Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL PENELITIAN

EVALUASI PENERAPAN SISTEM ONCE DAILY DOSE


DISPENSING (ODD) DI INSTALASI FARMASIRAWAT INAP
RUMAH SAKIT BHINEKA BAKTI HUSADA
TANGERANG SELATAN
PERIODE SEPTEMBER 2019 – OKTOBER 2019

Untuk Memenuhi Syarat Guna


Memperoleh Gelar Ahli Madya Farmasi

Diajukan Oleh:

NURAINI WIDYA WULANDARI

17067

AKADEMI FARMASI BHUMI HUSADA

JAKARTA

2019
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah, saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan

Karya Tulis Akhir ini dengan judul Evaluasi Penerapan Sistem Once Daily

Dose Dispensing (ODD) di Instalasi Farmasi Rawat Inap Rumah Sakit

Bhineka Bakti Husada Tangerang Selatan Periode September 2019 –

Oktober 2019

Karya Tulis Akhir ini merupakan salah satu persyaratan akademik yang

harus dipenuhi oleh mahasiswa/i untuk memperoleh gelar Ahli Madya

Farmasi. Penulis menyadari masih banyak keterbatasan dan kekurangan

yang ada selama melakukan penulisan, oleh karena itu segala dukungan

bantuan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya penyusunan

Karya Tulis Akhir ini dapat terselesaikan. Saya juga ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Dra. Chusun, M.Kes, Apt, selaku Pembimbing I sekaligus Direktur

Akademi Farmasi Bhumi Husada Jakarta.

2. Dra. Kusbandimah Hadisantoso, selaku ketua program studi di

Akademi Farmasi Bhumi Husada Jakarta.

3. Ibu Sonia Zulfa Deshi Danuz, S.Far., Apt selaki pembimbing II di

Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada.

i
4. Orang tua dan adik yang telah memberi dukungan dan doanya.

5. Seluruh staf Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bhineka Bakti

Husada yang turut membantu selama proses pembuatan karya tulis ini.

6. Teman-teman Akademi Farmasi Bhumi Husada Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun Karya Tulis ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun.

Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Jakarta, 2019

Nuraini Widya Wulandari

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tugas utama instalasi farmasi rumah sakit adalah pengelolaan mulai

dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan,

pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian

semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah

sakit, baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan mau pun untuk

semua unit termasuk poliklinik rumah sakit (Siregar dan Amalia, 2004).

Salah satu kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis pakai adalah sistem pendistribusian. Distribusi

merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka

menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit

pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah,

dan ketepatan waktu.IFRS harus menentukan sistem distribusi yang

dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan

farmasi dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan.(Buku FRS)

Penggunaan sistem ditribusi yang diterapkan di instalasi farmasi Rumah

Sakit Bhineka Bakti Husada atau biasa disebut RSBBH salah satunya
adalah sistem unit dosis, yang menggunakan sistem metode Once Daily

Dose (ODD) untuk dosis satu hari diberikan.

RS Bhineka Bakti Husada memiliki instalasi farmasi yang terbagi

menjadi dua, yaitu instalasi farmasi rawat jalan dan instalasi farmasi

rawat inap. Jumlah asisten apoteker 16 orang, dengan 2 juru racik, dan 1

apoteker. IFRS Bhineka Bakti Husada selama ini belum pernah dilakukan

evaluasi terhadap penerapan pendistribusian obat melalui sistem ODD.

Maka dari itu peneliti ingin mengetahui sejauh mana proses

pendistribusian dengan sistem ODD ini berjalan dengan tujuan yang

diharapkan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan kegiatan distribusi obat dalam instalasi farmasi RS BBH,

di temukan beberapa permasalahan yang ditemukan. Berikut

permasalahan yang dapat dirumuskan, yaitu:

1. Bagaimana partisipasi instalasi farmasi dalam sistem ODD?

2. Apakah fungsi instalasi farmasi dalam sistem ODD dapat dirasakan

manfaatnya oleh para perawat?

3. Apakah rangkaian alur sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan

sampai kepada unit pelayanan/pasien?

4. Berapa banyak jumlah perbekalan farmasi yang di kembalikan atau di

retur selama proses perawatan pasien?

