Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Prinsip Dasar Fiksasi, Dehidrasi, dan Penjernihan


pada Hewan dan Tumbuhan
Dosen Pengampuh:
A.Irma Suryani, S.Pd , M.Si

Disusun oleh kelompok 2:

- Lisa Ariyanti (1714440006)


- Umi Kalsum (1714440011)
- Stevhani Febryaningsih (1714441004)
- Melnisa Christy Amelia (1714441009)
- Kusmira Nurfadillah (1714041007)
- Wulandari (1814040018)

PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
atas rahmatNya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul
Prinsip Dasar Fiksasi, Dehidrasi, dan Penjernihan pada Hewan dan
Tumbuhan ini dengan tepat waktu.Makalah ini membahas mengenai Penyayatan
dan penempelan dan yang berhubungan dengan hal tersebut. Penulisan makalah
ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mikroteknik.
Kami sadar dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk
menyempurnakan makalah ini.Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu sehingga tersusunnya makalah ini.

Maskassar, 26 September 2020

Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mikroteknik merupakan teknik pembuatan sediaan atau preparat secara
mikroskopis, tentunya pendekatan secara teoritis saja tidaklah memadai untuk
memahami secara menyeluruh mengenai mikroteknik, sebab yang namanya teknik
lebih menekankan pemahaman pada aplikatifnya meskipun pada dasarnya
landasan teoritis juga diperlukan dalam rangka memberikan beberapa petunjuk
yang harus dilakukan agar proses pembuatan preparat sesuai dengan prosedural
kerja dan alasan penggunaan ataupun pemilihan bahan yang akan digunakan
dalam pembuatan sediaan mikroskopis. Banyak teknik yang dapat digunakan
dalam membuat suatu preparat, salah satu teknik dalam pembuatan preparat
adalah menggunakan metode whole mount.
Mikroteknik adalah ilmu yang mempelajari tentang pembuatan
preparat.Dalam setiap pembuatan preparat pada umumnya selalu dilakukan
fiksasi terlebihdahulu. Sedangkan fiksasi itu sendiri adalah suatu cara atau proses
(metode) yang bertujuan untuk mematikan sel tanpa mengubah fungsi
dan struktur di dalam selitu sendiri. Jika telah dilakukan fiksasi maka
preparat yang dibuat akan menjadi lebih awet dan tahan lama.
Untuk mengamati jaringan dengan mikroskop maka jaringan yang ada
dalam blok harus di sayat (sectioned) setipis mungkin dan kemudian ditempel
(affixed) pada permukaaan slide. Tujuan utama penyayatan dalah untuk
menghasilkan irisan atau sayatan jaringan setipis mugkin tanpa merusak struktur
umum jaringan tersebut. Untuk meghasilkan sayatan seperti ini dibutuhkan
peralatan yang khusus disebut mikrotom.
Dehidrasi adalah suatu cara atau proses (metode)
p e n g u r a n g a n a t a u  penghilangan air dari dalam sel. Penjernihan adalah suatu
cara atau proses (metode) yang digunakan untuk menghilangkan warna asli suatu
preparat supayaketika pemberian warna yang baru menjadi lebih sempurna daripada
warnaa s l i n y a . Fungsi dari dehidrasi pada metode
pembuatan preparat d e n g a n  penyelubungan agar parafin dapat
terinfiltrasi dengan sempuna. Sediaan adalah benda yang akan diamati strukturnya.
Berdasarkan penjelasan diatas maka makalah ini berisi materi mengenai penjelasan
dari Prinsip Dasar Fiksasi, Dehidrasi, dan Penjernihan pada Hewan dan
Tumbuhan.

