Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam undang-undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal
1ayat 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Rumah Sakit adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.
Pelayanan rumah sakit pada saat ini merupakan bentuk pelayanan
kesehatan yang bersifat sosio-ekonomi, yaitu suatu jenis usaha walau bersifat
sosial namun diusahakan agar mendapatkan surplus keuangan dengan cara
pengelolaan profesional dengan memperhatikan prinsip - prinsip ekonomi
(Adi koesoemo, 1994). Oleh karena itu, rumah sakit sebagai suatu industry
jasa yang mempunyai fungsi sosial dan fungsi ekonomi, kebijakan yang
menyangkut efisiensi sangatlah bermanfaat untuk menjaga tetap
berlangsungnya hidup rumah sakit. Tanpa usaha efisiensi, rumah sakit
jelasakan cepat bangkrut dan akan tergusur dengan makin berkembangnya
rumah sakit baru sekarang ini.
Berkembangnya rumah sakit baru ini menimbulkan persaingan ketat
antar rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta sehingga manajemen
harus berusaha keras untuk merebut pasar pelayanan kesehatan yang saat ini
terbuka bebas (Djojodibroto, 1997). Oleh karena itu, rumah sakit sebagai
penyedia jasa pelayanan kesehatan harus tetap meningkatkan mutu pelayanan
dan mampu memenuhi pelayanan kesehatan yang baik, tercepat, berkualitas,
tepat dan dengan biaya yang relative terjangkau sesuai dengan kemampuan
masyarakat. Dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut rumah sakit harus
mampu meningkatkan efisiensi dan efektifitas di semua bidang pelayanannya,
dan salah satu sistem yang mampu mengelola hal tersebut adalah dengan
sistem manajemen logistik.
Salah satu bahan logistik yang dikelola oleh rumah sakit adalah
persediaan farmasi. Persediaan farmasi ini mencakup obat-obatan dan alat
kesehatan.Menurut Suciati dkk (2006) pelayanan kefarmasian merupakan
pelayanan penunjang dan sekaligus merupakan revenue center utama. Hal
tersebut mengingat bahwa hampir 90 % pelayanan kesehatan di rumah sakit
menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi
bahan alat kesehatan, alat kedokteran dan gas medis), dan 50% dari
pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan pembekalan farmasi. Aspek
terpenting dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan penggunaan obat,
ini termasuk perencanaan untuk menjamin ketersediaan, keamanan dan
keefektifan penggunaan obat. Untuk itu, jika masalah perbekalan farmasi tidak
dikelola secara cermat dan penuh tanggung jawab maka dapat diprediksi
bahwa pendapatan rumah sakit akan mengalami penurunan.
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam persediaan obat
dirumah sakit adalah pengontrolan jumlah stok obat untuk memenuhi
kebutuhan. Jika stok obat terlalu kecil maka permintaan untuk penggunaan
sering kali tidak terpenuhi sehingga pasien/konsumen tidak puas, selain itu
kesempatan untuk mendapatkan keuntungan hilang dan diperlukan tambahan
biaya untuk mendapatkan bahan obat dengan waktu cepat guna memuaskan
pasien/konsumen. Jika stok terlalu besar maka menyebabkan biaya
penyimpanan yang terlalu tinggi, kemungkinan obat akan menjadi
rusak/kadaluarsa dan ada resiko jika harga bahan/ obat turun (Seto, 2004).
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana
gambaran pengelolaan persediaan obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Dr.Soetarto (DKT) yogyakarta tahun 2016

B. Perumusan Masalah
Bagaimana gambaran pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi rumah
sakit Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta tahun 2016 ?
C. Batasan Masalah
Bagaimana gambaran proses perencanaan, penganggaran, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, penghapusan, pengendalian persediaan obat di
gudang farmasi rumah sakit Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta tahun 2016 ?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi
rumah sakit Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta tahun 2016
2. Tujuan Khusus
Mengetahui gambaran proses perencanaan, penganggaran, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, penghapusan, pengendalian persediaan obat
di gudang farmasi rumah sakit Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta tahun 2016
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penelitian
Meningkatkan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang lebih
aplikatif dan kemampuan manajerial di bidang manajemen pelayanan
kesehatan khususnya dalam bidang logistic.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi RS. Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang positif bagi
rumah sakit Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta mengenai pentingnya
pelaksanaan pengelolaan obat yang baik.
F. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Interview (Wawancara)
Yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan
wawancara atau Tanya jawab langsung kepada pimpinan maupun staf
yang berwenang.
2. Metode Observasi (Pengamatan)
Yaitu metode pengumpulan data dengan pengamatan langsung selama
penelitian.
3. Metode Dokumentasi
Yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen yang berada di
RS.Dr.Soetarto (DKT) Yogyakarta
4. Metode Kepustakaan
Metode pengumpulan data dari buku buku dan internet.

G. Sistematika Penulisan
Laporan ini terdiri dari :
BAB I : Pendahuluan
BAB II : Tinjauan Pustaka
BAB III : Gambaran Umum RS.Soetarto (DKT) Yogyakarta
BAB IV : Pembahasan
BAB V : Penutup
BAB II
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

A. Rumah Sakit
1. Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya
kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif)
yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan
(Siregar, 2004).
2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan
paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009, rumah sakit umum mempunyai fungsi:
a) penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna.
c) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan.
d) penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
3. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit
a) Jenis Rumah Sakit
Jenis Rumah Sakit Secara Umum Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit
dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya:
Berdasarkan Jenis Pelayanan
Rumah Sakit Umum
Memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan
jenis penyakit.
Rumah Sakit Khusus
Memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu
jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan
umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
Berdasarkan Pengelolaan
Rumah Sakit Publik
Dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan
badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakitpublik yang
dikelola pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan
berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan
Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Rumah Sakit Privat
Dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang
berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
b) Klasifikasi Rumah Sakit Umum
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun
2009 tentang rumah sakit, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan
kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum
diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah
sakit:
Rumah Sakit Umum Kelas A
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan
subspesialistik luas.
