Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN DI INDUSTRI FARMASI

MAHASISWA PROGRAM STUDI D III FARMASI


AKADEMI FARMASI TORAJA
BAGIAN PRODUKSI DI INDUSTRI FARMASI
LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT
JALAN GUDANG UTARA NOMOR 25-26 BANDUNG
(TANGGAL 4-25 FEBRUARI 2021)

Oleh :
Arlin Alfrianti (1805007)
Sonda Tangke Padang (1805011)
Enci Sriwulandari P. (1805008)
Mengetahui :
Pembimbing 1 Pembimbing II

Dr. T.P.H. Simorangkir, M.,Si., Apt. APT. Ayu Rana Esadini


Letkol Ckm (K) NRP 11940009051168
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN DI INDUSTRI FARMASI
MAHASISWA PROGRAM STUDI D III FARMASI
AKADEMI FARMASI TORAJA
BAGIAN PRODUKSI DI INDUSTRI FARMASI
LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT
JALAN GUDANG UTARA NOMOR 25-26 BANDUNG
(TANGGAL 3-25 FEBRUARI 2021)

Oleh :
Arlin Alfrianti (1805007)
Sonda Tangke Padang (1805011)
Enci Sriwulandari P. (1805008)
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN DI INDUSTRI FARMASI
MAHASISWA PROGRAM STUDI D III FARMASI
AKADEMI FARMASI TORAJA
BAGIAN PRODUKSI DI INDUSTRI FARMASI
LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT
JALAN GUDANG UTARA NOMOR 25-26 BANDUNG
(TANGGAL 3-25 FEBRUARI 2021)

Oleh :
Arlin Alfrianti (1805007)
Sonda Tangke Padang (1805011)
Enci Sriwulandari P. (1805008)
Mengetahui :
Pembimbing 1 Pembimbing II

Dr. T.P.H. Simorangkir, M.,Si., Apt. APT. Ayu Rana Esadini


Letkol Ckm (K) NRP 11940009051168
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja
Lapangan Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat, pada waktu yang telah
ditentukan. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di
program D3 Farmasi.
Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu dengan segala kerendahan hati hati,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut:
1. Ibu Apt. Estherina Allo Payung, S.Si.,Map.M selaku Direktur di Akademi Farmasi
Toraja.
2. Letnan Kolonel Ckm Dr. T.P.H. Simorangkir, M.,Si., Apt., selaku pembimbing
Praktek Kerja Lapangan di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat.
3. Ibu Apt. Ayu Rana Esadini, selaku pembimbing Praktek Kerja Lapangan di Kampus
Akademi Farmasi Toraja.

Praktikan menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyusunan laporan PKL ini jauh
dari kata sempurna, walaupun telah berusaha dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapakan guna penyempurnaan
penyusunan dan penulisan laporan selanjutnya agar laporan yang dibuat menjadi lebih
baik.
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembagunan kesehatan merupakan salah satu bagian dari pembagunan nasional.
Tujuan pembagunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi
setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal,baik secara
jasmani,rohani dan sosial sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum. Salah satu
sarana dalam melaksanakan tujuan pembagunan kesehatan adalah industry farmasi yang
merupakan tempat bagi apoteker untuk mengaplikasikan ilmu dan keahliannya selain
dirumah sakit,pemerintahan maupun apotek.
Industri farmasi merupakan suatu badan usaha yang secara resmi terdaftar dan
memiliki izin untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat dalam skala
yang besar. Produk obat yang berkualitas dipengaruhi oleh banyak faktor yang terlibat
dalam setiap prosesnya, mulai dari bahan baku, bahan kemas sampai dengan seluruh
peralatan yang berkaitan dengan proses produksi obat tersebut. Guna mendapatkan obat
yang bermutu (quality) baik, berefek (efficacy), serta aman (safety) saat digunakan maka
dibutuhkan suatu pedoman bagi industri farmasi sebagai pedoman dalam melakukan
proses produksi obat atau yang sering dikenal dengan istilah CPOB (Cara Pembuatan
Obat yang Baik).
CPOB menyangkut seluruh aspek produksi mulai dari manajemen mutu,
personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan
mutu, pemastian mutu, inspeksi diri, audit mutu, dan audit persetujuan pemasok,
penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk, dokumentasi,
pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi. Peran apoteker
dalam suatu industri farmasi sangatlah penting, dan apoteker terdapat dalam aspek
personalia CPOB dalam industri farmasi untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan.
Kedudukan apoteker juga diatur dalam CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab
produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sehingga seorang apoteker dituntut
untuk mempunyai wawasan, pengetahuan yang luas dan pengalaman praktis yang
memadai serta kemampuan dalam memimpin agar dapat mengatasi permasalahan-
permasalahan yang ada di industri farmasi.
2.1. Tujuan
Untuk meningkatkan wawasan pengetahuan,pengalaman,kemampuan dan
keterampilan didunia kerja
3.1. Manfaat
a. Menambah ilmu pengetahuan dan melatih keterampilan praktikan sesuai dengan
pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan di Akfar Toraja
b. Melatih kedisiplinan praktikan dan komitmen bekerja saat memasuki dunia kerja
yang sesungguhnya
c. Memberikan gambaran tentang kondisi lapangan pekerjaan yang sebenarnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Produksi


2.1.1 Defenisi Produksi
Produksi adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah,
membuat, mengemas dan mengubah bentuk sediaan farmasi dan alat kesehatan
(Anonim,2012).
2.1.2 Prinsip Produksi
Dalam Industri Farmasi, produksi harus dilakukan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan serta sesuai dengan ketentuan dari CPOB untuk menjamin produk yang
bermutu, serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Produksi dimulai
dengan pemilihan bahan baku sampai proses produksi yang akan menghasilkan produk
antara, produk ruahan, dan produk jadi.
Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan
sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan
distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila
perlu dicatat atau di dokumentasikan. Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat
berdampak merugikan terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan
kepada Bagian Pengawasan Mutu.
Selama proses pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau
mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau
penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor
bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahapan dalam setiap
proses produksi. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sebaiknya dihindarkan.
Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan tertulis dari kepala bagian
Pemastian Mutu dan bila perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu. Proses produksi
antara lain:
a. Bahan Awal
Bahan awal atau bahan baku dimulai dari seleksi, kualifikasi, persetujuan dan
pemeliharaan pemasok bahan awal serta pembelian dan penerimaannya. Setiap
bahan awal harus memenuhi spesifikasi dan diberi label sesuai dengan nama yang
dinyatakan dalam spesifikasi sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan. Untuk
setiap kiriman atau bets harus diberi nomor kiriman yang menunjukkan identitas
yang jelas. Pada tiap penerimaan bahan awal, dilakukan permeriksaan secara visual
tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, kemungkinan adanya
kerusakan bahan, kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok.
Dilakukan pengambilan sampel bahan awal untuk pengujian apakah sesuai dengan
spesifikasinya oleh bagian Pengawasan Mutu. Kiriman bahan awal harus
dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk dipakai oleh Kepala Bagian
Pengawasan Mutu.
Bahan awal yang diterima dan disimpan di area penyimpanan diberi label yang
jelas. Label dipasang oleh petugas yang ditunjuk oleh penanggung jawab
pengawasan mutu. Label harus setidaknya berisi nama bahan (bila perlu nomor kode
bahan), nomor bets/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan, status
bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak), tanggal
kadaluarsa/tanggal uji ulang bila diperlukan. Pemeriksaan persediaan bahan awal
harus selalu diperiksa secara berkala untuk meyakinkan bahwa wadah tertutup rapat
dan diberi label dengan benar dan dalam kondisi yang baik.
Bahan awal, khususnya yang dapat rusak karena paparan panas, hendaknya
proses penyimpanan dikendalikan suhunya secara ketat, untuk bahan yang peka
terhadap kelembabapan maupun cahaya, disimpan dengan kondisi yang tepat.
Penyerahan bahan awal dilakukan oleh personel yang berwenang dan catatan
mengenai persediaan bahan disimpan dengan baik agar rekonsilasi persediaan dapat
dilakukan. Setiap bahan dilakukan penimbangan dan diperiksa serta hasil
penimbangan tersebut dicatat kembali. Semua bahan awal yang ditolak diberi
penandaan yang mencolok, ditempatkan terpisah, dan bisa dimusnahkan atau
dikembalikan ke pemasoknya.
b. Validasi Proses
Validasi proses dilakukan untuk memperkuat pelaksanaan CPOB dan dilakukan
sesuai dengan prosedur yang ada. Hasil validasi dan kesimpulannya dicatat sebagai
dokumentasi. Untuk formula pembuatan atau metode preparasi baru diterapkan
hendaknya, mengambil langkah untuk membuktikan apakah prosedur baru tersebut
cocok untuk pelaksanaan produksi yang rutin. Untuk perubahan yang signifikan
juga perlu divalidasi. Menurut CPOB, perlu dilakukan re-validasi secara periodik
untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tetap (protap).