2
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penerapan

sistem Once Daily Dose dispensing yang dilakukan oleh instalasi farmasi

rawat inap di Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui sejauh mana partisipasi instalasi farmasi dalam

sistem ODD.

b. Mengetahui manfaat yang dirasakan oleh perawat.dari fungsi

instalasi farmasi dalam sistem ODD.

c. Mengetahui rangkaian alur sediaan farmasi dan perbekalan

kesehatan tersampaikanhingga ke unit pelayanan/pasien.

d. Mengetahui banyaknya jumlah sediaan farmasi dan perbekalan

kesehatan yang di kembalikan atau di retur.

D. Ruang Lingkup

Peneliti melakukan penelitian di unit farmasi rawat inap dan di

bangsal perawatan ruangan Arafah dan ruangan Multazam Rumah Sakit

Bhineka Bakti Husada.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan bagi peneliti mengenai sistem

pendistribusian obat yang diterapkan di RS Bhineka Bakti Husada.

3
2. Bagi rumah sakit

Memberikan informasi atau masukan yang dapat menjadi

pertimbangan bagi Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada dalam

menerapkan sistem ODD dan meningkatkan kualitas pelayanan

rumah sakit.

3. Bagi institusi pendidikan

Menambah bahan referensi bagi peneliti selanjutnya.

F. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang Evaluasi Penerapan Sistem Once Daily Dose

Dispensing di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada

sebelumnya belum pernah dilakukan berdasarkan sumber-sumber

informasi yang diperoleh.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit

1. Definisi Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan

gawat darurat. (UU No. 4 Tahun 2009).

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44

tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada bab tiga pasal 4, dinyatakan

bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan

yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan

fungsi rumah sakit yaitu :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai

kebutuhan medis.

5
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia

dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan

kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan. (UU No. 44 tahun 2009)

3. Jenis Pelayanan Rumah Sakit

Berdasarkan Undang–Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang

Rumah Sakit. Dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, maka

rumah sakit dikategorikan menjadi 2 yaitu Rumah Sakit Umum yang

memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis

penyakit. Sedangkan Rumah Sakit khusus yang memberikan

pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu

berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau

kekhususan lainnya.

4. Klasifikasi Rumah Sakit

Rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas A

b. Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B

c. Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas C

6
d. Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas D

Penetapan klasifikasi rumah sakit didasarkan pada pelayanan,

sumber daya manusia, peralatan, bangunan dan prasarana.

Sumber daya manusia rumah sakit umum kelas C terdiri atas:

a. Tenaga Medis

b. Tenaga kefarmasian

c. Tenaga keperawatan

d. Tenaga kesehatan lain

e. Tenaga non kesehatan

Tenaga medis paling sedikit terdiri atas:

a. 9 (sembilan) Dokter umum untuk pelayanan medik dasar

b. 2 (dua) Dokter Gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut

c. 2 (dua) Dokter Spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik

spesialis dasar

d. 1 (satu) Dokter Spesialis untuk setiap jenis pelayanan medis

spesialis penunjang

e. 1 (satu) Dokter Gigi Spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik

spesialis gigi mulut.

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:

a. 1 (satu) orang Apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah

sakit.

7
b. 2 (dua) Apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu oleh

paling sedikit 4(empat) orang tenaga teknis kefarmasian

c. 4 (empat) orang Apoteker di rawat jalan yang dibantu oleh paling

sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian

d. 1 (satu) orang Apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi

dan produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan

farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh

tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan

beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit. 5

Rumah sakit khusus diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah Sakit Khusus Kelas A

b. Rumah Sakit Khusus Kelas B

c. Rumah Sakit Khusus Kelas C

5. Sarana dan Peralatan Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

Rumah Sakit, maka penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di

rumah sakit harus didukung sarana dan peralatan yang memenuhi

ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.

Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit,

dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen,

pelayanan langsung kepada pasien, peracikan, produksi dan

8
laboratorium mutu yang dilengkapi penanganan limbah. Peralatan

yang memerlukan ketepatan pengukuran harus dilakukan kalibrasi

alat dan peneraan secara berkala oleh balai pengujian kesehatan

dan/atau institusi berwenang.

a. Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di instalasi farmasi terdiri

dari :

1) Ruang kantor/administrasi meliputi ruang pimpinan, ruang

staf, ruang kerja/administrasi.