B. Rumusan masalah
1 . Bagaimana prinsip dasar fiksasi pada hewan dan tumbuhan ?
2 . Bagaimana prinsip dasar dehidrasi pada hewan dan tumbuhan ?
3 . Bagaimana proses penjernihan pada hewan dan tumbuhan ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fiksasi
Fiksasi jaringan adalah proses mengawetkan jaringan agar awet dan kondisinya
sama seperti hidup. Dilakukan dengan merendam jaringan ke lartutan fiksasi (volume min
10x besar jar) selama 24 jam (Mikel, 2004).
Pengawetan (fiksasi) adalah stabilitasi unsur penting pada jarimgan sehingga unsur
tersebut tidak terlarut, berpindah, atau terdistorsi selama prosedur selanjutnya. Fiksasi
yang benar adalah dasar dari semua preparat yang baik. Efek fiksasi terhadap jaringan
yang diproses adalah menghambat proses pembusukan dan autolysis, pengawetan
jaringan, pengerasan jaringan, pemadatan koloid, diferesiansi optic, dan berpengaruh
terhadap pewarnaan. Sejumlah factor akan mempengaruhi proses pengawetan yaitu dapar,
penetrasi, volume pengawet, konsentrasi, interval waktu, suhu, dan jenis larutan
pengawet (Sipahutar, 2009).
1. Manfaat dan Tujuan Fiksasi
Fiksasi terhadap jaringan harus dilakukan secepat mungkin, segera
setelah jaringan hewan atau manusia diambil dari tubuhnya dengan tujuan
(Mikel, 2004) :
a. Mencegah terjadinya proses autolisis yaitu larutnya sel yang diakibatkan oleh
proses – proses yang dipengaruhi enzim dari dalam sel itu sendiri.
b. Mencegah proses pembusukan yaitu proses penghancuran jaringan yang
diakibatkan oleh aktifitas bakteri dan biasanya disertai dengan pembentukan
gas.
c. Memadatkan dan mengeraskan agar mudah untuk dipotong. Untuk jaringan
yang lunak seperti jaringan otak akan sulit dipotong jika tanpa dilakukan oleh
cairan fiksasi.
d. Memadatkan cairan koloid, mengubah konsistensi dari bahan seperti cairan
yang terdapat didalam jaringan menjadi konsistensi lebih padat.
e. Mencegah keruskan struktur jaringan. Dengan proses masuknya cairan fiksasi
kedalam sel lewat membran sel yang bersifat semipermeabel secara osmosis
atau penyerapan.
2. Prinsip-Prinsip Dasar Fiksasi
Untuk dapat menghasilkan efek fiksasi dengan baik, ada beberapa faktor
yang harus dipenuhi oleh suatu proses fiksasi, anatar lain :
a. Koagulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid didalam sel karena
adanya penambahan bahan kimia atau pemberian perlakuan fisik sehingga
partikelpartikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan. Koagulasi pada
proses fiksasi dapat terjadi pada protein yang ada didalam sel atau kandungan
lainnya yang dianggap perlu dipertahankan akibat degrasi yang terus berlangsung
(Khristian & Inderiati, 2017)
b. Presipitasi
Secara umum presipitasi adalah pengendapan yang terjadi akibat koagulasi
yang terjadi sebelumnya. Presipitrasi yang diharapkan ketika proses fiksasi adalah
presipitasi protein, yang mana protein inilah yang menjadi salah satu faktor utama
pembusukan (Khristian & Inderiati, 2017)
3. Efek Fiksasi Pada Jaringan
Beberapa efek fiksasi pada sampel yang berupa jaringan, yaitu
(Mikel, 2004):
a. Menghambat proses pembusukan dan autolysis
Fiksasi akan menghambat terjadinya pembusukan yang disebabkan
oleh kuman pembusuk dari dalam atau luar tubuh. Waktu pembusukan
untuk setiap jaringan / organ adalah berbeda tergantung pada konsistensi
dan kandungan unsur penyusun jaringan. Otak dan usus sangat rentan
terhadap proses pembusukan dibandingkan dengan jaringan tubuh lainnya.
Autolisis adalah proses kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan
enzim-enzim proteolitik yang terdapat pada sel / jaringan tersebut. Proses
proteolitik ini akan lebih cepat terjadi pada suhu tropik (24 - 36 ° C).
Proses proteolitik juga lebih mudah terjadi di negeri tropis dibanding
dengan iklim sub tropik. Untuk menghindari proses pembusukan dan
autolisis, jaringan harus segera dimasukkan ke dalam cairan fiksasi segera
setelah kematian atau diambil dari tubuh. Bila keadaan tidak
memungkinkan, jaringan dapat disimpan sementara dengan dibekukan
dalam ruang bertemperatur dingin (freezer, -20 ° C) atau dengan nitrogen
cair (-70 ° C)
 Pengawetan jaringan
 Pengerasan jaringan
 Pemadatan koloid
 Fiksasi akan mengubah konsistensi sel yang setengah cair (sol) menjadi lebih
padat (gel).
 Optik diferensiasi
Fiksasi akan mengubah indeks refraksi berbagai unsur sel dan
jaringan. Sebelum diwarnai, struktur jaringan yang telah difiksasi akan
lebih mudah dilihat dibandingkan dengan struktur jaringan yang belum
difiksasi.
4. Macam Cara Pengawetan Jaringan
Cara melakukan pengawetan jaringan ada 3 macam, yaitu
(Sipahutar, 2009) :
a. Supravital/intravital;
Teknik ini memungkinkan fiksatif mencapai seluruh jaringan
dengan lebih cepat karena fiksatif dialirkan ke seluruh tubuh melalui
perfusi dengan mesin perfusi. Alat yang digunakan adalah mesin
perfusi, wing needle, selang infus. Bahan yang digunakan adalah NaCl
fisiologis dan larutan pengawet.
Cara mengerjakannya adalah sebagai berikut : wing needle ditusuk
ke ventrikel kiri. Alirkan NaCl fisiologis secukupnya. Buat
guntingan/lubang pada atrium kanan. NaCl fisiologis dialirkan
secukupnya lalu diganti dengan fiksatif yang sesuai. Mesin perfusi
akan mengambil alih fungsi jantung untuk mengalirkan fiksatif melalui
pembuluh darah. Fiksasi dilakukan hingga hewan menjadi kaku. Pada
tikus (rat), hal tersebut ditandai dengan kakunya ekor tikus.
Selanjutnya jaringan yang diinginkan diambil dan difiksasi rendam.
Jika anda tidak memiliki mesin perfusi, gunakan tekanan hidrostatik
dengan meninggikan botol berisi larutan fiksasi dalam posisi cukup
tinggi seperti melakukan infuse.
a. Merendam dalam larutan fiksatif.
b. Fiksasi Kering
Sewaktu secret masih segar semprotkan segera hairspray atau alcohol
95% spray pada obyekglass yang mengandung apusan secret dengan jarak
10-15 cm sebanyak 2-4x semprot keringkan di udara terbuka 5-10 menit.
5. Jenis-Jenis Larutan Fiksasi
Macam-macam larutan fiksasi dibedakan menjadi dua yaitu larutan
fiksatif sederhana dan larutan fiksatif majemuk atau campuran (Morgan et
al., 2010)
1) Larutan Fiksatif Sederhana
Hanya mengandung satu macam zat saja. Contohnya, yaitu :
a) Etanol 70-100 %.
Fiksasi ini biasanya digunakan untuk sajian apusan dan tidak
digunakan untuk fiksasi jaringan, sebab larutan fiksatif ini mempunyai
daya penetrasi yang lambat ke dalam jaringan dan cenderung
mengeraskan jaringan bila jaringan direndam terlalu lama di dalam
larutan fiksasi ini. Larutan ini memfiksasi jaringan dengan cara
mendenaturasi protein dan mempresipitasi glikogen. Apabila fiksatif ini
dicampur dengan reagen lainnya seperti larutan Carnoy, fiksasi
berlangsung cepat. Untuk keperluan imunositokimia, larutan metanol
absolut dan aseton absolute dengan perbandingan sama dalam suhu -20°
C sering digunakan.
b) Formaldehyde 4-10%
Larutan formalin merupakan cairan fiksasi yang paling
umum digunakan. Larutan formalin yang digunakan adalah
formalin 10%. Formula yang digunakan adalah :
Formalin (Formaldehida 40%)............................................. 10 ml

