i
KEANEKARAGAMAN AMFIBI (ORDO ANURA) DI BERBAGAI
TIPE HABITAT KAMPUS PINANG MASAK UNIVERSITAS JAMBI
HASBI ARFA’AT
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................3
1.5 Kerangka Pemikiran .............................................................................4
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
I. PENDAHULUAN
1
hutan (Iskandar,1998). Hal ini disebabkan hutan menyediakan cukup banyak
makanan serta dapat menjamin kelangsungan hidup Anura dengan terbentuknya
iklim mikro di bawah tegakan (mikro habitat). Berbagai mikro habitat di hutan
digunakan sebagai tempat hidup Anura antara lain lubang-lubang pohon, lantai
hutan yang penuh serasah atau aliran sungai (Iskandar,1998)
Kampus Universitas Jambi yang terletak di daerah Mendalo atau di sebut
Kampus Pinang Masak memiliki luas 100,1 ha, terdiri dari bangunan, kawasan
hutan, lapangan, dan kebun-kebun percobaan. yang terdiri dari bangunan
perkantoran dan perkuliahan, serta kawasan hutan sebagai area ruang terbuka
hijau dan kebun-kebun percobaan. Kawasan hutan dan area hijau Kampus Pinang
Masak mengalami banyak perubahan disebabkan alih fungsi lahan hutan untuk
keperluan pembangunan gedung dan prasarana kampus. Dengan maraknya
pembukaan lahan untuk keperluan manusia, mengindikasikan semakin sempitnya
habitat alami yang dimiliki oleh Amfibi (Hanifa, 2016)
Kawasan hutan yang masih tersisa semakin berkurang luasannya dan
terbagi (terfragmentasi) menjadi mozaik-mozaik hutan yang lebih sempit.
Perubahan-perubahan tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan
berpengaruh terhadap kualitas ekosistem hutan dan pada akhirnya berdampak
pada flora dan fauna yang hidup didalamnya. Menurut Indriyanto (2006) hutan
yang masih terjaga kelestariannya akan mempunyai komponen ekosistem yang
beragam, begitupun sebaliknya.
Kawasan hutan kampus selain sebagai ruang terbuka hijau juga dapat
menjadi wahana bagi habitat flora dan fauna seperti halnya Amfibi. Kebanyakan
penelitian tentang anura hanya berkisar di wilayah-wilayah padat penduduk,dan
daerah-daerah ekowisata sehingga masih ada kemungkinan dapat di temukanya
spesies-spesies anura yang belun teridentifikasi (Aji, 2013).
Sebelumnya pernah dilakukan penelitian mengenai jenis dan kelimpahan
burung di kawasan universitas jambi pada tahun 2016 (Putra, 2016) dan
keanekaragaman dan kelimpahan spesies kumbang tinja (Anggraini, 2019) di
kampus Pinang Masak Universitas Jambi. Hal lain yang perlu di tambahkan
adalah informasi ilmiah mengenai keanekaragaman Amfibi (ordo Anura) serta
kondisi habitatnya di Kampus Pinang Masak Universitas Jambi. Kajian ini perlu
2
dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman jenis Amfibi (ordo Anura) dan
menjadi dasar dalam rangka tindakan pelestarian dan upaya perlindungan terhadap
keanekaragaman jenis Amfibi (ordo Anura) di Kampus Universitas Jambi.
3
1.5 Kerangka Pemikiran
Kampus Pinang
Amfibi Ordo Anura Masak Universitas
Jambi
-Tempat Pendidikan
Habitat Keanekaragaman -Mencari Informasi Ilmiah
-Kolam/Sungai VES
-Semak (Visual Encounter Survey)
-Hutan
Sekunder
Gambar 1.Kerangka Penelitian Keanekaragaman Amfibi Ordo (Anura) pada habitat berbeda di
Kawasan Kampus Pinang Masak Universitas Jambi
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi
Menurut Goin & Goin (1971 dalam darmawan 2008), klasifikasi dan
sistematika Amfibi adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Fillum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas :Amphibia
Ordo :Gymnophiona,Caudata,Anura
Amfibi merupakan satwa bertulang belakang yang pertama berevolusi untuk
kehidupan di darat dan merupakan nenek moyang reptile (Halliday & Adler
2000).