c. Pencegahan Pencemaran Silang


Risiko pencemaran pasti bisa terjadi dan bisa didapat dari pencemaran bahan
awal atau produk oleh bahan atau produk lain dimana pencemaran ini harus
dihindarkan. Pencemaran silang ini diperoleh akibat tidak terkendalinya debu, gas,
uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari
sisa-sisa bahan yang tertinggal pada alat serta dari pakaian kerja operator.
Pencemaran yang berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan sensitivitas
kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon tertentu, bahan
sitotoksik, dan bahan berpotensi tinggi.
Produk sediaan parenteral, sediaan dengan dosis besar, sediaan yang diberikan
dalam jangka waktu panjang berpotensi terpengaruh oleh pencemaran. Dalam
menghindarkan pencemaran silang ini, dapat dilakukan:
a. Produksi di dalam gedung terpisah (bagi produk seperti β-laktam, non β-laktam,
hormon, vaksin hidup, sediaan yang mengandung bakteri hidup, dan produk
biologi lainya serta produk darah).
b. Tersedianya ruang penyangga udara dan penghisap udara.
c. Memperkecil risiko pencemaran yang disebabkan oleh udara yang disirkulasi
ulang atau masuknya udara yang tidak diolah atau udara yang diolah secara tidak
memadai.
d. Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area dimana produk tersebut berisiko
tinggi terhadap pencemaran silang.
e. Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif.
f. Menggunakan sistem self-contained. Pengujian residu dan menggunakan label
status kebersihan pada alat.
g. Tindakan pencegahan terhadap pencemaran silang dan efektivitasnya diperiksa
secara berkala sesuai prosedur yang ditetapkan.
d. Sistem Penomoran Bets/Lot
Sistem penomoran bertujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk
antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran
selanjutnya harus saling berkaitan. Sistem penomoran harus menjamin bahwa
nomor tidak digunakan secara berulang. Alokasi nomor bets/lot segera dicatat dalam
suatu buku log. Catatan tersebut mencakup pemberian nomor, identitas produk dan
ukuran bets/lot yang bersangkutan.
e. Penimbangan/Penyerahan
Metode penanganan, penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan dan
produk tercakup dalam prosedur tertulis. Semua pengeluaran bahan dan produk
didokumentasikan. Bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan
yang boleh diserahkan apabila telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu. untuk
menghindarkan terjadinya kecampurbauran, pencemaran silang, hilangnya identitas,
maka bahan dan produk yang terkait dari satu bets/lot saja yang boleh ditempatkan
dalam area penyerahan.
Sebelum penimbangan dan penyerahan, tiap wadah bahan awal diperiksa
kebenaran dari penandaannya, termasuk label pelulusan dari Pengawasan Mutu.
Setelah penimbangan, penyerahan, dan penandaan, bahan dan produk-produk
tersebut diangkut dan disimpan dengan benar sehingga terjamin keutuhannya
sampai pengolahan berikutnya.
f. Pengembalian
Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan yang
dikembalikan ke tempat penyimpanan harus didokumentasikan dengan baik dan
direkonsiliasi. Semua bahan yang diperlukan untuk proses produksi tidak boleh
dikembalikan ke gudang, kecuali bila tidak memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan.
g. Pengolahan Produk Antara dan Produk Ruahan
Semua bahan dan peralatan yang akan digunakan harus diperiksa terlebih dahulu
sebelum digunakan. Peralatan hendaknya dinyatakan bersih secara tertulis sebelum
digunakan. Kondisi daerah pengolahan dipantau dan dikendalikan. Semua kegiatan
pengolahan harus mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan dan
penyimpangan yang terjadi wajib dipertanggung jawabkan dan dilaporkan.
Wadah dan penutup untuk bahan dan produk harus selalu bersih dan terbuat dari
bahan yang tepat, kemudian wadah dan peralatan yang berisi bahan dan produk
harus diberi label yang tepat. Semua produk diberi label yang tepat yang
menunjukkan tahap pengolahan. Seluruh pengawasan dalam proses harus dicatat
dengan akurat. Hasil sesungguhnya dari tahap pengolahan, harus dicatat dan
disesuaikan dengan hasil teoritis.
h. Bahan dan Produk Kering
Masalah debu dan pencemaran silang adalah masalah yang terjadi saat proses
produksi terjadi. Penggunaan sistem penghisap udara yang efektif dipasang dengan
letak pembuangan untuk mencegah penyebaran debu. Pemakaian alat penghisap
debu pada pembuatan tablet dan kapsul sangat dianjurkan. Produk juga harus
dilindungi dari pencemaran serpihan logam atau gelas serta mencegah tablet atau
kapsul tidak ada yang terselip atau tertinggal di dalam mesin.
i. Pencampuran dan Granulasi
Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk dilengkapi dengan sistem
pengendalian debu. Parameter operasional yang kritis, seperti waktu, suhu,
kecepatan untuk tiap proses produksi, harus tercantum dalam Dokumen Produksi
Induk. Untuk bahan yang berisiko tinggi atau yang dapat menimbulkan senstivitas
tinggi, digunakan kantong filter khusus bagi masing-masing produk. Pada
pembuatan dan penggunaan larutan atau suspensi dicegah terjadinya pencemaran
atau pertumbuhan mikroba.
j. Pencetakan Tablet
Mesin pencetak tablet dilengkapi dengan fasilitas pengendali debu yang
memadai, dilakukan pengendalian secara fisik, prosedural dan penandaan untuk
menghindari campur aduk antar produk. Untuk pemantauan bobot tablet selama
proses, diperlukan alat timbang yang telah ditara. Tablet yang diambil untuk diuji
tidak boleh dikembalikan dan tablet yang ditolak atau disingkirkan harus
ditempatkan dalam wadah yang ditandai dengan jelas serta dicatat pada Catatan
Pengolahan Bets. Sebelum digunakan, Punch and Dyes alat cetak harus diperiksa
kesesuaiannya terhadap spesifikasi.
k. Penyalutan
Udara yang dialirkan ke dalam panci penyalut untuk pengeringan, harus disaring
sehingga memiliki mutu yang tepat. Larutan penyalut digunakan dengan cara yang
tepat untuk mengurangi resiko pertumbuhan mikroba.
l. Pengisian Kapsul Keras
Kapsul kosong/cangkang kapsul diperlakukan sebagai bahan awal dan disimpan
dalam kondisi yang baik dimana dapat mencegah kekeringan dan kerapuhan atau
efek lain yang disebabkan oleh kelembaban.
m. Penandaan Tablet Salut dan Kapsul
Campur baur selama proses penandaan tablet salut dan kapsul, proses
pemeriksaan, penyortiran, dan pemolesan kapsul dan tablet salut harus dihindari.
Tinta yang digunakan untuk penandaan harus tinta yang memenuhi persyaratan
untuk bahan makanan atau food grade.
n. Produk Cair, Salep dan Krim
Produk cair, krim, dan salep mudah terkontaminasi, sehingga prosesnya harus
terlindung dari pencemaran. Untuk melindungi produk dari kontaminasi disarankan
memakai sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer dimana area produksi diberi
ventilasi yang efektif dengan udara yang disaring. Kualitas kimiawi dan
mikrobiologi air harus dipantau. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap proses
pencampuran dan proses akhir pengisian untuk memastikan kualitas produk. Jika
produk ruahan tidak segera dikemas maka waktu paling lama produk boleh
disimpan dan kondisi penyimpanan produk harus ditetapkan dan dipatuhi.
o. Bahan Pengemas
Pengadaan, penanganan dan pengawasan terhadap bahan pengemas primer dan
bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain perlu tindakan yang sama seperti pada
bahan awal. Bahan cetak disimpan dan diawasi dengan ketat, label lepas dan bahan
cetak lepas lain disimpan dan diangkut dalam wadah tertutup untuk menghindarkan
ketercampuran, serta bahan pengemas diserahkan pada personel yang berwenang.
Setiap penerimaan bahan pengemas primer diberi nomor spesifik sebagai identitas.
Bahan-bahan pengemas yang tidak berlaku dimusnahkan dan didokumentasikan.
p. Kegiatan Pengemasan
Proses pengisian dan penutupan langsung diberi label agar terhindar dari
kecampurbauran. Kegiatan pengemasan untuk membagi dan mengemas produk
ruahan menjadi produk jadi dan dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat.
Sebelum kegiatan pengemasan, dilakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa
area kerja dan peralatan telah bersih. Semua penerimaan produk ruahan, bahan
pengemas dan bahan cetak lain diperiksa dan diverifikasi kebenarannya terhadap
Prosedur Pengemasan Induk.
Label, karton dan bahan pengemas serta bahan cetak lain memerlukan
prakodifikasi dengan nomor bets/lot, tanggal kadaluarsa, dan informasi lainnya.
Proses prakodifikasi bahan pengemas dan bahan cetak lain dilakukan di area yang
terpisah dari kegiatan pengemasan lain serta dilakukan pemeriksaan sebelum
ditransfer ke area pengemasan. Pemerikaan kesiapan jalur segera sebelum
menempatkan bahan pengemas dan bahan cetak lain oleh personel dari bagian
pengemasan dilakukan untuk memastikan bahwa semua bahan dan produk yang
sudah dikemas dari kegiatan pengemasan sebelumnya telah disingkirkan dari jalur
pengemasan dan area sekitarnya, memeriksa kebersihan jalur dan area sekitarnya,
dan memastikan kebersihan peralatan yang akan dipakai.
Wadah yang dipakai untuk menyimpan produk ruahan, produk yang baru
sebagian dikemas diberi label atau penandaan. Wadah yang akan diisi hendaknya
diserahkan pada jalur atau tempat pengemasan yang bersih. Area pengemasan
dibersihkan secara teratur. Risiko kesalahan yang terjadi dalam pengemasan dapat
diperkecil dengan cara:
a. Menggunakan label
b. Pemberian penandaan bets pada jalur pemasangan label
c. Menggunakan alat pemindai dan penghitung label elektronis
d. Desain label dan bahan cetak lain sedemikian rupa
e. Pemeriksaan secara independen oleh Pengawasan Mutu selama dan pada akhir
proses pengemasan
Pengawasan pada jalur pengemasan selama proses pengawasan meliputi:
a. Tampilan kemasan secara umum
b. Kelengkapan umum
c. Kebenaran produk dan bahan pengemas yang dipakai
d. Kebeneran prakodifikasi
e. Monitoring pada jalur pengemasan yang berfungsi dengan benar
Pada tahap penyelesaian pengemasan, dilakukan pemeriksaan secara cermat
agar sesuai dengan Prosedur Pengemasan Induk. Hanya produk yang berasal dari
satu bets dari satu kegiatan pengemasan saja yang boleh ditempatkan pada satu
palet.
q. Pengawasan Selama Proses (In Process Control)
Dalam rangka memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur
tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang
harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk harus dilaksanakan sesuai
dengan metode yang telah disetujui oleh Kepala Bagian Manajemen Mutu. Selama
proses pengolahan dan pengemasan, diambil sampel pada awal, selama proses, dan
akhir proses serta hasil pengujiannya dicatat dan menjadi bagian dari catatan bets.
Spesifikasi pengawasan selama proses hendaknya konsisten dengan spesifikasi
produk, yang asalnya dari hasil rata-rata proses sebelumnya yang diterima dan bila
mungkin dari hasil estimasi variasi proses dan ditentukan dengan metode statistik
yang sesuai bila ada.
r. Bahan dan Produk yang Ditolak, Dipulihkan dan Dikembalikan
Bahan dan produk yang ditolak diberi penandaan jelas dan disimpan terpisah
diarea terlarang (Restricted Area). Bahan dan produk yang ditolak tersebut bisa
dimusnahkan, dikembalikan ke pemasok atau diolah ulang berdasarkan keputusan
Pengawasan Mutu.
s. Karantina dan Penyerahan Produk Jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan
ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Prosedur tertulis hendaklah
mencantumkan cara penyerahan produk jadi ke area karantina, cara penyimpanan
sambil menunggu pelulusan, persyaratan yang diperlukan untuk mempermudah
pelulusan, dan cara pemindahan selanjutnya ke gudang produk jadi. Area karantina
merupakan area terbatas hanya bagi personel yang diperlukan dan memiliki
wewenang pada area tersebut. Pelulusan akhir harus memenuhi sebagai berikut:
a. Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan
pengemasan
b. Sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah yang mencukupi
untuk pengujian di masa akan datang
c. Rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat diterima
d. Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil
pemeriksaan oleh Pengawasan Mutu
e. Produk Jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang tertera
pada dokumen penyerahan barang. Setelah pelulusan suatu bets/lot maka produk
tersebut dipindahkan dari area karantina ke gudang produk jadi. Sewaktu
menerima produk jadi maka dilakukan pencatatan pemasukan bets tersebut ke
dalam kartu stok.
t. Penyimpanan Bahan Awal, Bahan Pengemas, Produk Antara, Produk Ruahan, dan
Poduk Jadi
Bahan Produk hendaklah tidak diletakkan langsung di lantai dan dengan jarak
yang cukup terhadap sekelilingnya, serta hendaklah disimpan dengan kondisi
lingkungan yang sesuai. Tiap bets bahan awal, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi yang disimpan di area gudang hendaklah
mempunyai kartu stok, yang secara periodik direkonsiliasi.
a. Penyimpanan bahan awal dan bahan pengemasan Pemisahan secara fisik atau
cara lain yang tervalidasi (misalnya cara elektronik) hendaklah disediakan untuk
penyimpanan bahan atau produk yang ditolak, kadaluarsa, ditarik dari peredaran
atau obat atau bahan kembalian.Semua bahan awal dan bahan pengemas yang
diserahkan ke area penyimpanan hendaklah diperiksa kebenaran identitas,
kondisi wadah dan tanda pelulusan oleh bagian Pengawasan Mutu. Stok tertua
bahan awal dan bahan pengemas dan yang mempunyai tanggal kadaluarsa paling
dekat hendaklah digunakan terlebih dahulu sesuai dengan prinsip FIFO (First In
First Out) dan FEFO (First Expired First Out).
b. Penyiapan produk antara, produk ruahan, dan produk jadi hendaklah dikarantina
selama menunggu hasil uji mutu dan penentuan status.
BAB III
Ruang Lingkup Produksi