Air ......................................................................................... 90 ml

Formaldehida 40% adalah gas yang larut dalam air dengan


volume 40% dari total berat larutan. Larutan jenuh ini secara
komersial diperdagangkan sebagai formalin atau formaldehyde
40%. Telah disepakati bahwa yang dimaksud dengan formaldehyde
40% sama dengan larutan jenuh gas formaldehida dalam akuades.

Formalin terutama terdapat dalam bentuk polimer dari


formaldehida. Bentuk ini tak dapat digunakan untuk fiksasi; yang
dapat digunakan adalah bentuk monomernya. Untuk menghasilkan
formalin dalam bentuk monomer diperlukan waktu, kecuali bila pH
larutan dibuat netral atau sedikit alkalis, karena kecepatan
depolarisasi tergantung pada pH. Jadi jangan sekalikali
menggunakan formalin 10% yang baru dibuat karena jaringan akan
membusuk sebelum terfiksasi dengan baik. Selain itu formalin
bersifat asam karena mengandung asam formiat akibat oksidasi
formaldehida. Oleh sebab itu larutan formalin 10% harus dibuat
netral atau sedikit alkalis dengan menggunakan larutan dapar fosfat
dengan pH 7,2 sebagai pelarut, atau dengan menambahkan kalsium
asetat. Larutan yang paling mudah dan murah adalah larutan
formalsaline dengan formula :
Formalin (40% formaldehyde) ............................................ 100 ml
Natrium klorida (NaCl)......................................................... 9 gram
Aquades............................................................................... 900 ml
Larutan dapar formalin 10% yang sering digunakan adalah :
Formal Calcium
Formalin (40% formaldehyde) ...................................................... 10 ml
Kalsium asetat .................................................................................. 2 gr
Aquades ................................................................................... ad 100ml

Formal Calcium
Formalin (40% formaldehyde)....................................................... 10 ml
Kalsium klorida ........'....................................................................... 2 gr
Aquades ...................................................................................ad 100 ml
Neutral Buffered Formalin
Formalin ........................................................................................ 10 ml
Acid sodium phosphate monohydrate ......................................... 0,40 gr
Anhydrous disodium phosphate .................................................. 0,65 gr
Aquades ...................................................................................ad 100 ml

Buffered Formalin Sucrose


Formalin ........................................................................................ 10 ml
Sukrosa.......................................................................................... 7,5 gr
Phosphate buffer saline (pH 7,4).............................................ad 100 ml
Cairan formalin akan mengawetkan struktur halus (fine
structure) dengan sangat baik, fosfolipida, dan beberapa enzim.
Cairan ini sangat dianjurkan untuk dipakai pada penelitian
gabungan sitokimia dan mikroskopi elektron. Untuk mendapatkan
hasil terbaik, jaringan harus didinginkan dalam refrigerator (4° C).
Kelebihan larutan fiksatif formalin
 Merupakan cairan pengawet umum
 pH mendekati netral;
 Pigmen formalin (acid formaldehyde haematin) tidak terbentuk.
Pembentukan pigmen formalin akan terjadi bila terdapat
interaksi antara larutan formalin ber-pH asam dengan hemoglobin
atau produknya. Pigmen formalin sering dijumpai pada organ yang
mengandung banyak darah seperti hati, limpa, dan sumsum tulang.
Pigmen formalin dapat dihilangkan dengan perlakuan asam pikrat-
alkohol atau larutan alkohol 1% dalam natrium hidroksida (NaOH)
saat rehidrasi irisan jaringan. Larutan Asam Pikrat-Alkohol
(rendam selama ½ - 2 jam)
Larutan asam pikrat jenuh dalam alkohol 70%...................85 ml

