Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

BIOPROSPEKSI

“PEMANFAATAN FLORA DAN FAUNA DI BIDANG


FARMASI”

Disusun Dalam Rangka Memenuhi


Tugas Kelompok Terstruktur Mata Kuliah Bioprospeksi

Dosen Pengajar:
Dr, Nour Athiroh Abdoes Sjakoer, S.Si., M.Kes
Dr. Sama’ Iradat Tito, S.Si.,M.Si

Oleh:
Kelompok 3
Nela Evada Rakhman 21701061014
Rochmatul Kamilah 21701061016
Fairuz Qory Amalia 21701061024
Syntia Diyah Hayu Ria Saputri 21701061035
Nimas Ajeng Oktaviana 21701061051
Shofiyatul Mufidah 21701061080
Siti Qurrotul Aini 21701061086
Saskia Ade Hutami Fery Andini 21701061094
David Tri Meiningrum 21801061004

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa dengan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Dalam makalah ini kami membahas mengenai “Pemanfaatan Flora dan
Fauna Di Bidang Farmasi”.
Makalah ini tidak dapat diselesaikan dengan baik tanpa bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Dr. Nour Athiroh Abdoes Sjakoer, S.Si., M.Kes dan Bapak Dr. Sama’
Iradat Tito, S.Si.,M.Si selaku dosen pengampu Mata Kuliah Bioprospeksi
2. Berbagai pihak yang telah mendukung dalam penyusunan makalah.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kelompok terstruktur mata
kuliah Bioprospeksi semester VI. Materi di dalamnya berupa hal-hal yang
berkaitan dengan program studi Biologi.
Kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami memohon kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari para
pembaca agar penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik lagi. Atas
pemberian kritik dan sarannya kami mengucapkan banyak terimakasih dan
semoga makalah ini bermanfaat bagi masyarakat dan pembaca.

Malang, 13 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan. ..............................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Kajian Umum Tanah..........................................................................................3
2.2 Kualitas Tanah..................................................................................................4
2.3 Aktivitas Manusia yang Memengaruhi Kualitas Tanah....................................5
2.4 Upaya untuk Memperbaiki Kualitas Tanah Akibat Aktivitas Manusia............9
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA GAMBAR.........................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hidup sehat tanpa mengalami gangguan kesehatan adalah dambaan
setiap orang. Terlebih di era modern ini yang menuntut setiap orang selalu
aktif berkarya dan berprestasi. Oleh karena itu, kesehatan sangat penting dan
menjadi “barang berharga” yang harus dirawat. Gaya hidup kembali ke alam
(back to nature) yang menjadi tren saat ini membawa masyarakat kembali
memanfaatkan bahan alami, termasuk pengobatan dengan tanaman dan hewan
yang berkhasiat sebagai bahan obat (Wijayakusuma, 2008).
Potensi tumbuhan dan hewan obat di kawasan hutan Indonesia sangat
tinggi karena tingginnya tingkat keanekaragaman hayati terutama pada hutan
tropis yang belum teridentifikasi. Selain itu, di Indonesia masih terdapat
sejumlah hutan primer yang masih terjaga kondisinya yang relative masih
luas. Sebagai ilustrasi, saat ini terdapat sekitar 9600 spesies tumbuhan yang
diketahui mempunyai khasiat obat, namun hanya sekitar 200 spesies saja yang
dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk industry obat tradisional (Herdiani,
2012).
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat. Kebutuhan ataupun permintaan terhadap tumbuhan obat tersebut
oleh masyarakat terutama industri jamu dan obat/farmasi saat ini memiliki
kecenderungan semakin meningkat seiring dengan perkembangan dunia
pengobatan dalam mencari obat terbaik bagi penyembuhan berbagai jenis
penyakit yang ada.
Namun yang menjadi permasalahan dalam pemanfaatan tumbuhan dan
hewan sebagai obat adalah seringkali pemanfaatan/pemanenannya di alam
tidak mengikuti aturan pemanenan yang berkelanjutan, sehingga dapat
mengancam kelestarian tumbuhan obat tersebut. Pemanfaatan tumbuhan dan
hewan sebagai obat agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, maka perlu
dilakukan pengembangan kegiatan bioprospeksi (bioprospecting).
Bioprospeksi (bioprospecting) adalah penelusuran sistematik, klasifikasi, dan
investigasi untuk tujuan komersial dari sumber senyawa kimia baru, gen,
protein, mikroorganisme, dan produk lain dengan nilai ekonomi aktual dan
potensial, yang ditemukan dalam keanekaragaman hayati (Pusat Inovasi LIPI,
2004). Alikodra (2012) menyatakan bahwa bioprospeksi (bioprospecting)
merupakan alat untuk mempertemukan potensi sediaan (supply) dengan
permintaan (demand) yang terus berkembang baik terhadap sandang, pangan,
papan, dan kesehatan (obat-obatan/farmasi).

