Anda di halaman 1dari 2

Kasus

Seorang apoteker X memeriksa resep bulanan, di salah satu resep terdapat resep racikan
yang berisi beberapa item obat salah satunya adalah Rhinos SR, yang merupakan obat
sustained release. Ternyata yang mengerjakan resep racikan itu adalah karyawan apotik yang
bukan seorang asisten apoteker.
Karyawan tersebut tidak tahu kalau Rhinos tidak boleh di gerus. Semua resep dokter berupa
racikan atau tidak, penjualan obat bebas, bebas terbatas, dan obat keras dilakukan oleh
karyawan apotek tersebut yang ternyata hanyalah tamatan SMA. Apoteker itu juga tidak
selalu stand by di Apotek.

Pengkajian kasus
 Berdasarkan PP 51 Tahun 2009 Prinsipnya, dalam menjalankan praktek kefarmasian
pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, apoteker harus menerapkan standar pelayanan
kefarmasian. Di samping itu, penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter
dilaksanakan oleh apoteker.
 Selain itu Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian,
yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Sedangkan pada kasus diatas
semua aktivitas kefarmasian di apotek dilakukan oleh karyawan yang bukan merupakan
tenaga kefarmasian.
 Untuk menghindari kesalahan tersebut terjadi lagi sebaiknya Apotek X menjalankan
Gerakan TATAP (Tiada Apoteker Tiada Pelayanan) serta mengganti karyawan lulusan
SMA tersebut dengan tenaga teknis kefarmasian lulusan SMF/D3/S1.
 Pada kasus tersebut karyawan apotek menggerus Rhinos SR yang merupakan obat
dekongestan Sustained release yaitu bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan
obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap sehingga pelepasannya lebih
lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel, 1999).
 Selain itu, kandungan Pseudoephedrine pada Rhinos SR juga termasuk ke dalam
golongan Prekursor. Peraturan penggunaan produk dengan golongan prekursor saat ini
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2010 tentang Prekursor. Peraturan
Pemerintah tersebut ditetapkan untuk melaksanakan Pasal 44 Undang-Undang No. 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika dan pasal 52 Undang-Undang no. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika. Menurut Undang-Undang Kesehatan, Prekursor adalah zat atau bahan
pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan
Psikotropika.
 Pada kasus tersebut juga melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen terkait penggerusan obat Rhinos SR yang seharusnya tidak
boleh digerus. Apabila digerus, maka penyerapan obat akan lebih mudah dan cepat.
Dikhawatirkan, dosis obat keluar secara bersamaan dalam jumlah yang besar dan bisa
membahayakan kesehatan konsumen.

Anda mungkin juga menyukai