Rumah Sakit Umum Kelas B
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas
spesialistik dan subspesialistik luas.
Rumah Sakit Umum Kelas C
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
Rumah Sakit Umum Kelas D
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik dasar (Depkes RIc, 2009;
Siregar, 2004).
4. Memelihara Citra Pelayanan Rumah Sakit yang Baik
Agar masyarakat menghargai pelayanan rumah sakit, maka rumah
sakit perlu memelihara citra yang baik sebagai berikut :
a) kebersihan gedung dan jamban rumah sakit.
b) Senyum dan sikap ramah dari setiap petugas.
c) Pemberian pelayanan dengan mutu yang sebaik baiknya.
d) Kerjasama yang baik dengan pamong setempat dan petugas
sektor lain.
e) Selalu menepati janji pelayanan yang telah disepakati bersama.
B. Definisi IFRS
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian / unit / divisi atau
fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan
kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar
dan Amalia, 2004)
Berdasarkan definisi tersebut maka Instalasi Farmasi Rumah Sakit
secara umum dapat diartikan sebagai suatu departemen atau unit atau bagian
di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh
beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan perundang-undangan
yang berlaku dan bertanggungjawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian, yang terdiri pelayanan paripurna yang mencakup perencanaan,
pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/ sediaan farmasi ;
dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita saat tinggal dan rawat jalan;
pengendalian mutu dan pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan
penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan farmasi
klinik umum dan spesialis mencakup pelayanan langsung pada penderita dan
pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan
(Siregar dan Amalia, 2004)
Didalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang standar pelayanan rumah sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan
farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari system
pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien
(patient oriented). Hal tersebut juga terdapat dalam keputusan Menteri
Kesehatan No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi
di Rumah Sakit, disebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit merupakan
salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang
bermutu (Anonim, 2006)
Tugas utama Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah pengelolaan mulai
dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan
langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan
kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit, baik untuk
penderita rawat tinggal, rawat jalan mau pun untuk semua unit termasuk
poliklinik rumah sakit (Siregar dan Amalia, 2004)
Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, Instalasi Farmasi Rumah Sakit
harus menyediakan obat untuk terapi yang optimal bagi semua penderita dan
menjamin pelayanan bermutu tinggi dan yang paling bermanfaat dengan biaya
minimal. Jadi Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah satu-satunya unit di
rumah sakit yang bertugas dan bertanggungjawab sepenuhnya pada
pengelolaan semua aspek yang berkaitan dengan obat/perbekalan kesehatan
yang beredar dan digunakan di rumah sakit tersebut. Instalasi Farmasi Rumah
Sakit bertanggungjawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas
dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai
bagian atau unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medic,
dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang
lebih baik (Siregar dan AMalia, 2004).
C. Manajemen Logistik Obat di Rumah Sakit
1. Pengertian manajem logistik
Logistik berasal dari bahasa yunani yaitu logistikos yang artinya
pandai memperkirakan. Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan
seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan,
pengadaan, penyimpanan, penyaluran serta penghapusan material atau alat
alat (Aditama 2007 ). Dalam pelaksaan pembangunan pengelolaan
logistic merupakan salah satu unsur penunjang utama sistem adminitrasi
yang berhubungan berat dengan unsur unsur adminitrasi lainnya.
Menurut Aditama (2007), ada tiga tujuan logistic dalam sebuah
organisasi / institusi yaitu :
a) Tujuan operasional adalah tersedianya barang material dalam
jumlah yang tepat dan kualitas yang baik pada saat dibutukan.
b) Tujuan keungan yaitu tercapainya tujuan operasional dengan biaya
yang rendah.
c) Tujuan kebutuhan adalah tercapainya persediaan yang tidak
terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak ,
pencurian dan penyusutab yang tidak wajar lainnya. Serat nilai
persediaan yang tercermin dalam sistem akuntansi
Agar tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu dapat dicapai, maka
manajemen memerlukan unsur unsur atau sarana sebagai penunjang
terlaksanya proses manajemen logistik. Menurut Seto (2004) terdapat 5
unsur dalam manajemen yang perlu diketahui yaitu antara lain :
a) Man : Sumber Daya Manusia.
b) Money : Sumber Dana.
c) Methods : Sistem atau cara yang digunakan untuk
mencapai tujuan.
d) Material : Peralatan yang digunakan / sarana prasarana
e) Machines : Mesin mesin yang digunakan.
Kegiatan logistik di rumah sakit dilakukan berdasarkan siklus yang
berlangsung terus menerus secara berkesinambungan untuk kepentingan
produksi jasa pelayanan kesehatan yang bermutu. Fungsi fungsi tersebut
tergambar dalam suatu siklus manajemen logistik yang satu sama lain saling
berkaitan dan sangat menentukan keberhasilan kegiatan logistic dalam
organisasi. Berikut fungsi fungsi berikut :

Menurut keputusan menteri kesehatan RI nomor


1197/MENKES/SK/X/2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah
sakit, pengelolaan perbekalan farmasi berfungsi untuk :
a) Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah
sakit
b) Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
c) Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencenaan
yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
d) Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
e) Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku.
f) Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
g) Mendistribusikan perbekalan nfarmasi ke unit unit pelayanan di
rumah sakit.
D. Anggaran
Salah satu penunjang yang sangat vital dalam pengelolaan obat adalah
ketersediaan anggaran yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan untuk
penyediaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Anggaran dalam pengelolaan
perbekalan farmasi di rumah sakit bertujuan agar dapat memenuhi kebutuhan
obatdi rumah sakit. Kendala yang umum dijumpai dalam pengelolaan obat
meliputi beberapa aspek antara lain sumber daya manusia (SDM), sumber
anggaran terbatas sarana dan prasarana (DepKes, 2008)
Sumber anggaran dapat bersumber dari pemerintah maupun dari pihak
swasta diantaranya (DepKes, 2008) :
a) Sumber anggaran yang berasal dari pemerintah anata lain dari APBN,
APBD, dan revolving funds ( walikota atau gubernur )
b) Sumber anggaran yang berasal dari swasta antara lain CSR (BUMN),
donasi dan asuransi
E. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi, dan sumbangan.
Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga
yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat
waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu
berlebihan (Depkes RI, 2008).
Pada proses pengadaan ada 3 elemen penting yang harus diperhatikan
yaitu (Depkes RI, 2008) :
1) Pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan biaya
tinggi.
2) Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja sama (harga kontrak =
visible cost + hidden cost) sangat penting untuk menjaga agar
pelaksanaan pengadaan terjamin mutu misalnya persyaratan masa
kadaluarsa, sefitikat analisa / standar mutu, yaitu harus mempunyai
material safety date sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya, khusus
untuk alat kesehatan harus mempunyai cerfiticate of origin, waktu dan
kelancaran bagi semua pihak,dll
3) Order pemesanan agar barang dapat sesuai macam, waktu, dan
tempat.
F. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dan
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi,
menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga
ketersediaan, dan memudahkan pencarian dan pengawasan (Dirjend Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010)
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,
menurut bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip FEFO dan
FIFO dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan
perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan. Adapun faktor faktor yang
perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adala sebagai berikut
(DepKes RI 2008):
1) Kemudahan bergerak
Untuk memudahkan bergerak , gudang perlu di tata sebagai berikut:
a) Gudang menggunakan sistem 1 lantai, jangan menggunakan
sekat sekat karena akan membatasi pengaturan ruangan. Jika
digunakan sekat, perhatikan posisi dinding dan pintu untuk
mempermudah gerakan.
b) Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran perbekalan
farmasi, ruang gudang dapat ditata berdasarkan sistem arus garis
lurus, arus L, atau arus U
2) Sirkulasi udara yang baik
Salah satu faktor penting dalam merancang bangunan gudang adalah
adanya sirkulasi udara yang cukup di dalam ruangan gudang. Sirkulasi
yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari perbekalan farmasi
sekaligus bermanfaat dalam memperpanjang dan memperbaikiki
kondisi kerja. Idealnya dalam gudang terdapat AC atau bisa
menggunakan kipas angina dan ventilasi yang cukup melalui atap atau
jendela.
3) Rak dan Pallet
Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat
meningkatkan sirkulasi udara dan perputaran stok perbekalan farmasi.
Keuntungan penggunaan pallet adalah :
a) Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir
b) Peningkatan efisiensi penanganan stok
c) Dapat menampung perbekalan farmasi lebih banyak
d) Pallet lebih murah daripada rak
4) Kondisi penyimpanan
a) Vaksin memerlukan cold chain khusus dan harus dilindungi
dari kemungkinan putusnya arus listrik
b) Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari
khusus dan selalu terkunci
c) Bahan bahan mudah terbakar seperti alcohol dan eter harus
disimpan dalam ruangan khusus, sebaiknya disimpan di
bangunan khusus terpisah dari gudang induk
5) Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan bahan yang mudah
terbakar seperti dus, karton, dll. Alat pemadam kebakaran harus
dipasang pada tempat yang mudah dijangkau dan dalam jumlah yang
cukup. Tabung pemadam kebakaran agar diperiksa secara berkala,
untuk memastikan masih berfungsi atau tidak.
G. Pendistribusian
distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan
pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit unit
pelayanan kesehatan secara tepat waktu , tepat jenis dan tepat jumlah
(DepKes RI, 2008)
Sistem pelayanan distribusi perbekalan farmasi menurut PerMenKes RI
no 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit
adalah :
1) sistem persediaan lengkap di ruangan
a) Pendistribusian obat obatan, alat kesehatan, dan bahan habis
pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola
oleh instalasi farmasi.
b) Obat obatan, alat kesehatan, dan bahan habis pakai yang
disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang
sangat dibutuhkan.
c) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi
yang mengelola maka pendistribusiannya didelegasikan kepada
penanggung jawab ruangan.
d) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengolahan obat
floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab
ruangan.
e) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan
kemungkinan interaksi obat pada setiapjenis obat yang
disediakan diflor stock.
2) Sistem resep perorangan
Pendistribusian obat obatan, alat kesehatan, dan bahan habis pakai
berdasarkan resep perorangan / pasien rawat jalan dan rawat inap
melalui instalasi farmasi
3) Sistem unit dosis
Pendistribusian obat obatan, alat kesehatan, dan bahan habis pakai
berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal
atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis / pasien. Sistem unit
dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.
Menurut DepKes (2008) selain tiga sistem tersebut terdapat satu
metode distribusi lainnya yaitu sistem distribusi kombinasi. Sistem kombinasi
merupakan sistem distribusi yang selain menerangkan distribusi resep atau
order individual sentralisasi juga menerangkan distribusi persediaan di
ruangan yang terbatas. Perbekalan farmasi yang disediakan di ruangan adalah
perbekalan farmasi yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari
diperlukan, dan biasanya adalah perbekalan farmasi yang harganya murah
mencakup perbekalan farmasi berupa resep atau perbekalan farmasi bebas,
Kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi adalah:
1) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap
merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk
memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang di
selenggarakan secara sentralisasi atau desentralisasi dengan sistem
persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit
dosis, dan sistem kombinasi oleh instalasi farmasi.
2) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan
merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk
memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit yang
diselenggarakan secara sentralisasi atau desentralisasi dengan sistem
resep perorangan oleh apotek rumah sakit.
3) Pendistribusian perbekalan farmasi diluar jam kerja merupakan
kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien diluar jam kerja yang telah diselenggarakan oleh:
a) Apotek rumah sakit / satelit farmasi yang dibuka 24 jam
b) Ruang rawat menyediakan perbekalan farmasi emergensi
H. Penghapusan
Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan
farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi
standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada
pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tujuan pengahapusan
adalah untuk mrnjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi
syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan
akan mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi resiko terjadi
penggunaan obat yang sub standar (DepKes RI 2008)
Dalam PerMenKes no 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan
kefarmasian di rumah sakit menyebutkan bahwa penghapusan dilakukan
untuk obat obatan, alat kesehatan, dan bahan habis pakai jika :
1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
2) Telah kadaluarsa
3) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan
4) Dicabut izin edarnya
Dalam PerMenKes no 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan
kefarmasian di rumah sakit juga menyebutkan beberapa tahapan penghapusan
obat terdiri dari :
1) Membuat daftar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan habis pakai
yang akan dimusnahkan.