1
Berdasarkan uraian diatas akan menjelaskan potensi dari kayu manis,
jahe, cacing tanah serta lebah sebagai contoh tanaman dan hewan yang bisa
dimanfaatkan sebagai alternatif obat herbal. Dengan makalah ini diharapkan
dapat memberikan informasi terkait dengan potensi apa saja yang dimiliki dari
tanaman dan hewan di bidang farmasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa potensi yang dimiliki tanaman kayu manis dan jahe dalam
bidang farmasi?
2. Apa potensi yang dimiliki cacing tanah dan lebah dalam bidang
farmasi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami potensi yang dimiliki tanaman kayu
manis dan jahe dalam bidang farmasi.
2. Untuk mengetahui dan memahami potensi yang dimiliki hewan lebah dan
cacing dalam bidang farmasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 potensi Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii L) dan jahe


(Zingiber officinale ) dalam bidang farmasi
2.1.1 kayu manis ( Cinnamomum Burmanii L )

Tanaman kayu manis (Cinnamomum burmanii) sudah lama dikembangkan


di Indonesia dan merupakan salah satu komoditi rempah yang menjadi barang
dagangan utama sejak zaman kolonial (Denian, 1996). Komoditi ini di ekspor
melalui Penang dan Singapura dan hingga saat ini masih memiliki potensi di pasar
regional dan internasional. Tanaman ini merupakan komoditas unggulan, terutama
di daerah Sumatera Barat dan Kabupaten Kerinci, sebagai daerah sentra produksi
kayumanis Indonesia (Ferry.2013).
Tanaman kayu manis (Cinnamomum burmanii) merupakan salah satu hasil
bumi yang murah dan mudah didapat. Kayu manis mengandung protein,
karbohidrat, vitamin (A, C, K, B3), mineral seperti kalsium, zat besi, magnesium,
mangan, fosfor, sodium, zinc dan kolin. Dalam penelitian sebelumnya diketahui
bahwa kayu manis merupakan jenis rempah dengan kandungan antioksidan paling
tinggi dibanding dengan rempah-rempah lainnya (Ravindran et al. 2004). Ekstrak
kulit batang kayu manis dengan kandungan kadar transsinamaldehid menjadi
sumber senyawa antioksidan dengan kemampuannya menangkap radikal bebas
atau radical scavenger. Kayu manis merupakan tanaman rempah yang
mengandung banyak senyawa fitokimia yang mempunyai mekanisme khusus
yang berguna bagi manusia. Diantaranya dalam kayu manis banyak ditemukan
senyawa fitokimia dari kelas phenylproponoids berupa cinnamic acid. Senyawa
ini dapat berfungsi sebagai antioksidan yang dapat mencegah pembentukan
radikal bebas, menghilangkan radikal sebelum kerusakanm muncul, memperbaiki
kerusakan oksidatif, menghilangkan molekul rusak didalam sel (Dwi.2015)
Tanaman kayu manis dapat diolah menjadi bermacam-macam produk
seperti dalam bentuk bubuk, minyak atsiri atau oleoresin. Kulit kayu manis dalam
bentuk asli seperti potongan atau bubuk digunakan untuk bermacam-macam
bumbu masakan daging dan ikan, dan sebagai campuran dalam minuman (teh,
kopi, dan kakao). Oleoresin dari kayu manis sama dengan bubuknya, umumnya
digunakan dalam industri makanan, pemberi rasa dan aroma dalam industri
makanan, minuman, farmasi, rokok dan kosmetika. Minyak atsiri atau oleoresin
dari kayumanis mengandung beberapa senyawa kimia seperti sinamat aldehid,
eugenol, methyl ketene, furfural, benzaldehyde, nonyl aldehyde, hydrocinnamic
aldehyde, cuminaldehyde, dan coumarin. Kayu manis berbau wangi dan berasa
manis sehingga dapat dijadikan bahan pembuat sirup dan rasa pedas sebagai
penghangat tubuh. Kayu dari batang kayumanis dapat digunakan untuk berbagai
keperluan seperti bahan bangunan, meubelair, dan kayu bakar. Selain itu, tanaman

3
kayumanis juga dapat berfungsi sebagai tanaman penghijauan dan konservasi
lahan, khususnya di tebing-tebing dan kaki pegunungan serta daerah aliran sungai
(Rusli dan Abdullah, 1988).
Kulit kayu manis memiliki bau yang khas, banyak digunakan untuk
berbagai keperluan, seperti penyedap rasa makanan atau kue (Abdurachman dan
Hadjib, 2011). Kayumanis berbau wangi dan berasa manis sehingga dapat
dijadikan bahan pembuat sirup dan rasa pedas sebagai penghangat tubuh. Kayu
dari batang kayumanis dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti bahan
bangunan, meubelair, dan kayu bakar (Ferry, 2013).

