeneratif.
2.2.4 Bintang Laut Biru (Linckia laevigata)
1. Klasifiksi
Menurut Jalaluddin, dkk (2017), klasifikasi Linckia laevigata adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Ordo : Valvatida
Famili : Ophidiasteridae Gambar 2.2.4
Genus : Linckia Bintang Laut Biru
(Linckia laevigata)
Spesies : Linckia laevigata

14
2. Morfologi
Bentuk dasar tubuh bintang laut terdiri dari satu disc (cakram yang
merupakan sentral semua sistem tubuhnya) dan beberapa lengan. Variasi antar
spesies terletak pada jumlah lengannya, panjang pendek dan penampang lintang
lengannya. Pada umumnya, lengan bintang laut berjumlah lima (Indrawan, 2019).
Posisi bintang laut selalu mendatar. Di bagian atas yang merupakan sisi
dorsal tubuh, terletak ujung sistem pencernaan (anus), sistem reproduksi
(gooopore) dan sistem air (madreporit). Bagian bawahnya merupakan sisi ventral,
terdapat mulut dan 25 kaki-kaki tabung (tube feet). Area pada lengan-lengan
bintang laut dinamai radial area, dan diantara lengan disebut interradial atau
axial. Tubuh bintang laut relatifkeras karena dibentuk oleh kerangka ekstemal dari
bahan kapur. Kerangka ekstemal ini berupa lempeng-lempeng (plates) kecil yang
tersusun sedemikian rupa sehingga memberi kemudahan lengan- lengannya untuk
menekuk atau melipat (Indrawan, 2019).
3. Kandungan Senyawa
Bintang laut merupakan salah satu sumber penghasil senyawa bioaktif.
Bintang laut memiliki komponen bioaktif yang terdiri dari alkaloid, steroid,
flavonoid, saponin, ninhidrin. Senyawa aktif dari bintang laut telah diketahui
memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antiinflamasi, antifungi dan
imunostimulator. Ada juga bintang laut biru yang potensial sebagai antitumor dan
agen antibakteri (Piter et al, 2019).
Bintang laut merupakan salah satu sumber penghasil senyawa bioaktif.
Senyawa aktif dari bintang laut telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan,
antibakteri, antiinflamasi, antifungi dan imunostimulator, ada juga bintang laut
biru yang potensial sebagai antitumor dan agen antibakteri (Piter et al, 2019).
4. Manfaat
Bintang laut (Asteroidea) memegang peranan penting dalam lingkungan
pantai, yakni memakan bangkai dan cangkang-cangkang mollusca yang
mengotori pantai, sehingga bintang laut dikenal sebagai hewan pembersih laut.
Keberadaan bintang laut saat ini dipengaruhi oleh aktifitas manusia seperti
pembuatan dermaga pada beberapa pulau dan perburuan bintang laut. Namun

15
tubuh bintang laut dapat diolah dan dimanfaatkan untuk menghasilkan senyawa
glikosida yang berguna sebagai bahan antibiotik (Indrawan, 2019).

16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapangan Fitokimia 2 dilaksanakan pada hari jum’at sampai
dengan minggu tanggal 24-26 Juni 2022. Tempat pelaksanaan Praktek Kerja
Lapangan yaitu bertempat di Desa Bongo, Kecamatan Batudaa Pantai, Kabupaten
Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan saat pengambilan sampel antara lain, gunting,
parang, pengait besi, dan sibu-sibu.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan saat pengambilan sampel antara lain, air laut, box
ikan, dan plastik es.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Lamun
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diambil lamun menggunakan sibu-sibu
3. Dimasukkan lamun dalam wadah yang berisi air laut
4. Dibersihkan dan dirajang lamun dalam wadah tersebut
5. Dimasukkan lamun dalam plastik es yang berisi air laut
6. Disimpan kedalam box ikan
3.3.2 Bulu Babi
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diambil bulu babi menggunakan sibu-sibu dan pengait besi
3. Ditepuk-tepuk bulu babi untuk menghilangkan durinya menggunakan
parang
4. Dibersihkan dan dirajang bulu babi dalam wadah tersebut
5. Dimasukkan bulu babi dalam plastik es yang berisi air laut
6. Disimpan kedalam box ikan