2) Ruang penyimpanan perbekalan farmasi disesuaikan

dengan kondisi dan kebutuhan, serta memperhatikan

kondisi sanitasi, temperatur, cahaya, kelembapan, ventilasi,

pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan

petugas.

3) Ruang distribusi terdiri dari ruang distribusi perbekalan

farmasi untuk rawat jalan dimana ada ruang khusus

terpisah untuk penerimaan resep dan peracikan.

Sedangkan ruang distribusi rawat inap dapat secara

sentralisasi maupun desentralisasi di masing-masing ruang

rawat inap.

4) Ruang pelayanan informasi obat dilakukan di ruang

tersendiri dilengkapi sumber informasi dan teknologi

komunikasi, bahan pustaka serta telepon.

9
b. Fasilitas penunjang dalam kegiatan pelayanan di instalasi farmasi,

terdiri dari ruang tunggu pasien, ruang penyimpanan dokumen atau

arsip resep dan perbekalan farmasi, tempat penyimpanan obat di

ruang perawatan serta fasilitas toilet atau kamar mandi untuk staf.

Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran dan

memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk peralatan

setiap tahun. Peralatan untuk penyimpanan dan peracikan.

1) Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip

2) Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan

pelayanan informasi obat

3) Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika

4) Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk obat yang

termolabil

5) Penerangan, sarana air, ventilasi dan pembuangan limbah

yang baik

6. Struktur Organisasi Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun

2009 tentang Rumah Sakit pada pasal 33 dijelaskan bahwa setiap rumah

sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien dan akuntabel. Struktur

organisasi rumah sakit minimal terdiri atas kepala atau direktur rumah

sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis,

10
komite medis, satuan pemeriksa internal, serta administrasi umum dan

keuangan.

B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

1. Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah unit pelaksana

fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan

kefarmasian di rumah sakit yang berada di bawah pimpinan seorang

apoteker melalui sistem satu pintu. Sistem satu pintu adalah satu

kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium,

pengadaan, dan pendistribusian perbekalan farmasi yang memiliki

tujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui IFRS.

Pengorganisasian IFRS harus mencakup penyelenggaraan

pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik,

manajemen mutu, bersifat dinamis dan dapat direvisi untuk menjaga

mutu.7

2. Tugas dan Tanggung Jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Tugas dan utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari

perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan,

pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian

semua perbekalan kesehatan yang beredar dan dgunakan dalm

rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan maupun

untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit. Sementara

11
tanggung jawab IFRS adalah mengembangkan suatu pelayanan

farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk

memenuhi kebutuhan berbagai/ unit diagnosis dan terapi, unit

pelayanan keperawatan, staff medik, dan rumah sakit keseluruhan

untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik.10

3. Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 58 tahun 2014 tentang

standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, yang dimaksud

dengan standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang

dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam

menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Sementara pelayanan

kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan

maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu

kehidupan pasien.

Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit bertujuan

untuk:

a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian

b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian

c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang

tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patientsafety).

12
Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi standar:

a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan,

pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistrbusian,

pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan administrasi.

b. Pelayanan farmasi klinik

Meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat

penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat

(PIO), monitoring efek samping obat (MESO), evaluasi

pengguanaan obat (EPO), dispensing sediaan steril dan

pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD).7

4. Tenaga Kefarmasian

Tenaga kefarmasian terdiri dari Apoteker dan Tenaga Teknis

Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian terdiri dari sarjana

Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, Tenaga Menengah

Farmasi/ Asisten Apoteker. Tenaga kefarmasian harus memiliki

keahlian dan kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan

kefarmasian dengan menerapkan standar profesi.

Setiap tenaga kefarmasian yang melakukan pekerjaan

kefarmasian di Indonesia wajib memiliki Surat Tanda Registrasi

(STR). STRA untuk Apoteker dan STRTTK untuk Tenaga Teknis

Kefarmasian. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit hanya dapat

13
dilakukan oleh Apoteker yang telah memiliki STRA dan dibantu oleh

Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK. Setiap

tenaga kefarmasian yang melaksanakan pekerjaan kefarmasian di

Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga teknis

kefarmasian bekerja. SIPA untuk Apoteker dan SIKTTK untuk

Tenaga Teknis Kefarmasian yang bekerja di rumah sakit.

Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian merupakan jenis

tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga

kefarmasian. Dimana, menurut Undang-undang Nomor 36 tahun

2014 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan tersebut harus

memiliki kualifikasi minimum Diploma Tiga(D3). Tenaga kesehatan

lulusan pendidikan di bawah Diplma Tiga (SMF/SMKF) yang telah

melakukan praktik sebelum ditetapkan Undang-Undang ini, tetap

diberikan kewenangan untuk menjalankan praktik sebagai tenaga

kesehatan untuk jangka waktu 6 (enam) tahun setelah Undang-

undang ini diundangkan.

C. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai

1. Pendistribusian

Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka

menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada

14
unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis,

jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem

distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan

pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai di unit pelayanan.

Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:

a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)

1) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat

disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.

2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan

jumlah yang sangat dibutuhkan.

3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas

farmasi yang mengelola (di atas jam kerja) maka

pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung

jawab ruangan.

4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan

obat floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung

jawab ruangan.

15
5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan

kemungkinan interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang

disediakan di floor stock.

b. Sistem Resep Perorangan

Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien

rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.

c. Sistem Unit Dosis

Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan

yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk

penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini

digunakan untuk pasien rawat inap.

d. Sistem Kombinasi

Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

dan Bahan Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan

menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c.

Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat

dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem

ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan

sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor

stock atau Resep individu yang mencapai 18%.

16
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk

dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:

1) efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; dan

2) metode sentralisasi atau desentralisasi.

Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan

farmasi yang dipusatkan pada satu tempat yaitu instalasi

farmasi. Pada sentralisasi, seluruh kebutuhan perbekalan

farmasi setiap unit pemakai baik untuk kebutuhan individu

maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung

dari pusat pelayanan farmasi tersebut. Resep orisiniloleh

perawat dikirim ke IFRS, kemudian resep itu diproses sesuai

dengan kaidah cara dispensing yang baik dan obat disiapkan

untuk didistribusikan kepada penderita tertentu. Keuntungan

sistem ini adalah:

a. Semua resep dikaji langsung oleh tenaga farmasi, yang

juga dapat memberi informasi kepada perawat berkaitan

dengan perbekalan farmasi pasien.

b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara

tenaga farmasi-dokterperawat-pasien.

c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas

persediaan.

d. Mempermudah penagihan biaya pasien.

17
Permasalahan yang terjadi pada penerapan tunggal

metodeini di suatu rumah sakit yaitu sebagai berikut.

a) Terjadinya delay time dalam proses penyiapan obat

permintaan dan distribusi obat ke pasien yang cukup

tinggi.

b) Jumlah kebutuhan personel di Instalasi Farmasi Rumah

Sakit meningkat.

c) Tenaga farmasi kurang dapat melihat data riwayat

pasien (patient records)dengan cepat.

d) Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya

pemeriksaan pada waktu penyiapan komunikasi.

Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit yang besar,

misalnya kelas A dan B karena memiliki daerah pasien yang

menyebar sehingga jarak antara Instalasi Farmasi Rumah Sakit

dengan perawatan pasien sangat jauh.

e. Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi)

Desentralisasi adalah sistem pendistribusian sediaan farmasi

dan perbekalankesehatan yang mempunyai cabang di dekat

unit perawatan/pelayanan. Bagian inidikenal dengan istilah

depo farmasi/satelit farmasi. Pada desentralisasi,

penyimpanandan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan

18
tidak lagi dilayani oleh pusatpelayanan farmasi. Instalasi

farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadapefektivitas

dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo

farmasi.Tanggung jawab tenaga farmasis dalam kaitan dengan

distribusi perbekalan farmasi disatelit farmasi:

a) Dispensing dosis awal pada permintaan baru dan

larutan intravena tanpatambahan (intravenous solution

without additives).

b) Mendistribusikan i.v admixtur yang disiapkan oleh

farmasi sentral.

c) Memeriksa permintaan obat dengan melihat medication

administration record (MAR).

d) Menuliskan nama generik dari obat pada MAR.

e) Memecahkan masalah yang berkaitan dengan

distribusi.

19
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

1. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan menggunakan rancangan deskriptif, yaitu

penelitian yang menggambarkan atau mendeskripsikan tentang suatu

keadaan yang sebenarnya terjadi dengan mengumpulkan bahan

penelitian yaitu berupa data primer, yaitu diperoleh dengan

pengumpulan data dilakukan dengan cara retrospektif, dengan

menggunakan pencatatan laporan penemuan barang, pencatatan

penggunaan obat rawat inap, dan dokumen retur dari IFRS Bhineka

Bakti Husada.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di instalasi farmasi rawat inap Rumah Sakit

Bhineka Bakti Husada dan ruang rawat inap Arafah, Multazam, dan

Sofa.

2. Waktu Penelitian

Waktu pengumpulan data dilakukan pada tanggal 1 Desember –

31 Desember 2019.

20
C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek

pengamatan dalam penelitian. Variabel penelitian ini yaitu Rumah Sakit

Bhineka Bakti Husada periode September 2019 – Oktober 2019.

1. Variabel Independen

Variabel Indepeden atau variabel bebas pada penelitian ini

adalah penerapan sistem ODD pada pasien dewasa rawat inap RS

Bhineka Bakti Husada periode September 2019 – Oktober 2019.

2. Variabel Dependen

Variabel Dependen atau variabel terikat pada penelitian ini

adalahproses penyiapan resep, pencatatan resep, pendistribusian

perbekalan farmasi, dan pengembalian atau retur perbekalan farmasi.

21
D. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Penelitian Definisi Operasional

Pendistribusian obat & alkesberdasarkan resep

1. Once Daily Dose perseorangan yang diberikan ke farmasiuntuk

dosis satu hari.

Resep yang disiapkan dari farmasi untuk


2. Penyiapan
diberikan kepada pasien melalui perawat

Resep yang telah disiapkan di catat ke lembar


3. Pencatatan
pencatatan (CPO)

4. Pendistribusian Obat & alkes yang diberikan kepada perawat

5. Pengembalian Obat & alkes yang dikembalikan dari perawat

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2011:61) populasi adalah wilayah yang terdiri

atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya.

22
Populasi pada penelitian ini adalah keseluruhan pasien dewasa

rawat inap periode September 2019 – Oktober 2019.Berdasarkan

data yang didapat peneliti jumlah populasi adalah …. pasien

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2011:62) sampel adalah bagian dari jumlah

dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.

Sampel pada penelitian ini adalah pasien dewasa rawat inap RS

Bhineka Bakti Husada yang diambil dari jumlah populasi. periode

September 2019 – Oktober 2019.

Besar sampel yang diambil untuk penelitian dihitung

menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :

n= N

1 + Ne2

Keterangan :

N = Ukuran Populasi

n = Ukuran Sampel

e = Tingkat Kesalahan ( 5% )

F. Teknik Pengumpulan Data

Metode atau teknik pengumpulan data dilakukan secara retrospektif

dengan cara mengumpulkan lembar catatan pemberian obat (CPO) dan

23
data retur obat dan alkes pasien rawat inap periode September 2019 –

Oktober 2019. Serta dilakukan

G. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Tahapan pengolahan data penelitian terbagi atas 4 tahap (Hastono,

2010), yaitu :

a. Editing

Dilakukan pengecekan ulang dari data yang dikumpulkan

sehingga dapat menghasilkan data yang akurat.

b. Coding

Yaitu memberikan kode atau angka tertentu terhadap data

yang diambil.

c. Tabulating

Yaitu mengolah data dalam bentuk tabel distribusi

berdasarkan variabel.

d. Penyajian Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel distribusi

dan narasi.

2. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara analisis univariat. Analisis

univariat pada umumnya hanya menghasilkan distribusi dan

24
persentase dari setiap variabel yang bertujuan untuk mengetahui

besar kecilnya proporsi setiap jawaban (Notoatmodjo,2010).

Analisis tersebut digunakan untuk melihat karakteristik dari

variabel

Rumus yang digunakan menurut Tjokro Nigora (2012), yaitu :

X=N
X 100%
F

Keterangan :

X = % Sampel
N = Jumlah Sampel
F = Hasil yang didapat
100% = Konstanta

25

Anda mungkin juga menyukai