 Potensi Kayu Manis


Kayu manis (Cinnamomum burmanii) banyak dimanfaatkan di masyarakat
sebagai rempah-rempah asli Indonesia yang digunakan sebagai bumbu masakan
maupun sebagai ramuan obat herbal tradisional. Tanaman kayu manis terutama
bagian kulit batangnya pada umumnya digunakan secara tradisional baik sebagai
bumbu masakan maupun sebagai bahan dalam pengobatan tradisional, misalnya
sebagai peluruh kentut (karminatif). Kayu manis berkhasiat mengatasi masuk
angin, diare, dan penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan. Kayu
manis juga memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Bisset & Wichtl 2001).
Secara imperis kulit kering kayu manis yang direndam dalam air teh dan
diminum dapat menurunkan kadar kolesterol tubuh dan mengencerkan darah
sehingga baik untuk penderita stroke. Hasil penelitian di Swedia menyatakan
bahwa mengkonsumsi satu sendok makan bubuk kayu manis sebelum makan
dapat menahan kenaikan kadar gula dalam darah karena bubuk kayu manis
mencegah pengisapan gula pada didinding usus dan sebagainya.
Disamping itu, minyak ini bersifat anti cendawan sehingga dapat
digunakan sebagai bahan pengawet. Kayumanis berkhasiat untuk obat asam urat,
tekanan darah tinggi, maag, nafsu makan, sakit kepala (vertigo), masuk angin,
diare, perut kembung, muntah-muntah, hernia, susah buang air besar, asma,
sariawan, dan sakit kencing. Kayumanis memiliki efek farmakologis yang
dibutuhkan dalam obat-obatan. Kulit batang, daun, dan akarnya dapat
dimanfaatkan sebagai obat antirematik, peluruh keringat (diaphoretic), peluruh
kentut (carminative), dan menghilangkan rasa sakit (Sedarnawati dan Hanny,
2008; Febriana dan Muhtadi, 2008).
Minyak kayu manis dan formulasi minyak kayu manis dengan aditif
minyak seraiwangi dapat mengendalikan penyakit bengkak dan bercak daun kayu
manis dan tidak berbeda nyata dengan penggunaan pestisida sintetis. Daya kendali
pestisida nabati dari minyak kayumanis ini ditentukan oleh adanya kandungan
sinamaldehid yang dapat menjadi toksik terhadap penyakit bengkak dan bercak
daun (Ferry.2013).
Makin diketahuinya kandungan bahan kimia organik pada kayumanis
menyebabkan manfaatnya terus dikaji terutama untuk bahan farmasi, obat-obatan

4
dan minuman kesehatan. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
pangan fungsional, termasuk minuman kesehatan menyebabkan terbukanya
peluang peningkatan konsumsi masyarakat terhadap kayumanis. Sedarnawati dan
Hanny (2008), telah memperkenalkan minuman kesehatan yang dikenal dengan
Cinna-ale (kayumanis-jahe). Minuman kesehatan ini terdiri dari rempah-rempah
asli Indonesia. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa minuman ini berpotensi
sebagai Antioksidan dan Antimikroba. Nama Cinna-ale berasal dari nama latin
kayumanis (Cinnamomum burmanii) dan jahe (Zingiber officinale). Selain Cinna-
ale juga telah tersedia minuman Teh-Kayumanis yaitu minuman penyegar yang
memiliki khasiat bagi kesehatan (Ferry.2013).
Bentuk produk yang lain dari kayu manis adalah minyak kayumanis dan
oleoresin. Smith, (1986) dalam Nurdjannah, (1992) menggolongkan minyak
kayumanis menjadi 4 golongan yaitu; (1) Cinnamon leaf oil adalah minyak yang
berasal dari daun C. Zeylanicum; (2) Cinnamon bark oil adalah minyak yang
berasal dari kulitnya; (3) Cassia oil adalah minyak yang berasal dari daun, ranting
dan bubuk kulit kayu manis jenis C. burmanii atau C. Zeylanicum; dan (4)
Cinnamon and Cassia oleoresin. Oleoresin paling banyak diperoleh dari kulit
kayumanis jenis C. burmanii. Komponen-komponen utama minyak kulit
kayumanis adalah Sinamaldehid, eugenol, acetoeugenol dan beberapa aldehid lain
dalam jumlah kecil, juga methyl-n-amyl ketone (Ferry.2013).
Minyak kayu manis biasa diperoleh dengan destilasi air dan uap, seperti
halnya pada minyak bunga cengkeh, kandungan acetoeugenol dalam minyak
kayumanis tergantung dari metoda yang digunakan (Hernani, 1988). Minyak dari
limbah kayumanis (daun dan ranting) diperoleh dengan cara penyulingan, dengan
palarut terpentin, bahan pengemulsi, dan bahan pembasah teepol (Ferry.2013).

 Beberapa penelitian tentang ekstrak kayu manis


Sejumlah penelitian tentang pemanfaatan kayu manis khususnya jenis
Cinnamomum burmannii Blume menunjukkan adanya aktifitas antidiabetes yang
berbeda-beda. Diantaranya penelitian Tjahjani dkk (2014) membuktikan
pemberian ekstrak etanol kayu manis dosis 20,8 mg kepada mencit mampu
menurunkan glukosa darah. Ekstrak kayu manis dosis 20,8 mg sama efektifnya
dengan glibenklamid dalam menurunkan glukosa darah. Begitupula Alusinsing
dkk (2014) juga membuktikan terjadinya penurunan kadar gula darah pada mencit
setelah diberi ekstrak etanol kulit kayu manis. Penelitian Kusumaningtyas dkk
(2014) dengan memberikan seduhan bubuk kayu manis pada dosis 0,73 mg/g bb
mampu memperbaiki struktur pankreas mencit jantan strain Balb-C setelah
dipapar dengan aloksan. Selain pada kulit batang, aktifitas antidiabetes juga
didapatkan dari ekstrak daun kayu manis.
Penelitian (Kondoy dkk,2013) menemukan bahwa ekstrak etanol daun
kayu manis dapat menurunkan kadar gula darah pada tikus putih jantan galur
wistar yang diinduksi sukrosa. Bernardo et al (2015) melaporkan bahwa teh