17
3.3.3 Bintang Laut
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diambil bintang laut biru
3. Dipotong-potong bagian kentakel bintang laut
4. Dimasukkan kedalam wadah yang berisi air laut untuk dibersihkan
5. Dimasukkan bintang laut dalam plastik es yang berisi air laut
6. Disimpan kedalam box ikan
3.3.4 Teripang Laut
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diambil teripang laut
3. Dimasukkan teripang laut dalam wadah yang berisi air laut
4. Dibersihkan dan dirajang teripang laut dalam wadah tersebut
5. Dimasukkan teripang laut dalam plastik es yang berisi air laut
6. Disimpan kedalam box ikan

18
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
No. Hasil Gambar

1. Teripang hitam (Holothuria


athra)

2. Bintang laut biru (Linchia


laevigata)

3. Bulu babi
(Diadema saxatile)

4. Lamun
(Enhalus acoroides)

4.2 Pembahasan
Kegiatan PKL dilakukan agar Mahasiswa dapat mengetahui proses
pengambilan sampel simplisia hewan dan tumbuhan. Selain dari pada itu
mahasiswa juga bisa mengetahui habitat tumbuh serta karakteristik hewan dan
tumbuhan yang mereka akan ambil. Adapun kriteria hewan dan tumbuhan yang

19
dipilih oleh praktikan, Asisten Praktikum mensarankan agar memilih hewan dan
tumbuhan langka yang tidak pernah ditemui oleh para praktikan sebelumnya.
Sampel hewan dan tumbuhan yang telah diambil oleh para praktikan ini,
selanjutnya akan disimpan dan dikemas untuk diteliti di Laboratorium Fitokimia
Bahan Alam sebagai bagian dari materi praktikum Farmakognosi.
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat, belum
mengalami pengolahan apapun, umumnya dalam keadaan kering, langsung
digunakan sebagai obat dalam atau banyak digunakan sebagai obat dalam sediaan
galenik tertentu atau digunakan sebagai bahan dasar untuk memperoleh bahan
baku obat (Sukmajaya dkk., 2012).
Simplisia hewaniadalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-
zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni,
misalnya minyak ikan (Oleum ieconis asselli) dan madu (Mel depuratum)
(Depkes RI, 2008).
Langkah pertama yaitu melakukan pengambilan sampel bulu babi
(Echinoidea), teripangpasir (Holothuria scabra), bintang laut biru (Linckia
laevigata) dan lamun (Enhalus acoroides) yang dilakukan pada pukul 08.00
WITA karena pada saat itu hewan sedang mencari makanan.
4.2.1 Bulu babi (Echinoidea)
Bulu babi memiliki duri yang panjang, sedikit beracun dan sering
bersembunyi diterumbu karang sehingga pada saat pengambilan sampel
memerlukan alat bantu berupa pengait besi hal ini sesuai dengan literatur yaitu
landak laut merupakan binatang yang memiliki duri-duri yang panjang dan ada
juga yang pendek, sangat rapuh, memiliki sedikit racun, dan tumpul. Kelompok
bulu babi adalah salah satu penghuni padang lamun dan terumbu karang (Sukreni
dkk., 2018).
Bulu babi yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan perajangan dengan
cara memotong atau menggunting duri dan belah bulu babi menjadi 2 bagian.
Keluarkan isi organ dan lapisan lendir yang terdapat di dalam bulu babi, cangkang
bulu babi dirajang dengan ukuran 1-3 cm kemudian simpan di dalam plastik es.
Hal ini dilakukan karena cangkang bulu babi memiliki sifat antibakteri dimana

