Anda di halaman 1dari 27

TUGAS FARMASI RUMAH SAKIT

PENGADAAN PERBEKALAN FARMASI DI RUMAH SAKIT

OLEH:
KELOMPOK 2
RIDHA SAFIRA AGOES (2208612002)
PUTU PUTRI SEPTINA WIDYADEWI (2208612016)
AMALIA ULYA ROHIM (2208612030)
RENATA COERUNISSA HADI (2208612044)
NI KADEK VINKA LIONITA (2208612058)
ACIKA MAHALIA SUMUAL (2208612072)
NI MADE MARISA KUMALA SARI

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit merupakan suatu institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009). Guna menyelenggarakan
pelayanan kesehatan secara paripurna, rumah sakit perlu memberiakan upaya
pelayanan kesehatan secara promotif (peningkatan kesehatan), preventif
(pencegahan penyakit), kuratif (penyembuhan penyakit), dan rehabilitatif
(pemulihan kesehatan) kepada masyarakat (Aditama, 2003). Rumah sakit harus
dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu dan terjangkau agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pelayanan
kefarmasian merupakan salah satu kegiatan yang dapat menunjang pemberian
pelayanan kesehatan yang bermutu di rumah sakit.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) merupakan suatu departemen atau unit
atau bagian dari rumah sakit yang dipimpin oleh seorang apoteker dan bertanggung
jawab dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Ruang lingkup
pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh IFRS meliputi dua hal, yaitu
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
serta pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
BMHP terdiri dari proses pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan
administrasi. Adapun pelayanan farmasi klinik terdiri dari kegiatan pengkajian dan
pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat,
pelayanan informasi obat, konseling, visite, pemantauan terapi obat, monitoring
efek samping obat, evaluasi penggunaan obat, dispensing sediaan steril, dan
pemantauan kadar obat dalam darah (Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 72 Tahun 2016).
Pelayanan kefarmasian termasuk salah satu revenue center dimana lebih dari
90% pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi,
sehingga proses pengadaan perbekalan farmasi menjadi hal yang sangat penting
dalam proses pelayanan kesehatan di rumah sakit (Suciati dan Wiku, 2006).
Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan
dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara
kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan
spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Pengadaan
yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan
harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu (Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016). Sebaliknya, sistem pengadaan yang
tidak tepat akan berdampak pada penurunan profit rumah sakit dan pelayanan
pasien menjadi tidak optimal. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperlukan
suatu rancangan sistem pengadaan untuk memastikan dan mengendalikan
ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang sesuai dengan
standar mutu guna memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada
masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah definisi pengadaan perbekalan farmasi?
b. Bagaimana rancangan sistem pengadaan perbekalan farmasi di Rumah
Sakit Melati?
c. Bagaimana penerapan rangan sistem pengadaan perbekalan farmasi di
Rumah Sakit Melati?
d. Apakah manfaat dari rancangan sistem pengadaan perbekalan farmasi di
Rumah Sakit Melati?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui definisi pengadaan perbekalan farmasi
b. Mengetahui rancangan sistem pengadaan perbekalan farmasi di Rumah
Sakit Melati
c. Mengetahui penerapan rancangan sistem pengadaan perbekalan farmasi di
Rumah Sakit Melati
d. Mengetahui manfaat dari rancangan sistem pengadaan perbekalan farmasi
di Rumah Sakit Melati
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Rumah Sakit