5
akan tumbuh menjadi larva yang berbeda dengan bentuk dewasa dan dikenal
dengan nama berudu. Hampir semua berudu akan mengalami metamorfosis saat
berubah menjadi dewasa, walau ada yang langsung menjadi bentuk dewasa. Di
Indonesia ditemukan sekitar 450 jenis yang mewakili sekitar 11% dari seluruh
Anura di dunia dengan 28 jenis Anura diantaranya ditemukan di Jawa Barat yang
terdiri dari enam suku yaitu Bufonidae, Dicroglossidae, Microhylidae,
Megophryidae, Ranidae, dan Rhacophoridae. (kusrini,2013).
(sumber:ksdae.menlhk.go.id)
2. 2 Habitat
Amfibi menghuni berbagai habitat, mulai dari pohon-pohon di hutan hujan
tropis, halaman di sekitar pemukiman penduduk, di sawah-sawah, kolam-kolam di
dalam hutan, sampai celah-celah batu di sungai yang mengalir deras (Yani dkk,
2015). Oleh karena itu secara umum Amfibi bisa dikelompokkan berdasarkan
habitat dan kebiasaan hidup, yaitu:
6
Tabel 2 . Pengelompokan Amfibi Berdasarkan Habitat
Habitat utama Amfibi adalah hutan primer, hutan rawa, sungai besar,sungai
sedang, anak sungai, kolam dan danau (Mistar 2003). Kebanyakan dari 5 Amfibi
hanya bisa hidup di air tawar, namun jenis seperti Fejervarya cancrivora di
ketahui mampu hidup di air payau (Iskandar 1998). Sebagian katak beradaptasi
agar dapat hidup di pohon. Walaupun sangat tergantung pada air, katak pohon
seringkali tidak turun ke air untuk bertelur. Katak pohon melakukan kawin dan
menyimpan telurnya di vegetasi/pohon di atas air. Saat menetas berudu katak akan
jatuh ke dalam air (Duellman dan Heatwole 1998 dalam Darmawan, 2008). Selain
itu, juga terdapat katak yang menyimpan telurnya di lubang berair pada kayu dan
tanah, di punggung betinaatau membawa ke daerah dekat air (Duellman dan
Trueb 1994 dalam Darmawan, 2008)
Sudrajat (2001 dalam Mardinata, 2017) membagi Amfibi menurut perilaku
dan habitatnya menjadi tiga grup besar yaitu: 1).Jenis yang terbuka pada asosiasi
dengan manusia dan tergantung pada manusia, 2).Jenis yang dapat berasosiasi
dengan manusia tapi tidak tergantung pada manusia, 3).Jenis yang tidak berasosiai
dengan manusia. Habitat herpetofauna di Sumatera Selatan dibagi berdasarkan
ada dan tidaknya modifikasi lingkungan yang disebabkan oleh manusia maupun
yang terjadi secara alami, diantaranya: hutan primer, hutan bekas tebangan, bekas
kebun, kebun karet, sawah dan pemukiman.Salah satu penyebab penurunan jenis
Amfibi di dunia adalah kerusakan habitat hutan dan fragmentasi. Di hutan yang
mengalami sedikit gangguan atau hutan dengan tingkat perubahan sedang
7
memiliki jumlah jenis yang lebih kaya daripada kawasan yang sudah terganggu
seperti hutan sekunder, kebun dan pemukiman penduduk (Gillespie et al. 2005).
