Anda di halaman 1dari 22

FINAL SEMESTER

FARMASI KEMARITIMAN
“MAKALAH FARMASI KEMATIRIMAN”

OLEH
NAMA : ADE SAPITRI
NIM : O1B1 19 041
KELAS : PROFESI APOTEKER

DOSEN PENGAMPUH
Yamin, S.Pd., M.Sc

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN


PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Farmasi Kemaritiman” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari tugas ini adalah untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Farmasi Kemaritiman. Selain itu, tugas ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang senyawa-senyawa biota laut yang dapat
dimanfaatkan dibidang farmasi.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yamin, S.Pd., M.Sc .
selaku dosen pengampuh mata kuliah Farmasi Kemaritiman yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi Pendidikan Profesi Apoteker .
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.
Saya menyadari, tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan tugas ini.
Kendari, 5 mei 2020
Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................
i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................
1
B. Maksud & Tujuan ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 3
A. Hutan Mangrove.......................................................................................... 3
B. Terumbu Karang.......................................................................................... 4
C. Padang Lamnun............................................................................................ 5
D. Rumput Laut ............................................................................................... 6
E. Biofarmasi Laut............................................................................................ 7
F. Bahan-bahan Bioaktif................................................................................... 9
G. Senyawa Biota laut untuk Penanganan berbagai jenis penyakit ................. 10
BAB III PENUTUP............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luas lautan dibandingkan luas daratan di dunia mencapai kurang
lebih 70 berbanding 30, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi
negara-negara di dunia yang memiliki kepentingan laut untuk memajukan
maritimnya. Seiring perkembangan lingkungan strategis, peran laut
menjadi signifikan serta dominan dalam mengantar kemajuan suatu
negara. Sea power (elemen-elemen kekuatan maritim) merupakan unsur
terpenting bagi kemajuan dan kejayaan suatu negara, yang mana jika
kekuatan-kekuatan laut tersebut diberdayakan, maka akan meningkatkan
kesejahteraan dan keamanan suatu negara. Sebaliknya, jika kekuatan-
kekuatan laut tersebut diabaikan akan berakibat kerugian bagi suatu negara
atau bahkan meruntuhkan negara tersebut. Indonesia secara geografis
merupakan sebuah negara kepulauan dengan dua pertiga luas lautan lebih
besar daripada daratan. Data Food and Agriculture Organization di 2012,
Indonesia pada saat ini menempati peringkat ketiga terbesar dunia dalam
produksi perikanan di bawah China dan India. Selain itu, perairan
Indonesia menyimpan 70 persen potensi minyak karena terdapat kurang
lebih 40 cekungan minyak yang berada di perairan Indonesia. Dari angka
ini hanya sekitar 10 persen yang saat ini telah dieksplor dan dimanfaatkan.
Selain dari itu biota laut di Indonesia sangat banyak dan hanya sedikit
yang dimanfaatkan pada industri Farmasi.
Biota laut merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya.
Berbagai usaha telah dilakukan manusia untuk menyingkap rahasia yang
terkandung dalam biota laut dan produknya. Usaha yang tak kenal lelah
mulai menunjukkan hasil dengan ditemukannya berbagai jenis senyawa
bioaktif baru (novel compounds) yang tidak ditemukan pada biota darat.
Manusia telah memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan baku
obat sejak jaman purbakala, walaupun senyawa-senyawa yang terkandung

1
di dalamnya tidak diketahui secara pasti. Dengan semakin bertambahnya
jumlah penduduk, permintaan akan obat-obatan baru untuk menanggulangi
berbagai jenis penyakit yang mengerikan, seperti AIDS, SARS dan
sebagainya juga semakin meningkat. Selain iru, peningkatan jumlah
penyakit yang resisten terhadap obat-obat yang ada memerlukan biaya
yang sangat besar dalam pencarian obat-obat baru yang lebih manjur
(YAN, 2004). Sejak tahun 1970-an, perhatian mulai tertuju pada
penemuan obat-obatan dari laut. Hal ini ditandai dengan adanya kolaborasi
antara peneliti dari berbagai institusi dengan farmakolog yang
menghasilkan suatu kemajuan besar dalam penemuan obat-obatan dari
biota laut. Sebagai gambaran, lebih dari 10.000 senyawa bioaktif telah
berhasil diisolasi dari biota laut dan sekitar 300 paten dari senyawa
tersebut telah berhasil dipublikasi selama kurun waktu 30 tahun.

