Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Rumah sakit berdasarkan undang-undang yang berlaku merupakan suatu


institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan seperti
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan unit gawat darurat (UU RI No. 44, 2009).
Rumah sakit memerlukan suatu standar pelayanan agar dapat berjalan dengan baik
termasuk dalam bidang kefarmasian. Standar pelayanan kefarmasian merupakan
suatu pedoman yang digunakan untuk semua tenaga kefarmasian dalam pelayanan
kefarmasian khususnya di Rumah Sakit (Permenkes No. 72, 2016).
Standar pelayanan kefarmasian diterapkan di rumah sakit bertujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi
tenaga kefarmasian, dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat
yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (Permenkes No. 72, 2016).
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus mampu untuk menjamin ketersediaan
obat yang aman, bermutu, serta berkhasiat. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit
berupa pengelolaan sediaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP),
pelayanan farmasi klinis serta pengawasan obat dan BMHP (Kemenkes, 2020).
Instalasi farmasi rumah sakit merupakan satu-satunya unit di rumah sakit
bertanggung jawab pada penggunaan obat yang aman dan efektif di rumah sakit
secara keseluruhan. Manajemen obat di rumah sakit merupakan salah satu aspek
penting dari rumah sakit. Ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif
terhadap biaya operasional bagi rumah sakit, karena bahan logistik obat
merupakan salah satu tempat kebocoran anggaran (Wati dkk.,2013).
Pengelolaan obat merupakan salah satu segi manajemen rumah sakit yang
sangat penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan secara keseluruhan, karena
ketidakefisienan dan ketidaklancaran pengelolaan obat akan memberi dampak
negatif terhadap rumah sakit, baik secara medik, sosial maupun secara ekonomi.
Instalasi farmasi rumah sakit adalah satu-satu unit di rumah sakit yang bertugas
dan bertanggung jawab sepenuhnya pada pengelolaan semua aspek yang berkaitan
dengan obat/sediaan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit

1
(Saputra, 2016).
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit sangat
dipengaruhi oleh peran seorang Apoteker. Apoteker memiliki tanggung jawab
dalam menjalankan fungsi Instalasi Farmasi yaitu suatu unit pelaksana fungsional
yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit
(Permenkes No. 72, 2016). Salah satu upaya dalam menghasilkan Apoteker yang
berkuliatas adalah dengan dilaksanakannya Praktik Kerja Profesi Apoteker di
Rumah Sakit.
Salah satu rumah sakit yang dipilih untuk Praktik Kerja Profesi Apoteker
adalah Rumah Sakit Kota kendari Kendari yang merupakan rumah sakit yang
telah terakreditasi. Setelah kegiatan ini diselenggarakan, diharapkan mahasiswa
mampu mengelola sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP serta memiliki
keterampilan dan kemampuan dalam penerapan kegiatan farmasi klinis di Rumah
Sakit.

B. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit


a) Tujuan Umum
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi
dan tangung jawab apoteker dalam praktik kefarmasian.
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian.
3. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian
serta mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan
dalam rangka pengembangan pratek kefarmasian.
4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai
tenaga farmasi yang professional.
b) Tujuan Khusus
1. Peserta PKPA memahami peran dan fungsi rumah sakit sesuai Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit.

2
2. Peserta PKPA mampu melakukan Pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai meliputi :
a. Pemilihan
b. Perencanaan kebutuhan
c. Pengadaan
d. Penerimaan
e. Penyimpanan
f. Pendistribusian
g. Pemusnahan dan penarikan
h. Pengendalian dan
i. Administrasi
3. Peserta PKPA mampu menerapkan kegiatan pelayanan Farmasi Klinis
meliputi :
a. Pengkajian dan pelayanan resep
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat
c. Rekonsiliasi obat
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
e. Konseling
f. Visite
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
j. Dispensing sediaan steril
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
4. Peserta PKPA memahami proses dan manajemen sterilisasi pada Central
Sterile Supply Department (CSSD)
5. Peserta memahami proses pembuatan Formularium RS

C. Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit


1. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab Apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian di Rumah Sakit.
2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di

3
Rumah Sakit.
3. Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis di Rumah Sakit.
4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi Apoteker yang profesional.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Rumah Sakit
Berdasarkan UU RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat. Pengaturan penyelenggaraan rumah sakit bertujuan:
a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan
d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
1) Kategori Rumah Sakit
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan
dalam (Permenkes Nomor 72, 2016) :
a. Rumah Sakit Umum, yakni rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Umum
diklasifikasikan menjadi :

4
1. Rumah Sakit Umum Kelas A, rumah sakit yang memiliki jumlah tempat
tidur paling sedikit 250 buah

2. Rumah Sakit Umum Kelas B, rumah sakit yang memiliki jumlah tempat
tidur paling sedikit 200 buah.

3. Rumah Sakit Umum Kelas C, rumah sakit yang memiliki jumlah tempat
tidur paling sedikit 100 buah.

4. Rumah Sakit Umum Kelas D, rumah sakit yang memiliki jumlah tempat
tidur paling sedikit 50 buah.

b. Rumah Sakit Khusus, yakni rumah sakit yang hanya memberikan pelayanan
kesehatan pada bidang dan jenis penyakit tertentu, seperti :
1. Ibu dan anak
2. Mata
3. Otak
4. Gigi dan mulut
5. Kanker
6. Jantung dan pembuluh darah
7. Jiwa
8. Infeksi
9. Paru
10. THT
11. Bedah
12. Ketergantungan obat
13. Ginjal
c. Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi (Permenkes Nomor 3, 2020) :
1. Rumah Sakit Khusus Kelas A, rumah sakit yang memiliki jumlah tempat
tidur paling sedikit 100 buah.

2. Rumah Sakit Khusus Kelas B, rumah sakit yang memiliki jumlah tempat
tidur paling sedikit 75 buah.

3. Rumah Sakit Khusus Kelas C, rumah sakit yang memiliki jumlah tempat
tidur paling sedikit 25 buah.

5
Berdasarkan bentuknya, Rumah Sakit dikategorikan dalam (Permenkes
Nomor 3, 2020) :
a. Rumah Sakit Statis, yaitu rumah sakit yang dibangun di suatu lokasi tertentu
dalam jangka waktu yang lama (bersifat permanen) untuk menyelanggarakan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat
b. Rumah Sakit Bergerak, yaitu rumah sakit yang bersifat siap guna dan bersifat
sementara dan dapat dipindahkan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya.
Rumah Sakit bergerak dapat berbentuk bus, pesawat, kapal laut, ataupun
kontainer.
c. Rumah Sakit Lapangan, merupakan rumah sakit yang didirikan hanya pada
lokasi tertentu dan sifatnya sementara selama kondisi darurat dan masa
tanggap darurat bencana, ataupun pada saat pelaksanaan kegiatan tertentu.
Rumah Sakit ini dapat berupa tenda, kontainer, atau bangunan permanen yang
hanya digunakan untuk sementara waktu.
2) Akreditasi Rumah Sakit
Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan rumah
sakit, setelah dilakukan penilaian bahwa Rumah Sakit telah memenuhi standar
akreditasi yang telah ditetapkan (Permenkes Nomor 34 Tahun 2017). Setiap
Rumah Sakit harus terakreditasi, dimana akreditasi ini dilakukan setidaknya setiap
3 tahun sekali oleh lembaga Independen penyelenggara Akreditasi yang berasal
dari dalam atau luar negri. Rumah Sakit yang dapat melakukan melakukan
akreditas adalah Rumah Sakit yang setidaknya sudah berdiri selama 2 tahun.
Adapun tujuan dari pengaturan akreditasi Rumah Sakit adalah:
- Meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit dan melindungi keselamatan
pasien Rumah Sakit
- Meningkatkan perlindungan bagi masyarakat, sumber daya manusia di
Rumah Sakit dan Rumah Sakit sebagai institusi
- Mendukung program Pemerintahan di bidang kesehatan
- Meningkatkan profesionalisme Rumah Sakit Indonesia di mata Internasional
Kegiatan persiapan akreditasi yang dilakukan oleh Rumah Sakit meliputi
(Permenkes No. 34 Tahun 2017) :

6
- Penilaian mandiri (self assesment), bertujuan untuk mengukur kesiapan dan
kemampuan Rumah Sakit untuk memenuhi Standar Akreditasi dalam rangka
survei Akreditasi
- Workshop, bertujuan untuk menunjang Pemenuhan Standar Akreditasi
- Bimbingan Akreditasi, yaitu berupa proses pembinaan terhadap rumah sakit
untuk meningkatkan kinerja dalam mempersiapkan Akreditasi
3) Perhitungan Beban Kerja Tenaga Kefarmasian
a. Beban Kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
1) Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR);
2) Jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen, klinik
dan produksi);
3) Jumlah resep atau formulir permintaan Obat (floor stock) per hari; dan
4) Volume sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
b. Penghitungan Beban Kerja
Penghitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja pada
pelayanan kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi
manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep,
penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pemantauan terapi
obat, pemberian informasi obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya
dibutuhkan tenaga apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien
(Permenkes 72, 2016).
Penghitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja pada
pelayanan kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi
menajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep,
penyerahan obat, Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan konseling, idealnya
dibutuhkan tenaga apoteker dengan rasio 1 apoteker untuk 50 pasien
(Permenkes 72, 2016).
Selain kebutuhan apoteker untuk pelayanan kefarmasian rawat inap
dan rawat jalan, maka kebutuhan tenaga apoteker juga diperlukan untuk