5
cinnamon dari bubuk kulit batang bermanfaat untuk mengendalikan metabolisme
glukosa pada orang dewasa nondiabetes selama periode postprandial. Analisis
kimia menunjukkan bahwa teh cinnamon memiliki kapasitas antioksidan yang
tinggi yang diduga karena kandungan polifenolnya. Berdasarkan paparan diatas
disimpulkan bahwa tumbuhan kayu manis jenis Cinnamomum burmannii Blume
yang banyak ditemukan di Indonesia memiliki aktifitas antidiabetes.
Bandara et.al (2011) menyebutkan bahwa cinnamon memiliki kemampuan
antimikroba, antifungi, antivirus, antioksidan, antitumor, penurun tekanan darah,
kolesterol dan memiliki senyawa rendah lemak. Senyawa eugenol dan
sinamaldehid memiliki potensi sebagai antibakteri dan antibiofilm (Niu C dan
Gilbert ES, 2004). Penelitian Shan B et al (2007) membuktikan kemampuan
ekstrak kulit batang cinnamon melawan 5 jenis bakteri patogen yaitu Bacillus
cereus, Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan
Salmonella anatum. Nisa dan Triastuti (2014) melaporkan sifat antibakteri ekstrak
kayu manis terhadap E. coli dan S. aureus. Sedangkan penelitian Daker dkk
(2013) menunjukkan ekstrak metanol kulit batang Cinnamomum burmannii
Blume dengan senyawa utamanya trans-cinnamaldehyde (TCA) yang memiliki
kemampuan menghambat proliferasi human NPC cell.
2.1.2 jahe (Zingiber Officinale)
Tanaman jahe telah lama dikenal dan tumbuh baik di negara kita. Jahe
merupakan salah satu rempah-rempah penting. Rimpangnya sangat luas dipakai,
antara lain sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti
roti, kue, biscuit, kembang gula dan berbagai minuman. Jahe juga digunakan
dalam industri obat, minyak wangi dan jamu tradisional. Jahe muda dimakan
sebagai lalaban, diolah menjadi asinan dan acar. Disamping itu, karene dapat
memberi efek rasa panas dalam perut, maka jahe juga digunakan sebagai bahan
minuman seperti bandrek, sekoteng dan sirup.
Jahe yang nama ilmiahnya Zingiber officinale sudah tak asing bagi kita,
baik sebagai bumbu dapur maupun obat-obatan. Begitu akrabnya kita, sehingga
tiap daerah di Indonesia mempunyai sebutan sendiri-sendiri bagi jahe. Nama-
nama daerah bagi jahe tersebut antara lain halia (Aceh), bahing (Batak karo),
sipadeh atau sipodeh (Sumatera Barat), Jahi (Lampung), jae (Jawa), Jahe (sunda),
jhai (Madura), pese (Bugis) lali (Irian).
Jahe tergolong tanaman herba, tegak, dapat mencapai ketinggian 40 – 100
cm dan dapat berumur tahunan. Batangnya berupa batang semu yang tersusun dari
helaian daun yang pipih memanjang dengan ujung lancip. Bunganya terdiri dari
tandan bunga yang berbentuk kerucut dengan kelopak berwarna putih kekuningan.
Akarnya sering disebut rimpang jahe berbau harum dan berasa pedas. Rimpang
bercabang tak teratur, berserat kasar, menjalar mendatar. Bagian dalam berwarna
kuning pucat.
Pengolahan jahe sebagai obat dimulai dari dapur dirumh-rumah dengan
cara yang masih sederhana. Misalnya dengan cara menumbu kemudian
menyeduhnya dengan air panas dan dan airnya diminum untuk mengobati mauk
angin.kini, pemanfaatan jahe berkembang secara komersial dengan pengolahan
yang menggunakan teknologitepat guna. Penggolahan jahe yang bersifat