20
menurut Jebson dan Louis (2010), Diperkirakan racun yang ada dalam cangkang
dan duri tersebut dapat juga digunakan sebagai bahan obat dan sebagai
antimikroba, cangkang bulu babi memiliki kandungan senyawa bioaktif antara
lain, serotoin, glikosida, steroid, bahan cholinergic, dan brandykinin-like
substances.
4.2.2 Teripang pasir (Holothuria scabra)
Teripang pasir memiliki tubuh yang licin, bentuk yang unik dan hidup di
perairan dangkal atau tepi pantai dan dapat dijumpai di perairan lebih dalam yang
diyumbuhi oleh tanaman lamun, hal ini sesuai dengan literatur Teripang pasir H.
scabra adalah jenis teripang yang hidup di habitat perairan dangkal atau intertidal,
namun dapat juga dijumpai di perairan lebih dalam yang ditumbuhi lamun dengan
karakter substrat berpasir dengan campuran lumpur (Al Rashdi et al., 2012).
Pengolahan teripang pasir yaitu ditusuk terlebih dahulu hingga mati
kemudian gunting secara melintang agar mudah saat mengeluarkan organ teripang
pasir. Kemudian pisahkan lendir dan rajang tubuh teripang pasir dengan ukuran 3
cm lalu simpan sampel di dalam plastik es. Teripang pasir memiliki peran sangat
penting yaitu sebagai antibakteri dan antifungi hal ini sesuai dengan literatur.
Bahan bioaktif dalam teripang juga dikenal sebagai antioksidan yang membantu
mengurangi kerusakan sel dan jaringan tubuh. Kandungan antibakteri dan
antifungi teripang dapat meningkatkan kemampuannya untuk tujuan perawatan
kulit. Teripang juga diketahui mempuyai efek antinosiseptif (penahan sakit) dan
anti inflamasi (melawan radang dan mengurangi pembengkakan) (Kaswandi et al.,
2004).
Menurut hasil penelitian Lian et al,. (2003), melaporkan bahan aktif yang
dihasilkan Holothuria sp. sebagai antibakteri dan antifungi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bahan aktif dari teripang Holothuria tubolosa tersebut dapat
menghambat pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae.
4.2.3 Bintang laut biru(Linckia laevigata)
Bintang laut biru merupakan salah satu Asteroidea yang termasuk dalam
famili Ophidiasteridae. Bintang laut ini memiliki lima buah lengan berbentuk

21
silindris dan tumpul pada ujungnya. Pada umumnya L.laevigata memiliki warna
biru pada bagian aboral (Lee dan shin, 2014).
Pemanfaatan bintang laut memiliki banyak potensi dibidang kesehatan
dikarenakan bintang laut merupakan salah satu sumber penghasil senyawa bioaktif
yang terdiri dari alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, ninhidrin. (Ivanchina et al.,
2011; Tarman, et al., 2012).
Langkah pertama yang dilakukan dalam pengolahan bintang laut ialah
memotong kecil-kecil bagian tubuh bintang laut, dimulai dari ujung hingga ke
bagian rongga mulut bintang laut. Perajangan dilakukan sesegera mungkin untuk
menghindari terjadinya ke kakuan atau pengerasan bagian tubuh bintang laut
sehingga akan menyulitkan proses perajangan. Langkah berikutnya bintang laut
yang telah dirajang dibersihkan dari pasir atau kotoran yang menempel
menggunakan air bersih.
Langkah terakhir yaitu rajangan bintang laut yang sudah bersih
dikeringkan dibawah sinar matahari. Menurut Anton (2011), proses pengeringan
dilakukan agar bahan kering dan mempunyai kadar air setara dengan kadar air
keseimbangan udara normal atau setara dengan nilai aktivitas air yang aman dari
kerusakan mikrobiologis, enzimatis, dan kimiawi. Tujuan dari proses pengeringan
adalah menurunkan kadar air bahan sehingga bahan menjadi lebih awet,
mengecilkan volume bahan untuk memudahkan, menghemat biaya pengangkutan,
pengemasan, dan penyimpanan.
4.2.4 Lamun (Enhalus acoroides)
Lamun merupakan tumbuhan Angiospermae yang hidup di perairan laut
dangkal dengan kedalaman 0,5-10 m atau lebih pada perairan jernih. Lamun
memiliki struktur tubuh mulai dari akar, daun, bunga hingga biji. Lamun
beradaptasi penuh untuk dapat hidup pada lingkungan laut. Salah satu bentuk
adaptasi lamun untuk dapat bertahan pada lingkungannya adalah memiliki akar
rimpang (rhizome) yang membuat lamun mampu bertahan meskipun dengan arus
laut yang cukup kencang. Selain itu lamun memiliki kemampuan untuk
melakukan polinasi di bawah air yang dikenal dengan hidrophilus (M. Fahmi
dkk., 2020).

22
Ekosistem Lamun mempunyai peranan penting bagi kehidupan ikan, yaitu
sebagai daerah asuhan (nursery ground), sebagai tempat mencari ikan (feeding
ground) dan sebagai tempat berlindung. Beberapa ikan seperti dari famili Scaridae
menjadikan lamun sebagai makanan (Adrim, 2006). Gillanders (2006),
menyatakan bahwa padang lamun memiliki produktivitas primer dan dukungan
yang besar terhadap kelimpahan dan keragaman ikan.
Langkah pertama dalam pengolahan lamun yaitu perajangan. Proses
perajangan lamun menggunakan alat seperti gunting atau pisau. perajangan
menghasilkan bentuk lamun yang kecil-kecil. Langkah berikutnya lamun yang
yang telah dirajang dibersihkan dari pasir atau kotoran yang menempel
menggunakan air bersih.
Langkah terakhir yaitu rajangan lamun yang sudah bersih dikeringkan
dibawah sinar matahari. Menurut Anton (2011), proses pengeringan dilakukan
agar bahan kering dan mempunyai kadar air setara dengan kadar air keseimbangan
udara normal atau setara dengan nilai aktivitas air yang aman dari kerusakan
mikrobiologis, enzimatis, dan kimiawi. Tujuan dari proses pengeringan adalah
menurunkan kadar air bahan sehingga bahan menjadi lebih awet, mengecilkan
volume bahan untuk memudahkan, menghemat biaya pengangkutan, pengemasan,
dan penyimpanan.