Alkohol 70%.......................................................................15 ml
 Potongan jaringan dapat ditinggalkan di dalam cairan formal-saline untuk
jangka waktu lama (dapat sampai 1 tahun) tanpa ada perubahan yang
berarti ;
 Bila diperlukan, jaringan yang direndam dalam cairan fiksatif ini dapat
diambil dan dimasukkan ke dalam cairan fiksatif lain.
Kekurangan larutan fiksatif formalin adalah:
 Jaringan yang difiksasi dengan cara rendam memerlukan waktu
sedikitnya 24 jam baru dapat diproses.
 Terjadi pengerutan pada jaringan. Pengerutan ini tidak disebabkan
fiksatif formalin (yang menimbulkan sedikit pembengkakan) namun oleh
alkohol dalam proses dehidrasi.
 Formaline-saline menjadi asam saat disimpan lama karena formaldehida
teroksidasi menjadi asam format. Jaringan yang disimpan beberapa bulan
sering gagal menghasilkan pewarnaan yang baik.
c) Asam asetat 0,3-5% ; Asam pikrat ; asam Chromiat 0,5-1 %.
Fiksasi ini digunakan untuk mendemonstrasikan glikogen.
Larutan ini akan mencegah karbohidrat menjadi larut sebelum
unsur protein selesai difiksasi. Karena formalin dan alkohol
merupakan zat dengan penetrasi cepat, larutan ini merupakan
fiksatif yang kerjanya cepat. Jaringan dengan ketebalan 5 mm
selesai difiksasi dalam 4 jam. Asam asetat tidak pernah digunakan
sendiri karena efek pembengkakan pada serat kolagen, tetapi ia
digunakan untuk meniadakan pengerutan yang disebabkan oleh
reagen lainnya. Asam asetat dapat memresipitasi nukleoprotein
namun asam asetat juga mampu merusak/menghancurkan
mitokondria dan aparatus Golgi.
Formula larutan fiksatif ini adalah:

Formalin .................................................................................... 5 ml

Asam asetat glasial ................................................................... 5 ml

Alkohol 70% .......................................................................... 90 ml

6) Larutan Fiksatif Majemuk atau campuran.


Mengandung lebih dari satu macam zat. Contohnya yaitu :
a) Larutan Bouin (asam pikrat, formalin dan asam asetat glasial).
Cairan fiksasi ini mengandung larutan asam pikrat jenuh. Asam
pikrat merupakan zat Berbentuk serbuk bewarna kuning seperti kunyit.
Asam pikrat mudah meledak dalam keadaan kering sehingga harus
disimpan dalam keadaan lembab. Asam pikrat jenuh dibuat dengan
cara melarutkan serbuk asam pikrat dalam air hingga jenuh (terdapat
endapan serbuk pikrat di dasar larutan). Asam pikrat
mempresipitasikan protein dengan membentuk ikatan pikrat-protein.
Asam pikrat menyebabkan rusaknya eritrosit, karena menghilangkan
fe3+ terutama bila fe3+ berada dalam jumlah sedikit, namun dapat
melindungi rna dari proses perusakan oleh enzim ribonuklease.
Kelebihan dari larutan Bouin adalah:
 Mempunyai daya penetrasi yang cepat dan merata, tetapi dapat
menyebabkan terjadinya sedikit pengerutan. Untuk mengatasi hal ini, ke
dalam larutan Bouin biasanya ditambahkan asam asetat glasial sesaat
sebelum dipakai. Waktu fiksasi cepat yaitu 24 jam, tetapi potongan kecil
dengan ketebalan kurang dari 2-3 mm dapat selesai difiksasi dalam 2-3
jam. Jika jaringan difiksasi lebih lama dari 24 jam, jaringan akan
menjadi rapuh dan sulit diiris. Penyimpanan yang lama dalam etanol
70% dapat mengakibatkan pengerutan jaringan. Asam asetat glasial
sendiri mempunyai kemampuan untuk fiksasi meskipun rendah. Asam
asetat glasial biasanya digunakan bersama-sama dengan larutan fiksatif
lain dan berfungsi untuk meniadakan pengerutan yang disebabkan oleh
larutan lainnya. Nukleoprotein dipresipitasi oleh asam asetat dan sering
ditambahkan pada zat warna hematoksilin agar nukleus tampak jelas dan
tajam. Jaringan yang telah difiksasi sebaiknya dipindahkan ke etanol
70%. Penyimpanan yang lama dalam etanol 70% dapat mengakibatkan
pengerutan jaringan.
 Memberikan warna cemerlang bila diwarnai dengan metoda trichrome.