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2020 dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
Klasifikasi rumah sakit merupakan pengelompokan kelas rumah sakit
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan. Rumah sakit dibedakan menjadi
dua jenis berdasarkan jenis pelayanannya, yaitu:
1. Rumah Sakit Umum
Rumah sakit umum yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang
dan jenis penyakit. Klasifikasi rumah sakit umum dibedakan menjadi lima,
yaitu:
a. Rumah Sakit umum kelas A
Rumah Sakit umum kelas A merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki
jumlah tempat tidur paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) buah.
b. Rumah Sakit umum kelas B
Rumah Sakit umum kelas B merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki
jumlah tempat tidur paling sedikit 200 (dua ratus) buah.
c. Rumah Sakit umum kelas C
Rumah Sakit umum kelas C merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki
jumlah tempat tidur paling sedikit 100 (seratus) buah.
d. Rumah Sakit umum kelas D
Rumah Sakit umum kelas D merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki
jumlah tempat tidur paling sedikit 50 (lima puluh) buah.
2. Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau
satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ,
jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
a. Rumah Sakit khusus kelas A merupakan Rumah Sakit khusus yang
memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 100 (seratus) buah.
b. Rumah Sakit khusus kelas B merupakan Rumah Sakit khusus yang memiliki
jumlah tempat tidur paling sedikit 75 (tujuh puluh lima) buah.
Rumah Sakit khusus kelas C merupakan Rumah Sakit khusus yang memiliki
jumlah tempat tidur paling sedikit 25 (dua puluh lima) buah.
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun
2016 Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan
seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. IFRS adalah suatu
bagian/unit/divisi atau fasilitas di Rumah Sakit, tempat penyelenggaraan semua
kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan Rumah Sakit itu
sendiri. Instalasi farmasi Rumah Sakit merupakan satu-satunya unit di Rumah Sakit
yang mempunyai tugas dan tanggung jawab penuh terhadap pengelolaan aspek
yang berkaitan dengan obat atau perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan
di Rumah Sakit tersebut (Siregar, 2003).
2.3 Pengadaan Perbekalan Farmasi Rumah Sakit
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar
mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan
dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi
kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran (Kemenkes RI, 2016).
2.3.1 Fungsi dan Tujuan Pengadaan
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan serta dapat diperoleh
pada saat yang diperlukan.
2.3.2 Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Pengadaan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
1. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
2. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
3. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar.
4. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin,
reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggung
jawabkan.
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok
Obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan Obat saat
Instalasi Farmasi tutup. Pengadaan dapat dilakukan melalui:
1. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan
jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
a. Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, yang
meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat.
b. Persyaratan pemasok
Pemilihan pemasok secara hati-hati adalah penting karena dapat mempengaruhi
baik kualitas maupun biaya obat yang dibutuhkan. Untuk pemilihan pemasok perlu
diperhatikan / dibatasi dengan hal-hal sebagai berikut:
a) Memilih izin pedagang besar farmasi atau industri farmasi
b) Bagi pedagang besar farmasi (PBF) harus mendapat dukungan dari industri
farmasi yang memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)
atau c-GMP.
c) Bagi industri farmasi harus yang telah memiliki sertifikat CPOB.