23
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Bulu babi (Echinoidea), bintang laut (Asteroidea), lamun
(Nhalusacoroides) dan teripang (Holothuria) merupakan sebagian dari jenis jenis
biota laut yang dapat berkhasiat obat karena mempunyai senyawa metabolit
sekunder seperti saponin, glikosida, steroidal, glikosid, saponin dan flavonoid.
2. Biota laut dapat dimanfaatkan dalam aspek industri dan kesehatan. Dalam
kesehatan digunakan sebagai peningkatan kekebalan tubuh, obat kanker,
penyembuh penyakit alzheimerdan obat penyakit parkinson.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Kepada Jurusan
Diharapkan Agar kiranya dari pihak jurusan dapat meningkatkan fasilitas-
fasilitas yang ada pada laboratorium.
5.2.2 Saran Kepada Asisten
Diharapkan agar kiranya dapat terjalin kerja sama yang lebih baik lagi
antara asisten dan praktikan pelaksanaan PKL berlangsung maupun setelah PKL.
5.2.3 Saran Kepada Praktikan
Agar kiranya praktikan lain dapat saling membantu antara praktikan lain
walaupun berbeda kelompok. Praktikan harus memiliki rasa persatuan yang tinggi
terhadap sesame praktikan dan rasa hormat terhadap asisten.

24
DAFTAR PUSTAKA

Adrim, M. 2006. Asosiasi Ikan di Padang Lamun. Pusat Penelitian Oseanografi


LIPI. Bulletin Ilmiah Oseana 31

Akerina, F., & Sangaji, J. 2019. Analisis Fitokimia dan Toksisitas serta Aktivitas
Antioksidan Beberapa Jenis Teripang di Desa Kakara, Halmahera
Utara. Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, 12(2), 188-196.

Al Rashdi, K.M., I. Eeckhaut, and M.R.Claereboudt. 2012. A manual on hatchery


of sea cucumber Holothuria scabra in the Sultanate of Oman. 1sted.
Muscat, Sultanate of Oman: Ministry of Agriculture and Fisheries Wealth,
Aquaculture Centre. Muscat, Sultanate of Oman.

Alwi, D., Muhammad S., Tae I., 2020. Karakteristik Morfologi dan Indeks
Ekologi Bulu Babi (Echinoidea) di Perairan Desa Wawama Kabupaten
Pulau Morotai. Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik. 4(1), 23-32

AN, H.Y. 2004. Harvesting drags from the seas and how Taiwan could contribute
to this effort. Chonghua J. Med. 9 (1): 1-7.

Anton, Irawan. 2011. Modul Laboraturium Pengeringan. Sultan Ageng Tirtayasa


Press.

Arini, D. 2013. Potensi Terumbu Karang Indonesia; Tantangan dan Upaya


Konservasinya. Info BPK Manado 3, 147-173.

Aziz, A. 1987. Makanan Dan Cara Makan Berbagai Jenis Bulu Babi. Oseana Vol
XII, No. 4 Puslitbang Oseanologi – LIPI. Jakarta

Aziz, A. 1995. Kematian Massal Bulu Babi. Balai Penelitian dan Pengembangan
biologi Laut. Puslitbang Oseanologi LIPI . Jakarta.

Azkab, M.H. 2000. Struktur dan Fungsi Pada Komunitas Lamun. Jurnal Oseana.
25: 9-17

Chiu, S.T. 1987. Effects of the sea urchin fishery on the population structure of
Anthocidaris crassiispina (Echinodermata : Echinoidea) in Hongkong. In :
MACLEAN, DIZON, and HOSILLOS (eds.), The First Asian Fisheries
Forum. Manila, Philippines

Dahl, W.J., Jebson, P., & Louis, D. S. 2010. Sea urchin injuries to the hand: A
case report and review of the literature. The Iowa Orthopaedic Journal 30,
153-156.
 Damanik, S. R., Yulianto, B., & Subagiyo, S. 2019. Potensi Ekstrak Kasar
Teripang Holothuria atra, Jaeger, 1833 (Holothuroidea : Holothuriidae)
Dari Pulau Panjang, Jepara. Journal of Marine Research, 8(3), 262-268

Darsono, P. 1986. Gonad bulu babi. Oseana XI, Nomor 4 : 151 - 162.