B. Maksud &Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dalam makalah ini adalah untuk
menyampaikan bentuk-bentuk kemaritiman yang ada di Indonesia dilihat
dari potensi sumber daya maritimnya dan nilai ekonominya terutama
dibidang farmasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan ekosistem pendukung kehidupan yang
penting di wilayah pesisir dan lautan. Secara ekologis, hutan man- grove
berfungsi sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan
asuhan bagi berbagai macam biota, penahan abrasi, amukan angin taufan dan
tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut dan lain sebagainya
(NONTJI, 1987). Secara ekonomis, hutan mangrove menghasilkan kayu,
daun- daunan sebagai bahan baku obat dan lain sebagainya (SUKARDJO,
1986). Tidak kurang dari 70 macam kegunaan pohon mangrove bagi
kepentingan manusia telah diidentifikasikan, meliputi "produk langsung"
seperti bahan bakar kayu, bahan bangunan, alat penangkap ikan, pupuk
pertanian, bahan baku kertas, makanan, obat-obatan, minuman, tekstil, dan
"produk tidak langsung" seperti tempat rekreasi, dan bahan makanan
(DAHURI et al,1996).
Kegunaan tersebut secara tradisional telah dimanfaatkan oleh masyarakat
pesisir di Indonesia. Potensi lain dari hutan mangrove yang belum
dikembangkan secara optimal adalah sebagai kawasan wisata alam
(ecoturism). Kegiatan wisata alam semacam ini telah berkembang lama di
Malaysia dan Australia. Hutan mangrove ini dapat menempati bantaran
sungai-sungai besar hingga 100 km masuk ke pedalaman seperti dijumpai di
sepanjang Sungai Mahakam dan Sungai Musi. Luas hutan mangrove di
Indonesia mengalami penyusutan terus menerus, dalam satu dekade luas
hutan mangrove tercatat turun dari 5.209.543 ha (1982) menjadi 2.496.185
ha pada tahun 1993 (DAHURI et al., 1996). Penyebaran hutan mangrove di
pesisir Indo- nesia meliputi daerah pantai landai terutama dekat muara sungai.
Ekosistem hutan mangrove di Indonesia mempunyai keanekaragaman
hayati tertinggi di dunia dengan jumlah total spesies 89, terdiri dari 35 spesies

3
tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit, dan 2 spesies
parasitik.
Keanekaragaman hayati hutan mangrove yang tinggi merupakan aset yang
sangat berharga baik dilihat dari fungsi ekologi maupun fungsi ekonomi.
Ekosistem mangrove memiliki potensi bagus untuk dikembangkan dalam
berbagai sektor salah satunya adalah untuk pengembangan sektor
kefarmasian. Beberapa kegunaan ekosistem mangrove dalam bidang
kefarmasian antara lain, pemanfaatan tanaman bakau Rhizopora apiculata
pada industri kosmetik dan pemanfaatan kandungan tanin dari tanaman bakau
Aegiceras corniculatum sebagai antiseptik. Disamping itu, ekosistem
mangrove juga merupakan habitat alami biota laut seperti kepiting dan udang.
Biota laut tersebut bermanfaat dalam bidang kefarmasian karena adanya zat
kitin pada cangkang yang banyak dikembangkan sebagai material biomedic
(potensial dalam penyembuhan luka, kulit buatan, dan jahitan luka) dan drug
carrier.

B. Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi,
demikian pula keanekaragaman hayatinya. Terumbu karang berfungsi
ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik pantai,
tempat pemijahan, tempat asuhan dan mencari pakan bagi berbagai biota.
Terumbu karang juga mempunyai produk yang bernilai ekonomis penting
seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan berbagai
jenis keong dan kerang (SUKARNO et al., 1984)
Dari segi estetika, terumbu karang yang masih utuh menampilkan
pemandangan yang sangat indah, berbeda dengan ekosistem lainnya. Taman-
taman laut yang terdapat di pulau atau pantai yang mempunyai terumbu
karang menjadi terkenal seperti Taman Laut Bunaken di Sulawesi Utara.
Keindahan yang dimiliki oleh terumbu karang merupakan salah satu potensi
atraksi wisata bahari yang belum dimanfaatkan secara optimal.