d) Pedagang besar farmasi atau industri farmasi sebagai supplier harus memilki
reputasi yang baik dalam bidang pengadaan obat.
e) Pemilik dan atau apoteker penanggung jawab PBF, apoteker penanggung
jawab produksi dan quality control industri farmasi tidak dalam proses
pengadilan atau tindakan yang berkaitan dengan profesi kefarmasian.
c. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai.
Waktu pengadaan dan waktu kedatangan obat dari berbagai sumber anggaran
perlu ditetapkan atau diusulkan oleh Unit Pengelola Obat (UPO)/Gudang Farmasi,
berdasarkan hasil analisis data:
a) Sisa stok
b) Jumlah obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun anggaran.
c) Frekuensi pemakaian/indeks musiman
d) Waktu tunggu/lead time
d. Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
2. Produksi Sediaan Farmasi
Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
a. Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
b. Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
c. Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
d. Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
e. Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
f. Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
(recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan
terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut.
3. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap
penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sumbangan/dropping/ hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen
administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan,
maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat
memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit untuk
mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan
pasien Rumah Sakit.
2.3.3 Metode Pelaksanaan Pengadaan Obat
1. Pembelian
1) Open Tender (tender secara terbuka)
Open tender adalah suatu prosedur formal pengadaan obat yang mana
dilakukan dengan cara mengundang berbagai distributor baik nasional
maupun internasional. Metode ini dilakukan dalam jangka waktu tertentu
misalnya 2-3 kali setahun, hal ini disebabkan karena proses tender
memerlukan waktu yang lama dan harganya lebih murah.
2) Restricted tender (tender terbatas)
Metode ini dilakukan pada lingkungan yang terbatas, tidak diumumkan di
Koran, biasanya berdasarkan kenalan, nominalnya tidak banyak, serta
sering ada yang melakukan pengaturan tender yaitu penawaran tertutup
atau selektif, para penyalur yang tertarik harus menerima semua
persyaratan yang diajukan.
3) Competitive Negotiation (kontrak)
Pembeli membuat persetujuan dengan pihak supplier untuk mendapatkan
harga khusus atau persetujuan pelayanan dan pembeli dapat membayar
dengan harga termurah. Metode kontrak jauh lebih menguntungkan,
karena pihak Rumah Sakit dapat melakukan negoisasi langsung dengan
pabrik sehingga dapat mengurangi dana (diskon).
4) Direct Procurement
Merupakan cara yang paling mudah dan sederhana, namun cenderung
lebih mahal karena jarang memperoleh diskon. Ciri dari metode
pengadaan langsung adalah pihak Rumah Sakit secara langsung
melakukan pengadaan perbekalan farmasi (setelah barang habis) kepada
pihak PBF.
2. Produksi Sediaan Farmasi
Produksi sediaan farmasi dirumah sakit merupakan kegiatan membuat,
mengubah bentuk dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau non-steril
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
a. Produksi steril
Kegiatan sterilisasi alat kesehatan dan lainnya yang berada dibawah taggung
jawab instalasi farmasi. Di bagian ini lakukan sterilisasi terhadap alat kesehatan,
pembuatan aquadest, NaCI 0,9 % dengan mengunakan peralatan yang
menunjang pelaksanaannya.
b. Produksi non-steril
1. Pembuatan puyer
2. Pembuatan sirup (contoh: OBH, OBP)
3. Pengemasan kembali (contoh: alkohol, H2O2)
4. Pengenceran (contoh: antiseptik, desinfektan)
3. Sumbangan/Dropping/Hibah
Pada prinsipnya pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah mengikuti kaidah
umum pengelolaan perbekalan farmasi regular. Sumbangan bisa berasal dari
pemerintah atau APBN. Contoh: pada program pemberantasan penyakit
HIV/AIDS dan TB Paru, terdapat beberapa obat yang di cover oleh
pemerintah.
2.1 Surat Pesanan
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 24 Tahun