2) Menyiapkan berita acara penghapusan.
3) Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempatpemusnahan kepada
pihak terkait.
4) Menyiapkan tempat pemusnahan.
5) Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan
serta peraturan yang berlaku.
I. Pengendaliaan Persediaan
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya
sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan programyang telah
ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan atau kekosongan
obat di unit unit pelayanan. Pengendalian persediaan bertujuan untuk
menciptakan keseimbangan antara persediaan dan permintaan. Oleh karena
itu, hasil stock opname harus seimbang dengan permintaan yang didasarkan
atas satu kesatuan waktu tertentu.tujuan dari pengendalian persediaan adalah :
1) Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan
2) Agar pembentukan persediaan stabil
3) Menghindari pembelian kecil kecilan
4) Pemesanan yang ekonomis
Kegiatan pengendalian persediaan mencakup :
1) Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu.
2) Menentukan:
a. Stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit
pelayanan agar tidak mengalami kekosongan/kekurangan
b. Stok pengamana adalah jumlah stok yang disediakan untuk
mencegah terjadinya sesuatu halyang tidak terduga, misalnya
karena keterlambatan pengiriman.
c. Menentukan waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan dari
mulai pemesanan sampai obat diterima.
Pengendalian persediaan sangat penting bagi semua perusahaan
terutama bagi rumah sakit atau apotek. Persediaan obat merupakan harta
paling besar bagi sebuah rumah sakit atau apotek. Karena begitu besar jumlah
yang diinvestasikan dalam persediaan, pengendalian persediaan obat yang
tepat memiliki pengaruh yang kuat dan langsung terhadap perolehan kembali
atas invetasi rumah sakit ataua potek.
BAB III
Gambaran Umum RS.DR.Soetarto ( DKT ) Yogyakarta

A. Sejarah Berdirinya RS.DR.Soetarto ( DKT ) Yogyakarta


Setelah diproklamasikan kemerdekaan bangsa indonesia pada tanggal 17
agustus 1945 di jakarta sekaligus terbentuknya Negara Republik Indonesia,
maka hampir di seluruh pelosok tanah air terjadilah pergolakan pergolakan
bersenjata dari para pejuang dan pembela kemerdekaan Negara Republik
Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dan menegakkan Negara
Republik Indonesia dari pihak manapun yang menghendaki menjajah kembali
bangsa indonesia, dan menjadi kenyataan bahwa para pejuang tersebut
langsung terlibat secara fisik berperang dengan senjata seadanya melawan
orang orang jepang yang masih berada di indonesia yang tidak mau
menyerahkan senjatanya kepada republik indonesia dan orang orang belanda
dan sekutu sekutunya yang masih menghendaki penjajahan kembali
terhadap bangsa Indonesia. Peristiwa peristiwa kontak senjata tersebut
mengakibatkan di sana sini berjatuhan korban para pejuang termasuk yang
berada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada saat bersamaan lahirlah
badan badan perjuangan antara lain BKR yang nantinya berubah menjadi
TKR dan badan badan perjuangan lainnya. Untuk mengurusi badan
perjuangan dari BKR/TKR di bentuk Markas Besar Tentara ( MBT ), yang
berlokasi di Jl.Jenderal Sudirman ( Eks Ma Korem 072/PMK ), sementara
para anggota BKR/TKR baik yang bertempur di semua daerah pertempuran
dan yang sedang dalam pertahanan , kesehatannya diurusi oleh bagian
kesehatan tentara baik yang berada di brigade , resimen, batalyon maupun
yang ada unit unit kesatuan tentara lainnya. Kesatuan kesatuan kesehatan
di brigade dipimpin oleh kepala kesehatan brigade, di resimen oleh seorang
kepala kesehatan resimen, di batalyon oleh seorang kepala seksi yaitu kepala
seksi kesehatan batalyon. Untuk mengurusi tentara tentara yang sakit dan
perlu opname, dibentuklah tempat tempat perawatan tentara diantaranya di
markas kesehatan tentara resimen 21, resimen 23, dan sebagian lainnya di
klinik perjuangan yang berlokasi di Jl. Dr. Wahidin, gedung balai pengobatan
paru paru milik RS. Bethesda Jogjakarta. Klinik perjuangan ini dipimpin
oleh Letkol Dr. R. Soetarto dan Dr. Suwondo ( tahun 1946 ). Sedangkan dinas
kesehatan tentara sub terriorium maupun kesehatan resimen dipimpin oleh
Mayor Dr. Harsono dan dinas kesehatan brigade X dipimpin oleh Mayor Dr. I.
Irsan. Lokasi kesehatan tentara resimen 21 dan resimen 23 berada di Jl. Jend.
Sudirman ( sekarang di tempati oleh Bank Internasional Indonesia / BII =
1997 ) selama Kles II semua markas markas kesehatan tentara yang semula
berada di dalam kota dipindahkan keluar kota bersama sama dengan markas
markas tentara beserta seluruh pasukan. Setelah yogyakarta kembali akhir
juni 1949 , dinas -dinas kesehatan tentara yang semula berada di luar kota
bersama sama anggota pasukan masuk kota yogyakarta menempati tempat
tempat yang ditunjuk atau ditetapkan pihak yang berwenang, antara lain :
1. Markas kesehatan brigade menempati Jl. Widodo Kotabaru (
sekarang tempat pemberangkatan route gerilya Jenderal Sudirman ).
2. Markas kesehatan resimen 21 dan resimen 23 menempati gedung di
Jl. Jetis ( sekarang dipakai Ma Kodim 0734/Yogyakarta ).
3. Sedangkan tempat perawatan tentara ( TPT ) termasuk klinik
perjuangan berlokasi di Jl. Jenderal Sudirman depan RS. Bethesda (
eks. Ma Kodim Yogyakarta sebelum dipindah ke Jl. Jetis ).