4
Sementara itu potensi lestari sumberdaya ikan karang di perairan laut
Indo- nesia diperkirakan sebesar 76.000 /ton/ tahun. belum termasuk potensi
ikan hias sebesar 1,5 milyar ekor, dengan luas total terumbu karang lebih
kurang 50.000 km2 (ANON1M, 1998).
Ekosistem terumbu karang di Indonesia tersebar di seluruh wilayah pesisir
dan lautan di seluruh Nusantara. Terumbu karang di Indonesia beragam
tipenya, dimana semua tipe terumbu karang yang mencakup terumbu karang
tepi (fringing reefs), terumbu karang penghalang (barrier reefs), terumbu
karang cincin (atoll) dan terumbu tambalan (patch reefs) terdapat di perairan
laut Indonesia. Terumbu karang tepi terdapat di sepanjang pantai dan
mencapai kedalaman sekitar 40 meter. Terumbu karang penghalang berada
jauh dari pantai (mencapai puluhan atau ratusan kilometer) dipisahkan oleh
laguna yang dalam sekitar 40 - 75 meter, di Indonesia diantaranya tersebar di
Selat Makasar dan sepanjang tepian Paparan Sunda, sedang terumbu karang
cincin tersebar di Kepulauan Seribu dan Taka Bone Rate.

C. Padang Lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Spermatophyta) yang sudah
sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup di bawah permukaan air laut
(FORTES, 1990). Lamun hidup di perairan dangkal agak berpasir, sering juga
dijumpai di ekosistem terumbu karang. Lamun membentuk padang yang luas
dan lebat di dasar laut yang masih terjangkau oleh cahaya matahari dengan
tingkat energi cahaya yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun tumbuh
tegak, berdaun tipis yang bentuknya mirip pita dan berakar jalar. Tunas-tunas
tumbuh dari rhizoma, yaitu bagian rumput yang tumbuh menjalar di bawah
permukaan dasar laut. Lamun berbuah dan menghasilkan biji. Pertumbuhan
padang lamun memerlukan sirkulasi air yang baik. Air yang mengalir inilah
yang menghantarkan zat-zat nutrien dan oksigen serta mengangkut hasil
metabolisme lamun, seperti karbon dioksida (CO2) keluar daerah padang
lamun. Secara umum semua tipe dasar laut dapat ditumbuhi lamun, namun
padang lamun yang luas hanya dijumpai pada dasar laut lumpur pasiran dan

5
tebal. Padang lamun sering terdapat di perairan laut antara hutan rawa
mangrove dan terumbu karang.
Di wilayah perairan Indonesia terdapat sedikitnya 7 marga dan 13 jenis
lamun, antara lain jenis Enhalus acaroides dari suku Hydrocharitaceae.
Penyebaran ekosistem padang lamun di Indonesia (Den HARTOG, 1970)
mencakup perairan Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,
Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Di dunia, secara geografis lamun ini
tampaknya memang terpusat di dua wilayah yaitu di Indo Pasifik Barat dan
Karibia. Keberadaan padang lamun dapat menstabilkan dasar laut . Padang
lamun berfungsi sebagai perangkap sedimen dan distabilkan. Padang lamun
merupakan daerah penggembalaan (grazing ground) bagi hewan- hewan laut
seperti "duyung" (mamalia), penyu laut, bulu babi dan beberapa jenis ikan.
Padang lamun juga merupakan daerah asuhan (nursery ground) bagi larva-
larva berbagai jenis ikan. Tumbuhan lamun dapat digunakan sebagai bahan
makanan dan pupuk. Misalnya samo-samo (Enhalus acaroides) oleh
penduduk Kepulauan Seribu dimanfaatkan bijinya sebagai bahan makanan.

D. Rumput laut (benthic algae)


Potensi rumput laut (alga) di perairan Indonesia dapat diamati dari potensi
lahan budidaya rumput laut yang tersebar di 26 propinsi di Indonesia. Potensi
rumput laut di Indonesia mencakup areal seluas 26.700 ha dengan potensi
produksi sebesar 462.400 ton/ tahun (DAHURI et al, 19964. Budidaya
rumput laut sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat di daerah pantai
seperti Bali, PP. Seribu, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Utara dan Maluku. Perkembangan budidaya tersebut mengalami pasang surut
akibat masalah pemasaran yang turun naik tidak menentu. Namun sekarang
pemasarannya tidak masalah justru karena krisis ekonomi membawa angin
segar bagi produk pertanian untuk ekspor dengan naiknya nilai dolar
(ATMADJA et al, 1996).
Secara tradisional rumput laut dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir
terutama sebagai bahan pangan, seperti untuk lalapan, sayur, acar, manisan,