Hasil penelitian Ul-Hasanah (2006) bahwa katak yang terdapat di habitat
yang tidak terganggu memiliki jumlah jenis yang lebih banyak. Ul-Hasanah
(2006) menemukan 37 jenis katak di habitat yang tidak terganggu dan 31 jenis
katak di habitat yang terganggu. Dari penelitiannya terlihat bahwa habitat sungai
tidak terganggu didominasi oleh Leptophryne borbonica, Rana chalconota dan
Limnonectes blythii. Habitat darat tidak terganggu didominasi oleh Bufo
asper,Limnonectes blythii, Rana chalconota, Leptobrachium hasseltii,
Megophrysnasuta, Leptophryne borbonica dan Limnonectes microdiscus. Habitat
sungai terganggu didominasi oleh Rana chalconota, Bufo asper dan Rana
hosii,sedangkan habitat darat terganggu didominasi oleh Rana chalconota,
Ranahosii, Fejervarya spp, Bufo biporcatus dan Bufo melanostictus.
2.3 Peranan
Amfibi memiliki berbagai peranan penting bagi kehidupan manusia, yakni
peranan ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis, Amfibi memiliki peranan
penting dalam rantai makanan sebagai konsumen sekunder. Amfibi memakan
serangga sehingga dapat membantu keseimbangan ekosistem terutama
dalambpengendalian populasi serangga. Selain itu, Amfibi juga dapat berfungsi
sebagai bio-indikator bagi kondisi lingkungan karena Amfibi memiliki respon
terhadap perubahan lingkungan (Stebbins& Cohen 1997 dalam Darmawan,
2008).
Peranan Amfibi dari segi ekonomis dapat ditinjau dari pemanfaatan Amfibi
untuk kepentingan konsumsi. Beberapa jenis Amfibi dari Ordo Anura
diketahuimemiliki nilai ekonomis yang tinggi seperti Fejervarya cancrivora,
Fejervarya limnocharis, dan Limnonectes macrodon (Kusrini 2003). Selain untuk
tujuan konsumsi, Amfibi memiliki kegunaan yang lain yaitu sebagai binatang
peliharaan,binatang percobaan dan bahan obat-obatan (Stebbins & Cohen 1997
dalam Darmawan, 2008) .
8
2.4 Konservasi Amfibi dan Kondisi Saat ini
Penyelamatan Amfibi tidak terlepaskan dari kerusakan habitat maupun
pemanasan global. Suhu atmosfer bumi saat ini telah meningkat 0,5ºC dibanding
suhu pada zaman pra industri (Murdiyarso, 2003 dalam Mardinata, 2017).
Terutama karena Amfibi merupakan satwa yang membutuhkan kondisi
lingkungan yang stabil. Secara umum diketahui Amfibi memiliki persebaran yang
luas namun perlindungan mikro habitatnya mutlak dilakukan karena Amfibi
diketahui berendemisitas yang tinggi (Mistar, 2003 dalam Devung, 2018).
Indonesia merupakan negara kelima paling beragam dalam jumlah species
amfibi di dunia ( Jusmaldi, 2019) . Meurut data IUCN 2013 jumlah sepsies amfibi
di indonesia diketahui sebanyak 392 spesies amfibi endemik kawasan asia (
Pratihar dkk., 2014 dalam Jusmaldi, 2019). Sesuai dengan penjelasan Iskandar
(1998) bahwa ordo Anura (katak dan kodok) di Sumatera didapatkan 89 jenis di
mana sekitar 21 jenis di antaranya adalah endemik. Iskandar (1998) menjelaskan
bahwa beberapa jenis hampir dikhawatirkanakan habis karena manusia banyak
memperjual belikan dan juga mengkonsumsinya terutama jenis Limnonectes
macrodon.
Selain itu Indonesia sendiri adalah negara pengekspor terbesar paha katak
beku Di dunia. Setiap tahun rata-rata sekitar 4 juta kg paha katak beku diekspor ke
berbagai negara terutama negara-negara di Eropa dimana sekitar 80% merupakan
hasil penangkapan dari alam (Kusrini dan Alford, 2006).