6
komersial, misalnya pengolahan jahe menjadi asinan yang berkualitas ekspor.
Penyulingan minyak jahe dan oleoserin jahe yang berasl dari rimpang jahe juga
semakin berembang untuk dijadikan bahan baku pembuatan obat di perusahaan
farmasi.
Pengolahan jahe dalam skala usaha besar memberikan hasil dengan jumlah
yang lebih besar dan dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu yang cukup lama,
sehingga dapat digunakan oeh berbagai lapisan masyarakat. Jenis-jenis penyakit
yang dapat diobati dengan jahe pun bertambah banyak, karena semakin
banyaknya peneitian mengenai khasiat dan manfaat jahe sehingga pemakaiannya
semakin meluas.
Berdasarkan aroma, warna, bentuk dan besarnya rimpang dikenal tiga jenis
jahe yaitu jahe besar yang biasa disebut dengan jahe gajah ataujahe badak ; jahe
kecil atau lebih sering disebut jahe emprit; dan jahe merah atau yang lebih dikenal
dengan jahe sunti.
 Pemanfaatan rimpang jahe
Bagian terpenting dari tanaman jahe yang di manfaatkan untuk berbagai
macam tujuan adalah akar tongkat atau lebih dikenal dengan nama rimpang.
Sesuai dengan namanya, rimpang jahe merh berwarna merah smpai jingga muda.
Rimpang jahe merah mempunyai serat yang kasar. Ukurannya besar dan kecil
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tumbuh, misalnya kesuburan tanah,teknik
budi daya yang dilakukan, dan karakteristik gen pembawa sifat. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan daya adaptasi setiapjenis jahe yang masing-masing
dikendaikan oleh sifat genotip tiap individu tanaman. Jahe merah memiliki ukuran
rimpang yang paling kecil jika di bandingkan engan ukuran rimpang jenis jahe
lainnya.
Selain itu Minyak jahe berisi gingerol yang berbau harum khas jahe,
berkhasiat mencegah dan mengobati mual dan muntah, misalnya karena mabuk
kendaraan atau pada wanita yang hamil muda. Juga rasanya yang tajam
merangsang nafsu makan, memperkuat otot usus, membantu mengeluarkan gas
usus serta membantu fungsi jantung. Dalam pengobatan tradisional Asia, jahe
dipakai untuk mengobati selesma, batuk, diare dan penyakit radang sendi tulang
seperti artritis. Jahe juga dipakai untuk meningkatkan pembersihan tubuh melalui
keringat.
Penelitian modern telah membuktikan secara ilmiah berbagai manfaat
jahe, antara lain :
 Menurunkan tekanan darah. Hal ini karena jahe merangsang pelepasan
hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah, akibatnya darah
mengalir lebih cepat dan lancar dan memperingan kerja jantung memompa
darah.
 Membantu pencernaan, karena jahe mengandung enzim pencernaan yaitu
protease dan lipase, yang masing-masing mencerna protein dan lemak.
 Gingerol pada jahe bersifat antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan
darah. Jadi mencegah tersumbatnya pembuluh darah, penyebab utama
stroke, dan serangan jantung. Gingerol juga diduga membantu
menurunkan kadar kolesterol.
 Mencegah mual, karena jahe mampu memblok serotonin, yaitu senyawa
kimia yang dapat menyebabkan perut berkontraksi, sehingga timbul rasa
mual. Termasuk mual akibat mabok perjalanan.

7
 Membuat lambung menjadi nyaman, meringankan kram perut dan
membantu mengeluarkan angin.
 Jahe juga mengandung antioksidan yang membantu menetralkan efek
merusak yang disebabkan oleh radikal bebas di dalam tubuh.
Bukan hanya itu, daun jahe juga berkhasiat, antara lain dengan ditumbuk dan
diberi sedikit air dapat dipergunakan sebagai obat kompres pada sakit kepala dan
dapat dipercikan ke wajah orang yang sedang menggigil. Sedangkan rimpangnya
ditumbuk dan direbus dalam air mendidih selama lebih kurang ½ jam, kemudian
airnya dapat diminum sebagai obat untuk memperkuat pencernaan makanan dan
mengusir gas di dalamnya, mengobati hati yang membengkak, batuk dan demam.
Untuk mengobati rematik rematik siapkan 1 atau 2 rimpang jahe. Panaskan
rimpang tersebut di atas api atau bara dan kemudian ditumbuk. Tempel tumbukan
jahe pada bagian tubuh yang sakit rematik. Cara lain adalah dengam menumbuk
bersama cengkeh, dan ditempelkan pada bagian tubuh yang rematik.
Jahe juga dapat digunakan untuk mengobati luka karena lecet, ditikam benda
tajam, terkena duri, jatuh, serta gigitan ular. Caranya rimpang jahe merah
ditumbuk dan ditambahkan sedikit garam. Letakkan pada bagian tubuh yang
terluka. Rimpang tumbuk juga dapat dipakai sebagai obat gosok pada penyakit
gatal karena sengatan serangga. Rimpang yang ditumbuk, dengan diberi sedikit
garam, kemudian ditempelkan pada luka bekas gigitan ular beracun (hanya
sebagai pertolongan pertama sebelum penderita dibawa ke dokter).
Dengan dicampur lobak, jahe dapat digunakan untuk mengobati eksim.
Parutan lobak dicampur dengan air jahe. Air jahe dapat diperoleh dengan memarut
rimpang jahe, lalu diperas. Ramuan ini dioleskan ke bagian kulit yang terkena
eksim. Biasanya dalam waktu 2 minggu saja penyakit sudah berkurang. Untuk
mencegah mabuk perjalanan, ada baiknya minum wedang jahe sebelum
bepergian. Caranya: pukul-pukul jahe segar sepanjang satu ruas jari. Masukkan ke
dalam satu gelas air panas, beri madu secukupnya, lalu diminum. Bisa juga
menggunakan sepertiga sendok teh jahe bubuk, atau kalau tahan, makan dua kerat
jahe mentah.
2.2 Potensi Cacing Tanah (Pheretima javanica K) dan dan Lebah (Apis sp.)
dalam Bidang Farmasi
a. Cacing Tanah (Pheretima javanica K)
Cacing tanah keberadannya banyak sekali memberikan manfaat. Di bidang
kesehatan caing tanah juga digunakan sebagai obat penurun panas, pereda nyeri,
diare, tipes dan digunakan juga sebagai bahan campuran untuk kosmetik.
Berdasarkan beberapa penelitian, telah dibuktikan bahwa adanya kandungan
antibakteri pada ekstrak caing. Lumbricus rubellus dan Pherentima yag mampu
menhabat pertumbuhan bakteri gram negatif Escheria coli, Shigella dysentriae,
Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi.
Cacing tanah juga mengandung enzim Lumbricin yang berguna untuk
menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi yang merupakan bakteri
penyebab penyakit tifus.
Sumber protein dari tubuh cacing tanah sangat tinggi yaitu sekitar 76%.
Kadar protein tersebut melebihi kadar protein yang ada pada daging dan ikan.
Ketika cacing tanah dikonsumsi, maka cacing tanah akan lebih mudah dicerna