6
kue, selain juga dimanfaatkan sebagai obat (NONTJI, 1987). Pemanfaatan
untuk industri dan sebagai komoditas ekspor berkembang pesat pada
beberapa dasawarsa terakhir ini.
Pemanfaatan rumput laut untuk industri terutama oleh kandungan senyawa
kimia didalamnya, khususnya karagenan, agar, dan algin. Karagenan
merupakan bahan kimia yang dapat diperoleh dari berbagai jenis alga merah
seperti Gelidium, Gracilaria dan Hypnea, se- dan" algin adalah bahan yang
terkandung dalam alga coklat seperti Sargassum.
Algin banyak digunakan dalam industri kosmetika sebagai bahan pembuat
sabun, cream, lotion, shampo, dalam industri farmasi digunakan untuk
membuat emulsifier, stabi- lizer, tablet, salep, kapsul, dan filter. Algin juga
dipakai dalam industri tekstil, keramik, fotografi, dan sebagai bahan aditif.
Agar-agar merupakan bahan baku pokok pembuatan tepung agar-agar, baik
untuk industri skala besar maupun dalam industri rumah tangga. Agar-agar
dipakai dalam industri makanan sebagai thick- ener dan stabilizer, pada
industri farmasi dan bidang mikrobiologi untuk kultur bakteri. Bidang
industri kecantikan memanfaatkan agar- agar untuk pembuatan bahan dasar
salep, cream, sabun, lotion dan lain sebagainya. Karagenan dengan kualitas
yang jauh lebih bagus dari agar- agar, juga banyak digunakan dalam berbagai
industri seperti juga algin dan agar-agar.
Dengan melihat besarnya potensi pemanfaatan alga, terutama untuk
ekspor, maka saat ini usaha budidayanya mulai semarak dilakukan
masyarakat pesisir. Usaha budidaya rumput laut ini berkembang di
Kepulauan Seribu (Jakarta), Bali, Pulau Samaringa (Sulawesi Tengah), Pulau
Telang (Riau), dan Teluk Lampung. Jenis rumput laut yang dibudidayakan
yaitu Kappaphychus alvarezii, yang sebelumnya dikenal sebagai Echeuma
alvarezii.

E. Bio Farmasi Laut


Pengaplikasian bioteknologi kelautan sebagai pendayagunaan kekayaan
laut berbasis kegiatan ekonomi yang dikelola secara berkelanjutan dan serius

7
dapat memberikan sumbangan yang sangat berarti antara lain berupa
penyediaan bahan kebutuhan dasar industri farmasi dan kosmetik,
peningkatan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, perolehan devisa dan
pembangunan daerah. Sehingga dengan potensi kelautan yang dimiliki,
Indonesia mampu menciptakan suatu keunggulan komparatif, kooperatif dan
kompetitif dalam kiprah pembangunan nasional dimasa depan.
Dalam penyediaan bahan kebutuhan dasar industri farmasi dan kosmetik
dapat dilakukan optimalisasi pemanfaatan bahan alam bahari yang berasal
dari laut. Laut dengan keunikan ekosistemnya terbukti menyimpan banyak
potensi sumber farmasi baru dengan struktur molekul baru dan mekanisme
farmakologi baru pula. Beberapa tahun terakhir ini banyak penelitian
mengenai kegunaan spons karena keberadaan senyawa bahan alam yang
dikandungnya. Senyawa bahan alam ini banyak dimanfaatkan dalam bidang
farmasi dan harganya sangat mahal dalam katalog hasil laboratorium. Ekstrak
metabolit dari spons mengandung senyawa bioaktif yang diketahui
mempunyai sifat aktifitas seperti: sitotoksik dan antitumor, antivirus, anti
HIV dan antiinflamasi, antifungi, antileukimia, penghambat aktivitas enzim.
Jumlah struktur senyawa yang telah didapatkan dari spons laut sampai Mei
1998 menurut Soest dan Braekman (1999) adalah 3500 jenis senyawa, yang
diambil dari 475 jenis dari dua kelas, yaitu Calcarea dan Demospongiae.
Senyawa tersebut kebanyakan diambil dari Kelas Demospongiae terutama
dari ordo Dictyoceratida dan Dendroceratida (1250 senyawa dari 145 jenis),
Haplosclerida (665 senyawa dari 85 jenis), Halichondrida (650 senyawa dari
100 jenis), sedangkan ordo Astroporida, Lithistida, Hadromerida dan
Poecilosclerida, senyawa yang didapatkan adalah cukup banyak dan kelas
Calcarea ditemukan sangat sedikit.
Selain itu, biota lain yang dapat dimanfaatkan adalah alga. Didalam alga
terkandung bahan-bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin,
mineral dan juga senyawa bioaktif. Berbagai jenis alga seperti Griffithsia,
Ulva, Enteromorpna, Gracilaria, Euchema, dan Kappaphycus telah dikenal
luas sebagai sumber makanan seperti salad rumput laut atau sumber potensial