3.I Lokasi dan Sarana Produksi LAFI PUSKESAD


Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Puskesad) berlokasi di Jl.
Gudang Utara No. 25-26 Bandung.Lafi Puskesad memiliki tempat yang cukup luas dan
memiliki bangunan-bangunan produksi yang cukup memadai. Lafi Puskesad memiliki
beberapa gedung untuk melaksanakan fungsi produksi, yaitu :
1. Fasilitas gedung produksi β-laktam.
2. Fasilitas produksi non β-laktam.
3. Fasilitas produksi sefalosporin.
3.2 Jenis Produksi LAFI PUSKESAD
Jenis produk yang diproduksi oleh Lafi Puskesad memiliki beberapa jenis,
diantaranya berupa tablet, kaplet, sirup, dan injeksi. Beberapa obat yang diproduksi oleh
Lafi Puskesad antara lain:
Tabel 3.1 Daftar Produk LAFI PUSKESAD
Bentuk Sediaan Nama Sediaan
Kaplet  Amoxad 500
 Floxad
 Posntad
 Yudhavit
Tablet  Buscofiad
 Clofenad (Na Diklofenak 50mg)
 Dexad (Dexamethason 0,5 mg)
 Dextro 15 (Dextrometorphan HBr 15 mg)
 Fimol (Parasetamol 500mg)
 Infenad (Ibuprofen 200mg)
 Imodiad (Loperamida HCl 2mg)
 Lafihistin (Mebhidrolin Basa 50 mg)
 Lafitens (Kaptopril 25 mg)
 Metron (Metronidazole 500mg)
 Neo Lafimag
 Neodiare (Atapulgit 600mg)
 Neostopfluad
 Neuralgad
 Neurobiad
 Solvonad (Bromheksin HCl 8 mg)
 Sultrim
Kapsul  Sangobid

