OLEH :
JURUSAN BIOLOGI
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah Bioetika yang di asuh oleh Ibu Dr. Irdawati, S.Si, M.Si
Dalam makalah ini kami akan membahas masalah mengenai “Etika Penelitian Dengan
Menggunakan Organisme Hidup” karena sangat penting untuk kita ketahui dan dalam
mempelajari mata kuliah Bioetika. Kami menyadari sepenuhnya, bahwa dalam pembuatan
makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang bisa membangun menuju kesempurnaan dari pada pembaca untuk kesempurnaan
makalah kami selanjutnya.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan biologi dan ilmu kedokteran yang pesat, memang telah di prediksi
akan memiliki kecenderungan memunculkan masalah etik (Bertens, 1990). Oleh karena
itu diperlukan suatu perumusan kebijakan arah pengembangan dan penerapan iptek dalam
bentuk kebijakan etika ilmu pengetahuan dan etika penelitian. Secara metodologis, tidak
setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis,
metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu
ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi
berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki
sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap
perbuatan manusia.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika
memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan
sehari-hari. Itu berarti etika, membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak
secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk
mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang perlu kita
pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan
kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan
aspek atau sisi kehidupan manusianya.
Exploitasi hewan coba dalam pelaksanaan penelitian telah menimbulkan berbagai
macam reaksi di masyarakat penyayang binatang. Hal ini dapat menimbulkan implikasi
etik, hukum dan sosial budaya. Banyak argumentasi yang diberikan, yang pada dasarnya
manusia tidak dibenarkan menggunakan hewan dalam percobaan yang dapat
menimbulkan rasa nyeri dan perasaan tidak nyaman bagi hewan tersebut. Oleh karena itu,
dianjurkan untuk menghindari penggunaan hewan coba sebagai obyek dalam penelitian,
bila mungkin mengganti obyek dengan kultur organ, jaringan atau sel atau setidaknya
mengurangi jumlah hewan yang digunakan. Maka dalam hal ini bioetika dimaknai
sebagai pengertian yang mencakup dimensi-dimensi etika, hukum, sosial budaya, ilmu-
ilmu hayati dan juga teknologi. Jika menggunakan hewan coba maka peneliti harus
mempertimbangkan sejak dini dalam perancangan penelitiannya agar mematuhi peraturan
yang berlaku dan mendapatkan persetujuan dari komisi riset yang terkait.
Selama ini, penelitian di berbagai bidang yang menggunakan hewan sebagai objek
percobaan telah menghabiskan sampai 70.000.000 hewan per tahun. Percobaan pada
hewan tersebut sering dilakukan dalam hal pembedahan makhluk hidup atau mutilasi,
yang kemudian banyak mengakibatkan kematian. Selain itu, dalam hal ini hewan juga
sering digunakan untuk kepentingan pendidikan ilmiah dan medis. Dalam kegiatan seperti
ini, hewan sengaja dilukai dalam beberapa hal untuk mengajarkan bagaimana untuk
memperbaiki luka, mengatur patah tulang, dan sebagainya (Resnik, 2013). Kebutuhan
terhadap penggunaan hewan percobaan dengan jumlah yang besar dalam berbagai riset,
menuntut langkah metodis yang sistematis, disengaja dan dengan hati-hati. Termasuk
penggunaan hewan percobaan dalam bidang biologi dan medis. Hal tersebut demi
terjaminnya kesejahteraan hewan sebagai objek penelitian, baik sebelum dan sesudah
proses penggunaannya.