8
karagenan yang dibutuhkan oleh industri gel. Begitupun dengan Sargassum,
Chlorela/Nannochloropsis yang telah dimanfaatkan sebagai adsorben logam
berat; Osmundaria, Hypnea, dan Gelidium sebagai sumber senyawa bioaktif;
Laminariales atau Kelp dan Sargassum Muticum yang mengandung senyawa
alginat yang berguna dalam industri farmasi. Berbagai bahan bioaktif yang
terkandung dalam biota perairan laut seperti Omega-3, hormon, protein dan
vitamin memiliki potensi yang sangat besar bagi penyediaan bahan baku
industri farmasi dan kosmetik. Diperkirakan lebih dari 35.000 spesies biota
laut memiliki potensi sebagai penghasil bahan obat-obatan, sementara yang
dimanfaatkan baru 5.000 spesies. Beberapa jenis obat atau vitamin yang
diekstrak dari laut misalnya, minyak dari hati ikan sebagai sumber vitamin A
dan D, insulin diekstrak dari ikan paus dan tuna, sedangkan obat cacing dapat
dihasilkan dari alga merah. Sejauh ini, pemanfaatan alga sebagai komoditi
perdagangan atau bahan baku industri masih relatif kecil jika dibandingkan
dengan keanekaragaman jenis alga yang ada di Indonesia.
Padahal komponen kimiawi yang terdapat dalam alga sangat bermanfaat
bagi bahan baku industri makanan, kosmetik, dan farmasi. Kemajuan yang
dicapai dalam hal kemampuan sarana analisis kimia dan teknik produksi
bahan alam telah memungkinkan pelaksanaan analisis kimia kandungan
bioaktif, uji manfaat, keamanaan serta uji mutu untuk standarisasi bahan dan
juga pengembangan industri bahan dari sekala laboratorium ke sekala
industri. Sekitar 40 - 50% obat-obatan yang beredar dipasaran berasal dari
produk kimia bahan alam. Bahkan 10 dari 25 top penjualan produk farmasi
berasal dari bahan alam. Sebagian kimia bahan alam yang telah dikonversi
menjadi obat ini diekstrak dari mikroorganisme, tumbuhan, dan
makroorganisme laut.

F. Bahan-bahan Bioaktif
Bahan-bahan bioaktif (Bioactive sub-stances) atau berbagai macam bahan
kimia yang terkandung dalam tubuh biota laut merupakan potensi yang sangat
besar bagi penyediaan bahan baku industri farmasi, kosmetika, pangan dan

9
industri bioteknologi lainnya. Sejauh ini, pemanfaatan potensi bahan-bahan
bioaktif untuk keperluan industri terutama bioteknologi masih rendah
(DAHURI et al., 1996).
Pemanfaatan bahan-bahan bioaktif (natural product) dari biota laut praktis
belum berkembang, padahal di negara-negara seperti Amerika Serikat,
Jepang, dan Malaysia, industri bioteknologi yang mengelola bahan- bahan
bioaktif dari laut telah menjadi salah satu industri andalan. Di Hawai,
Amerika Serikat, yang hanya memiliki sedikit terumbu karang, telah berhasil
mengembangkan industri pembuatan tulang dan gigi palsu yang terbuat dari
hewan karang. Di Madagaskar, salah satu jenis biota terumbu karang telah
diekstrak zat bioaktifnya untuk industri obat anti kanker.
Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi mempunyai
potensi besar untuk mengembangkan industri bioteknologi. Hal ini
merupakan tantangan untuk diwujudkan untuk dinikmati hasilnya.

G. Senyawa Biota laut untuk Penanganan berbagai jenis penyakit


Penemuan senyawa-senyawa bioaktif baru dari laut yang memiliki potensi
sebagai sumber bahan baku obat telah memberikan harapan baru untuk
penanganan berbagai jenis penyakit yang belum ditemukan obatnya. Harapan
itu tentunya bukan tanpa alasan, sebab beberapa jenis senyawa bioaktif
sedang dalam tahap uji klinis, misalnya bryostatin-1, dolastatin-10,yondelis,
kahalalide F, aplidin, cemadotin, discodermolide dan ziconotide
(HAEFNER,2003). Menurut YAN (2004), berdasarkan jenis organisme
penyebab penyakit, pemanfaatan senyawa-senyawa yang berasal dari laut
dapat dikelompokan dalam beberapa kategori sebagai berikut:
1. Senyawa-senyawa untuk infeksi akibat jamur
Seperti diketahui bahwa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh biota laut
sangat berbeda dengan biota-biota lainnya. Kenyataan inilah yang
mendorong para saintis untuk mencari senyawa antijamur dari biota laut,

10
terutama dari biota bentos. Hampir semua antijamur dari biota laut yang
telah diketahui diisolasi dari biota bentos, misal spons.