Sebelum Indonesia, India dan Bangladesh adalah negara pengekspor katak
beku terbesar. Populasi katak konsumsi di negara tersebut berkurang, katak-katak
tersebut kemudian statusnya menjadi di lindungi dan di masukkan dalam
Appendix II CITES.Barulah Indonesia mengambil alih posisi sebagai pengeskpor
katak beku terbesar di dunia. Selain di sebabkan penangkapan yang berlebih,
kondisi lahan basah yang semakin sedikit karena digunakan untuk kepentingan
lain umumnya untuk pembangunan. Hilangnya lahan basah sama dengan
hilangnya Amfibi. Selain hilangnya lahan basah perubahan kualitas lahan basah
melalui eutrifikasi, pencemaran, hilangnya hutan dan padang di sekitarnya juga
dapat menghilang kan populasi Amfibi.
9
II. METODE PENELITIAN
Legenda
― Batas Univeritas Jambi
--- Batas Lokasi Pengamatan
A
B
D
10
3.2 Alat dan Bahan
Tabel 3.Alat dan Bahan
11
3.3 Jenis Dan Sumber Data
- Data habitat meliputi: tanggal dan waktu pengambilan data, nama lokasi,
substrat/lingkungan tempat ditemukan,tipe vegetasi,suhu udara, suhu air,
kelembaban udara, pH air.
12
3.4Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan dilakukan untuk mengenali daerah atau kawasan yang
akan diteliti sebagai acuan dalam menentukan lokasi penelitian yang representatif
berdasarkan karakteristik habitat dan tutupan vegetasi yang terdapat pada lokasi
penelitian. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan melihat tutupan vegetasi
yang tampak pada citra satelit yang ditampilkan pada aplikasi GoogleEarth dan
dilanjutkan dengan observasi langsung ke lokasi pengamatan.
13
800 m 10 m
14
3.5 Analisis data
Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Weiner
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah individu seluruh jenis
Di = ×100% ; Pi
Keterangan:
Di = Indeks dominansi jenis ke-i;
Pi = proporsi Nilai Penting jenis ke-I
Dominansi jenis dalam komunitas dikelompokkan menurut kriteria
Jorgenssen menjadi tiga kelas dominansi, yaitu dominan (D i > 5%),
subdominan (Di = 2% – 5 %), nondominan (Di < 2%).
IS= 2C/(A+B)
Keterangan :
C= Jumlah spesies yang sama dan terdapat pada kedua tipe habitat
A= Jumlah spesies yang dijumpai pada plot 1
15
B= Jumlah spesies yang dijumpai pada plot 2
Kriteria nilai indeks kesamaan komunitas
1% - 30% = kategori rendah
31% - 60% = kategori sedang
61% - 90% = kategori tinggi
91% - 100% = kategori sangat tingg
16
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar DT. 1998. Amfibi Jawa dan Bali–Seri Panduan Lapangan. Bogor:
Puslitbang LIPI.
Kusrini MD, Alford RA. 2006. Indonesia’s Exports of Frogs’ Legs. Traffic
Bulletin 21 (1):.
17
Mardinata, R. 2017. Keanekaragaman Amfibi (Ordo Anura) Di Tipe Habitat
Berbeda Resort Balik Bukit Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung
18
Lampiran 1 Tally Sheet Pengamatan Amfibi
Lokasi Pengamatan :
Titik Koordinat :
Kondisi Cuaca :
Hari/Tanggal Pengamatan :
Waktu Mulai Pengamatan :
No Spesies Famili Waktu Ditemukan Lokasi/Habitat Svl
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
19
Lampiran 2 Tally Sheet Pengamatan Data Habitat
Lokasi Pengamatan :
Titik Koordinat :
Kondisi Cuaca :
Hari/Tanggal Pengamatan :
Waktu Mulai Pengamatan :
No Lokasi ditemukan Tipe vegetasi Suhu udara Suhu air Kelembapan udara pH air
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
20
21