7
pelayanan farmasi yang lain seperti di unit logistik medik/distribusi, unit
produksi steril/aseptic dispensing, unit pelayanan informasi obat dan lain-lain
tergantung pada jenis aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan yang dilakukan
oleh instalasi farmasi. Beban kerja dari sumber daya manusia dalam hal ini
Apoteker dan tenaga kefarmasian dipengaruhi oleh beberapa factor seperti
kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR), jumlah atau jenis
kegiatan farmasi yang dilakukan, jumlah resep atau formulir permintaan obat
(floor stock) per hari, dan volume sediaan farmasi, alat kesehatan, serta
Bahan Medis Habis Pakai.
Selain pada bagian pelayanan rawat inap dan rawat jalan, Apoteker
juga dibutuhkan pada unit lain seperti logistik medik/distribusi, unit produksi
steril/aseptic dispensing, unit pelayanan informasi obat dan lain-lain
tergantung pada jenis aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan yang dilakukan
oleh instalasi farmasi. Apoteker juga diperlukan masing-masing 1 (satu)
orang untuk kegiatan pelayanan kefarmasian di ruang tertentu, seperti
(Permenkes No. 72, 2016):
1) Unit Gawat Darurat
2) Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit (ICCU)/Neonatus
Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU)
3) Pelayanan Informasi Obat
B. Tugas dan Fungsi
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas, Rumah Sakit mempunyai
fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

8
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

C. Ketentuan Umum dan Perundang-undangan yang berlaku


Peraturan-peraturan mengenai Rumah Sakit diantaranya adalah:
1. Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian;
3. Keputusan Menteri Kesehatan Repulik Indonesia Nomor 347/ Menkes/ SK/
VII/ 1990 tentang Obat Wajib Apotek;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/ Menkes/ Per/ X/ 1990 tentang
Daftar Obat Wajib Nomor 1;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 919/ Menkes/ Per/ X/ 1993 tentang
Kriteria Obat yang dapat Diberikan Tanpa Resep;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 924/ Menkes/ Per/ X/ 1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek Nomor 2;
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 925/ Menkes/ SK/ X/ 1999 tentang
Perubahan Golongan Obat Nomor Keputusan Menteri Kesehatan Repulik
Indonesia Nomor 1176/ Menkes/ SK/ X/ 1999 tentang Daftar Obat Wajib
Apotek Nomor 3;
8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Kesehatan;
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
10. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika;
11. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika;
12. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Repulik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit;

9
14. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan
Kesehatan;
15. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor;
16. Keputusan Kongres Nasional XVIII ISFI Nomor 006/ Kongres XVIII/ ISFI/
2009 tentang Kode Etik Apoteker Indonesia;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2016
Tentang Perubahan atas Peraturan Nomor 889/ Menkes/ Per/ V/ 2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin kerja Tenaga Kefarmasian;
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekusor Farmasi.
19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020
tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
D. Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker
1) Pengolahan Rumah Sakit
A. Manajemen Pendukung
1. Struktur organisasi
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun
2015 menyatakan bahwa organisasi suatu Rumah Sakit disesuaikan dengan
besarnya kegiatan dan beban kerja Rumah Sakit dan harus membagi habis
seluruh tugas dan fungsi rumah sakit. Organisasi Rumah Sakit paling
sedikit terdiri atas :
1) Kepala Rumah Sakit atau direktur Rumah Sakit
Kepala Rumah Sakit atau direktur Rumah Sakit merupakan pimpinan
tertinggi dalam organisasi Rumah Sakit dengan sebutan jabatan kepala,
direktur utama, atau direktur. Kepala rumah sakit atau direktur Rumah
sakit bertugas memimpin penyelenggaraan Rumah Sakit yaitu:
- Melakukan kordinasi pelaksanaan tugas dan fungsi unsur organisasi
- Memiliki kewenangan dalam mengambil suatu kebijakan
- Penyelenggaraan tugas dan fungsi Rumah Sakit

10
- Pembinaan, pengawasan, dan pelaksanaan tugas dan fungsi dari
setiap unsur organisasi
- Evaluasi, pencatatan, dan pelaporan
2) Unsur pelayanan medis
Unsur pelayanan medis merupakan suatu unsur organisasi yang berada
dibawah kepala Rumah Sakit dan memiliki tanggung jawab terhadap
kepala Rumah Sakit. Unsur pelayanan medis meliputi pelayanan rawat
jalan, rawat inap, dan gawat darurat. Adapun tugas dari unsur pelayanan
medis yaitu :
- Penyusun rencana pemberian pelayanan medis
- Melakukan koordinasi dan pelaksanaan dari pelayanan medis
- Melakukan pengendalian mutu, biaya, dan keselamatan pasien di
bidang pelayanan medis dan;
- Pemantauan dan evaluasi pelayanan medis
3) Unsur keperawatan

Unsur keperawatan merupakan unsur organisasi di bidang pelayanan


keperawatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
kepala Rumah Sakit atau direktur Rumah Sakit. Adapun tigas dari unsur
pelayanan keperawatan yaitu:
- Penyusunan rencana pemberian pelayanan keperawatan
- Koordinasi dan pelaksanaan pelayanan keperawatan
- Melaksankan pengendalian mutu, biaya keselamatan pasien di
bidang keperawatan
- Pemantauan dan evaluasi pelayanan keperawatan
4) Unsur penunjang medis
Unsur keperawatan merupakan unsur organisasi di bidang penunjang
medis yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala
Rumah Sakit atau direktur Rumah Sakit. Adapun tugas dari unsur
penunjang medis yaitu:
- Penyusunan rencana pemberian pelayananpenunjang medis

11
- Koordinasi dan pelaksanaan pelayanan penunjang medis
- Pelaksanaan kendali mutu, kendali biaya, dankeselamatan pasien di
bidang pelayanan penunjang medis
- Pengelolaan rekam medis
- Pemantauan dan evaluasi pelayanan penunjang
5) Unsur administrasi umum dan keuangan
Unsur administrasi umum dan keuangan merupakan bagian dari unsur
organisasi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala
Rumah Sakit atau direktur Rumah Sakit. Unsur organisasi ini bertugas
dalam perencanaan anggaran, perbendaharaan dan mobilisasi dana, dan
akuntasi. Unsur ini juga melaksanakan administrasi umum dan
keuangan dari beberapa aspek di Rumah Sakit yaitu :
- Ketatausahaan
- Kerumahtanggaan
- Pelayanan hukum dan kemitraan
- Pemasaran
- Kehumasan
- Pencatatan, pelaporan, dan evaluasi
- Penelitian dan pengembangan
- Sumber daya manusia
- Pendidikan dan pelatihan.
6) Komite medis
Komite medis merupakan unsur organisasi yang bertanggung jawab
dalam pengelolaan klinis yang baik (good clinical governance). Unsur
ini bertanggung jawab kepada kepala Rumah Sakit dan bertugas untuk
meningkatkan profesionalisme staf medis yang bekerja di Rumah Sakit
dengan cara :
- Melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan
pelayanan medis di Rumah Sakit
- Menjaga mutu profesi dari staf medis
- Menjaga disiplin, etika, dan perilaku staf medis

12
Suatu Rumah Sakit juga dapat membentuk komite lain selain komite
medis untuk menyelenggarakan fungsi tertentu di Rumah Sakit.
Komite lain tersebut dapat berupa :
- Keperawatan
- Farmasi dan terapi
- Pencegahan dan pengendalian infeksi
- Pengendalian resistensi antimikroba
- Etika dan hukum
- Koordinasi pendidikan
- Manajemen risiko dan keselamatan pasien.
7) Satuan pemeriksaan internal
Satuan pemeriksaan internal juga merupakan unsur organisasi yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala Rumah Sakit
atau direktur Rumah Sakit. Fungsi utama dari organisasi ini adalah
melaksanakan pemeriksaan audit kinerja internal rumah sakit yaitu :
- Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan manajemen risiko di unit kerja
rumah sakit
- Penilaian terhadap sistem pengendalian, pengelolaan, dan
pemantauan efektifitas dan efisiensi sistem dan prosedur dalam
bidang administrasi pelayanan, serta administrasi umum dan
keuangan
- Pelaksanaan tugas khusus dalam lingkup pengawasan internal yang
ditugaskan oleh kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit
- Pemantauan pelaksanaan dan ketepatan pelaksanaan tindak lanjut
atas laporan hasil audit
- Pemberian konsultasi, advokasi, pembimbingan, dan pendampingan
dalam pelaksanaan kegiatan operasional rumah sakit.
2. Sumber Daya Manusia Pelayanan Kefarmasian
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009
menyatakan bahwa suatu Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan
dari sumber daya manusia. Penyelenggaraan standar pelayanan

13
kefarmasian di Rumah Sakit harus ditunjang dengan adanya sumber
daya kefarmasian. Sumber daya kefarmasian di Rumah sakit meliputi
sumber daya manusia, sarana, dan peralatan (Permenkes No. 72, 2016).
Suatu Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus memiliki sumber daya
manusia berupa Apoteker dan Tenaga kefarmasian yang sesuai dengan
beban kerja agar tujuan dari Instalasi Farmasi dapat tercapai. Pemilihan
sumber daya manusia harus memiliki kompetensi yang disesuaikan
dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung
jawabnya. Adapun kualifikasi dari sumber daya manusia berdasarkan
pekerjaan yang dilakukan yaitu :
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:
1) Apoteker
2) Tenaga Teknis Kefarmasian
b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
1) Operator komputer/teknisi yang memahami kefarmasian
2) Tenaga administrasi
3) Pekarya/pembantu pelaksana
Sumber daya manusia pada pelayanan kefarmasian juga harus
memenuhi beberapa persyaratan umum seperti :
a. Apoteker dan tenaga kefarmasian bertugas hanya dalam pelayanan
kefarmasian
b. Tenaga kefarmasian yang melakukan pelayanan kefarmasian harus
diawasi oleh seorang Apoteker
c. Apoteker dan tenaga kefarmasian wajib memenuhi persyaratan
administrasi
d. Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus dipimpin oleh seorang
Apoteker yang memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun.
B. Pengelolaan Obat, Perbekalan Farmasi, dan Barang Lain
a. Pemilihan (selection)
Setiap rumah sakit harus menggunakan jenis sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan BMHP berdasarkan formularium dan standar