2. Senyawa-senyawa untuk tuberkulosis


Beberapa senyawa utama yang digunakan untuk penanganan tuberkulosis
diantaranya (+)-8-hydroxymanzamine A yang pertama kali diisolasi dari
spons Pachypelina sp. yang sangat manjur untuk mengatasi
Mycobacterium tuberculosis H37Rv. Axisonitrile-3 yang diisolasi dari
spons Achantella klethra, juga sangat manjur untuk mengatasi M.
tuberculosis. Pseudopteroxazole dan ergorgiaene merupakan senyawa
yang diisolasi dari gorgonian Pseudopterogorgia elisabetae, terbukti
mampu menghambat pertumbuhan M. tuberculosis (YAN, 2004).

11
3. Senyawa-senyawa untuk parasit helmintik
Nematoda merupakan salah satu masalah kesehatan yang selalu mendapat
perhatian serius karena dapat berjangkit pada manusia dan hewan. Daya
tahan pertumbuhan nematoda terhadap obat-obat anthelmintik yang ada
saat ini mendorong usaha pencarian senyawa baru dan lebih manjur dalam
menangani nematoda. Dihroxytetrahydrofuran yang diisolasi dari algae
coklat, Notheia anomala asal Australia menunjukkan aktivitas terhadap
nematocidal tertentu. Amphilactams yang berhasil diisolasi dari spons
Amphimedon sp. sangat efektif digunakan untuk mengatasi parasit
nematoda. Sayang sekali amphilactams tidak mampu mengatasi telur
nematoda. Senyawa lainnya yaitu geodin A magnesium salt yang berhasil
diisolasi dari spons Geodia sp. (YAN, 2004). Menurut CAPON et al.
(1999), geodin A magnesium salt sangat efektif mengatasi nematocidal
tertentu.

4. Senyawa-senyawa untuk infeksi protozoa


Parasit protozoa telah menjangkiti manusia dan hewan dalam skala dunia.
Berbagai percobaan telah dilakukan untuk menangani protozoa. Senyawa-
senyawa produk alam laut yang menunjukkan sifat anti protozoa, misalnya
peroksida yang dihasilkan oleh spons Plakortis telah terbukti memiliki
aktivitas terhadap protozoa Leishmonia mexicama yang menyebabkan

12
penyakit "cutaneous ulcer" dan infeksi "nasopharyngeal". Obat-obatan
yang digunakan dalam menangani Trypanosoma cruzi dan T. brucei yang
menyebabkan penyakit "chagas" di Amerika Selatan dan penyakit tidur di
Afrika ternyata memiliki efek samping. Ascosalipyrrolidinone A yang
berhasil diisolasi dari jamur Ascochyta salicorniae menunjukkan aktivitas
menghambat pertumbuhan T. cruzi. Cara untuk mengurangi pengaruh
sitotoksik masih dalam tahap penelitian (YAN, 2004).
Chloroquine, mefloquine, quinine dan sulfadoxin-
pyrimethaminemerupakanjenis-jenis obat yang dianggap efektif dalam
penanganan penyakit malaria yang disebabkan oleh protozoa Plasmodium
falcifarum. Namun dalam perkembangannya, kemanjuran obat-obat
tersebut menjadi berkurang akibat peningkatan resistensi dari protozoa itu
sendiri. Manzamine merupakan alkaloid yang berhasil diisolasi dari spons
asal Indonesia menunjukkan aktivitas sebagai antimalaria (YAN, 2004).
Senyawa lainnya yang memiliki aktivitas sebagai antimalaria adalah
axisonitril-3 (sesquiterpenid isocyanide) yang diisolasi dari spons
Acanthella klethra dan kalihinol-A (isonitril yang mengandung kalahinane
diterpenoid) yang diisoalsi dari spons Acanthella sp. (RAVICHANDRAN
et al., 2007)