 Sangat baik untuk memperlihatkan nukleus dan kromosom seperti pada


sel benih testis dan ovum, embrio, dan kulit.
 Warna kuning membuat jaringan mudah dilihat saat perendaman dan
pengirisan jaringan.
Kekurangan dari larutan Bouin adalah:
 Jaringan yang difiksasi dengan larutan Bouin harus segera dilakukan
proses dehidrasi setelah 24 jam. Bila jaringan direndam terlalu lama
(>24 jam) dapat menyebabkan kerapuhan pada jaringan sehingga tidak
mungkin untuk dipotong dengan mikrotom secara baik.
 Warna kuning pada jaringan akibat kelebihan pikrat. Untuk
menghilangkan warna kuning, jaringan harus dicelup dalam alkohol atau
dengan mencucinya dalam air kran semalam. Oleh karena terbentuk
beberapa ikatan pikrat yang larut dalam air, jaringan harus segera
dipindahkan ke dalam alkohol.
Formula larutan fiksatif Bouin adalah:

Larutan asam pikrat jenuh ........................................................... 75 ml

Formalin (40% formaldehida)..................................................... 25 ml

Bila akan digunakan, tambahkan " asam asetat glasial" ............... 5 ml

b) Larutan Zenker (merkuri chlorida, potassium dichromate, aquadest).


Larutan fiksatif Zenker mengandung merkuri klorida yang
berfungsi untuk mempresipitasi protein. Merkuri klorida akan
mengikat gugus asam protein dan gugus asam fosfat nukleoprotein,
dan juga bereaksi secara khusus dengan gugus tiol (−SH).
Kelebihan dari larutan fiksatif Zenker adalah:
 Daya fiksasinya cepat dan kuat, tetapi kecepatan penetrasinya berkurang
setelah meresap sejauh beberapa milimeter pertama dan potongan
jaringan yang melebihi ketebalan 5 mm pada umumnya cenderung untuk
menjadi keras (rapuh), overfixed di bagian pinggir sementara di bagian
tengah menjadi lunak karena underfixed. Untuk mengatasi hal tersebut
larutan fiksatif ini biasanya dikombinasi dengan asam asetat, formalin,
kalium dikromat, dan sebagainya. Waktu fiksasi umunya 6-24 jam.
 Fiksatif ini sangat baik untuk fiksasi sumsum tulang dan limpa serta
organ lain yang banyak mengandung darah seperti jantung dan otot
 Warna sitoplasma jaringan yang difiksasi dengan larutan fiksatif ini akan
lebih cemerlang.
Kekurangan dari larutan fiksatif Zenker adalah:
 Pemaparan jaringan di dalam larutan fiksatif ini yang melebihi waktu
yang ditentukan akan mengakibatkan jaringan menjadi rapuh (keras),
overfixed di bagian perifer dan underfixed di tengahnya. Jaringan seperti
ini tidak dapat dipotong dengan mikrotom.
Formula larutan Zenker adalah sebagai berikut :
Merkuri klorida.................................................................................. 5 gr
Kalium dikromat……..................................................................... 2,5 gr
Natrium sulfat..................................................................................... 1 gr
Akuades.................................................................................... ad 100 ml
Tambahkan formalin segera sebelum pemakaian.............................. 5
ml