14
pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi, pola penyakit, evektifitas,
keamanan, mutu harga, dan ketersediaan di pasaran. Formularium Rumah
Sakit disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi yang disepakati oleh Staf
Medik dengan mengacu pada formularium Nasional (Kemenkes, 2020).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan
penggunaan formularium agar tercapai penggunaan obat yang rasional
1. Restriksi atau Batasan
Batasan yang dimaksud adalah pembatasan indikasi kualifikasi penulis
resep jumlah maksimal obat yang dapat diresepkan dan durasi
penggunaan obat.
2. Substitusi
Substitusi yang dimaksud adalah penggantian obat oleh instalasi
farmasi atas persetujuan dari dokter penulis resep. Penggantian obat
dapat dilakukan karena obat tidak tersedia pada instalasi farmasi.
Obat yang dapat dipertimbangkan masuk kedalam formularium
Rumah Sakit adalah :
- Obat yang memiliki izin edar dari BPOM
- Lebih mengutamakan obat generik
- Memiliki rasio manfaat-resiko yang paling menguntungkan pasien
- Mudah penggunaannya sehingga dapat meningkatkan kepatuhan dari
pasien
- Memiliki rasio manfaat-biaya yang tertinggi
- Terbukti efektif secara ilmiah dan banyak dibutuhkan dalam
pelayanan dengan harga yang terjangkau.
Komite/Tim Farmasi dan Terapi harus memilih obat dengan
cermat dan mempertimbangkan aspek efektifitas biaya. Produk obat
yang dipilih harus menunjukkan keunggulan dibandingkan produk lain
yang sejenis. Penetapan jenis obat harus dibatasi untuk
mengefisiensikan pengelolaannya dan menjaga kualitas dari pelayanan
(Kemenkes 2020).
Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili

15
hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi,
sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-
spesialisasi yang ada di rumah sakit dan Apoteker wakil dari Farmasi
Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya (Satibi, 2014).
Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Komite/Tim
Farmasi dan Terapi yang merupakan unit kerja dalam memberikan
rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit mengenai kebijakan
penggunaan obat di rumah sakit yang anggotanya terdiri dari dokter
yang mewakili semua spesialisasi yang ada di rumah sakit, Apoteker
Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan.
Komite/Tim Farmasi dan Terapi harus dapat membina hubungan kerja
dengan komite lain di dalam rumah sakit yang berhubungan/berkaitan
dengan penggunaan obat (Permenkes No 72, 2016).
Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat diketuai oleh seorang
dokter atau seorang apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka
sekretarisnya adalah apoteker, namun apabila diketuai oleh apoteker,
maka sekretarisnya adalah dokter. Komite/Tim Farmasi dan Terapi
harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali
dan untuk rumah sakit besar rapat diadakan sekali dalam satu bulan.
Rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar dari
dalam dan luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi
pengelolaan Komite/Tim Farmasi dan Terapi, memiliki pengetahuan
khusus, keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi
Komite/Tim Farmasi dan Terapi (Permenkes No 72, 2016).
Komite/Tim Farmasi dan Terapi mempunyai tugas (Permenkes
No 72, 2016):
1. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di rumah sakit;
2. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam
Formularium Rumah Sakit;
3. Mengembangkan standar terapi;
4. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat;

16
5. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang
rasional;
6. Mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki;
7. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error;
8. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di
rumah sakit
b. Procurement
1. Perencanaan
Perencanaan dilakukan untuk menghindari terjadinya kekosongan
obat. Perencaan obat yang baik dapat menghasilkan pengendalian stok
sediaan farmasi yang juga baik. Tahap perencanaan dilakukan mengacu
pada formularium Rumah Sakit yang telah disusun sebelumnya.
Perencanaan dilakukan dengan melibatkan internal instalasi Farmasi
Rumah Sakit dan unit kerja yang ada di Rumah Sakit.
Adapun tahapan dalam proses perencanaan kebutuhan obat di
rumah sakit adalah (Permenkes Nomor 3, 2020) :
- Persiapan
Pada tahap ini perlu diperhatikan bahwa daftar obat harus sesuai
formularium nasional dan formularium rumah sakit. Perencanaan
perlu memperhatikan waktu yang dibutuhkan, mempertimbangkan
periode pengadaan, safety stock, lead time dan ketersediaan
anggaran.
- Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data penggunaan obat pasien periode
sebelumnya (data konsumsi) sisa stok, data morbilitas, dan usulan
dari unit pelayanan.
- Menganalisa terhadap usulan kebutuhan berupa spesifikasi dari item
obat dan kuantitas kebutuhan.
- Menyusun dan menghitung rencana kebutuhan obat menggunakan
metode yang sesuai.

17
- Melakukan evaluasi terhadap rencana kebutuhan
- Bagian instalasi farmasi menyampaikan draft ke manajemen rumah
sakit untuk mendapatkan persetujuan.
Perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui 4 metode yaitu
Metode Konsumsi, Metode Morbiditas, Metode Kombinasi Konsumsi
dan Morbiditas serta Metode proxy consumption. Metode konsumsi
didasarkan pada data penggunaan obat dari penggunaan obat periode
sebelumnya. Metode konsumsi ini mempersyaratkan bahwa
penggunaan obat periode sebelumnya harus dipastikan rasional. Hal ini
disebabkan metode konsumsi hanya berdasarkan pada data konsumsi
sebelumnya yang tidak mempertimbangkan epidemiologi penyakit. Jika
penggunaan obat periode sebelumnya tidak rasional, disarankan untuk
tidak menggunakan metode ini. Adapun sumber data dapat berasal dari
pencatatan dan pelaporan (kartu stok), pencatatan dan pelaporan
beberapa fasilitas kesehatan, maupun hasil pertemuan beberapa tenaga
medis . Adapun jenis data yang digunakan yaitu alokasi dana, daftar
obat, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, kadaluwarsa, obat
kosong, stok pengaman (Satibi, 2014).
Metode Morbiditas adalah metode dengan memperhitungkan
kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Metode ini
mempertimbangkan standar pengobatan untuk penyakit tertentu.
Metode Kombinasi merupakan kombinasi dari metode Konsumsi dan
Morbiditas. Sedangkan metode proxy consumption merupakan metode
perhitungan kebutuhan obat menggunakan data kejadian penyakit,
konsumsi obat, permintaan, penggunaan, dan pengeluaran obat dari
rumah sakit (Permenkes Nomor 3, 2020).
2. Pengadaan
Pengadaan merupakan suatu proses yang dilakukan setelah tahap
perencanaan telah selesai dirampungkan. Pengadaan kebutuhan obat
ataupun material kesehatan yang telah direncanakan dapat
direalisasikan dengan beberapa proses seperti melakukan pembelian,

18
produksi/pembuatan sediaan farmasi, dan sumbangan/dropping/hibah
(Permenkes Nomor 3, 2020).
Pembelian adalah pengadaan untuk mendapatkan sediaan farmasi
dan BMHP yang berasal dari pemasok. Pemasok yang dipilih harus
memenuhi kriteria seperti mutu produk, mutu pelayanan, distribusi
resmi, harga, dan dapat dipercaya. Hal-hal yang perlu diperhatikan
ketika ingin melakukan pembelian adalah melihat kembali daftar
sediaan farmasi dan BMHP yang akan dibeli serta menentukan
kuantitasnya, menyesuaikan dengan situasi keuangan, membuat syarat
kontrak kerja, memantau pengiriman barang, dan melakukan
pembayaran.
3. Penyimpanan
Penyimpanan adalah sutau kegiatan menyimpan dan memelihara
dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan BMHP yang diterima
untuk menjamin mutu dari sediaan farmasi, menghindari penggunaan
yang tidak bertanggung jawab, serta meningkatkan pengendalian.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan seperti (Permenkes Nomor 3,
2020).
- Penyimpanan obat di gudang ataupun DEPO tidak boleh dimasuki
oleh petugas farmasi yang diberi kewenangan
- Penyimpanan obat di ruang perawatan tidak boleh dimasuki selian
petugas yang telah diberikan kewenangan oleh kepala ruangan
- Penyimpanan sediaan farmasi dan BMHB harus dilindungi dengan
cara seperti ruangan dipantau oleh CCTV dan pengisian kartu stok
- Obat yang dilakukan pengemasan kembali harus disertai dengan
pemberian etiket
- Tersedia rak/lemari yang mencukupi untuk penyimpanan
- Tersedia pallet untuk menghindari obat bersentuhan langsung
dengan lantai
- Tersedia alat pengangkut seperti trolly
- Ruangan harus bebas dari serangga dan binatang penganggu