3.3 Kegiatan LAFI PUSKESAD


3.3.I Kegiatan Bagian Administrasi dan Logistik (Bagminlog)
Ada beberapa prosedur dalam administrasi obat di Lafi Puskesad yaitu,
Kabagminlog menerima wewenang dari Kalafi Puskesad untuk merencanakan
pengadaan barang untuk produksi obat Lafi Puskesad berdasarkan data yang didapatkan
dari Direktur Pembinaan Pelayanan Kesehatan (Dirbinyankes). Dirbinyankes adalah
bagian dari Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Puskesad) yang salah satu tugasnya
mengumpulkan data kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit yang berasal dari:
1. Laporan Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.
2. Kesehatan Daerah Militer (Kesdam).
3. Satuan Kesehatan (Satkes) di seluruh
Indonesia untuk prajurit, PNS TNI AD dan keluarganya.
Data tersebut dibuat Daftar Rencana Kebutuhan Obat Angkatan Darat (Renbut Obat
AD) yang disesuaikan dengan anggaran, sebagian dari kebutuhan obat juga dapat
diperoleh dengan cara membeli obat jadi dengan sistem pengadaan sesuai dengan
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang atau Jasa
Pemerintah.
Selanjutnya daftar obat yang akan diproduksi oleh Lafi Puskesad dianalisis dan
dievaluasi oleh Direktur Pembinaan Material Kesehatan (Dirbinmatkes) yang
dikoordinasikan bersama kabagminlog, rencana kebutuhan ini diperkirakan untuk
kondisi normal yang berisi informasi jenis dan jumlah bahan baku obat, bahan
pengemas, bahan penolong berdasarkan formula standar dan spesifikasi obat yang telah
ditentukan oleh Lafi Puskesad untuk 1 tahun. Sedangkan untuk kondisi khusus
diperlukan kebijakan pimpinan dan penanganan khusus. Jika telah disetujui kemudian
Renbut BBO (Bahan Baku Obat) tersebut dikirimkan kepada Kalafi Puskesad untuk
dibuat rencana produksi obat Lafi Puskesad.
Bagminlog juga berkoordinasi dengan instalasi lain yang mendukung proses
produksi, seperti Instalasi Produksi dalam penyediaan bahan pendukung produksi
(pembersih ruangan dan pakaian pelindung produksi: sepatu, baju, sandal, dll),
Instalwastu dalam penyediaan reagensia untuk kebutuhan pengujian, Instalhar dan
Sisjang dalam penyediaan dan pemeliharaan peralatan atau mesin, serta Instal Simpan
dalam hal sisa stok bahan baku obat tahun produksi sebelumnya. Bagminlog memiliki
tugas, yaitu:
1. Menyusun rencana kebutuhan (Renbut)
2. Menyusun rencana kebutuhan anggaran (RKA)
3. Menyusun rencana pengadaan
Pembelian dilakukan oleh Puskesad melalui tender (lelang), sesuai dengan
PERPRES No. 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah setiap
penggunaan uang negara harus melalui sistem pelelangan. Tender (lelang) ini dilakukan
untuk transparasi pembelian dan menghindari hal-hal seperti mark-up atau KKN antara
pejabat minlog dan supplier. Setelah lelang disetujui dibuatlah kontrak antara Puskesad
dengan PBF. Personil yang dapat melakukan pelelangan adalah personil yang memiliki
sertifikat pengadaan dan berasal dari unit satuan instalasi terkait.
Kainstalprod dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab
kepada Kalafi dan dalam melaksanakan setiap tugas sehari-harinya dikoordinasikan
oleh Wakalafi. Kegiatan produksi meliputi proses perencanaan, pengaturan,
pelaksanaan dan pengendalian. Produk obat yang dihasilkan oleh Lafi Puskesad berupa
produk β-laktam dan produk Non β-laktam. Ruangan produksi di Lafi Puskesad dibagi
menjadi beberapa bagian yaitu produksi β-laktam, produksi non β-laktam dan produksi
Sefalosporin.
Obat-obatan yang diproduksi oleh Lafi Puskesad tidak diperdagangkan untuk
masyarakat umum namun akan ada rencana untuk kedepan agar bisa bergabung dengan
program BPJS sehingga obat-obatan dapat dijangkau masyarakat luas, meskipun
demikian proses produksi tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman CPOB yang
dikeluarkan oleh Badan POM. Rencana produksi obat dibuat berdasarkan pada
banyaknya jenis obat yang diminta, jenis peralatan yang dimiliki (kapasitas dan
spesifikasi mesin), jumlah sumber daya manusia dan jam kerja serta waktu produksi
yang tersedia.
Semua proses produksi yang dilakukan, dicatat dan didokumentasikan dalam
Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets (Batch Record). Hal yang
diuraikan dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets adalah kode
produk, nama produk, nomor bets, besar bets, bentuk sediaan, kemasan dan tanggal
pengolahan atau pengemasan.
3.3.2 Kegiatan Instalasi Produk
Kegiatan produksi obat-obatan dilakukan oleh Instalasi Produksi. Produksi
hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten dalam hal ini seorang
Kepala Instalasi Produksi (Kainstalprod), dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat
berpangkat Letnan Kolonel Ckm (Apoteker). Kainstalprod dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh empat kepala seksi yang masing-masing dijabat oleh TNI
Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm, yang terdiri dari:
a. Kepala Seksi Sediaan Non β-Laktam (Kasidia Non Beta-laktam)
b. Kepala Seksi Sediaan β-Laktam (Kasidia Beta-laktam)
c. Kepala Seksi Sediaan Sefalosporin (Kasidia Sefalosporin)
d. Kepala Seksi Kemas (Kasi Kemas)
Kainstalprod dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab
kepada Kalafi dan dalam melaksanakan setiap tugas sehari-harinya dikoordinasikan
oleh WaKalafi. Kegiatan produksi meliputi proses perencanaan, pengaturan,
pelaksanaan dan pengendalian. Produk obat yang dihasilkan oleh Lafi Puskesad berupa
produk β-laktam dan produk Non β-laktam. Ruangan produksi di Lafi Puskesad dibagi
menjadi beberapa bagian yaitu produksi β-laktam, produksi non β-laktam dan produksi
Sefalosporin.
Obat-obatan yang diproduksi oleh Lafi Puskesad tidak diperdagangkan untuk
masyarakat umum namun akan ada rencana untuk kedepan agar bisa bergabung dengan
program BPJS sehingga obat-obatan dapat dijangkau masyarakat luas, meskipun
demikian proses produksi tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman CPOB yang
dikeluarkan oleh Badan POM. Rencana produksi obat dibuat berdasarkan pada
banyaknya jenis obat yang diminta, jenis peralatan yang dimiliki (kapasitas dan
spesifikasi mesin), jumlah sumber daya manusia dan jam kerja serta waktu produksi
yang tersedia.
Semua proses produksi yang dilakukan, dicatat dan didokumentasikan dalam
Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets (Batch Record). Hal yang
diuraikan dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets adalah kode
produk, nama produk, nomor bets, besar bets, bentuk sediaan, kemasan dan tanggal
pengolahan atau pengemasan.Selain itu, Catatan Pengolahan Bets juga menguraikan
mengenai komposisi, spesifikasi, peralatan, penimbangan, prosedur pengolahan dan
rekonsiliasi. Pada Catatan Pengemasan Bets diuraikan tentang pengemasan meliputi
penerimaan bahan pengemas, prosedur pengemasan primer, kesiapan jalur pengemasan
sekunder, prosedur pengemasan sekunder, hasil obat jadi, kelulusan oleh pengawasan
mutu, rekonsiliasi proses pengemasan dan pengiriman obat jadi ke instalsimpan.
Proses produksi dimulai dari penimbangan bahan baku yang akan digunakan dan
dikeluarkan dari Instalsimpan berdasarkan Catatan Pengolahan Bets dan Catatan
Pengemasan Bets untuk setiap produk. Barang yang telah dikeluarkan dari Instalsimpan
selanjutnya memasuki tahap pengolahan pada masing-masing seksi produksi, yaitu
seksi sediaan Non Beta-laktam, seksi sediaan Beta-laktam, dan seksi sediaan
Sefalosporin.
3.8.2.1 Seksi Sediaan Non β-Laktam
Seksi sediaan Non β-Laktam pada Lafi Puskesad memproduksi sediaan yang
terdiri dari sediaan padat dan sediaan cairan berupa oral dan obat luar. Adapun tata
ruang pada ruang produksi Non Beta-laktam di Lafi Puskesad terdiri dari:
1. Ruang Produksi Kelas G
a. Ruang ganti pria dan wanita
b. Gudang cairan
c. Gudang bahan pendukung
d. Gudang bahan baku
e. Ruang administrasi gudang
2. Ruang Produksi Kelas F
a. Ruang kemas sekunder
b. Ruang cuci botol
3. Ruang Produksi Kelas E
a. Ruang penimbangan
b. Ruang staging
c. Ruang produksi sediaan padat
d. Ruang produksi sediaan cairan obatdalam
e. Ruang produksi sediaan cairan obatluar
f. Ruangstripping
Antara ruang kelas kebersihan E dan F dibatasi dengan adanya buffer room.
Sistem tata udara pada fasilitas produksi Beta-laktam Lafi Puskesad menggunakan dua
Unit Penanganan Udara (Air Handling Unit/AHU) dimana koridor dijaga dengan
tekanan udara lebih tinggi daripada di dalam ruang produksi. Bangunan dan sarana di
LAFI AD telah memenuhi persyaratan CPOB.
A. Personil
Kepala bagian Produksi di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan
Darat (Lafi Puskesad) merupakan seorang Apoteker dimana sesuai dengan
ketentuan dalam CPOB. Personil untuk produksi sediaan non β-laktam dibagi
menjadi personil untuk produksi sediaan padat berjumlah 21 orang, untuk
produksi sediaan cair sebanyak 17 orang, serta personil dibagian pengemasan
sebanyak 14 orang. Personil bekerja sesuai dengan pembagian kerja masing-
masing pada jam kerja mulai pukul 08.00-12.00 dilanjutkan pukul 13.00-15.00.
Personil sebelum memasuki ruangan maka perlu memastikan bahwa
tubuhnya telah bersih dan siap untuk bekerja.Sebelum memasuki suatu ruangan
yang berbeda kelas harus melawati ruang antara atau buffer room. Untuk masuk
ke dalam ruang produksi, maka personil harus menggunakan alat pelindung diri
(APD) yang khusus untuk bekerja sesuai dengan kelas kebersihan.
B. Alur Produksi
Pada alur barang, bahan baku dan bahan tambahan untuk produksi
berasal dari Instalasi Penyimpanan. Bahan-bahan tersebut ditimbang sesuai
dengan formula yang ada. Seluruh proses yang terjadi pada bahan baku obat
mulai penimbangan hingga pengemasan dalam kemasan sekunder
didokumentasikan ke dalam batch record. Batch record merupakan catatan
batch dari awal penimbangan hingga produk jadi siap diedarkan. Batch record
terdiri dari 2 bagian yaitu: Catatan Pengolahan Batch dan Catatan Pengemasan
Batch.
1. Catatan Pengolahan Batch terdiri dari:
a. Formula standart obat
b. Spesifikasi
c. Peralatan
d. Tabel penimbangan
e. Prosedur pengolahan (tahapan proses dan hasil).Rekonsiliasi (proses
mencocokkan antara hasil teoritis dengan hasil nyata)
2. Catatan Pengemasan Batch terdiri dari:
a. Penerimaan bahan pengemas
b. Prosedur striping dan hasil
c. Kesiapan jalur pengemasan sekunder
d. Kesiapan jalur pelipatan brosur
e. Prosedur pengemasan sekunder
f. Hasil obat jadi
g. Rekonsiliasi
h. Pemeriksaan oleh wastu
i. Pengiriman obat jadi ke Instalasi Penyimpanan
Setiap alur proses pada Lafi Puskesad mengikuti prinsip one work flow.
Seluruh proses produksi berjalan sesuai urutannya dimana memastikan tidak ada
suatu proses yang harus kembali lagi ke ruang sebelumnya. Sistem tersebut
harus dibuat dengan baik agar seluruh proses dapat dilaksanakan dengan
memenuhi syarat klasifikasi ruangan dan urutan kerja pada bagian produksi.
Selain itu ruangan produksi di Lafi Puskesad dekat dengan Bagian Pengawasan
Mutu, sehingga hasil pemeriksaan sampel dan pemberian sampel dapat
berlangsung cepat sehingga akan mengurangi waktu perjalanan sampel.
C. Sediaan Padat
Pengolahan sediaan padat dimulai dari proses penimbangan hingga
pengemasan primer. Proses ini dilakukan di ruang kelas kebersihan E.
Sedangkan untuk proses pengemasan sekunder dilakukan di ruang kelas
kebersihan F. Selama proses produksi, seluruh proses mulai dari penimbangan
hingga pengemasan didokumentasikan dalam batch record.
Dalam melakukan setiap tahap proses produksi sediaan padat selalu
dilakukan pencucian alat dan pembersihan ruangan sebelum dan sesudah
melakukan proses. Kebersihan alat akan diperiksa oleh bagian Wastu dan
ditetapkan apakah ruangan dan alat tersebut layak untuk proses berikutnya. Bila
lulus pemeriksaan, alat akan diberi label bersih dimana label bersih tersebut
akan disertakan di dalam batch record sehingga seluruh proses akan terjamin
mutunya.
a. Sediaan tablet
Ruang produksi tablet terdiri dari ruang timbang, ruang mucilago,
ruang campur, ruang granulator, ruang pengering, ruang ayak, ruang cetak,
ruang penyalutan, ruang stripping, dan ruang cuci alat. Ruangan-ruangan ini
dilengkapi dengan lampu penerangan yang memadai, HVAC dengan
penghisap debu, dan lapisan epoksi pada dinding dan lantai setiap ruangan.
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan tablet diantaranya adalah
timbangan elektrik, mesin pembuat mucilago dengan energi panas dari uap,
mesin pencampur basah (super mixer), mesin pencampur kering (planetary
mixer), oven pengering, instrumen FBD, granulator, mesin cetak tablet,
mesin salut film, dan mesin strip tablet. Proses pembuatan tablet dimulai
dari:
1. Proses penimbangan bahan baku
Proses penimbangan dimulai dari penimbangan bahan aktif dan
bahan tambahan lainnya yang dibutuhkan dalam pembuatan tablet
dilakukan di ruang kelas E dan ditimbang oleh personel Instal simpan
minimal 2 (dua) orang, dimana 1 orang menimbang dan 1 orang
menyaksiksan. Parameter kritis dalam proses penimbangan adalah
kalibrasi timbangan agar didapatkan hasil penimbangan yang tepat.
Timbangan yang tidak tepat maka akan mempengaruhi mutu dari produk
jadi yang dihasilkan, selain itu juga diperlukan pengetahuan dan
pemahaman tentang protap penimbangan dari personil, agardiperoleh
hasil yang tepat.
Hasil penimbangan disimpan di dalam ruang staging yang disertai
dengan batch record dan label pada setiap bahannya. Jika ada bahan yang
tidak berlabel walau secara organoleptis diketahui apa zat itu oleh bagian
produksi, bahan tersebut tidak akan diambil dan dilanjutkan ketahap
selanjutnya, melainkan akan dikembalikan kepada bagian penimbangan
untuk dilakukan pemastian bahan.