Pada tahun 1964 di Helsinki yang dikenal dengan deklarasi Helsinki melahirkan
kode etik international pertama untuk penelitian yang melibatkan subyek manusia
(Nuremberg code), merupakan suatu tanggapan terhadap kekejaman yang dilakukan oleh
dokter-dokter peneliti Nazi, dengan demikian kode ini adalah untuk mencegah
berulangnya pelanggaran terhadap hak-hak dan kesejahteraan manusia oleh dokter-dokter
dan peneliti, sehingga lahirlah etika penelitian manusia, kemudian tahun 2004 di Tokyo
melakukan revisi deklarasi Helsinki dirumuskan tentang dasar etik penggunaan hewan
coba pemanfaatan hewan percobaan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kode etik penggunaan organisme hidup atau hewan uji coba pada suatu
penelitian?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kode etik dalam penggunaan organisme hidup atau hewan uji coba
pada suatu penelitian
BAB II
PEMBAHASAN
6. Salah satu prinsip etik penelitian adalah keseimbangan yang wajar antara risiko dan
manfaat. Sebagai contoh adalah larangan mutlak menggunakan hewan coba untuk uji
coba kosmetika, karena manfaat untuk umat manusia tidak seimbang dengan
penderitaan hewan. Penggunaan hewan coba dalam penelitian masih dapat dilakukan
apabila secara keilmuan belum tersedia metoda in-vitro pengganti
7. Salah satu prinsip etik penelitian adalah keseimbangan yang wajar antara risiko dan
manfaat. Sebagai contoh adalah larangan mutlak menggunakan hewan coba untuk uji
coba kosmetika, karena manfaat untuk umat manusia tidak seimbang dengan
penderitaan hewan. Penggunaan hewan coba dalam penelitian masih dapat dilakukan
apabila secara keilmuan belum tersedia metoda in-vitro pengganti
8. Hewan coba harus dipilih dengan mengutamakan hewan dengan sensitivitas
neurofisiologik yang paling rendah (non-sentient organism) dan hewan yang rendah di
skala evolusi. Selain itu juga pemilihan hewan coba harus sesuai dengan acuan
pustaka ataupun penelitian pendahuluan. Apabila hewan coba yang dipakai
merupakan hewan model untuk penelitian penyakit pada manusia, maka hewan
tersebut harus memberikan gejala yang mirip dengan gejala penyakit pada manusia;
9. Harus diupayakan semaksimal mungkin untuk mengurangi rasa nyeri,
ketidaknyamanan dan kesusahan (distress) bagi hewan coba. Tindakan yang
direncanakan untuk meringankan atau menghilangkan penderitaan hewan coba harus
disebut secara khusus dan rinci dalam protokol penelitian. Pencegahan dan peniadaan
rasa nyeri yang diakibatkan oleh tindakan penelitian dan perawatan medik hewan
coba merupakan unsur penting dalam etik penggunaan hewan. Secara umum semua
tindakan yang menyebabkan rasa nyeri pada manusia dianggap menimbulkan efek
yang sama pada hewan, kecuali telah dibuktikan prosedur tertentu menghasilkan
respon yang berbeda (IRAC 1985). Apabila sebelum masa penelitian berakhir
diketahui ada hewan coba yang menderita rasa nyeri yang tidak dapat diatasi oleh
analgesik maupun pengobatan lain dan atau distress yang bisa mengakibatkan
kematian pada hewan coba, dokter hewan yang berwenang dengan pertimbangan
profesional berhak untuk menarik hewan tersebut dari penelitian dan melakukan
eutanasia dengan pemberitahuan kepada peneliti agar pengambilan sampel untuk
kepentingan data dapat dilakukan apabila diperlukan, dan pengambilan sampel tidak
dianggap membahayakan.
10. Desain penelitian harus dibuat seramping mungkin, kalau perlu dengan konsultasi
pakar desain penelitian/ahli statistik supaya jumlah hewan yang digunakan sesedikit
mungkin, tetapi hasil penelitian harus tetap sahih.
11. Di lembaga harus ditugaskan seorang dokter hewan yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman di bidang laboratory animal medicine and science sebagai
penanggungjawab untuk pemeliharaan dan penanganan hewan coba.
12. Pembelian, transpor, pemeliharaan, pakan, air, kandang, sanitasi, suhu, kelembaban
harus memenuhi persyaratan dan dipantau selama penelitian berlangsung. Semua
peraturan/ ketentuan di atas akan mengacu pada Undang-Undang nomor 18 tahun
2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan
13. Pengekangan (Restrain) adalah penggunaan tangan, alat, atau obat-obatan untuk
membatasi gerak normal hewan coba untuk keperluan pemeriksaan, pengambilan
darah atau sampel biologik, pemberian komponen pengobatan, atau tindakan
penelitian. Rancangan, ukuran dan cara kerja alat pengekangan harus disesuaikan agar
tidak melukai atau mengurangi kenyamanan hewan tersebut selama pengekangan.
Jangka waktu pengekangan harus sesingkat mungkin namun cukup untuk memenuhi
kebutuhan penelitian. Jangka waktu yang panjang harus dihindari, kecuali jika sangat
penting bagi pencapaian tujuan penelitian, dan dengan persetujuan dari KEPK.