7) Pengaruh Fiksasi Terhadap Pewarnaan


Cairan fiksasi dapat mempengaruhi reaksi histokimia karena
mengikat bagian reaktif jaringan. Ada sejumlah faktor yang akan
mempengaruhi proses pengawetan (Schichnes et al., 2007) :
a) Dapar
Pengawetan sebaiknya dikerjakan pada pH yang mendekati netral,
6 – 8. Jaringan hipoksia menurunkan pH, sehingga harus terdapat
kapasitas dapar pada pengawet untuk mencegah keasaman yang
berlebihan. Keasaman memudahkan terbentuknya pigmen heme-
formalin yang akan muncul sebagai deposit hitam yang dapat
terpolarisasi di jaringan. Dapar umum terdiri atas fosfat, bikarbonat,
kakodilat, dan veronal.
b) Penetrasi
Penetrasi jaringan bergantung pada kemampuan difusi masing-
masing fiksatif. Formalin dan alkohol adalah yang terbaik sementara
glutaraldehida adalah terjelek. Merkuri dan yang lainnya berada di
antaranya. Untuk mengatasi ini, jaringan diiris dengan ketipisan 3–5
mm. Jaringan yang tipis akan lebih mudah dipenetrasi daripada jaringan
tebal. Untuk pekerjaan rutin, jaringan dapat dibuat dengan ketebalan
hingga 1 cm. Dengan ketebalan ini, diharapkan cairan fiksasi dapat
dengan cepat memfiksasi seluruh jaringan. Bila irisannya terlalu tebal,
maka permukaan luarnya saja yang berhasil difiksasi sedangkan bagian
tengahnya dapat membusuk sebelum cairan fiksasi sempat
merembes/menginfiltrasi ke sana. Untuk mikroskopi elektron, ketebalan
irisan jaringan adalah 1 mm.
c) Volume Pengawet
Volume pengawet adalah penting. Sebaiknya, volume pengawet
adalah 10 x volume jaringan yang difiksasi. Besarnya volume jaringan
menentukan volume fiksasi yang diperlukan sedangkan tebalnya
jaringan menentukan lamanya fiksasi. Panjang dan lebar jaringan
umumnya ditentukan oleh jenis mikrotom yang digunakan.
d) Konsentrasi
Konsentrasi pengawet sebaiknya diatur ke kadar terendah yang
mungkin, karena pertimbangan ekonomis. Konsentrasi formalin terbaik
adalah 10%, sedangkan glutaraldehida pada 0,25% - 4%. Konsentrasi
yang terlalu tinggi dapat menimbulkan artefak yang sama dengan panas
yang berlebihan.
e) Interval Waktu
Jaringan yang didapat harus segera diawetkan. Artefak akan timbul
bila jaringan mengering, sehingga bila belum mendapat pengawet,
rendamlah dalam larutan garam fisiologis. Semakin lama jaringan
menunggu untuk diawetkan, semakin banyak kehilangan organel sel dan
pengerutan nukleus sehingga banyak artefak terbentuk.
f) Suhu
Peningkatan suhu, seperti reaksi kimia lainnya, akan meningkatkan
laju pengawetan. Ini tidak berarti bahwa anda dibenarkan untuk merebus
jaringan dalam bahan pengawet. Formalin yang panas akan
mengawetkan lebih cepat.
g) Jenis Larutan Pengawet
` Jenis larutan fiksasi yang akan digunakan bergantung pada jenis
unsur jaringan yang ingin didemonstrasikan dan pewarnaan yang akan
dilakukan.

B. Dehidrasi
Dehidrasi merupakan langkah ke dua dalam pemerosesan jaringan. Proses
ini (Gb-2) bertujuan untuk mengeluarkan seluruh cairan yang terdapat dalam
jaringan yang telah difiksasi sehingga jaringan nantinya dapat diisi dengan parafin
atau zat lainnya yang dipakai untuk membuat blok preparat. Hal ini perlu
dilakukan karena air tidak dapat bercampur dengan cairan parafin atau zat lainnya
yang dipakai untuk membuat blok preparat.
Ada beberapa macam cairan yang dapat dipakai untuk proses dehidrasi
yaitu :
1. Alkohol
2. sukrosa 20%
3. metil alkohol atau spiritus
Setelah jaringan selesai difiksasi jaringan dipindahkan ke dalam alkohol
dan diproses sebagai berikut
1. alkohol 70% .............................................................................. 1 hari
2. alkohol 70% .............................................................................. 1 hari
3. alkohol 70% .............................................................................. 1 hari
4. alkohol 95% .............................................................................. 1 hari
5. alkohol 95% ............................................................................... 1 hari
6. alkohol 95% ............................................................................... 1 hari
7. alkohol 100% ............................................................................. 1 hari
8. alkohol 100% ............................................................................. 1 hari
9. alkohol 100% ............................................................................. 1 hari
Di samping cara di atas cara lain yang juga sering di pakai adalah
dehidrasi bertahap dengan menggunakan alkohol dengan konsentrasi yang makin
meningkat secara lebih perlahan yaitu
1. alkohol 70% ........................................................................... 1 hari
2. alkohol 80% ............................................................................... 1 hari
3. alkohol 90% ............................................................................... 1 hari
4. alkohol 95% ............................................................................... 1 hari
5. alkohol 95% ............................................................................... 1 hari
6. alkohol 100% ............................................................................. 1 hari
7. alkohol 100% ............................................................................. 1 hari
Alkohol yang sudah dipakai dapat dimurnikan denga cara memasukkan
cuprisulfat (CuSO4) kedalamnya. Cuprisulfat yang bewarna putih (tak
mengandung air) akan berubah menjadi biru (mengandung air). Ganti cuprisulfat
beberapa kali hingga warnanya tetap putih walaupun telah disimpan beberapa
hari. Cuprisulfat yang telah bewarna biru karena mengandung air dapat di
hilangkan airnya dengan cara memanaskan.
Metil alkohol dapat digunakan menggantikan alkohol absolut. Metil
alkohol ini terlebih dahulu diberi cuprisulfat hingga warnanya tetap putih, setelah
itu siap untuk digunakan. Bila menggunakan spiritus harus ditest dulu dengan
alkohol absolut murni sebagai kontrol. Untuk jaringan yang akan dipotong
menggunakan cryostat dan blok preparat dibuat menggunakan tissue tech jaringan
di dehidrasi menggunakan sukrosa 20% selama 2 hari. Cairan pekat sukrosa 20%
ini dibuat dengan cara sebagai beikut
Sukrosa (gula pasir) ...................................................... 20 gram
Air suling .....................................................................ad 100 ml