2. Proses pembuatan bahan pengikat (mucilago)


Sejumlah tertentu gliserin dididihkan dalam tangki pemanas
double jacket. Setelah mendidih, dimasukkan sejumlah bahan pengawet
(misalnya: nipagin) kemudian diaduk hingga homogen. Setelah itu,
masukkan gelatin dan aduk homogen. Kemudian Amylum solani yang
sebelumnya sudah dikembangkan dimasukkan dalam gliserin sedikit demi
sedikit. Selanjutnya dilakukan pengadukan sampai terbentuk massa
bening. Pemilihan gliserin sebagai penghantar panas dikarenakan
karakteristik gliserin yang memiliki titik didih yang tinggi.
3. Proses pencampuran bahan berkhasiat dengan fase dalam
Bahan berkhasiat dicampurkan dengan fase dalam dan diaduk
sampai homogen. Saat mencampur melihat sifat bahan baku seperti
higroskopis, kristal, volumines, dan lain-lain, dicampur sedikit demi
sedikit. Parameter yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah jumlah,
putaran mesin, dan lama mencampur agar dihasilkan massa yang
homogen.
4. Proses granulasi basah
Setelah proses pencampuran bahan berkhasiat dengan fase dalam
dilakukan proses granulasi. Metode granulasi yang digunakan di Lafi
Puskesad adalah granulasi basah yaitu proses pembuatan granul dengan
cara membasahi bahan-bahan yang digunakan hingga menjadi masa
kempal.
5. Proses pengeringan
Massa yang telah diperoleh kemudian dikeringkan dalam oven
dengan suhu ± 40-50˚C selama 15 jam sampai terbentuk massa setengah
kering dengan kadar air kurang lebih 12% dan dengan kapasitas oven 500
kg. Parameter yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah suhu dan
waktu pengeringan.
6. Proses pengayakan
Massa setengah kering diayak dengan ayakan ukuran mesh
tertentu, tergantung dari jenis dan ukuran tablet.