19
- Tersedia sistem pendingin yang dapat menjaga suhu ruang dibawah
25 derajat
- Dinding dibuat dari bahan yang kedap air
- Luas ruangan penyimpanan memungkinkan untuk dilakukan
aktivitas pengangkutan
- Lokasi bebas banjir
- Tersedia lemari pendingin untuk penyimpanan obat tertentu
- Tersedia alat pemantau suhu ruangan terkalibrasi
- Di area perawatan pasien tidak diperbolehkan menyimpan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan BMHP dengan kemasan tersier (kardus)
- Suhu penyimpanan obat harus dipantau setiap hari meskipun libur
- Obat yang mendekati tanggal kadaluarsa disimpan terpisah dan
diberi penandaan khusus
- Tempat penyimpanan obat tidak digabung dengan penyimpanan
barang lain
- Sistem penyimpanan menggunakan prinsip FIFO dan FEFO
- Penyimpanan disesuaikan dengan alfabetis atau kelas terapi
- Kerapihan dan kebersihan ruang penyimpanan
Obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi (High Alert) harus
diberi label high Alert. Adapun obat yang termasuk ke dalam High
Alert seperti (Permenkes Nomor 3, 2020) :
- Obat dengan resiko yang tinggi, yaitu obat dengan zat aktif yang
akan menimbulkan kematian atau kecacatan
- Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (LASA/NORUM)
- Elektrolit dengan konsentrasi tinggi
- Elektrolit konsentrasi tertentu
Obat Narkotika, Psikotropika dan Prekursor, disimpan dalam
lemari khusus yang dipisahkan oleh 2 (dua) pintu dan tidak mudah
untuk dipindahkan serta masing-masing kunci pintu dipegang oleh
orang yang berbeda.
Bahan berbahaya dan beracun, bahan B3 disimpan di lemari

20
khusus dengan penandaan yang menunjukkan sifat bahan tersebut.
Untuk pengelolaan B3 mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan beracun
(Permenkes Nomor 3, 2020).
c. Distribution inventory
Distribusi merupakan suatu kegiatan menyalurkan sediaan
farmasi atau BHMP yang telah diadakan. Sediaan farmasi dan BMHP
disalurkan di rumah sakit untuk pelayanan pasien rawat inap ataupun
rawat jalan. Tujuan utama dari distribusi adalah tersedianya sediaan
farmasi dan BMHP pada unit pelayanan yang ada di Rumah Sakit.
Distribusi yang dilakukan harus tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat
jenis. Distribusi secara garis besar dibedakan menjadi (Permenkes
Nomor 3, 2020) :
- Sistem distribusi sentralisasi, yaitu distribusi dilakukan oleh
Instalasi Farmasi secara terpusat ke semua unit rawat inap di Rumah
Sakit.
- Sistem distribusi desentralisasi, yaitu distribusi yang dilakukan pada
unit-unit pelayanan rumah sakit yang disebut depo/satelit.
Adapun beberapa metode penyiapan untuk memenuhi kebutuhan
pasien, yaitu (Permenkes Nomor 3, 2020) :
- Persediaan di ruang rawat (floor stock)
Metode dilakukan dengan menyiapkan sediaan farmasi dan BMHP
pada ruang perawatan. Perawat akan menyiapkan obat sesuai dengan
resep/instruksi yang ditulis oleh dokter dan hanya boleh dilakukan
jika dalam keadaan darurat. Jenis dan jumlah sediaan farmasi serta
BMHP yang dapat dijadikan floor stock ditetapkan oleh Tim Farmasi
dan Terapi.
- Resep perorangan
Metode yang dilakukan dengan menyiapkan sediaan farmasi dan
BMHP untuk satu periode pengobatan sesuai dengan resep dokter

21
baik tertulis ataupun elektronik. Metode ini dilakukan untuk pasien
rawat jalan.
- Dosis Unit (Unit Dose Dispensing/UDD)
Metode ini dilakukan dengan menyiapkan obat dan BMHP dalam
satu wadah untuk satu kali penggunaan obat (dosis) yang langsung
diberikan kepada pasien. Metode ini memiliki keuntungan dapat
meningkatkan keselamatan pasien. Metode ini digunakan untuk
pasien rawat inap.
d. Aspek Kegiatan Farmasi Klinik
1) Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pengkajian resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah
terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian
resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan
persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi nama, umur, jenis kelamin, berat
badan, tinggi badan pasien; nama, nomor SIPA, alamat dan paraf
dokter; tanggal resep dan ruangan/unit asal resep. Persyaratan
farmasetik meliputi nama obat; bentuk dan kekuatan sediaan; dosis dan
jumlah obat; stabilitas; aturan dan cara penggunaan. Persyaratan klinis
meliputi ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat;
duplikasi pengobatan; alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD); kontraindikasi; dan interaksi Obat (Permenkes No. 72, 2016).
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan
disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep
dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat
(medication error) (Permenkes No. 72, 2016).
2) Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk

22
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain
yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh
dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat
pasien. Tahapan penelusuran riwayat penggunaan obat (Permenkes No.
72, 2016) :
a. Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan
informasi penggunaan obat;
b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh
tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika
diperlukan;
c. Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD);
d. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat;
e. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat;
f. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan;
g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat
yang digunakan;
h. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat;
i. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat;
j. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat danoalat bantu
kepatuhan minum obat (concordance aids);
k. Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa
sepengetahuan dokter; dan
l. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan
alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien.
Adapun kegiatan yang dilakukan yaitu (Permenkes 72, 2016):
a. Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya;
dan
b. Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien.

23
Informasi yang harus didapatkan (Permenkes 72, 2016):
a. Nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan,
frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat;
b. Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan
c. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang
tersisa).
Informasi yang harus didapatkan setelah melakukan kegiatan
penelusuran riwayat penggunaan obat yaitu nama obat (termasuk obat
non-resep), dosis, bentuk sediaan,frekuensi penggunaan, indikasi dan
lama penggunaan obat reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk
riwayat alergi dan kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat
(jumlah obatyang tersisa) (Permenkes No. 72, 2016).
3) Rekonsiliasi Obat
Menurut The Institute for Healthcare Improvement (2005)
rekonsiliasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan Apoteker untuk
mendapatkan informasi terkait pengobatan yang sedang pasien gunakan
secara akurat termasuk dosis dan frekuensi agar dapat dibandingkan
dengan obat yang akan diberikan ketika admisi, transfer, dan discharge.
Tujuan utama dilakukannya rekonsiliasi adalah menghindari terjadinya
kesalahan penggunaan obat (medication error) (Permenkes Nomor 3,
2020).
- Rekonsiliasi Admisi
Rekonsiliasi yang dilakukan dengan menelusuri riwayat penggunaan
obat pasien oleh Apoteker kemudian membandingan dengan obat
yang diresepkan oleh dokter. Jika terdapat perbedaan, maka
Apoteker akan melakukan komunikasi dengan dokter terkait obat
tersebut tetap dilanjutkan, diubah aturan pakainya, atau bahkan
dihentikan.
- Rekonsiliasi Transfer
Apoteker akan membandingkan terapi obat pada instruksi
pengobatan pasien di ruang sebelumnya dengan resep/instruksi

24
pengobatan di ruang rawat saat ini.
- Rekonsiliasi Discharge
Kegiatan yang dilakukan apoteker dengan membandingkan obat
yang telah diterima pasien sebelumnya dengan obat yang akan
dibawa pulang.
4) Pelayanaan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan oleh apoteker untuk menyediakan dan memberikan informasi
atau rekomendasi obat yang independen, akurat, dan tepat. Kegiatan ini
dapat dilakukan secara formal maupun non formal. Sasaran informasi
obat meliputi pasien, tenaga kesehatan lain seperti dokter dan perawat,
serta pihak lain seperti tim manejemen Rumah Sakit (Permenkes
Nomor 3, 2020).
Kegiatan PIO di rumah sakit meliputi (Permenkes No. 72, 2016):
a) Menjawab pertanyaan
b) Menerbitkan bulletin, leaflet, poster, newsletter
c) Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan
dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit
d) Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
melakukan kegiatan penyuluhuan bagian pasien rawat jalan dan
rawat inap
e) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya
f) Melakukan penelitian.
5) Konseling
Konseling merupakan suatu kegiatan yang dilakukan Apoteker
dengan memberikan informasi, nasihat, atau saran kepada pasien atau
keluarga pasien terkait terapi obat yang diterima. Pada saat konseling
Apoteker akan mengajukan beberapa pertanyaan agar dapat menggali
informasi dari pasien. Konseling di Rumah Sakit dapat dilakukan pada
pasien rawat jalan ataupun rawat inap.

25
Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan tiga
pertanyaan penting yang biasa ditanyakan. Apabila tingkat kepatuhan
pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode model
keyakinan kesehatan. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa
pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan.
Adapun tujuan dilakukan konseling yaitu (Permenkes Nomor 3, 2020) :
- Meningkatkan kepatuhan pasien
- Mengoptimalkan hasil terapi
- Meminimalkan reaksi obat yang tidak diinginkan
- Menunjukkan perhatian serta kepedulian kepada pasien
- Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling
(Permenkes No. 72, 2016):
a) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati
dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).
b) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB,
DM, AIDS, epilepsi).
c) Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus
d) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
e) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk
indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini termasuk
pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat
disembuhkan dengan satu jenis obat.
f) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
6) Visite
Visite merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang
Apoteker dengan melakukan kunjungan kepada pasien rawat inap.
Kegiatan ini dapat dilakukan secara mandiri ataupun dengan tim tenaga
kesehatan lainnya untuk mengamati kondisi pasien secara langsung
kemudian mengkaji masalah terkait pengobatan yang dialami oleh
pasien.