14. Apabila diperlukan pembatasan pemberian pakan dan air minum hewan untuk
kepentingan penelitian, pemberian makan dan minum itu harus masih mencukupi
untuk pertumbuhan normal dan pemeliharaan kesehatan jangka panjang hewan
tersebut. Alasan pembatasan makan dan minum ini harus dapat dibuktikan secara
ilmiah dan disetujui KEPK.
15. Hewan coba yang digunakan dalam penelitian kesehatan harus mendapatkan
kesempatan untuk melakukan aktivitas fisik secara normal sesuai dengan biologi
spesiesnya. Spesies hewan coba tertentu yang bersifat komunal membutuhkan
komunikasi sosial dengan sesamanya. Oleh karena itu komposisi hewan dalam
kandang, struktur kandang dan posisi penempatan hewan perlu dipertimbangkan agar
hewan dapat melakukan kontak visual, auditorial, dan olfaktorial dengan sesamanya.
Pada spesies hewan yang bersifat teritorial, keberadaan hewan lain dalam radius
teritorialnya dapat menimbulkan stres. Demikian pula halnya pencampuran hewan
yang berbeda spesies dalam satu ruang dapat menimbulkan stres karena rasa takut
16. Penanganan hewan coba selama penelitian dan pengorbanan pada akhir penelitian
harus dilakukan secara manusiawi (humane). Cara melakukan prosedur bedah,
penggunaaan anestesia, analgesia dan eutanasia hewan coba harus dijelaskan dalam
protokol penelitian. Pembedahan dibedakan atas tindakan survival (hewan akan pulih
dari efek pembiusan) dan terminal (hewan akan dieutanasia sebelum pulih dari efek
pembiusan). Pembedahan survival dibedakan atas tindakan mayor dan minor.
Tindakan pembedahan mayor melibatkan pembukaan rongga tubuh dan menimbulkan
gangguan fisik maupun fisiologik yang substansial pada hewan coba. Tindakan
pembedahan survival yang mayor dalam penelitian kesehatan dibatasi tidak lebih dari
satu kali untuk setiap ekor hewan. Pengecualian untuk ketentuan pembatasan pada
penelitian harus menunjukkan alasan ilmiah guna memenuhi tujuan penelitian, dengan
pertimbangan profesional dokter hewan (tindakan medis), dan melalui pengkajian dan
mendapat persetujuan dari KEPK. Pembedahan minor tidak melibatkan pembukaan
rongga tubuh. Pembedahan survival mayor hewan selain rodensia sebaiknya
dilakukan di fasilitas bedah. Pembedahan terminal, minor, atau pada hewan rodensia
dapat dilakukan di fasilitas yang diperuntukkan untuk tindakan penelitian. Tindakan
bedah survival mayor bukan rodensia sebaiknya dilakukan oleh dokter hewan.
Tindakan bedah minor, atau terminal, atau survival mayor hewan rodensia dapat
dilakukan oleh dokter hewan atau pekerja lain yang terlatih dan dinyatakan qualified
oleh dokter hewan, serta disetujui oleh KEPK. Penyesuaian tempat dan modifikasi
tindakan bedah dapat dilakukan dengan pertimbangan profesional dokter hewan, dan
disetujui KEPK.
17. Pemakaian anestetik dan analgesik yang benar, mempunyai makna etik dan ilmiah.
Pemakaian analgesik dimaksudkan untuk mengatasi rasa nyeri pada hewan. Semua
perlakuanyang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dari sesaat harus didahului dengan
pemberian agen anestetik atau analgesik, kecuali dengan pembuktian ilmiah
pemberian obat ini akan mempengaruhi hasil penelitian, dan disetujui oleh KEPK.
Pemilihan agen anestetik dan analgesik harus berdasarkan pertimbangan profesional
dokter hewan yang memenuhi kebutuhan klinik dan aspek kemanusiaan. Agen
sedativa, anxyolitic dan neuromuscular blocking agent tidak boleh dipakai dalam
tindakan yang menyebabkan rasa nyeri pada hewan tanpa pemberian agen anestetik
atau analgesik
18. Eutanasia merupakan tindakan dengan metoda tertentu yang menyebabkan hewan
tidak sadar dan menyebabkan kematian dengan cepat tanpa mengalami rasa nyeri
maupun distress. Eutanasia hanya boleh dilakukan oleh tenaga profesional atau yang
sudah terlatih dalam metoda tindakan maupun konfirmasi kematian. Tindakan
sebaiknya dilakukan di tempat yang terpisah dari keberadaan hewan lain (AVMA
Guidelines on Euthanasia, 2007).