C. Penjernihan (Clearing)
Clearing merupakan proses harus segera dilakukan setelah dehidrasi.
Dalam proses pembuatan sediaan perlu dilakukan dalam proses penjernihan agar
sediaan lebih mudah dan lebih jelas diamati dibawah mikroskop. Dimana tujuan
dari penjernihan ini adalah menggantikan tempat alcohol sementara dalam
jaringan yang telah mengalami proses dehidrasi dengan suatu solven atau medium
penjernih sebelum proses penanaman dalam paraffin. Medium penjernih ini akan
menjernihkan atau mentranparankan jaringan agar kemudian dapat terwarnai
dengan baik dan memperlihatkan warna sesuai dengan warna pewarnanya.
Tujuan utama proses penjernihan adalah menggatiakn tempat alkohol
dalam tisu yang telah mengalami proses dehidrasi dengan suatu solven atau
medium penjernih menjelang proses penanaman sebelum dilakukan proses
penyayatan. Setelah kita menggunakan xylol atau benzene, Pada proses
penjernihan ini, pada umumnya tisu akan menjadi transparan : hal ini yang
menjadi alasan bahwa hal ini dikenal sebagai proses penjernihan.

1. Lama tisu dalam medium penjernih bergantung pada :


 Ketebalan serta tingkat kepadatan tisu
 Jenis reagen yang dipakai
 Jenis tisu yang melalui proses dehidrasi dengan sempurna, maka proses
penjernihan (xylol, benzene) berlangsung selama setengah hingga tiga jam.
Cthnya : Apabila tisu dibiarkan cukup lama dalam medium penjernih ini,
maka besar kemungkinan tisu akan menjadi keras dan rapuh yang tentu
menyukarkan dalam penyayatan.
2. Lama jaringan dalam medium penjernih tergantung pada:
 Ketebalan dan tingkat kepadatan jaringan
 Jenis reagen yang dipakai
 Bila dehidrasi telah sempurna, maka lamnya xilol atau benzene adalah
setengah hingga tiga jam. Bila dibiarkan cukup lama dalam penjernih,
maka jaringan akan mengeras dan rapuh yang tentunya sulit untuk di
sayat.
 Jenis jaringan
Cthnya : seperti syaraf atau kelenjar limfa sebaiknya penjernih dalam
menggunakan minyak cadar atau kloroform, karena jaringan tersebut
cenderung menjadi keras atau getas bila dijernihkan dengan xilol atau
benzene.
3. Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagi penjernih:

 minyak anilin
 Benzene
 karbon tetraklorida
 karbon bisulfida
 minyak kayu cadar
 kloroform
 minyak cengkeh
 Xylol
Untuk memungkinkan paraffin dapat masuk ke dalam sel, haruslah alkohol
di dalam organ diganti dengan zat yang mudah mengusir alkohol tetapi kemudian
harus bisa diusir oleh paraffin. Clearing atau dealkoholisasi ini dapat
menggunakan aceton, benzol,toluol, dan xilol. Clearing dapat dilakukan selama 24
jam .
Proses clearing tujuannya adalah untuk menarik dehidran dari dalam
jaringan, agar nantinya dapat digantikan oleh molekul parafin. Jenis-jenis media
penjernih adalah xilol, benzene, minyak anilin, karbon tetraklorida, karbon
bisulfida, minyak kayu cedar, kloroform, minyak cengkeh. Setelah menggunakan
xilol atau benzene, pada umumnya jaringan akan menjadi transparan, hal ini
menjadi alasan maka proses ini disebut juga penjernihan. Jika dehidrannya
alkohol, proses ini juga disebut dealkoholisasi. Lama jaringan berada dalam
medium penjernih tergantung pada : Ketebalan serta tingkat kepadatan jaringan,
Jenis bahan kimia yang dipakai.
Jenis media penjernih yang sering digunakan adalah xilol. Adapun kelebihan
dari xilol ialah :

a. umum digunakan
b. murah,
c. bekerja cepat,
d. membuat jaringan cepat menjadi transparan,
e. cepat menggantikan kedudukan dehidran,
f. cepat digantikan tempatnya oleh parafin dan cepat pula menggantikan
kedudukan parafin dalam proses deparafinisasi selama pewarnaan.
Sedangkan kekurangan Xinol yaitu :