8
oleh sistem pencernaan dan lebih mudah untuk dipecah menjadi asam-asam amino
esensial yang dibutuhkan oleh manusia maupun hewan lainnya.
Pemanfaatan cacing tanah sebagai obat alami untuk antipiretik (obat yang
berkhasiat menurunkan suhu) dianggap aman karena komponen kimia yang
terkandung di dalam caing tanah tidak menimbulkan efek samping dan efek toksik
yang berbahaya jika dikonsumsi.
Cacing tanah memiliki senyawa antibakteri yang lebih kompleks yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Senyawa antibakteri yang lebih
kompleks tersebut berpotensi paling besar untuk menghabat pertumbuhan bakteri
negatif. Pheretima javanica lebih aktif bergerak dan paling banyak dalam hal
makan sehingga kandungan senyawa antibaterinya dimungkinkan lebih bayak
dibandingan dengan cacing yang lain. Cacing tanah yang telah diekstrak
mengandung beberapa jenis enzim seperti Lumbrokinase, peroksidase dan
selulose. Enzim-enzim termasuk ke dalam komponen antipiretik yaitu asam
arakhidonat, antipurin,antiracun dan vitamin. Kandungan zat tersebut yang
nantinya berfungsi untuk menurunkan suhu tuhub dan menghabat pertumbuhan
bakteri.
Cacing tanah digunakan sebagai antipiretik, antibakteri, antispamodik,
antipiuretik, diuretik dan detoksik. Selain itu, telah diketahui bahwa cacing tanah
juga memiliki efek antiosmotik, antihipertensi dan antialergi. Sedangkan untuk
cacing tanah yang dikeringkan juga bermanfaat untuk menyembuhkan luka,
radang tenggorokan, serta mengurangi batuk kronis, difteri, rhematik, bronchitis,
tuberculosis dan dapat membantu proses kelahiran (Waluyo, 2006).
Sumardi (1999) menjelaskan bahwa jenis mikroba yang ditemukan di
dalam tubuh cacing Lumbricus rubellus yaitu berbagai jenis Streptomyces dan
jenis-jenis mikromonospora. Berdasarkan jenis Streptomyces yang ditemukan
pada tubuh cacing Lumbricus rubellus dimungkinkan juga ditemukan pada tubuh
cacing Pheretima javanica. Sehingga cacing tanah Pheretima javanica juga dapat
dimanfaatkan sebagai obat alternatif sebagai obat menyembuhkan penyakit tifus.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Muzaiyanah, 2017), cacing
tanah dibuat menjadi serbuk dengan cara dikeringkan 6-7 hari, kemudian dioven
selama 4 jam dengan suhu 40°C. Setelah dioven, cacing diblender sampai halus,
disaring dan ditimbang dengan dosis yang telah dikonversikan dari dosis manusia
ke tikus putih. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh serbuk
cacing tanah (Pheretima javanica) terhadap penyembuhan penyakit tifus pada
tikus putih jantang, dan terbukti bahwa pemberian serbuk cacing tanah
(Pheretima javanica) berpengaruh signifikan terhadap penyembuhan penyakit
tifus pasca infeksi bakteri Salmonella typhi pada tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan.