Adapun yang menjadi pimpinan tempat perawatan tentara ( TPT )
tersebut adalah Letkol. Dr. R. Soetarto dan Kapten Dr. Amino Gondo Utomo.
Sekitar tahun 1951, TPT yang semula berlokasi di depan RS. Bethesda dan
markas kesehatan brigade yang berlokasi di Jl. Widodo kotabaru dipindahkan
ke Jl. Juwadi no.19 kotabaru bekas militer hospital belanda yang dibangun
tahun 1913, yang sebelumnya ditempati batalyon X, dengan nama sebutan
kesatuan DKT ST.13 dan Rumah Sakit Tentara DK ST.13 dibawah pimpinan
Letkol Dr. R. Soetarto ( DKT ST.13 : Dinas Kesehatan Tentara Sub
Territorium 13 ). Pada tahun 1951, DKST 13 telah memiliki eselon kesehatan
bawahan bersamaan dengan pembentukan batalyon batalyon oleh subter 13
yogyakarta, antara lain sebagai berikut :
1. Di batalyon 410, dengan Dan Ton Kes adalah Letda Sabdayu.
2. Di batalyon 411, dengan Dan Ton Kes adalah Letda ST. Parwono.
3. Di batalyon 412, dengan Dan Ton Kes adalah Letda W. Paimin.
4. Di batalyon 413, dengan Dan Ton Kes adalah pembantu Letnan S.
Tematheus.
5. Di kesehatan Mako Subter 13 adalah Letda Gideon.
Di awal tahun 1951, DKST 13 juga memiliki tempat perawatan II di
purworejo dan garnizun gombong. Untuk TP II gombong dipimpin oleh Letda
Sukiyo, sedangkan khusus di TP II purworejo karena kegiatannya belum
banyak ( bukan Garnizun ) maka bagi anggota anggota batalyon 411
purworejo masih dilayani oleh Ton Kes batalyon sendiri yang memiliki KSA (
Kamar Sakit Asrama ).
Sedangkan kegiatan di TP II purworejo dilaksanakan oleh beberapa
anggota kesehatan dari Ton Kes Yon 411 dan penempatan beberapa anggota
DKST 13 yang langsung diawasi oleh DKST 13 Yogyakarta. Baru sekitar
beberapa tahun kemudian setelah TP II berubah menjadi Rumkit III/IV
pimpinannya dipegang oleh Letda Agus Kadiman. Perkembangan sebutan
nama nama kesehatan/Dinas Kesehatan Tentara resmi tahun 1945 hingga
1950, dan seterusnya menyesuaikan dengan nama nama organisasi
kesehatan tentara sesuai dengan petunjuk penetapan atasan. Khusus Dinas
Kesehatan Tentara ST 13 Yogyakarta sejak tahun 1950 mengalami perubahan
nama nama sebagai berikut :
1. DKST 13.
2. DKT Resimen 13.
3. DKT Resimen Informasi 13.
4. DKAD Resort Militer 072.
5. Detasemen Kesehatan 072.
6. Sejak Re-Organisasi ABRI tahun 1986 hingga sekarang berubah
sebutan menjadi Detasemen Kesehatan Wilayah 04.04.02.
7. Adapun kepala DKT Resort Militer 072 dan Rumkit TK.III yang
kemudian berubah menjadi Rumkit TK.III Yogyakarta sejak tahun
1951 1957 dijabat rangkap oleh Letkol Dr. R. soetarto.

B. VISI, MISI, TUJUAN, dan STRUKTUR ORGANISASI RS. Dr. Soetarto


( DKT ) Yogyakarta
Visi
Menjadi Rumah sakit kebanggaan TNI AD beserta keluarga dan masyarakat
pengguna lainnya dalam bidang pelayanan.
Misi
Memberikan pelayanan kesehatan yang prima bagi TNI AD, PNS dan
keluarga serta oleh kemampuan masyarakat, dalam rangka ikut berperan aktif
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Tujuan
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan terhadap prajurit, PNS beserta
keluarganya, agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal sehingga dapat
menunjang tugas pokok.
A. Struktur Organisasi RS. Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta TK III 04.
06. 03
Adapun struktur organisasi RS. Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta TK
III 04. 06. 03 dapat dilihat pada bagian lampiran.
B. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RS. Dr. Soetarto (DKT)
Yogyakarta TK III 04. 06. 03
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Ruang Lingkup
Penelitian yang berjudul Gambaran Pengelolaan Persediaan Obat di
Gudang Farmasi RS. Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta tahun 2016 dilakukan
di gudang obat RS. Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta. Penelitian ini akan
dilakukan selama bulan april sampai juni 2016 menggunakan pendekatan
kualikatif, deskriptif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data primer dan data sekunder. Data primer di dapat melalui wawancara
mendalam kepada kepala instalasi farmasi, kepala gudang farmasi, dan staf
pelaksana gudang, sedangkan data sekunder didapat melalui observasi dan
telaah dokumen
2. Perencanaan
Perencanaan dan penetapan kebutuhan merupakan langkah awal dalam
proses pengelolaan obat. Dalam PerMenKes no 58 tahun 2014 perencanaan
kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan obat sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jeni, tepat waktu, tepat jumlah dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, dan
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.
Menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian
Kesehatan tahun (2010) menyebutkan bahwa tujuan dari perencanaan
kebutuhan obat adalah untuk mendapatkan :
A. Jenis dan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan
B. Menghndari terjadinya kekosongan obat
C. Meningkatkan penggunaan obat rasional
D. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Berdasarkan hasil penelitian di gudang farmasi RS. Dr. Soetarto (DKT)
Yogyakarta perencanaan obat di gudang farmasi RS. Dr. Soetarto (DKT)
Yogyakarta dibuat pada periode tiga bulan (triwulan). Perencanaan kebutuhan
obat di gudang farmasi dilakukan berdasarkan pada rata rata jumlah
konsumsi obat atau jumlah pemakaian pada periode sebelumnya dan ditambah
dengan stok pengaman. Metode ini digunakan karena lebih mudah dalam
penerapannya. Pada tahap perencanaan obat obatan yang akan dibuat dalam
perencanaan obat obatan yang ada di formularium rumah sakit.
Menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010)
menyebutkan bahwa untuk mengatisipasi melonjaknya permintaan dan
penggunaan obat, maka dalam perencanaan kebutuhan harus disertakan stok
pengaman (buffer stok). Menurut herjanto (2008) buffer stok merupakan
persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi dan menjaga
kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out)
Masalah yang dihadapi dalam perencanaan obat di gudang farmasi
adalah perencanaan hanya menggunakan metode konsumsi dan kurang
memperhatikan pola penyakit, oleh karena itu ada obat yang sering kosong
dan ada juga obat yang mengalami over stock. Dalam DepKes (2008) telah
disebutkan bahwa perencanaan harus melihat dari segi konsumsi dan pola
penyakit, karena dengan menggunakan dua metode tersebut dapat menghitung
jumlah kunjungan dan jenis penyakit yang dilayani pada tahun tahun
sebelumnya. Selain itu, masalah lain yang dihadapi adalah ketidaksesuaian
harga obat yang ada di e-katalog dengan harga yang sebenarnya pada
distributor, hal ini menyebabkan pihak rumah sakit mengganti obat dengan
obat jenis lain dengan terapi yang sama dan menyesuaikan harga yang ada di
e-katalog.
3. Penganggaran
Sumber dana merupakan salah satu input yang mendukung
terlaksananya suatu proses. Proses akan berjalan sesuai dengan keinginan
apabila didukung penuh dari segi pendanaannya. Begitu juga dengan
pelayanan yang ada di RS. Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta, pelayanan
kesehatan akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh pendanaan yang
memadai.
Berdasarkan undang undang 36 tahun 2009 pada bab XV dan pasal
170 yang mana sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah,
pemerintah daerah, swasta/masyarakat dan sumber lainnya. Pembiayaan yang
berasal dari pemerintah daerah yaitu APBD, sedangkan pembiayaan yang
berasal dari swasta atau masyarakat yaitu seperti halnya pendapatan atau
penghasilan dari rumah sakit itu sendiri.
Akan tetapi kendala yang sering terjadi dalam proses penganggaran
adalah kurangnya dana untuk pembelian obat. Dengan dana yang tersedia
sekarang masih dirasa belum cukup untuk memenuhi permintaan kebutuhan
yang meningkat. Kurangnya anggaran untuk penyediaan obat dapat
menyebabkan pelayanan kefarmasian terganggu. Menurut suciati dkk (2006)
pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan penunjang sekaligus merupakan
revenue center utama. Hal tersebut mengingat bahwa hampir 90% pelayanan
kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi (obat obatan,
bahan kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan, alat kedokteran, dan gas
medis), dan 50% dari pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan
perbekalan farmasi termasuk obat obatan. Dalam melakukan penganggaran,
hal yang perlu diperhatikan adalah penentuan kebutuhan dari anggaran yang
ada, satuan harga yang sesuai dengan harga pasar, dan peramalan pada inflasi.
Dengan tersedianya anggaran tentunya dapat mempengaruhi dalam
proses perencanaan dan pengadaan obat. Dengan anggaran yang cukup maka
kebutuhan obat akan terpenuhi dengan baik, sebaliknya jika anggaran yang
disediakan untuk pengadaan obat terbatas maka pelayanan kefarmasian rumah
sakit akan terganggu dan rumah sakit dapat mengalami kerugian. Pernyataan
ini sesuai dengan pedoman perbekalan farmasi yang dibuat oleh Dirjend Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2010 yang menyebutkan bahwa salah satu
komponen penunjang yang sangat vital dalam pengelolaan perbekalan farmasi
adalah ketersediaan anggaran yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan
untuk penyediaan perbekalan farmasi di rumah sakit.
4. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi, dan sumbangan.
Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan
harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan
tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu
berlebihan (DepKes RI, 2008).
Dari hasil paparan beberapa informan dan pengamatan dokumen,
pengadaan dilakukan dengan sistem e-purchasing dan sistem tender atau
lelang. Sistem e-purchasing dilakukan agar mempermudah petugas dalam
melakukan pembelian, karena barang atau obat yang akan dibeli dalam e-
catalog sudah memuat daftar, jenis, dan spesifikasi termasuk harga obat
tersebut.
Proses pengadaan persediaan melalui e-purchasing ini dirasa cukup
efektif karena proses pengadaannya dilakukan secara online dan langsung
pada penyedia yang telah terdaftar di Lembaga Kebijakan Pengelolaan
Barang/Jasa (LKPP) tanpa adanya kompetisi. Pengadaan dengan sistem tender
dilakukan karena harga obat yang ada di e-catalog terkadang tidak sesuai
dengan harga obat yang telah direncanakan. Untuk menutupi kekurangan
tersebut pihak gudang farmasi RS. Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta melakukan
persediaan pengadaan obat di gudang farmasi dengan sistem tersebut. Hal ini
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan obat yang tidak ada atau tidak sesuai
dengan harga yang ada di e-catalog.
Untuk kegiatan pengadaan obat dilakukan satu bulan sekali bahkan
dapat dilakukan dua kali pemesanan dalam satu bulantergantung dengan
pergerakan obatnya.ini sesuai dengan pernyataan semua informan yang
mengatakan bahwa pengadaan persediaan obat dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan diadakan satu kali dalam satu bulan, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan bahwa obat juga dapat diadakan dua kali dalam satu bulan,
mengingat permintaan kebutuhan yang tinggi.
Selain itu juga, tidak jarang rumah sakit melakukan pengadaan dengan
pembeliaan cito ke apotek luar rumah sakit. Hal ini dikarenakan permintaan
yang tinggi dan mendesak, sedangkan persediaan yang dibutuhkan yang ada di
dalam gudang mengalami kekosongan dan untuk memesan kembali
dibutuhkan waktu yang lama.
