Anda di halaman 1dari 91

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis (Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan). Pentingnya
kesehatan sehingga dibutuhkan pelayanan kesehatan yang dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat yang salah satu jenis layanan publik yang bisa didapatkan di
rumah sakit.

Pelayanan kesehatan memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kesehatan dan


mencegah penyakit dengan masyarakat sebagai sasaran utamanya. Kesehatan
merupakan modal penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional menuju
terciptanya kesejahteraan umum, sehingga pembangunan kesehatan menjadi salah
satu sasaran pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran dan kemampuan hidup sehat. Menurut UU No. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.

Untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat dalam pelayanan


kesehatan maka perlu dilakukan upaya-upaya kesehatan dengan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit
(preventive), penyembuhan penyakit (curative) dan pemulihan kesehatan
(rehabilitative) (UU No. 44 tahun 2009). Konsep ini menjadi pedoman dan
pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit.

Rumah sakit adalah salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian
dari sumber daya kesehatan yang diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan
upaya kesehatan (UU No. 44 tahun 2009). Salah satu bagian penunjang medik di
rumah sakit adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). IFRS adalah salah satu
unit atau bagian di rumah sakit, yang dipimpin seorang Apoteker sebagai
penanggung jawab dan dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang memenuhi

1
persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional,
yang menyelenggarakan semua fungsi kegiatan pekerjaan kefarmasian
(Permenkes No. 72 tahun 2016).

Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit dituntut untuk


memiliki kemampuan manajerial, pelayanan farmasi klinik, kemampuan
komunikasi antar personal, dan kepemimpinan yang baik sebagai konsekuensi
berkembangnya pelayanan kefarmasian dari paradigma drug oriented menjadi
patient oriented dengan filosofi Pharmaceutical Care. Oleh karena itu, penting
bagi calon Apoteker untuk mengetahui dan melihat secara langsung bagaimana
pekerjaan kefarmasian yang dilakukan di rumah sakit, mengetahui permasalahan
yang biasa terjadi, beserta cara penyelesaiannya.

Dengan melakukan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang bertempat


di Rumah Sakit Umum Daerah Al Ihsan Provinsi Jawa Barat ini diharapkan calon
Apoteker dapat mengenal ruang lingkup pekerjaannya di rumah sakit serta dapat
belajar langsung secara praktis dalam pengelolaan instalasi farmasi rumah sakit.
Hal ini sangat penting bagi mahasiswa agar dapat mempersiapkan diri sebelum
terjun langsung di rumah sakit.

1.2. Tujuan PKPA di Rumah Sakit


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil tujuan pelaksanaan PKPA di
rumah sakit adalah sebagai berikut:
a. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktik untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di rumah sakit;
b. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab apoteker dalam rumah sakit;
c. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk mempelajari Standar
Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit dan penerapannya dalam rumah sakit;
d. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga
kerja farmasi yang profesional;

2
e. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di
rumah sakit.

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKPA


Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Al Ihsan
Provinsi Jawa Barat yang terletak di Jalan Kiastramanggala Baleendah Bandung,
dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 31 Agustus 2019.

3
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1. Gambaran Umum Rumah Sakit


2.1.1. Definisi Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, yang
dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, pada pasal 4 rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna. Dan untuk melaksanakan tugas yang
dimaksud rumah sakit memiliki fungsi
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dan pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.3. Klasifikasi Rumah Sakit


Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, klasifikasi rumah sakit terdiri dari :
a. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan:
1) Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit Umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang
dan jenis penyakit.

4
2) Rumah Sakit Khusus
Rumah Sakit Khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau
satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
b. Berdasarkan pengelolaannya
1) Rumah sakit publik
Dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang
bersifat nirlaba.
2) Rumah sakit privat
Dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan
Terbatas atau Persero.
c. Berdasarkan afiliasi atau orientasi pendidikan
1) Rumah Sakit Pendidikan
Merupakan Rumah Sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian
secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan
kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya. Dalam
penyelenggaraan Rumah Sakit Pendidikan dapat dibentuk Jejaring Rumah
Sakit Pendidikan.
2) Rumah Sakit Non Pendidikan
Merupakan rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan residensi
dan tidak ada afiliasi dengan universitas
d. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan
1) Rumah Sakit Umum
a) Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5
(lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13
(tiga belas) subspesialis.
b) Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4
(empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua)
subspesialis dasar.

5
c) Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan
4 (empat) spesialis penunjang medik.
d) Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.
2) Rumah Sakit Khusus
a) Kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan
medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap.
b) Kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan
medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas.
c) Kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan
medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal.

2.1.4. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit


Berdasarkan Undang-Undang Rumah sakit Republik Indonesia Nomor. 44 tahun
2009, rumah sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan
penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen
rumah sakit dan tenaga non kesehatan. Jumlah dan jenis sumber daya manusia
disesuaikan dengan jenis dan klasifikasi rumah sakit.

2.2. Tim Farmasi dan Terapi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.72 tahun 2016, Tim Farmasi dan Terapi
merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah
Sakit mengenai kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit yang anggotanya
terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di Rumah Sakit,
Apoteker IFRS, dan tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan. Tim Farmasi
dan Terapi harus dapat membina hubungan yang baik dengan komite lain di
Rumah Sakit yang berhubungan dengan penggunaan obat.

6
Tim Farmasi dan Terapi dapat diketuai oleh seorang dokter atau Apoteker, apabila
diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah Apoteker, namun apabila diketuai
oleh Apoteker maka sekretarisnya adalah dokter.

Tim Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya dua
bulan sekali dan untuk Rumah Sakit besar rapat diadakan sekali dalam satu bulan.
Biasanya, rapat TFT dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar
Rumah Sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan TFT, memiliki
keahlian khusus, dan keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi TFT.

Adapun tugas dari Tim Farmasi dan Terapi adalah:


a. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah Sakit
b. Melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam formularium
Rumah Sakit
c. Mengembangkan standar terapi
d. Mengidentifikasi permasalahan dengan penggunaan Obat
e. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang rasional
f. Mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak Dkehendaki
g. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error
h. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit

2.3. Sistem Formularium Rumah Sakit


Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari suatu
rumah sakit yang bekerja melalui TFT, mengevaluasi, menilai dan memilih dari
berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, serta dianggap paling
berguna dalam perawatan pasien. Sistem formularium merupakan sarana penting
dalam memastikan mutu penggunaan obat dan pengendalian harganya.

Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional.


Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati oleh staf
medis, disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan
Rumah Sakit.

7
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah sakit dikembangkan berdasarkan
pertimbangan terapeutik dan ekonomi dari penggunaan Obat agar dihasilkan
Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan
pengobatan yang rasional.

Formularium rumah sakit berisi antara lain: halaman judul, daftar nama anggota
TFT, daftar isi, informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat,
produk obat yang diterima untuk digunakan lampiran.

Sistem formularium dapat memberikan pedoman kepada dokter, apoteker,


perawat dan petugas administrasi di Rumah Sakit, yang meliputi:
a. Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan Tim
Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan, organisasi,
fungsi dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung sistem formularium
yang diusulkan oleh Tim Farmasi dan Terapi.
b. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan
tiap instalasi.
c. Staf medis harus menerima kebijakan dan prosedur yang ditulis oleh Tim
Farmasi dan Terapi untuk menguasai sistem formularium yang dikembangkan
oleh Tim Farmasi dan Terapi.
d. Nama obat yang tercantum dalam formularium adalah nama generik.
e. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di instalasi
farmasi.
f. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek
terapinya sama, seperti :
1) Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan nama obat generik yang
sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta.
2) Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat pasien tertentu harus
didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi.
3) Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas dan sumber obat
dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan untuk
mendiagnosa dan mengobati pasien.

8
2.4. Gambaran Umum Instalasi Farmasi
2.4.1. Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu unit bagian rumah sakit yang
melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang dipimpin oleh seorang apoteker yang
profesional, kompeten dan berwenang serta hukum dalam menyelenggarakan
fasilitas pelayanan kefarmasian yang antara lain adalah perencanaan, pengadaan,
menyediakan dan mengelola semua aspek mengenai obat dan pembekalan
kesehatan di rumah sakit untuk penderita yang dirawat di rumah sakit, baik rawat
inap maupun rawat jalan.

2.4.2. Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Tujuan kegiatan harian dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit antara lain:
a. Membantu dalam penyediaan perbekalan yang memadai oleh Apoteker Rumah
Sakit yang memenuhi syarat.
b. Meningkatkan penelitian dalam praktek Farmasi Rumah Sakit dan dalam ilmu
Farmasetik pada umumnya.
c. Memberi manfaat kepada penderita, Rumah Sakit, sejawat profesi kesehatan
dan kepada profesi Farmasi oleh Apoteker Rumah Sakit yang kompeten dan
memenuhi syarat.
d. Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian.
e. Meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktek Farmasi Rumah Sakit
kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industri farmasi dan profesional
kesehatan lainnya.
f. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan formularium
rumah sakit.

9
2.4.3. Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
a. Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah:
1) Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
prosedur dan etik profesi;
2) Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu, dan efisien;
3) Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek
terapi dan keamanan serta meminimalkan resiko;
4) Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta memberikan
rekomendasi kepada dokter, perawat, dan pasien;
5) Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi;
6) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan
Kefarmasian;
7) Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit.
b. Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
1) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai
2) Pelayanan farmasi klinik

2.4.4. Sumber Daya Kefarmasian IFRS


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, dinyatakan bahwa Instalasi Farmasi harus memiliki
Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan
petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi.
Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian di Rumah
Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit
yang ditetapkan oleh Menteri.

10
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi Farmasi
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:
1) Apoteker
2) Tenaga Teknis Kefarmasian
b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
1) Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian
2) Tenaga Administrasi
3) Pekarya/Pembantu pelaksana

2.4.5. Pengelolaan Perbekalan Farmasi


Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari
pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan
Kefarmasian.

a. Pemilihan
Merupakan proses kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
1) Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi;
2) Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
telah ditetapkan;
3) Pola penyakit;
4) Efektifitas dan keamanan;
5) Pengobatan berbasis bukti;
6) Mutu;
7) Harga; dan Ketersediaan di pasaran.
Pemilihan obat di rumah sakit berdasarkan formularium rumah sakit yang disusun
mengacu pada Formularium Nasional. Formularium Rumah Sakit harus tersedia
untuk semua penulis Resep, pemberi obat dan penyedia obat di Rumah Sakit.

11
Adapun tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit adalah:
1) Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik Fungsional
(SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medic
2) Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi
3) Membahas usulan tersebut dalam rapat TFT, jika diperlukan dapat meminta
masukan dari pakar
4) Mengembalikan rancangan hasil pembahasan TFT, dikembalikan ke masing-
masing SMF untuk mendapat umpan balik
5) Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF
6) Menetapkan daftar obat yang masuk dalam Formularium Rumah Sakit
7) Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi
8) Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan
melakukan monitoring

Adapun kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit adalah:
1) Mengutamakan penggunaan obat generik
2) Memiliki rasio manfaat-resiko yang paling menguntungkan penderita
3) Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
4) Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
5) Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
6) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
7) Memiliki rasio manfaat-biaya yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan
tidak langsung
8) Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicine) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang
terjangkau

b. Perencanaan Kebutuhan
Merupakan proses kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat
jumlah, tepat waktu dan efisien.

12
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia.

Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:


1) Anggaran yang tersedia;
2) Penetapan prioritas;
3) Sisa persediaan;
4) Data pemakaian periode yang lalu;
5) Waktu tunggu pemesanan; dan
6) Rencana pengembangan.

c. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan yang telah direncanakan sebelumnya. Adapun hal-hal
yang harus diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
1) Bahan baku obat harus disertai Sertifikat Analisis
2) Bahan berbahaya harus meyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS)
3) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai nomor izin edar
4) Masa kadaluarsa minimal dua tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-
lain) atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan mekanisme
pengadaan dapat dilakukan melalui: pembelian, produksi/pembuatan sediaan
farmasi, dan sumbangan/droping/hibah. Tujuan pengadaan mendapatkan
perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik,
pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak
memerlukan tenaga serta waktu berlebihan.

13
a) Pembelian
Pembelian adalah rangkaian proses pengadaan untuk mendapatkan perbekalan
farmasi. Proses pembelian mempunyai beberapa langkah yang baku dan
merupakan siklus yang berjalan terus menerus sesuai dengan kegiatan rumah
sakit. Hal yang harus diperhatikan dalam pembelian seperti: kriteria Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi kriteria
umum dan kriteria mutu obat, persyaratan pemasok, penentuan waktu pengadaan
dan kedatangan sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai,
dan pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah, dan waktu.

b) Produksi Sediaan Farmasi


Produksi perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan kegiatan membuat,
merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau non steril
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria
perbekalan farmasi yang diproduksi:
i. Sediaan farmasi dengan formula khusus.
ii. Sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar dengan harga lebih murah.
iii. Sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali.
iv. Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran.
v. Sediaan farmasi untuk penelitian.
vi. Sediaan nutrisi parenteral.
vii. Rekonsitusi sediaan perbekalan farmasi sitostatika.
viii. Sediaan farmasi yang harus selalu dibuat baru.
c) Sumbangan/Hibah/Dropping
Pada prinsipnya pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/sumbangan, mengikuti
kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi regular. Perbekalan farmasi yang
tersisa dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan disaat situasi normal.

d. Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,
konsinyasi atau sumbangan.

14
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima
sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan.Semua
perbekalan farmasi yang diterima harus diperiksa dan disesuaikan dengan
spesifikasi pada order pembelian rumah sakit. Semua perbekalan farmasi harus
ditempatkan dalam tempat persediaan, segera setelah diterima, perbekalan
farmasi, harus segera disimpan di dalam lemari atau tempat lain yang aman.
Perbekalan farmasi yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang
telah ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan:
1) Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya
2) Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai certificate of origin
3) Sertifikat Analisa Produk.

e. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman
dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan
penyimpanan adalah:
1) Memelihara mutu sediaan farmasi
2) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
3) Menjaga ketersediaan
4) Memudahkan pencarian dan pengawasan

Dalam penyimpanan ada beberapa komponen yang harus diperhatikan antara lain:
1) Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi
label yang secara jelas terbaca yang memuat nama, tanggal pertama
kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus.
2) Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting.
3) Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan
pada area yang dibatasi ketat untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang
hati-hati.

15
4) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang
dibawa pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
5) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang
lain yang dapat menyebabkan kontaminasi.

Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara benar dan
diinspeksi secara periodik. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu:
1) Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang yang tahan api dan diberi
tanda khusus bahan berbahaya.
2) Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaan untuk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas
medis kosong terpisah dari tabung gas medis di ruangan harus menggunakan
tutup demi keselamatan.