Delpris Piter, Esther D Angkouw, Fitje Losung. 2019. Potensi Antibakteri


Bintang Laut Dari Perairan Pantai Kelurahan Tongkaina Manado.
Universitas Sam Ratulangi. Manado

Departemen Kesehatan RI. 2008. Farmakope herbal Indonesia. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dix, T.G. 1970. Covering response of the echinoid Evechinus chloroticus. Pac.
Sci. 24 : 187 - 194.

Fitriana, Narti. 2010. Inventarisasi Bintang Laut (Echinodermata: Asteroidea) Di


Pantai Pulau Pari, Kabupaten Adm. Kepulauan Seribu. Jurnal Ilmiah
Faktor Exacta Vol. 3 No. 2 Juni 2010.

Gede Surya Indrawan. 2019. Aspek Biologi (Morfologi, Anatomi, Reproduksi,


Habitat) Biota Laut Echinodermata. Universitas Udayana. Bali

Gillanders, B. M. 2006. Seagrasses, Fish, and Fisheries. Seagrasses: Biology,


Ecology and Conservation. Larkum Anthonyw. D. Netherlands: Springer.

Gustavina, N., Dharma, I., & Faiqoh, E. 2018. Identifikasi Kandungan Senyawa
Fitokimia Pada Daun dan Akar Lamun di Pantai Samuh Bali. Journal Of
Marine And Aquatic Sciences, 4(2), 271-277.

Hadinoto, S. Sukaryono, D, I. Siahay, Y. 2017. Kandungan Gizi Gonad Dan


Aktivitas Antibakteri Ekstrak Cangkang Bulu Babi (Diadema Setosum).
Jurnal Akuakultur.Program Studi Ilmu Kelautan.

Hartati, R., Widianingsih, W., & Djunaedi, A. 2016. Ultrastruktur Alimentary


Canal Teripang Holothuria scabra dan Holothuria atra (Echinodermata :
Holothuroidea). Buletin Oseanografi Marina, 5(1), 86-96

Husain, G., Tamanampo, J.F.W.S. & Manu, G.D. 2017. Community Structure of
Sea Cucumber (Holothuroidea) In The Coastal Area Of The Island Of
Jailolo Subdistrict Nyaregilaguramangofa South Halmahera Regency
West of North Maluku. Jurnal Ilmiah Platax, 5(2):177-188.

Ivanchina NV, Kicha AA, Stonik VA. 2011. Steroid glycosides from marine
organisms (Review).Steroids 76 : 425– 454.
Jalaludin dan Ardeslan 2017. Identifikasi Dan Klasifikasi Phylum Echinodermata
Di Perairan Laut Desa Sembilan Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten
Simeulue. Jurnal Biology Education.Vol.6. No.1

Kaswandi M.A, Lian H.H, Nurzakiah S, Ridzwan B.H, Ujang S, Samsudin M.W,
Jasnizar S and Ali A.M. 2004. Crystal saponin from three sea cucumber
genus and their potential as antibacterial agents. 9th Scientific
Conference Elevtron Microscopic Society. Kota Bharu, Kelantan. 273-276.

Katili A S, 2011. Struktur Komunitas Echinodermata pada Zona Intertidal di


Gorontalo. Jurnal Penelitian Pendidikan. Vol 08 No. 01. FMIPA,
Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo

Lee T, Shin S. 2014. Echinoderm fauna of Chuuk, the federated States of


Micronesia. ASED 30 (2): 108-118

Lian H.H, Weng S.N, Ji S.M, Choi S, Jang S, and Lee S.K. 2003. A ginsenoside-
Rh1, a component of ginseng saponin, activities astrogen receptor in
human breast carcinoma MCF-7 cells. J of Steroid Biochem. And Mol.
Biol. 84:463-468.

M. Fahmi Miftahudin, Muzani, Bagas Hardianto, Novia Putri Ramadhita, Silvia


Widyarini. 2020. Pengaruh Lamun (Seagrass) terhadap Kehidupan di
Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Prodi Pendidikan Geografi,
Universitas Negeri Jakarta.