2021, Pengadaan Obat dan Bahan Obat dari Industri Farmasi atau Pedagang Besar
Farmasi harus dilengkapi dengan Surat Pesanan. Surat Pesanan dapat dilakukan
menggunakan sistem elektronik dan secara manual.
a. Surat Pesanan Elektronik
Surat Pesanan dapat dilakukan menggunakan sistem elektronik. Ketentuan
surat pesanan secara elektronik sebagai berikut:
1. sistem elektronik harus bisa menjamin otoritas penggunaan sistem hanya
oleh Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab.
2. mencantumkan nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin) dan alamat
lengkap (termasuk nomor telepon/faksimili bila ada) dan stempel sarana;
3. mencantumkan nama fasilitas pemasok beserta alamat lengkap;
4. mencantumkan nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk
angka dan huruf) dan isi kemasan (kemasan penyaluran terkecil atau tidak
dalam bentuk eceran) dari Obat/Bahan Obat yang dipesan;
5. mencantumkan nomor urut surat pesanan, nama kota dan tanggal dengan
penulisan yang jelas;
6. sistem elektronik yang digunakan harus bisa menjamin ketertelusuran
produk, sekurang kurangnya dalam batas waktu 5 (lima) tahun terakhir;
7. Surat Pesanan elektronik harus dapat ditunjukkan dan
dipertanggungjawabkan kebenarannya pada saat pemeriksaan, baik oleh
pihak yang menerbitkan surat pesanan maupun pihak yang menerima
menerima surat pesanan;
8. harus tersedia sistem backup data secara elektronik; sistem pesanan
elekronik harus memudahkan dalam evaluasi dan penarikan data pada saat
dibutuhkan oleh pihak yang menerbitkan surat pesanan dan/atau oleh pihak
yang menerima surat pesanan.
9. pesanan secara elektronik yang dikirimkan ke pemasok harus dipastikan
diterima oleh pemasok, yang dapat dibuktikan melalui adanya
pemberitahuan secara elektronik dari pihak pemasok bahwa pesanan
tersebut telah diterima.
b. Surat Pesanan Secara Manual
Apabila Surat Pesanan dibuat secara manual, maka Surat Pesanan harus:
1. asli dan dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua) serta tidak dibenarkan
dalam bentuk faksimili dan fotokopi. Satu rangkap surat pesanan diserahkan
kepada pemasok dan 1 (satu) rangkap sebagai arsip;
2. ditandatangani oleh Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung
Jawab, dilengkapi dengan nama jelas, dan nomor Surat Izin Praktik
Apoteker (SIPA)/Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK)
sesuai ketentuan perundang- undangan;
3. mencantumkan nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin) dan alamat
lengkap (termasuk nomor telepon/faksimili bila ada) dan stempel sarana;
4. mencantumkan nama fasilitas pemasok beserta alamat lengkap;
5. mencantumkan nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk
angka dan huruf) dan isi kemasan (kemasan penyaluran terkecil atau tidak
dalam bentuk eceran) dari Obat/Bahan Obat yang dipesan;
6. diberikan nomor urut, nama kota dan tanggal dengan penulisan yang jelas;
7. sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
Apabila pengadaan Obat/Bahan Obat dilakukan melalui sistem pengadaan
barang/jasa pemerintah, termasuk e-purchasing maka:
1. Apoteker Penanggung Jawab menyampaikan daftar kebutuhan Obat/Bahan
Obat kepada pelaksana sistem pengadaan barang/jasa pemerintah;
2. Apoteker Penanggung Jawab menyampaikan Surat Pesanan kepada
pemasok;
3. jumlah pengadaan Obat tidak dalam jumlah eceran (kemasan penyaluran
terkecil);
4. pengadaan Obat/Bahan Obat dilakukan oleh pelaksana sistem pengadaan
barang/jasa pemerintah;
5. Apoteker Penanggung Jawab harus memonitor pelaksanaan pengadaan
Obat/Bahan Obat pemerintah;
6. Apoteker Penanggung Jawab harus menyimpan salinan dokumen e-
purchasing atau dokumen pengadaan termasuk Surat Perintah Mulai Kerja
(SPMK)/Surat Perintah Kerja (SPK) lengkap beserta daftar dan jumlah
Obat/Bahan Obat yang akan diadakan.
Arsip Surat Pesanan harus disimpan sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun
berdasarkan tanggal dan nomor urut Surat Pesanan. Faktur pembelian dan/atau
Surat Pengiriman Barang (SPB) harus disimpan bersatu dengan Arsip Surat
Pesanan. Seluruh arsip dokumen yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan Obat
dan/atau Bahan Obat harus mampu telusur dan dapat ditunjukkan pada saat
diperlukan.
BAB III
RANCANGAN SISTEM