26
Visite mandiri umumnya memiliki keuntungan yaitu waktu
pelaksanaan yang lebih fleksibel dibanding dengan visite bersama tim
dan dapat dijadikan sebagai persiapan untuk pelaksanaan visite
bersama. Sedangkan visite mandiri dapat meningkatkan komunikasi
yang terjadi antara Apoteker dengan tenaga kesehatan lainnya hinggaa
rekomendasi penyelesaian masalah terkait pengobatan dapat
dikomunikasikan dengan baik (Permenkes Nomor 3, 2020).
Tujuan dari dilakukannya visite adalah (Permenkes Nomor 3,
2020) :
- Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan
obat dari pasien
- Meningkatkan komunikasi Apoteker dengan tenaga kesehatan
lainnya
- Pasien mendapatkan terapi pengobatan sesuai dengan kondisinya
- Pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dengan resiko yang
lebih minimal (efek samping, biaya, dan kesalahan obat)
Dalam melakukan visite, Apoteker perlu membekali diri dengan
pengetahuan, kemampuan untuk menginterpretasikan hasil data
laboratorium, dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan pasien
maupun tenaga kesehatan lainnya. Apoteker juga perlu menyiapkan
fasilitas agar dapat melaksanakan visite dengan baik seperti (Permenkes
Nomor 3, 2020) :
- Formulir Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)
- Formulir Pemantauan Terapi Obat
- Referensi berupa cetakan ataupun elektronik
Pelaksanaan visite dapat dimulai dari melakukan persiapan yaitu
melakukan seleksi pasien, mengumpulkan informasi terkait penggunaan
obat dari catatan penggunaan obat, monitoring pengobatan dengan
wawancara bersama pasien atau keluarga pasien, mengumpulkan data
seperti hasil pemeriksaan laboratorium, dan mengkaji penggunaan obat
dari pasien (Permenkes Nomor 3, 2020).

27
7) Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan untuk memastikan bahwa terapi obat yang didapatkan oleh
pasien aman, efektif, serta rasional. Tujuan utama dari kegiatan ini
adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan biaya
pengobatan. Kriteria pasien yang umunya dipilih untuk dipantau terapi
obatnya adalah pasien yang memiliki komplikasi penyakit sehingga
memperoleh obat yang banyak pula (polifarmasi), pasien yang
menerima terapi sitostatika, pasien yang mengalami disfungsi organ
terutama hati dan ginjal, pasien geriatri dan pediatri, pasien
hamil/menyusui, dan pasien dengan perawatan yang intensif
(Permenkes Nomor 3, 2020).
8) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring efek samping obat di Rumah sakit adalah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memantau efek samping
yang terjadi pada saat penggunaan obat oleh pasien. Adapun tujuan
utama dari MESO adalah (Permenkes Nomor 3, 2020).
- Menentukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal, atau yang frekuensinya jarang ditemukan
- Menentukan frekuensi dari efek samping obat
- Mengetahui semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi kuantitas dari terjadinya efek samping
obat
- Meminimalkan kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
- Mencegah terjadinya kembali reaksi obat yang tidak diinginkan
9) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi penggunaan obat merupakan suatu serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan dengan
mengevaluasi kerasionalan terapi penggunaan yang diterima oleh
pasien yang mengacu pada kriteria dan standar yang telah ditetapkan.
Jenis-jenis dari Evaluasi Penggunaan Obat :

28
- Evaluasi Penggunaan Obat Kuantitaf seperti pola peresepan obat dan
pola penggunaan obat
- Evaluasi Penggunaan Obat Kualitatif seperti kerasionalan
penggunaan obat dan kerasionalan dari segi farmakoekonomi
Tujuan dilakukannya Evaluasi Penggunaan Obat adalah mendorong
penggunaan obat yang rasional, meningkatkan kualitas pelayanan, dan
menurunkan pembiayaan yang tidak perlu (Permenkes Nomor 3, 2020).

10) Dispensing Sediaan Steril


Dispensing Sediaan Steril adalah merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan Apoteker untuk memenuhi kebutuhan pasien dalam
penggunaan sediaan steril dengan cara melarutkan, mencampurkan,
atau pengenceran dengan teknik aseptik untuk menjaga sterilitias
sediaan sampai diberikan kepada pasien. Ruang lingkup sediaan steril
dibagi atas (Permenkes Nomor 3, 2020).
- Pencampuran obat suntik non sitostatika (IV admixture) seperti
kegiatan pencampuran sediaan intravena ke dalam infus,
pengenceran sediaan intravena, dan rekonstitusi sediaan intravena
dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai
- Penyiapan nutrisi parenteral yaitu kegiatan menyiapkan beberapa
komponen nutrisi seperti karbohidrat, lipid, vitamin, dan mineral
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien yang akan diberikan
dengan rute intravena
- Pencampuran sediaan sitostatik yaitu kegiatan pencampuran obat
kanker yang bersifat sitostatik untuk kebutuhan pasien dan
mencegah terjadinya paparan zat berbahaya.
- Dispensing sediaan tetes mata yaitu kegiatan yang dilakukan dengan
mencampurkan sediaan tetes mata untuk kebutuhan pasien.

29
Tujuan utama dilakukannya dispensing sediaan steril yaitu menjamin
sterilitas sediaan sehingga dapat menimilkan kesalahan dalam
pengobatan pula (Permenkes Nomor 3, 2020).
11) Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD)
PKOD merupakaninterpretasi hasil pemeriksaan kadar obat
tertentu ataspermintaan dari dokter yang merawat karena indeks
terapiyang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter. PKOD
bertujuan untuk mengetahui kadar obat dalam darah, danmemberikan
rekomendasi kepada dokter yang merawat (Permenkes No. 72, 2016).
Kegiatan PKOD yaitu melakukan penilaian kebutuhan pasien
yang membutuhkan Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD),
mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan
Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD), danmenganalisis hasil
Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) dan memberikan
rekomendasi (Permenkes No. 72, 2016).

30
BAB III
TINJAUAN UMUM TEMPAT PKPA

A. Sejarah Berdirinya RSUD Kota Kendari


RSUD Kota Kendari awalnya terletak di kota Kendari, tepatnya di
Kelurahan Kandai Kecamatan Kendari dengan luas lahan 3.527 M2 dan luas
bangunan 1.800 M2.
RSUD Kota Kendari merupakan bangunan atau gedung peninggalan
pemerintah Hindia Belanda yang didirikan pada tahun 1927 dan telah
mengalami beberapa kali perubahan antara lain :
1. Dibangun oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1927
2. Dilakukan rehabilitasi oleh Pemerintah Jepang pada tahun 1942 – 1945
3. Menjadi Rumah Sakit Tentara pada tahun 1945 – 1960
4. Menjadi RSU. Kabupaten Kendari pada tahun 1960 – 1989
5. Menjadi Puskesmas Gunung Jati pada tahun 1989 – 2001
6. Menjadi RSUKota Kendari pada tahun 2001 berdasarkan Perda Kota
Kendari No.17 Tahun 2001
7. Diresmikan penggunaannya sebagai RSUD Abunawas Kota Kendari
oleh bapak Walikota Kendari pada tanggal 23 Januari 2003
8. Pada Tahun 2008 , oleh pemerintah Kota Kendari telah membebaskan
lahan seluas 13.000 ha untuk relokasi Rumah Sakit, yang dibangun

31
secara bertahap dengan menggunakan dana APBD, TP, DAK dan
DPPIPD.
9. Pada tanggal 9 Desember 2011 Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Kendari resmi menempati Gedung baru yang terletak di Jl. Brigjen Z.A
Sugianto No : 39 Kel. Kambu Kec. Kambu Kota Kendari
10. Terakreditasi oleh TIM Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS), No.
SERT 139/I/2012 lulus tingkat dasar dengan 5 pelayanan (Administrasi
& Manajemen, Rekam Medik, Pelayanan Keperawatan, Pelayanan
Medik dan IGD)

11. Berdasarkan SK Walikota Kendari no 16 Tahun 2015 tanggal 13 Mei


2015 dikembalikan namanya menjadi RSUD Kota Kendari sesuai
PERDA Kota Kendari No. 17 Tahun 2001.
B. Dasar Penyelenggaraan
1. Berdasarkan SK Walikota Kendari no 16 Tahun 2015 tanggal 13 Mei
2015 namanya menjadi RSUD Kota Kendari sesuai PERDA Kota
Kendari No. 17 Tahun 2001.
2. Ijin operasional tetap Rumah Sakit dari Walikota Kendari No.
56/IZN/I/2016/001 berlaku dari 13 januari 2016 sampai dengan 13
Januari 2021
3. Penetapan kelas Rumah Sakit menjadi RS Kelas C dari Kementerian
Kesehatan RI No. HK 0305/I/1857/12 tanggal  3 oktober 2012
Akreditasi Rumah Sakit No. KARS –SERT 412/V/2017 dengan predikat
Lulus Tingkat Perdana Bintang Satu.
C. Visi dan Misi
Visi Rumah Sakit
“ RUMAH SAKIT PILIHAN MASYARAKAT "

Misi Rumah Sakit


 Meningkatkan pelayanan kesehatan dengan menciptakan pelayanan
yang bermutu, cepat, tepat serta terjangkau oleh masyarakat.

32
 Mendorong masyarakat untuk memanfaatkan RSUD Kota Kendari
menjadi RUMAH SAKIT mitra keluarga.
 Meningkatkan SDM, sarana dan prasarana medis serta non medis
serta penunjang medis, agar tercipta kondisi yang aman dan nyaman
bagi petugas, pasien dan keluarganya serta masyarakat pada
umumnya.

33
Motto
“ SENYUM, SALAM, SAPA, SANTUN, SABAR DAN EMPATI (5S + 1E)”
Tugas Pokok Rumah Sakit
 Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna
dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilakukan
secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta
melaksanakan upaya rujukan.
 Melaksanakan pelayanan yang bermutu sesuai standar pelayanan rumah
sakit.
Fungsi
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, maka RSUD kota Kendari
bertanggung jawab dalam pelayanan kesehatan dan berfungsi :
 Menyelenggarakan pelayanan medis
 Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis &non medis
 Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan
 Menyelenggarakan pendidikan dan latihan
 Menyelenggarakan administrasi dan keuangan
Nilai-Nilai Dasar
 Kejujuran
 Keterbukaan
 Kerendahan hati
 Kesediaan melayani
 Kerja keras
 Kasih Sayang
 Loyalitas
5
Strategi
 Meningkatkan mutu pelayanan secara optimal.