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk


sediaan dan alfabetis. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip LASA (Look Alike
Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus
untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat. Untuk memudahkan
pengendalian stok maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menggunakan prinsip FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First
Out) dalam penyusunan perbekalan farmasi yaitu perbekalan farmasi yang
masa kadaluarsanya lebih awal atau yang diterima lebih awal harus digunakan
lebih awal sebab umumnya perbekalan farmasi yang datang lebih awal
biasanya juga diproduksi lebih awal dan umurnya relatif lebih tua dan masa
kadaluarsanya mungkin lebih awal.
2) Menyusun perbekalan farmasi dalam kemasan besar di atas pallet secara rapi
dan teratur.
3) Menggunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan psikotropika.
4) Menyimpan perbekalan farmasi yang dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara,
cahaya dan kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai.
5) Menyimpan Perbekalan farmasi dalam rak dan diberikan nomor kode, pisahkan
perbekalan farmasi dalam dengan perbekalan farmasi untuk penggunaan luar.

16
6) Mencantumkan nama masing-masing perbekalan farmasi pada rak dengan rapi.
7) Apabila persediaan perbekalan farmasi cukup banyak, maka biarkan
perbekalan farmasi tetap dalam box masing-masing.
8) Perbekalan farmasi yang mempunyai batas waktu penggunaan perlu dilakukan
rotasi stok agar perbekalan farmasi tersebut tidak selalu berada dibelakang
sehingga dapat dimanfaatkan sebelum masa kadaluarsa habis.
9) Item perbekalan farmasi yang sama ditempatkan pada satu lokasi walaupun
dari sumber anggaran yang berbeda.

f. Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat
jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan pendistribusian adalah
tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat
jenis, dan tepat jumlah. Ada beberapa cara distribusi yang dapat digunakan oleh
IFRS dalam mendistribusikan perbekalan farmasi, antara lain:
1) Resep individual
Resep individual adalah order/resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien, dalam
sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan oleh IFRS sesuai yang
tertulis pada resep.

Keuntungan sistem distribusi ini adalah semua resep dikaji langsung oleh
apoteker, yang juga dapat memberi keterangan atau informasi kepada perawat
berkaitan dengan obat penderita. Serta memberikan kesempatan untuk berinteraksi
antara apoteker-dokter-perawat-penderita, juga dapat mengendalikan perbekalan
dan mempermudah penagihan biaya obat penderita.

Kekurangan sistem distribusi resep individual adalah kemungkinan keterlambatan


sediaan obat sampai pada penderita. Serta memerlukan jumlah personel dan
perawat yang banyak dan memungkinkan kesalahan obat karena kurangnya
pemeriksaan pada waktu penyiapan konsumsi.

17
dokter Penderita

Interpretasi oleh Apt Resep/Order

Dikendalikan oleh Apt Disiapkan/Diracik IFRS

Ruang Konsumsi
Pengendalian Perawat oleh Perawat
Perawat

Penyiapan
Perawat Konsumsi
kereta obat

Gambar 1. Alur Distribusi Obat Resep Individual

2) Persediaan Lengkap di Ruangan (Floor Stock)


Sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalah tatanan kegiatan
penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada order obat,
yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan dengan mengambil
dosis/unit obat dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada pasien di
ruang itu. Keuntungan sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalah obat
yang diperlukan dapat segera tersedia, tidak ada pengembalian obat yang tidak
terpakai ke IFRS, dan ada pengurangan penyalinan resep obat serta pengurangan
personel Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang diperlukan. Keterbatasan sistem
distribusi ini adalah kesalahan obat akan sangat besar karena order tidak dikaji
langsung oleh apoteker. Serta meningkatnya pencurian obat dan meningkatnya
bahaya karena kerusakan obat.

18
dokter Penderita

Interpretasi oleh Apt Resep/Order Konsumsi


oleh Perawat

Persediaan di Persediaan
Dikendalikan oleh Apt
Ruang IFRS

Penyiapan oleh Perawat Kereta obat Dikendalikan


Apoteker

Gambar 2. Alur Distribusi Persediaan Lengkap Di Ruangan

3) Sistem Distribusi Obat Dosis Unit


Sistem distribusi obat dosis unit adalah metode dispensing dan pengendalian yang
dikoordinasikan Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam rumah sakit. Sistem dosis
unit dapat berbeda dalam bentuk, tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit.
Akan tetapi, unsur khusus di bawah ini adalah dasar dari semua sistem obat dosis
unit yaitu : obat dikandung dalam kemasaan unit tunggal, di dispensing dalam
bentuk siap dikonsumsi, dan untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam
persediaan dosis, dihantarkan ke atau tersedia pada ruang perawatan pasien setiap
waktu. Tetapi sistem distribusi obat dosis unit memerlukan biaya yang besar dan
memerlukan peningkatan jumlah staf Apoteker.

Keuntungan dari sistem distribusi obat dosis unit ini yaitu: Penderita menerima
pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit 24 jam sehari dan penderita membayar
obat yang dikonsumsinya saja, semua dosis yang diperlukan pada unit perawat
telah disiapkan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit, mengurangi kesalahan obat
karena adanya sistem pemeriksaan ganda dengan menginterpretasikan resep/order
dokter dan membuat profil pengobatan penderita (P3) oleh apoteker, serta
pengurangan kerugian biaya obat yang tidak terbayar oleh penderita.

Sistem distribusi obat dosis unit dapat dilaksanakan dengan salah satu dari tiga
metode di bawah ini, yang pilihannya tergantung pada kebijakan dan kondisi
suatu rumah sakit.

19
a) Sistem distribusi obat dosis unit dapat diselenggarakan secara sentralisasi.
Sentralisasi dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit sentral ke semua
daerah perawatan penderita rawat inap/tinggal di rumah sakit secara
keseluruhan. Artinya, di rumah sakit itu mungkin hanya satu Instalasi Farmasi
Rumah Sakit tanpa adanya cabang Instalasi Farmasi Rumah Sakit di beberapa
daerah perawatan penderita.
b) Sistem distribusi obat dosis unit desentralisasi dilakukan oleh beberapa cabang
Instalasi Farmasi Rumah Sakit di sebuah rumah sakit. Pada dasarnya sistem
distribusi obat desentralisasi ini sama dengan sistem distribusi obat persediaan
lengkap diruang, hanya saja sistem distribusi obat desentralisasi ini dikelola
seluruhnya oleh apoteker yang sama dengan pengelolaan dan pengendalian
oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit sentral.
c) Dalam sistem distribusi obat dosis unit kombinasi sentralisasi dan
desentralisasi, biasanya hanya dosis mula dan dosis keadaan darurat dilayani
cabang Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Dosis selanjutnya dilayani oleh Instalasi
Farmasi Rumah Sakit sentral. Semua pekerjaan tersentralisasi lain, seperti
pengemasan dan pencampuran sediaan intravena juga dimulai dari Instalasi
Farmasi Rumah Sakit sentral.

Dokter Penderita

IFRS :
Resep / Order Konsumsi Obat Perawat
Interpretasi Apoteker
Profil Pengobatan
Penderita (P3)

Dosis unit siap


Dikonsumsi

Apoteker +
Kereta Obat
Perawat Cek

Gambar 3. Alur Sistem Distribusi Obat Unit Dosis Sentralisasi

4) Sistem Distribusi Kombinasi


Menerapkan sistem distribusi resep/order individual sentralisasi, juga menerapkan
distribusi persediaan di ruangan yang terbatas. Perbekalan farmasi yang

20
disediakan di ruangan adalah perbekalan farmasi yang diperlukan oleh banyak
penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya adalah perbekalan farmasi yang
harganya murah mencakup perbekalan farmasi berupa resep atau perbekalan
farmasi bebas.

Keuntungan sistem distribusi kombinasi yaitu:


a) Semua resep/order perorangan dikaji langsung oleh apoteker.
b) Adanya kesempatan berinteraksi professional antara apoteker, dokter, perawat
dan pasien atau keluarga pasien.
c) Perbekalan farmasi yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien.

Keterbatasan sistem distribusi kombinasi yaitu:


a) Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita (obat resep
individual).
b) Kesalahan obat dapat terjadi (obat dari persediaan di ruang).

g. Pemusnahan dan penarikan


Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang tidak tepat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan


perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh
pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada
BPOM.

Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai bila:
1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
2) Telah kadaluwarsa
3) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan
4) Dicabut izin edarnya

21
h. Pengendalian
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya
sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan
sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit-unit
pelayanan.

Adapun tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan


Bahan Medis Habis Pakai, adalah untuk:
1) Penggunaan obat sesuai dengan Formuarium Rumah Sakit
2) Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
3) Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta
pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
4) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving)
5) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan
berturut-turut
6) Stock opname yang dilakukan secara periodik dan berkala

i. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.

Adapun kegiatan administrasi terdiri dari:


1) Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi pemilihan, perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan,
pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai secara periodik yang dilakukan IFRS dalam periode
waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester, atau pertahun).

22
Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
Pencatatan dilakukan untuk:
a) Persyaratan Kementrian Kesehatan / BPOM
b) Dasar akreditasi Rumah Sakit
c) Dasar audit Rumah Sakit
d) Dokumentasi Rumah Sakit

2) Administrasi Keuangan
Administrasi keuangan diselenggarakan ketika Instalasi Farmasi mengelola
keuangan. Administrasi keuangan adalah pengaturan anggaran, pengendalian dan
analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan
laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara
rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.

3) Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan adalah kegiatan penyelesaian terhadap Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak terpakai karena
kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan
penghapusan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.

2.4.6. Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan
Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of
life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:

a. Pengkajian dan Pelayanan Resep


Pengkajian resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, bila
ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis
resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan

23
administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien
rawat maupun rawat jalan.

Persyaratan administrasi meliputi :


1) Nama, umur, jenis kelamin berat badan, dan tinggi badan pasien;
2) Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
3) Tangga; resep; dan
4) Ruangan/ unit asal resep

Pesyaratan farmasetik meliputi:


1) Nama obat, bentuk, dan kekuatan sedian
2) Dosis dan jumlah obat
3) Stabilitas;
4) Aturan dan cara penggunaan

Persyaratan klinis meliputi:


1) Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;
2) Duplikasi pengobatan;
3) Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
4) Kontraindikasi;
5) Interaksi obat

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, peyiapan


sediaan farmasi, alat kesehatam dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan
obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap alur
pelayanan resep dilakuka upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat.

b. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan
sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau
data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat pasien.

24
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat:
1) Membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam
medik/pencatatan penggunaan Obat untuk mengetahui perbedaan informasi
penggunaan Obat;
2) Melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan;
3) Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD);
4) Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat;
5) Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat;
6) Melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan;
7) Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang
digunakan;
8) Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat;
9) Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat;
10) Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu kepatuhan
minum Obat (concordance aids);
11) Mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa
sepengetahuan dokter; dan
12) Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif
yang mungkin digunakan oleh pasien.

Kegiatan:
1) Penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada pasien/keluarganya
2) Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat pasien. Informasi
yang harus didapatkan:
a) Nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi
penggunaan, indikasi dan lama penggunaan Obat;
b) Reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi
c) Kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat yang tersisa).

25
c. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan
dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk
mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak
diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat
(medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit
ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari
Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya. Adapun tujuan
dilakukannya rekonsiliasi obat adalah:
1) Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien
2) Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumrntasinya instruksi
dokter
3) Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter

Selain itu, adapun tahapan proses rekonsiliasi obat yaitu:


1) Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang digunakan oleh pasien
meliputi nama obat, dosis, rute pemberian, frekuensi, obat mulai diberikan,
diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping obat,
dicatat tanggal kejadian obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek
samping. Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien
dan rekam medik. Data obat yang dapat digunakan tidak lebih dari tiga bulan
sebelumnya. Semua obat yang digunakan pasien baik resep maupun obat bebas
termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.

2) Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang dan akan
digunakan. Pada tahap ini ketidakcocokan sering terjadi ketika ditemukan
perbedaan diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat terjadi bila ada obat
yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang
didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat
disengaja oleh dokter pada saat penulisan resep maupun tidak sengaja dimana
dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan resep.

26
3) Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi, Bila terjadi ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang
dari 24 jam. Maka hal yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
a) Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak
disengaja
b) Mendokumentasikan alas an penghentian, penundaan, atau pengganti
c) Memberikan tanda tangan, tanggal,dan waktu dilakukannya rekonsiliasi
obat
4) Komunikasi
Komunikasi dilakukan dengan pasien/keluarga pasien/perawat mengenai
perubahan terapi yang terjadi.Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi
obat yang diberikan.

d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias,
terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter,
Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di
luar Rumah Sakit. Adapun tujuan PIO sebagai berikut:
1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di
lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit
2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai terutama bagi
TFT
3) Menunjang penggunaan obat yang rasional

e. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait
terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.
Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas
kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan
pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan

27
kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling
Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi
Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan costeffectiveness
yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien
(patient safety). Secara khusus konseling obat ditujukan untuk:
1) Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien
2) Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
3) Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat
4) Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat dengan
penyakitnya
5) Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
6) Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat
7) Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi
8) Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
9) Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat
mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien

Adapun faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling obat antara lain:
a) Kriteria pasien
i. Pasien kondisi khusus (pediatric, geriatric, gangguan fungsi ginjal, ibu
hamil dan menyusui)
ii. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB,DM,epilepsi,
dan lain-lain)
iii. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off)
iv. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi yang sempit
(digoxin, phenytoin)
v. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi)
vi. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah

f. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati

28
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat,
memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki,
meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat
kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.

g. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan
risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). Adapun kegiatan dalam
PTO meliputi:
1) Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, Reaksi
Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
2) Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
3) Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat

Selain itu, tahapan dalam melakukan PTO adalah:


a) Pengumpulan data pasien
b) Identifikasi masalah terkait obat
c) Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
d) Pemantauan
e) Tindak lanjut

h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap
respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim
yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi.
Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait
dengan kerja farmakologi. Adapun tujuan MESO antara lain:
1) Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal, frekuensinya jarang
2) Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru
saja ditemukan

29
3) Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
angka kejadian dan hebatnya ESO
4) Meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
5) Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki

Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO antara lain:


1) Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (ESO)
2) Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami ESO
3) Mengevaluasi laporan ESO
4) Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di TFT
5) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional

i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)


Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan Obat
yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Adapun
tujuan EPO adalah:
1) Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat
2) Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu
3) Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat
4) Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat

Kegiatan praktek EPO meliputi:


1) Mengevaluasi penggunaan obat secara kualitatif
2) Mengevaluasi penggunaan obat secara kuantitatif

j. Dispensing Sediaan Steril


Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan teknik
aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi
petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan
pemberian Obat. Adapun tujuan dispensing sediaan steril adalah:
1) Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan
2) Menjamin sterilitas dan stabilitas produk
3) Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya

30
4) Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat

Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi:


1) Pencampuran obat suntik
Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin
kompatibilitas dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang
ditetapkan. Kegiatan pencampuran obat suntik meliputi:
a) Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus
b) Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai
c) Mengemas menjadi sediaan siap pakai

2) Penyiapan Nutrisi Parenteral


Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga
yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dan menjaga stabilitas
sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai.
Adapun kegiatan dalam dispensing sediaan khusus adalah:
a) Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk
kebutuhan perorangan
b) Mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi

3) Penanganan Sediaan Sitostatik


Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan obat kanker secara aseptis
dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang
terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas
maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan
alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun
proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya. Kegiatan dalam
penanganan sediaan sitostatik meliputi:
a) Melakukan perhitungan dosis secara akurat
b) Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
c) Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan
d) Mengemas dalam kemasan tertentu
e) Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku

31
BAB III
TINJAUAN KHUSUS RUMAH SAKIT

3.1. Profil RSUD AL IHSAN


3.1.1 Lokasi RSUD Al - Ihsan
Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini berlangsung di RSUD Al
Ihsan Provinsi Jawa Barat yang berlokasi di Jl. Ki Astramanggala Kelurahan
Baleendah, Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung.

3.1.2. Sejarah Singkat Rumah Sakit Al Ihsan


Berangkat dari niat ibadah seorang hamba kepada Kholiq-Nya dengan ikhlas
berserah diri kepada Allah SWT, Rumah Sakit Al Ihsan didirikan oleh Yayasan
Rumah Sakit Islam Al Ihsan dengan maksud ikut berperan serta membantu dalam
pembangunan kesehatan di Kabupaten Bandung khususnya dan masyarakat Jawa
Barat pada umumnya. Berdasarkan Akta Notaris Tien Norman Lubis, S.H. Nomor
48 tanggal 15 Januari 1993, tentang Pendirian Yayasan Al Ihsan maka para tokoh
ulama dan Pemerintah Jawa Barat terdiri dari :
1. Drs. H. M. Ukman Sutaryan
2. H. M. A Sampoerna
3. H. Agus Muhyidin
4. KH. R. Totoh Abdul Fatah
5. Drs. K.H. Ahmad Syahid
6. Drs. H. M. Soleh, MM.

Sebagai Pendiri Rumah Sakit Islam Al Ihsan diatas luas area tanah sebesar 45.000
M2 (4,5 Ha) dan bangunan seluas 29.617,75 M2. Rumah Sakit Islam Al Ihsan
adalah salah satu amal usaha dari Yayasan Rumah sakit Islam Al Ihsan.
Rumah Sakit Islam Al Ihsan berdiri tepat pada tanggal 11 Maret 1993 (17
Ramadhan 1414 H.) bertepatan dengan peringatan turunnya Al Qur’an (Nuzulul
Qur’an), sedangkan operasional kegiatan pelayanan dimulai sejak tanggal 12
November 1995. Perubahan kepemilikan dalam perkembangannya, Rumah sakit
islam AL IHSAN pada tahun 2004 beralih kepemilikan menjadi milik Pemerintah
Provinsi Jawa Barat hingga saat ini.

32
Pada tanggal 19 Nopember 2008 berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Barat No : 23 Tahun 2008 Rumah sakit islam AL IHSAN berubah nama menjadi
Rumah sakit umum daerah (RSUD) AL IHSAN, kemudian pada tanggal 10 juli
2009 RSUD AL IHSAN ditetapkan untuk menerapkan PPK-BLUD melalui surat
keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat N0. 900/Kep.921-Keu/2009, RSUD AL
IHSAN merupakan unit sosioekonomi yang menjalankan pengelolaan berdasarkan
fungsi sosial dan ekonomi dengan maksud menjalankan manajemen rumah sakit
secara profesional, efisien, dan produktif.

Pada tanggal 17 Februari 2016, RSUD AL IHSAN memulai dengan RSUD


pendidikan utama yang menjadikan RSUD terdepan dan rujukan utama di Jawa
Barat serta RSUD pendidikan bertaraf internasional.

Berikut gambar struktur organisasi RSUD AL IHSAN

Gambar 4. Struktur organisasi rumah sakit Al Ihsan.

Pada tahap awal dimulainya kegiatan operasional pelayanan rumah sakit dimulai
dengan kegiatan Rawat Jalan Umum, satu bulan kemudian dibuka pelayanan
Gawat Darurat dan Rawat Inap dengan kapasitas 96 Tempat Tidur di gedung Syifa.
Seiring tingginya tingkat kunjungan maka kemudian dibuka Rawat Inap Anak dan
Kebidanan. Pada tahun 1998, gedung baru Zaitun dan Zamzam mulai dibuka
dengan menambah jumlah tempat tidur menjadi 150 buah. Pada awal tahun 2012
Instalasi Rawat Jalan, Gawat Darurat, Laboratorium, Radiologi, Administrasi

33
Perkantoran umum dan Direksi menempati lantai 5 gedung baru bantuan APBD
Provinsi Jawa Barat, serta dikembangkan jumlah tempat tidur rawat inap tahun
2013 berjumlah 275 tempat tidur dan pada tahun 2014 ditambah menjadi sebanyak
300 tempat tidur, sedangkan kapasitas yang tersedia berjumlah 350 tempat tidur.

Rumah Sakit Umum Daerah Al Ihsan Provinsi Jawa Barat ditingkatkan kelasnya menjadi
kelas B pada tahun 2010 dengan terbitnya Keputusan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 401/MENKES/SK/III/2010 tanggal 25 Maret 2010 tentang Penetapan
Kelas Rumah Sakit Umum Daerah Al Ihsan Provinsi Jawa Barat sebagai Rumah Sakit
Umum Daerah dengan Klasifikasi Kelas B. Pada tahun 2017, Rumah Sakit Al Ihsan
terakreditasi oleh KARS dengan kategori paripurna. Rumah Sakit ini mempunyai
sekitar 350 tempat tidur, IGD, ruangan poliklinik umum dan spesialis serta ruang
penunjang medik lainnya.

3.1.3. Pelayanan Spesialis dan Sub Spesialis


A. Spesialis
- Anak
- Penyakit Dalam
- Bedah
a. Bedah Umum
b. Bedah Orthopedi
c. Bedah Onkologi
d. Bedah Syaraf
e. Bedah Urologi
f. Bedah Mulut
g. Bedah Anak
- Kebidanan dan Kandungan
- Tumbuh Kembang Anak
- Mata
- THT
- Alergi
- Syaraf
- Kulit dan Kelamin
- Konsultasi Psikiatri

34
- Orthodonti
- Kesehatan Gigi Anak
- Konsultasi Psikologi
- Anastesi

B. Sub Spesialis
- Jantung
- Endokrin
- Bedah Spine
- Bedah Digestif
- Rematologi
- Bedah Urologi
- Endokrin
- Polmonologi dan Spriometri

3.1.4. Visi dan Misi RSUD Al-Ihsan


Visi
Menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Terdepan dan Rujukan Utama di Jawa Barat
serta Rumah Sakit Pendidikan Bertaraf Internasional.

Misi
a. Mewujudkan Centre of Exellent (dengan unggulan dalam pelayanan : jantung,
diabetic dan cancer);
b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM yang profesional;
c. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang
berkualitas;
d. Mengembangkan kemitraan dalam bidang pelayanan kesehatan dan
pengembangan SDM Rumah Sakit;
e. Melaksanakan proses pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat yang
menunjang pelayanan kesehatan prima;
f. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang berbasis pada sistem informasi
yang terpadu.

35
3.1.5. Motto RSUD AL IHSAN
Motto yang dipegang dan dijunjung tinggi oleh RSUD Al-Ihsan adalah
I K H L A S, dengan mengandung arti yaitu :
I : Ilmiah yang dijiwai keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT
dalam memberikan pelayanan kesehatan yang akan menghasilkan hidayah
sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada Ilahi.
K : Kualitas pelayanan yang kami berikan adalah terbaik untuk kesembuhan
pasien.
H : Hemat dan efisien dalam memenuhi proses penyembuhan pasien dalam
hal biaya dan tenaga.
L : Lancar dalam setiap pelayanan
A : Asri dan Aman lingkungan tempat pasien dirawat sehingga pasien
merasa nyaman.
S : Sabar, Salam, Santun , Sopan, serta Senyum adalah sikap yang kami
terapkan pada setiap pelayanan.

3.1.6. Tujuan RSUD AL IHSAN


Tujuan yang ingin dicapai oleh RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat :
1. Tercapainya pelayanan prima dan kepuasan pelanggan
2. Tersedianya SDM yang professional yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkomitmen serta berkepribadian Islami.
3. Tersedianya teknologi modern dan unggul
4. Meningkatkan kemandirian dan kerjasama lintas sektoral dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat serta pengembangan SDM Rumah
Sakit
5. Tercapainya Rumah Sakit Pendidikan sesuai Standar Nasional dan
Internasional sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kesehatan dan perumahsakitan dan Peningkatan dan Pertumbuhan financial
return.

Fasilitas dan pelayanan yang ada di RSUD Al-Ihsan Baleendah secara garis besar
dibagi atas sebagai berikut, yaitu : instalasi gawat darurat, instalasi rawat jalan
(BPJS dan umum & kontraktor), instalasi rawat inap, instalasi hemodialisa, cancer
center, fasilitas penunjang medis dan fasilitas penunjang lainnya.

36
RSUD Al-Ihsan Beleendah merupakan salah satu perangkat daerah Provinsi Jawa
Barat, sehingga ketenagakerjaan di rumah sakit ini sesuai dengan Peraturan
Gubernur Jawa Barat No. 18 tahun 2013 tentang Pedoman Kepegawaian Rumah
Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat. Pegawai RSUD Al-Ihsan
meliputi tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan yang dikelompokkan menjadi
pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai non PNS. Pegawai non PNS meliputi
pegawai non PNS tetap dan pegawai non PNS kontrak.

3.1.7. Instalasi Farmasi RSUD Al-Ihsan


Pelayanan farmasi rumah sakit di RSUD Al Ihsan mengacu kepada Standar
Pelayanan Farmasi Rumah Sakit yang tercantum dalam Buku “Standar Pelayanan
Farmasi Rumah Sakit” yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Dalam perkembangannya, pelayanan farmasi rumah sakit tidak hanya
memberikan pelayanan produk obat saja tetapi sesuai dengan kemajuan teknologi
dan tuntutan kebutuhan masyarakat akan terapi obat yang tepat, maka pelayanan
farmasi berkembang ke arah pelayanan farmasi klinik yang memerlukan adanya
interaksi yang kuat antara profesi kesehatan yaitu Apoteker dengan dokter,
perawat dan pasien. Pelayanan farmasi klinis tidak akan berarti tanpa pelayanan
produk yang baik dari instalasi farmasi.

Tujuan Instalasi Farmasi RSUD Al Ihsan di bidang manajemen, yaitu :


a. Mengelola perbekalan Farmasi yang efektif dan efisien.
b. Menerapkan farmako ekonomi dalam pelayanan.
c. Menjaga dan meningkatkan mutu kemampuan tenaga Farmasi dan staf
melalui pendidikan.
d. Mewujudkan sistem informasi manajemen tepat guna, mudah dievaluasi dan
berdaya guna untuk pengembangan.
e. Pengendalian mutu sebagai dasar setiap langkah pelayanan untuk peningkatan
mutu pelayanan.

37
Sedangkan untuk Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), RSUD Al-Ihsan
memberlakukan pola ketenagaan yang meliputi ;
a. Kepala Instalasi
b. Kepala Unit
c. Koodinator pelayanan
d. Pelaksana Teknis Kefarmasian
e. Tenaga Administrasi

Gambar 5. Struktur Organisasi IFRS Rumah Sakit Al Ihsan

3.2. Pengelolaan Perbekalaan Sediaan Farmasi


Pengelolaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Al-Ihsan
merupakan suatu siklus kegiatan meliputi: pemilihan, perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan
penarikan, pengendalian, administrasi, monitoring dan evaluasi yang diperlukan
bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian.

38
3.2.1. Pemilihan
Pemilihan perbekalan farmasi di RSUD Al-Ihsan dilakukan oleh Tim Farmasi dan
Terapi yang berpedoman pada Formularium Nasional, anggaran yang tersedia,
dan data penggunaan obat periode sebelumnya, dan rencana pengembangan. Jika
ada obat baru yang direkomendasikan dokter belum masuk ke Formularium
Rumah Sakit, dokter mengajukan ke TFT untuk dipertimbangkan dalam
penggunaannya.

3.2.2. Perencanaan Kebutuhan


Perencanaan perbekalan farmasi di RSUD Al-Ihsan dilakukan oleh bagian
perencanaan atas usulan bagian gudang farmasi yang telah dibuat rencana
keperluan barang farmasi (RKBF) dari permintaan/depecta tiap unit. Dalam
proses perencanaan maka diperlukan pertimbangan sebagai berikut:
1) Anggaran yang tersedia
2) Penetapan prioritas
3) Sisa persediaan
4) Data pemakaian periode yang lalu
5) Waktu tunggu pemesanan
6) Rencana pengembangan

Pendekatan perencanaan kebutuhan yang dilakukan di RSUD Al Ihsan melalui


metode konsumsi dan epidemiologi, setelah dilakukan perhitungan kebutuhan
perbekalan farmasi, selanjutnya dilakukan analisis.

Perencanaan di IFRS dilakukan secara 1 tahun sekali akhir bulan maret dan 1
bulan sekali awal bulan dan pertengahan bulan. Perencanaan tahunan dilakukan
dengan melakukan Upload LKPP ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
sedangkan untuk perencanaan bulanan dilakukan berdasarkan rekapan data dari
unit unit farmasi dikurangi dengan stok yang tersedia.

39
3.2.3. Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi yang dilakukan di RSUD Al-Ihsan adalah dengan :
a. Mengkoordinasikan pemesanan perbekalan kesehatan berupa perencanaan
permintaan dari tiap unit/depo yang meliputi sediaan obat, alat kesehatan, bahan
baku untuk obat racikan.
b. Melakukan pencatatan pemesanan, penerimaan, dan pengeluaran perbekalan
kesehatan di gudang.
Setelah dikoordinir oleh pihak gudang dan disetujui oleh kepala instalasi farmasi
maka akan ditembuskan ke Pejabat Pengadaan untuk dibuatkan Surat Pesanan.

Pengadaan dapat dilakukan secara :


a. Pengadaan langsung untuk obat reguler
b. Pengadaan e-purchasing/e-catalog untuk obat-obatan askes/BPJS.
c. Pengadaan lelang untuk alat-alat kessehatan

3.2.4. Penerimaan
Penerimaan yang dilakukan di RSUD Al-Ihsan diterima dan diperiksa oleh Panitia
Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). Hal-hal yang harus diperhatikan saat
penerimaan adalah:
a. Kesesuaian barang yang datang dengan surat pesanan
b. Kesesuaian jumlah barang dengan faktur
c. Obat dengan stabilitas khusus, seperti kesesuaian suhu penyimpanan, bahan
baku yang berbahaya, dan penandaan high alert.

Setelah perbekalan farmasi yang diterima tersebut sesuai, penerima


mencantumkan tanda tangan, nama lengkap, tanggal dan jam menerima, serta cap
pada faktur penjualan pada PBF, serta membuat berita acara penerimaan barang.
Tahap selanjutnya petugas yang menerima barang menyerahkan perbekalan
farmasi yang sudah dicek ke gudang farmasi. Petugas gudang farmasi akan
menerima perbekalan farmasi yang telah sesuai, kemudian disimpan di gudang
farmasi sesuai dengan prosedur penyimpanan di gudang farmasi. Apabila terdapat
perbekalan farmasi yang diterima tidak sesuai dengan Surat Pesanan, maka
perbekalan farmasi tersebut dikembalikan ke distributor.

40
3.2.5. Penyimpanan
Barang yang diterima di Instalasi Farmasi perlu disimpan sebelum dilakukan
pendistribusian. Penyimpanan merupakan suatu kegiatan menyimpan dan
memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada
tempat yang dinilai aman dari gangguan fisik yang dapat merusak mutu
perbekalan farmasi tersebut.
Cara penyimpanan perbekalan farmasi di setiap depo farmasi dan gudang farmasi
RSUD Al-Ihsan dengan metode pola U dan bergaris yang dilaksanakan dengan
kondisi sebagai berikut :
1) Jenis Obat dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu jenis obat generik regular, e-
catalog dan obat dengan merek dagang. Obat-obatan tersebut disusun
berdasarkan susunan alfabetis pada masing-masing jenisnya.
2) Bentuk sediaan, solid (tablet dan kapsul), liquid (syrup, solution, drops),
semisolid (salep, krim, gel) dan alat kesehatan.
3) Obat yang memiliki nama dan rupa mirip (NORUM) atau Look Alike Sound
Alike (LASA) diberi label warna hijau dengan tulisan LASA berwarna putih,
disimpan dengan diberi jarak tidak berdekatan.
4) Obat High Alert diberi tanda label warna merah dengan tulisan High Alert
berwarna putih, disimpan dalam lemari terpisah.
5) Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari double pintu, double
kunci dengan penanggung jawab apoteker dan asisten apoteker.
6) Obat-obatan yang harus disimpan pada tempat penyimpanan khusus seperti
insulin, ovula, suppositoria dan vaksin disimpan pada lemari pendingin dengan
suhu udara yang terkontrol.
7) Bahan-bahan berbahaya dan mudah terbakar disimpan diruangan terpisah dari
perbekalan farmasi lainnya.
8) Alat atau bahan habis pakai dan alat kesehatan disimpan di ruangan terpisah
dan ditempatkan pada rak/ lemari tersendiri.

41
3.2.6. Pendistribusian
Metode distribusi yang digunakan oleh RSUD Al-Ihsan dalam mendistribusikan
perbekalan farmasi di lingkungannya, diantaranya:

a. Resep Perorangan (Individual Prescription)


Resep perorangan merupakan resep yang ditulis oleh dokter untuk masing-masing
pasien. Dalam sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan oleh
IFRS sesuai yang tertulis pada resep. Metode resep perorangan telah dilakukan di
beberapa depo farmasi di RSUD Al-Ihsan, yaitu di depo rawat inap, depo rawat
jalan, dan depo BPJS.

b. Sistem Distribusi Persediaan Lengkap di Ruangan (Floor Stock)


Floor stock merupakan kegiatan pengantaran sediaan perbekalan farmasi sesuai
dengan yang ditulis dokter pada order perbekalan farmasi, yang disiapkan pada
persediaan di ruangan oleh perawat dengan mengambil dosis/unit perbekalan
farmasi dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada pasien di ruang
tersebut. Sistem distribusi persediaan lengkap ini hanya digunakan untuk
kebutuhan gawat darurat dan bahan dasar habis pakai.

c. Sistem Unit Dose Dispensig (UDD)


Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
berdasarkan perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda untuk
penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem ini dilakukan untuk pasien rawat inap.

3.2.7. Pengendalian
Kegiatan pengendalian yang dilakukan di RSUD Al-Ihsan adalah sebagai berikut:
1) Kartu stok
Kartu stok merupakan salah satu upaya pengendalian yang dilakukan secara
manual yang bertujuan untuuk menghindari kerugian dan mengetahui adanya
kehilangan barang. Kartu stok digunakan untuk mencatat setiap terjadi
penerimaan barang dan pengeluaran barang.

Kartu stok berisi tanggal pengisian atau pengambilan, jumlah barang yang
ditambahkan atau diambil, sisa barang, dan paraf petugas yang melakukan

42
pengisian atau pengambilan barang. Kartu stok ini diletakkan di dalam kotak
penyimpanan masing-masing barang.

2) Stock Opname
Stock opname adalah pemeriksaan jumlah dan kondisi fisik keseluruhan barang
yang ada di Apotek pada periode tertentu. Pemeriksaan dilakukan untuk
mengecek apakah jumlah fisik barang sesuai dengan kartu stok atau data di
komputer.

Periode stock opname yang dilakukan di RSUD Al Ihsan dilakukan setiap satu
bulan sekali yaitu setiap akhir bulan. Selain itu, sebagain pengendalian dilakukan
juga pengecekan 4 bulan sekali terhadap obat-obat yang slow moving, obat yang
kadaluarsa dan obat yang rusak.

3.2.8. Penarikan dan Pemusnahan


Penarikan dan pemusnahan obat dilakukan bila terdapat adanya penarikan dari
distributor, kerusakan obat, dan obat yang telah kadaluarsa. Obat yang tidak dapat
di retur ke distributor maka dilakukan pemusnahan oleh tim pemusnahan barang
atau obat dan bekerja sama dengan pihak ke tiga

3.2.9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi
terdiri dari :

1) Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian,
pemusnahan, dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai. Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi
RSUD Al Ihsan dalam periode bulanan.
2) Mencatat seluruh administrasi resep dikomputer, oleh petugas di bagian
pelayanan.

43
3) Sebagai pembanding, seluruh administrasi resep dipindahkan ke buku besar,
oleh petugas di bagian gudang transit.
4) Mengirimkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

3.2.10. Monitoring dan Evaluasi Obat


Sebagai hasil dari pengendalian, apabila ada obat yang slow moving, kadaluarsa
atau rusak dilaporkan dilaporkan kepada Tim Farmasi dan Terapi (TFT) dengan
mengisi form khusus.

3.3. Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit


Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan oleh
Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan hasil pencapaian terapi dan
meminimalkan resiko terjadinya efek samping karena obat, untuk keselamatan
pasien (patient safety) dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Pelayanan farmasi klinik yang menurut Permenkes No. 72 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit yang telah dilaksanakan di RSUD Al-
Ihsan, sebagai berikut :

3.3.1. Pengkajian dan Pelayanan Resep


Hal ini dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, jika ditemukan
masalah terkait obat pada resep, maka perlu dikonsultasikan kembali dengan
dokter yang menuliskan resep tersebut. Proses yang terkait dalam pengkajian dan
pelayanan resep di RSUD Al-Ihsan meliputi :

1. Penerimaan Resep
Pelayanan farmasi RSUD Al-Ihsan terbagi atas 7 depo farmasi yaitu depo rawat
inap, depo rawat jalan eksekutif, depo BPJS, depo IGD, depo hemodialisa, depo
kanker center dan depo bedah center.

Dalam penanganan pasien rawat inap VIP dan utama, resep dokter diserahkan
kepada perwat yang bertugas, selanjutnya perwat akan menyerahkan resep
tersebut kepada PKU (Prakarya Kesehatan Umum) untuk diserahkan ke depo

44
farmasi rawat inap. Sedangkan Pasien rawat inap kelas II, III, pasien rawat jalan
BPJS ataupun non BPJS, resep akan diserahkan oleh dokter kepada pasien atau
keluarga pasien yang selanjutnya akan diserahkan ke depo masing- masing.

Pada saat penyerahan resep ke depo farmasi, masing-masing pasien atau anggota
keluarga pasien yang menyerahkan resep akan mendapat nomor antrian untuk
pengambilan obat yang akan disiapkan nantinya. Khusus untuk pasien umum,
resep akan diberikan harga dulu, resep akan dilayani jika ada kesepakatan dari
pasien atau anggota keluarga pasien.

2. Pemeriksaan Kelengkapan Resep


RSUD Al-Ihsan telah menggunakan sistem komputerisasi, sehingga resep obat
yang diterima akan di input kedalam komputer dan diubah menjadi sebuah faktur.
Setiap resep yang masuk dan dilayani di instalasi farmasi dikaji oleh Apoteker.
Kegiatan pengkajian resep dilakukan untuk menganalisis adanya masalah terkait
obat sehingga Apoteker bertanggung jawab untuk menghubungi dokter penulis
resep apabila terdapat masalah terkait obat. Apoteker harus melakukan pengkajian
resep sesuai dengan persyaratan administrasi, farmasetika dan klinis untuk semua
pasien baik pasien rawat inap ataupun pasien rawat jalan.

Pengkajian resep dilakukan oleh seorang Apoteker yang memiliki bukti Sertifikat
Kompetensi yang masih berlaku. Pengkajian resep diutamakan untuk pasien yang
mendapat obat polifarmasi, pasien yang mendapat instruksi khusus, pasien yang
mendapat obat dengan indeks terapi sempit, pasien dengan riwayat kepatuhan
rendah, dan obat High Alert.

Pengkajiaan resep yang dilakukan meliputi unsur-unsur, sebagai berikut: resep


tidak terbaca atau tidak lengkap, kesesuaian pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat
rute, tepat waktu, tepat frekuensi pemberian dan tepat durasi, interaksi obat,
duplikasi, polifarmasi. Pengkajian resep dilakukan dengan menggunakan sumber
informasi baik yang tertulis berupa literatur, pustaka, abstrak penelitian, buku
panduan maupun sumber elektronik berupa aplikasi (software) yang berkaitan
dengan interaksi obat dan efek samping obat dimana sumber informasi tersebut
harus diupdate secara berkala.

45
3. Pembacaan Resep
Pembacaan resep dan pengkajian resep merupakan kegiatan yang penting
dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara obat yang diresepkan dokter
dengan penyakit, membaca signa atau penandaan untuk pembuatan etiket, dan
pembacaan obat racikan. Perhitungan dosis dilakukan terhadap obat racikan dan
obat dengan indeks terapi sempit. Dosis obat yang tertera pada resep harus
disesuaikan dengan dosis obat yang tersedia. Apabila tidak sesuai maka dilakukan
konversi dosis. Selain itu, diperiksa juga kesesuaiannya dengan resep, berupa
kejelasan tulisan dokter penulis resep, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat
rute, tepat waktu, ada atau tidaknya duplikasi, alergi terhadap obat, interaksi obat,
kontraindikasi, dan serta kesesuaiannya dengan bobot badan (untuk pasien
neonatus dan anak-anak).

4. Penyiapan Obat dan Etiket


Penyiapan obat dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian berdasarkan jenis resep
dan nomor urut resep. Depo farmasi rawat inap mendahulukan penyiapan obat
untuk resep dengan kode resep “A” yang berarti ditunggu. Resep di depo farmasi
BPJS terbagi menjadi 4 jenis resep yaitu resep penyakit kronis ditandai dengan
huruf “A”, non kronis ditandai dengan huruf “B”, resep DOTs (Directly
Observed Treatment Short Course) yaitu resep obat untuk penanggulangan
tuberkulosis ditandai dengan huruf “D” dan resep untuk pasien talasemia ditandai
dengan huruf “E”.

Penyiapan dilakukan secara berurutan berdasarkan sifat resep dan nomor urut
resep. Petugas yang menyiapkan etiket membaca langsung resep asli dari dokter
sehingga diperlukan keahlian dan ketelitian dalam membaca tulisan dokter.
Terdapat 4 jenis etiket yang berlaku yaitu klip putih untuk obat obatan jadi
maupun racikan yang berbentuk padat dan untuk penggunaan oral, plastik klip
biru dan etiket biru untuk injeksi dan obat obatan luar lainnya seperti krim, salep,
tetes mata, dan obat kumur, sedangkan etiket putih untuk sirup/suspensi
penggunaan oral.

46
Survei waktu tunggu pelayanan resep merupakan salah satu kegiatan
pengendalian mutu kefarmasian di RSUD Al-Ihsan. Pengendalian Mutu
Pelayanan Kefarmasian menurut Permenkes nomor 72 tahun 2016 bertujuan
untuk menjamin pelayanan kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai dengan
rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang akan datang.

Salah satu tahapan program pengendalian mutu adalah penilaian kualitas


pelayanan kefarmasian yang sedang berjalan berdasarkan kriteria atau standar
yang telah ditetapkan.

Standar Pelayanan Minimal untuk pelayanan farmasi di rumah sakit mencakup


empat indikator salah satunya adalah waktu tunggu pelayanan untuk obat jadi,
yaitu ≤ 30 menit dan untuk obat racikan ≤ 60 menit.

Survei ini dilakukan secara rutin dan hasilnya dievaluasi setiap bulan kemudian di
follow up dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di RSUD Al-
Ihsan.

5. Penyerahan obat
Penyerahan obat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Memanggil nama pasien atau nomor antriannya.
b. Ketika pasien datang, lakukan konfirmasi kembali dengan menanyakan nama
pasien kepada orang yang datang mengambil obat, alamat pasien, dan asal
poliklinik tempat pasien berobat atau nama dokter yang menuliskan resep.
c. Serahkan obat pada pasien dengan memberikan informasi sekurang-kurangnya
mengenai indikasi obat, cara pakai obat, cara penyimpanan obat, interaksi obat
dengan makanan, waktu obat harus dihentikan, dan minuman yang harus dihindari
selama terapi.

Pasien dengan penyakit tertentu yang baru pertama kali mendapatkan obat seperti
tuberkulosis, penyakit kronis, pasien polifarmasi geriatri, maka pasien diarahkan
ke ruang konseling oleh Apoteker.

47
6. Pengarsipan
Pada pengarsipan resep dilakukan pemisahan antara resep tunai dengan resep
mitra, juga resep yang mengandung narkotik, psikotropik, prekursor dan obat-obat
tertentu. Setelah dilakukan pemisahan, maka dilakukan penyusunan resep
berdasarkan dengan nomor urut penebusan resep, dilanjutkan dengan
penyimpanan resep setiap harinya atau setiap bulannya dengan dibuat menjadi
suatu bundel resep.

3.3.2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan
komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat,
profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
Tahapan dalam pelaksaan PIO adalah :
1) Apoteker atau TTK memanggil no urut pasien dengan menekan alat
panggilan antrian (jika ada) atau dengan menggunakan mic yang disediakan
2) Ketika pasien datang, lakukan konfirmasi kembali untuk memastikan bahwa
pasien atau anggota keluarga pasien yang datang benar sesuai dengan resep
dengan mengkonfirmasi nama pasien, alamat dan dokter. Apabila sudah
benar maka pasien atau anggota keluarga pasien yang mengambil obat
untuk menuliskan nama dan tanda tangan pada faktur
3) Setelah dilakukan konfirmasi maka dilakukan pemberian informasi
meliputi:
i. Indikasi obat
ii. Cara penggunaan obat
iii. Cara penyimpanan obat (jika perlu penyimpanan khusus)
iv. Efek samping yang sering terjadi
4) Setelah obat diserahkan ditulis nama dan tanda tangan Apoteker yang
menyerahkan obat tersebut pada faktur sebagai bukti bahwa obat tersebut
telah diserahkan.

48
3.3.3. Konseling
Konseling dilakukan kepada pasien rawat jalan maupun rawat inap yang
membutuhkan konseling. Konseling dapat dilakukan di semua fasilitas kesehatan
dapat dilakukan atas inisiatif apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien, atau
keluarganya. Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil
terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) dan
meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan
penggunaan obat bagi pasien (patient safety).

Kriteria pasien yang diberikan konseling obat pada kategori pasien rawat jalan
adalah pasien dengan polifarmasi (menggunakan banyak macam obat, lebih dari 7
jenis obat), pasien yang menggunakan alat khusus dalam administrasi obat seperti
inhaler, pasien yang membutuhkan kepatuhan yang tinggi dalam mengonsumsi
obat (seperti pada pasien HIV dan pasien tuberkulosis). Tahapan kegiatan dalam
konseling obat meliputi:
1) Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien
2) Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat
melalui Three Prime Questions
3) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
4) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat
5) Membuatkan jadwal meminum obat
6) Penjelasan indikasi, efek samping, cara penyimpanan dan informasi lainnya
yang berkaitan dengan pengobatan
7) Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien
8) Dokumentasi.

3.3.4. Visite
Jenis visite yang dilakukan di RSUD Al-Ihsan termasuk kedalam visite mandiri
yaitu visite yang hanya dilakukan oleh apoteker saja. Kegiatan visite oleh
apoteker klinis di RSUD Al-Ihsan mengutamakan pasien yang mendapatkan obat
polifarmasi dan indeks terapi sempit, pasien HIV-AIDS dan tuberkulosis, pasien

49
di ruang perawatan intensif. Visite besar dilakukan pada pasien di ruang Intensive
Coronary Care Unit (ICCU) dan High Care Unit (HCU) dan setiap hari. Satu
orang apoteker ditempatkan khusus untuk visite di kedua ruangan tersebut. Pada
saat visite, apoteker dapat memberikan saran maupun rekomendasinya pada
formulir CPPT (Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi). Selain itu pada saat
visite dilakukan pengisian form Patient medication record.

3.3.5. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah kegiatan yang memastikan bahwa terapi
obat yang diberikan aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah
meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD). Kegiatan PTO di RSUD Al-Ihsan dilakukan dengan
menggunakan metode SOAP (Subjective, Objectives, Assessment, Plan) dan
dilaksanakan oleh apoteker yang bertugas di bangsal rawat inap maupun
mahasiswa praktek profesi apoteker. Hasil dari kegiatan PTO ditulis dalam
formulir khusus PTO dan Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)
untuk disatukan dengan catatan dari tenaga medis lain

3.3.6. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Apoteker melakukan MESO dengan mengisi formulir MESO dan algoritme
Naranjo. Kegiatan ini didokumentasikan pada lembar CPPT (Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi) dalam rekam medis pasien.

Pelaporan ESO ke pusat MESO Nasional dilakukan minimal 2 (dua) kali dalam
setahun. Disiapkan dua buah lembar formulir berwarna kuning, pelaporan efek
samping obat yaitu hasil photocopy formulir Pelaporan Efek Samping Obat untuk
dikirim ke pusat MESO Nasional – BPOM RI di Jakarta minimal setahun dua
kali, dan formulir asli disimpan sebagai arsip farmasi. Risiko kejadian reaksi obat
yang tidak dikehendaki (ROTD) dapat diminimalkan dengan adanya kerjasama
yang baik antara pihak perawat ruangan, dokter, dan apoteker dalam pelaporan
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).

50
3.3.7. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) adalah suatu program evaluasi penggunaan obat
yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Faktor-
faktor yang perlu diperhatikan saat melakukan EPO adalah:
1) Indikator peresepan
2) Indikator pelayanan
3) Indikator fasilitas

3.4. Pelaporan Obat Narkotika/Psikotropika


Pelaporan narkotika RSUD Al-Ihsan dilakukan setiap satu bulan sekali oleh
apoteker yang bertugas dengan metode SIPNAP. Pelaporan dilakukan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota setempat dengan
tembusan kepada Kepala Balai setempat. Pelaporan ini dilakukan via sipnap
dengan menyertakan bentuk sediaan, kekuatan sediaan, jumlah obat dari
masing-masing item, jumlah item obat yang keluar serta stok obat narkotik dan
psikotropika yang tersisa.

3.5. Fasilitas Kefarmasian di Rumah Sakit Al-Ihsan


Terdapat tujuh depo instalasi farmasi di Rumah Sakit Al Ihsan yang menjadi
sarana dalam berkegiatan PKPA yakni, rawat jalan BPJS, rawat jalan eksekutif,
rawat inap, kanker center, IBS, hemodialisa dan IGD.

3.5.1. Depo BPJS


Depo BPJS melayanani resep rawat jalan di RSUD AL-Ihsan. Resep di depo
BPJS dikelompok menjadi 4 resep. Yaitu A= resep kronik, B= Resep non kronik,
C= karyawan dan cito, D= Resep TB, E=Resep talasemia.

51
Alur pelayanan Resep didepo BPJS adalah sebagai berikut :

Resep diketik. Untuk resep Obat disiapkan


kronik dibagi menjadi 2 (Penyiapan obatd engan
Resep masuk faktur (1 faktur paket NA melihat faktur, sedangkan
CBG's dan 1 faktur paket resep asli digunakan untuk
BPJS) membuat etiket)

Obat diserahkan oleh


Apoteker dengan Obat dikemas kedalam
memberikan Pelayanan plastik etiket
Informasi Obat (PIO)

Gambar 6. Alur pelayanan resep di depo BPJS

1) Sistem pengadaan di depo BPJS :


a) Pengadaan barang dilakukan setiap hari dengan membuat Surat Permintaan
(SP)/defekta kepada gudang. Disesuaikan dengan RKBF yang dibuat. SP
dibuat untuk barang-barang yang kosong atau persediaannya tinggal sedikit
untuk kebutuhan hari tersebut dan kemungkinan persediaan tidak memadai
b) Dibuat RKBF (Rencana Kebutuhan Barang Farmasi) setiap bulan.
Berdasarkan jumlah peringkat pemakaian yang ada di data SIM RS dengan
berdasarkan metode konsumtif.
c) Pemilihan berdasarkan Formularium RS, Formularium Nasional, e-catalog
(untuk obat BPJS)
2) Penyimpanan berdasarkan:
a) Jenis obat (askes, generik, branded)
b) Bentuk sediaan (tablet, sirup)
c) Stabilitas khusus (suppo, insulin)
d) Narkotik dan Psikotropik
3) Distribusi obat dari Depo ke Pasien dengan menggunakan resep perorarangan.
4) Pencatatan jumlah pemakaian barang Farmasi di Depo BPJS, pencatatan stok
atau persediaan perbekalan Farmasi di Depo BPJS, Pencatatan barang yang
diterima dari gudang
5) Pelaporan setiap sebulan (saat stock opname)

52
6) Evaluasi kesesuaian obat dengan formularium RS
7) Melakukan stock opname setiap akhir bulan
8) Evaluasi obat yang death stock
a) Produk obat yang kadaluwarsa
b) Mutu obat tidak sesuai

3.5.2. Depo Rawat Inap

Gambar 7. Alur pelayanan resep di depo rawat inap

Sistem distribusi di depo farmasi rawat inap untuk ruang-ruang tertentu


menggunakan sistem resep perseorangan dan sistem UDD (Unit Dose
Dispensing). Sistem resep perseorangan yaitu pendistribusian Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan resep
perorangan/pasien rawat inap melalui Instalasi Farmasi. Sedangkan ODD (one
day dose) merupakan suatu sistem distribusi depo rawat inap dalam bentuk dosis
terbagi yang siap digunakan untuk pemakaian satu hari (24 jam). Dengan adanya
sistem ODD ini, Instalasi Farmasi dapat memberikan pelayanan yang berorientasi
kepada pasien, sehingga dapat meningkatkan kualitas terapi dan dapat mencegah
terjadinya DRP.

Pada saat penyerahan resep ke depo farmasi, masing-masing pasien atau anggota
keluarga pasien yang menyerahkan resep akan mendapat nomor antrian untuk
pengambilan obat yang akan disiapkan nantinya. Khusus untuk pasien umum,
resep akan diberikan harga dulu, resep akan dilayani jika ada kesepakatan dari
pasien atau anggota keluarga pasien. Pada depo rawat inap, resep yang disiapkan
dikategorikan menjadi dua, yaitu resep yang obatnya ditunggu oleh keluarga
pasien dan resep dengan obat yang akan diantar langsung ke kamar pasien. Depo

53
farmasi rawat inap mendahulukan penyiapan obat untuk resep dengan kode resep
“A” yang berarti ditunggu.

Sistem pengadaan barang di depo farmasi rawat inap adalah:


1) Defekta, pengadaan harian dengan melihat stok barang di komputer
2) RKBF atau Rencana Kebutuhan Barang Farmasi, dilakukan setiap bulannya
dan diserahkan ke bagian gudang yang akan dijadikan dasar gudang untuk
perencanaan pengadaan bulan berikutnya.
3) Pengadaaan mendesak, dilakukan dengan dropping dari depo farmasi lain.
Seharusnya pengadaan mendesak tidak terjadi apabila perencanaan dan
pengadaan di ruangan telah sangat baik.

Pasien rawat inap yang akan pulang atau meninggal dunia dapat melakukan retur
barang yang tidak terpakai seperti cairan infus atau obat injeksi. Retur barang
merupakan pengembalian barang apabila terdapat barang berlebih yang tidak
digunakan lagi oleh pasien. Untuk pasien umum akan mendapatkan pengembalian
uang (tidak 100%). Barang retur yang diterima oleh depo rawat inap, setelah
selesai dilakukan pengecekan dan entry data ke komputer, disimpan kembali pada
tempatnya masing-masing.

3.5.3. Depo IGD


Depo IGD merupakan salah satu depo dibawah Instalasi Farmasi RSUD Al Ihsan.
Depo IGD bertanggung jawab dalam hal kebutuhan dan pelayanan pasien-pasien
IGD. Depo IGD melayanan permintaan obat-obat (pertolongan pertama), alkes,
BMHP, dan infus. Permintaan tersebut bukan dalam berbentuk resep namun
berbentuk paket sediaan farmasi.

Tabel 1. Paket Sediaan Farmasi di Depo IGD


Nama Paket Isi Paket
Darah Rutin Spuit 3 cc, K3 EDTA, one swab, okeplast
Set Infus Dewasa Combo 20, K3 EDTA, Cloth
Set Infus Eceran Infuset, IV cath 20, IV 3000, one swab, K3 EDTA, Cloth
Set Infus Anak Infused Paed, IV cath 24, IV 3000, one swab, K3 EDTA,

54
Nama Paket Isi Paket
Spalk
Set NGT Spuit 50 cc, Urine bag NGT
Set Hecting Lidokain 2%, ST. Glove, Monolon/Chromic, Spuit

Tabel 2. Paket Sediaan Farmasi di Depo IGD Obgyn


Nama Paket Isi Paket
Set DC Urine bag, Spuit 10 cc, F Cath 16, Aquabidest
Set K3 K3 EDTA, Plaster, one swab, Disp 3 cc
Set Tranfusi Tranfuset, IV cath 18, IV 3000, one swab, K3 EDTA
Set Infrafix Infuset, IV cath 20, IV 3000, one swab, K3 EDTA, Spalk
Set BBL Umbilical, Spuit 1 cc, Suction 8, Cendofenikol, Vit K 2 mg
Set Infus IV cath 26, IV 3000, one swab, Spalk 5, K3 EDTA

Kegiatan kefarmasian di Depo IGD :


1) Penyiapan obat,alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
a) Perawat melakukan permintaan tertulis kepada petugas farmasi yang ada di
depo IGD
b) Setelah permintaan tertulis dicek oleh petugas farmasi maka akan dilakukan
penyiapan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
c) Penyerahan barang yang sudah disiapkan kepada perawat
d) Setelah pasien selesai keluar dari IGD, pasien berpindah status atau
dipulangkan, maka petugas farmasi akan melakukan rincian penggunaan
obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai kemudian memasukan data
ke computer.
e) Kemudian dilakukan pencatatan stok obat, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang telah dikeluarkan/dipakai.
2) Pengadaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
a) Melakukan perencanaan setiap satu bulan sekali dan membuat RKBF
(Rencana Kebutuhan Barang Farmasi)
b) Melakukan stok opname satu bulan sekali

55
c) Membuat surat permintaan barang atau defekta setiap sore hari yang
diserahkan kepada bagian gudang
d) Menerima barang dari gudang farmasi pada pagi hari
e) Penyimpanan barang sesuai dengan urutan abjad, LASA (Look Alike Sound
Alike), obat paten, obat generic, obat narkotika psikotropik, obat e-katalog
(bpjs), high alert, dan Alat kesehatan.

3.5.4. Depo IBS (Instalasi Bedah Sentral)


Alur pelayanan di Instalasi Bedah Sentral terdiri dari permintaan dan
pengembalian paket obat, alat kesehatan atau BMHP, dimulai dengan mengisi
formulir permintaan yang dilakukan oleh perawat atau dokter secara langsung
kemudian TTK menyiapkan obat, alkes dan BMHP yang dibutuhkan yang
tercantum dalam formulir permintaan. Setelah melakukan tindakan oprasi/bedah
atau anestesi paket retur/pengembalian barang obat, alkes dan BMHP yang tidak
digunakan dalam keadaan utuh akan direkap/ input data dan cetak Faktur.

Tabel 3. Paket Sediaan Farmasi di Depo IBS


Nama Paket Isi Paket
Paket Bedah Tramadol inj 2, Deketoprofen/keren inj 2, Ondansetron inj
Spinal 1, Atropin inj 1, Ephedrin inj 1, Spinocan 27 1, Glove 7.5
1, Hansaplast kecil 1, Aqua 25 Otsu. Spuit 3cc/5cc/10cc
masing masing sebanyak 2/2/2 buah dan paket tambahan
untuk spinal : Regivel 1, Nasal adult 1, Asering 3. untuk SC
(+) Methylergotamin 2, Oxytocyn 2.
Obat yang digunakan anestesi adalah Regivell.
Paket Bedah NU As. Tranexamat 2, Dexametason 2, Tramadol 2,
Deketoprofen/keren inj 2, Ondansetron inj 1, Atropin inj 1,
Ephedrin inj 1, Prostigmin/ Neostigmin 1, Fresofol 1, Aqua
25 Otsu. Spuit 3cc/5cc/10cc masing-masing sebanyak 2/2/2
buah. dan paket tambahan untuk anestesi umum: Noveron/
Kabiroc 1, Nasal 1, Asering 3, Fentanyl
Obat yang digunakan anestesi umum adalah Fresofol.

56
Managerial yang dilakukan di instalasi bedah sentral untuk pengadaan obat, alkes,
atau bahan medis habis pakai (BMHP) ini RKBF dilakukan 1 bulan sekali dengan
metode pengadaan konsumtif dan urgency atau mendesak kebutuhan dilakukan
pertengahan bulan. Defecta/ pemintaan setip hari pengadaan yang sebelumnya
akan diberikan ke gudang pada pagi harinya, dan barang datang dari gudang pada
siang harinya. Kemudian penerima mengecek barang meliputi fisik, jumlah, nama
barang dengan mengecek defecta, SBBK dan faktur. Selanjutnya barang yang
telah datang ditempatkan pada tempatnya masing masing dengan mengisi kartu
Stock barang. Stock Opname dilakukan pada akhir bulan.

3.5.5. Fasilitas Lainnya


A. CSSD (Central Sterile Supply Department)
Central Sterile Supply Departement (CSSD) adalah salah satu mata rantai yang
penting untuk pengendalian infeksi dan berperan dalam upaya menekan kejadian
infeksi. Fungsi utama dari CSSD adalah menyiapkan alat-alat bersih dan steril
untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit kegiatan penyiapan tersebut
mencakup menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan, menyimpan, serta
mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk
kepentingan perawatan pasien.

Tujuan dari CSSD adalah :


a. Membantu unit lain di lingkungan rumah sakit yang membutuhkan kondisi
steril untuk mencegah infeksi.
b. Menurunkan angka infeksi, membantu mencegah dan menanggulangi infeksi
nosokomial.
c. Efisiensi tenaga medis dan paramedis pada pelayanan terhadap pasien.
Efisiensi didapat dengan cara pemusatan proses sterilisasi instrumen, oleh
karena itu penggunaan cairan kimia dan indikator pemeriksaan menjadi lebih
efisien.
d. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi.

57
CSSD ikut berperan dalam pengendalian infeksi nasokomial dengan kerjasama
bersama tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dengan saling
mendukung dalam menjamin keselamatan pasien (patient safety) dengan
penerapan cuci tangan dengan 6 langkah dan 5 moment. Pemantauan infeksi
nosokomial dilakukan oleh PPI di ruang operasi dan di poliklinik. Kegiatan PPI
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan serta
monitoring dan evaluasi untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi di rumah
sakit.

Alat-alat yang disterilisasi di instalasi CSSD RSUD AL Ihsan dibagi menjadi tiga
macam, diantaranya:
1) Critical, alat-alat yang berhubungan langsung dengan cairan tubuh pasien
(contoh: alat bedah)
2) Semi critical, alat-alat yang berhubungan dengan mukosa
3) Non critical, alat-alat yang hanya bersentuhan dengan kulit pasien (stetoskop,
tensimeter).

Gambar 8. Alur kerja CSSD

58
Peralatan yang disterilisasi merupakan alat, bagian alat dan acessories. Menurut
frekuensi pemakaian, alat-alat yang disterilisasi dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Single use: Merupakan alat-alat sekali pakai, tidak direkomendasikan untuk
dipakai ulang karena kemungkinan besar rusak. Contoh : Winged Infusion Set,
Suction Cath, Folley Cath, Stomach Tube.
2. Re-use: Alat-alat yang didesain untuk pemakaian berulang, tahan untuk
proses pengulangan. Contoh : Nelathon Cath, Kassa ekterbasi, dan kassa x-ray

Tahapan proses sterilisasi yang dilakukan di unit CSSD RSUD Al-Ihsan adalah
sebagai berikut :
1. Pre-cleaning untuk melemahkan mikroba yang terdapat pada permukaan alat
dan menghilangkan debris (kotoran). Pre-cleaning dilakukan dengan
penyemprotan zat kimia enzimatik selama 5-15 menit.
2. Cleaning dan pengeringan, dilakukan pembersihan dengan penyikatan setiap
bagian alat, alat harus dibuka agar setiap bagian dapat dibersihkan. Pencucian
dilakukan dengan 3 macam air yaitu air baku (air sumur), air hangat, dan air
reverse osmosis (air suling), kemudian dikeringkan.
3. Pengemasan dan penandaan dengan label, kemudian dicatat alat apa saja,
tanggal pembersihan, dan masa kadaluarsa.
4. Sterilisasi, suhu tinggi dengan suhu 121oC - 134oC selama 1 jam.
Penyimpanan, alat yang telah disterilisasi disimpan pada tempat khusus
dengan suhu dan kelembaban yang telah diatur. Alat yang gagal sterilisasi
tidak boleh disimpan di ruang penyimpanan, harus di recall dan disterilisasi
ulang.
5. Pendistribusian, dengan box atau trolley dimana petugas dari masing-masing
unit yang membutuhkan datang ke CSSD untuk mengambil alat-alat yang
dibutuhkan tersebut.
6. Dokumentasi

Ada 3 proses sterilisasi yang dilakukan di CSSD RSUD Al – Ihsan:


1) Proses sterilisasi suhu tinggi dilakukan untuk alat-alat yang dapat digunakan
kembali (re-use), alat bedah OK yang terbuat dari stainless steel dan alat-alat
yang terbuat dari bahan linen.

59
2) Suhu Rendah : Proses sterilisasi suhu rendah dilakukan untuk alat-alat yang
direkomendasikan tidak untuk re-use dengan alasan barang langka, harga
mahal dan susah didapatkan.
3) Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT); DTT dilakukan dengan penguapan zat kimia
tertentu. Contoh alat- alat yang disterilisasi dengan DTT adalah: selang
ventilator, kateter, dan NGT.

Alat-alat yang disterilisasi diberikan penandaan warna sesuai dengan berapa


kali alat tersebut telah digunakan, contohnya:
1) 1 x pakai : karet hijau
2) 2 x pakai : karet biru
3) 3 x pakai : karet kuning dst..

Jika alat tersebut telah dipakai lebih dari 10 kali, maka perlu diwaspadai
terjadinya kerusakan seperti goresan dan pengkaratan. Alat-alat tersebut dilakukan
perawatan.

Ruangan ruangan di CSSD diatur suhu, tekanan dan kelembabannya. Dimana


persyaratannya adalah sebagai berikut:
1) Suhu : < 24ºC
2) RH : < 70%
3) Tekanan Udara: Ruangan Kotor (-), Ruangan Bersih (++) dan Ruangan
Penyimpanan (+)

Mesin-mesin, Rak penyimpanan, diatur agar tidak menempel pada dinding dengan
tujuan agar mudah dibersihkan.

Ruangan CSSD menurut kelas kebersihan dibagi menjadi 3, diantaranya:


1) Unclean (Pre Cleaning, Cleaning)
2) Clean (Pengemasan, pengepakan)
3) Sterile (Penyimpanan Steril)

60
B. IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah)
Limbah RS Al-Ihsan dikelola oleh instalasi pemeliharaan sarana RS. Instalasi ini
bertanggung jawab terhadap empat elemen penunjang di rumah sakit yaitu
kelistrikan, elektromedis, bangunan, dan kesehatan lingkungan.

Limbah yang dihasilkan di RS Al-Ihsan dibedakan berdasarkan bentuk yaitu :


1) Limbah padat (solid)
2) Limbah cair (liquid)

Limbah padat dibedakan atas :


1. Limbah domestik (yang dihasilkan sehari-hari berupa sampah kertas, sampah
bekas makanan)

2. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

3. Limbah Medis/Infeksius, limbah tajam (gunting, pisau, jarum suntik), limbah


tidak tajam (jaringan tubuh), limbah sitotoksik, dan limbah infeksius.

4. Limbah Non Medis/Non infeksius: kertas, karton, dus dan lain-lain.

5. Limbah Sitostatika

Air limbah rumah sakit dikategorikan menjadi limbah B3. Instalasi pengolahan air
limbah bertujuan untuk mengolah air limbah hasil kegiatan rumah sakit menjadi
air yang ramah lingkungan sebelum akhirnya dibuang ke lingkungan. Hingga saat
ini, sistem IPAL yang dilakukan di RSUD Al-Ihsan yaitu menggunakan
pengelolaan secara biologi.

Pengolahan limbah yang dilakukan menggunakan sistem tabung terbuka dan


tabung tertutup. Tabung terbuka digunakan untuk pengelolaan limbah gedung
lama, sedangkan untuk tabung tertutup digunakan untuk gedung baru. Kedua
sistem tersebut menggunakan bakteri aerob yang merubah air menjadi ramah
lingkungan. Proses pengelolaan limbah sebagai berikut:
1) Limbah ditampung dalam suatu bak penampungan limbah yang disebut bak
inlet atau bak equalisasi.
2) Air limbah dialirkan dalam tabung aerasi yang berisi bakteri aerob. Bakteri
tersebut mendegradasi senyawa-senyawa berbahaya yang terdapat dalam

61
limbah. Bakteri yang digunakan merupakan bakteri yang sesuai dengan kondisi
limbah RSUD Al-Ihsan yang sebelumnya telah dianalisa dan dikondisikan
sehingga dapat dipastikan telah sesuai dan dapat mendegradasi limbah air yang
ada. Setiap harinya bakteri diberikan nutrisi biowaste (biological waste water
treathment) sebanyak masing-masing tabung 2 liter. Air limbah yang berasal
dari bak inlet ditarik ke bak aerasi menggunakan jet blower yang berada di
bawah bagian dalam tabung inlet.
3) Selanjutnya, limbah yang berada dalam bak inlet masuk kedalam bak klarifier,
pada proses ini terjadi pemisahan air limbah dengan lumpur, lumpur cair akan
mengalir ke dalam tabung bulat yang nantinya akan masuk kembali ke bak
aerasi dan mengalir kedalam bak sludge drying bed dibawah bak lumpur
tersebut terdapat lapisan pasir laut yang bertujuan untuk memisahkan air dan
lumpur. Lumpur yang kering akan diambil oleh pihak ketiga, sedangkan air
yang terpisah akan masuk kembali kedalam bak inlet.
4) Air limbah dalam bak klarifier dialirkan kedalam bak yang berfungsi untuk
memfilter. Filter yang digunakan masih menggunakan metode alami yaitu
lapisan menggunakan batu dan pasir. Setelah difilter air akan mengarah pada
bak klorinasi dan bak indikator yang berisi ikan. Bak indikator berfungsi untuk
mengetahui keamanan dari air yang telah diproses. Saat ikan tidak ada yang
mati menandakan bahwa air yang telah diproses sudah aman dan ramah
lingkungan.
5) Bak klorinasi merupakan bak yang mengandung kaporit. Tujuan penambahan
kaporit adalah :
a) Mengoksidasi senyawa Mg, Fe, dan H2SO4
b) Bersifat bakterisidal dan germisidal
c) Mengontrol pertumbuhan lumut dan alga yang dapat mengubah rasa dan bau
dari air
d) Menghilangkan bau tidak enak dari limbah yang diolah
6) Bak terakhir sebelum dilakukan pengaliran limbah ke lingkungan yaitu bak
adaplometer. Merupakan bak pengambilan sempel secara periodik selama 1
bulan sekali. Pengambilan sempel dilakukan pada titik yang sama. Sampel
yang diambil akan diuji di labolatorium Slopindo Lab untuk mengetahui

62
kualitas dari air limbah. Dari bak ini air dialirkan ke selokan disekitar RSUD
Al-Ihsan.

Selain pengolahan limbah cair, dikawasan IPAL terdapat juga TPS yang
menampung sampah umum dan sampah B3 hasil kegiatan rumah sakit. Sampah
umum dan sampah domestik diangkut selama 2 kali dalam seminggu. TPS
dikondisikan dalam keadaan bersih dan beraturan. Sedangkan, untuk sampah B3
menampung segala hal sampah medis seperti jarum suntik, obat kadaluarsa, bekas
vial, dll.

Pemusnahan limbah padat dilakukan oleh pihak ketiga yang akan dimusnahkan
menggunakan insenerator. Pada proses pemusnahan, limbah disatukan semuanya
tanpa ada kategori, namun ketika diambil dari ruangan, limbah tetap dipisah dan
diberi label (warna) berbeda untuk menghindari bahaya yang mungkin terjadi dan
membedakan perlakuan. Limbah medis harus dilaporkan jumlah dan jenisnya ke
dinas terkait yaitu Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD),
Dinas Kesehatan Kabupaten dan Provinsi, dan Kementrian Lingkungan Hidup.

3.5.6 Fasilitas Penunjang Medis


- Laboratorium
- Radiologi
- Rehabilitasi Medis
- Pelayanan Gizi
- Pelayanan Instalasi Bedah Sentral
- Pelayanan Instalasi Farmasi 24 Jam
- Pelayanan Instalasi Intensive
- Pelayanan Hemodialisa
- Pelayanan Stroke Unit
- Pelayanan Spiritual Muslim dan Pemulasaraan Jenazah

63
3.5.7 Fasilitas Penunjang Lainnya
Fasilitas penunjang lain yang tersedia di RSUD Al-Ihsan yaitu : Pelayanan
administrasi, perpustakaan, laundry, koperasi, operator 24 jam, Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL), kantin, masjid/mushola, bimbingan rohani,
ambulance pasien dan jenazah, Central Sterile Supply Departement (CSSD),
kamar jenazah dan kereta jenazah.

64
BAB IV
TUGAS KHUSUS
PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Sri Mulyati
No. Rekam Medik : 00685165
Dokter : dr. Ahmad, Sp.JP
Ruang : ICCU
Umur : 57 tahun
BB / TB : 37 kg
Tanggal Masuk : 19 Agustus 2019
Tanggal Keluar : 23 Agustus 2019
Sistem Pembayaran : PBI Non BPJS
Outcome Klinik : Membaik / Sembuh /Tidak Sembuh / Pulang Paksa /
Meninggal

2. PERINCIAN PASIEN
Keluhan Utama : Sesak nafas
Diagnosis : Coronary Artery Disesase, Congestive Heart Faliure
Problem Medis : Nyeri dada
Penyakit Penyerta : Hipertensi

3. RIWAYAT
Riwayat Penyakit Keluarga :-
Riwayat Penyakit Sekarang :-
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi, Jantung
Penggunaan Obat :-
Alergi Obat :-

65
4. TANDA-TANDA VITAL

Tanggal
Parameter
19-08-19 20-08-19 21-08-19 22-08-19 23-08-19
TD (mmHg) 89/61 91/74 104/69 88/61 82/57
S (˚C) 36 36 36.5 36.8 36.8
Nadi (x/mnt) 130 104 96 81 65
RR (x/mnt) 18 25 20 27 20

Keterangan :
TD : Tekanan Darah
S : Suhu
N : Nadi
RR : Respiratory Rate

66
5. HASIL LABORATORIUM KOMPREHENSIF

Hasil Nilai Hasil


Unit
Pemeriksaan Normal (20/08/2019)
Hematologi (Darah Rutin)
Hemoglobin g/dL
Leukosit Sel/µL
Eritrosit Juta/µL
Hematokrit %
Trombosit Sel/µL
Kimia Klinik
Natrium (Na) 134-145 mmol/L 133
Kalium ( K) 3.6-5.6 mmol/L 3.7
Kalsium (Ca) 1.15-1.35 mmol/L 0.94
Fungsi Ginjal
Ureum 10-50 mg/dl 44
Kreatinin 0.7-1.13 mg/dl 0.87

67
6. PENGGUNAAN OBAT
Tanggal
No. Nama Obat Dosis 19 Agustus 2019 20 Agustus 2019 21 Agustus 2019 22 Agustus 2019 23 Agustus 2019
P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M
Terapi Injeksi
1 Pantoprazole 1x1     
2 Digoxin 1x1/2   Stop

3 Lasix 3x2    Stop

Terapi Oral
1 Trizedon 1x1      Stop

2 CPG 1x1     
3 Asam folat 1x1  Stop

4 Natrium bicarbonat 3x1    Stop

5 KSR 3x1               
6 Callos 3x1               
7 Atorvastatin 1x1   
8 Digoxin 1x1/2   
9 Aspilet 1x1   

68
7. ANALISIS FARMASI KLINIK
Penggunaan Obat
Tanggal
Tanggal Hasil Yang
Nama Obat Dosis Rute Henti Indikasi Obat Mekanisme Aksi Obat
Mulai Dibutuhkan
Obat
19-08-2019 Pantoprazole 1x40mg IV Diteruskan GERD Nyeri ulu hati Pantoprazole termasuk dalam
menurun golongan penghambat pompa
proton (proton pump inhibitor/
PPI) yang berkerja mengikat H+
K+ ATPase (pompa proton) di
sel parietal lambung sehingga
menghasilkan blockade sekresi
asam lambung

Trizedon 1x35mg PO 22-08-2019 Tambahan untuk Nyeri dada Trimetazidine melindungi


(Trimetazidine terapi anti angina menurun metabolisme energi sel yang
HCl) dan terapi jangka hipoksia atau iskemia, sehingga
panjang untuk mencegah penurunan ATP
angina pektoris intraseluler. Efek trimetazidine
ini memastikan bahwa pompa
ion natrium-kalium dan aliran
transmembran berfungsi dengan
baik dan homeostasis sel
dipertahankan
Clopidogrel 1x75mg PO Diteruskan Pencegahan Tidak terjadi Inhibitor jalur yang diinduksi
gangguan trombroemboli adenosine trifosfat (ADP) untuk
tromboemboli, ACS, agregasi platelet
CAD

69
Tanggal
Tanggal Hasil Yang
Nama Obat Dosis Rute Henti Indikasi Obat Mekanisme Aksi Obat
Mulai Dibutuhkan
Obat
Asam folat 1x1mg PO 20-08-2019 Suplemen nutrisi Tidak terjadi Asam folat sangat penting untuk
kekurangan produksi koenzim dalam banyak
asam folat sistem metabolisme seperti
sintesis purin dan pirimidin

Natrium 3x500mg PO 20-08-2019 Asidosis metabolik Tidak terjadi Natrium bikarbonat


bicarbonate asidosis meningkatkan pH darah dan urin
metabolik dengan cara disosiasi untuk
menghasilkan ion bikarbonat
sehingga menetralkan ion
hidrogen. Natrium bikarbonat
juga menetralkan asam lambung
melalui produksi karbon
dioksida

KSR (KCl) 3x600 mg PO Diteruskan Pencegahan dan Tidak terjadi Lepas secara lambat dan
pengobatan hipokalemia berkelanjutan selama 6 jam
hipokalemia mencegah tingginya konsentrasi
kalium klorida pada usus yang
dapat mengiritasi mukosa.
Pelepasan secara berkelanjutan
meningkatkan toleransi lambung
dan penyerapan yang efektif
untuk pengobatan semua jenis
defisiensi kalium, baik alkalosis
hipokloremik atau hipokalemik

70
Tanggal
Tanggal Hasil Yang
Nama Obat Dosis Rute Henti Indikasi Obat Mekanisme Aksi Obat
Mulai Dibutuhkan
Obat
Callos (Kalsium 3x500 PO Diteruskan Pencegahan dan Tidak terjadi Kalsium karbonat bekerja
Karbonat) terapi untuk gangguan sebagai antasida dengan
gangguan metabolisme menetralkan asam lambung
metabolisme atau Ca sehingga meningkatkan pH
defisiensi Ca seperti lambung dan usus. Kalsium
osteomalasia karena karbonat menghambat aktivitas
malabsorpsi, proteolitik pepsin jika pH
osteoporosis meningkat >4 dan meningkatkan
tonus spinchter esophagus yang
lebih rendah. Selain itu juga
membentuk kompleks tidak larut
dengan fosfat makanan,
sehingga mengurangi
penyerapan fosfat pada pasien
dengan penyakit ginjal kronis

20-08-2019 Digoxin 1x0.125mg IV 22-08-2019 Gagal jantung, Meningkatkan Digoxin adalah glikosida
supraventricular kerja jantung jantung yang memiliki aktivitas
aritmia inotropik positif yang ditandai
dengan peningkatan kekuatan
kontraksi miokard. Digoxin juga
mengurangi konduktivitas
jantung melalui atriovena node.
Digoxin juga memberikan aksi
langsung pada otot polos
pembuluh darah dan efek tidak
langsung yang dimediasi

71
Tanggal
Tanggal Hasil Yang
Nama Obat Dosis Rute Henti Indikasi Obat Mekanisme Aksi Obat
Mulai Dibutuhkan
Obat
terutama oleh sistem saraf
otonom

21-08-2019 Lasix (Furosemid) 3x80mg IV 23-08-2019 Edema karena gagal Mengurangi Furosemid menghambat
jantung, hipertensi sesak karena reabsorpsi terutama Na dan Cl
edema pada lengkung henle.

21-08-2019 Atorvastatin 1x40 mg PO Diteruskan Hiperkolesterolemia, Tidak terjadi Atorvastatin secara selektif dan
pencegahan penyakit penyumbatan kompetitif menghambat HMG-
kardiovaskular pembuluh CoA reductase yang merupakan
darah karena enzim yang mengkatalisis
lipid konsentrasi HMG-CoA utnuk
mevalonate. Penurunan produksi
mevalonate menghasilkan
peningkatan kompensasi dalam
ekspresi LDL dan stimulasi
katabolisme LDL, akibatnya
kadar kolesterol LDL menurun

72
Tanggal
Tanggal Hasil Yang
Nama Obat Dosis Rute Henti Indikasi Obat Mekanisme Aksi Obat
Mulai Dibutuhkan
Obat
21-08-2019 Digoxin 1x0.125mg PO Diteruskan Gagal jantung, Meningkatkan Digoxin adalah glikosida
supraventricular kerja jantung jantung yang memiliki aktivitas
aritmia inotropic positif yang ditandai
dengan peningkatan kekatan
kontraksi miokard. Digoxin juga
mengurangi konduktivitas
jantung melaluiatriovena node.
Digoxin juga memberikan aksi
langsungpada ototo polos
pembuluhd arah dan efek tidak
langsung yang dimediasi
terutama oleh system saraf
otonom
21-08-2019 Aspilet (Asam 1x80 mg PO Diteruskan Pengobatan dan Suhu tubuh Menghambat sintesis
asetilsalisilat) pencegahan angina menurun dan prostaglandin oleh
pectoris dan infark tidak terjadi siklooksigenase. Menghambat
miokardium. Juga angina agregasi platelet.
mempunyai aktivitas
antipiretik dan
analgetik

73
8. CATATAN KEMAJUAN MEDIS
Tanggal Subjektif Objektif Problem Medis Monitoring dan Tindak Lanjut
Nyeri dada seperti TD : 89/61 mmHg Interaksi moderat Dapat digunakan pantoprazole
tertindih benda berat S : 36 oC Clopidogrel+Pantoprazole : namun dengan dosis yang sesuai.
disertai panas menjakar ke HR : 130 x/menit Penggunaan clopidogrel dan
lengan sampai ke RR : 18 x/menit pantoprazole bersamaan dapat
19-08-2019
pinggang menurunkan efektivitas dari
clopidogrel. Hal ini jika dosis
pantoprazole tinggi atau
penggunaannya terlalu sering.
Sesak, dada terasa berat TD : 91/74 mmHg Kadar Natrium dan Kalsium  Pantau Kadar Natrium dan
S : 36 oC rendah  Calos Kalsium
HR : 104 x/menit Sesak nafas dan dada terasa  Pantau Heart rate
RR : 25 x/menit beratLasix  Pantau Kadar Kalium
Natrium : 133 mmol/L 
20-08-2019 Kalium : 3.7 mmol/L Interaksi Moderat:
Kalsium : 0.94 mmol/L  Pantoprazole+digoxin
Ureum : 44 mg/dl Pantoprazole meningkatkan
Kreatinin : 0.87 mg/dl toksisitas digoxin. Penggunaan
jangka panjang PPI menyebabkan
hipermagnesemia dan

74
meningkatkan risiko toksisitas
digoxin
 Clopidogrel+Pantoprazole
Penggunaan clopidogrel dan
pantoprazole bersamaan dapat
menurunkan efektivitas dari
clopidogrel. Hal ini jika dosis
pantoprazole tinggi atau
penggunaannya terlalu sering.
 Kalsium karbonat+digoxin
Kalsium karbonat meningkatkan
efek digoksin secara sinergis
farmakodinamik
 KCl+digoxin
KCl dan digoxin keduanya
meningkatkan serum K+

Sesak berkurang TD : 104/69 mmHg Kenaikan suhu tubuh  Aspilet  Pantau Heart Rate

o
S : 36.5 C Pantau Tekanan darah
21-08-2019
HR : 94 x/menit Interaksi moderat:  Pantau kadar Kalium

75
RR : 20 x/menit  Pantoprazole+digoxin
Pantoprazole meningkatkan
toksisitas digoxin. Penggunaan
jangka panjang PPI menyebabkan
hipermagnesemia dan
meningkatkan risiko toksisitas
digoxin
 Clopidogrel+Pantoprazole
Penggunaan clopidogrel dan
pantoprazole bersamaan dapat
menurunkan efektivitas dari
clopidogrel. Hal ini jika dosis
pantoprazole tinggi atau
penggunaannya terlalu sering.
 Kalsium karbonat+digoxin
Kalsium karbonat meningkatkan
efek digoksin secara sinergis
farmakodinamik
 KCl+digoxin
KCl dan digoxin keduanya

76
meningkatkan serum K+
 Atorvastatin+Digoxin
Atorvastatin akan meningkatkan
kadar atau efek dari digoxin.
 KCl+digoxin
KCl dan digoxin keduanya
meningkatkan serum K+
Sesak berkurang TD : 88/61 mmHg Peningkatan suhu tubuh  Aspilet  Pantau Heart Rate

o
S : 36.8 C dilanjutkan Pantau Tekanan darah
HR : 81 x/menit  Pantau kadar Kalium
RR : 27 x/menit Interaksi moderat:
 Pantoprazole+digoxin
Pantoprazole meningkatkan
22-08-2019 toksisitas digoxin. Penggunaan
jangka panjang PPI menyebabkan
hipermagnesemia dan
meningkatkan risiko toksisitas
digoxin
 Clopidogrel+Pantoprazole
Penggunaan clopidogrel dan

77
pantoprazole bersamaan dapat
menurunkan efektivitas dari
clopidogrel. Hal ini jika dosis
pantoprazole tinggi atau
penggunaannya terlalu sering.
 Kalsium karbonat+digoxin
Kalsium karbonat meningkatkan
efek digoksin secara sinergis
farmakodinamik
 Atorvastatin+digoxin
Atorvastatin akan meningkatkan
kadar atau efek dari digoxin.
 KCl+digoxin
KCl dan digoxin keduanya
meningkatkan serum K+
 Aspilet+digoxin
Aspilet dan digoxin keduanya
meningktkan serum K+
 Aspilet+KCl
Aspirin dan KCl keduanya

78
meningktkan serum K+
 Aspilet+Clopidogrel
Keduanya meningkatkan toksisitas
yang lainnya secara sinergis
farmakodinamik.

Sesak nafas, pusing TD : 82/57 mmHg Tekanan darah menurun Stop  Pantau Heart Rate
S : 36 .8oC Lasix  Pantau Tekanan darah
HR : 65 x/menit  Pantau kadar Kalium
RR : 20 x/menit  Pantoprazole+digoxin
Pantoprazole meningkatkan
toksisitas digoxin. Penggunaan
jangka panjang PPI menyebabkan
23-08-2019
hipermagnesemia dan
meningkatkan risiko toksisitas
digoxin
 Clopidogrel+Pantoprazole
Penggunaan clopidogrel dan
pantoprazole bersamaan dapat
menurunkan efektivitas dari

79
clopidogrel. Hal ini jika dosis
pantoprazole tinggi atau
penggunaannya terlalu sering.
 Kalsium karbonat+digoxin
Kalsium karbonat meningkatkan
efek digoksin secara sinergis
farmakodinamik
 Atorvastatin+digoxin
Atorvastatin akan meningkatkan
kadar atau efek dari digoxin.
 KCl+digoxin
KCl dan digoxin keduanya
meningkatkan serum K+
 Aspilet+digoxin
Aspilet dan digoxin keduanya
meningktkan serum K+
 Aspilet+KCl
Aspirin dan KCl keduanya
meningktkan serum K+
 Aspilet+Clopidogrel

80
Keduanya meningkatkan toksisitas
yang lainnya secara sinergis
farmakodinamik.

81
9. KESESUAIAN DOSIS

Obat Dosis Literatur Dosis Pasien Keterangan

Pantoprazole inj 40 mg/hari 1x40 mg/hari 40 mg/hari Sesuai

Digoxin inj Dosis terapi untuk gagal jantung 0.125-0.25


1x0.125mg 0.125 mg/hari Sesuai
mg/hari
Dosis terapi untk CHF 20-80 mg/hari, dapat
Lasix inj ditingkatkan 20-40 mg/hari setiap 6-8 jam, tidak 3x80 mg 240 mg/hari Sesuai
melebihi 600 mg/hari
Trizedon 2x1tablet/hari (2x35 mg/hari) 1x35 mg 35 mg/hari Tidak sesuai

CPG 1x75 mg/hari 1x75 mg 75 mg/hari Sesuai

Asam folat 0.4-1 mg/hari 1x1mg 1 mg/hari Sesuai

Natrium bicarbonat 500-1500 mg/hari 3x500 mg 1500 mg/hari Sesuai

KSR Sesuai
1-2 tablet, 2-3 kali/hari 3x600 mg 1800 mg/hari

Callos 500-2000 mg/hari 3x500 mg 1500 mg/hari Sesuai

Atorvastatin Dosis untuk pencegahan penyakit kardiovaskular


1x40 mg 40mg/hari Sesuai
10-80 mg/hari
Digoxin Dosis terapi untuk gagal jantung 0.125-0.25
1x0.125 mg 0.125 mg/hari Sesuai
mg/hari
Aspilet 1x1 tablet/hari 1x80 mg 80 mg/hari Sesuai

82
10. Drug Related Problem (DRP)

No Kategori DRP Ada/Tidak Keterangan Planning

1 Indikasi tidak diobati Tidak Ada - -

2 Pemberian obat tanpa indikasi Tidak Ada - -

3 Pemilihan obat tidak tepat Tidak Ada - -

4 Dosis terlalu tinggi Tidak ada - -


Tingkatkan waktu pemberian obat menjadi
5 Dosis terlalu rendah Ada Trizedon
2 kali sehari
- Peningkatan pH lambung Konsultasikan kepada dokter untuk
- Bradikardia penggunaan obat tersebut atau gunakan
6 ROTD/efek samping Ada
- Hipotensi pilihan obat lain dengan konfirmasi kepada
- Menurunkan fungsi ginjal dokter yang bersangkutan
- Clopidogrel+Pantoprazole
- Pantoprazole+digoxin
- Kalsium karbonat+digoxin
- KCl+digoxin Pemberian obat tidak diberikan dalam
7 Interaksi obat Ada - Atorvastatin+digoxin waktu yang sama. Diberi selang waktu
- Aspilet+digoxin beberapa jam untuk obat yang berinteraksi
- Aspilet+KCl
- Aspilet+Clopidogrel

83
PEMBAHASAN

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan
PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi
Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) (Permenkes No.72 Tahun 2016).

Peran apoteker sangat penting dalam mencegah munculnya masalah terkait obat
atau Drug Related Problems (DRPs), Pemantauan Terapi Obat (PTO) harus
dilakukan secara berkesinambungan serta dievaluasi secara teratur pada periode
tertentu agar keberhasilan atau kegagalan terapi dapat diketahui dan untuk
memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.

Pasien yang dilakukan Pemantauan Terapi Obat (PTO) bernama Ny. Sri dengan
nomor rekam medik 685165, berumur 57 tahun, masuk ke ruang ICCU RSUD Al-
Ihsan pada tanggal 19 Agusutus 2019 dengan keluhan terasa sesak nafas dan nyeri
dada. Pasien didiagnosa CHF dan CAD. Pasien memiliki riwayat penyakit
hipertensi dan jantung. Pemantauan Terapi Obat dilaksanakan pada tanggal 19-23
Agustus 2019.

Adapun obat-obat bat yang diterima pasien selama dirawat di ICCU antara lain:
a. Terapi injeksi
1. Pantoprazole
Pantoprazole adalah obat golongan pronton pump inhibitor yang digunakan
untuk tukak lambung, tukak duodenum, GERD, dan hipersekresi patologis.
Pantoprapzole bekerja dengan cara berkerja mengikat H+ K+ ATPase (pompa
proton) di sel parietal lambung sehingga menghasilkan blockade sekresi asam
lambung. Dosis terapi yang diberikan kedapa pasien adalah 40 mg/hari dan
sesuai dengan dosis pemberian berdasarkan liteatur yaitu 40 mg/hari.
Pantoprazole dapat berinteraksi dengan beberapa obat yang diberikan seperti
dengan digoxin. Pantoprazole meningkatkan toksisitas digoxin. Penggunaan
jangka panjang PPI menyebabkan hipermagnesemia dan meningkatkan risiko
toksisitas digoxin, maka perlu di pantau heart ratenya. Selain itu pantoprazole
berinteraksi juga dengan clopidogre, dengan penggunan secara bersamaan

83
dapat menurunkan efektivitas dari clopidogrel. Hal ini jika dosis pantoprazole
tinggi atau penggunaannya terlalu sering.

2. Digoxin
Digoxin adalah glikosida jantung yang memiliki aktivitas inotropik positif
yang ditandai dengan peningkatan kekuatan kontraksi miokard. Digoxin juga
mengurangi konduktivitas jantung melalui atriovena node. Digoxin juga
memberikan aksi langsung pada otot polos pembuluh darah dan efek tidak
langsung yang dimediasi terutama oleh sistem saraf otonom. Karena adanya
penurunan heart rate pada pasien maka pasien diberikan digoxin secara IV
sebanyak ½ ampul, atau dengan dosis 0.125 mg. Ini sesuai dengan dosis pada
literatur yang menyebutkan bahwa Dosis terapi untuk gagal jantung adalah
0.125-0.25 mg/hari

3. Lasix
Lasix adalah obat dengan kandungan furosemide. Furosemid adalah golongan
diuretic kuat yang bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi terutama Na
dan Cl pada lengkung henle. Pada tanggal 20/082019 pasien mengeluh sesak
dan dada terasa berat. Sesak dapat disebabkan karena CHF sehingga diberikan
Lasix untuk mengeluarkan cairan dengan dosis 3x80 mg atau setara dengan
240 mg/hari. Dosis terapi berdaasarkan untuk CHF 20-80 mg/hari, dapat
ditingkatkan 20-40 mg/hari setiap 6-8 jam, tidak melebihi 600 mg/hari. Jadi
dosis terapi yang diberikan masih sesuai.

b. Terapi Peroral
1. Trizedon
Trizedon merupakan obat yang mengandung trimetazide yang merupakan
agen metabolik anti ishemic (anti angina) yang meningkatkan penggunaan
glukosa myocardial melalui penghambatan metabolik asam lemak. Trizedon
ini diberikan untuk mengurangi nyeri dada yang dirasakan pasien. Dosis yang
diberikan adalah 1x1 tablet/hari. Sedangkan berdasarkan literatur disebutkan
bahwa penggunaannya 2x1 tablet/hari. Jadi daapat dikatakan bahwa dosis
yang diberikan subterapi

84
2. CPG
CPG/Clopidogrel merupakan obat golongan antiplatelet yang bekerja dengan
dengan cara menghambat jalur yang diinduksi adenosine trifosfat (ADP)
untuk agregasi platelet. Dosis yang diberikan adalah 1x75 mg/hari. Ini sesuai
dengan dosis untuk CAD yaitu 75 mg/hari

3. Asam folat
Asam folat adalah obat yang digunakan sebagai supplement untuk hati. Asam
folat sangat penting untuk produksi koenzim dalam banyak sistem
metabolisme seperti sintesis purin dan pirimidin. Dosis yang diberikan adalah
1x1 tablet/hari. Hal ini sesuai dengan literatur yaitu penggunaan 1 mg/hari

4. Natrium bikarbonat
Natrium bicarbonat/bicnat adalah obat yang digunakan untuk membantu
penyerapan obat dan membantu menurunkan kadar kalium dengan mekanisme
bereaksi dengan ion H+ untuk membentuk air dan karbondioksida sehingga
bertindak sebagai penyangga terhadap asidosis dengan meningkatkan pH
darah. Dosis yang diberikan adalah 3x500 mg atau setara dengan 1500
mg/hari. Hal ini sesuai dengan dosis literatur bahwa penggunaan natrium
bicarbonate 500-1500/hari

5. KSR
KSR adalah obat yang mengandung 600 mg KCl yang di gunakan untuk
mengobati atau mencegah jumlah kalium yang rendah dalam darah. KSR yang
diberikan adalah 3x1 tablet. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa dosis KSR
adalah 1-2 tablet, 2-3 kali/hari. Penggunaan KSR yang mengandung KCl
dapat berinterkasi dengan digoxin, dimana KCl dan digoxin keduanya
meningkatkan serum K+. Sehingga perlu dipantau serum K+.

6. Calos
Calos adalah obat yang mengandung kalsium karbonat yang digunakan untuk
membantu pencegahan dan terapi untuk gangguan metabolisme atau
kekurangan Calcium seperti osteomalasia (kerapuhan tulang), osteoporosis
(kepadatan tulang menurun). Calos bekerja sebagai antasida dengan

85
menetralkan asam lambung sehingga meningkatkan pH lambung dan usus.
Kalsium karbonat menghambat aktivitas proteolitik pepsin jika pH meningkat
>4 dan meningkatkan tonus spinchter esophagus yang lebih rendah. KSR yang
diberikan adalah 3x1 tablet. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa dosis yang
diberikan adalah 500-2000 mg/hari. Penggunaan kalsium karbonat dapat
berinteraksi dengan digoxin dimana kalsium karbonat meningkatkan efek
digoksin secara sinergis farmakodinamik.

7. Atorvastatin
Atorvastatin adalah obat golongan antihiperlipidemia yang bekerja selektif
dan kompetitif menghambat HMG-CoA reductase yang merupakan enzim
yang mengkatalisis konsentrasi HMG-CoA utnuk mevalonate. Penurunan
produksi mevalonate menghasilkan peningkatan kompensasi dalam ekspresi
LDL dan stimulasi katabolisme LDL, akibatnya kadar kolesterol LDL
menurun. Dosis yang diberikan adalah 1x40 mg, sesuai dengan literatur bahwa
dosis untuk pencegahan penyakit kardiovaskular 10-80 mg/hari. Atorvastatin
dapat berinteraksi dengan digoksin, dimana atorvastatin akan meningkatkan
kadar atau efek dari digoxin.

8. Digoxin
Digoxin adalah glikosida jantung yang memiliki aktivitas inotropik positif
yang ditandai dengan peningkatan kekuatan kontraksi miokard. Digoxin juga
mengurangi konduktivitas jantung melalui atriovena node. Digoxin juga
memberikan aksi langsung pada otot polos pembuluh darah dan efek tidak
langsung yang dimediasi terutama oleh sistem saraf otonom. Karena adanya
penurunan heart rate pada pasien maka pasien diberikan digoxin secara PO
sebanyak ½ tablet, atau dengan dosis 0.125 mg. Ini sesuai dengan dosis pada
literatur yang menyebutkan bahwa Dosis terapi untuk gagal jantung adalah
0.125-0.25 mg/hari

9. Aspilet
Aspilet merupakan obat yang mengandung Asam Asetilsalisilat. Obat ini
berfungsi untuk menurunkan demam, meringankan sakit kepala, sakit gigi,
dan nyeri otot yang berkerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin

86
oleh siklooksigenase. Bekerja dengan cara menghambat agregasi platelet,
mempunyai aktivitas antipiretik dan analgetik. Aspilet diberikan karena pasien
pada tanggal 21/08/2019 mengalami kenaikan suhu tubuh. Dosis yang
diberikan adalah 1x1 tablet, sesuai dengan dosis pada literatur.

Berdasarkan uraian obat yang diterima pasien diatas terdapat 3 macam obat
injeksi dan 9 macam obat peroral yang diterima oleh pasien, walaupun pada
tanggal 20/08/2019 penggunaan obat asam folat dan natrium bicarbonat sudah
dihentikan. Ini dapat dikatakan bahwa obat yang diterima pasien adalah
polifarmasi. Karena obat yang diberikan banyak, maka ada beberapa obat yang
berinteraksi. Interaksi yang terjadi adalah moderat, dan perlu monitoring. Untuk
penatalaksanaanya sebaiknya pemberian obat-obat yang mempunyai interaksi
tidak diberikan dalam waktu atau jam yang sama sehingga dapat menurunkan
reaksi interaksi.

Berdasarkan dosis yang diberikan semua obat sudah sesuai dengan literatur,
kecuali trizedon yang dosisnya kurang. Maka direkomendasikan untuk waktu
pemberian trizedon menjadi dua kali sehari.

Keberhasilan terapi sangat dipengaruhi oleh pemberian terapi obat ataupun ada
atau tidaknya edukasi yang disampaikan kepada pasien atau keluarga pasien
terkait penggunaan obat untuk terapi pasien. Pada saat rekonsiliasi obat tgl 19
Agustus 2019 pada keluarga pasien dan pasien dapat berkomunikasi dengan baik
Perkembangan pasien tgl 21 Agustus mulai membaik dengan berkurangnya sesak
nafas. Kemudian pada saat tgl 23 Agustus pasien adanya sesak nafas kembali dan
penurunan tekanan darah kemudian pada tanggal 23 Agustus pasien Ny. Siti
meninggal dunia.

87
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang telah dilakukan di Rumah Sakit
Umum Daerah Al Ihsan Provinsi Jawa Barat, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Calon Apoteker mendapat banyak wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan


pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di Rumah Sakit.
Salah satunya yang telah dilakukan praktek kerja di rumah sakit yaitu
keterampilan dalam menyiapkan obat sesuai resep.
2. Calon Apoteker telah memahami tentang peran, fungsi, posisi dan tanggung
jawab Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Peran yang
dilakukan seorang Apoteker sebagai penanggung jawab instalasi farmasi
dalam pelayanan kefarmasian, fungsi seorang Apoteker dapat memberikan
obat yang tepat dan rasional, posisi seorang Apoteker yaitu mengatur dan
mengelola, sedangkan tanggung jawab seorang Apoteker yaitu sebagai
penanggung jawab teknis kefarmasian, dimana Apoteker memiliki peran
dalam pelayanan resep, mengawasi mutu obat, memberikan pelayanan
informasi obat, serta membuat laporan mengenai obat-obat khusus seperti
narkotika, psikotropika, dan lain-lain.
3. Calon Apoteker memahami tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah
sakit.
4. Calon Apoteker dapat mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja
sebagai tenaga farmasi di rumah sakit.
5. Calon Apoteker dapat mengetahui gambaran nyata tentang permasalahan
pekerjaan kefarmasian di rumah sakit.

88
5.2 Saran

Berdasarkan pengamatan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang


dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Al Ihsan Provinsi Jawa Barat,
terdapat saran diantaranya :

a. Perlunya penambahan jumlah Apoteker untuk lebih meningkatkan pelayanan


konsultasi, informasi dan edukasi (KIE).
b. Pemantauan secara rutin perihal masa kadaluarsa (expired date) terhadap
obat-obat yang digunakan di Rumah Sakit, sehingga mencegah terjadinya
obat expired yang dapat merugikan baik pihak RS maupun masyarakat (bila
sampai ke tangan pasien).
c. Ruang penyimpanan obat (gudang obat) perlu lebih di tata sedemikian rupa
misalnya dengan memperluas area penyimpanan sehingga memudahkan
dalam proses penyimpanan dan pengambilan obat sebelum didistribusikan ke
masing-masing depo yang ada di RS.
d. Penanganan terhadap obat kembalian dari pasien rawat inap perlu
diperhatikan sehingga mengurangi resiko kesalahan dalam hal pengembalian
obat yang dapat menyebabkan kerugian pihak RS.
e. Perlunya penambahan asisten Apoteker (AA) dan Apoteker di RSUD Al-
Ihsan demi tercapainya pelayanan yang lebih optimal dan penanggulangan
resep yang menumpuk dilihat dari besarnya permintaan pelayanan kesehatan
dari masyarakat (terutama di bagian depo bpjs).

89
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Farmasi Di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia ;
Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia ;
Jakarta

Presiden Republik Indonesia, 2009, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor


44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Jakarta

Departemen kesehatan. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas


Terbatas. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan;Jakarta

Kemenkes. 2017. Profil Kesehatan Indonesia. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia ; Jakarta

90

Anda mungkin juga menyukai