3.1 Skema Rancangan Sistem Pengadaan Perbekalan Farmasi di Rumah


Sakit
3.2 Rancangan Standar Operasional Prosedur di Rumah Sakit
PENGADAAAN
SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RS MELATI 023/SOP/008 00 1/3
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh
1 Februari 2022 Direktur RS Melati
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
(SOP)
Dr. Harum Kenanga, M. Kes
NIP. 1980622000021001
1. Pengadaan sediaan farmasi adalah suatu kegiatan yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sediaan farmasi
yang telah direncanakan dan disetujui dengan cara
pembelian, produksi/pembuatan, dan sumbangan/
dropping/hibah.
PENGERTIAN
2. E-catalog merupakan sistem informasi elektronik yang
memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga obat
dari berbagai penyedia barang/jasa.
3. E-purchasing merupakan tata cara pembelian
barang/jasa menggunakan sistem e-catalog.
Menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan
TUJUAN
sediaan farmasi di setiap sarana pelayanan.
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
KEBIJAKAN di Rumah Sakit.
2. Surat Keputusan Direktur RS Melati No.23 Tahun 2020
Tentang Kebijakan Pelayanan Farmasi di RS Melati.
Pengadaan dengan Cara Pembelian
1. Petugas Unit Penyimpanan dan Perencanaan
memberikan perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi
yang sudah disetujui oleh Kepala Instalasi Farmasi
kepada bagian pengadaan.
PROSEDUR 2. Bagian pengadaan melakukan seleksi obat-obatan yang
ada di dalam e-catalogue dan obat-obatan di luar e-
catalogue sesuai standar yang berlaku untuk menjamin
mutu dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai. Adapun aspek yang harus
diperhatikan dalam pengadaan perbekalan farmasi, yaitu:
PENGADAAAN
SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RS MELATI 023/SOP/008 00 1/3
- Bahan baku obat harus disertai Sertifikat Analisis.
- Bahan berbahaya harus menyertakan Material
Safety Data Sheet (MSDS).
- Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai harus mempunyai Nomor Izin Edar.
- Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 tahun
kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin,
reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu
yang dapat dipertanggung jawabkan.
- Waktu pemesanan dan pengiriman relatif singkat.
3. Untuk obat-obatan e-catalogue:
- Bagian pengadaan log in melalui akun di LPSE.
- Bagian pengadaan melakukan entry data
perencanaan sesuai dengan daftar penyedia yang ada
di e-catalogue
- Data dikirim ke masing-masing penyedia.
- Setelah mendapat tanggapan dari penyedia:
• Jika penyedia tidak menyanggupi maka
dilakukan pengadaan melalui pembelian
langsung.
• Jika penyedia menyanggupi maka bagian
pengadaan menunggu konfirmasi dari
Distributor/PBF.
- Setelah ada konfirmasi dari Distributor maka barang
bisa dikirim secepatnya.
- Bagian pengadaan menghubungi PPK untuk
pelaksanaan kontrak dan pembayaran.
4. Untuk obat-obatan di luar e-catalogue
- Bagian Pengadaan melakukan pembelian langsung
ke Distributor.
- Bagian pengadaan melakukan negosiasi harga
dengan Penyedia agar mendapatkan harga yang
paling efektif dan efisien.
- Bagian pengadaan membuat surat pesanan kepada
Distributor
PENGADAAAN
SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RS MELATI 023/SOP/008 00 1/3
5. Distributor mengambil surat pesanan dan
mengkonfirmasi ketersediaan stok dan waktu
pengiriman.
6. Apabila pengadaan obat-obatan yang terdapat di e-
catalogue belum dilayani atau dikirim, maka
pengadaannya dilakukan melalui pembelian langsung
dengan mengutamakan prinsip efektifitas dan efisiensi
pembelian serta mengutamakan pelayanan kepada pasien
agar tidak terganggu.

Pengadaan Obat Narkotika dan Psikotropika


1. Petugas gudang membuat permintaan pembelian ke unit
purchasing menggunakan Surat Pesanan Khusus
berdasarkan defecta dari pelayanan dan sisa stok untuk
kebutuhan 1 bulan.
2. Surat Pesanan Khusus ditanda tangani oleh Apoteker
Penanggung Jawab Farmasi serta mencantumkan Nomor
SIPA.
3. Konfirmasi ke distributor.
4. Berikan Surat Pesanan Khusus tersebut ke sales
distributor.
5. Follow up ke distributor kapan barangnya bisa dikirim
agar disiapkan uang tunai untuk pembayarannya (khusus
untuk pembelian narkotik COD).
6. Permintaan pembelian obat narkotika atau psikotropik
berdasarkan kebutuhan untuk 1 bulan kebutuhan.
7. Permintaan pembelian ke unit purchasing selain
dilakukan secara komputerisasi juga harus ditulis
menggunakan surat pesanan narkotika atau psikotropika
yang ditanda tangani oleh Apoteker Penanggung Jawab
Instalasi Farmasi.

Pengadaan dengan Cara Sumbangan/Dropping/Hibah


1. Lakukan penerimaan salinan permintaan perbekalan
farmasi berdasarkan kebutuhan Unit perbekalan farmasi,
sesuai permintaan dokter, dan usulan unit lain yang ada
di RS Melati dari petugas farmasi
PENGADAAAN
SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RS MELATI 023/SOP/008 00 1/3
2. .Permintaan ditujukan Kepada Dinas Kesehatan Provinsi
atau Kementerian atau Intitusi lain sebagai pemilik
perbekalan farmasi yang diminta.
3. Surat permintaan seijin/disetujui Kepala Instalasi
Farmasi dan Direktur Rumah Sakit.
4. Koordinasi dengan pihak yang terkait pada saat
pengambilan perbekalan farmasi ke Gudang Farmasi
Dinas Kesehatan Provinsi atau ke tempat dimana
perbekalan farmasi berada.
1. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
UNIT TERKAIT 2. Bagian Pengadaan
3. Unit Pembekalan Farmasi
BAB IV
PEMBAHASAN

