PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya peningkatan kualitas tenaga kesehatan sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan pembangunan nasional khususnya dibidang kesehatan, serta
bertujuan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia yang mampu
melaksanakan kewajibannya dengan baik agar tercapai kesehatan di
masyarakat luas.
1
Praktik Kerja Industri merupakan salah satu untuk mengenal
pengalaman program lapangan kerja bagi peserta didik, yang dapat
diharapkan agar mengatasi pola kesehatan yang akan diterapkan di
masyarakat dan juga merupakan sarana informasi terhadap dunia pendidikan
kesehatan, yang dapat mengembangkan diri kita sesuai dengan kebutuhan
masyarakat sebagai tenaga farmasi yang profesional. Serta mengembangkan
diri sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dapat menjadi pedoman bagi
saya pribadi generasi berikutnya untuk melangkah lebih maju dalam
meningkatkan kesehatan kepada masyarakat.
3
BAB II
TINJAUAN UMUM
4
5. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker
dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi dan Analis Farmasi.
6. Surat Tanda Registrasi Apoteker yang selanjutnya disingkat STRA
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil tenaga kefarmasian
kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
7. Surat Izin Apotek yang selanjutnya disingkat SIA adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada
Apoteker sebagai izin untuk menyelenggarakan Apotek.
8. Surat Izin Praktik Apoteker yang selanjutnya disingkat SIPA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
kepada Apoteker sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan
praktik kefarmasian.
9. Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian yang selanjutnya
disingkat SIPTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota kepada tenaga teknis kefarmasian sebagai
pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik kefarmasian.
10. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter
hewan kepada Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik
untuk menyediakan dan menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan bagi pasien.
11. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
12. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
5
13. Organisasi Profesi adalah Ikatan Apoteker Indonesia.
14. Kepala Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan yang
selanjutnya disebut Kepala Balai POM adalah kepala unit pelaksana
teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
15. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang selanjutnya disebut
Kepala Badan, adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya
di bidang pengawasan obat dan makanan.
16. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.
17. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian
Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kefarmasian
dan alat kesehatan.
18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan.
6
f. Permenkes No.31 tahunn 2016 tentang Ketentuan Dan Tata Cara
Pemberiaan Izin Apotek.
g. Undnag-undang Kesehatan RI UU.No 36 Tahun 2014 tentanng
kesehatan.
h. Peraturan Pemerintah No.9 tahun 2017 tentang perubahan atas
Peraturan Pemerintah No.9 tahun 2017 tentang Apotek.
i. Permenkes No.31 tahun 2016 tentang registrasi izin praktik
kefarmasian.
7
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
2. Pelayanan Farmasi klinik.
B. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
1. Perencanaan;
2. Pengadaan;
3. Penerimaan;
4. Penyimpanan;
5. Pemusnahan;
6. Pengendalian; dan
7. Pencatatan dan pelaporan.
C. Pelayanan Farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. Pengkajian Resep;
b. Dispensing;
1. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
2. Konseling;
3. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
4. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
C. Pendirian Apotek
A. Lokasi
Pemerintah daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran Apotek di
wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan kefarmasian
B. Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan,kenyamanan, dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta
8
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang
cacat,anak-anak, dan orang lanjut usia.
Bangunan Apotek harus bersifat permanen,dapat merupakan bagian
dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan,apartemen,rumah toko,rumah
kantor,rumah susun, dan bangunan yang sejenis.
C.Sarana, Prasarana, dan Peralatan
Bangunan Apotek sebagaimana dimaksud paling sedikit memiliki sarana
ruang yang berfungsi:
a. Penerimaan Resep
b. Pelayanan Resep dan Peracikan(produksi sediaan secara terbatas)
c. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
d. Konseling
e. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
f. Ruang Arsip
Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas
a. Instalasi air bersih
b. Instalasi listrik
c. Sistem tata udara;dan
d. Sistem proteksi kebakaran
Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pelayanan kefarmasian antara lain meliputi rak obat, alat
peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer,
sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien dan
peralatan lain sesuai dengan kebutuhan.