Dalam proses pengadaan obat, kendala yang sering terjadi ketika
melakukan pembelian obat adalah distributor yang sering terlambat dalam
melakukan distribusi ke rumah sakit atau obat yang dipesan tidak ada sama
distributor tersebut, dan pihak farmasi melakukan pemesanan dengan
distributor lainnya. Kendala yang sering dialami oleh RS. Dr. Soetarto (DKT)
Yogyakarta adalah dari pihak distributor mengalami kekosongan obat.
Sehingga harus memesan dari distributor lain dan jaraknya semakin jauh
sehingga obat yang diperlukan datangnya terlambat.
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas bahwa proses pengadaan obat
berjalan dengan baik, karena setiap tahapan dari pengadaan harus
dilaksanakan sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam prosedur pengadaan
perediaan di gudang farmasi RS. Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta dan
pedoman yang dibuat oleh Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(2010).
5. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dan
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi,
menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga
ketersediaan, dan memudahkan pencarian serta pengawasan (Dirjend Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan kegiatan
penyimpanan obat di gudang farmasi RS. Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta
menggunakan sistem FIFO dan FEFO dan berdasarkan abjad. Artinya dalam
penyusunan, obat obatan yang baru dating diletakkan di belakang dan obat
obatan yang lama diletakkan di depan atau yang expnya sudah dekat
diletakkan di depan sedangkan yang expnya masih lama diletakkan di
belakang. Menurut dina (2012) pengaturan obat yang dilakukan di rak / almari
penyimpanan dapat memberikan kemudahan bagi petugas gudang dalam
mencari barang saat dibutuhkan dan dapat membuat penyimpanan menjadi
efisien.
Dalam kegiatan penyimpanan, barang yang sudah diterima dan sudah
diperiksa oleh petugas gudang farmasi di simpan di gudang farmasi. Obat cair
maka dimasukan di gudang farmasi basa, obat kering disimpan di gudang
farmasi kering. Dan disusun di rak sesuai dengan nama obat tersebut sesuai
dengan abjad dan label yang sudah tertera di rak obat. Untuk obat obatan
yang memerlukan penyimpanan khusus seperti vaksin dan supositoria di
letakkan di lemari es dengan suhu yang sudah diatur sebelumnya.
6. Pendistribusian
Menurut Dirjend Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010) menyebutkan
bahwa sistem distribusi dilakukan dua metoden yaitu sistem sentralisasi dan
desentralisasi. Sentralisasi dilakukan oleh IFRS sentral ke semua unit rawat
inap di rumah sakit secara keseluruhan. Artinya di rumah sakit itu mungkin
hanya satu IFRS tanpa depo / satelit IFRS di beberapa unit pelayanan.
Sedangkan sistem desentralisasi dilakukan oleh beberapa depo / satelit IFRS
di sebuah rumah sakit. Pada dasarnya sistem distribusi desentralisasi ini sama
dengan sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruangan, hanya saja
sistem distribusi desentralisasi ini dikelola seluruhnya oleh apoteker yang
sama dengan pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS sentral.
Proses pendistribusian obat di RS. Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta
dilakaukan dengan sistem desentralisasi yaitu melalui apotek dan unit unit
yang ada di rumah sakit. Permintaan setiap unit akan semua obat ditujukan ke
apotek bukan ke gudang farmasi. Pendistribusian obat obatan ke unit unit
rumah sakit dipusatkan ke apotek tujuannya adalah untuk memudahkan
pendataan terhadap obat obatan yang dikeluarkan dan memudahkan bagi
pasien untuk mendapatkan obat secara langsung serta memudahkan bagi
apoteker untuk berkomunikasi kepada dokter jika ada permasalahan terhadap
pemberian resep obat. Jika stok obat di apotek tersebut sudah habis atau
sedikit jumlahnya, maka pihak apotek akan melakukan permintaan ke gudang
farmasi yang disertai dengan bukti berupa surat permintaan obat.
Sementara itu, dalam sistem pendistribusian sering kali mengalami
masalah. Berdasarkan informasi dari petugas gudang, masalah yang sering
terjadi adalah data obat yang ada di stok kartu obat dengan jumlah obat yang
ada di gudang farmasi. Hal ini dikarenakan sering petugas unit yang
membutuhkan obat tidak melaporkan terlebih dahulu sewaktu melakukan
pengambilan obat, hal ini terjadi ketika petugas yang bertugas di gudang
farmasi sedang tidak berada di gudang.
Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses
pendistribusian sudah seuai dengan prosedur yang ada di rumah sakit yaitu
didistribusikan secara berkala kepada seluruh unit pelayanan kesehatan yang
ada di rumah sakit. Namun ada beberapa kendala yang sering terjadi yaitu
ketidaksamaan data obat yang ada di kartu stok dengan yang ada di gudang
farmasi, yang disebabkan oleh kurangnya komunikasi antar petugas.
7. Penghapusan
Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang
sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuia standar yang berlaku (Dirjend
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). Ada beberapa alasan dilakukannya
penghapusan antara lain adalah (subagya, 1994) :
a) Barang hilang akibat kesalahan sendiri, kecelakaan, bencana alam ,
dan lain lain.
b) Teknis dan ekonomis, yaitu setelah nilai barang dianggap tidak ada
manfaatnya. Keadaan tersebut disebabkan oleh kerusakan yang tidak
bisa diperbaiki.
c) Tidak bertuan, yaitu barang barang yang tidak diurus.
Dari hasil penilitian yang dilakukan diketahui bahwa kegiatan
penghapusan obat obatan yang telah rusak atau kadaluarsa adalah dengan
cara penukaran kembali kepada distributor bagi obat obatan yang hamper
mendekati expired sedangkan penanganan untuk obat yang rusak dilakukan
penghapusan dengan cara dibakar.
Penukaran kembali pada supplier dilakukan pada awal kerjasama dengan
distributor atau supplier dibuat juga kesepakatan mengenai jangka waktu
barang yang boleh diretur atau dikembalikan kepada supplier yaitu 3 bulan
sebelum masa expired. Jika obat yang rusak atau kadaluarsa itu merupakan
obat yang sering digunakan oleh rumah sakit atau obat yang tergolong fast
moving biasanya supplier akan mengganti barang tersebut dengan obat baru.