Metode pengadaan yang dilakukan di RS Melati adalah pembelian


langsung, produksi dan hibah. Permenkes RI no. 72 Tahun 2016 yang mengatur
standar pelayanan rumah sakit, menyatakan bahwa untuk Rumah Sakit pemerintah
pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah :
1. Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai,
yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat.
2. Persyaratan pemasok.
3. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
4. Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
a. Pembelian
Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan farmasi di RS Melati merujuk
pada Permenkes RI No 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, antara lain:
1. Bahan baku harus disertai sertifikat analisa
2. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheets (MSDS)
3. Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memiliki nomor ijin edar / nomor
registrasi
4. Pengadaan harus berasal dari distributor resmi
5. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 tahun kecuali untuk sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai atau pada kondisi
tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan
Metode pembelian dibagi menjadi 2 bagian yaitu e-purchasing menggunakan
e-catalog dan pembelian langsung di PBF secara manual.
1. E-purchasing
Menurut Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
No 14 Tahun 2015 tentang e-purchasing E-Purchasing adalah tata cara
pembelian Barang/Jasa melalui sistem katalog elektronik, Katalog Elektronik
(E-Catalogue) adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis,
spesifikasi teknis dan harga Barang/Jasa tertentu dari berbagai Penyedia
Barang/Jasa Pemerintah sedangkan Aplikasi E-Purchasing adalah aplikasi
perangkat lunak Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) berbasis web
yang terpasang di server Layanan Pengadaan Secara Elektronik yang dapat
diakses melalui website Layanan Pengadaan Secara Elektronik.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pengadaan
Obat Berdasarkan Katalog Elektronik (E-Catalogue) menyatakan untuk
pelayanan kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional, pembelian obat dilakukan
melalui E-Purchasing berdasarkan obat yang ada di E-Catalogue. Berikut
adalah alur pengadaan obat menggunakan e-catalog dari kemenkes RI pada
laman monevkatalogobat.kemenkes.go.id
a) Pihak pengadaan RS mengisi Rancangan Kebutuhan Obat (RKO) sesuai
kebutuhan obat
b) Akumulasi perhitungan RKO secara nasional daj penyusunan harga obat
c) Dilanjutkan ke Lembar Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP)
d) LKPP melakukan lelang dan negosiasi (dilakukan oleh pemerintah)
e) Hasil lelang diumumkan pada aplikasi e-catalogue
f) Pihak pengadaan RS menginput data kebutuhan dengan menuju PBF yang
memenangkan tender
g) PBF mengkonfirmasi ketersediaan obat
- Jika tersedia, maka pihak RS mengirimkan SP
- Jika tidak tersedia, maka obat dicatat dan diadakan melalui pembelian
langsung ke PBF
h) PBF melakukan delivery ke RS
i) RS menerima sesuai pemesanan di e-catalogue
2. Pembelian Langsung Manual
Metode ini dipakai jika obat/alkes/BMHP tidak tersedia atau stoknya habis
di e-catalog, maka pembelian langsung dilakukan secara manual dengan
menggunakan SP secara langsung ke PBF. Berikut merupakan hal-hal yang
harus diperhatikan pada proses pengadaan secara pembelian langsung di RSU
Melati:
a) Pengadaan kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan data stok gudang dan
permintaan dari apotek/unit pemakai.
b) Pengadaan obat merujuk kepada Formularium Nasional dan Formularium
Rumah Sakit.
c) Pengadaan obat perlu memperhatikan tentang kebutuhan dan kemampuan
dari rumah sakit
d) Pengadaaan obat ditujukan ke distributor resmi yang memiliki ijin.
Adapun alur pengadaan melalui metode pembelian langsung:
a) Jenis perbekalan farmasi yang akan diadakan ditulis di buku permintaan
(defekta) dan diserahkan oleh apoteker penanggung jawab gudang farmasi
atau asisten apoteker ke bagian pengadaan.