34
 Meningkatkan sumber daya manusia yang handal dibidang kesehatan
yang berorientasi pada tugas, melalui pendidikan dan latihan.
 Meningkatkan sarana dan prasarana medis dan non medis sesuai
kebutuhan.
 Meningkatkan kerjasama lintas sektor dan pihak swasta melalui kerja
sama yang saling bertanggung jawab dan menguntungkan.
Prestasi Rsud Kota Kendari
 Tahun 2000, Juara 1 Lomba balita Sejahtera Indonesia Tingkat Prov
Sultra.
 Tahun 2000, Juara 3 Lomba Balita Sejahtera Indonesia Tingkat Nasional.
 Tahun 2009, Juara 1 Rumah Sakit Sayang Ibu & bayi Tingkat Prov
Sulawesi Tenggara .
 Tahun 2009, Menerima Penghargaan dari Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak RI, sebagai Rumah Sakit Sayang Ibu
& Bayi Terbaik Tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara.
 Tahun 2009, Juara 3 Lomba Kebersihan, Keindahan Dan Ketertiban
tingkat Kota Kendari.
 Tahun 2010, Menerima Penghargaan Piagam Citra Pelayanan Prima
Unit Pelayanan Publik Tingkat Nasional.
 Tahun 2013, Juara I Lomba makanan B2SA “Beragam, Bergizi,
Seimbang, Dan Aman” Tingkat Kota Kendari.
 Tahun 2013, Juara II lomba pameran Kendari Expo Tingkat Kota
Kendari.
 Tahun 2013, Mendapatkan Penghargaan “ Rumah Sakit Sayang Ibu “
oleh Menteri Kesehatan RI.
 Tahun 2014, Menerima Sertifikat Dengan Predikat Kepatuhan Standar
Pelayanan Publik oleh OMBUDSMAN Republik Indonesia.
 Tahun 2016, Menerima Sertifikat sebagai Role Model penyelenggara
Pelayanan publik berdasarkan hasil evaluasi terhadap 59 kabupaten/Kota

35
seluruh Indonesia berdasarkan Keputusan MENPAN RB No. `191 tahun
2016 dengan kategori sertifikat “B” kategori “BAIK”.
 Tahun 2017, Menerima Sertifikat sebagai Role Model penyelenggara
Pelayanan publik berdasarkan hasil evaluasi terhadap 72 kabupaten/Kota
seluruh Indonesia berdasarkan Keputusan MENPAN RB No. `21 tahun
2017 dengan kategori sertifikat “ A “ SANGAT BAIK”.
 Tahun 2018, Menerima Piagam Penghargaan sebagai juara III Stand
terbaik HUT Kota Kendari ke- 187
D. Lokasi, Sarana dan Prasarana
1. Lokasi

36
2. Sarana dan Prasarana
a Gedung
RSUD Kota Kendari saat ini memiliki sarana gedung sbb :
1. Gedung Anthurium ( Kantor )
2. Gedung Bougenville ( Poliklinik )
3. Gedung IGD
4. Gedung Matahari ( Radiologi )
5. Gedung Anyelir ( Kamar Operasi )
6. Gedung Asoka ( ICCU )
7. Gedung Dahlia ( ICU )
8. Gedung Teratai ( Obgyn - Ponek )
9. Gedung Lavender ( Rawat Inap penyakit dalam )
10. Gedung Mawar ( Rawat Inap Anak )
11. Gedung Melati ( Rawat Inap Bedah )
12. Gedung Tulip (Rawat Inap Saraf & THT)
13. Gedung Anggrek ( Rawat Inap Kls I dan Kls II )
14. Gedung Sakura ( Rawat Inap VIP )
15. Gedung Instalasi Gizi
16. Gedung Loundry
17. Gedung Laboratorium
18. Gedung Kamar Jenazah
19. Gedung Apotek
20. Gedung PMCC ( Private Medical Care Centre ) 3 lantai
dilengkapi dengan :
a. Ruang poli terpadu 18 unit
b. Ruang Unit gawat darurat 1 unit
c. Ruang laboratorium 1 unit
d. Ruang Apotek 1 unit
e. Ruang rawat inap VIP, VVIP dan Eksekutif 25 unit

37
f.. Dilengakapi dengan fasilitas Lift menuju lantai 2 dan 3

38
b Ketenagaan
Jumlah tenaga kerja yang ada di RSUD Kota Kendari pada
tahun 2018 sebanyak 531terdiri dari 214 PNS dan 312 Non
PNS, dan 5 PNS Luar,meliputi :
 Tenaga Medis
 Tenaga Kesehatan dengan berbagai profesi
 Tenaga Administrasi Umum
c Jenis – Jenis Pelayanan
a) Pelayanan Rawat Jalan
1. Pelayanan Medik Dasar
a. Dokter Umum
b. Dokter Gigi
2. Pelayanan Medik Spesialis Dasar
a. Penyakit Dalam
b. Penyakit Bedah
c. Obstetri Dan Ginekologi
d. Kesehatan Anak
3. Pelayanan Medik Spesialis Penunjang
a. Anesthesiologi
b. Radiologi
c. Patologi Klinik
4. Pelayanan Medik Spesialis Gigi Dan Mulut
a. Bedah Mulut
b. Konsevasi
c. Orthodenti
d. Periodenti
e. Prostodonti
f. Penyakit Mulut
g. Gigi Anak

39
5. Pelayanan Medik Spesialis Lainnya
a. Patologi Anatomi
b. Kulit Dan Kelamin
c. Saraf
d. Telinga Hidung Tenggorokan ( THT)
e. Jantung Dan Penyakit Paru
f. Onkologi
g. Kesehatan Mata
h. Orthopedi
b) Rawat Inap
 Rawat Inap VIP , VVIP dan Eksekutif
 Rawat Inap Kelas I, II, III
 Rawat Inap ICU& ICCU
 Instalasi Gawat Darurat (IGD)
 Kegiatan Kamar Operasi
c) Pelayanan Penunjang Lainnya
Kegiatan-kegiatan penunjang terdiri dari :
a. Instalasi Laboratorium
b. Instalasi Farmasi dan Apotek 24 jam
c. Instalasi Kamar Jenazah
d. Instalasi Gizi
e. Ambulance
f. Pembakaran Sampah Medis Melalui Incenerator
g. Sistem IPAL
d) Pelayanan Rujukan
RSUD Kota Kendari menerima rujukan dari puskesmas
yang ada di Kota Kendari dan sekitarnya dan Menerima
rujukan dari Rumah Sakit Kabupaten/Kota dalam Wilayah
Sulawesi Tenggara, Serta merujuk ke RSU Bahteramas dan
RSU Regional lainnya untuk kasus-kasus yang belum bisa
ditangani.

40
e) Tambahan Layanan Sebagai Inovasi
1. Program Gerakan Sayang Ibu
2. Poliklinik dan Konseling Gizi
3. Layanan SEKAR (Sistem Ketersediaan Kamar Rujukan
Pasien)
4. Layanan Konseling VCT
5. Layanan Aduan Masyarakat Melalui Kotak Saran, Loket
Aduan, Telepon, SMS, dan Email.
6. Pelayanan Onkologi
7. Okupasi Terapi
E. Instalasi Farmasi RSUD Kota Kendari
1) Definisi Instalasi Farmasi
Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah
Sakit.
2) Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi
Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi :
a Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi
seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan
professional serta sesuai prosedur dan etik profesi.
b Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.
c Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna
memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko.
d Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.
e Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi.

41
f Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan
Pelayanan Kefarmasian.
g Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit.
Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit meliputi :
1) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai:
a. Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis
Habis Pakai Sesuai Kebutuhan Pelayanan Rumah Sakit.
b. Merencanakan Kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
Dan Bahan Medis Habis Pakai Secara Efektif, Efisien Dan
Optimal.
c. Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan
Medis Habis Pakai Berpedoman Pada Perencanaan Yang Telah
Dibuat Sesuai Ketentuan Yang Berlaku.
d. Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan
Medis Habis Pakai Untuk Memenuhi Kebutuhan Pelayanan
Kesehatan Di Rumah Sakit.
e. Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis
Habis Pakai Sesuai Dengan Spesifikasi Dan Ketentuan Yang
Berlaku.
f. Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan
Medis Habis Pakai Sesuai Dengan Spesifikasi Dan Persyaratan
Kefarmasian.
g. Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan
Medis Habis Pakai Ke Unit-Unit Pelayanan Di Rumah Sakit.
h. Melaksanakan Pelayanan Farmasi Satu Pintu.
i. Melaksanakan Pelayanan Obat “Unit Dose”/Dosis Sehari.
j. Melaksanakan Komputerisasi Pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis Pakai (Apabila Sudah
Memungkinkan).

42
k. Mengidentifikasi, Mencegah Dan Mengatasi Masalah Yang
Terkait Dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan
Medis Habis Pakai.
l. Melakukan Pemusnahan Dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis Pakai Yang Sudah Tidak
Dapat Digunakan.
m. Mengendalikan Persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
Dan Bahan Medis Habis Pakai.
n. Melakukan Administrasi Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis Pakai.

43
44

F. Struktur Organisasi
1. Struktur Organisasi RSUD Kota Kendari
2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Kota Kendari
Direktur
dr.H. Sukirman, M.kes, MARS,Sp.PA

Kabid Pelayanan
Syarif. B., SKM.