13
5. Senyawa-senyawa untuk penyakit bakteri
Sampai saat ini kebanyakan antibiotik yang digunakan dalam menangani
infeksi akibat bakteri merupakan senyawa yang berasal dari mikroba-
mikroba tanah. Namun penggunaan. antibiotik tersebut untuk jangka
panjang ternyata menyebabkan khasiatnya semakin berkurang, bahkan
terjadinya resistensi terhadap antibiotik itu sendiri (YAN, 2004). Senyawa
dari biota laut yang menunjukkan efek bioaktif terhadap bakteri
(antibakteri), misalnya squalamine yang diisolasi dari ikan hiu Squalus
achantias menunjukkan sifat bioaktif sebagai antibakteri. Squalamine juga
memiliki manfaat dalam penanganan jenis kanker tertentu

6. Senyawa-senyawa untuk infeksi virus


Nukleosida ara-A adalah suatu senyawa semisintetik dari arabinosil
nukleosida yang merupakan hasil pemurnian spons Cryptotethia crypta
sangat erat kaitannya dengan azidothymidine, ara-C, dan acyclovir yang
menunjukkan aktivitas sebagai antivirus.
Didemnins yang diisolasi dari tunikata Trididemnum solidum juga
menunjukkan aktivitas sebagai antivirus yang menjanjikan. Eudistomins
yang juga diisolasi dari tunikata Eudistoma dilaporkan memiliki potensi
yang sangat besar sebagai antivirus. Mycalamide A yang diisolasi dari
spons Mycale sp. dapat menghambat virus polio dan herpessimplex (YAN
2004). Papuamides A adalah depsipeptida siklik yang diisolasi dari spons

14
Theonella mirabilis and Theonella swinhoei asal Papua Nugini.
Papuamides A juga merupakan peptida pertama dari biota laut yang
mengandung 3-hydroxyleucine and homoproline (FORD et al., 1999).
Avarone yang diisolasi dari spons Disidea avara menunjukkan aktivitas
sebagai antileukemia, baik in vitro maupun in vivo (MULLER et al. 1985).
Senyawa antivirus lainnya adalah gymnochrome D yang diisolasi dari
Gymnocrinus, microspinosamine diisolasi dari spons, Sidonops sp.,
solenoilide A diisolasi dari gorgonian, Solenopodium sp., hennoxazole
diisolasi dari spons, Polyfibrospongia sp., thyrsiferol diisolasi dari algae
merah, Laurencia venusta dan spongiadiol diisolasi dari spons, Spongia sp.
(YAN, 2004).
7. Senyawa-senyawa untuk penyakit kronis
Penyakit kronis merupakan masalah medis yang sering dialami oleh
pasien. Berkaitan dengan penemuan senyawa-senyawa bioaktif dari biota
laut, maka penanganan penyakit kronis masih kurang mendapat perhatian,
Namun demikian, tercatat beberapa senyawa bioaktif yang sedang dalam
tahap uji klinis, misalnya ziconotide dan AM336 (keduanya termasuk
senyawa peptide yang diisolasi dari moluska) (YAN, 2004).

15
8. Senyawa-senyawa untuk penyakit kanker
Sampai dengan tahun 2004 sekitar 12 jenis senyawa antikanker yang
berbeda sedang dalam berbagai tahap uji klinis yaitu : LAF389 asam
amino yang diisolasi dari spons Jaspis cf. coriacea; bryostatin-1 yaitu asam
amino yang diisolasi dari spons Bugula neritina; dolastatin10 (peptide
yang diisolasi dari moluska Dolabella auricularia); ILX651 (peptide yang
diisolasi dari moluska); cemadotin (peptide yang diisolasi dari moluska);
discodermolide poliketida yang diisolasi dari spons Discoderma sp.);
HTT286 (tripeptida yang diisolasi dari spons); yondelis (alkaloid yang
diisolasi dari tunikata Ecteniascedia turbinate); aplidin depsipeptida yang
diisolasi dari tunikata Aplidium albicans), kahalalide F (depsipeptida yang
diisolasi dari moluska Elysia ruferesces); KRN7000 (a-galactosylceramide
yang diisolasi dari spons Agelas mauritianus), squalamine lactate
(aminosteroid yang diisolasi dari ikan hiu Squalus acanthias); IPL512602
(steroid yang diisolasi dari spons) dan ET743 (alkaloid yang diisolasi dari
tunikata) (YAN, 2004).

9. Senyawa-senyawa untuk inflamasi


Beberapa jenis senyawa antiinflamasi yang sedang dalam tahap uji klinis,
misalnya IPL 576092 (steroid yang diisolasi dari spons Petrosia
contignata) (HAEFNER, 2003). Pseudopterosins (diterpen glycoside yang
diisolasi dari gorgonian Pseudopterogorgia elisabethae (KERR et al.,

16
2006). Manoalide merupakan sesquiterpen yang diisolasi dari spons
Luffariella variabilis asal Indo Pasifik (HAEFNER, 2003).