7. Proses pengeringan
Massa yang telah diayak dikeringkan kembali di oven dengan
suhu dan waktu yang sama seperti pengeringan sebelumnya sampai
mencapai kadar air sekitar 2-5%, tergantung jenis tablet yang dibuat.
Proses pengeringan di bagian produksi sediaan padat dilakukan menjadi 2
tahap agar didapat granul yang memiliki permukaan yang rata sehingga
finest dust yang dihasilkan tidak banyak.
8. Proses pengayakan kedua
Massa yang telah kering dilakukan pengayakan kembali dengan
ayakan ukuran mesh tertentu sampai diperoleh massa granul. Misalnya
untuk tablet dengan ukuran 6,5 mm dan 7,5 mm menggunakan diameter
mesh 16 sedangkan untuk tablet dengan diameter 12 mm dan 13 mm
menggunakan mesh 10.
9. Pengawasan mutu granul
Terhadap granul yang telah dikeringkan dilakukan pengujian mutu
(IPC), yakni kadar air dan pemeriksaan susut pengeringan. Granul yang
memenuhi syarat dibuat massa cetak dengan penambahan fase luar dan
dilakukan IPC dengan mengambil sampel sebanyak 3 x 7,5 g untuk
dilakukan uji kadar oleh Instalwastu.
10. Proses pembuatan massa cetak granul
Granul yang telah lulus dalam uji mutu (IPC) kemudian dibuat
massa cetak dengan penambahan pelincir (untuk mengurangi
gesekanantar zat), pelicin (untuk mengurangi gesekan antara zat dengan
alat/mesin cetak) dan penghancur luar, lalu diaduk hingga homogen.
11. Pengawasan mutu
Massa cetak yang akan dicetak, sebelumnya dilakukan pengujian mutu
(IPC) terhadap homogenitas kadar zat aktifnya.
12. Proses pencetakan tablet
Massa cetak yang telah lulus uji mutu kemudian dicetak dengan mesin
cetak tablet yang sebelumnya telah disesuaikan dengan ukuran dan
diameter tablet yang akan dibuat. Selama proses pencetakan harus
diperhatikan kekerasan, ketebalan, dan keragaman bobot tablet, kemudian
hasil cetak tersebut dialirkan ke dalam alat deduster untuk menghilangkan
debu/fines yang masih ada pada permukaan tablet. Parameter yang harus
diperhatikan pada tahap ini adalah kecepatan putaran dan tekanan.
13. Pengawasan mutu tablet
Selama pencetakan, dilakukan IPC di ruang produksi terhadap sisi kanan
dan kiri mesin cetak yang meliputi keragaman bobot, kekerasan tablet dan
ketebalan tablet sedangkan pengujian mutu oleh Instalwastu meliputi uji
waktu hancur, keregasan, diameter, tebal, kekerasan, keragaman bobot
tablet, kadar bahan aktif, dan uji disolusi untuk tablet tertentu pada hasil
pencetakan.
Sampling IPC tablet dilakukan setiap 15 menit sekali. Setiap 15
menit dilakukan IPC kepada tablet hasil cetak dengan menimbang bobot
dari 10 tablet kanan dan kiri kemudian melihat dan mencatatnya di batch
record apakah masuk spesifikasi yang sudah ditetapkan dan cek
kekerasan dan ketebalan dari tablet.
Bila tidak memenuhi spesifikasi maka akan dilakukan
penyesuaian dan cek kinerja mesin cetak. Masalah yang sering dihadapi
ketika proses cetak adalah capping, yaitu rusaknya tablet sehingga tablet
yang dihasilkan tidak memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan.
Capping dapat disebabkan oleh proses pengeringan yang tidak baik
sehingga kadar air tidak sesuai dan mempengaruhi dalam proses
pencetakan. Sebanyak 50 tablet dikirim ke Instalwastu untuk dilakukan
uji kualitas dari tablet yang dicetak sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan di batch record.
14. Proses penyalutan
Pada proses penyalutan, parameter yang harus diperhatikan adalah suhu,
ketebalan, tekanan spray gun, frekuensi penyemprotan, lubang
penyemprotan, waktu penyemprotan, jarak penyemprotan, keseragaman
warna dan kecepatan pemutaran panci. Sedangkan untuk tablet yang tidak
disalut, langsung dikemas (stripping).
15. Pengawasan mutu
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap tablet salut adalah penampilan,
waktu hancur, ketebalan dan keragaman bobot. Pengujian mutu yang
dilakukan di ruang produksi terhadap hasil stripping meliputi uji
kebocoran strip secara visual, penandaan ED (Expiration Date) dan
nomor batch setiap 30 menit sekali. Tablet yang telah distrip akan dikirim
ke Seksi Kemas untuk dikemas sekunder, lalu obat jadi dikirim ke
Instalsimpan. Untuk pembuatan tablet dengan metode cetak langsung
dimulai dari proses penimbangan bahan baku, selanjutnya mengikuti
proses pencampuran massa cetak sampai dengan proses penyetripan dan
pengemasan tanpa melalui proses granulasi.
16. Proses stripping
Tablet salut ataupun tablet biasa yang telah lulus uji mutu, distrip dengan
menggunakan bahan pengemas Polycellonium sebagai kemasan primer,
dengan suhu mesin ± 80°-100°C. Hal yang perlu diperhatikan dalam
proses penyetripan yaitu sebelum digunakan sealing roller pada mesin
stripping harus dipanaskan terlebih dahulu. Suhu mesin tidak boleh
terlalu rendah karena akan menyebabkan kemasan tidak dapat melekat
satu sama lain dan juga tidak boleh terlalu tinggi karena akan
menyebabkan perlekatan yang buruk atau pelelehan pada stripnya. Selain
suhu yang digunakan, hal yang perlu diperhatikan adalah kecepatan.
D. Sediaan Cair
1. Sediaan sirup
Sediaan sirup terdiri dari ruang pencucian botol, ruang penimbangan,
ruang staging, ruang pencampuran, ruang pengisian dan pengemasan primer,
ruang pengemasan sekunder, dan ruang pencucian alat. Peralatan yang
digunakan antara lain mixer, colloid mill, panci double jacket, drum stainless,
mesin pengisi sirup, penutup botol, dan pemasangan etiket yang merupakan
satu rangkaian (In Line Process). Proses pembuatan sirup yakni:
a. Penimbangan bahan baku
Proses penimbangan bahan baku dan bahan tambahan lainnya
dilakukan di ruang kelas E. Proses penimbangan dilakukan oleh minimal
2 (dua) orang personel Instalsimpan dimana 1 orang menimbang dan 1
orang menyaksikan. Hasil penimbangan dikelompokan sesuai masing-
masing batch, kemudian disimpan dalam 1 kotak di ruang staging dengan
keterangan yang lengkap pada semua bahan serta catatan batch record.
b. Penyiapan kemasan primer
Botol yang digunakan merupakan botol yang sudah bersih yang
dicuci dengan aqua demineralisata dan dikeringkan di oven 900°C selama
4 jam. Pencucian botol dilakukan pada kelas F dan pengisian dilakukan
pada kelas E, sehingga di Lafi Puskesad oven yang digunakan untuk
pengeringan botol adalah oven double door, yang dapat dibuka dari 2 sisi.
c. Pembuatan larutan gula pekat (syrupus simplex)
Pembuatan larutan gula dilakukan dalam panci double jacket, di
mana bahan baku dilarutkan dengan cara dipanaskan menggunakan
pemanas dengan pemanas cair gliserin.
d. Pencampuran
Bahan yang telah ditimbang dalam ruang staging diambil untuk
selanjutnya diproses di ruang pencampuran. Zat aktif dan zat tambahan
lain (zat pewarna dan pengawet) yang telah ditimbang, masing-masing
dilarutkan dalam pelarut yang sesuai sampai larut sempurna, kemudian
dicampur dengan larutan gula pekat. Essence ditambahkan di akhir
pencampuran dan dalam keadaan dingin. Selanjutnya ditambahkan air
sampai tanda batas yang telah ditentukan sesuai dengan volume yang
diinginkan.
e. Pengawasan mutu
Pengujian mutu (IPC) dilakukan terhadap hasil pencampuran yang
terdiri dari uji homogenitas larutan, kadar zat aktif, pH, dan berat jenis.
f. Pengisian, penutupan, dan labeling.
Setelah lulus uji mutu maka dapat dilakukan proses pengisian,
penutupan dan pemberian etiket atau label. Proses tersebut dilakukan
dengan menggunakan mesin ban berjalan yang bekerja secara semi
otomatis. Pada proses ini dikontrol setiap 15 menit terhadap keseragaman
volume, hasil penutupan, dan pemasangan label.