Kasi Penunjang Pelayanan Medik


Hj. Nun Sudiar Astati, S.Si., Apt

Kepala Instalasi Farmasi


Administrasi Rahmadani Buchari, S.Farm., Apt
Hendra Asmada, S.Kom
Yuslia, S.Kom

Wakil Kepala Pengelolaan Wakil Kepala Pelayanan Farmasi Klinik Wakil Kepala Pendidikan dan
Perbekalan Farmasi Nirmah Tandibura, S.Farm.,M.Si., Apt Penelitian
Yusti Aji Primastuti, S.Si., Apt Asiyani, S.Farm., Apt
Instalasi Pelayanan Rawat Jalan
Bagian Perencanaan dan dan Rawat Inap
Pengadaan
Depo Pelayanan IGD

Bidang Penerimaan, Penyimpanaan Depo Pelayanan IBS


dan Distribusi Perbekalan Farmasi
45
PIO dan Konsultasi
BAB IV
KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN

A. Kegiatan PKPA Rumah Sakit


Adapun kegiatan PKPA Rumah Sakit adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi dan
tanggung jawab apoteker dalam praktek kefarmasian di rumah sakit.
2. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang wawasan rumah sakit,
wawasan instalasi farmasi RS, pelayanan informasi obat, pelayanan resep
dan alur pelayanan obat/alkes di instalasi farmasi, depo OK, IGD, Instalasi
Bedah Sentral dan depo Private Medical Care Center (PMCC)
3. Mahasiswa mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan pasien dan
tenaga kesehatan lain
4. Mempersiapkan calon apoteker untuk memasuki dunia kerja sebagai
tenaga farmasi yang profesional di rumah sakit.

B. Pembahasan
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan promotif, pencegahan
penyakit preventif, penyembuhan penyakit kuratif, dan pemulihan kesehatan
rehabilitatif, yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman
dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah
sakit.
Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan,
merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan
pemulihan bagi pasien (DepKes RI, 2014). Pelayanan kesehatan yang
diselengarakan rumah sakit meliputi: pelayanan medis, pelayanan penunjang

46
medis, pelayanan rehabilitasi dan peningkatan kesehatan,pendidikan dan
pelatihan serta pengembangan bidang kesehatan
PKPA di RSUD kota kendari di mulai dari tgl 02 maret 2020 – 19 maret
2020 Dilakukan penerimaan oleh pihak RSUD kota kendari dan selanjutnya
sebelum melakukan peraktek kerja semua mahasiswa diberi pembekalan oleh
tim rumah sakit terkait dengan aturan yang ada di RSUD kota kendari, serta
diberi pelatihan 5 momen dan 6 langkah cuci tangan tujuannya agar
mahasiswa mengerti dan menjaga kesehatan baik bagi dirinya sendiri maupun
kepasien.
Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,
dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan
fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. Klasifikasi
Rumah Sakit Umum terdiri atas :
1) Rumah Sakit Umum kelas A, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar, 5 spesialis penunjang
medik, 12 spesialis lain, dan 13 subspesialis dasar.
2) Rumah Sakit Umum kelas B, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar, 4 spesialis penunjang
medik, 8 spesialis lain, dan 2 subspesialis dasar.
3) Rumah Sakit Umum kelas C, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar, dan 4 spesialis penunjang
medik.
4) Rumah Sakit Umum kelas D, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 spesialis dasar.
RSUD Kota Kendari merupakan Rumah sakit umum yang memberikan
pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Tipe dari RSUD
Kota Kendari adalah Rumah sakit tipe C.
RSUD Kota Kendari melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian sesuai
dengan standar pelayanan kefarmasian rumah sakit yaitu pengelolaan
perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Pada pengelolaan

47
perbekalan farmasi dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, hinggan pendistribusian obat ke depo-depo farmasi, sedangkan
pada pelayanan farmasi klinik yang dilakukan yaitu mulai dari pengkajian
resep, dispensing, dan pelayanan informasi obat. Pada tahap pemilihan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di RSUD
Kota Kendari dilakukan berdasarkan Formularium Rumah Sakit yang disusun
mengacu kepada Formularium Nasional. Formularium Rumah Sakit
merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Komite/Tim
Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit. Perencanaan
dilakukan oleh kepala Instalasi Farmasi dengan mengumpulkan data
pelayanan resep dan jumlah kunjungan pasien. Berdasarkan ketetapan yang
berlaku pengadaan obat-obatan, alat kesehatan dan bahan kimia bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan sumber
keuangan RSUD Kota Kendari berasal dari Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) yang merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit
Kerja pada SKPD di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Perencanaan merupakan tahap yang penting dalam pengadaan obat di
instalasi farmasi rumah sakit (IFRS). Perencanaan pengadaan obat perlu
mempertimbangkan jenis obat, jumlah yang diperlukan, serta efikasi obat
dengan mengacu pada misi utama yang diemban oleh rumah sakit. Untuk
menentukan beberapa macam obat yang harus direncanakan, fungsi kebijakan
rumah sakit sangat diperlukan agar macamobat dapat dibatasi. Penetapan
jumlah obat yang diperlukan dapat dilaksanakan berdasarkan polulasi yang
akan dilayani, jenis pelayanan yang diberikan, atau berdasarkan data
penggunaan obat yang sebelumnya (DepKes RI, 2002). Metode perencanaan
yang digunakan di RSUD Kota kendari adalah metode konsumsi. Metode ini
diterapkan berdasarkan data riil konsumsi obat periode yang lalu, dengan
berbagai penyesuaian dan koreksi. Untuk memperoleh data kebutuhan obat

48
yang mendekati ketepatan, perlu dilakukan analisa trend (regresi linier)
pemakaian obat 1 (satu) tahun sebelumnya atau lebih. Data yang perlu
dipersiapkan untuk perhitungan metode konsumsi yaitu daftar nama obat, stok
awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang, kadaluawarsa dan
rusak, kekosongan obat, pemakaian rata-rata per tahun, waktu tunggu (lead
time), stok pengamanan (buffer stock), dan pola kunjungan (Binfar, 2010)
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi atau pembuatan
sediaan farmasi, dan sumbangan atau hibah. Tujuan pengadaan adalah untuk
mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, mutu yang baik,
pengiriman barang yang terjamin tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak
memerlukan tenaga serta waktu yang berlebihan. Secara umum pengadaan
obat di rumah sakit dapat dilakukan dengan cara tahunan,triwulan, mingguan.
Sistem pengadaan yang dilakukan di RSUD Kota Kendari yaitu dengan
menggunakan metode Direct Procurement (langsung) dengan berdasarkan
Fornas dan Formularium RS. RSUD Kota Kendari juga menggunakan
pengadaan langsung secara elektronik atau e-procurement yang merupakan
pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi
informasi dan transaksi elektronik. Cakupan dari metode ini adalah metode e-
purchasing. E-purchasing merupakan tata cara pembelian barang/jasa melalui
e-catalogue. Selain itu, terdapat pengadaan secara reguler yang dilakukan tiap
1-3 bulan yang berasal dari daftar obat formularium rumah sakit, dimana
kredit dilakukan 60-120 hari tergantung pada PBF/distributor terkait.
Untuk penerimaan perbekalan farmasi di RSUD Kota Kendari dilakukan
oleh panitia pemeriksa barang dan panitia penerimaan barang yang telah
ditetapkan. Barang yang telah diterima terlebih dahulu diperiksa oleh panitia
pemeriksa barang sebelum diserahkan ke panitia penerimaan barang. Panitia
pemeriksa barang bertugas melakukan pemeriksaan terhadap mutu, nomor
batch, dan jumlah barang, kemudian dibuat Berita Acara Penerimaan Barang
untuk selanjutnya diserahkan kepada instalasi farmasi untuk digudangkan.

49
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi, selanjutnya dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian
Penyimpanan merupakan suatu aspek penting dari sistem pengendalian
obat menyeluruh. Pengendalian lingkungan yang tepat, (yaitu : suhu, cahaya,
kelembaban, kondisi sanitasi, ventilasi, dan pemisahan) harus dipelihara
apabila obat-obatan dan perlengkapan lainnya disimpan di RS. Daerah
peyimpanan harus aman, perlengkapan dan peralatan yang digunakan untuk
penyimpanan dibuat sedemikian agar obat-obatan dapat diperoleh dengan
mudah oleh personel yang ditunjuk dan diberi wewenang. Personel yang
demikian harus dipilih dengan teliti dan dibawah pengawasan. Keamanan juga
merupakan faktor penting dan pertimbangan yang tepat harus diberikan
terhadap penyimpanan yang aman untuk senyawa beracun dan mudah
menyala. Obat luar harus disimpan terpisah dari obat dalam. Obat yang
disimpan dalam satu lemari pendingin mengandung bahan lain selain obat
harus disimpan dalam kompartemen yang terpisah (Siregar dan Amalia,
2004).
Metode penyimpanan dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk
sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired
First Out (FEFO) dan First in First Out (FIFO) disertai sistem informasi
manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip / LASA (Look Alike
Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus
untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat. Kemudian untuk
penyimpanan obat-obatan high alert adalah dengan menempelkan stiker obat
high alert pada obat yang akan diserahkan kepada perawat, dipisahkan obat
high alert dengan obat lain (dalam lemari khusus), obat sitostatika disimpan
terpisah dan diletakkan di wadah berwarna ungu dan diberi stiker cytotoxic
dan stiker high alert, lalu petugas medis yang akan memberikan obat high
alert lakukan double check kepada petugas medis lain untuk memastikan 6
benar (pasien, obat, dosis , rute, frekuensi,dokumentasi).