17
BAB III
PENUTUP

Biota laut merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya.


Berbagai usaha telah dilakukan manusia untuk menyingkap rahasia yang
terkandung dalam biota laut dan produknya. Penelitian terhadap potensi
biota laut semakin menunjukkan titik terang sebagai sumber bahan baku
obat masa depan. Usaha keras para saintis yang tak kenal lelah telah
berhasil menemukan berbagai jenis senyawa baru yang menunjukkan
aktivitas biologik, terutama terhadap penyakit-penyakit belum ditemukan
obatnya. Senyawa- senyawa yang telah ditemukan antara lain yaitu
senyawa-senyawa untu infeksi akibat jamur, senyawa-senayawa untuk
tuberkukosis, senyawa-senyawa untuk parasit helmintik, senyawa-
senyawa untuk infeksi protozoa, senyawa-senyawa untuk penyakit bakteri,
senyawa-senyawa untuk infeksi virus, senyawa-senyawa untuk penyakit
kronis, senyawa-senyawa untuk penyakit kanker dan senyawa-senyawa
untuk inflamasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

ANONIM 1996. Benua Maritim Indonesia. BPP Tekn o log i d a n D e w a n


Hankamnas, Jakarta.
ANONIM 1998. Potensi dan Penyebaran Sumber Daya Ikan Laut di Perairan In- donesia.
Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan Laut, Jakarta: 42 hal.
ATMADJA, W.S., A. KADI, SULISTIJO dan R. SATARI 1996. Pengenalan Jenis- Jenis
Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi - LIPI, Jakarta: 191 hal.
CAPON, R.J.; C. SKENE; E. LACEY; J.H. GILL; D. WADSWORTH and T.
FRIEDEL1999. Geodin A Magnesium Salt: A Novel Nematocide from a
Southern Australian Marine Sponge, Geodia. J. Nat. Prod., 62(9): 1256-
1259.
DAHURI, R.; J. RAIS; S. P. GINTING dan M.J. SITEPU 1996. Pengelolaan Sumber Daya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta, xxiv: 305 hal.
Den HARTOG, C. 1970. Seagrasses of The World. North Holland Publishing Com- pany,
London.
FORD, P.W.; K.R.GUSTAFSON; T.C.MICKEE; N. SHIGEMATSU; L.K.
MAURIZI; L. K. PANRELI; D.E. WILLIAMS; E.D. de SILVA; P.
LASSOTA; T.M. ALLEN; R. V. SOEST; R.J. ANDERSON and M.R.
BOYD 1999. Papuamides A-D, HIVInhibitory and Cytotoxic Depsipeptides
from the Sponges Theonella mirabilis and Theonella swinhoei Collected in
Papua New Guinea. J. Am. Chem. Soc, 121 (25): 5899-5909.
HAEFNER, B. 2003. Drag from the deep: marine natural products drug
candidates. Drug Disc. Today. 6 (12): 536-544.
KERR,R.G.;A.C. KOHLandT.A. FERNS2006. Elucidation of the biosynthetic
origin of the anti-inflammatory pseudopterosins. Jour. Indust. Microbiol.
and Biotech. 33 (7): 532-538.
MULLER, W.E.G.; A. MAIDHOF; R.K. ZAHN; H.C. SCHRODER; M.J. GASI;
D. HEIDEMANN; A. BERND; B. KURELEC; E. EICH and G. SEIBERT
1985. Potent Antileukemic Activity of the Novel Cytostatic Agent Avarone
and Its Analogues in Vitro and in Vivo. Cancer Research 45:4822-4826.
NONTJI, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Jambatan, Jakarta
RAVICHANDRAN, S.; K. KATHIRESAN and H. BATARAM 2007. Anti-
malarials from marine sponges. Biotechnology and Molecular Biology
Review 2 (2): 33-38.
SUKARDJO, S. 1986. Memahami beberapa aspek sosial ekonomi hutan mangrove di Delta
Cimanuk. Oseana 11 (1): 1 7 -27.

SUKARNO, M. HUTOMO, M.K. MOOSA dan P. DARSONO 1981. Terumbu Karang di


Indonesia: Sumber daya, permasalahan dan pengelolannya. Proy. Penel. Potensi Sumber
Daya Alam In- donesia, Lembaga Oseanologi, LIPI, Jakarta: 112 hal.
YAN, H.Y. 2004. Harvesting drags from the seas and how Taiwan could
contribute to this effort. Chonghua J. Med. 9 (1): 1-7.

19

Anda mungkin juga menyukai