g. Pengemasan sekunder
Setelah pengemasan primer, maka botol di biarkan jalan melalui
pass box ke pengemasan sekunder, diberi label dan kemudian dimasukkan
ke dalam kardus yang berisi 25 botol, diambil 1 dus produk untuk
dijadikan sampel pertinggal.
h. Pengawasan mutu
Pemeriksaan mutu terhadap produk yang telah dikemas meliputi
keseragaman isi atau volume, kadar zat aktif, pH larutan, dan bobot jenis.
Setelah lulus uji mutu, dilakukan proses pengemasan untuk kemudian
obat jadi diserahkan ke Instalsimpan.
3.8.2.2 Seksi sediaan ꞵ-Lactam
A. Gedung
Gedung produksi Beta-laktam diletakkan terpisah dengan gedung produksi
non β-laktam dengan tujuan untuk mencegah hipersensitivitas yang dapat
menyebabkan reaksi syok anafilaksis dan kontaminasi silang (cross contamination).
Gedung produksi β-laktam di Lafi Puskesad telah dilengkapi dengan sistem
pengaturan udara (Air Handling System), air washer, air shower, ruang penyangga
(air lock), lantai, dinding, dan langit-langit yang dilapisi oleh bahan epoksi.
B. Ruangan
Ruangan untuk produksi sediaan β-laktam terdiri dari:
1. Ruang kelas E khusus, yaitu ruangan untuk pengolahan produk peroral.
2. Ruang kelas F, yaitu ruangan untuk pengemasan sekunder.
3. Ruang kelas G, yaitu ruangan untuk gudang Bahan Baku Obat (BBO) dan bahan
kemas.
C. Kelas Kebersihan
Ruangan untuk produksi sediaan Beta-laktam dapat dilihat dari sistem
pengaturan udara (Air Handling System/AHS):
a. Spesifikasi ruang kelas E, penambahan udara segar (fresh air) sebanyak 10- 20%
dengan efisiensi saringan udara 99,95%, suhu ruangan 23-27°C dan RH antara 40-
70%.
b. Spesifikasi ruang kelas F, suhu ruang pengemasan sekunder 23- 27°C.
c. Spesifikasi ruang kelas G, suhu ruang/suhu kamar.
D. Personel
1. Sediaan Kaplet
Proses produksi kaplet golongan Beta-laktam dilakukan dengan metode cetak
langsung. Cetak langsung dimulai dari proses penimbangan bahan baku selanjutnya
proses pencampuran massa cetak sampai dengan proses penyetripan dan
pengemasan. Setelah dilakukan proses pencampuran dilanjutkan dengan uji
homogenitas terhadap bahan yang dicampur, serta dilakukan uji keseragaman bobot
terhadap kaplet yang telah dicetak. Pada saat proses penyetripan dilakukan uji
kebocoran strip, setelah lulus uji maka dapat dilakukan tahap penyelesaian yang
disebut finishing good (dilakukan proses pengepakan/pengemasan sekunder).
2. Sediaan Kapsul
Proses pembuatan kapsul pada seksi sediaan beta-laktam sama seperti proses
pembuatan kapsul pada seksi sediaan Non Beta-laktam. Ruang produksi sediaan
kapsul terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian, polishing serta ruang
stripping. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan kapsul antara lain mesin
campur, mesin pengisi kapsul, mesin polishing dan mesin stripping. Proses
pembuatan sediaan kapsul secara umum adalah sebagai berikut :
1. Penimbangan bahan baku
Penimbangan bahan baku kapsul dilakukan di ruang timbang.
2. Pencampuran
Setelah semua bahan ditimbang, dilakukan proses pencampuran hingga
homogen. Ada beberapa bahan-bahan tertentu harus terlebih dahulu digranulasi
sebelum diisikan ke dalam cangkang kapsul untuk memperbaiki sifat alirnya.
Setelah proses pencampuran, dilakukan In Process Control terhadap
homogenitas produk antara dan kadar zat aktif.
3. Pengisian kapsul
Setelah diluluskan oleh Instalwastu maka massa kapsul diisikan ke dalam
cangkang kapsul. Ruang pengisian kapsul dilengkapi dengan dust collector,
untuk menghisap debu- debu yang menempel pada cangkang kapsul.
4. Polishing
Sebelum kapsul distrip, dilakukan polishing terlebih dahulu untuk
menghilangkan debu-debu yang menempel pada cangkang kapsul. Setelah
proses polishing, dilakukan In Process Control terhadap produk ruah yaitu uji
identifikasi keseragaman bobot, waktu hancur, disolusi, dan uji mutu meliputi
keseragaman kandungan dan kadar zat aktif.
5. Stripping
Setelah polishing maka kapsul siap distrip. Dalam proses penyetripan perlu
diperhatikan suhu sebagai parameter kritis yang mempengaruhi kualitas produk.
Setelah proses stripping, dilakukan In Process Control yaitu tes kebocoran strip
dan apabila tidak bocor, kapsul yang telah distrip siap dikemas.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.I Instalasi Produksi


Produksi merupakan suatu kegiatan yang meliputi pengolahan bahan baku
menjadi produk ruahan dan pengemasan produk ruahan menjadi produk jadi. Obat-
obatan yang diproduksi oleh Lafi Puskesad tidak diperdagangkan untuk masyarakat
umum, meskipun demikian proses produksi tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman
CPOB yang dikeluarkan oleh Badan POM agar produk yang dihasilkan memiliki mutu
yang terjamin.Lafi Puskesad memiliki gedung produksi untuk obat golongan β-laktam
dan non β-laktam. Gedung produksi obat β-laktam dibagi menjadi dua bagian yaitu
Penisilin dan Sefalosporin.
4.I.1 Gedung Produksi Non β-Laktam
Kegiatan produksi non β-laktam dijabat oleh seorang apoteker. Pada tata ruang
produksi Non β-laktam di Puskesad terdiri dari beberapa ruangan yaitu:
- Ruang Kelas G yaitu ruang ganti pakaian pria dan wanita serta gudang bahan awal
dan obat jadi.
- Ruang Kelas F yaitu ruang pengemasan sekunder.
- Ruang Kelas E yaitu ruang pengolahan dan pengemasan primer obat non steril.
- Antara ruang kelas kebersihan E dan F dibatasi dengan adanya buffer room.
Sistem tata udara pada fasilitas produksi Non β-laktam Puskesad menggunakan 2 Unit
Penanganan Udara (Air Handling Unit/AHU) di mana koridor dijaga dengan tekanan
udara lebih tinggi daripada di dalam ruang produksi. Bangunan dan sarana di Lafi
Puskesad telah memenuhi persyaratan CPOB.
 Alur Proses Pada Gedung Produksi
Sebelum personil mem8asuki ruangan maka perlu memastikan bahwa tubuhnya
telah bersih dan siap untuk bekerja. Sebelum memasuki suatu ruangan yang berbeda
kelas harus melawati ruang antara atau buffer room. Untuk masuk ke dalam ruang
produksi, maka personil harus menggunakan alat pelindung diri (APD) yang khusus
untuk bekerja sesuai dengan kelas kebersihan. Pada alur barang, bahan baku dan
bahan tambahan untuk produksi berasal dari Instalasi Penyimpanan.
Seluruh proses yang terjadi pada bahan baku obat mulai penimbangan hingga
pengemasan dalam kemasan sekunder didokumentasikan ke dalam batch record.
Batch record merupakan catatan batch dari awal penimbangan hingga produk jadi
siap diedarkan. Batch record terdiri dari 2 bagian yaitu Catatan Pengolahan Batch
dan Catatan Pengemasan Batch.
Alur proses pada Lafi Puskesad telah mengikuti prinsip one work flow yang berarti
seluruh proses produksi berjalan sesuai urutannya dimana tidak ada suatu proses
yang harus kembali lagi ke ruang sebelumnya. Sistem tersebut harus dibuat dengan
baik agar seluruh proses dapat dilaksanakan dengan memenuhi syarat klasifikasi
ruangan dan urutan kerja pada bagian produksi.
Hasil observasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa bagian produksi di Lafi
Puskesad telah memenuhi syarat CPOB karena alur kerja di Lafi Puskesad telah
sesuai dengan urutan proses produksi dan memenuhi syarat ruangan. Selain itu
ruangan produksi di Lafi Puskesad dekat dengan Bagian Pengawasan Mutu, sehingga
hasil pemeriksaan sampel dan pemberian sampel dapat berlangsung cepat dengan
mengurangi waktu perjalanan sampel.

A.3.1 Gedung Produksi β-Laktam (Penisilin)


Gedung produksi produk β-laktam diletakkan terpisah dengan gedung
produksi non β-laktam dengan tujuan untuk mencegah hipersensitifitas dan
kontaminasi silang (cross contamination). Personel yang bekerja di ruang β-
laktam diharuskan menggunakan pakaian khusus, lengkap dengan
perlengkapannya yang berupa masker, penutup kepala, sepatu, dan sarung
tangan sesuai dengan tempat atau ruangan dimana personel melakukan tugasnya
untuk mencegah hipersensitivitas dan kontaminasi silang baik kontaminasi
personel terhadap sediaan ataupun sebaliknya.
 Kepala:
Kegiatan produksi β-laktam dijabat oleh seorang apoteker.
 Bangunan dan Fasilitas:
Gedung produksi produk β-laktam di Lafi Puskesad telah dilengkapi
dengan sistem pengaturan udara (Air Handling System), air washer, air
shower, dan ruang penyangga, serta air lock, selain itu lantai, dinding, dan
langit-langit telah dilapisi oleh bahan epoksi.
Untuk mencegah kontaminasi dari luar dan agar kontaminan β-laktam
tidak terbawa keluar dari gedung produksi, maka dilengkapi dengan ruang
antara yang memiliki perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan yang
dimaksudkan adalah tekanan yang ada di koridor lebih tinggi (positif)
dibandingkan tekanan dalam ruangan produksi.
 Alur Proses Pada Gedung Produksi
Setelah memasuki ruang pengolahan β-laktam personel melewati air
shower yang dengan tujuan untuk menghindari adanya partikel-partikel β-
laktam keluar dari ruang produksi dan menghilangkan partikel-partikel
pengotor yang melekat pada pakaian. Personel keluar dari ruang pengolahan
β-laktam terlebih dahulu melewati air shower kembali kemudian personel
diharuskan untuk mandi.
 Produk yang Diproduksi
Sediaan β-laktam meliputi sediaan kaplet, kapsul, dan sirup kering.