Namun jika barang adalah obat yang tergolong slow moving, maka obat
tersebut akan diambil supplier dan kemudian melakukan pemotongan terhadap
total pembelian obat. Sedangkan obat obatan yang masa expirednya sudah
habis dan tidak bisa dikembalikan lagi atau obat rusak, maka penanganan yang
dilakukan oleh gudang farmasi RS. Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta dengan
cara dibakar. Pengahapusan dengan cara dibakar dilakukan agar obat obatan
yang sudah tidak dapat digunakan lagi atau rusak tidak menumpuk di gudang
farmasi dan tidak mengganggu mutu obat obatan yang lain.
Penghapusan yang dilakukan oleh RS. Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta
berfungsi untuk mengendalikan persediaan dan menjamin perbekalan farmasi
yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang
berlaku. Dengan adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan
maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang tidak layak
digunakan lagi.
Pernyataan diatas sesuai dengan tujuan dari penghapusan yang dibuat oleh
Departemen Kesehatan RI (2007) yang menyatakan bahwa penghapusan
dilakukan untuk menghindarkan pembiayaan (biaya penyimpanan,
pemeliharaan, penjagaan, dan lain - lain) atau barang yang bsudah tidak layak
untuk dipelihara serta menjaga keselamatan dan terhindar dari pengotoran
lingkunngan.
Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen, proses penghapusan
yang dilakukan oleh RS. Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta sudah sesuai dengan
prosedur penghapusan yang ada di rumah sakit. Ini juga sesuai dengan
pedoman yang dibuat oleh Dirjend Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010)
yang menyebutkan bahwa obat obatan yang mendekati expired akan dihapus
dan dikembalikan kepada supplier yang sudah bekerja sama.
8. pengendaliaan
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang
telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan
obat di unit-unit pelayanan (Aditama, 2007). Rangkuti (2002) menyebutkan
bahwa sistem persediaan bertujuan untuk menetapkan dan menjamin
tersedianya sumber daya yang tepat, dalam jumlah dan waktu yang tepat serta
dapat meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa, dan kapan
pesanan dilakukan secara optimal.
Di gudang farmasi RS. Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta terdapat 800
lebih item obat, yang sangat bervariasi jenis maupun golongannya. Untuk
mengendalikan ketersediaan obat tersebut agar selalu dapat memenuhi
kebutuhan untuk setiap pasien merupakan suatu hal yang tidak mudah. Dari
hasil penelitian melalui wawancara dengan ketiga informan dan observasi di
gudang farmasi RS. Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta diketahiu bahwa kegiatan
pengendaliaan yang dilakukan dengan stock opname dan pencatatan kartu
stok.
Berdasarkan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan oleh
instalasi farmasi RS. Dr. Soetarto (DKT) Yogyakarta kegiatan pengendalian
dengan stock opname dilakukan setiap dua bulan sekali. Namun pada
kenyataannya stock opname di gudang farmasi dilakukan setiap tiga bulan
sekali bahkan lebih. Ternyata pada pelaksanaannya kegiatan stock opname
dilakukan setelah adanya surat edaran dari direktur untuk melakukan stock
opname gudang.
Tidak pastinya kegiatan stock opname membuat kegiatan perencanaan
obat yang dilakukan gudang farmasi pun menjadi terhambat. Obat-obatan
yang kadaluarsa pun terlambat terdeteksi, selain itu laporan kerugian akibat
obat kadaluarsa pun terlambat diketahui. Karena melalui kegiatan stock
opname tersebut bisa diketahui obat-obatan yang sudah mendekati kadalursa
sehingga obat tersebut dapat ditukarkan kembali ke distributor dan tidak
merugikan rumah sakit.
Menurut Dirjend Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI (2010), stock
opname diperlukan untuk kebutuhan audit dan perencanaan yang wajib
dilaksanakan. Stock opname merupakan salah satu cara menilai kelancaran
kegiatan penyimpanan dan pencatatannya. Oleh karena itu hasil stock opname
harus sesuai antara data pencatatan dengan jumlah stok fisik di gudang
farmasi. Jika terdapat ketidaksesuaian harus segera dilakukan analisis untuk
mengetahui kerugiannya.
Dalam pengendalian persediaan obat, gudang farmasi RS. Dr. Soetarto
(DKT) yogyakarta belum mempunyai metode khusus untuk pengendalian
persediaan, metode dalam pengendalian merupakan tindakan yang sangat
penting dalam menghitung berapa jumlah optimal tingkat persdiaan yang
diharuskan, serta kapan saatnya melaui mengadakan pemesanan kembali.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang saya lakukan selama praktek kerja lapangan
di RS. Dr. Soetarto (DKT) yogyakarta (11 april - 4 juni 2016) maka saya
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Perencanaan kebutuhan obat hanya berdasarkan metode konsumsi.
2. Anggaran yang digunakan untuk pengadaan obat berasal dari dana APBD
dan BLUD
3. Pengadaan dilakukan dengan sistem e-catalog dan tender
4. Penyimpanan obat di gudang farmasi menggunakan sistem FIFO dan
FEFO.
5. Pendistribusian dilakukan melalui apotek.
6. Penghapusan dilakukan dengan cara penukaran kembali kepada supplier
yang bekerja sama dan dibakar.
7. Pengendalian obat di gudang farmasi dilakukan dengan stock opname dan
pencatatan kartu stok.
B. Saran dan Kritik
1. Diharapkan Kepala Instalasi Farmasi RS.Dr. Soetarto (DKT) yogyakarta
lebih melakukan pemantauan kepada petugas gudang farmasi dalam
melakukan tugas-tugasnya.
2. Diharapkan Kepala Instalasi Farmasi RS.Dr. Soetarto (DKT) yogyakarta
untuk menunjau kembali kebijakan terkait dengan pelaksanaan stock
opname.
3. Perlu adanya penambahan staf atau SDM petugas di bagian farmasi,
dibagian manajemen, di bagian pengadaan, dan dibagian gudang.

Anda mungkin juga menyukai