Muhammad Firdaus. 2011. Phlorotanin: Struktur, Isolasi, dan Bioaktivasi.


Universitas Brawijaya Press. Malang

Musfirah. 2018. Struktur Komunitas Bulu Babi (Echinoidea) Yang Berasosiasi


Dengan Ekosistem Lamun Di Pulau Barrang Lompo, Sulawesi Selatan.
Skripsi. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan
Universitas Hasanuddin Makassar.

Nontji, Anugerah. 2002. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Terjemahan M.


Edman; Koesbiono; D.G. Bengen; M. Hutomo dan S. Sukardjo. PT
Gramedia. Jakarta.

Panuluh, C. M., Sulardiono, B., & Latifah, N. 2020. Hubungan Panjang Berat
Dan Faktor Kondisi Teripang Hitam (Holothuria Atra) Di Kawasan
Taman Nasional Laut Karimunjawa. Management of Aquatic Resources
Journal (MAQUARES), 8(4), 327-336.

Radiopoetro. 1991. Zoologi. Erlangga. Jakarta


Rahardiarta, I,K., Putra, I.D.N.N., Suteja, Y. 2019. Simpanan Karbon pada
Padang Lamun di Kawasan Pantai Mengiat, Nusa Dua Bali. Journal of
Marine and Aquatic Science, 5(1): 1-10.

Rawung, S., F. F. Tilaar, A. B. Rondonuwu. 2018. Inventarisasi Lamun di


Perairan. Marine Field Station Fakultas. Perikanan dan Ilmu Kelautan
Unsrat.

Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 2007. Biologi Laut. Jakarta. Penerbit


Djambatan.

Rustam. 2006. Pelatihan Budidaya Laut (Coremap Fase II Kabupaten Selayar),


Budidaya Teripang. Pelatihan Budidaya Laut Coremap Tahap II
Kabupaten Selayar, Yayasan Mattirotasi.

Sukmajaya, A.,Puspawati, N., dan Bawa P. 2012. Penelitian Analisis Kandungan


Minyak Atsiri Daun Tenggulun (Protium javanicumBurm.F.) Dengan
Metode Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa. Bukit Jimbaran:
Universitas Udayana. 6(2): 155-162.

Sukreni, S., Ibrahim, M. N., & lsamu, K. T,. 2018. Pengaruh Metode Penanganan
Awai Yang Berbeda Terhadap Kualitas Gonad Landak Laut (Diadema
setosum). Jurnal Fish Protech. 1(1).

Suwignyo, S., Widigdo, B., Wardiantno, Y., Krisanti, M., 2005. Avertebrata Air
Jilid 2. Penebar Swadaya. Jakarta

Tupan, J & Bernita br Silaban, 2017. Karakteristik Fisik-Kimia Bulu Babi


Diadema Setosum Dari Beberapa Perairan Pulau Ambon. Jurnal Triton.
Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Pattimura. Volume 13, Nomor 2, Oktober 2017, hal. 71 – 78
71.

Tutik Handayani, Vera Sabariah, Ronald R. Hambuako. 2017. Komposisi Spesies


Teripang (Holothuroidea) di Perairan Kampu ng Kapisawar Distrik Meos
Manswar Kabupaten Raja Ampat. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah
Mada Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNIPA. Manokwari.

Wallace R.L. dan Taylor W.K. 2002. Invertebrate Zoology, A Laboratory Manual,
6th Edition. Upper Saddle River, NJ 07458. Prentice Hall, Inc.

Whitten, A.J, M. Mustafa dan G.S. Henderson. 1987. Ekologi Sulawesi. Gajah
Mada University Press.Yogyakarta.

Wibowo S, Yunizal, Setiabudi E, Erlina MD dan Tazwir. 1997. Teknologi


Penanganan dan Pengolahan Teripang (Holothuridea). Jakarta IPPL.
Slipi.
Wulandari, D., Riniatsih, I., & Yudiati, E. 2013. Transplantasi Lamun Thalassia
Hemprichii Dengan Metode Jangkar Di Perairan Teluk Awur Dan
Bandengan, Jepara. Journal of Marine Research, 2(2), 30-38. 

Yusron, E. 2005. Sumberdaya Teripang (Holothuroidea) Di Perairan Teluk Saleh


Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Laporan Penelitian. Balai Penelitian
Sumberdaya Laut, Puslitbang Oceanologi-LIPI.

Anda mungkin juga menyukai