Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan Pendidikan Menengah Farmasi yang merupakan bagian dari tujuan
pendidikan Nasional adalah mendidik tenaga-tenaga farmasi yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila dan UUD
1945,  memiliki integritas dan kepribadian, terbuka dan tanggap terhadap masalah
yang dihadapi masyarakat khususnya yang berhubungan dengan bidang
kefarmasian. 
Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat.
SMKS 16 Farmasi Bhakti Nusa Bengkulu merupakan salah satu sekolah
dari instansi kesehatan, menghasilkan tenaga pelayanan kefarmasian yang
berkualitas khususnya dibidang farmasi. Oleh karena itu, tenaga farmasi harus
terampil, terlatih dan dapat mengembangkan diri sendiri sebagai kerja
kefarmasian yang profesional. Salah satu upaya melatih siswa-siswi menjadi
tenaga kerja kefarmasian yang profesional adalah dengan memberikan
pengalaman kepada siswa-siswi melalui Praktik Kerja Institusi (Prakerin).
Praktik Kerja Institusi (Prakerin) dilakukan di kelas XI, selama dalam
praktik kerja Institusi (Prakerin) ini siswa dapat pembelajaran dan pengetahuan
yang lebih banyak lagi tentang kesehatan. Sehingga siswa dapat menyumbangkan
kemampuan yang dimiliki sesuai bidangnya.

1
B. Tujuan Praktek Kerja Industri (Prakerin)
1. Tujuan Umum
Menciptakan tenaga kerja farmasi yang mampu, kreatif, tanggap, jujur,
bertanggung jawab, dan professional dalam bekerja, dan juga berguna
memperluas wawasan dibidang kesehatan terutama dunia kefarmasian.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan, memperluas, memantapkan keterampilan yang
membantu kemampuan peserta didik sebagai bekal untuk memasuki
lapangan kerja yang sesuai dengan kebutuhan program pendidikan
yang telah ditetapkan.
b. Mengenal kegiatan-kegiatan penyelenggaraan program kesehatan
masyarakat secara menyeluruh baik ditinjau dari administrasi, teknis
maupun sosial.
c. Memberikan kepada peserta didik pengalaman kerja yang nyata
langsung secara terpadu dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan
kesehatan farmasi di, Apotek.
d. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
memasyarakatkan diri pada suatu lingkungan kerja yang sebenarnya.
e. Menumbuh kembangkan sikap yang etis, professional, dan
nasionalisme yang diperlukan peserta didik untuk memasuki lapangan
kerja yang sesuai dengan bidangnya.
f. Memperoleh masukan dan umpan baik untuk memperbaiki dan
mengembangkan serta meningkatkan penyelenggaraan pendidikan
Sekolah Menengah Farmasi (SMF).

2
C. Manfaat Praktek Kerja Industri (Prakerin)
1. Dapat memperoleh gambaran dunia kerja yang nantinya berguna bagi
siswa-siswi yang bersangkutan.
2. Dapat mengaplikasikan dan mengembangkan ilmu farmasi dan
keterampilan yang telah diperoleh pada masa sekolah dan sekalian
menambah wawasan dan pengalaman.
3. Meningkatkan kedisplinan dan tanggung jawab dalam bekerja.
4. Mampu berinteraksi secara langsung kepada masyarakat
5. Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Ujian Nasional (UN).
6. Peserta didik mendapatkan pengetahuan yang belum pernah dilakukan
di dalam pembelajaran di sekolah seperti memberi pelayanan langsung
kepada pasien dan menerangkan penggunaan obat kepada pasien.
7. Peserta didik mampu menerapkan, memanfaatkan dan
mengembangkan ilmu dan pengetahuan yang telah didapatkan selama
Praktik Kerja Lapangan (PKL) dalam dunia kerja sebagai tenaga
kefarmasian yang profesional.
8. Menjadikan peserta didik sebagai seorang yang disiplin, berbudi luhur
dan bertanggung jawab khususnya dalam melaksanakan kegiatan di
lapangan.

3
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Ketentuan Umum Apotek

Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9


tahun 2017 pasal 1 pengertian apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
tempat di lakukan prkatek kefarmasian oleh apoteker. Sedangkan menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.35 Tahun 2014 Tenaga
Pekerjaan Kefarmasian, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.

Ketentuan umum dan perundang-undangan yang mendasari pendirian


dan pengelolaan Apotek meliputi:

a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017


tentang Apotek.
b. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016
tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Tenaga Teknis Kesehatan.
c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2017
tentang Tarif Pelayanan Kesehatan.
d. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017
tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika.
e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017
tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.
f. Undang-undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
g. Undang-undang No.5 tahun 1997 tentang Psikotoprika.

Ketentuan-ketentuan umum yang berlaku tentang perapotekan sesuai


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2017 adalah
sebagai berikut:

4
1. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan
pekerjaan kefarmasian.
2. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
3. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
4. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker
dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi dan Analis Farmasi.
5. Surat Tanda Registrasi Apoteker yang selanjutnya disingkat STRA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh konsil tenaga kefarmasian kepada
apoteker yang telah diregistrasi.
6. Surat Izin Apotek yang selanjutnya disingkat SIA adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Apoteker
sebagai izin untuk menyelenggarakan Apotek.
7. Surat Izin Praktik Apoteker yang selanjutnya disingkat SIPA adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada
Apoteker sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik
kefarmasian.
8. Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian yang selanjutnya disingkat
SIPTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota kepada tenaga teknis kefarmasian sebagai pemberian
kewenangan untuk menjalankan praktik kefarmasian.
9. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter
hewan kepada Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik
untuk menyediakan dan menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan bagi pasien.
10. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
11. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,

5
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
12. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
13. Organisasi Profesi adalah Ikatan Apoteker Indonesia.
14. Kepala Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya
disebut Kepala Balai POM adalah kepala unit pelaksana teknis di
lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
15. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang selanjutnya disebut
Kepala Badan, adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang pengawasan obat dan makanan.
16. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.
17. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan
yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kefarmasian dan alat
kesehatan.
18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek, Apoteker
Pengelola Apotek dibantu oleh Asisten Apoteker yang telah memiliki Surat
Izin Kerja. Keputusan Menteri Kesehatan No. 679/MENKES/SK/V/2003,
tentang peraturan registrasi dan izin kerja Asisten Apoteker :
1. Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah Sekolah Asisten
Apoteker
2. Apoteker atau Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi, dan Jurusan
Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan Makanan,
Jurusan Analisis Farmasi serta Makanan Politeknik Kesehatan sesuai
dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

6
3. Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis atas kewenangan yang
diberikan kepada pemegang Ijazah Sekolah Asisten Apoteker atau Sekolah
Menengah Farmasi, Akademi Farmasi dan Jurusan Farmasi Politeknik
Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan Makanan, Jurusan Analisis
Farmasi serta Makanan Politeknik Kesehatan untuk menjalankan
Pekerjaan Kefarmasian sebagai Asisten Apoteker
4. Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
pemegang Surat Izin Asisten Apoteker untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian disarana kefarmasian.
Sarana Kefarmasian adalah tempat yang digunakan untuk melakukan
pekerjaan kefarmasian antara lain Industri Farmasi termasuk obat tradisional
dan kosmetika, Instalasi Farmasi, Apotek, dan toko obat.

2.2 Tugas dan Fungsi Apotek

Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tugas dan fungsi


apotekadalah sebagai berikut :
1. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
2. Sarana yang di gunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
3. Sarana yang di gunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi
antara lain obat, bahan baku, obat tradisional, dan kosmetika.
4. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusi atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional

Tugas dan fungsi Apotek ini di jabarkan lebih lanjut dalam Peraturan
Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek,
tugas dan fungsi apotek adalah:
1. Mengelola Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai.
2. Melaksanakan pelayanan farmasi klinik, termasuk komunitas

7
2.3 Pendirian Apotek
Menurut peraturan Mentri Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017
tentang persyaratan pendirian Apotek terdapat beberapa hal, yaitu:
1. Persyaratan Umum
a. Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau
modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan
b. Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan
pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan
sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan.
2. Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi:
a. Lokasi
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran
Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan kefarmasian.
b. Bangunan
1. Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan,
dan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk
penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia .
2. Bangunan Apotek harus bersifat permanen.
3. Bangunan bersifat permanen sebagaimana dimaksud pada ayat(2)
dapat merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan,
apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun dan bangunan
yang sejenis.
c. Sarana, prasarana, dan peralatan
1. Sarana terdiri dari:
a. Penerimaan Resep
b. Pelayanan Resep dan peracikan
c. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesahatan
d. Konseling
e. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
f. Arsip

8
2. Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas :
a. Instlasi air bersih
b. Instlasi Listrik
c. Sistem tata udara
d. Sistem proteksi kebakaran
3. Peralatan Apotek terdiri dari :
a. Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian.
b. Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) anatara lain
meliputi rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari
pendingin, meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat,
formulir catatan pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai
dengan kebutuhan.
c. Formulir catatan pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) merupakan catatan mengenai riwayat penggunaan
Sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan atas permintaan tenaga
medis dan catatan pelayanan apoteker yang diberikan kepada
pasien.
d. Ketenagaan :
1. Apoteker pemegang SIA menyelengarakan Apotek dapat dibantu
oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian danTenaga
Administrasi.
2. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memiliki surat izin pratik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.4 Pencabutan Izin Apotek


Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia NO.9 Tahun
2017 dapat mencabut surat izin Apotek apabila :

9
1. Pasal 31 :
a. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Mentri ini dapat
dikenai sanksi administratif.
b. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
1. Peringatan tertulis
2. Penghentian sementara kegiatan dan
3. Pencabutan SIA
2. Pasal 32 :
a. Pencabutan SIA sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (2) huruf c
dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota berdasarkan: Hasil
pengawasan; dan/atau Rekomendasi Kepala Balai POM.
b. Pelaksanaan pencabutan SIA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah dikeluarkan teguran tertulis berturut-turut sebanyak 3
(tiga) kali dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan dengan
menggunakan formulir.
c. Dalam hal Apotek melakukan pelanggaran berat yang membahayakan
jiwa, SIA dapat di cabut tanpa peringatan terlebih dahulu.
d. Keputusan Pencabutan SIA oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
disampaikan langsung kepada Apoteker dengan tembusan kepada
Direktur Jendral, Kepala dinas kesehatan provinsi,dan Kepala Badan
dengan menggunakan Formulir 9 sebagaimana terlampir.
e. Dalam hal SIA dicabut selain oleh dinas kesehatan kabupaten/kota
selain ditembuskan kepada sebagaimana dimaksud pada ayat (4), juga
ditembuskan kepada dinas kabupaten/kota.

2.5 Pengelolaan Sumber Apotek


2.5.1 Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku Apotek harus
dikelola oleh seorang Apoteker yang professional. Sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 tahun 2014,
yaitu: Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh

10
Apoteker, dapat di bantu oleh Apoteker pendamping dan/atau tenaga
Teknis Kefarmasian yang memiliki surat Tanda Registrasi, surat izin
praktik atau surat izin kerja.
Dalam melakukan pelayanan kefarmasian apoteker harus
memenuhi kriteria:
a. Persyaratan administrasi
1. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang
terakreditasi
2. Memiliki surat tanda registrasi apoteker (STRA)
3. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
4. Memiliki surat izin pratik apoteker (SIPA)
b. Menggunakan atribut pratik antara lain baju pratik, tanda pengenal.
c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/continuing professional
development (CPD) Dan mampu memberikan pelatihan yang
berkesinambungan.
d. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan
pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop,
pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
e. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap
peraturan perundang undangan, sumpah apoteker, standar profesi
(standar pendidikan, standar pelayan , standar kompetensi dan kode
etik) yang berlaku.
Dalam melakukan pelayanan kefarmasian seorang apoteker
harus menjalankan peran yaitu:
a. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien.
Apoteker harus mengintegrasikan pelayanan kesehatan secara
berkesinambungan.

11
b. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan
dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan
efisien.
c. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya sehubung dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
d. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil
keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasi
dan mengelola hasil keputusan.
e. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia fisik,
anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti
kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang
obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.
f. Pembelajar seumur hidup.
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (continuing
professional development/CPD)
g. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan pelayanan kefarmasian
dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan
pelayanan kefarmasian.

2.5.2 Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainya


Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku

12
meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan.
Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first in first out) dan FEFO
(first expire first out).
a. Perencanaan.
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan.
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan
sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan
perundang-undanganyangberlaku.
c. Penyimpanan.
1. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan
pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi
dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah
sekurang kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan
tanggal kadaluwarsa.
2. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitas.
3. sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sedian dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
4. pengeluaran obat memakai sistem FEFO (first expire first out)
dan FIFO (First in first out).
d. Administrasi
Administrasi di apotek dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Administrasi umum
Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan
dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

13
2. Administrasi pelayanan
pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien,
pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
3. Keuangan
keuangan meliputi administrasi untuk uang masuk, uang keluar,
buku harian penjualan sedangkan uang yang keluar tercatat
dalam buku pengeluaran Apotek.
Data keuangan tersebut di perlukan oleh pemimpin
Apotek untuk:
1. Merencanakan manajemen dan pengembangan Apotek
2. Mengetahui posisi keuangan
3. Mengevaluasi perkembangan Apotek.

2.6 Pelayanan di Apotek


2.6.1 Pelayanan Resep/Pesanan
a. Skrining Resep, Apoteker dibantu oleh Asisten Apoteker
melakukan skrining resep meliputi:
1. Persyaratan administratif, seperti : Nama, SIK, dan alamat
dokter; tanggal penulisan resep, nama, alamat, umur, jenis
kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis,
jumlah yang diminta, cara pemakaian serta informasi lainya.
2. Kesesuaian Farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
3. Pertimbangan Klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi,
kesesuaian ( dosis, durasi, jumlah obat, dll ). Jika ada keraguan
terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis
resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif
seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah
pemberitahuan.

14
b. Penyiapan obat
1. Peracikan
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,
mengemas, dan memberikan etiket pada wadah Dalam
melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap
dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta
penulisan etiket yang benar.
2. Etiket
Penulisan dalam etiket harus jelas dan dapat dibaca oleh
pasien.
3. Kemasan obat yang diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang
cocok dan sesuai sehingga terjaga kualitasnya.
4. Penyerahan obat
Sebelum obat diserahakan pada pasien harus dilakukan
pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan
resep, Penyerahan obat dan konseling kepada pasien.
5. Apoteker harus memenuhi informasi yang benar, jelas dan
mudah dimengerti, akurat, etis, bijakasana, dan terkini.
Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara
pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu
pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi.
6. Apoteker harus memberikan konseling kepada pasien sehingga
dapat memperbaiki kualitas hidup pasien. Konseling terutama
ditujukan untuk pasien penyakit kronis (hipertensi, diabetes
melitus, TBC, asma dan lain-lain).
7. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat.

15
2.6.2 Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker dan Asisten
Apoteker selalu memberikan edukasi apabila masyarakat ingin
mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan
memilihkan obat yang sesuai. Dan kadang juga dilakukan dengan
menyebar brosur/ leaflet, dan lain-lain.

2.6.3 Pelayanan resedensial (home work)


Menurut peraturan menteri kesehatan No.35 tahun 2014, yaitu:
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya
untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis
lainnya.
Jenis pelayanan kefarmasian dirumah yang dapat dilakukan oleh
apoteker, meliputi :
a. Penilaian/pencarian (assesment) masalah yang berhubungan
dengan pengobatan
b. Indentifikasi kepatuhan pasien
c. Pendamping pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan dirumah,
misalnya cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin
d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum
e. Menitoring pelaksanaan, efetifitas dan keamanan penggunaan
obat berdasarkan catatan pengobatan pasien
f. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian dirumah
dengan menggunakan formulir 8 sebagaimana terlampir.

2.6.4 Pelayanan obat tanpa resep


Pelayanan ini seperti pelayanan obat bebas, obat bebas terbatas.
pelayanan terhadap ini lebih sederhana dibandingkan dengan pelayanan
terhadap resep dokter. Petugas dapat langsung mengambilkan obat yang

16
diminta oleh konsumen setelah harga disetujui, kemudian langsung
dibayar pada kasir. pada saat pergantian shift, kasir akan menghitung
jumlah uang yang masuk dan diserah terimakan dengan petugas
berikutnya.

2.6.5 Pelayanan Narkotika


Pengertian Narkotika menurut UUNo35 tahun 2009 tentang
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintesis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran hilangnya rasa mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan.

Gambar 1. Logo Obat Narkotika

Undang-undang yang mengatur tentang penggolongan narkotika


adalah UU RI No. 35 tahun 2009. Menurut undang-undang ini,jenis
narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :

1. Golongan I, berpotensi sangat kuat dalam menimbulkan


ketergantungan dan dilarang digunakan untuk pengobatan, terdapat
114 jenis Contoh : Tanaman Papaver Somniferum L, Opium,
Heroin,Lisergida (LSD), MDMA (Metilen Dioksi Meth Amfetamin),
Meskalina, Psilosibina, Katinona, Amobarbital, Flunitrazepam,
Pentobarbital, Siklobarbital, Katina
2. Golongan II, berpotensi kuat dalam menimbulkan ketergantungan
dan digunakan secara terbatas untuk pengobatan, terdapat 91 jenis
Contoh : Morfin, Petidin, Oripavin.

17
3. Golongan III, berpotensi ringan dalam menimbulkan ketergantungan
dan banyak digunakan untuk pengobatan, terdapat 15 jenis Contoh :
Asetil Dihidrorocodeina, Dokstroproposifen, dan Kodein.
a. Pemesanan Narkotika
Pemesanan sediaan narkotika menggunakan Surat Pesanan
Narkotika yang ditanda tangani oleh Apoteker Pengelolah Apotek
(APA) dengan dilengkapi nama jelas, nomor SIK, SIA dan stempel
apotek. Pemesanan dilakukan ke PT.Kimia Farma Trade and
Distribution (satu-satunya PBF Narkotika yang legal di indonesa)
dengan membuat surat pesanan khusus narkotika rangkap empat.
Satu lembar surat pesanan asli dan dua lembar salinan surat pesanan
diserahkan kepada pedangang besar farmasi yang bersangkutan
sedangkan satu lembar salinan surat pesanan sebagai arsip di apotek.
Satu surat pesanan hanya boleh memuat pesanan satu jenis obat
(item) narkotika misal pemesanan pethidin satu surat pesanan dan
codein satu surat pesanan juga, begitu juga untuk item narkotika
lainnya.
b. Penerimaan Narkotika
Penerimaan narkotika dari PBF harus diterima oleh Apoteker
Pengelolah Apotek atau dengan sepengetahuan APA. Apoteker akan
menandatangani faktur tersebut setelah dilakukan pencocokan
dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan
yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan.
c. Penyimpanan Narkotika
Narkotika wajib disimpan secara khusus. PBF yang
menyalurkan narkotika harus memiliki gudang khusus untuk
menyimpan Narkotika. PerMenKes No.28/MenKes/Per/1987
tentang tata cara penyimpanan narkotika pasal 5 dan 6 menyebutkan
bahwa Apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan
narkotika yang memenuhi persyaratan yaitu:
1) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.

18
2) Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan.
3) Dibagi 2 masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian 1
digunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-
garamnya serta persediaan narkotika. Bagian 2 digunakan untuk
menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari.
4) Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran lebih
kurang 40x80x100 cm, lemari tersebut harus dibuat pada
tembok atau lantai.
5) Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain
selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
6) Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang
diberi kuasa.
7) Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman dan yang
tidak diketahui oleh umum.
d. Pelayanan Narkotika
Menurut UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan
bahwa:
1. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan
ilmu pengetahuan.
2. Narkotika hanya dapat diserahkan pada pasien untuk pengobatan
penyakit berdasarkan resep dokter.
3. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar
salinan resep dokter.
Selain itu berdasarkan surat edaran Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No.
336/E/SE/1997 disebutkan :
1. Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang
narkotika, Apotek dilarang melayani salinan resep dari Apotek
lain yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru
dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.

19
2. Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang
narkotika, Apotek dilarang melayani salinan resep dari Apotek
lain yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru
dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.
3. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum
sama sekali, Apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan
resep tersebut hanya boleh dilayani oleh Apotek yang menyimpan
resep asli.
4. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh
dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh
menambahkan tulisan “iter” pada resep yang mengandung
narkotika.
e. Pelaporan Narkotika
Berdasarkan UU NO.35 Thn 2009 Pasal 14 ayat (2) dinyatakan
pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai
pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat,
menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai
pemasukan dan atau pengeluaran narkotika yang berada dalam
penguasaannya. Laporan penggunaan obat narkotika dilakukan
melalui online SIPNAP ( Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika). Apoteker setiap bulannya menginput data penggunaan
nakotika dan psikotropika melalui SIPNAP lalu setelah data telah
terinput data tersebut di inport.
Laporan meliputi laporan pemakaian narkotika untuk bulan
bersangkutan (meliputi nomor urut, nama bahan atau sediaan, satuan,
persediaan awal bulan), password dan user name di dapatkan setelah
melakukan registrasi pada dinkes setempat.
Pelaporan laporan narkotika dibuat rangkap tiga yang
ditunjukkan kepada Dinkes Kota dengan tembusan :
a) Dinkes Propinsi

20
b) Balai POM
c) Arsip Apotek
f. Pemusnahan Narkotika
Pada pasal 9 PerMenKes RI No.28/MenKes/Per/1978
disebutkan bahwa Apoteker Pengelola Apotek dapat memusnahkan
narkotika yang rusak, kadaluwarsa atau tidak memenuhi syarat lagi
untuk digunakan bagi pelayanan kesehatan dan atau untuk
pengembangan. APA yang memusnahkan narkotika harus membuat
Berita Acara Pemusnahan Narkotika yang memuat:
1. Tempat dan waktu (jam, hari, bulan dan tahun).
2. Nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika.
3. Nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
4. Cara memusnahkan.
5. Tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab Apotek dan
saksi-saksi pemusnahan.
Kemudian berita acara tersebut dikirimkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan RI, Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan (POM)
setempat dan Arsip dokumen.
Sebagai pelaksanaan pemeriksaan, diterbitkan surat edaran
Direktur Pengawasan Obat dan Makanan No.010/E/SE/1981 tanggal
8 Mei 1981 tentang pelaksanaan pemusnahan narkotika yang
dimaksud adalah:
1. Bagi Apotek yang berada di tingkat provinsi, pelaksanaan
pemusnahan disaksikan oleh Balai POM setempat.
2. Bagi Apotek yang berada di Kota madya atau Kabupaten,
pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Tingkat II.

2.6.6 Pelayanan Psikotropika


Psikotropika diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009
dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 688/MENKES/VII/1997.

21
Obat keras tertentu adalah zat psikotropika alamiah maupun sentesis
yang dalam penggunaannya menimbulkan ketergantungan baik secara
fisik maupun psikis dan ada kemungkinan disalah gunakan.
Untuk memonitor penggunaan obat psikotropika, dilakukan
pencatatan resep yang berisi obat golongan psikotropika (OKT) dalam
buku register. Buku ini memuat nomor urut, nama sediaan OKT,
satuan, persediaan awal, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran, sisa
akhir bulan dan keterangan. Adapun OKT yang harus dilaporkan antara
lain adalah diazepam, diazepin, bromozepam, nitrozepam,
benzodiazepin, dll.

A. Penggolongan Psikotropika
1. Dalam UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika, Psikotropika
Gol. I dan Gol. II di masukkan kedalam daftar narkotika Gol. 1
2. Psikotropika golongan III
Berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh: Pentobarbital, Amobarbital, Flunitrazepam, dll.
3. Psikotropika golongan IV
Berkhasiat untuk pengobatan yang sangat luas, digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma
ketergantungan.
Contoh: Diazepam, Klobozam, Fenobarbital, Klordiazepoksida,
Nitrazepam, dll.
Berdasarkan UU No.5 tahun 1997, pasal 3 tentang
Psikotropika, tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah:
1.) Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan
pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
2.) Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.

22
Membrantas peredaran gelap psikotropika.
Selain penggolongan narkotika, penggolongan psikotropika
juga diatur secara khusus mulai dari pengadaan sampai
pemusnahan untuk menghindari terjadinya kemungkinan
penyalahgunaan obat tersebut.
pengelolaan psikotropika di apotek meliputi:

a. Pemesanan Psikotropika
Pemesanan psikotropika dengan surat pemesanan rangkap tiga,
diperbolehkan lebih dari satu item obat. Obat-obat psikotropika
dapat dipesan apotek dari pedangan besar farmasi (PBF) dengan
menggunakan surat pesanan (SP) yang diperoleh dari PBF PT.
Kimia Farma dan ditanda tangani oleh APA ( apabila dilakukan
pemesanan).
Menurut Undang-undan RI NO.3 tahun 2015. Pemesanan obat
psikotropika dapat dilakukan dengan menyertakan surat pesanan
(SP) khusus dan Penyimpanan psikotropka
b. Penerimaan Psikotropika
Penerimaan psikotopika dari PBF harus diterima oleh APA atau
dilakukan dengan sepengetahuan APA apoteker akan
menandatangani faktur tersebut setelah sebelumnya dilakukan
pengecekkan dengan surat pesanan. Pada saat di terima dilakukan
pemeriksaan yang meliputi nama jenis, dan jumlah nomor bacth dan
ED psikotropika yang dipesan.
c. Penyimpana psikotropika
Sampai saat ini penyimpanan untuk obat-obat psikotropika
belum diatur dengan suatu perundang-undangan. Penyimpanan obat
psikotropika di letakan di lemari yang terbuat dari kayu ( atau bahan
lain yang kokoh dan kuat ).Lemari tersebut mempunyai kunci (tidak
harus terkunci) yang di pegang oleh asisten apoteker sebagai

23
penanggung jawab yang diberi kuasa oleh APA. Untuk penataannya
sendiri, disesuaikan dengan bentuk sediaan nya saja, bentuk sediaan
solid, seperti kaplet dan tablet di taruh di rak paling atas sendiri,
selanjutnya dibawahnya sediaan semi padat, dan paling bawah
sendiri adalah sediaan cair seperti sirup atau injeksi lainya, hal ini
dilakukan untuk meminimalisir resiko jatuh dan pecahnya suatu
sediaan.
d. Pelayanan resep psikotropika
Apotek hanya melayani resep psikotropika dari resep asli atau
salinan resep yang dibuat sendiri oleh Apotek yang obatnya belum
diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak
melayani pembelian obat psikotropika tanpa resep atau
penggulangan resep yang ditulis oleh apotek lain.
e. Penyerahan psikotropika
Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dilakukan kepada
apotek lain, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan
kepada pasien berdasarkan resep dokter.
f. Pelaporan psikotropika
Apotek wajib membuat dan meminta catatan kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Menteri
Kesehatan secara berkala sesuai dengan UU NO.3 tahun 2015 pasal
33 ayat (1) dan pasal 34 tentang psikotropika. Laporan penggunaan
psikotropika dilakukan setiap bulannya melalui SIPNAP (Sistem
Pelaporan Narkotika dan Psikotropika).
Apoteker setiap bulannya menginput data penggunaan
psikotropika melalui SIPNAP lalu setelah data telah terinput data
tersebut di import. Laporan meliputi laporan pemakaian narkotika
untuk bulan bersangkutan (meliputi nomor urut, nama bahan/
sediaan, satuan, persediaan awal bulan). Password dan username
didapatkan setelah melakukan registrasi pada dinkes setempat.

24
Berdasarkan UU No.3 tahun 2015, kala pabrik obat, PBF, sarana
puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan lembaga penelitian dan
atau lembaga pendidikan, wajib membuat dan menyimpan catatan
mengenai kegiatan yang berhubungan psikotropika dan wajib
melaporkannya kepada Menteri Kesehatan secara berkala. Pelaporan
psikotropika dilakukan secara berkala yaitu setiap awal bulan sampai
dengan tanggal 10 tetapi dilaporkan satu tahun sekali oleh pabrik,
PBF, apotek, dan rumah sakit.
Pelaporan obat psikotropika sama halnya dengan narkotika
dipisahkan dari pelaporan obat lainnya ditujukan Kepada Kepala
Dinkes dengan tembusan :
1) Dinkes Provinsi
2) Balai POM
3) Arsip Apotek
g. Pemusnahan Psikotropika
Menurut pasal 53 UU No.3 tahun 2015 tentang psikotropika,
pemusnahan psikotropika dilakukan apabila :
a) Kadaluwarsa
b) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan
berkaitan dengan tindak pidana.

Sehubungan dengan pemusnahan psikotropika, apoteker wajib


membuat berita acara dan disaksikan dengan pejabat yang ditunjuk
dalam 7 hari setelah mendapat kepastian. Tata cara pemusnahan
psikotropika sama dengan tata cara pemusnahan narkotika.

Gambar 2. Logo obat psikotropika

25
2.6.7 Prekursor
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.44
tahun 2010 tentang prekursor, dalam bab 1 pasal I Prekursor adalah zat
atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan narkotika dan psikotropika.
1. Penggolongan dan jenis prekursor
a) Prekursor digolongkan dalam prekursor tabel I dan tabel II
b) Jenis prekursor tabel I dan jenis prekursor tabel II
sebagaimana tercantum dalam lampiran dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah
ini.
c) Penambahan dan perubahan jenis prekursor tabel I dan tabel
II dalam lampiran sebagai mana dimaksudkan pada ayat (2)
ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan
Menteri terkait.
2. Penyimpanan Prekursor
a) Prekursor waib disimpan pada tempat penyimpanan yang
aman dan terpisah dari penyimpanan lain
b) Prekursor yang disimpan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus dibuktikan diperoleh secara sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyimpanan
sebagaimana dimaaksud pada ayat (1) di atur oleh menteri
dan/atau menteri terkait sesuai dengan kewenangannya.
3. Peredaran prekursor
a) Prekursor untuk industri non farmasi yang diproduksi dalam
negeri hanya dapat disalurkan kepada industri non farmasi,
distributor, dan penggunaan akhir.
b) Prekursor untuk industri non farmasi yang diimport hanya
dapat disalurkan kepada industri non farmasi dengan
pengguna akhir.

26
c) Prekursor untuk industi farmasi hanya dapat disalurkan
kepada industri farmasi dan distributor
d) Pedagang besar bahan baku farmasi, distributor atau
importir terdapat menyalurkan prekursor kepada lembaga
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
e) Setiap kegiatan penyaluran prekursor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) harus
dilengkapi dengan dokumen penyaluran.
f) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyaluran prekursor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat
(5) diatur oleh menteri dan/atau menteri terkait sesuai
dengan kewenangannya.
4. Pencatatan dan Pelaporan
a) Setiap orang atau badan yang mengelolah prekursor wajib
membuat pencatatan dan pelaporan.
b) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya memuat :
1. Jumlah prekursor yang masih ada dalam persediaan
2. Jumlah dan banyaknya prekursor yang diserahkan, dan
3. Keperluan atau kegunaan prekursor oleh pemesanan
c) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
dilaporkan secara berkala.
d) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan dan pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat
(3) diatur secara terkoordinasi oleh menteri terkait sesuai
dengan kewenangannya.

Gambar 3. Logo obat prekursor

27
2.6.8 Pelayanan Obat Keras
Obat keras atau obat daftar “G” menurut bahasa belanda dengan
singkatan “Gevaarlijk” artinya berbahaya, maksudnya obat dalam
golongan ini berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep
dokter. Obat keras adalah obat yang hanya boleh diserahkan dengan
resep dokter, dimana pada bungkus luarnya diberi tanda bulatan dengan
lingkaran hitam dengan dasar merah yang didalamnya terdapat huruf
“K” yang menyentuh garis tepi.
Menurut KepMenKes RI yang menetapkan bahwa obat-obat
yang termasuk dalam golongan obat keras adalah sebagai berikut :
1) Yaitu semua obat yang ada pada bungkus luarnya telah
disebutkan bahwa obat hanya boleh diserahkan dengan resep
dokter.
2) Mempunyai takaran maksimum yang tercantum dalam obat
keras.
3) Diberi tanda khusus lingkaran, bulat brwarna merah dengan
garis tepi hitam dengan huruf “K” yang menyentuh garis tepi.
4) Obat baru kecuali dinyatakan lain Departemen Kesehatan
tidak membahayakan.
5) Semua sediaan parenteral.
Contoh : antibiotik, antihistamin, injeksi dll.
Berdasarkan KepMenKes RI No. 02396/A/SK/VIII/1986
tentang tanda khusus obat keras daftar G adalah “lingkaran
bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam
dengan huruf K yang menyentuh garis tepi.

Gambar 4. Logo obat keras

28
2.6.9 Pelayanan Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat diserahkan secara bebas dan
tanpa resep dokter. Merupakan obat yang paling “aman”, boleh
digunakan untuk menangani penyakit-penyakit simptomatis ringan
yang banyak diderita masyarakat luas yang penangananya dapat
dilakukan sendiri oleh penderita atau “self medication” penanganan
sendiri. Obat ini telah digunakan dalam pengobatan secara ilmiah
(modern) dan terbukti tidak memiliki resiko bahaya yang
mengkhawatirkan.
Obat bebas dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter, baik di
Apotek, counter obat, di supermarket/ toko swalayan, bahkan di
warung, disebut juga obat OTC (Over the Counter). Penderita dapat
membeli dalam jumlah yang sangat sedikit, seperlunya saja saat obat
dibutuhkan. Jenis zat aktif pada obat bebas relatif aman sehingga
penggunaannya tidak memerlukan pengawasan tenaga medis selama
diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan obat. Oleh karena
itu sebaiknya obat bebas tetap dibeli bersama kemasannya.
Obat bebas digunakan untuk mengobati gejala penyakit yang
ringan yang bersifat nonspesifik, misalnya: beberapa analgetik atau
pain killer (obat penghilang rasa nyeri), obat gosok, obat luka luar,
beberapa antipiretik (obat penurun panas), beberapa analgetik-
antipiretik (obat pereda gejala flu), antasida, beberapa suplemen vitamin
dan mineral. Contohnya : obat analgetik atau painkiller paracetamol,
vitamin/multivitamin dan mineral promag, bodrex, bogesic, panadol,
puyer bintang toedjoe, diatabs, entrostop, dan sebagainya.
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan SK Menkes RI Nomor
2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk obat bbas dan obaat
bebas terbatas.

29
Gambar 5. Logo obat bebas
2.6.10 Pelayanan Obat Bebas Terbatas
Berbeda dengan obat bebas terlihat pada pengertian dan
logonya, Obat bebas terbatas yaitu obat yang digunakan untuk
mengobati penyakit ringan yang dapat dikenali oleh penderita sendiri.
Obat bebas terbatas termasuk obat keras dimana pada setiap takaran
yang digunakan diberi batas da pada kemasan ditandai dengan
lingkaran hitam megelilingi bulatan berwarna biru serta sesuai dengan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.6355/Dirjen/SK/69.
Tanggal 5 November 1975, disertai tanda peringatan P. No.1
sampai P. No.6 dan harus ditandai dengan etiket atau brosur yang
menyebutkan nama obat yang bersangkutan, daftar nama yang
berkhasiat serta umlah yang digunakan, nomor bacth, tanggal
kadaluarsa, nomor registrasi, nama dan alamat produsen, petunjuk
penggunaan, indikasi, cara pemakaian, peringatan serta kontra indikasi.

Gambar 6. Logo obat bebas terbatas

Khusus untuk obat bebas terbatas, selain terdapat tanda khusus


lingkaran biru, diberi pula tanda peringatan untuk aturan pakai obat,
digunakan untuk pengobatan sendiri. Tanda peringatan tersebut
berupa persegi panjang dengan hurup putih dan dasar hitam yang terdiri
dari 6 macam yaitu :
P.No.1

Awas!
30 Obat Keras

Bacalah Aturan Memakai Nya


P.No.1 :Antihistamin, sediaan antihistamin yang dipergunakan untuk
obat tetes atau semprot hidung.
P.No.2

Awas! Obat Keras

Hanya untuk kumur, jangan ditelan

P.No.2 : Povidone, Iodine dalam obat kumur.


P.No.3

Awas! Obat Keras

Hanya untuk bagian luar

P.No.3 : Povidone, Iodine dalam solutio.

P.No.4

Awas! Obat Keras

Hanya untuk dibakar

P.No.4 : Rokok dan serbuk untuk penyakit bengek untuk dibakar yang
mengandung scopolaminum.
P.No.5

Awas! Obat Keras

Tidak boleh ditelan

P.No.5 : Amonia kurang dari 10%


P.No.6

Awas! Obat Keras

Obat wasir, jangan ditelan

31
P.No. 6 : Suppossitoria

2.6.11 Pelayanan Obat Wajib Apotek


Obat keras yang dapat wajib diserahkan oleh Apoteker di apotek
tanpa resep dokter. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.347/Menkes/SK/VII/1990 yang telah diperbaharui dengan
Keputusan Menkes No.92/Menkes/Per/X/1993 dikeluarkan dengan
pertimbangan berikut :
1) Pertimbangan yang utama untuk OWA ini sama dengan
pertimbangan obat yang diserahkan tanpa resep dokter yaitu
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya
sendiri guna mengatasi masalah kesehatan dengan
meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan
rasional.
2) Pertimbangan kedua untuk meningkatkan peran Apoteker di
Apotek dalam pelayanan.
3) Pertimbangan ketiga untuk meningkatkan penyediaan obat yang
dibutuhkan untuk pengobatan sendiri.
Pada penyerahan OWA ini, Apoteker memiliki kewajiban-
kewajiban sebagai berikut :
a) Memenuhi ketentuan dan batasan setiap jenis obat perpasien
yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan
b) Membuat catatan pasien serta obat yang diberikan.
c) Memberikan informasi yang meliputi dosis dan aturan
pakai, kontra indikasi, efek samping dan lain-lain yang
perlu diperhatikan oleh pasien.
1) Penyimpanan
Penyimpanan dalam lemari yang tidak terkena sinar matahari
langsung bersih dan tidak lembab, serta disusun berdasarkan abjad.
Menurut PerMenKes No.919/Menkes/Per/X/1993, obat wajib apotek
adalah obat keras yang dapat diserahkan pada pasien tanpa resep

32
dokter dengan mengikuti peraturan dari Menteri Kesehatan. Obat
yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria:
a) Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita
hamil, anak dibawah umur 2 tahun dan orang tua diatas umur
65 tahun.
b) Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tiak
memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
c) Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d) Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang pravelensinya
tinggi di indonesia.
e) Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Daftar Obat Wajib Apotek (OWA) No.1


Jumlah tiap jenis obat per
Nama Obat
pasien
Asam mefenamat Maks 20 tab
Aminophylin supp Maks 3 supp
Bisakodil supp Maks 3 supp
Betametason Maks 1 tube
Diflucortolon Maks 1 tube

Daftar Obat Wajib Apotek (OWA) No.2


Jumlah tiap jenis obat per
Nama Obat
pasien
Bacitracin 1 tube
Benorilate 10 tablet
Carbinoxamin 10 tablet
Dexametasone 1 tube
Diclofenac 1 tube
Ketoconazole 1 tube krim

Daftar Obat Wajib Apotek (OWA) No.3


Jumlah tiap jenis obat per
Nama Obat
pasien
Allopurinol Maks 20 tab 100mg

33
Bromhexin Maks 20 tab
Famotidin Maks 20 tab
Kloramfenikol Maks 1 tube
Klemastin Maks 20 tab

2.7 Perpajakan
Pajak yang dibayarkan untuk usaha apotek diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2003, merupakan kebijakan
pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas
Penghasilan Usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang
memiliki Peredaran Bruto tertentu. Peredaran Bruto (omzet) merupakan
jumlah peredaran bruto (omzet) semua gerai/counter/outlet atau
sejenisnya baik pusat maupun cabangnya.
Maksud dan tujuan kebijakan pemerintah terkait dengan
perlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2003 ini didasari
dengan maksud:
1. Untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan
perpajakan.
2. Mengedukasikan masyarakat untuk tertib administrasi
3. Mengedukasikan masyarakat untuk transparansi.
4. Memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi
dalam penyelenggaraan negara.
Tujuannya :
1. Kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan.
2. Meningkatnya pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi
masyarakat.
3. Terciptanya kondisi kontrol sosial dalam memenuhi
kewajiban perpajakan.
2.8 Pelaporan yang ada di Apotek.
Membuat laporan data obat rangkaian kegiatan dalam rangka
penata usaha obat-obatan secara tertib, baik obar-obatan yang diterima,

34
disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan. Adapun tujuan
membuat laporan data obat adalah tersedianya data mengenai jenis dan
jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran atau penggunaan sebagai
salah satu melaporkan pengelolaan obat baik Narkotika, Psikotropika,
dan Generik. Kepada IFK kab/kota, Dinkes Provinsi dan BPOM, maka
Apotek memiliki kewajiban untuk melaporkan kegiatan pengelolaan
obat yang dilaksanakan.
Laporan yang ada perlu disusun di apotek adalah :
1. Laporan pemakaian obat Psikotropika.
2. Laporan pemakaian obat Narkotika.
3. Laporan pemakaian obat Generik.
4. Laporan pemakaian obat Prekursor

35
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Waktu,tempat dan teknis pelaksanaan

Kegiatan prankerin dilaksanakan pada tanggal 20 Januari- 21 Maret


2020 di Apotek AR-24 Bengkulu. Dimana pelaksanaan kegiatan Apotek
dimulai dari hari senin sampai minggu terbagi menjadi dua shift, shift
pertama pagi pada pukul 07.30 – 15.30 WIB dan shift kedua sore pada
pukul 15.00 – 21.30 WIB. Dengan jumlah siswa magang terdiri dari 3
orang.

3.2 Sejarah Apotek AR-24

Apotek AR-24 berdiri pada tanggal 22 November 2016, yang


berlokasikan di jl. Irian rt.04 rw.02 kel.semarang Kota Bengkulu. Apotek
AR-24 merupakan Apotek swasta yang dikelolah oleh perseorangan. Apotek
ini berdiri dengan ada nya berbagai perizinan, dengan NO. SIA :
500/7800/APTK/BPPTPM/XI/2016. Dimana Apoteker pengelola Apotek
sekaligus pemilik sarana Apotek yaitu Nurwani Purnama Aji S.farm,Apt.
Apotek AR-24 memiliki 6 Asisten Apoteker (AA). Apotek AR-24
merupakan Apotek yang dibuka dari pukul 07:30 WIB sampai pukul 00:00
WIB.

3.3 Tujuan Pendirian Apotek

Tujuan berdirinya Apotek AR-24 adalah untuk mendapatkan sebuah


pencapaian yang terbaik maka sudah selayaknya sebuah apotek memiliki
tujuan atas berdiri nya apotek tersebut. Adapun tujuan berdirinya Apotek
AR-24 adalah sebagai berikut:

1. Memberikan pelayanan prefentif, kuratif dan rehabilitative yang


komprehensif dan berkesinambungan.

36
2. Memberikan pelayanan medis dasar yang berbasis hemat dan
Terjangkau.
3. Memberikan pelayanan kesehatan yang cepat, tepat, bermutu, dan
terjangkau.
4. Menumbuhkan kesadaran budaya hidup sehat.
5. Menjalin kemitraan dengan masyarakat sekitar.

3.4 Pengelolaan

3.4.1 Sumber Daya Manusia (SDM)

Struktur Organisasi Apotek AR-24

PEMILIK

Nurwani Purnama Aji S.farm,Apt

Apoteker Pendamping

Mardian Andri Adi,S.farm,Apt

Apoteker

Asisten Apoteker

Gambar 8. Struktur Organisasi Apotek AR-24.

37
Tabel Daftar Nama Karyawan Apotek AR-24:
NO Nama Jabatan
1 Nurwani Purnama Aji.S,Farm,.Apt PSA dan APA
2 Mardian Andri Adi S,Farm,.Apt Apoteker Pendamping
3 Ranny Puji Astuti Asisten Apoteker
4 Rika Tria Mediana Asisten Apoteker
5 Ade Kurniasih Asisten Apoteker
6 Nanda Rinaldo Asisten Apoteker
7 Sastra Sabila Asisten Apoteker
8 Tri Manda Sari Asisten Apoteker

3.4.2 Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana yang terdapat dalam apotek AR-24 cukup
lengkap, bersih, aman dan nyaman adapun sarana dan prasarana yang
dimiliki oleh apotek AR-24 yaitu :

NO Sarana Prasarana
1 Ruang Peracikan Lahan Parkir
2 Ruang Konseling Penerangan Listrik PLN
3 Ruang Tunggu Alat Proteksi Kebakaran
4 Ruang Adminitrasi Air Bersih
5 Ruang penyimpanan sedian Toilet

3.4.3 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainya

a. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah
dari harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan
jumlah dan jenis yang sesuai dengan anggaran dan kebutuhan, serta
menghindari kekosongan atau antisipasi obat.
Sistem perencanaan yang dilakukan di apotek AR-24 dalam
perbekalan sediaan farmasi seperti obat-obatan dan alat kesehatan

38
dilakukan dengan cara mengumpulkan data obat-obatan atau alat
kesehatan yang akan dipesan dimana data tersebut ditulis dalam
buku defecta dan segera menentukan dan mencari penyalur yang
sesuai dengan masing-masing obat yang akan dipesan. Setelah itu,
melakukan perundingan dengan beberapa untuk merundingkan
persyaratan jenis, mutu barang yang diperlukan, perundingan harga,
potongan , persyaratan pengiriman barang, dan persyaratan waktu
pembayaran.

b. Pengadaan
Pengadaan obat atau alat kesehatan diApotek AR-24 dilakukan
dengan cara berikut :
1. Obat yang kosong dicatat di buku defecta
2. Kemudian obat kosong tersebut dikelompokan berdasarkan PBF
penyedia obat tersebut
3. Kemudian obat dipesan melalui Surat Pesanan (SP).Surat pesanan
yang terdapat diapotek AR-24 terdiri dari :
1. surat pesanan obat bebas,bebas terbatas,dan keras
2. surat pesanan prekursor
3. surat pesanan obat-obat tertentu.

c. Penyimpanan
Sistem penyimpanan perbekalan farmasi diapotek AR-24
digolongkan berdasarkan dengan :
1. Untuk etalase dibagian depan, obat disusun berdasarkan
golongan obat bebas dan obat bebas terbatas serta jenis penyakit
dan juga bentuk sediaan obat tersebut
2. Untuk dibagian dalam, obat disusun berdasarkan golongan obat
keras serta disusun berdasarkan huruf abjad dan juga bentuk
sediaan tersebut.

39
3. Didalam kulkas berdasarkan sifat obatnya, seperti penyimpanan
obat berdasarkan suhu atau temperaturnya 2º-8ºC, contohnya :
supositoria dan ovula.
4. Berdasarkan pengeluaran barang :
a. FIFO (First in first out), yaitu barang barang yang pertama
kali masuk harus dikeluarkan terlebih dahulu. Jadi, baranng
yang pertamakali masuk diletakkan paling depan dan
barang yang terkhir masuk diletakkan dipaling belakang
b. FEFO ( first expired date first out), yaitu barang barang
yang kadaluarsanya cepat atau sudah mendekati waktunya
maka barang tersebut harus dikeluarkan paling awal.
d. Administrasi

Pengelolaan administrasi di Apotek AR-24 ada petugas


tersendiri yang mengelolanya, namun masi dikelola secara manual,
yaitu menggunakan pembukuan.

e. Keuangan

Pengelola Keuangan Apotek AR-24 dikelola oleh PSA nya


sendiri, terdapat beberapa tugas yang dilakukan nya seperti
menghitung atau mengkalkulasikan biaya obat dan resep. Terdapat
dua komponen dalam pengelolaan keuangan yaitu:

1. Pemasukan
Biaya keuangan dari beberapa obat dan resep yang diterima
dari pasien atau konsumen dapat dikatakan pemasukan
keuangan di Apotek AR-24
2. Pengeluaran
Sedangkan untuk pengeluaran dapat terjadi dari beberapa
transaksi di Apotek AR-24 , seperti gaji karyawan, biaya
listrik dan air, biaya pajak, dan pembayaran terhadap
distributor.

40
3.5 Pelayanan

Petugas apotek AR-24 telah memberikan pelayanan obat bebas dan


obat bebas terbatas, yang meliputi pasien datang ke Apotek, terkadang
pasien berkonsultasi dahulu dengan Apoteker atau Asisten Apoteker
tentang keluhan atau obat apa yang cocok kemudian dilihat ada atau
tidaknya persediaan obat, diperiksa harganya oleh Apoteker / Asisten
Apoteker, lalu ditanyakan kepada pasien apakah setuju atau sebaliknya,
jika pasien setuju maka dilakukan pembayaran kemudian obat disiapkan
dan diserahkan oleh Apoteker/ Asisten Apoteker dengan memberikan
PIO kepada pasien.
3.6 Perpajakan
Sistem perpajakan yang terdapat dalam apotek AR-24 yaitu omset
perbulan 6,5% dari omset kotornya.
3.7 Pelaporan yang ada di Apotek.

3.7.1 Laporan Penggunaan Obat Generik


Pelaporan obat generic di Apotek AR-24 dibuat setiap bulannya
dengan tembusan
1. Dinas Kesehatan Kota/Provinsi
2. Badan Pengawas Obat dan Makanan Bengkulu
3. Arsip Apotek

3.7.2 Laporan Penggunaan Obat Prekursor


Pelaporan obat prekursor dibuat setiap bulannya dengan
tembusan:
1. Dinas Kesehatan Kota/Provinsi
2. Badan Pengawas Obat dan Makanan Bengkulu
3. Arsip Apotek

3.8 Evaluasi Mutu Pelayanan

Evaluasi mutu pelayanan merupakan proses penilaian kinerja


pelayanan kefarmasian di apotek yang meliputi penilaian terhadap

41
sumber daya manusia (SDM), Pengelolaan perbekalan sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan , dan pelayanan kefarmasian kepada pasien

Di apotek AR-24 memiliki beberapa indikator yang digunakan untuk


mengevaluasi mutu pelayanan diapotek antara lain :
1. Tingkat kepuasan konsumen
Kepuasan pasien didefinisikan sebagai evaluasi pasca konsumsi
bahwa suatu produk yang diplih setidaknya memenuhi atau melebihi
harapan. Kepuasan pasien tergantung dari kualitas pelayanan yang
diberikan apoteker di apotek kepada pasien.
2. Produsen tetap
Ada yang produsen tetap dapat menjamin muu pelayanan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan, memastika bahwa praktek yang
baik dapat tercapai setiap saat, untuk melindungi profesi dalam
menjalankan pratek kefarmasian.
3. Dimensi waktu
Suatu pelayanan farmasi dikatakan baik apabila lama pelayanan obat
sampai pasien menerima obat dan informasi obat diukur dengan
waktu. Penetapan dimensi waktu dalam pelayanan obat dimaksudkam
agar pasien merasa nyaman dan tidak menunggu lama.
Tujuan evaluasi mutu pelayanan adalah untuk mengevaluasi seluruh
rangkaian kegiatan pelayanan kefarmasian selanjutnya.

3.9 Strategi pembangunan

Strategi yang dilakukan di apotek AR-24 yaitu dalam strategi


pengembangan, yaitu melakukan promosi dan pengobatan gratis kepada
masyarakat yang membutuhkan

42
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan laporan yang telah dijabarkan diatas, dapat
saya simpulkan bahwa :
1. Apotek AR-24 telah melaksanakan pengelolaan apotek hampir dengan
sesuai teori dan perundang-undangan yang berlaku
2. Prankerin menjadikan siswa-siswi dapat mengenal langsung lapangan
kerja
3. Prankerin dapat menambah pengetahuan dunia perapotekan secara
langsung dan menerapkan ilmu yang didapat di bangku sekolah
4. Mengarjarkan kepada siswa siswi prankerin untuk bersikap lebih sabar dan
ramah dalam memberikan pelayanan kepada pasien agar pasien merasa
puas atas pelayanan yang diberikan.

B. Saran
1. Pelayanan di Apotek AR-24 sudah baik namun lebih baik lagi bila
pelayanan ditingkatkan lagi agar pasien lebih puas dengan pelayanan yang
telah diberikan. karena dengan adanya pelayanan yang baik,ramah,dan
santun kepada pasien akan menambah kepercayaan masyarakat.
2. Akan Lebih baik jika Apotek AR-24 Menyediakan parkiran Khusus untuk
Karyawan. Dan menyediakan Tempat Khusus untuk beribadah yang baik.
3. Untuk pihak sekolah hendaknya memberikan gambaran yang lebih khusus
tentang hal-hal apa saja yang harus dilakukan diapotek, serta waktu dalam
pelaksanaan prakerin perlu ditambah menjadi lebih lama agar siswa
prakerin lebih mendapatkan pengalaman yang lebih banyak lagi.

43
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan.2004. Buku Administrasi farmasi jilid III Pengelolaan


Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan. 2004 Buku Undang-Undang jilid III Obat Generik.
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Republik Indonesia. 2009. Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 51
Tahun 2009 tentang tugas dan fungsi apotek
Republik Indonesia. 2017 . Permenkes RI No.9 tahun 2017 tentang apotek
Republik Indonesia. 2002 . Permenkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002
Republik Indonesia. 2014 . Permenkes RI No.35 tahun 2014 tentang standar
Pelayanan kefarmasian di apotek
Republik Indonesia. 1993. PP RI No.72 tahun 1993 tentang pengamanan sediaan
Farmasi dan alat kesehatan
Republik Indonesia. 2012. Permenkes No.7 tahun 2012 tentang registrasi obat
tradisional
Republik Indonesia 2009. UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika
Republik Indonesia 1997. UU No 5 tahun 1997 tentang psikotropika
Republik Indonesia 2015 . UU No 3 tahun 2015 tentang Narkotikan dan
Psikotropika
Republik Indonesia 2017 UU No 2 tahun 2017 tentang psikotropika dan
Narkotika

44
L
A
M
P
I
R
A
N

45
Lampiran 1: Etiket Apotek AR-24

46
Lampiran 2: Surat Pesanan Prekursor

47
Lampiran 3: Surat Pesanan Obat Obat Tertentu

48
Lampiran 4: Surat Pesanan

49
Lampiran 5: Kartu Stock

Lampiran 6: Faktur

50

Anda mungkin juga menyukai