D. Papan Nama
Berukuran minimal : Panjang: 80 cm
: Lebar: 60 cm
Dengan tulisan : Hitam diatas dasar putih
: Tinggi huruf minimal 5 cm, tebal 5 mm
9
D. Pencabutan izin Apotek
Setiap Apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, sesuai dengan Keputusan Mentri Kesehatan RI
No.1332/Menkes/SK/S/2002 Kepala Dinas Kesehatan dapat mencabut surat
izin Apotek apabila:
10
1. Peringatan tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 kali
berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan.
11
E. Pengelolaan sumber Apotek
1. Pengelolaan sumber daya manusia
12
2. Pabrik Farmasi dapat menyalurkan hasil produksinya langsung ke PBF,
Apotek, Toko obat, dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, berdasarkan
Permenkes No. 918 tahun 1993
3. Apotek dilarang membeli/menerima bahan baku obat selain dari PBF
penyalur bahan obat yaitu PT. Kimia Farma dan PBF yang akan ditetapkan
kemudian, berdasarkan Permenkes No.287 tahun 1976 tentang pengimporan,
penyimpanan dan penyaluran bahan baku obat.
a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan Farmasi perlu
diperhatikan pola penyakit dan kemampuan dan budaya masyarakat.
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan Kefarmasiaan maka pengadaan
sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Penyimpanan
Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah
lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis
informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang-kurangnya
memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus
disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.
d. Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan Kefarmasian di Apotek, perlu
dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi:
1. Administrasi Umum meliputi: Pencatatan, pengarsipan, pelaporan
narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
13
2. Administrasi Pelayanan meliputi: Pengarsipan resep, pengarsipan
catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring
penggunaan obat
e. Keuangan
Dalam keuangan di Apotek ada beberapa hal yang mempengaruhi
keuangan, yakni seperti:
Penerimaan: Berupa pekerjaan yang dilakukan diapotek sehingga
menghasilkan pendapatan di Apotek, kegiatan tersebur berupa: pelayan
resep dan pelayanan non resep. Sumber pendapatan secara umum
diperoleh dari hasil penjualan, dan modal dari apotek.
Pengeluaran: Dalam Apotek terdapat beberapa pengeluaran seperti biaya
rutin dari apotek. Biaya rutin yakni seperti: gaji karyawan, listrik, telepon
dan air.
F. Pelayanan di Apotek
Pelayanan dapat diartikan sebagai kegiatan atau keuntungan yang dapat
ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat
tidak kasat mata dan tidak berujung pada kepemilikan. Dengan semakin
meningkatnya persaingan pasar banyak perusahaan mengembangkan
strategi jitu dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, salah
satunya adalah dengan memberikan pelayanan prima
yaitu jika perlakuan yang diterima oleh pelanggan lebih baik daripada
yang diharapkan, maka hal tersebut dianggap merupakan pelayanan yang
bermutu tinggi. Supaya pelayanan prima dapat selalu diwujudkan suatu
perusahaan dalam hal ini adalah Apotek, maka perlu ditetapkan standar
pelayanan Farmasi di Apotek.Tujuan dari standar pelayanan ini adalah:
1) Melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak professional
2) Melindungi profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar
3) Pedoman dalam pengawasan praktek Apoteker
4) Pembinaan serta meningkatkan mutu pelayanan Farmasi di Apotek .
14
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
RepublikIndonesiaNo.1027/Menkes/SK /2004 pelayanan kesehatan di Apotek
meliputi :
1. Pelayanan Resep/Pesanan
A. Skrining resep, Apoteker dibantu oleh Asisten Apoteker melakukan
skrining resep meliputi:
a) Persyaratan administratif, seperti : nama, SIK, dan alamat dokter;
tanggal penulisan resep, nama, alamat, umur, jeniskelamin, dan berat
badan pasien; nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara
pemakaian serta informasi lainnya.
b) Kesesuaian Farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi,stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
c) Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap
resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan
memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
B. Penyiapan obat
1. Peracikan.
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,
mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam
melaksanakanperacikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan
memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket
yang benar.
2. Etiket.
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
3. Kemasan Obat yang Diserahkan.
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok
sehingga terjaga kualitasnya.
15
4. Penyerahan Obat.
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan
pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep.
Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai pemberian
informasi obat dan konseling kepada pasien.
5. Apoteker harus memenuhi informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, etis, bijaksana danterkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan
dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
6. Apoteker harus memberikan konseling kepada pasien sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien. Konseling terutama ditujukan
untuk pasien penyakit kronis (hipertensi, diabetes melitus, TBC, asma
dan lain-lain).
7. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat.
2. Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus memberikan
edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk
penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan Apoteker harus
berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut
membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur,
poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.
16
b) Melakukan pemantauan terhadap tingkat kepatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obat.
c) Memberikan motivasi-motivasi untuk menumbuhkan kesadaran
hidup sehat (Healthy Habit).
4. Pelayanan Obat Tanpa Resep
Pelayanan ini seperti pelayanan obat bebas, obat bebas terbatas.
Pelayanan terhadap ini lebih sederhana dibandingkan dengan pelayanan
terhadapa reser dokter. Petugas dapat langsung mengambilkan obat yang
diminta oleh konsumen setelah harga disetujui, kemudian langsung
dibayar pada kasir. Pada saat pergantian shift, kasir akan menghitung
jumlah uang yang masuk dan diserahterimakan dengan petugas berikutnya.
5. Pelayanan Narkotika
Sesuai dengan Undang-Undang kesehatan No. 36 tahun 2009,
pada pasal Pasal 102(1) yang menyebutkan bahwa Penggunaan
sediaan farmasi yang berupa narkotika dan p s i k o t r o p i k a h a n ya
dapat dilakukan berdasarkan resep dokter atau dokter
g i g i d a n dilarang untuk disalahgunakan. Maka dari itu, pada Peraturan
Perundang-undangan No.35 tahun 2009 tentang narkotika,
pengelolaan obat narkotika memerlukan penanganan k h u s u s ,
dimana narkotika hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
k a r e n a o b a t narkotika ini dapat menimbulkan ketergantungan
apabila digunakan tanpa pembatasan dan pengawasan yang
seksama.
a . T e m p a t t e r s e b u t s e l u r u h n ya t e r b u a t d a r i k a yu a t a u
b a h a n l a i n s e r t a m e m p u n ya i kunci yang kuat.
b. T e m p a t p e n yi m p a n a n t e r s e b u t d i b a g i d u a , d a n
d i b e r i k u n c i ya n g b e r l a i n a n p u l a . Bagian pertama untuk
menyimpan morphine, pethidine dan garam-garamnya serta
s e d i a a n l a i n n ya . S e m e n t a r a i t u b a g i a n k e d u a
d i g u n a k a n u n t u k m e n yi m p a n persediaan narkotika sehari-
hari.
c. L e m a r i t e r s e b u t t i d a k b o l e h d i g u n a k a n u n t u k
m e n yi m p a n b a h a n - b a h a n l a i n d a n harus diletakkan di
tempat aman serta tidak terlihat oleh umum. Kunci dari tempat
tersebut harus dipegang oleh satu orang.Apabila tempat
tersebut berupa lemari yang berukuran kurang dari 40 x
100 cm, maka harus dibuat pada tembok atau lantai.
Penjualan Obat narkotika hanya boleh diserahkan dengan resep dokter dan
tidak boleh diulang hanya berdasarkan salinan resep saja. Apabila
resep itu hanya ditebus sebagian,maka sebagian lagi juga harus
ditebus pada apotek yang sama. Dalam resep pada peracikannya,
obat
18
narkotika digaris bawahi dengan tinta merah. Dicatat d a l a m
pemakaian narkotika dengan mencantumkan tanggal
p e n ye r a h a n , n o m o r r e s e p , n a m a , d a n a l a m a t p a s i e n ,
n a m a d a n a l a m a t d o k t e r , s e r t a j u m l a h o b a t narkotika yang
diminta.
G. Perpajakan
19
2.4 Tugas dan Tanggung Jawab Pengelola di Apotek
A. Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Bentuk tugas dan tanggung jawab yang wajib dilaksanakan oleh
seorang Tenaga Teknis Kefarmasian, menurut Keputusan Menteri Kesehatan
RI No.1332/MENKES/X/2002 adalah sebagai berikut:
a. Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standar
profesinya.
b. Memberi informasi yang berkaitan dengan penggunaan/pemakaian obat.
c. Menghormati hak pasien dan menjaga kerahasiaan identitas serta data
kesehatan pasien.
d. Melakukan pengelolaan apotek.
e. Pelayanan informasi mengenai sediaan farmasi.
Disamping tugas dan tanggung jawab di atas, hal yang terpenting bagi tenaga
kefarmasian yang telah lulus dari SMF adalah mengurus surat tanda registrasi
tenaga teknis kefarmasian (STRTTK) dan surat izin praktek tenaga teknis
kefarmasian (SIPTTK). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik,
Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian untuk memperoleh STRTTK, Tenaga
Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan:
a. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktik;
c. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah
memiliki STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau
organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian, dan
d. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
kefarmasian.
20
Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan
permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dengan menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 4 terlampir. Surat
permohonan STRTTK harus melampirkan:
a. Fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis
Farmasi atau Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
b. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat
izin praktik;
c. Surat perrnyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
kefarmasian;
d. Surat rekomendasi kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki
STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang
menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
e. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan
ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar. (3) Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi harus menerbitkan STRTTK paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 5 terlampir.
STRA atau STRTTK dapat dicabut karena:
a. Permohonan yang bersangkutan;
b. Pemilik STRA atau STRTTK tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan
mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan surat
keterangan dokter;
c. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian; atau
d. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan
dengan putusan pengadilan.
Pencabutan STRA disampaikan kepada pemilik STRA dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi profesi.
21
Pencabutan STRTTK disampaikan kepada pemilik STRTTK dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian.
Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian
wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin
sebagaimana dimaksud pada ayat berupa:
a. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan
kefarmasian.
b. SIPA bagi Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian.
c. SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas
produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran; atau
d. SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
Untuk memperoleh SIPTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat
pekerjaan kefarmasian dilaksanakan dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 9 terlampir.
Permohonan SIPTTK harus melampirkan:
a. Fotokopi STRTTK yang dilegalisir.
b. Surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan
pekerjaan kefarmasian.
c. Surat persetujuan atasan langsung.
d. Surat rekomendasi dari organisasi profesi yang menghimpun Tenaga
Teknis Kefarmasian.
e. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4
sebanyak 2 (dua) lembar
f. Fotokopi KTP yang masih berlaku
g. Fotokopi sertifikat kompentensi apoteker
h. Denah lokasi
22
i. Fotokopi SIPTTK kesatu (untuk pengajuan SIPTTK kedua dan ketiga)
j. Fotokopi SIPTTK kedua (untuk pengajuan SIPTTK ketiga)
k. Map bussines file warna merah
Dalam mengajukan permohonan SIPTTK harus dinyatakan secara tegas
permintaan SIPTTK untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua,
atau ketiga.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPTTK
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan
dinyatakan lengkap dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 10 terlampir.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPA, SIKA
atau SIPTTK karena :
a. Atas permintaan yang bersangkutan.
b. STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi.
c. Yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam
surat izin.
d. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental
untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan
pengawasan dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter.
e. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan
rekomendasi KFN, atau
f. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan
dengan putusan pengadilan.
24
3. Wewenang
Berwenang untuk melakukan atau melaksanakan pelayanan kefarmasian
sesuai undang-undang dengan petunjuk dari APA bersangkutan dan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
C. Administrasi
1. Tugas dan Kewajiban
a. Membukukan pemasukan dan pengeluaran obat.
b. Mengurus surat berhubungan dengan Apotek
2. Wewenang
a. Berhak melakukan kegiatan administrasi/pembukuan sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Menyusun pembukuan.
25
kemudian, berdasarkan Permenkes No.287 tahun 1976 tentang pengimporan,
penyimpanan dan penyaluran bahan baku obat.
2.5.1Pemesanan barang
A.Tahap persiapan
a. Perencanaan dan penentuan perbekalan farmasi yang akan dibeli baik
nama barang dan banyaknya berdasarkan buku defecta yang berasal
dari data penjualan bekas dibagian peracikan maupun kartu stock yang
ada di gudang. Dokumen yang diperlukan adalah daftar kebutuhan
obat yang harus dibeli. Perencanaan dan pengadaan sediaan farmasi
harus memperhatikan : pola penyakit, tingkat perekonomian
masyarakat dan budaya masyarakat.
b. Mencari dan menentukan penyaluran masing-masing obat yang
dilengkapi nama, alamat, nomor telepon penyalur, daftar harga obat
masing-masing penyalur, penentuan waktu dan frekuensi pembelian.
c. Mengadakan perundingan dengan beberapa penyalur untuk
merundingkan persyaratan jenis, mutu barang yang diperlukan,
persyaratan harga dan potongan-potongan yang diperoleh, persyaratan
pengiriman barang dan persyaratan waktu pembayaran.
B. Tahap pemesanan
Disiapkan surat pesanan rangkap 3 untuk dikirim kepada penyalur,
petugas gudang dan arsip pembelian. Surat pesanan ini berisi tanggal, nama
perusahaan, nama pemesanan, No SP/SK APA dan tanda tangan Apoteker
Pengelola Apotek.
Surat pesanan narkotika merupakan surat pesanan yang ditulis atas
nama Apotek, dalam memesan obat surat pesanan ini harus dibawa sendiri
ke Pedagang Besar Farmasi tempat pemesanan obat dengan membawa uang
tunai setelah obat dapat kita akan memperoleh faktur yang harus ditanda
tangani oleh Apoteker Pengelola Apotek. Surat dibuat 4 rangkap untuk
pembelian didalam provinsi, yaitu : 3 rangkap untuk PBF 1 rangkap untuk
26
Apotek. Sedangkan pemesanan obat narkotika diluar Provinsi dibuat 5
rangkap dan perlu dilegalisir oleh Dinas Kesehatan , yaitu:
a. 3 rangkap untuk PBF
b. 1 rangkap untuk arsip Dinas Kesehatan.
c. 1 rangkap untuk arsip Apotek
d. 1 surat pesanan hanya bisa memesan 1 jenis obat.
Untuk pemesanan obat Psikotropika caranya hampir sama dengan
pemesanan obat narkotik dan pemesanan obat keras. Bila pemesanan
dilakukan di luar provinsi maka harus dilegalisir Kepala Kantor Dinas
Kesehatan Provinsi dan surat pesanan tersebut dibuat 3 rangkap, yaitu:
a. warna putih ( asli ) dikirim ke Pedagang besar Farmasi
b. warna merah ( copy ) ditinggal di Dinas Kesehatan provinsi
c. warna hijau ( copy ) arsip Apotek.
Sedangkan pemesanan di dalam provinsi maka surat pemesanan
tidak perlu dilegalisir oleh Kepala Kantor Dinas Kesehatan dan surat
pesanan tersebut dibuat 2 rangkap dimana 1 rangkap dikirim ke Pedagang
Besar Farmasi dan 1 lagi sebagai arsip Apotek.
2.5.2 Penyimpanan
Suatu kegiatan penyimpanan dan memelihara obat dengan cara
menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari
pencurian dan terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia. Obat disimpan
pada tempat tertentu supaya tidak mudah rusak dan tetap berkhasiat. Botol
diletakkan berdiri dan salep pada kotaknya supaya tidak mengotori. Obat
yang dibeli harus dikeluarkan terlebih dahulu. Penyusunan obat secara
alfabetis.
Ruang penyimpanan: Aman, bebas serangga, sirkulasi udara baik, suhu yang
cocok, terhindar dari matahari.
Lemari Obat:
a. Obat di atur supaya etiket terlihat.
27
b. Selalu di kunci dan bersih.
c. Tidak terkena sinar matahari.
d. Tidak lembab.
e. Jauh dari anak-anak.
f. Tidak bercampur dengan barang lain.
Tujuan penyimpanan obat:
a. Memelihara mutu obat.
b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab.
c. Menjaga kelangsungan persediaan.
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan.
Pertimbangan dalam menentukan tata ruang, yakni:
a. Kemudahan bergerak arus barang.
b. Sirkulasi udara yang baik.
c. Penempatan rak yang tepat.
d. Kondisi penyimpanan khusus untuk vaksin, narkoba dan alkohol/zat
yang mudah terbakar.
Penyimpanan barang di Apotek :
a. Petugas gudang mencatat seluruh penerimaan barang hari itu dalam
buku penerimaan barang.
b. Mencatat semua surat pengiriman barang ke kartu stock.
c. Menyimpan barang sesuai dengan jenis dan sifat barang dan disusun
secara alfabetis.
d. Barang tertentu disimpan ditempat yang terpisah, misalnya:
d. Narkotika
e. Bahan yang mudah terbakar ditempat tersendiri
f. Suppositoria di lemari pendingin
g. Cairan dipisahkan dengan padat
28
2.5.3 Penjualan
Ketentuan tentang harga obat diatur dalam Pasal 24 Kepmenkes No.280
tahun 1981. Peraturan terbaru terkait harga obat terbit tanggal 7 Februari 2006.
Kepmenkes No.069 tahun 2006 tentang Pencantuman Harga Eceran Tertinggi
(HET) pada label obat. Pada keputusan kedua disebutkan bahwa HET yang
dicantumkan pada label obat adalah Harga Neto Apotek (HNA) yang ditambah
PPN 10% ditambah keuntungan Apotek (%).
Keputusan kelima menyebutkan bahwa “Pabrik obat dalam jangka waktu 6
(enam) bulan sejak ditetapkannya peraturan ini harus sudah mencantumkan HET
pada label obat yang diproduksi dan diedarkan” yang artinya mulai 7 Agustus
2006 semua obat sudah mencantumkan HET nya. Pada Apotek proses penjualan
barang dibedakan menjadi 2, yaitu: penjualan tanpa resep dan penjualan dengan
menggunakan resep.
Adapun tahap penjualan dengan resep dokter adalah sebagai berikut :
1. Resep yang diterima dari pasien diberi harga sambil mengontrol ketersediaan
obat dan diserahkan pada pasien lagi.
2. Pasien membayar kekasir harga obat yang akan diambil sesuai dengan Resep
tersebut dan ditandai jumlah yang akan diambil serta diberi nomor untuk resep.
3. Resep yang sudah dibayar harus diserahkan pada asisten yang bertugas, untuk:
a. Menghitung komposisi obat
b. Menyiapkan etiket
c. Menyiapkan obat/bahan obat
d. Meracik obat sesuai permintaan
e. Pengemasan obat yang sudah selesai diracik
f. Obat yang sudah selesai diracik dikemas dan dikontrol kembali
g. Kelengkapan obat yang sudah diracik
h. Komposisi obat dan perhitungan dosis
29
4. Penyerahan obat ditentukan dengan teliti antara nomor dan nama pasien harus
sesuai, obat yang diserahkan ke pasien diberikan pelayanan informasi tentang
indikasi,penggunaan,tata cara pemakaian dan lain lain.
5. Resep yang sudah dikerjakan dengan kalkulasi harga obat, disimpan secara
teratur sesuai tanggal, bulan dan tahun lalu dicatat di pembukuan. Pada
prinsipnya pemberian harga obat dengan resep adalah sebagai berikut:
HJA = B + P + BP
Ket:
HJA : Harga Jual Apotek
B : Harga barang dengan keuntungan
P : Harga pengemas dengan keuntungan
BP : Biaya pelayanan (service)
30
2.6 Pengelolaan Obat
2.6.1 Narkotika
Narkotika berdasarkan UU No. 3 tahun 2017 adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Logo obat narkotika: Pada kemasannya terdapat tanda seperti medali
berwarna merah dan bergaris tepi merah.
32
3. Penyimpanan Narkotika
Narkotika yang berada di Apotek wajib disimpan secara khusus sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam UU No. 35
tahun 2009 pasal 14 ayat (1). Adapun tata cara penyimpanan narkotika diatur
dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.28/Menkes/per/1978 pasal 5 yaitu
Apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Tempat
khusus tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Harus seluruhnya terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat
b. Harus mempunyai kunci ganda yang kuat
c. Dibagi menjadi 2 bagian, masing-masing bagian dengan kunci yang
berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan
garam-garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua
dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
d. Apabila tempat tersebut berukuran 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut
harus dibuat pada tembok dan lantai.
Selain itu pada pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.28/Menkes/Per/I/1978 dinyatakan bahwa:
a. Apotek harus menyimpan narkotika dalam lemari khusus sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan No.
28/Menkes/Per/1978 dan harus dikunci dengan baik.
b. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain
selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
c. Anak kunci lemari khusus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai
lain yang diberi kuasa.
d. Lemari khusus diletakkan di tempat yang aman dan tidak boleh terlihat oleh
umum.