b) Apoteker bagian pengadaan melakukan rekap daftar perbekalan farmasi di
lembar defekta menurut list supplier.
c) Bagian pengadaan menulis pada surat pesanan rangkap 2 (lembar asli
diserahkan PBF, lembar kedua disimpan) untuk produk-produk kecuali
narkotika, psikotropika dan prekursor. Untuk pengadaan Narkotika
menggunakan surat pesanan khusus N9, untuk psikotropika dan prekursor
juga menggunakan surat pesanan (SP) khusus psikotropika dan atau
prekursor farmasi. Surat pesanan tersebut kemudian ditinjau kembali dan
disetujui oleh Kepala Instalasi Farmasi sebelum diajukan ke supplier
melalui telepon atau pun langsung dengan salesman.
d) Surat Pesanan obat ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab
Instalasi Farmasi RS.
e) Persediaan obat / alkes di logistik farmasi ditentukan maksimum untuk
pemakaian satu bulan, kecuali untuk obat-obatan kategori “fast moving”,
persediaan dapat ditingkatkan sampai maksimum tiga bulan.
f) Untuk obat dan alkes kategori cito, apoteker dapat melakukan pemesanan
langsung ke distributor atau rekanan
g) PBF atau distributor mengkonfirmasi ketersediaan obat-obat yang dipesan
h) Jika ada, maka SP bisa diberikan kepada pihak PBF untuk diproses dan
dikirimkan.
3. Pengadaan secara just in time
Prosedur ini digunakan ketika obat yang diperlukan tidak tersedia di PBF
atau alkes yang tidak tersedia di RS namun diperluka pasien. Prosedur
pengadaan just in time adalah sebagai berikut :
a) Jika perbekalan farmasi mengalami kekosongan jumlah persediaan, maka
pihak instalasi farmasi harus mengkonfirmasi kepada DPJP (Dokter
Penanggung Jawab Pasien).
b) Pihak instalasi farmasi merekomendasikan penggantian dengan sediaan
yang memiliki kandungan atau efek atau fungsi yang sama.
c) Jika pilihan rekomendasi ternyata juga memiliki kekosongan, maka pihak
instalasi farmasi akan mengajukan permohonan bantuan persediaan kepada
rumah sakit rekanan.
d) Apabila rumah sakit rekanan juga mengalami kekosongan, maka pihak
instalasi farmasi harus membuat PO pembelian tunai ke bagian keuangan
yang di setujui oleh apoteker. Dilakukan pembelian tunai ke pihak luar
(Rumah Sakit atau Apotek terdekat) yang memiliki persediaan. Nota atau
bukti pembayaran pembelian agar diserahkan kebagian keuangan sebagai
bukti.
e) Kriteria rumah sakit dan atau apotek yang dipilih sebagai rekanan:
- Jarak antara Rumah Sakit Melati dengan rekanan terjangkau / dekat
(jarak tempuh tidak lebih dari 30 menit)
- Terdapat kemiripan jenis perbekalan kefarmasian yang disediakan
- Terdapat kemiripan harga perbekalan kefarmasian yang disediakan
- Bersedia melakukan ikatan kerjasama yang dituangkan ke dalam
Perjanjian Kerjasama
f) Staf Gudang Farmasi harus segera memesan ke distributor obat yang
bersangkutan, dan segera melakukan pengadaan persediaan obat tersebut.
b. Produksi
RS Melati melakukan produksi sediaan farmasi yang tidak ada di pasaran dan
sediaan yang tidak stabil dalam penyimpanan seperti obat kemoterapi yang harus
dilakukan pencampuran sebelum diberikan ke pasien. Proses produksi berkaitan
dengan resep obat yang diterima pasien. Jika obat berbentuk puyer dan kapsul,
maka proses produksi dilakukan di ruang peracikan non steril dan dilakukan oleh
asisten apoteker di bawah pengawasan apoteker penanggung jawab. Sedangkan
untuk peracikan obat-obat steril seperti obat kemoterapi dilakukan di ruangan
khusus dengan LAF/BSC dan dilakukan oleh apoteker yang telah mengikuti
pelatihan pencampuran obat sitostatika.
Proses produksi di RS Melati tidak dapat diprediksi jumlah dan frekuensinya,
karena hal ini bergantung dari resep yang diterima pasien.
c. Hibah
Pengadaan yang dilakukan melalui hibah di RS Melati hanya menerima obat
yang diprogramkan oleh pemerintah seperti OAT (Obat Anti Tuberkulosis), vaksin
dasar, vaksin tertentu yang diprogramkan pemerintah. Hibah juga dapat diberikan
dari instansi lain seperti pemberian APD oleh KESDAM. Pengadaan pada metode
hibah ini juga tidak dilakukan secara berkala karena bergantung dari program
pemerintah atau dari pemberi hibah.
BAB V
KESIMPULAN