A.3.2 Gedung Produksi β-Laktam (Sefalosporin)


 Kepala:
Kegiatan produksi β-laktam dijabat oleh seorang apoteker.
 Bangunan dan Fasilitas:
Gedung produksi sefalosporin belum berproduksi dikarenakan fasilitas
bangunan beserta prasarana masih dalam tahap sertifikasi ke BPOM agar
dapat melakukan produksi. Namun, fasilitas bangunan beserta prasaran
untuk sediaan injeksi alat sterilnya sudah tersedia, bangunan sudah jadi,
dalam tahap validasi Heating, Ventilation, and Air Conditioning (HVAC).
Ruangan untuk produksi sediaan injeksi sefalosforin terdiri dari:
- Ruangan kelas A merupakan ruang di dalam cubicle untuk pengisian
serbuk injeksi yang dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF) dan
HEPA filter. Di ruang ini terdapat juga ruang antara yang dilengkapi
dengan air lock in dan air lock out.
- Ruang kelas B merupakan latar belakang kelas A.
- Ruang kelas C merupakan ruangan bersih untuk melakukan tahap
pembuatan produk steril dengan tingkat risiko lebih rendah.
- Ruang kelas antara untuk mengganti pakaian.
- Ruang kelas D, merupakan ruang pencucian vial/kemasan primer, dan
ruang penutupan vial.
- Ruang kelas F, merupakan ruangan untuk pengemasan sekunder.
- Ruang kelas G, adalah ruangan untuk gudang bahan baku obat, bahan
kemas dan obat jadi.
Dalam ruangan produksi dilengkapi dengan Sistem pengaturan udara
(Air Handling System). Untuk ruang kelas A adalah dengan sistem tertutup
(closed system). Spesifikasi ruang kelas B hampir sama dengan kelas A,
namun ada penambahan udara segar (fresh air). Hal ini dimaksudkan karena
ruang kelas B merupakan ruang kerja personil sehingga membutuhkan
udara segar yang lebih banyak. Ruang kelas C dan D menggunakan fresh
air.
Secara umum, udara kotor di dalam ruangan disedot melalui grill outlet
kemudian disaring dengan beberapa filter yakni pre filter dan medium filter.
Khusus untuk ruang kelas B ditambah HEPA filter. Udara segar (air fresh)
yang berasal dari luar ruangan mengalami proses yang sama. Sebelum
masuk ke dalam ruangan, udara segar yang telah disaring dan udara yang
berasal dari grill outlet yang juga telah disaring akan dicampur dan
melewari filter lagi sebelum akhirnya masuk ke ruangan melewati grill
inlet.
 Produk yang Diproduksi
Produksi yang direncanakan untuk sediaan sefalosporin yang akan
diproduksi Lafi Puskesad adalah sediaan injeksi sefalosporin generasi ketiga
(Cefiksim dan Ceftriakson).

BAB V
PEMBAHASAN

Lafi Ditkesat merupakan badan pe;laksana pusat di tingkat Ditkesat yang


bertugas membantu Dirkesat dalam memproduksi obat-obatan, administrasi logistic,
penyimpanan dan pendistribusian material kesehatan, pemeriksaan laboratorium
terhadap bahan-bahan farmasi dan obat jadi, penelitian dan pengembangan serta tugas-
tugas lain yang ditentukan oleh Dirkesat. Lafi Ditkesat memiliki kebijakan dan alur
kerja berdasarkan komando sehingga berbeda dengan prosedur dan manajemen industry
farmasi lain.
Ditkesat mempunyai tugas pokok dalam memberikan pelayanan kesehatan dan
dukungan kesehatan untuk kepentingan TNI AD, PNS dan keluarganya. Sebagai
industry farmasi Lafi Ditkesat dituntut untuk menghasilkan obat jadi yang bermutu
tinggi, aman dan berkhasiat meskipun obat-obat tersebut untuk kebutuhan TNI AD dan
tidak untuk dipasarkan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen.
Untuk menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan dalam proses
produksinya Lafi Ditkesat selalu mengacu pada CPOB. Sertifikasi dilakukan oleh
BPOM dan merupaka pengakuan BPOM kepada industry farmasi yang menjalankan
prinsip CPOB yang telah ditetapkan.
Obat-obat yang diproduksi Lafi Ditkesat adalah berdasarkan pertimbangan
“Make Or Buy”, diproduksi di Lafi Ditkesat bila secara ekonomis menguntungkan.
Pembelian obat dilaksanakan bila biaya pembelian lebih murah dari pada biaya
produksi. Obat yang diprosuksi Lafi Ditkesat merupakan “Me to product” yaitu dengan
mencontoh sediaan yang telah beredar dipasaran. Obat yang diproduksi tidak
didaftarkan ke depkes RI karena hanya digunakan di lingkungan intern TNI angkatan
Darat.
Pelaksanaan produksi telah mengikuti protap yang berisis prosedur pengolahan
dan pengemasan induk yang disertai pemeriksaan dan pengawasan mutu dimulai dari
penyediaan bahan baku, tahapan produksi, tahap pengemasan sampai obat siap
didistribusikan. Setipa produk yang akan diproduksi telah memiliki catatan pengolahan
bets tersendiri sehingga produk yang dihasilkan diharapkan dapat memenuhi spesifikasi
yang telah ditentukan. Setiap personil yang terlibat dalam proses produksi telah
menyadari akan pentingnya mengikuti petunjuk catatan pengolahan dan pengemasan
bets. Penerapan kedisiplinan setiap personil produksi untuk mencatat semua kegiatan
selama proses produksi berlangsung pada catatan pengolhan dan pengemasan bets
sangat diperlukan karena merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawabnya.
Dalam tiap alur produksi terhadap parameter kritis yang harus diperhatikan
seperti proses pencampuran (homogenitas dan lamanya pencampuran), proses granulasi
(frekuensi fibrasi dan lamanya granulasi), proses pengeringan (suhu dan durasi), proses
pencetakan tablet (gaya tekan mesin cetak) dan proses stripping (suhu dan kecepatan).
Berdasarkan CPOB parameter kritiss ini didokumentasikan dalam dokumen produksi
induk, dipantau selama proses berlangsung dan dicatat dalam catatan pengolahan dan
pengemasan induk. Hal ini telah dilaksanakan oleh Lafi Ditkesat namun diperlukan
suatau sistem yang dapat memudahkan dalam pemantauan, pencarian data dan
penelusuran informasi.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan PKL industry online yang telah dilaksanakan di Lembaga Farmasi
Pusat Keshatan Angkatan Darat pada tanggal 4 februari sampai dengan 25 februari 2021
dapat disimpulkan bahwa :
a. Pelaksanaan produksi dan di Lafi Pusat Keshatan Angkatan Darat telah menerapkan
aspek-aspek CPOB.
b. Produk yang diproduksi oleh Lafi Pusat Keshatan Angkatan Darat yaitu produk β-
lactam, sefalosporin dan produk non β-lactam.
5.2. Saran
Perlu penambahan personil pada setiap produksi untuk meningkatkan efektivitas
pada proses produksi karena beberapa personil harus merangkap ke beberapa bagian.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2018. Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor
HK.03.01.23.09.10.9030 tahun 2018 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor
HK.031.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2013). Petunjuk Teknis
Sarana Penunjang Kritis Industri Farmasi.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018 Tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Petunjuk Teknis Sarana
Penunjang Kritis Industri Farmasi
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi
Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. 2007. Peraturan
Kasad/219/XII/2007tentangOrganisasi dan Tugas Lembaga Farmasi Direktorat
Kesehatan TNIAD.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999 tentangPengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentangPekerjaan
Kefarmasian.
Pusat Kesehatan Angkatan Darat. 1960. Surat Keputusan DirekturKesehatanAngkatan
Darat No. KPTS/61/10/IX1960 tentang LaboratoriumKimia Angkatan Darat
(LKAD) dan Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi
Depot Obat Angkatan Darat (DOAD) disatukanmenjadi Lembaga Farmasi
Angkatan Darat (Lafiad).
Pusat Kesehatan Angkatan Darat. 2005. Surat Keputusan
KasadnomorSKEP/336/X/2005 tentang Pengadaan Barang atau Material danJasa
Logistik di Lingkungan TNI AD.
Pusat Kesehatan Angkatan Darat. 2006. Keputusan Kepala Staf AngkatanDaratNomor
Kep/28/IX/2006 tentang Struktur Organisasi Pusat KesehatanAngkatan Darat.
Pusat Kesehatan Angkatan Darat. 2007. Peraturan
Kasad/219/XII/2007tentangOrganisasi dan Tugas Lembaga Farmasi Pusat
Kesehatan TNI AD
Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai