Anda di halaman 1dari 54

PRAKTIK KERJA LAPANGAN

DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG

Disusun Oleh :
Nurhayani Helita
30100817017K

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Pengasih yang telah melimpahkan

rahmat-Nya sehingga penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan ini dapat

diselesaikan.

Laporan ini dibuat sebagai pelengkap Satuan Kredit Semester (SKS).

Laporan ini berisi tentang kegiatan pembelajaran dan pengalaman selama

melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Rumah Sakit Santo Borromeus

Bandung.

Laporan ini dapat disusun dengan baik berkat bantuan dari pihak-pihak

yang telah memberikan bimbingan dan dukungan.

1. Tuhan yang Maha Esa, karena atas segala rahmat-Nya penulis dapat

menyelesaikan laporan ini.

2. Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung yang telah menyediakan

tempat bagi kami untuk mengadakan Praktik Kerja Lapangan.

3. Bapak Yus Jawoto Oetoro S. Farm., Apt sebagai Pembimbing Praktik

Bagian (PPB) dari Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung saat

penulis mengadakan Praktik Kerja Lapangan.

4. Stikes Santo Borromeus karena telah memberikan kesempatan untuk

melaksanakan Praktik Kerja Lapangan.

5. Ibu Ns. Elizabeth Ari Setyarini., S. Kep., M.Kes., AIFO sebagai Ketua

Stikes Santo Borromeus.

i
6. Ibu Yovita Mercya, M.Si., Apt sebagai koordinator Praktik Kerja

Lapangan.

7. Ibu Ellen S Rumaseuw, M.Farm., Apt sebagai pembimbing akademik

Praktik Kerja Lapangan.

8. Orang tua yang telah memberikan dukungan dalam bentuk materil

maupun moril.

9. Seluruh staff dan karyawan di Rumah Sakit Santo Borromeus

Bandung.

10. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan semangat.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan laporan Praktek Kerja

Lapangan (PKL) ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan yang

dimiliki penulis baik itu sistematika penulisan maupun penggunaan bahasa. Untuk

itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat

membangun demi penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini berguna bagi

pembaca secara umum dan penulis secara khusus. Akhir kata penulis ucapkan

banyak terimakasih.

Bandung, November 2019

Penulis

ii
iii
DAFTAR ISI

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah Sakit merupakan suatu organisasi yang berfungsi menyediakan

pelayanan kesehatan yang lengkap bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan di

rumah sakit lebih menekankan pada pelayanan yang bersifat kuratif dan

rehabilitatif dimana obat-obatan dan alat kesehatan merupakan salah satu faktor

terpenting sebagai penunjang dalam penyembuhan penderita sehingga dibutuhkan

pelayanan yang baik. Upaya dalam bidang pelayanan kesehatan antara lain dengan

peningkatan mutu pelayanan melalui peningkatan ketepatan, rasionalisasi, dan

efisiensi dalam penggunaan obat. Untuk memenuhi tugas dan tujuan dari

pelayanan kefarmasian maka disusun suatu organisasi yaitu Instalasi Farmasi

Rumah Sakit (IFRS). Seorang farmasis yang bekerja sebagai tenaga profesional di

rumah sakit, bertanggung jawab terhadap hal-hal yang berhubungan dengan

perbekalan farmasi yaitu mulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan,

penerimaan, penyimpanan, penyaluran, pemberian informasi yang baik terhadap

sesama petugas kesehatan maupun pasien dalam pemantauan dan penggunaan

obat, serta pemantauan dari segisosial ekonomi.

Farmasis merupakan profesi di bidang kesehatan, dimana ciri-ciri profesi

adalah keahlian didasarkan atas pengetahuan teoritis, dimana seorang farmasis

dididik dan menerima pengetahuan yang khas dan pengetahuan ini tidak diperoleh

dibidang lain.

1
2

Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di rumah sakit merupakan

kegiatan penjabaran disiplin ilmu pengetahuan dan teori yang didapat selama

pendidikan dengan kenyataan yang ada dilapangan. Kegiatan Praktek Kerja

Lapangan Kefarmasian meliputi pengelolaan Perbekalan Farmasi dan kegiatan

lainnya yang berkaitan dengan kegiatan kefarmasian.

Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan mata kuliah yang bertujuan

untuk menghasilkan Tenaga Farmasi yang terampil, terlatih, dan mampu

mengembangkan diri dengan baik sebagai Tenaga Kesehatan yang profesional.

Setelah menjalani PKL yang dilaksanakan di Rumah Sakit Santo Borromeus

diharapkan mahasiswa/mahasiswi mampu untuk melakukan kegiatan kefarmasian

khususnya di rumah sakit.

B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan (PKL)


Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan penulis dengan maksud yaitu:

1. Mengenal dan mengetahui secara langsung tentang rumah sakit sebagai

salah satu penerapan disiplin dan pengembangan karakter profesi

Tenaga Teknis Kefarmasian.

2. Menambah pengetahuan tentang obat-obat paten yang tidak didapatkan

pada praktik dari kuliah.

3. Menerapkan keterampilan praktik dalam ilmu pengetahuan yang

didapat di kuliah dan menyerap ilmu pengetahuan di rumah sakit.

4. Menumbuhkan dan melatih profesionalitas dalam diri yang diperlukan

dalam memasuki dunia kerja dalam kompetensi masing-masing.


3

5. Meningkatkan kedisplinan dan inisiatif penulis dalam melakukan

pekerjaan.

6. Meningkatkan tanggung jawab dan kreatifitas dalam melaksanakan

tugas dan wewenang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang

menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.

Pengorganisasian instalasi farmasi harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP),

pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu dan bersifat dinamis dapat direvisi

sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu.

B. Tugas Instalasi Farmasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 72 Tahun

2016 tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit meliputi :

1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi

seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional

serta sesuai prosedur dan etik profesi.

2. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.

3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna

memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko.

4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta

memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.

4
5

5. Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi.

6. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

formularium rumah sakit.

C. Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 72 Tahun

2016 tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit meliputi :

1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai (BMHP)

a. Memilih sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.

b. Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal.

c. Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat

sesuai ketentuan yang berlaku.

d. Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di

rumah sakit.

e. Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku.

f. Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian.

5
6

g. Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.

h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu.

i. Melaksanakan pelayanan Obat “unit dose”/dosis sehari.

j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah

memungkinkan).

k. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait

dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai.

l. Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat

digunakan.

m. Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai.

n. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.

2. Pelayanan farmasi klinik

a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat.

b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat.

c. Melaksanakan rekonsiliasi obat.

6
7

d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik

berdasarkan resep maupun obat non resep kepada pasien/keluarga

pasien.

e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait

dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai.

f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan

lain.

g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya.

h. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO):

1) Pemantauan efek terapi obat.

2) Pemantauan efek samping obat.

3) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).

i. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).

j. Melaksanakan dispensing sediaan steril.

1) Melakukan pencampuran obat suntik.

2) Menyiapkan nutrisi parenteral.

3) Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik.

4) Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil.

k. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga

kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar

rumah sakit.

l. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

7
8

D. Standar Minimal Instalasi Farmasi Rumah Sakit

1. Standar I : Manajerial

a. Pimpinan IFRS

IFRS harus dipimpin oleh seorang apoteker yang secara

professional kompeten dan memenuhi persyaratan hukum. Jabatan

pimpinan IFRS harus berada pada tingkat yang sama dengan

jabatan pimpinan staf medik fungsional (SMF) dalam struktur

rumah sakit.

b. Personal IFRS

Pimpinan IFRS dalam melakukan tugas dan fungsi IFRS, dibantu

oleh beberapa apoteker yang memenuhi syarat dan sejumlah

personal pendukung yakni tenaga teknis kefarmasian, dan petugas

administrasi yang memadai dan memenuhi syarat.

Personal pendukung yang harus tersedia, untuk meminimalkan

beban kerja apoteker dalam menjalankan tugas yang tidak

memerlukan pertimbangan profesional. Semua personal memiliki

pendidikan dan pengalaman pelatihan yang diperlukan untuk

mendukung tugas dan tanggung jawab. Personal dipilih dan

diangkat berdasarkan kualifikasi yang berkaitan dengan tugas yang

diemban.

Garis kewenangan dan bidang tanggung jawab dalam IFRS harus

ditetapkan secara jelas. Uraian kerja, data kualifikasi, dan posisi

8
9

harus terdokumentasi untuk semua kategori personal IFRS harus

disediakan/direvisi jika diperlukan.

2. Standar II : Fasilitas

Ruangan, peralatan, dan perbekalan kesehatan harus disediakan

untuk mendukung fungsi profesional dan administratif IFRS

sebagaimana yang dipersyaratkan. Persyaratan lain mengenai

fasilitas yang sebaiknya tersedia di IFRS antara lain;

a. IFRS harus berada dalam lokasi yang strategis mudah

dijangkau dan diketahui masyarakat rumah sakit.

b. Ruangan dan alat kesehatan harus tersedia.

c. Memiliki laboratorium untuk melakukan penelitian dan

pengujian.Memiliki sumber pustaka tentang medis.

d. Memiliki komputer yang cukup untuk menyimpan data.

e. Memiliki alat komunikasi, baik telepon, email maupun fax.

3. Standar III : Distribusi dan Pengendalian Obat

Kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan distribusi obat intra

rumah sakit, harus terdokumentasi dan dikembangkan oleh pimpinan

IFRS bersama-sama PFT, staf medik, perawat, dan perwakilan disiplin

lain. IFRS adalah sebagai satu-satunya unit/bagian yang bertanggung

jawab dalam pengelolaan perbekalan kesehatan menyeluruh mulai

dari perencanaan, pengadaan (pembelian, dan manufaktur),

pengendalian mutu, penyimpanan, penyiapan , peracikan, pelayanan

9
10

resep, distribusi sampai dengan pengendalian atas perbekalan

kesehatan yang beredar, dan digunakan di rumah sakit.

Dalam pelaksanaan fungsi dan tanggung jawab IFRS tersebut,

apoteker hendaknya secara rutin hadir kedalam semua area perawatan

penderita, mengadakan hubungan dengan personal penderita, dan

berkontribusi pada prosedur medis dan perawatan yang berkaitan

dengan obat.

4. Standar IV : Informasi Obat

IFRS bertugas dan bertanggung jawab memberikan informasi yang

akurat dan komprehensif bagi staf medik, profesional kesehatan lain,

dan penderita terkait dengan informasi obat. IFRS sebagai sentra

informasi obat mempunyai wewenang untuk melakukan serangkaian

kegiatan sebagai berikut:

a. Apoteker bertugas dan bertanggung jawab memelihara sumber

informasi obat yang paling mutakhir dan menggunakan informasi

tersebut secara efektif. Selain menyediakan informasi obat tertentu,

apoteker wajib mengadakan evaluasi objektif terhadap pustaka obat

dan memberi pendapat yang benar tentang hal-hal yang berkaitan

dengan obat. Keterampilan mengevaluasi pustaka diperlukan agar

apoteker dapat menyeleksi sumber pustaka yang paling bermanfaat

di rumah sakit

b. IFRS harus memiliki apoteker spesialis informasi obat yang

minimal telah lulus S-2 bidang khusus farmasi rumah sakit dan

10
11

telah terlatih dalam penanganan komputer, internet, evaluasi

pustaka, interpretasi hasil suatu penelitian dalam majalah ilmiah,

membuat informasi ringkas, padat, jelas, dan dapat dipercaya.

c. Apoteker wajib untuk selalu memberi informasi yang cukup bagi

staf tentang obat yang digunakan di rumah sakit dan berbagai

bentuk sediaan dan pemasarannya

d. Apoteker wajib membantu untuk memastikan bahwa pada semua

penderita telah diberikan informasi memadai tentang obat yang

mereka terima.

5. Standar V : Jaminan Terapi Obat yang Rasional

Penggunaan obat secara rasional mensyaratkan bahwa penderita

menerima obat yang sesuai kebutuhan klinik, dalam dosis yang

memenuhi kebutuhan individual sendiri, untuk periode waktu yang

memadai, dan harga yang terendah bagi mereka dan komunitas

mereka. Salah satu aspek penting dari pelayanan kefarmasian adalah

mengoptimalkan penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini,

apoteker bersama-sama dengan staf medik, wajib mengembangkan

kebijakan dan prosedur terdokumentasi guna memastikan mutu dari

terapi obat. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh IFRS untuk

mengoptimalkan penggunaan obat yang rasional antara lain:

a. Dokter penulis resep harus mengikuti proses penulisan baku, yang

dimulai dengan diagnosis untuk menetapkan masalah yang

memerlukan intervensi, kemudian menetapkan sasaran terapi.

11
12

b. Obat yang ditulis oleh dokter, diserahkan oleh apoteker IFRS

dengan cara yang aman dan sehat.

c. Informasi penderita yang cukup wajib dikumpulkan, dipelihara,

dan dikaji oleh apoteker, guna memastikan partisipasi yang berarti

dan berhasil dalam perawatan penderita.

d. Semua resep dokter wajib dikaji ketepatannya oleh apoteker

sebelum dilakukan penyerahan obat.

e. Apoteker bekerja sama dengan PFT, harus mengembangkan suatu

mekanisme untuk pelaporan dan pengkajian reaksi obat yang

merugikan (ROM).

f. Informasi klinis yang tepat dari penderita harus tersedia dan dapat

dikaji oleh apoteker untuk digunakan dalam kegiatan praktik

kefarmasian.

g. Apoteker wajib mengkaji regimen obat setiap penderita, dan

dikomunikasikan secara langsung apabila ada perubahan, kepada

dokter penulis resep.

h. Apoteker melakukan program evaluasi penggunaan obat yang

formal bersama-sama staf medik, dan dipadukan dengan program

evaluasi pelayanan penderita rumah sakit secara menyeluruh.

i. Apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam pengembangan

dan pemeliharaan formularium rumah sakit.

j. Apoteker harus menjadi anggota aktif komite atau panitia di rumah

sakit yang berkaitan dengan obat (Siregar, 2004).

12
13

6. Standar VI : Penelitian.

Apoteker dalam suatu rumah sakit mempunyai kewajiban profesional

ikut berpartisipasi secara aktif dalam meningkatkan kegiatan

penelitian yang berkaitan dengan sediaan farmasi. Beberapa hal yang

dapat dilakukan oleh apoteker berkait dengan kegiatan penelitian

antara lain:

a. Apoteker berpartisipasi dalam penelitian farmasetika dan medis

yang sesuai dengan sasaran, tujuan, dan bersumber dari IFRS dan

Rumah sakit.

b. Apoteker senantiasa memelihara informasi yang memadai tentang

semua studi obat, investigasi dan proyek penelitian serupa yang

melibatkan obat dan penderita di rumah sakit sebagai peserta.

c. Apoteker ikut menjadi bagian dalam dewan pengkajian obat

investigasi rumah sakit.

d. Apoteker harus memastikan bahwa setiap kebijakan dan prosedur

penggunaan obat yang tepat dari obat investigasi, di tetapkan dan di

patuhi.

e. Apoteker rumah sakit harus mengerti kebutuhan dasar untuk

penelitian dan memberikan penyelesaian masalah yang sistematik

dalam praktik kefarmasian; pendekatan ilmiah fundamental;

komponen dasar dari suatu rencana penelitian; serta bertanggung

jawab proses pendokumentasian atas dan pelaporan temuan.

13
14

7. Standar VII : Pemberian/Konsumsi Obat dan Produk Biologik yang

Aman.

Kebijakan dan prosedur terdokumentasi yang menjamin keamanan

konsumsi obat dan produk biologik harus dikembangkan oleh PFT

bekerja sama dengan IFRS, perawat, dan apabila perlu perwakilan dari

disiplin lain. Kebijakan dan prosedur tersebut harus dikaji ulang

paling sedikit setiap tahun, apabila perlu direvisi dan dilaksanakan.

Kebijakan dan prosedur tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Obat yang diberikan berdasarkan permintaan dari anggota staf

medik. Permintaan obat secara lisan hanya dapat siterima oleh

apoteker dan harus dibuktikan oleh praktisi yang melakukan

permintaan dalam periode waktu yang ditetapkan.

b. Semua obat bagi rawat inap harus diberikan oleh perawat yang

telah diberi wewenang atau dibawah pengawasan perawat senior.

c. Permintaan obat yang bersifat tetap dibatalkan apabila penderita

menjalani proses pembedahan.

d. Pencampuran yang aman dari produk parenteral harus dilakukan

secara hati-hati. Apabila suatu obat ditambahkan pada larutan

intravena, etiket khusus tambahan harus dilekatkan pada wadah.

Etiket harus menunjukan nama penderita dan lokasi; nama dan

jumlah obat yang ditambahkan; nama larutan parenteral dasar;

tanggal dan waktu penambahan; tanggal, waktu, dan kecepatan

pemberian; nama atau kode identifikasi individu yang menyiapkan

14
15

campuran, instruksi tambahan, dan tanggal kadaluarsa dari larutan

campuran.

e. Penghentian permintaan obat otomatis, ditetapkan oleh PFT dan

tertera dalam peraturan rumah sakit.

f. Obat yang akan dikonsumsi harus diverifikasi oleh apoteker dengan

tenaga kesehatan yang melakukan permintaan agar secara tepat

dapat disiapkan untuk konsumsi selanjutnya oleh penderita.

Penderita harus diidentifikasi sebelum obat dikonsumsi, dan setiap

dosis obat yang dikonsumsi harus direkam secara tepat dalam

rekaman medik penderita.

g. Kesalahan obat dan reaksi obat yang merugikan (ROM) penderita

harus segera dilaporkan, sesuai dengan prosedur terdokumentasi.

Persyaratan ini harus mencangkup pemberitahuan kepada praktisi

yang melakukan permintaan obat.

h. Obat yang dibawa ke rumah sakit oleh penderita tidak boleh

dikonsumsi, kecuali obat telah diidentifikasi dan ada permintaan

tertulis kepada perawat dari praktisi yang bertanggung jawab.

i. Konsumsi obat sendiri oleh penderita diperbolehkan berdasarkan

permintaan tertulis tertentu dari dokter yang berwenang sesuai

dengan kebijakan rumah sakit.

j. Obat investigasi harus diberikan etiket yang tepat, disimpan dengan

baik, harus digunakan dibawah pengawasan langsung peneliti

15
16

utama. Obat investigasi diberikan sesuai dengan protokol yang

telah disetujui oleh komite staf medik.

k. Permintaan obat dan alat kesehatan yang memuat singkatan dan

simbol ilmiah dapat dilakukan hanya jika singkatan itu telah tertera

dalam formularium rumah sakit, yang disetujui oleh staf medik.

Penggunaan singkatan tidak dianjurkan untuk meminimalka

kesalahan. Setiap praktisi yang menulis permintaan obat harus

secara jelas menyatakan waktu pemberian atau jarak waktu antar

dosis.

8. Standar VIII : Mutu dalam Pelayanan Perawatan Penderita yang

Diberikan oleh IFRS.

IFRS adalah suatu organisasi pelayanan yang merupakan suatu sistem

terorganisasi dari keterampilan dan fasilitas khusus. IFRS yang

merupakan penyedia pelayanan, menghendaki agar pelayanan

kefarmasian yang diberikan dapat memuaskan. Beberapa ketentuan

tentang mutu pelayanan yang diberikan oleh IFRS, antara lain:

a. Pelayanan kefarmasian IFRS adalah serangkaian kegiatan yang

mempertemukan antara tenaga kefarmasian IFRS dengan

konsumen (penderita/profesional pelayanan kesehatan) guna

memenuhi kebutuhan konsumen tersebut.

b. Karakteristik mutu pelayanan IFRS adalah persyaratan dari

pelayanan IFRS yang perlu ditetapkan secara jelas berkaitan

dengan karakteristik yang dapat diamati dan menjadi sasaran

16
17

evaluasi konsumen terhadap standar penerimaan yang telah

ditetapkan.

c. Proses yang menghantarkan pelayanan kefarmasian IFRS juga perlu

ditetapkan berkaitan dengan karakteristik yang tidak selalu dapat

diamati oleh konsumen, tetapi secara langsung mempengaruhi

kualitas pelayanan dan untuk mengendalikan mutu pelayanan.

d. Mutu pelayanan IFRS yang diinginkan dapat dicapai dan dipelihara

dengan melakukan pengukuran dan pengendalian kualitas

pelayanan secara terus menerus.

e. Proses penghantaran pelayanan kefarmasian IFRS memainkan

peranan utama dalam memberikan mutu yang diperlukan pada

pelayanan.

f. Tenaga kefarmasian IFRS harus mengadakan interaksi kepada

konsumen untuk mengetahui kualitas pelayanan kefarmasian yang

telah diberikan.

E. Uraian Tugas dan Kewenangan Asisten Tenaga Kesehatan di Rumah

Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2014 yang

dimaksud dengan Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau

keterampilan melalui pendidikan bidang kesehatan di bawah jenjang Diploma

Tiga. Penjelasan pasal 11 ayat 6 Draft Undang-Undang Tenaga Kesehatan adalah

17
18

Tenaga Teknis Kefarmasian meliputi sarjana farmasi, ahli madya farmasi, dan

analisis farmasi.

Asisten Tenaga Kesehatan tidak termasuk Tenaga Teknis Kefarmasian

maka tidak perlu mengurus Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian

(STRTTK) Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK). Ruang

lingkup kerja Asisten Tenaga Kesehatan diatur oleh Undang-Undang Republik

Indonesia No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 80 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan

Pekerjaan Asisten Tenaga Kesehatan.

Lingkup kerja Asisten Tenaga Kesehatan dapat dibagi menjadi 5

berdasarkan jurusan pendidikan, diantaranya Asisten Perawat, Tenaga Teknis

Kefarmasian, Asisten Dental, Asisten Teknisi Laboratorium Medik dan Asisten

Teknisi Pelayanan Darah.

Lingkup pekerjaan Tenaga Teknis Kefarmasian meliputi pelaksanaan

tugas yang diberikan oleh Apoteker dalam pekerjaan administrasi dan peran

pelayanan pelanggan, mengikuti pelaksanaan standar prosedur operasional, dalam

hal :

1. Melakukan pencatatan tentang pembelian dan penyimpanan obat serta

melakukan pendataan persediaan obat.

2. Menerima pembayaran resep, stok harga, penandaan item untuk

penjualan, pencatatan dan klaim asuransi.

3. Melakukan pelayanan perbekalan kesehatan rumah tangga.

4. Melakukan penarsipan resep sesuai data dan ketentuan berlaku.

18
19

5. Melakukan pemeriksaan kesesuaian pesanan sediaan farmasi dan

perbekalan kesehatan.

6. Melakukan pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan

untuk keperluan floor stock.

Secara khusus lingkup pekerjaan Tenaga Teknis Kefarmasian,antara lain:

1. Pelayanan Rawat Jalan

a) Menerima resep rawat jalan.

b) Melakukan transaksi resep rawat jalan dan melakukan telaah

resep yaitu benar nama pasien, nama obat, kekuatan sediaan,

frekuensi pemberian, dosis obat, rute pemberian, interaksi obat

dan duplikasi obat.

c) Mengambil obat atau alat kesehatan yang tertulis dalam resep.

d) Meracik obat dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

yang lengkap.

e) Melakukan koordinasi dengan Apoteker, Tenaga Teknis

Kefarmasian dan atau petugas gudang obat atau alat kesehatan

apabila ada barang yang telah habis atau mendekati stok

minimal.

2. Pelayanan Rawat Inap

a) Menerima resep dari rawat inap.

b) Melakukan transaksi resep rawat inap dan melakukan telaah

resep yaitu benar nama pasien, nama obat, kekuatan sediaan,

19
20

frekuensi pemberian, dosis obat, rute pemberian, interaksi obat

dan duplikasi obat.

c) Mengambil obat atau alat kesehatan yang tertulis dalam resep.

d) Meracik obat dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

yang lengkap.

e) Melakukan retur obat dan atau alat kesehatan yang dihentikan

atau tidak digunakan lagi oleh dokter penanggung jawab.

f) Melakukan koordinasi dengan Apoteker, Tenaga Teknis

Kefarmasian dan atau petugas gudang obat atau alat kesehatan

apabila ada barang yang telah habis atau mendekati stok

minimal.

g) Melakukan pencampuran iv admixture dan pencampuran obat

cytotoxic.

h) Penyiapan UDD (Unit Dose Dispensing) untuk pasien rawat

inap ruangan Carolus lantai 5.

20
BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Sejarah Singkat Rumah Sakit Santo Borromeus

Rumah Sakit Santo Borromeus dirintis dengan kedatangan enam biarawati

dan Tarekat Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus dan membawa perubahan yang

positif di kota Bandung : Sr. Crispine CB., Sr. Judith CB., Sr. Gaudentia CB., Sr.

Ludopha CB., Sr. Ambrosine CB., dan Sr. Lioba CB, karena mereka semua

mempunyai dedikasi tinggi terhadap bidang perawatan kesehatan, maka dipilihlah

sebuah rumah bekas poliklinik milik dr. Merz di jalan Dago, yang ditinggalkan

hampir tanpa perabot. Rumah Sakit Santo Borromeus berawal dari rumah ini, di

bawah sebuah yayasan yang diketuai oleh dr. Groot pada tanggal 18 September

1921.

1. Tahun 1920-an

Rumah Sakit Santo Borromeus memulai langkahnya sebagai

rumah sakit yang hanya mempunyai 17 tempat tidur,dalam kurun waktu 3

sampai 4 tahun Rumah Sakit Santo Borromeus telah diperluas sehingga

menampung90 tempat tidur serta pelayanan kesehatan lainnya.

2. Tahun 1940-an

Setelah melalui beberapa masa sulit saat perang dunia II, perang

kemerdekaan dan awal berdirinya Republik Indonesia, pembangunan dan

pengembangan fasilitas kesehatan dilanjutkan kembali.

21
22

3. Tahun 1990-an

Pembangunan 2 gedung baru telah selesai, yaitu Gedung Maria

yang mempunyai 4 lantai dan Gedung Yosef yang mempunyai 5 lantai,

sehingga menampung sekitar 370 tempat tidur dan berbagai fasilitas

kesehatan baru, menjadikan Rumah Sakit Santo Borromeus sebagai

sebuah fasilitas kesehatan yang memadai di kota Bandung.

4. Tahun 2001

Rumah Sakit Santo Borromeus memperoleh sertifikat ISO 9001 :

2000, kemudian pada tahun 2005 pembangunan Gedung Carolus selesai

dengan 7 lantai dan 3 basement untuk parker. Saat ini, Rumah Sakit Santo

Borromeus mampu menyediakan sampai 407 tempat tidur dan dilengkapi

peralatan medis yang mutakhir.

Tahun 2006 Rumah sakit Santo Borromeus menyediakan

pelayanan rawat jalan untuk anak-anak yaitu “Borromeus Children

Medical Center (BCMC)” dan secara komprehensif disediakan pelayanan

anak untuk rawat inap. Sehubungan dengan hal tersebut, telah di buka

Gedung Irene pada tahun 2007 sehingga Rumah Sakit Santo Borromeus

menyediakan 437 tidur dengan dilengkapi lebih banyak lagi alat medis

yang mendukung.

5. Pembenahan dan Pembangunan diupayakan untuk mencapai

keadaan minimal 5 tahun mendatang di mana Rumah Sakit Santo

Borromeus adalah rumah sakit andalan dan kepercayaan masyarakat yang

memberikan Safety and Caring, melalui pelayanan yang professional dan

22
23

didasari semangat cinta kasih. Pembangunan Gedung Elizabeth tahun

2012 untuk memperkuat infrastuktur pelayanan yang sudah ada. Gedung

Elizabeth dilakukan pembaharuan dua layanan, mulai dari klinik rawat

jalan, kamar operasi modern berstandar international, Unit Gawat Darurat

(UGD) dan Intensive Care Unit (ICU) yang handal, dan juga menyediakan

pelayanan ibu dan anak serta keluarga yang secara khusus mendukung

Rumah Sakit Santo Borromeus menjadi rumah sakit khusus ibu dan anak.

B. Visi Rumah Sakit Santo Borromeus

Dalam terang dan semangat Iman Kristiani, Rumah Sakit Santo

Borromeus mengabdi seutuhnya untuk keselamatan jiwa dan raga bagi sesame

umat manusia tanpa membedakan suku, kebangsaan, golongan, warna kulit, asal-

usul, status sosial ekonomi, dan kepercayaan.

Tugas mewartakan kabar keselamatan bagi umuat manusia adalah tugas

mulia. Rumah Sakit Santo Borromeus menghormati martabat serta nilai-nilai

kemanusiaan yang luhur dan mendasar. Rumah Sakit Santo Borromeus peduli

kepada mereka yang kurang mampu untuk mengurangi kesesakan hidup. Rumah

Sakit Santo Borromeus adalah organisasi yang ingin tumbuh kembang, mandiri

dan peduli terhadap perubahan menuju masa depan yang lebih baik. Apa yang

diperoleh selalu dikembalikan kepada masyarakat.

C. Misi Rumah Sakit Santo Borromeus

Semangat cinta kasih Kristiani kepada sesama umat manusia serta

pengabdian yang tulus, Rumah Sakit Santo Borromeus selalu berbuat dan

23
24

memberikan yang terbaik untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat

dibidang kesehatan di Indonesia.

D. Falsafah dan Nilai-Nilai Rumah Sakit Santo Borromeus

“Dalam semangat cinta kasih Kristus, kami mengabdi”. Perilaku yang

diharapkan diwarnai oleh nilai-nilai : cinta kasih, menghargai kehidupan sebagai

karunia Allah, mengutamakan pasien, sifat0sifat setia, siap sedia, jujur, sederhana,

ramah, bertanggung jawab dan mengutamakan mutu pelayanan terbaik.

E. Tujuan Rumah Sakit Santo Borromeus

Adapun tujuan dari Rumah Sakit Santo Borromeus, diantaranya:

1. Memberikan pelayanan keseharan yang terbaik.

2. Meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.

3. Menyelenggarakan pendidikan kesehata yang bermutu.

4. Meningkatkan kesejahteraan karyawan.

F. Motto Rumah Sakit Santo Borromeus

Motto dari Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung adalah “Kasih dan
Kepedulian Kami Untuk Anda”.

G. Tata Kelola Personil IFRS dan Depo IFRS

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit

atau bagian dari suatu rumah sakit dibawah pimpinan seorang Apoteker dan

dibantu oleh beberapa orang Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang memenuhi

persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional,

tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh

pekerjaan serta pelayanan kefarmasian.

24
25

Secara keseluruhan di rumah sakit, khususnya Rumah Sakit Santo

Borromeus terdapat satelit farmasi yang menjalankan kegiatan kefarmasian, yaitu:

1. Rawat jalan adalah pelayanan medis kepada seorang pasien untuk

tujuan pengamatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan pelayanan

kesehatan lainnya, tanpa mengharuskan pasien tersebut di rawat inap.

Pasien tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menginap (opname).

Satelit farmasi yang melayani rawat jalan yaitu:

a. Instalasi Gawat Darurat (IGD) yaitu bagian dari pelayanan

kefarmasian yang melayani pasien yang harus mendapatkan

pertolongan segera atau dalam keadaan darurat.

b. Farmasi Yosef lantai 2 yaitu bagian dari Instalasi Farmasi Rumah

Sakit yang melayani resep dari pasien yang berobat ke dokter

spesialis penyakit dalam, bedah umum, klinik gigi, kejiwaan, klinik

umum dan sebagainya.

c. Farmasi Elizabeth lantai 2 yaitu bagian dari Instalasi Farmasi

Rumah Sakit yang melayani resep dari dokter spesialis kulit dan

kelamin, kebidanan dan kandungan, klinik gizi, orthopedi, Klinik

Kesehatan Keluarga (KKK) dan sebagainya.

d. Farmasi Borromeus Children Medical Centre (BCMC) 2 yaitu

bagian dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang melayani resep

dari dokter spesialis anak.

2. Rawat inap adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh

tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, pasien dirawat

25
26

inap di suatu ruangan rumah sakit. Pasien yang berobat jalan di unit

rawat jalan akan mendapatkan surat rawat dari dokter yang

merawatnya, bila pasien tersebut memerlukan perawatan di dalam

rumah sakit atau menginap di rumah sakit. Satelit farmasi yang

melayani rawat inap yaitu Farmasi Yosef lantai 4 dan Farmasi Elizabeth

lantai 3.

G. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Santo Borromeus

26
BAB IV

KEGIATAN PKL

A. Standar Operasional Prosedur Perbekalan Farmasi

1. Standar Operasional Prosedur Pembuatan Stok Minimal dan Maksimal

Obat di Bagian Farmasi

Prosedur:

Pembuatan stok minimal dan maksimal perbekalan farmasi dengan

rumus:

Stok minimal = buffer stock + (lead time x pemakaian/hari) +

(pemakaian/hari x jumlah hari minimal)

Stok maksimal = buffer stock + (lead time x pemakaian/hari) +

(pemakaian/hari x jumlah hari maksimal)

a. Obat Slow Moving

Kriteria obat slow moving adalah apabila hanya terjadi beberapa

transaksi saja dalam 1 bulan untuk obat slow moving. Buffer stock

ditentukan selama 1 hari pemakaian. Lead time rata-rata 1 hari.

Pemakaian minimal 1 hari. Pemakaian maksimal 3 hari.

b. Obat Fast Moving

Kriteria obat fast moving adalah apabila hanya terjadi transaksi

setiap harinya. Untuk obat fast moving, buffer stock ditentukan selama 1

hari pemakaian. Lead time rata-rata 1 hari. Pemakaian minimal 1 hari.

Pemakaian maksimal 5 hari.

27
28

B. Standar Operasional Prosedur Obat dan Alat Kesehatan di Bagian

Farmasi

Prosedur:

1. Obat dan alat kesehatan yang datang dari gudang farmasi dan alat

kesehatan sebelum disimpan di tempatnya, dipisahkan berdasarkan

bentuk sediaan dan jenisnya, suhu ruangan dan stabilitasnya, sifat

bahan, dan ketahanan terhadap cahaya.

2. Penyimpanan obat dan alat kesehatan yang tidak memerlukan

persyaratan atau kondisi khusus berdasarkan bentuk sediaan dan

jenisnya serta secara alfabet sebagai berikut:

a. Tablet, kapsul, sirup, dan obat luas disimpan pada rak sediaan yang

sesuai.

b. Injeksi disimpan di rak injeksi.

c. Infus disimpan pada rak infus.

3. Penyimpanan obat dan alat kesehatan yang memerlukan kondisi

khusus disimpan sebagai berikut:

a. Vaksin dan suppositoria yang harus disimpan dalam lemari

pendingin sesuai dengan persyaratan temperatur yang ditentukan.

b. Tablet, kaplet, dan injeksi yang harus disimpan dalam temperatur

rendah disimpan dalam lemari pendingin sesuai dengan

persyaratan yang ditentukan.

c. Temperatur lemari pendingin dipantau setiap hari.


29

d. Ketentuan suhu penyimpanan (suhu dingin 2-8oC, sejuk 8-15oC,

suhu ruang/suhu kamar ≤ 25oC).

e. Sediaan farmasi yang peka terhadap cahaya.

4. Obat narkotika dan psikotropika (OKT) penyimpanannya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diatur

dalam SOP (Standar Operasional Prosedur) tersendiri.

5. Obat prekursor disimpan pada tempat yang aman dan terpisah dari

penyimpanan obat lain.

6. Prinsip penyimpanan barang dalam rak dilakukan dengan metode

FEFO (First Expired First Out) untuk barang dengan batas

kadaluarsa yang lebih dekat.

7. Penyimpanan obat “High Alert” sesuai dengan SOP (Standar

Operasional Prosedur) obat-obatan yang perlu diwaspadai (High

Alert Medication).

8. Tempat penyimpanan dan alat kesehatan di bagian farmasi diperiksa

secara berkala oleh pengawas farmasi untuk memantau masa

kadaluarsa dan memastikan obat dan alat kesehatan disimpan dengan

kondisi yang dipersyaratkan.

C. Standar Operasional Prosedur Pelayanan Kefarmasian : Dispensing

Non Steril

Dispensing non steril yaitu powder, drank, dan salep/krim. Masing-masing

sediaan memiliki Standar Operasional Prosedur atau SOP yang berbeda-beda.

Berikut ini merupakan Standar Operasional dari masing-masing sediaan.


30

1. Meracik powder

a. Setelah resep racikan diperiksa perhitungan harganya, diberikan

stempel [A, C, R] dan petugas farmasi menyiapkan masing-masing

komponen obat racikan pada wadah racik dengan memastikan bahwa

sediaan obat yang disiapkan dapat diracik. Jika sediaan bermasalah

untuk diracik, dilakukan konfirmasi ke dokter penulis resep untuk

menetapkan solusinya, kemudian memberi paraf pada kolom [A].

b. Petugas farmasi melakukan proses peracikan, dimulai dengan

melepaskan obat dari cangkang/aluminium foil/blisternya, kemudian

menggerus obat secara lege artis sampai terbentuk serbuk bagi yang

homogen.

c. Petugas farmasi menyiapkan perkamen sesuai dengan jumlah

bungkus pada resep, kemudian membagi serbuk merata dan

membungkus powder dengan tata cara kefarmasian yang lazim.

Setelah selesai, petugas memberikan paraf pada kolom [R].

d. Powder yang telah dibungkus dimasukan ke dalam kantung obat dan

diberikan etiket sesuai resep dan diserahkan kepada petugas farmasi

yang melakukan pengecekan akhir sebelum diserahkan kepada

pasien.

e. Petugas farmasi melakukan pemeriksaan kelengkapan komponen

racikan dan kesesuaian etiket (nomor resep, nama pasien, dan aturan

pakai), kemudian memberi paraf pada kolom [C].


31

2. Meracik powder in sachet

a. Setelah resep racikan diperiksa perhitungan harganya, diberikan

stempel [A, C, P] dan petugas farmasi menyediakan masing-masing

komponen obat racikan pada wadah racik dengan memastikan bahwa

sediaan obat yang disiapkan dapat diracik. Jika sediaan bermasalah

untuk diracik, dilakukan konfirmasi ke dokter penulis resep untuk

menetapkan solusinya, kemudian memberi paraf pada kolom [A].

b. Petugas farmasi melakukan pemeriksaan kelengkapan komponen

racikan dan kesesuaian etiket (nomor resep, nama pasien, dan aturan

pakai), kemudian memberi paraf pada kolom [C].

c. Petugas farmasi melakukan proses peracikan, dimulai dengan

melepaskan obat dari cangkang/aluminium foil/blisternya, kemudian

menggerus obat secara lege artis sampai terbentuk serbuk bagi yang

homogen.

d. Petugas farmasi menyiapkan alat sealing, papan pembagi serbuk, dan

kantung pembungkus/sacchet sesuai dengan jumlah bungkus pada

resep, kemudian membagi serbuk secara merata dengan tatacara

kefarmasian yang lazim. Lalu kantung ditutup dengan alat sealing.

Setelah selesai, petugas memberikan paraf pada kolom [R].

e. Powder dalam sachet yang telah siap dimasukan ke dalam kantung

obat dan diberikan etiket sesuai resep dan diserahkan ke petugas


32

farmasi yang melakukan pengecekan akhir sebelum diserahkan

kepada pasien.

3. Meracik powder dalam kapsul

a. Setelah resep racikan diperiksa perhitungan harganya, diberikan

stempel [A, B, C] dan petugas farmasi menyiapkan masing-masing

komponen obat racikan pada wadah racik dengan memastikan bahwa

sediaan obat yang disiapkan dapat diracik. Jika sediaan bermasalah

untuk diracik, dapat dilakukan konfirmasi ke dokter penulis resep

untuk menetapkan solusinya, kemudian memberi paraf pada kolom

[A].

b. Petugas farmasi melakukan pemeriksaan kelengkapan komponen

racikan dan kesesuaian etiket (nomor resep, nama pasien, dan aturan

pakai), kemudian memberi paraf pada kolom [C].

c. Petugas farmasi melakukan proses peracikan, dimulai dengan

melepaskan obat dari cangkang/aluminium foil/blisternya, kemudian

menggerus obat secara lege artis sampai terbentuk serbuk bagi yang

homogen.

d. Petugas farmasi menyiapkan perkamen dan kapsul sesuai dengan

jumlah kapsul pada resep, kemudian membagi serbuk secara merata

dan memasukan powder dalam kapsul dengan tatacara kefarmasian

yang lazim. Setelah selesai, petugas memberikan paraf pada kolom

[R].
33

e. Powder dalam kapsul yang telah siap dimasukan dalam kantung obat

dan diberikan etiket sesuai resep dan diserahkan ke petugas farmasi

yang melakukan pengecekan akhir sebelum diserahkan kepada

pasien.

4. Meracik drank

a. Setelah resep racikan diperiksa perhitungan harganya,

diberikan stempel [A, B, C] dan petugas farmasi menyiapkan

masing-masing komponen obat racikan pada wadah racik

dengan memastikan bahwa sediaan obat yang disiapkan dapat

diracik. Jika sediaan bermasalah untuk diracik, dilakukan

konfirmasi ke dokter penulis resep untuk menetapkan

solusinya, kemudian memberi paraf pada kolom [A].

b. Petugas farmasi melakukan pemeriksaan kelengkapan

komponen racikan dan kesesuaian etiket (nomor resep, nama

pasien, dan aturan pakai), kemudian memberi paraf pada kolom

[C].

c. Petugas farmasi melakukan proses peracikan, dimulai dengan

melepaskan obat dari cangkang/aluminium foil/blisternya,

kemudian menggerus obat secara lege artis sampai terbentuk

serbuk yang homogen, kemudian tuangkan obat yang

berbentuk larutan atau sirup sedikit demi sedikit ke dalam

mortir, campur homogen.


34

d. Petugas farmasi menyiapkan wadah/botol yang sesuai untuk

volume obat, lalu obat racikan dituang dalam botol yang telah

disediaan dan diberi etiket. Setelah selesai, petugas

memberikan paraf pada kolom [R].

e. Racikan drank yang telah selesai diserahkan kepada petugas

farmasi yang melakukan pengecekan akhir sebelum diserahkan

kepada pasien.

5. Meracik Salep/Krim

a. Setelah resep racikan diperiksa perhitungan harganya, diberikan

stempel [A, B, C] dan petugas farmasi menyiapkan masing-masing

komponen obat racikan pada wadah racik dengan memastikan bahwa

sediaan obat yang disiapkan dapat diracik. Jika sediaan bermasalah

untuk diracik, dilakukan konfirmasi ke dokter penulis resep untuk

menetapkan solusinya, kemudian memberi paraf pada kolom [A].

b. Petugas farmasi melakukan pemeriksaan kelengkapan komponen

racikan dan kesesuaian etiket (nomor resep, nama pasien, dan aturan

pakai), kemudian memberi paraf pada kolom [C].

c. Petugas farmasi melakukan proses peracikan, dimulai dengan

menimbang dan menyiapkan bahan-bahan, kemudian melakukan

peracikan secara lege artis sampai terbentuk sediaan yang homogen.

d. Petugas farmasi menyiapkan wadah yang sesuai untuk volume obat,

lalu obat racikan dimasukan dalam wadah yang telah disediaan dan
35

diberi etiket. Setelah selesai, petugas memberikan paraf pada kolom

[R].

e. Racikan salep/krim yang telah selesai diserahkan kepada petugas

farmasi yang melakukan pengecekan akhir sebelum diserahkan

kepada pasien.

D. Pelayanan Farmasi Rawat Jalan

Prosedur Pelayanan Farmasi Rawat Jalan adalah suatu perangkat

intruksi/langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses pelayanan resep dan

kebutuhan obat bagi pasien rawat jalan. Prosedur ini berlaku untuk pelayanan

farmasi rawat jalan di semua satelit farmasi yang melayani resep rawat jalan.

1. Penerimaan Resep Dengan Sistem Elektronik

a. Petugas Front Office (FO) farmasi mencari nama pasien pada menu

Order Resep dan disesuaikan dengan tanggal lahir pasien.

b. Petugas FO farmasi memberi informasi harga obat kepada

pasien/keluarga pasien dengan menekan tombol calculate.

c. Petuags FO farmasi memberi alternatif penggantian obat dengan

generik/obat ekivalensi generik atau menawarkan untuk pembelian

obat sebagian (apabila pasien mengalami kendala biaya).

d. Petugas FO farmasi menekan tombol resep tidak dikerjakan bila

pasien tidak setuju dan mencetak copy resep. Petugas Farmasi

membuatkan paraf dan cap basah pada copy resep.


36

e. Petugas FO farmasi melakukan telaah resep terhadap nama pasien,

nama obat, dosis, aturan pakai, durasi terapi/jumlah obat, bentuk

sediaan, frekuensi pemberian, interaksi dan duplikasi obat.

f. Petugas FO farmasi menekan tombol Propose dan mencetak Job

Order Realisation.

g. Petugas FO farmasi memberi nomor antrian kepada pasien sesuai

nomor antrian pada Job Order Realisation.

h. Petugas FO farmasi mencetak etiket obat dengan menekan tombol

Print Etiket.

2. Penerimaan Resep Langsung

a. Petugas FO farmasi mendaftarkan nama pasien pada menu

Pendaftaran dengan memasukan identitas pasien secara lengkap

(nama lengkap, tanggal lahir, alamat, nomor telepon) sesuai identitas

resmi pasien (KTP, SIM, Pasport, dan lain-lain).

b. Petugas FO farmasi dapat mendaftarkan pasien dengan memasukkan

nomor rekam medis atau mencari nama pasien (apabila pasien

pernah melakukan transaksi sebelumnya).

c. Petugas FO farmasi memasukkan nama obat, jumlah, dan aturan

pakai pada computer, sesuai yang tertera pada resep.

d. Petugas FO farmasi menekan tombol Propose dan mencetak Job

Order Realisation.

e. Petugas FO farmasi memberi nomor antrian kepada pasien sesuai

nomor antrian pada Job Order Realisation.


37

f. Petugas FO farmasi mencetak Invoice.

3. Pengerjaan resep

a. Petugas farmasi mencocokan Job Order Realisation dengan etiket

obat.

b. Petugas farmasi mengambil obat dan mengisi sesuai Job Order

Realisation, serta memberi paraf pada kolom (Dispense).

c. Petugas farmasi memeriksa kesesuaian nama pasien, nama obat,

jumlah obat, dan aturan pakai obat serta memberi paraf pada kolom

(Periksa).

4. Penyerahan resep

a. Petugas farmasi menyiapkan nama pasien secara lengkap, tanggal

lahir, alamat, dan nomor telepon.

b. Petugas farmasi mencocokan kuitansi pembayaran dengan Job

Order Realisation meliputi nama pasien, nomor rekam medis/tanggal

lahir.

c. Petugas farmasi memberikan informasi yang berkaitan dengan obat

meliputi nama obat, indikasi, aturan pakai (dosis dan frekuensi) cara

pemakaian, jumlah obat, dan informasi lain yang diperlukan.

d. Petugas farmasi melakukan verifikasi pemahaman pasien / keluarga

pasien yang sudah mendapatkan informasi obat.

e. Petugas farmasi memberikan paraf pada kolom (Serah).

f. Petugas farmasi meminta tanda tangan pasien / keluarga pasien pada

kolom (Penerima).
38

5. Pasien Kontraktor

a. Petugas farmasi mengerjakan resep kontraktor dengan

memperhatikan persyaratan-persyaratan obat yang ditanggung

perusahaan yang tercantum dalam PKS.

b. Petugas farmasi menginformasikan obat yang tidak ditanggung

asuransi/perusahaan dan menawarkan untuk dibayar oleh pasien.

c. Petugas farmasi menekan tombol switch pada obat-obatan yang tidak

ditanggung oleh asuransi / perusahaan sehingga bisa menjadi

tanggungan pasien.

6. Pasien BPJS

a. Petugas farmasi mentransfer resep pasien BPJS ke Farmasi JKN

Rajal.

b. Petugas farmasi JKN Rajal mengerjakan resep sesuai prosedur.

7. Retur Obat

a. Petugas farmasi menerima retur obat dan memeriksa obat tersebut

(kondisi fisik obat, tanggal kadaluarsa obat) kemudian memeriksa

kuitansi dan perincian resep, apakah sesuai dengan obat yang

dikembalikan.

b. Petugas farmasi berkordinasi dengan Sub Seksi Rekening Rawat

Jalan untuk mendapat persetujuan retur apabila pasien tidak

membawa kuitansi dan perincian resep.

c. Petugas farmasi membuat transaksi retur dan mencetak nota retur

(2ply) .
39

d. Petugas farmasi menyerahkan nota retur kepada pasien untuk

mengambil uang di kasir.

E. Pelayanan Farmasi Rawat Inap

Prosedur Pelayanan Farmasi Rawat Inap adalah suatu perangkat

intruksi/langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses pelayanan resep dan

kebutuhan obat bagi pasien rawat inap. Prosedur ini berlaku untuk pelayanan

farmasi rawat inap di semua satelit farmasi yang melayani resep rawat inap.

1. Penerimaan Resep Dengan Sistem Elektronik

a. Petugas farmasi mengerjakan resep yang terdapat pada menu Order

Resep dan mendahulukan resep cito dan pasien pulang.

b. Petugas farmasi memberi informasi harga obat kepada administrasi

ruangan apabila harga obat melebihi ketentuan yang telah

disepakati untuk memintakan persetujuan harga ke keluarga pasien

/ pasien.

c. Petugas farmasi melakukan telaah terhadap nama obat, bentuk

sediaan, kekuatan obat, dosis, aturan pakai, durasi terapi/jumlah

obat, duplikasi dan interaksi obat.

d. Petugas farmasi menekan tombol Propose dan mencetak Job Order

trealisation.

e. Petugas farmasi mencetak etiket obat dengan menekan tombol

Print Etiket.

f. Petugas farmasi memberi paraf dan nama jelas pada kolom TH di

lembar Job Order Realisation.


40

2. Penerimaan Resep Langsung

a. Petugas farmasi mencari nama pasien pada menu Pendaftaran.

b. Petugas farmasi memilih menu New Order dan memasukan nama

obat, bentuk sediaan, kekuatan obat, jumlah, dan aturan pakai pada

komputer, sesuai dengan yang tertera pada resep.

c. Petugas farmasi menekan tombol Propose dan mencetak Job Order

Realisation.

d. Petugas farmasi mencetak etiket obat dengan menekan tombol Print

Etiket.

e. Petugas farmasi memberi paraf dan nama jelas pada kolom TH di

lembar Job Order Realisation.

3. Pengerjaan Resep

a. Petugas farmasi mencocokan Job Order Realisation dengan etiket

obat dan melengkapi tanggal kadaluarsa obat pada etiket.

b. Petugas farmasi mengambil obat dan mengisi sesuai dengan Job

Order Realisation serta memberi paraf dan nama jelas pada kolom

Dispense.

c. Petugas farmasi memeriksa kesesuaian nama pasien, nama obat,

bentuk sediaan, kekuatan obat,jumlah obat, dan aturan pakai serta

memberi paraf dan nama jelas pada kolom Periksa.

d. Petugas farmasi memasukkan obat dan keterangan afdeling masing-

masing untuk diserahkan kepada petugas ruangan.

4. Penyerahan Resep
41

a. Petugas farmasi dan petugas ruangan melakukan serah terima obat

dengan mencocokkan obat dan Job Order Realisation.

b. Petugas farmasi memberikan paraf dan nama jelas pada kolom

Serah.

c. Petugas ruangan memberikan paraf dan nama jelas pada kolom

Penerima.

5. Pasien Kontraktor

a. Petugas farmasi menginformasikan obat yang tidak ditanggung

asuransi/perusahaan dan menawarkan untuk dibayar oleh pasien

melalui petugas administrasi ruangan.

b. Petugas farmasi menekan tombol switch pada obat-obat yang tidak

ditanggung oleh asuransi/perusahaan sehingga biaya menjadi

tanggungan pasien.

6. Pasien BPJS

a. Petugas farmasi Elisabeth 3 mentransfer resep pasien BPJS ke

Farmasi Yosef 4.

b. Petugas farmasi Yosef 4 mengerjakan resep sesuai prosedur I dan

memilih item obat dengan kode khusus BPJS yaitu kode ** diakhir

master obat.

7. Antibiotik Restriksi
42

a. Petugas farmasi memeriksa resep yang mengandung antibiotik

restriksi pada tahapan awal pengerjaan resep.

b. Petugas farmasi mengkonfirmasi status pengambilan kultur ke

perawat ruangan.

c. Apabila pasien belum dilakukan kultur, maka petugas farmasi

menghubungi dokter penulis resep untuk menginformasikan dan

menyarankan pengambilan kultur sebelum pemberian antibiotik yang

direstriksi.

d. Apabila pasien sudah dilakukan pemeriksaan kultur atau

pengambilan sampel untuk kultur, maka petugas farmasi

memberikan antibiotik tersebut ke ruang perawatan.

e. Petugas farmasi menghubungi dokter penulis resep apabila

mendapati perpanjangan terapi antibiotik untuk memastikan

penggunaan antibiotik yang rasional.

f. Petugas farmasi mencatat setiap penggunaan antibiotik restriksi pada

buku yang telah disediakan.

8. Retur Obat

a. Petugas ruangan memasukkan order retur obat pada menu SIMRS.

b. Petugas ruangan membawa obat dan alat kesehatan yang akan diretur

ke satelit farmasi.

c. Petugas farmasi menerima obat dan memeriksa obat retur tersebut

(kondisi fisik obat, tanggal kadaluarsa obat, jumlah, bentuk sediaan,

dan kekuatan sediaan) dengan Order Retur pada computer.


43

d. Petugas farmasi melakukan Approval pada retur tersebut.

e. Petugas farmasi mencetak nota retur dengan kertas rangkap 2 serta

membubuhkan paraf dan nama jelas pada kolom penerima.

f. Petugas ruangan membubuhkan paraf dan nama jelas pada kolom

yang menyerahkan.

g. Petugas farmasi memberikan 1 lembar nota retur kepada petugas

ruaangan dan mengarsip lembar lainnya.

h. Petugas farmasi menyimpan obat/alat kesehatan retur pada rak

masing-masing.

F. Pelayanan Informasi Obat


Pelayanan Informasi Obat adalah suatu perangkat intruksi / langkah yang

dibakukan untuk menyelesaikan proses pelayanan informasi dan konseling

tentang hal-hal yang berkaitan dengan obat.

1. Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian memberikan informasi obat

yang meliputi nama obat, indikasi, dosis, kekuatan, jumlah, lama terapi,

cara penggunaan, efek samping dan cara penanganannya, tanggal

kadaluarsa obat, dan cara penyimpanannya.

2. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian mencatat di formulir tanya

jawab tentang informasi obat yang diberikan khusus untuk penggunaan

alat khusus (contoh : inhaler, insulin, dan lain-lain) meliputi tanggal,

jam, nama penanya, alamat/nomor telepon dan materi pertanyaan.

3. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian membuat ringkasan jawaban

kemudian memberi jawaban beserta sumber jawaban untuk menguatkan


44

jawaban atau meyakinkan penanya secara lisan langsung, melalui

telepon atau secara tertulis.

4. Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian mencari literatur atau sumber

lainnya untuk menguatkan jawaban saat itu atau tidak saat itu apabila

penanya kurang puas akan jawaban dan sumber jawaban yang telah

diberikan.

5. Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian melakukan verifikasi

pemahaman pasien/keluarga pasien yang sudah mendapatkan penjelasan

tentang informasi obat.

6. Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian memberi tanda tangan pada

kolom jawaban.

7. Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian mendokumentasikan form

informasi obat yang telah diisi berdasarkan tanggal.

G. Edukasi Pengunaan Obat


Prosedur Edukasi Penggunaan Obat adalah perangkat instruksi / langkah-

langkah yang dilakukan untuk menambah keterampilan dan pengetahuan pada

pasien dan keluarga dalam rangka menyiapkan pasien untuk mendapatkan

pengobatan yang aman dan dapat berpartisipasi memonitor efek dari pengobatan.

Edukasi penggunaan obat dilakukan pada semua pasien yang mendapatkan

pengobatan. Adapun prosedur Edukasi Penggunaan Obat sebagai berukut :

1. Petugas farmasi memberikan penjelasan kepada pasien untuk

mengenali perbedaan karakteristik dari pengobatan dengan tepat.


45

2. Petugas farmasi memberikan informasi tentang nama generik dan merk

dagang setiap obat yang diberikan pada pasien.

3. Petugas farmasi memberikan penjelasan tentang tujuan dan reaksi

setiap obat yng diberikan.

4. Petugas farmasi memberikan penjelasan kepada pasien tentang dosis,

lokasi dan lama pemberian setiap obat.

5. Petugas farmasi memberikan penjelasan kepada pasien tentang

penggunaan obat yang tepat.

6. Petugas farmasi mengevaluasi kemampuan pasien dalam melakukan

pengobatan.

7. Petugas farmasi memberikan instruksi kepada pasien untuk mengikuti

prosedur sebelum pengobatan dengan tepat.

8. Petugas farmasi memberikan penjelasan tentang apa yang harus

dilakukan jika lupa minum obat (dosis terlewat).

9. Petugas farmasi memberikan penjelasan kepada pasien tentang dosis

dan waktu pengobatan dengan benar.

10. Petugas famasi memberikan penjelasan kepada pasien akibat yang

akan terjadi jika menghentikan pengobatan.

11. Petugas farmasi memberikan penjelasan kepada pasien tentang efek

samping yang mungkin ada dari masing-masing obat.

12. Petugas farmasi memberikan penjelasan tentang tanda-tanda dan gejala

jika dosis berlebih atau kurang.


46

13. Petugas farmasi memberikan penjelasan tentang interaksi obat dan

makanan yang mungkin terjadi.

14. Petugas farmasi memberikan penjelasan tentang bagaimana cara

menyimpan obat dengan tepat.

15. Petugas farmasi memberikan penjelasan tentang perawatan alat bantu

yang digunakan dalam pemberian obat.

16. Petugas farmasi memberikan penjelasan tentang cara membuang jarum

dan syringe dengan benar di rumah.

17. Petugas farmasi memberi peringatan pada pasien tentang bahaya

menggunakan obat kadaluarsa.

18. Petugas farmasi memberi peringatan pada pasien untuk tidak

memberikan obat yang diresepkan kepada orang lain.

19. Petugas farmasi memberikan informasi tentang penggantian obat (jika

ada obat yang dapat/diganti).

20. Petugas farmasi memberikan penguatan terhadap informasi yang

diberikan anggota tim kesehatan lain

21. Petugas farmasi melibatkan keluarga/orang terdekat pasien saat

pemberian edukasi.

22. Petugas tim farmasi memverifikasi pasien atau keluarga pasien yang

sudah mendapatkan edukasi penggunaan obat.

H. Edukasi Pengunaan Obat

Swamedikasi adalah tindakan yang dilakukan mengatasi masalah

kesehatan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat dikonsumsi tanpa


47

pengawasan dokter. Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk pelaksanaan

pelayanan tanpa resep dokter (swamedikasi) terlaksana dengan efisien, efektif,

konsisten dan aman, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan farmasi, maka

prosedur pelayanan swamedikasi adalah :

1. Petugas farmasi melakukan komunikasi dengan pasien tentang keluhan,

gejala, riwayat penyakit pengobatan, riwayat alergi dan apakah pernah

menggunakan obat tersebut.

2. Petugas farmasi memberikan pilihan alternatif obat yang sesuai dengan

kondisi pasien, apabila pasien belum pernah menggunakan obat seperti

yang diminta.

3. Petugas farmasi membuatkan perincian obat setelah pasien setuju untuk

membeli dan menyerahkan perincian tersebut ke kasir untuk dilakukan

pembayaran.

4. Petugas farmasi menyiapkan obat dan menyerahkan obat kepada pasien

dengan terlebih dahulu menanyakan nama pasien dan alamat serta

melihat kesesuaian dengan rincian obat.

5. Petugas farmasi memberi informasi mengenai dosis, cara penggunaan,

efek samping yang mungkin timbul dan lama pemakaian obat serta

memberikan saran kepada pasien untuk konsultasi lebih lanjut pada

dokter bila diperlukan.

6. Petugas farmasi yang menyerahkan obat menulis paraf dan nama jelas di

Job Order Realisation.


48

BAB V

PEMBAHASAN

Teori kefarmasian pada dasarnya merupakan suatu pedoman atau tata cara

bagi seorang Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) untuk melakukan pekerjaan

kefarmasian. Teori yang ada bukan suatu ketentuan yang sangat mengikat namun

bersifat tentatif yaitu teori kefarmasian yang ada dapat berubah dalam prakteknya

sesuai dengan situasi dan kondisi.

Adapun perbedaaan yang ditemukan oleh penulis mengenai teori yang

didapatkan di perkuliahan dengan praktik yang dilakukan di Rumah Sakit Santo

Borromeus Bandung adalah:

1. Cara peracikan sediaan kapsul di Rumah Sakit Santo Borromeus

Bandung berbeda dengan cara di perkuliahan yang mengharuskan satu

persatu serbuk dimasukan cangkang kapsul. Jika di rumah sakit,

cangkang kapsul diselipkan pada jari-jari tangan lalu serbuk dituang ke

dalam cangkang kapsul. Hal ini bertujuan untuk efektifitas dan efisiensi

waktu

2. Saat penyerahan obat kepada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Santo

Borromeus adalah Tenaga Teknis Kefarmasian, sedangkan menurut

aturan dari PERMENKES yang berhak menyerahkan obat dan

memberikan pelayanan informasi obat adalah Apoteker.


49

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Penulis dapat mendapatkan banyak ilmu dari Rumah Sakit Santo

Borromeus Bandung yaitu dapat lebih memahami tentang tugas dan kewenangan

Tenaga Teknis Kefarmasian di Rumah Sakit dalam memahami pengelolaan obat

dan pelayanan kefarmasian kepada pasien, penulis juga lebih mengenal nama obat

serta kegunaannya.

B. Saran
Sebaiknya mahasiswa/mahasiswi lebih ditekankan untuk belajar mengenai

brosur obat untuk menambah pengetahuan terutama mengenai zat aktif, indikasi,

efek samping, dosis dan mekanisme kerja dari obat.

Anda mungkin juga menyukai