a. dapat menyebabkan pengerutan jaringan yang dibuat,


b. pengkerutan jaringan ini dapat mengakibatkan tidak sempurnannya
dalam tahap pengamatan.
c. Waktu yang diperlukan untuk proses ini relatif lama yaitu adalah ½
hingga 3 jam tergantung jenis jaringan yang dibuat.
d. Jika terlalu lama di rendam dalam larutan xilol maka hal tersebut akan
menyebabkan jaringan menjadi kering, rapuh, dan getas sehingga hasil
akhir dari pembuatan sediaan yang telah jadi tidak akan bertahan
lama(Swenson,1970).
Adapun Jenis jaringan yang keras sipatnya,seperti tulang,gigi,kukudan
beberapa lainnya mungkin sekali sangat sukar untuk dibuat sediaan sayatan
(kecuali bila mengalami berbagai perlakuan khusus sebelumnya).untuk
menggosok, tulang misalkan tulang paha terlebih dahulu dipotong – potong
hingga bberukuran beberapa mili hingga 1-2 cm (tergantung jenis potongan
melintang atau membujuur). Potongan atau serpihan tersebut kemudiaan digosok
pada batu gosok atau jenis lainnya hinggaa cukup tipis untuk dapat diamati pada
mikroskop,setelah terlebih dahulu diberi zat warna.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Fiksasi jaringan adalah proses mengawetkan jaringan agar awet dan
kondisinya sama seperti hidup. Pengawetan (fiksasi) adalah stabilitasi
unsur penting pada jarimgan sehingga unsur tersebut tidak terlarut,
berpindah, atau terdistorsi selama prosedur selanjutnya. Fiksasi yang benar
adalah dasar dari semua preparat yang baik. Efek fiksasi terhadap jaringan
yang diproses adalah menghambat proses pembusukan dan autolysis,
pengawetan jaringan, pengerasan jaringan, pemadatan koloid, diferesiansi
optic, dan berpengaruh terhadap pewarnaan. Sejumlah faktor akan
mempengaruhi proses pengawetan yaitu dapar, penetrasi, volume
pengawet, konsentrasi, interval waktu, suhu, dan jenis larutan pengawet.
2. Dehidrasi merupakan metode yang digunakan untuk mengeluarkan seluruh
cairan yang terdapat dalam jaringan setelah dilakukan proses fiksasi
sehingga nantinya dapat diisi dengan parafin untuk membuat blok
preparat. Dengan Tahap Dehidrasi yaitu merendam Jaringan yang sudah
difiksasi ke dalam larutan Alkohol secara bertahap :
a. Larutan Alkohol 70 % Larutan Alkohol 80% Larutan Alkohol
90% masing-masing 1 hari
b. Larutan Alkohol 95% 2 hari (2xganti)
c. Larutan Alkohol 100% 2 hari (2xganti)

Dilakukan bertahap dari konsentarsi Alkohol yang rendah ke


konsentrasi Alkohol yang tinggi agar stroma tidak terlepas dari jaringan,
dimana stroma yang lepas dapat menjadi artefact pada saat kita mengamati
preparat bila telah jadi dan Efek minimal dehidrasi sudah mulai terjadi
setelah 10 menit jaringan terendam dalam Larutan Alkohol.

3. Penjernihan (Clearing) adalah menggantikan tempat alcohol sementara


dalam jaringan yang telah mengalami proses dehidrasi dengan suatu
solven atau medium penjernih sebelum proses penanaman dalam paraffin.
Medium penjernih ini akan menjernihkan atau mentranparankan jaringan
agar kemudian dapat terwarnai dengan baik dan memperlihatkan warna
sesuai dengan warna pewarnanya.
B. Saran
Dalam melakukan fiksasi hendaknya memperhatikan volume larutan
fiksatif, disarankan volume cairan fiksatif 10x volume jaringan agar hasil
dapat optimal. Hasil dari proses fiksasi ini nantinya akan mempengaruhi hasi
preparat histology yang dibuat.
DAFTAR PUSTAKA

Budiono, J.D. 1992. Pembuatan Preparat Mikroskopis. University Press. IKIP.


Surabaya.

Erina. Henny., 2020. Tissue Processing (Histoteknik). Jakarta

Gunarso, Wisnu. 1989. Bahan Pengajaran Mikroteknik. Bogor : DEPDIKBUD


Institiut Pertanian Bogor

Hastuti, N. 2011. Manfaat Pemeriksaan Imunohisto(sito)kimia. Fakultas


Kedokteran Universitas Jambi, Jambi.

Jusuf.A.A., 2009., Bagian Histologi . Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Jakarta

Key M. 2006. Immunohistochemical staining methods. 4th ed, California,


Carpinteria Dako.

Kusumawati, Diah. 2004. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Gadjah Mada


Press.Yogyakarta.

Mikel UV. 2004. Advanced laboratory methods in histologi and pathology.


Washington, DC: Armed Forces Institute of Pathology American Registry
of Pathology. Chapter 1,Immunohistochemistry; p 1-40.

Morgan,J,P. Y. K. Liu, and J. A. Smith. 2010. Semi-Microtechnique for the


Biochemical Characterization of Anaerobic Bacteria. University of Toronto,
Canada.315-318

Schichnes, Denis, Nemson, Jeffrey A, and Ruzin, Teven A. 2007. Microwave


protocols for plant and animal paraffin microteqnique. The University Of
California at Barkeley, CNR Biologycal Imaging Facility, 51-53

Sipahutar, H. 2009. Dasar-dasar teori mikroteknik teknik pembuatan sediaan


histology. Medan : FMIPA UNIMED

Anda mungkin juga menyukai