4. Pelaporan Narkotika
33
Laporan penggunaan narkotika setiap bulannya dikirim ke Dinas Kesehatan
dan Kesejahteraan Sosial kabupaten/kota dan dibuat tembusan ke Dinas
Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial propinsi, Balai Besar POM dan untuk
arsip Apotek. Pelaporan selambat-lambatnya tanggal 10 tiap bulannya. Laporan
bulanan narkotika berisi nomor urut, nama sediaan, satuan, jumlah pada awal
bulan, pemasukan, pengeluaran dan persediaan akhir bulan serta keterangan.
Khusus untuk penggunaan morphin, pethidin, dan derivatnya dilaporkan dalam
lembar tersendiri disertai dengan nama dan alamat pasien serta nama dan
alamat dokter.
5. Pemusnahan Narkotika
Pemusnahan narkotika harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut:
a. Dikarenakan obat kadaluwarsa
b. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan untuk pelayanan kesehatan.
c. Dilakukan dengan menggunakan berita acara yang memuat:
1. Nama, jenis, sifat dan jumlah
2. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun.
3. Tanda tangan dan identitas pelaksana dan pejabat yang menyaksikan
(ditunjuk oleh MenKes).
4. Ketentuan lebih lanjut syarat dan tata cara pemusnahan diatur dengan
Keputusan Menteri Kesehatan.
2.6.2 Psikotropika
Permenkes No 3 tahun 2017 Tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika
tentang psikotropika menyatakan bahwa psikotropika adalah zat atau obat bukan
narkotika, baik alamiah maupun sintesa yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku. Obat-obatan golongan ini mulai dari
34
pembuatannya, pengemasan, distribusi, sampai penggunaannya diawasi secara
ketat oleh pemerintah (BPOM dan DepKes) dan hanya boleh diperjualbelikan di
Apotek atas resep dokter. Tiap bulan Apotek wajib melaporkan pembelian dan
penggunaannya kepada pemerintah.
Logo obat psikotropika: Pada kemasannya terdapat tanda lingkaran merah
bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya. Sama dengan logo obat
keras.
35
emosional terhadap orang lain sehingga tidak mampu membedakan yang
realitas dan fantasi. Contohnya: (THC), (LSD), psilobisin.
36
1. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan
dan ilmu pengetahuan.
2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika
3. Memberantas peredaran gelap psikotropika
1. Pengadaan Psikotropika
Menurut UU No.5 tahun 1997 pemesanan psikotropika menggunakan surat
pesanan yang telah ditandatangani oleh Apoteker kepada PBF atau pabrik obat.
Penyerahan psikotropika oleh Apoteker hanya dapat dilakukan untuk Apotek
lain, Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, dokter dan pelayanan resep
dokter.
2. Penyimpanan psikotropika
4. Pelaporan Psikotropika
Laporan penggunaan psikotropika ditujukan ke Dinkes Kota dengan
tembusan: Dinkes Provinsi , Balai Besar POM dan untuk arsip Apotek.
Pelaporan selambat-lambatnya tanggal 10 tiap bulannya. Laporan bulanan
psikotropika berisi nomor urut, nama sediaan jadi (paten), satuan, jumlah awal
bulan, pemasukan, pengeluaran, persediaan akhir bulan serta keterangan.
5.Pemusnahan
Pemusnahan psikotropika dilakukan karena:
a. Kadaluarsa.
b. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan.
c. Dilakukan dengan pembuatan berita acara yang memuat: nama, jenis, sifat
dan jumlah, keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun, tanda
tangan dan identitas pelaksana dan pejabat yang menyaksikan (ditunjuk
MenKes).
39
2.6.4 Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat diserahkan secara bebas dan tanpa resep
dokter. Merupakan obat yang paling “aman”, boleh digunakan untuk menangani
penyakit-penyakit simptomatis ringan yang banyak diderita masyarakat luas yang
penanganannya dapat dilakukan sendiri oleh penderita atau self medication
(penanganan sendiri). Obat ini telah digunakan dalam pengobatan secara ilmiah
(modern) dan terbukti tidak memiliki risiko bahaya yang mengkhawatirkan.
Obat bebas dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter, baik di
Apotek, counter obat di supermarket/toko swalayan, toko kelontong, bahkan di
warung, disebut juga obat OTC (Over the Counter). Penderita dapat membeli
dalam jumlah yang sangat sedikit, seperlunya saja saat obat dibutuhkan. Jenis zat
aktif pada obat bebas relatif aman sehingga penggunaanya tidak memerlukan
pengawasan tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada
kemasan obat. Oleh karena itu sebaiknya obat bebas tetap dibeli bersama
kemasannya.