b. Lebah

9
Lebah Apis melifera menghasilkan lebih banyak madu dibandingkan
dengan lebah lokal jenis lain seperti Trigona sp., tapi menghasilkan lebih sedikit
propolis. Propolis merupakan salah satu produk alami lebah madu yang banyak
manfaatnya. Khasiat propolis yang dihasilkan lebah sudah banyak dikenal..
Beberapa penemuan dan penelitian memberikan informasi bahwa propolis bersifat
sebagai antimikrob, antibakteri, antivirus dan anti fungi. Bagi lebah sendiri,
propolis digunakan untuk menambal retak dan menutup celah sarang, melindungi
telur dari kebusukan serta mensterilkan makanannya.
Propolis adalah resin lengket yang dikumpulkan oleh lebah madu yang
digunakan sebagai lem untuk sarangnya. Lebah mengumpulkan bahan ini dari
pucuk daun yang muda, kulit kayu, dan dari bagian tumbuhan lain (Gojmerac
1983).
Propolis lebah madu bersifat anti bakteri yang membunuh semua kuman
penyakit yang masuk ke sarang lebah. Biasanya propolis digunakan oleh lebah
pekerja untuk melapisi bagian dalam rongga sarang dan mengurangi ukuran pintu
masuk sarang. Hal tersebut bertujuan untuk menggunakan efek antibakteri dan
antifungi propolis sehingga melindungi koloninya dari penyakit. Propolis sering
disebut dengan Russian penicillin karena terkait dengan penelitian intensif para
ilmuwan Rusia pada lebah pekerja. Propolis merupakan antimikroba yang kuat
yang melawan berbagai infeksi bakteri, fungi, bahkan bakteri Streptococus sp
telah menunjukkan reaksi yang sensitif terhadap propolis (Draper’s Super Bee
Apriaries 2007). Karena kemampuan antimikrobanya, propolis disebut “antibiotik
alami”.
Senyawa aktif yang memberikan efek antibakteri adalah pinochembrin,
galangin, asam kafeat, dan asam ferulat. Senyawa antifunginya adalah
pinochembrin, pinobanksin, asam kafeat, benzil ester, sakuranetin, dan
pterostilbene. Zat aktif yang diketahui bersifat antibiotik adalah asam ferulat. Zat
ini efektif terhadap bakteri gram positif dan negatif. Asam ferulat juga berfungsi
dalam proses pembekuan darah sehingga bisa dimanfaatkan untuk mengobati luka
dan dalam bentuk salep (Winingsih 2004).
Senyawa tanin dalam ekstrak propolis diduga memiliki sifat antimikrob
karena kemampuannya dalam menginaktifkan protein, enzim, dan lapisan protein
transpor. Sifat antibakteri dari senyawa tanin didukung dengan penelitian oleh
Yulia ( 2006) yang menyatakan bahwa senyawa tanin yang terdapat dalam ekstrak
teh dapat menghambat pertumbuhan bakteri kariogenik.
Hasil uji fitokimia menunjukkan ekstrak propolis yang di dapat
mengandung senyawa tripernoid. Tripernoid dapat ditemukan pada lapisan lilin
buah, damar, kulit, batang dan getah yang memungkinkan digunakan sebagai
sumber resin propolis oleh lebah. Rasa pahit pada ekstrak pada propolis
disebabkan adanya senyawa triperna dalam ekstrak tersebut.

10
Berdasarkan penelitian yang telah dilaukan oleh (Agustrina, 2011) membuktikan
bahwa ekstrak propolis lebah madu Apis melifera memberikan efek positif
terhadap 2 bakteri uji, Streptococus mutans, Escheria coli.
Selain propolis, lebah juga menghasilkan royal jelly dengan komposisi
kimia yang komplek. Hal itu membuat royal jelly mempunyai khasiat atau efek
fisiologis yang bermacam-macam terhadap organisme lain di samping lebah madu
itu sendiri. Zat antibakteri yang ditemukan dalam royal jelly adalah asam 10-
hidroksi-2-decenoat (Blum et al. 1959) dan Royalisin (Fujiwara et al. 1990).
Asam 10- hidroksi-2-decenoat berbentuk asam lemak dengan struktur
HO(CH2)7CH=CHCOOH. Asam lemak ini terdapat dalam jumlah 10% dari
keseluruhan royal jelly kering (Budavari et al. 1969). Royalisin berbentuk protein
dan hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui daya hambat propolis lebah dan royal jelly terhadap
S. aureus secara in vitro dan lama waktu kesembuhan abses yang disebabkan S.
aureus dengan pemberian propolis lebah dan royal jelly.
Aktivitas anti inflamasi royal jelly dengan menurunkan kelembaban dan
kandungan kolagen yang menunjukkan penghambatan eksudasi dan menurunkan
permeabilitas kapiler (Fuji et al, 1990). Sebagai antibakterial Royal jelly mampu
menghambat bakteri Gram negatif maupun bakteri Gram positif karena
kandungan asam lemak dan kadar gula yang tinggi menyebabkan cairan bakteri
terserap keluar (Blum et a.l 1959). Selain itu royalisin dalam royal jelly
mempunyai mekanisme kerja merusak membran potensial bakteri (Fujiwara et al.
1990). Royalisin mengandung kadar sistein yang tinggi (6 residu) dan
dihubungkan oleh tiga ikatan sulfida. Efektifitasnya terhadap bakteri Gram positif
dapat dianalogkan dengan dua peptida mikrobiosidal MCP1 dan MCP2 dari
makrofag dan leukosit yang juga memiliki tiga ikatan sulfida di tiap molekul serta
menunjukkan hambatan yang selektif terhadap bakteri Gram positif termasuk
Staphylococcus aureus.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Dharmayanti dkk, 2000) secara in
vitro membuktikan bahwa propolis lebah dan royal jelly dapat digunakan untuk
penyembuhan abses yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dengan waktu
penyembuhan antara keduanya yang tidak berbeda. Hal ini disebabkan karena
propolis lebah dan royal jelly mempunyai khasiat yang sama yaitu sebagai
antibakterial dan anti inflamasi, yang sangat berguna dalam penyembuhan abses.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman dan Hadjib. 2011. Sifat Papan Partikel dari Kayu Kulit Manis
(Cinnamomum burmanii BL). Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 No. 2,
Juni 2011: 128-141

Alusinsing G dkk. 2014. Uji Efektivitas Kulit Batang Kayu Manis (Cinnamomum
Burmanii) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih Jantan Galur
Wistar (Rattus Norvegicus) yang Diinduksi Sukrosa. Pharmacon Jurnal
Ilmiah Farmasi – Unsrat Vol. 3 No. 3.