Instalasi farmasi Rumah Sakit satu-satunya unit di Rumah Sakit yang


mempunyai tugas dan tanggung jawab penuh terhadap pengelolaan aspek yang
berkaitan dengan obat atau perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di
Rumah Sakit dengan proses kegiatannya antara lain:
a. Pengadaan, pengadaan perbekalan farmasi merupakan kegiatan didalam unit
instalasi farmasi rumah sakit untuk meresalisasikan perencanaan kebutuhan
dan untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan serta
dapat diperoleh pada saat yang diperlukan.
b. Rancangan pengadaan di RS Melati menggunakan metode pembelian secara
elektronik (e-purchasing) berdasarkan RKO (Rancangan Kebutuhan Obat) di
Rumah Sakit yang tercantum dalam E-catalogue obat yang ditetapkan oleh
Kepala LKPP sehingga rancangan pengadaan yang dibuat lebih efektif dan
efisien. Apabila kebutuhan perbekalan farmasi tidak tercantum di E-catalogue,
maka akan dilakukan pembelian melalui penunjukan langsung ke PBF.
Rancangan sistem pengadaan di RS Melati diterapkan, sebagai berikut:
1. Unit pengadaan Instalasi Famasi Rumah Sakit diketahui oleh kepala
IFRS membuat rancangan pengadaan perbekalan farmasi dan alkes
menyesuaikan kebutuhan dan dana.
2. Memulih metode pengadaan
3. Memastikan pembelian obat yang sesuai dengan kebutuhan RS
melalui e- purchasing dan pembelian langsung. Pada keadaan
emergency, pembelian dengan jumlah sedikit dapat dilakukan
4. Melakukan pengecekkan katalog
5. Menetapkan suplier/ PBF
6. Melakukan Pengajuan surat pesanan kepada PBF
c. Penerapan rancangan sistem pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit
Melati adalah pembelian langsung, produksi dan hibah
d. Manfaat rancangan sistem RS Melati merujuk pada tujuan pengadaan, yaitu
mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak dengan mutu yang
baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan
tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan. Adapun keunggulan
rancangan sistem RS Melati sebagai berikut:
• Rumah Sakit
1) Mempermudah dalam pengawasan mutu sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahanmedis habis pakai sesuai standar menurut peraturan
perundang-undangan.
2) Mempermudah dalam pengawasan penggunaan anggaran pengadaan
dan mendapatkanperbekalan farmasi dengan harga yang layak.
3) Menjamin proses pengiriman sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habispakai serta ketepatan waktu pengiriman perbekalan
farmasi.
4) Tidak memerlukan tenaga serta waktu yang berlebihan dibandingkan
dengan sistempembelian lain.
• Pasien
1) Terjaminnya kelengkapan obat yang dibutuhkan pasien.
2) Pasien mendapatkan sediaan farmasi dengan mutu yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T.Y. 2003. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
BPOM RI. 2021. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 24 Tahun
2021 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.
Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2014 tentang
Pengadaan Obat Berdasarkan Katalog Elektronik (E-Catalogue). Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Perka LKPP. 2015. Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa No 14 Tahun 2015 tentang e-purchasing. Jakarta: Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Siregar C.J.P., L. Amalia. 2003. Teori dan Penerapan Farmasi Rumah Sakit.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Suciati, S. dan B.B.A Wiku. 2006. Analisis Perencanaan Obat Beradasarkan Melati
Indeks Kritis di Instalasi Farmasi. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan.
09(1): 19-26.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai