Oleh :
Arlin Alfrianti (1805007)
Sonda Tangke Padang (1805011)
Enci Sriwulandari P. (1805008)
Mengetahui :
Pembimbing 1 Pembimbing II
Oleh :
Arlin Alfrianti (1805007)
Sonda Tangke Padang (1805011)
Enci Sriwulandari P. (1805008)
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN DI INDUSTRI FARMASI
MAHASISWA PROGRAM STUDI D III FARMASI
AKADEMI FARMASI TORAJA
BAGIAN PRODUKSI DI INDUSTRI FARMASI
LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT
JALAN GUDANG UTARA NOMOR 25-26 BANDUNG
(TANGGAL 3-25 FEBRUARI 2021)
Oleh :
Arlin Alfrianti (1805007)
Sonda Tangke Padang (1805011)
Enci Sriwulandari P. (1805008)
Mengetahui :
Pembimbing 1 Pembimbing II
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja
Lapangan Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat, pada waktu yang telah
ditentukan. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di
program D3 Farmasi.
Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu dengan segala kerendahan hati hati,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut:
1. Ibu Apt. Estherina Allo Payung, S.Si.,Map.M selaku Direktur di Akademi Farmasi
Toraja.
2. Letnan Kolonel Ckm Dr. T.P.H. Simorangkir, M.,Si., Apt., selaku pembimbing
Praktek Kerja Lapangan di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat.
3. Ibu Apt. Ayu Rana Esadini, selaku pembimbing Praktek Kerja Lapangan di Kampus
Akademi Farmasi Toraja.
Praktikan menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyusunan laporan PKL ini jauh
dari kata sempurna, walaupun telah berusaha dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapakan guna penyempurnaan
penyusunan dan penulisan laporan selanjutnya agar laporan yang dibuat menjadi lebih
baik.
BAB 1
PENDAHULUAN
7. Proses pengeringan
Massa yang telah diayak dikeringkan kembali di oven dengan
suhu dan waktu yang sama seperti pengeringan sebelumnya sampai
mencapai kadar air sekitar 2-5%, tergantung jenis tablet yang dibuat.
Proses pengeringan di bagian produksi sediaan padat dilakukan menjadi 2
tahap agar didapat granul yang memiliki permukaan yang rata sehingga
finest dust yang dihasilkan tidak banyak.
8. Proses pengayakan kedua
Massa yang telah kering dilakukan pengayakan kembali dengan
ayakan ukuran mesh tertentu sampai diperoleh massa granul. Misalnya
untuk tablet dengan ukuran 6,5 mm dan 7,5 mm menggunakan diameter
mesh 16 sedangkan untuk tablet dengan diameter 12 mm dan 13 mm
menggunakan mesh 10.
9. Pengawasan mutu granul
Terhadap granul yang telah dikeringkan dilakukan pengujian mutu
(IPC), yakni kadar air dan pemeriksaan susut pengeringan. Granul yang
memenuhi syarat dibuat massa cetak dengan penambahan fase luar dan
dilakukan IPC dengan mengambil sampel sebanyak 3 x 7,5 g untuk
dilakukan uji kadar oleh Instalwastu.
10. Proses pembuatan massa cetak granul
Granul yang telah lulus dalam uji mutu (IPC) kemudian dibuat
massa cetak dengan penambahan pelincir (untuk mengurangi
gesekanantar zat), pelicin (untuk mengurangi gesekan antara zat dengan
alat/mesin cetak) dan penghancur luar, lalu diaduk hingga homogen.
11. Pengawasan mutu
Massa cetak yang akan dicetak, sebelumnya dilakukan pengujian mutu
(IPC) terhadap homogenitas kadar zat aktifnya.
12. Proses pencetakan tablet
Massa cetak yang telah lulus uji mutu kemudian dicetak dengan mesin
cetak tablet yang sebelumnya telah disesuaikan dengan ukuran dan
diameter tablet yang akan dibuat. Selama proses pencetakan harus
diperhatikan kekerasan, ketebalan, dan keragaman bobot tablet, kemudian
hasil cetak tersebut dialirkan ke dalam alat deduster untuk menghilangkan
debu/fines yang masih ada pada permukaan tablet. Parameter yang harus
diperhatikan pada tahap ini adalah kecepatan putaran dan tekanan.
13. Pengawasan mutu tablet
Selama pencetakan, dilakukan IPC di ruang produksi terhadap sisi kanan
dan kiri mesin cetak yang meliputi keragaman bobot, kekerasan tablet dan
ketebalan tablet sedangkan pengujian mutu oleh Instalwastu meliputi uji
waktu hancur, keregasan, diameter, tebal, kekerasan, keragaman bobot
tablet, kadar bahan aktif, dan uji disolusi untuk tablet tertentu pada hasil
pencetakan.
Sampling IPC tablet dilakukan setiap 15 menit sekali. Setiap 15
menit dilakukan IPC kepada tablet hasil cetak dengan menimbang bobot
dari 10 tablet kanan dan kiri kemudian melihat dan mencatatnya di batch
record apakah masuk spesifikasi yang sudah ditetapkan dan cek
kekerasan dan ketebalan dari tablet.
Bila tidak memenuhi spesifikasi maka akan dilakukan
penyesuaian dan cek kinerja mesin cetak. Masalah yang sering dihadapi
ketika proses cetak adalah capping, yaitu rusaknya tablet sehingga tablet
yang dihasilkan tidak memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan.
Capping dapat disebabkan oleh proses pengeringan yang tidak baik
sehingga kadar air tidak sesuai dan mempengaruhi dalam proses
pencetakan. Sebanyak 50 tablet dikirim ke Instalwastu untuk dilakukan
uji kualitas dari tablet yang dicetak sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan di batch record.
14. Proses penyalutan
Pada proses penyalutan, parameter yang harus diperhatikan adalah suhu,
ketebalan, tekanan spray gun, frekuensi penyemprotan, lubang
penyemprotan, waktu penyemprotan, jarak penyemprotan, keseragaman
warna dan kecepatan pemutaran panci. Sedangkan untuk tablet yang tidak
disalut, langsung dikemas (stripping).
15. Pengawasan mutu
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap tablet salut adalah penampilan,
waktu hancur, ketebalan dan keragaman bobot. Pengujian mutu yang
dilakukan di ruang produksi terhadap hasil stripping meliputi uji
kebocoran strip secara visual, penandaan ED (Expiration Date) dan
nomor batch setiap 30 menit sekali. Tablet yang telah distrip akan dikirim
ke Seksi Kemas untuk dikemas sekunder, lalu obat jadi dikirim ke
Instalsimpan. Untuk pembuatan tablet dengan metode cetak langsung
dimulai dari proses penimbangan bahan baku, selanjutnya mengikuti
proses pencampuran massa cetak sampai dengan proses penyetripan dan
pengemasan tanpa melalui proses granulasi.
16. Proses stripping
Tablet salut ataupun tablet biasa yang telah lulus uji mutu, distrip dengan
menggunakan bahan pengemas Polycellonium sebagai kemasan primer,
dengan suhu mesin ± 80°-100°C. Hal yang perlu diperhatikan dalam
proses penyetripan yaitu sebelum digunakan sealing roller pada mesin
stripping harus dipanaskan terlebih dahulu. Suhu mesin tidak boleh
terlalu rendah karena akan menyebabkan kemasan tidak dapat melekat
satu sama lain dan juga tidak boleh terlalu tinggi karena akan
menyebabkan perlekatan yang buruk atau pelelehan pada stripnya. Selain
suhu yang digunakan, hal yang perlu diperhatikan adalah kecepatan.
D. Sediaan Cair
1. Sediaan sirup
Sediaan sirup terdiri dari ruang pencucian botol, ruang penimbangan,
ruang staging, ruang pencampuran, ruang pengisian dan pengemasan primer,
ruang pengemasan sekunder, dan ruang pencucian alat. Peralatan yang
digunakan antara lain mixer, colloid mill, panci double jacket, drum stainless,
mesin pengisi sirup, penutup botol, dan pemasangan etiket yang merupakan
satu rangkaian (In Line Process). Proses pembuatan sirup yakni:
a. Penimbangan bahan baku
Proses penimbangan bahan baku dan bahan tambahan lainnya
dilakukan di ruang kelas E. Proses penimbangan dilakukan oleh minimal
2 (dua) orang personel Instalsimpan dimana 1 orang menimbang dan 1
orang menyaksikan. Hasil penimbangan dikelompokan sesuai masing-
masing batch, kemudian disimpan dalam 1 kotak di ruang staging dengan
keterangan yang lengkap pada semua bahan serta catatan batch record.
b. Penyiapan kemasan primer
Botol yang digunakan merupakan botol yang sudah bersih yang
dicuci dengan aqua demineralisata dan dikeringkan di oven 900°C selama
4 jam. Pencucian botol dilakukan pada kelas F dan pengisian dilakukan
pada kelas E, sehingga di Lafi Puskesad oven yang digunakan untuk
pengeringan botol adalah oven double door, yang dapat dibuka dari 2 sisi.
c. Pembuatan larutan gula pekat (syrupus simplex)
Pembuatan larutan gula dilakukan dalam panci double jacket, di
mana bahan baku dilarutkan dengan cara dipanaskan menggunakan
pemanas dengan pemanas cair gliserin.
d. Pencampuran
Bahan yang telah ditimbang dalam ruang staging diambil untuk
selanjutnya diproses di ruang pencampuran. Zat aktif dan zat tambahan
lain (zat pewarna dan pengawet) yang telah ditimbang, masing-masing
dilarutkan dalam pelarut yang sesuai sampai larut sempurna, kemudian
dicampur dengan larutan gula pekat. Essence ditambahkan di akhir
pencampuran dan dalam keadaan dingin. Selanjutnya ditambahkan air
sampai tanda batas yang telah ditentukan sesuai dengan volume yang
diinginkan.
e. Pengawasan mutu
Pengujian mutu (IPC) dilakukan terhadap hasil pencampuran yang
terdiri dari uji homogenitas larutan, kadar zat aktif, pH, dan berat jenis.
f. Pengisian, penutupan, dan labeling.
Setelah lulus uji mutu maka dapat dilakukan proses pengisian,
penutupan dan pemberian etiket atau label. Proses tersebut dilakukan
dengan menggunakan mesin ban berjalan yang bekerja secara semi
otomatis. Pada proses ini dikontrol setiap 15 menit terhadap keseragaman
volume, hasil penutupan, dan pemasangan label.
g. Pengemasan sekunder
Setelah pengemasan primer, maka botol di biarkan jalan melalui
pass box ke pengemasan sekunder, diberi label dan kemudian dimasukkan
ke dalam kardus yang berisi 25 botol, diambil 1 dus produk untuk
dijadikan sampel pertinggal.
h. Pengawasan mutu
Pemeriksaan mutu terhadap produk yang telah dikemas meliputi
keseragaman isi atau volume, kadar zat aktif, pH larutan, dan bobot jenis.
Setelah lulus uji mutu, dilakukan proses pengemasan untuk kemudian
obat jadi diserahkan ke Instalsimpan.
3.8.2.2 Seksi sediaan ꞵ-Lactam
A. Gedung
Gedung produksi Beta-laktam diletakkan terpisah dengan gedung produksi
non β-laktam dengan tujuan untuk mencegah hipersensitivitas yang dapat
menyebabkan reaksi syok anafilaksis dan kontaminasi silang (cross contamination).
Gedung produksi β-laktam di Lafi Puskesad telah dilengkapi dengan sistem
pengaturan udara (Air Handling System), air washer, air shower, ruang penyangga
(air lock), lantai, dinding, dan langit-langit yang dilapisi oleh bahan epoksi.
B. Ruangan
Ruangan untuk produksi sediaan β-laktam terdiri dari:
1. Ruang kelas E khusus, yaitu ruangan untuk pengolahan produk peroral.
2. Ruang kelas F, yaitu ruangan untuk pengemasan sekunder.
3. Ruang kelas G, yaitu ruangan untuk gudang Bahan Baku Obat (BBO) dan bahan
kemas.
C. Kelas Kebersihan
Ruangan untuk produksi sediaan Beta-laktam dapat dilihat dari sistem
pengaturan udara (Air Handling System/AHS):
a. Spesifikasi ruang kelas E, penambahan udara segar (fresh air) sebanyak 10- 20%
dengan efisiensi saringan udara 99,95%, suhu ruangan 23-27°C dan RH antara 40-
70%.
b. Spesifikasi ruang kelas F, suhu ruang pengemasan sekunder 23- 27°C.
c. Spesifikasi ruang kelas G, suhu ruang/suhu kamar.
D. Personel
1. Sediaan Kaplet
Proses produksi kaplet golongan Beta-laktam dilakukan dengan metode cetak
langsung. Cetak langsung dimulai dari proses penimbangan bahan baku selanjutnya
proses pencampuran massa cetak sampai dengan proses penyetripan dan
pengemasan. Setelah dilakukan proses pencampuran dilanjutkan dengan uji
homogenitas terhadap bahan yang dicampur, serta dilakukan uji keseragaman bobot
terhadap kaplet yang telah dicetak. Pada saat proses penyetripan dilakukan uji
kebocoran strip, setelah lulus uji maka dapat dilakukan tahap penyelesaian yang
disebut finishing good (dilakukan proses pengepakan/pengemasan sekunder).
2. Sediaan Kapsul
Proses pembuatan kapsul pada seksi sediaan beta-laktam sama seperti proses
pembuatan kapsul pada seksi sediaan Non Beta-laktam. Ruang produksi sediaan
kapsul terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian, polishing serta ruang
stripping. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan kapsul antara lain mesin
campur, mesin pengisi kapsul, mesin polishing dan mesin stripping. Proses
pembuatan sediaan kapsul secara umum adalah sebagai berikut :
1. Penimbangan bahan baku
Penimbangan bahan baku kapsul dilakukan di ruang timbang.
2. Pencampuran
Setelah semua bahan ditimbang, dilakukan proses pencampuran hingga
homogen. Ada beberapa bahan-bahan tertentu harus terlebih dahulu digranulasi
sebelum diisikan ke dalam cangkang kapsul untuk memperbaiki sifat alirnya.
Setelah proses pencampuran, dilakukan In Process Control terhadap
homogenitas produk antara dan kadar zat aktif.
3. Pengisian kapsul
Setelah diluluskan oleh Instalwastu maka massa kapsul diisikan ke dalam
cangkang kapsul. Ruang pengisian kapsul dilengkapi dengan dust collector,
untuk menghisap debu- debu yang menempel pada cangkang kapsul.
4. Polishing
Sebelum kapsul distrip, dilakukan polishing terlebih dahulu untuk
menghilangkan debu-debu yang menempel pada cangkang kapsul. Setelah
proses polishing, dilakukan In Process Control terhadap produk ruah yaitu uji
identifikasi keseragaman bobot, waktu hancur, disolusi, dan uji mutu meliputi
keseragaman kandungan dan kadar zat aktif.
5. Stripping
Setelah polishing maka kapsul siap distrip. Dalam proses penyetripan perlu
diperhatikan suhu sebagai parameter kritis yang mempengaruhi kualitas produk.
Setelah proses stripping, dilakukan In Process Control yaitu tes kebocoran strip
dan apabila tidak bocor, kapsul yang telah distrip siap dikemas.
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan PKL industry online yang telah dilaksanakan di Lembaga Farmasi
Pusat Keshatan Angkatan Darat pada tanggal 4 februari sampai dengan 25 februari 2021
dapat disimpulkan bahwa :
a. Pelaksanaan produksi dan di Lafi Pusat Keshatan Angkatan Darat telah menerapkan
aspek-aspek CPOB.
b. Produk yang diproduksi oleh Lafi Pusat Keshatan Angkatan Darat yaitu produk β-
lactam, sefalosporin dan produk non β-lactam.
5.2. Saran
Perlu penambahan personil pada setiap produksi untuk meningkatkan efektivitas
pada proses produksi karena beberapa personil harus merangkap ke beberapa bagian.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2018. Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor
HK.03.01.23.09.10.9030 tahun 2018 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor
HK.031.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2013). Petunjuk Teknis
Sarana Penunjang Kritis Industri Farmasi.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018 Tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Petunjuk Teknis Sarana
Penunjang Kritis Industri Farmasi
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi
Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. 2007. Peraturan
Kasad/219/XII/2007tentangOrganisasi dan Tugas Lembaga Farmasi Direktorat
Kesehatan TNIAD.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999 tentangPengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentangPekerjaan
Kefarmasian.
Pusat Kesehatan Angkatan Darat. 1960. Surat Keputusan DirekturKesehatanAngkatan
Darat No. KPTS/61/10/IX1960 tentang LaboratoriumKimia Angkatan Darat
(LKAD) dan Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi
Depot Obat Angkatan Darat (DOAD) disatukanmenjadi Lembaga Farmasi
Angkatan Darat (Lafiad).
Pusat Kesehatan Angkatan Darat. 2005. Surat Keputusan
KasadnomorSKEP/336/X/2005 tentang Pengadaan Barang atau Material danJasa
Logistik di Lingkungan TNI AD.
Pusat Kesehatan Angkatan Darat. 2006. Keputusan Kepala Staf AngkatanDaratNomor
Kep/28/IX/2006 tentang Struktur Organisasi Pusat KesehatanAngkatan Darat.
Pusat Kesehatan Angkatan Darat. 2007. Peraturan
Kasad/219/XII/2007tentangOrganisasi dan Tugas Lembaga Farmasi Pusat
Kesehatan TNI AD
Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.