12
Bandara T et al. 2011. Bioactivity of Cinnamon with Special Emphasis on
Diabetes Mellitus: A review. International Journal of Food Sciences and
Nutrition, 2011; Early Online: 1–7

Bernardo MA et al (2015). Research Article: Effect of Cinnamon Tea on


Postprandial Glucose Concentration. Journal of Diabetes Research. Volume
2015, 6 pages

Bisset, N. G and Wichtl, M., 2001, Herbal Drugs and Phytopharmaceuticals, 2nd
edition., 67-69,Medpharm Scientific Publishers, Germany
Daker M et al. 2013. Inhibitory Effects of Cinnamomum Burmannii Blume Stem
Bark Extract and Trans-Cinnamaldehyde on Nasopharyngeal Carcinoma
Cells; Synergism With Cisplatin. Experimental and Therapeutic Medicine
2013 Jun; 5(6): 1701–1709. Spandidos Publications

Denian. A., 1996. Seleksi massa dan uji turunan kayumanis. Laporan Hasil
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. BPTP Sukarami. Solok. Sukarami.

Dwi, I.R. 2015. Pengaruh Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmanii)


Terhadap Gambaran Hispatologi dan Kadar SGOT SGPT Hepar Tikus yang
Diinduksi Parasetamol. Semarang. Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Negeri Semarang.

Ferry. Y.2013. Prospek Pengembangan Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii L)


Di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. SIRINOV,
Volume 1, No.1, ( Hal : 11 – 20).

Herdiani, E. 2012. Potensi Tanaman Obat Indonesia. Indonesia: BBPP Lembang.

Hernani, 1988. Penyulingan minyak dahan dan ranting kayumanis, Bulletin


Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol. 3 No. 1 Bogor.

Hidayat, D, Hardiansyah, G. 2012. Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat


di Kawasan Kabupaten Sintang.

Kondoy S dkk. 2013. Potensi Ekstrak Etanol Daun Kayu Manis (Cinnamomum
Burmanii) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Dari Tikus Putih
Jantan (Rattus Norvegicus) Yang Di Induksi Sukrosa. Pharmacon Jurnal
Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 2 No. 03

Kusumaningtyas ID dkk. 2014. Pengaruh Seduhan Kayu Manis (Cinnamomum


burmanii) Terhadap Struktur Pankreas Mencit (Mus musculus) Strain Balb-
C Diabetik. Jurnal Ilmu Dasar, Vol.15 No.2, Juli 2014: 69-73

Nisa LC dan Triastuti R. 2014. Aktivitas Antibakteri Kulit Kayu Manis


(Cinnamomum Burmanni) Dengan Cara Ekstraksi Yang Berbeda Terhadap
Escherichia Coli Dan Staphylococcus Aureus. Naskah Publikasi. Diakses
30-11-2017

13
Nurdjanah. N., 1992. Pengolahan kayumanis. Edisi khusus Litro Vol. VIII. No. 1.

Ravindran, P. N., Nirmal Babu, K and M. Shylaja. 2004. Cinnamon and Cassia
The Genus Cinnamomum: Medicinal and Aromatic Plants – Industrial
Profiles. CRC Press, Washington. D. C, USA.

Rusli, S. dan A. Abdullah. 1988. Prospek pengembangan kayu manis di


Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. VII (3)

Sedarnawati, Y. dan D. Hanny. 2008. Evaluasi Mutu Minuman Teh-Kayumanis


Selama Penyimpanan. Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Bogor. 48 hlm.

Shan B et al. 2007. Antibacterial Properties and Major Bioactive Components of


Cinnamon Stick (Cinnamomum Burmannii): Activity Against Foodborne
Pathogenic Bacteria. Journal Agriculture Food Chemistry. 2007 Jul
11;55(14):5484-90.

Tjahjani S dkk. 2014. Efek Ekstrak Etanol Kayu Manis (Cinnamomum


burmannii) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah. Online.
http://repository.maranatha.edu/12623/10/1110110_Journal.pdf

Wijayakusuma, H. M. 2008. Ramuan Lengkap Herbal Sembuhkan Penyakit.


PustakaBunda. Jakarta.

Zuhud, E. A. M.,Hidayat. 2009. Potensi Hutan Tropika Indonesia sebagai


penyangga bahan obat alam untuk kesehatan bangsa. Jakarta.
Ma’sum, K dan Murdiantini., 1991. Traditional Veterinary Medicine For
Ruminants In East Java. Proceedings of a Workshop held at the Central
Research Institute for Animal Science.Bogor.
Gultom,D., Prawirodigdo,S,. Dirdjopratono, W., Muryanto dan Subiharta. The
Use of Traditional Medicine For Small Ruminants In Central Java.
Proceedings of a Workshop held at the Central Research Institute for
Animal Science. Bogor.
Herlina, Rose.Dkk. 2002. Khasiat dan manfaat jahe merah si rimpang ajaib.
Depok : PT Agro Media Pustaka

14

Anda mungkin juga menyukai