19. Peneliti dan tenaga penunjang harus memiliki kemampuan yang memadai untuk
pemeliharaan dan penanganan hewan coba yang manusiawi. Untuk itu perlu diadakan
secara berkala dan terencana pendidikan dan pelatihan untuk para peneliti dan tenaga
penunjang yang harus dilakukan sebelum pengajuan proposal dan dimulainya
penelitian.
20. Peneliti yang menggunakan hewan coba harus membuat laporan hasil penelitian
yangdisampaikan kepada KEPK untuk diteruskan kepada pimpinan lembaga setahun
sekali dan pada akhir penelitiannya.
21. Lembaga wajib menjaga kesehatan dan keselamatan para peneliti dan tenaga
penunjang yang menggunakan hewan coba. Oleh karena itu manajemen lembaga
sebaiknya melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja terdiri dari pemeriksaan kesehatan
fisik setahun sekali dan memberikan imunisasi terhadap penyakit-penyakit yang
mungkin ditularkan akibat pekerjaannya.
b. Menyediakan alat pelindung diri/ PPE (Personal Protection Equipment) seperti
masker, sarung tangan, sepatu karet/ pelindung sepatu, tutup kepala, pelindung
mata/ wajah dan jas laboratorium (laboratory coat) yang jumlah dan macamnya
tergantung dari kebutuhan di masing-masing lembaga.
c. Menyediakan fasilitas fisik baik ruang maupun peralatan yang memenuhi
persyaratan keamanan kerja dan ergonomik sehingga mengurangi kemungkinan
terjadinya kecelakaan.
d. Penanganan limbah yang baik dan benar untuk mencegah terjadinya pencemaran
22. Peneliti dan tenaga penunjang wajib menjaga keselamatan dan kesehatan diri. Oleh
karena itu, setiap individu yang bekerja dengan hewan coba perlu memperhatikan dan
melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a. Peneliti dan tenaga penunjang wajib memakai alat pelindung diri yang telah
disediakan seperti jas lab, sarung tangan, masker dan sebagainya, dan dipakai
dengan benar sesuai dengan kebutuhan untuk tiap jenis pekerjaan.
b. Peneliti dan tenaga penunjang wajib melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan
prosedur yang berlaku untuk menghindari kecelakaan kerja
23. Penggunaan fetus dalam penelitian kesehatan
24. Penggunaan hewan dalam kategori terancam punah (hewan yang dilindungi) dalam
penelitian kesehatan harus dengan ijin dari instansi yang berwenang yaitu Departemen
Kehutanan Republik Indonesia.
25. Pengiriman hewan coba dari dan keluar negeri dapat dilakukan untuk kepentingan
penelitian dengan memenuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di
dalam negeri (Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan), dan Internasional
(IATA: International Air Transport Association dan GITES).
Argumen dasar dalam penelitian hewan adalah bahwa manfaatnya untuk manusia
dalam banyak hal (Botting dan Morrison dalam Resnik, 2013). Hewan memainkan peran
penting dalam penelitian dasar karena manusia dan hewan memiliki banyak persamaan
fisiologis, anatomi, biokimia, genetika, dan persamaan perkembangan: pengetahuan
tentang otak Tikus dapat membantu dalam pemahaman tentang otak manusia. Meskipun
ada beberapa alternatif untuk model hewan, mereka memiliki aplikasi yang terbatas.
Tanpa menggunakan hewan dalam penelitian, manusia akan kekurangan makanan yang
aman, obat-obatan, dan kosmetik serta banyak pengetahuan medis dan biologi. Hewan
dikorbankan untuk memaksimalkan konsekuensi yang baik bagi manusia. (Resnik, 2013).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hewan coba adalah hewan yang dapat digunakan untuk suatu tujuan penelitian tertentu
dan umumnya menggunakan hewan laboratorium hingga hewan ternak. Penggunaan
hewan percobaan dalam berbagai penelitian fisiologi, biokimia, farmakologi, patologi,
komporatif zoologi dan ekologi, juga dilakukan untuk pengembangan obat-obatan, vaksin
dan produk-produk khusus misalnya: kosmetik, shampoo,dan pasta gigi.
DAFTAR PUSTAKA
Firman, H. 2017. Etika Sains Bahan Kuliah Filsafat Ilmu. Bandung: Sekolah Pascasarjana
UPI.
Suriasumantri Jujun S. 2013. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka sinar
Harapan.