50
Adapun penyimpanan untuk obat Narkotika dan Psikotropika disimpan
dilemari khusus yang dipisahkan oleh 2 (dua) pintu dan tidak mudah untuk
dipindahkan serta kunci masing-masing pintu dipegang dengan orang yang
berbeda apabila Apoteker Penanggung Jawab (APJ) obat Narkotika dan
Psikotropika tidak ada, maka kunci diserahkan kepada Asisten Apoteker yang
diberi wewenang oleh Apoteker Penanggung Jawab (APJ). Sedangkan untuk
obat prekursor disimpan dilemari khusus.
Sistem distribusi obat di rumah sakit adalah tatanan jaringan sarana,
personel, prosedur, dan jaminan mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi
penderita dalam kegiatan penyampaian sediaan obat beserta informasinya
kepada penderita. Distribusi perbekalan farmasi dilakukan dari gudang ke
beberapa depo yaitu depo UGD, depo OK, depo PMCC, rawat jalan dan rawat
inap. Penanggung jawab setiap depo farmasi mengisi formulir permintaan
barang farmasi kepada gudang, kemudian bagian gudang akan mengecek
ketersediaan barang yang diminta dan memberi tanda/jumlah barang yang
dapat dilayani. Selanjutnya format diajukan ke Kepala Instalasi Farmasi untuk
disahkan. Setelah disahkan dan persetujuan pengeluaran telah diterima, maka
bagian gudang menyiapkan barang yang diminta dan mencatat pada kartu
stock dan terakhir menyerahkan barang ke petugas depo. Prosedur permintaan
dan penerimaan barang ini berlaku untuk permintaan biasa, sedangkan untuk
permintaan CITO, barang farmasi dapat langsung diserahkan oleh petugas
gudang farmasi tanpa menunggu pengesahan format permintaan barang oleh
kepala instalasi. Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai di RSUD Kota Kendari adalah berdasarkan Resep
perorangan/pasien rawat jalan dan juga rawat inap melalui Instalasi Farmasi.
Kemudian sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan sistem
kombinasi antara resep perseorangan dan sistem unit dosis.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan
perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi

51
sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan
laporan kepada Kepala BPOM. Adapun proses identifikasi obat yang telah
rusak (expired date) adalah memisahkan obat rusak dan disimpan pada tempat
terpisah dari penyimpanan obat lainnya, membuat catatan nama, no.batch,
jumlah dan tanggal kadaluarsa, melaporkan obat ke Instalasi Farmasi dan
mendokumentasikan pencatatan tersebut. Sedangkan untuk kriteria
pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai bila produk tidak memenuhi persyaratan mutu yaitu telah
kadaluwarsa, tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan dan obat yang telah dicabut izin
edarnya. Adapun proses pemusnahan di RSUD Kota Kendari dilakukan tiap
tahunnya dengan membuat daftar sediaan farmasi, alkes dan BMHP yang akan
dimusnahkan, menyiapkan Berita Acara Pemusnahan, mengkoordinasikan
jadwal, metode dan tempat pemusnahan dengan pihak terkait dan melakukan
pemusnahan sesuai peraturan yang berlaku.
Pelayanan farmasi disetiap rumah sakit dimaksudkan untuk
memastikanpenggunaan obat yang aman dan tepat. Pengendalian penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di RSUD
Kota Kendari dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan
Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit. Salah satu sistem
pengendalian di Rumah Sakit Kota Kendari yaitu dengan menggunakan kartu
stock manual pada masing-masing depo dan gudang, dan juga melakukan
stock opname setiap akhir bulan yang dilakukan oleh seluruh petugas Instalasi
Farmasi. Untuk pencatatan dan pelaporan di RSUD Kota Kendari meliputi
pengadaan (surat pengadaan/pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock),
penyerahan (nota dan struk penjualan), dan pencatatan lainnya disesuaikan
dengan kebutuhan.
Pencatatan dan pelaporan dapat terlaksana dengan baik, sehingga
memudahkan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian
terhadap pelayanan perbekalan farmasi di rumah sakit Pelaporan terdiri dari
pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal yaitu pelaporan yang

52
digunakan untuk kebutuhan manajemen, meliputi pelaporan kegiatan, barang,
dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat
untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan meliputi pelaporan narkotika dan psikotropika yang dilakukan
sebelum tanggal 10 tiap bulannya. Untuk pelayanan farmasi klinik di RSUD
Kota Kendari dilakukan oleh masing-masing depo sesuai dengan alur
pelayanannya. Secara umum alur pelayanan di setiap depo (IGD, Rawat Jalan,
Rawat Inap, OK, dan PMCC) yaitu pada saat pasien/keluarga pasien datang
membawa resep maka dilakukan pengkajian resep, setelah dilakukan
pengkajian resep maka dilakukan penyiapan obat/alkes sesuai dengan resep,
setelah itu dilakukan pemeriksaan ulang dengan mengecek identitas pasien,
mencocokkan obat/alkes yang telah disiapkan dengan obat/alkes yang
diresepkan, selanjutnya dilakukan penyerahan obat/alkes disertai pemberian
informasi berupa indikasi obat, aturan pakai, dan informasi tambahan yang
diperlukan oleh pasien/keluarga pasien. Untuk resep BPJS rawat jalan maka
obat/alkes akan langsung disiapkan berdasarkan resep dan ketersediaan
stoknya dan untuk rawat inap maka akan dilakukan penginputan daftar obat
terlebih dahulu lalu dilakukan penyiapan obat/alkes. Kemudian untuk resep
umum baik rawat jalan ataupun rawat inap diawali dengan pembayaran
terlebih dahulu sesuai tanggungan pada resep, lalu obat/alkes tersebut
disiapkan berdasarkan permintaan resep. Setelah penyerahan obat/alkes
dilakukan pencatatan pada kartu stock manual. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui jumlah pengeluaran obat/alkes. Pencatatan pada kartu stock juga
dilakukan jika ada obat/alkes yang masuk dari gudang penyimpanan. Sehingga
proses ini akan menunjang proses pengendalian ketersediaan terhadap sediaan
farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

53
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Rumah Sakit Kota kendari dapat disimpulkan bahwa :
1. Rumah Sakit Kota kendari sudah menerapkan sistem pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 Tahun 2016 dan Petunjuk Teknisi
Kefarmasian di Rumah Sakit Tahun 2020. Akan tetapi, masih ada beberapa
aspek yang belum sesuai karena sarana dan prasarana yang belum memadai
2. Kegiatan Farmasi Klinik di Rumah Sakit Kota Kendari sudah terlaksana
meliputi Pengkajian Resep, Dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO)
dan Konseling.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu:
1. Menyarankan Rumah Sakit untuk menyediakan timbangan di ruang
peracikan pada DEPO rawat inap dan rawat jalan agar obat yang diterima
pasien dalam bentuk racikan dapat sesuai dengan dosis yang diinginkan
2. Untuk meningkatkan kinerja pelayanan dalam pemberian informasi obat
kepada pasien dan keluarga pasien diperlukan ruangan konseling untuk
meningkatkan pemahaman terkait pengobatannya

54
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-undang RI No.44


Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta
Kepmenkes No.1121/ MENKES SK/ XII/ 2008 Tentang Pedoman Teknis
Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan
Kesehatan Dasar Permenkes No.58 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
Menteri Kesehatan RI, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 56 Tahun 2014 Tentang klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit,
Jakarta.
Menteri Kesehatan RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, Jakarta.

Menteri Kesehatan RI, 2017, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 34 Tahun 2017 Tentang Akreditasi Rumah Sakit, Jakarta.

Menteri Kesehatan RI, 2020, Petunjuk Teknisi Kefarmasian di Rumah Sakit,


Jakarta.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2015 Tentang Pedoman


Organisasi Rumah Sakit.

Pemerintah Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


059/MENKES/SK/I/2011 tentang Pedoman Pengelolaan Obat Dan
Perbekalan Kesehatan Pada Penanggulangan Bencana
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, Jakarta.
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, 2019,
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit

Satibi, 2014, Manajemen Obat Di Rumah Sakit. Fakultas Farmasi, Universitas


Gadjah Mada. Yogyakarta.
Siregar, Charles J. P Farmasi Rumah Sakit: Teori Penerapan. Jakarta: EGC

55
LAMPIRAN

Lampiran 1. Penerimaan mahasiswa PKPA oleh direktur RSUD Kota Kendari

Lampiran 2. Pengenalan Gedung Instalasi Farmasi

56
Lampiran 3. Pengenalan Gedung Instalasi Gawat Darurat

Lampiran 4. Peracikan obat

57
Lampiran 5. Pemberian informasi obat

Lampiran 6. Stok barang di Gudang Instalasi Farmasi

58
Lampiran 7. Depo Farmasi OK

Lampiran 8. Gudang Farmasi

59
Lampiran 9. Depo Farmasi Rawat Jalan

Lampiran 10. Depo Farmasi Rawat Inap

60
Lampiran 11. Depo Farmasi IGD

Lampiran 12. Depo Farmasi Gedung PMCC

61
Lampiran 13. Kartu Stok Obat di Gudang Farmasi

lampiran 14. Tempat Penyimpanan Obat

62
Lampiran 15. Tempat Penyimpanan Obat dengan Suhu 2-8ºC

Lampiran 16. Lemari Penyimpanan Obat High Alert

63
Lampiran 17. Lemari Penyimpanan Obat Prekursor

Lampiran 18. Lemari Penyimpanan Obat Narkotika dan Psikotropika

64
Lampiran 19. Etiket Obat

Lampiran 20. Copy Resep

65
66

Anda mungkin juga menyukai