Berdasarkan SK Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda
khusus untuk obat bebas dan obat bebas terbatas. Pada kemasannya terdapat tanda
lingkaran hijau bergaris tepi hitam.
40
2.6.5 Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada pasien
yang pemakainya tanpa resep dokter bila memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Obat tersebut hanya boleh dalam bungkus asli dari pabrik atau pembuatnya.
2. Pada penyerahan oleh penjual harus mencantumkan tanda peringatan P1-P6
3. Tanda peringatannya berwarna hitam berukuran panjang 5 cm dan lebar 2cm
memuat pemberitahuan warna putih sebagai berikut:
Contoh :
41
Gambar 5. Logo obat bebas Terbatas
43
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.919/Menkes/Per/X/1993, obat
wajib Apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan pada pasien tanpa resep
dokter dengan mengikuti peraturan dari Menteri Kesehatan. Obat yang dapat
diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria:
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah
usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit.
3. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung
jawabkan untuk pengobatan sendiri.
Contoh :
44
2.6.8 Alat Kesehatan
Alat Kesehatan adalah bahan, instrumen, mesin, implant yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosa,
menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, serta
memulihkan kesehatan pada manusia dan memperbaiki fungsi dan sruktur tubuh.
Penyimpanan: Disimpan dilemari yang penyusunannya menurut alfabetis, fungsi
atau bentuknya. Contoh:Winx Nedle, Alat Kontrasepsi, Abbocath dan lain-lain
45
2. Apoteker harus mendahulukan pelayanan resep dimaksud ayat 1 pasal ini.
Menyebutkan bahwa; Apoteker tidak dibenarkan mengulangi penyerahan obat
atas dasar resep yang sama apabila :
a. Pada resep aslinya diberi tanda “n.i”, “ne iteratur” atau “tidak boleh
diulang”
b. Resep aslinya mengandung narkotika atau obat lain yang oleh menteri
direktur jenderal ditetapkan sebagai obat yang tidak boleh diulang tanpa
resep baru.
1. Pelayanan Resep.
A. Skrining resep.
Apoteker melakukan skrining resep meliputi :
1) Persyaratan administratif :
a. Nama,SIP dan alamat dokter.
b. Tanggal penulisan resep.
c. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.
d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
e. Nama obat , potensi, dosis, jumlah yang minta.
f. Cara pemakaian yang jelas.
g. Informasi lainnya.
2) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
3) Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap
resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan
46
memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
B.Penyiapan obat.
a. Peracikan.
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,
mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan
peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan
dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
b. Etiket.
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
47
c. Kemasan obat yang diserahkan.
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok
sehingga terjaga kualitasnya.
d. Penyerahan Obat.
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan
akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat
dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling
kepada pasien dan tenaga kesehatan.
e. Informasi Obat.
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat
pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan
minuman yang harus dihindari selama terapi.
f. Konseling.
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau
perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya,
Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
g. Monitoring Penggunaan Obat.
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes , TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.
48
2. Salinan Resep
Salinan resep diatur dalam kepmenkes No. 280 tahun 1981 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek, disebutkan bahwa salinan resep
adalah salinan yang dibuat oleh Apotek, yang selain memuat semua keterangan
yang terdapat dalam resep asli, harus memuat pula:
a. Nama dan alamat Apotek
b. Nama dan nomor Surat Izin Pengelola Apotek
c. Tanda tangan atau paraf Apoteker Pengelola Apotek
d. Tanda ‘det’ atau ‘detur’ untuk obat yang sudah diserahkan; tanda‘nedet’ atau
‘ne detur’ untuk obat yang belum diserahkan
e. Nomor resep dan tanggal pembuatan.
49
a. Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep yang telah dikerjakan menurut
urutan tanggal dan nomor urutan penerimaan resep dan harus disimpan
sekurang–kurangnya tiga tahun.
b. Resep yang mengandung Narkotika harus dipisahkan dengan resep lainnya.
c. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu dapat dimusnahkan.
d. Pemusnahan resep dilakukan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang
memadai oleh Apoteker Pengelola Apotek bersama dengan sekurang–
kurangnya petugas Apotek.
e. Pada pemusnahan resep, harus dibuat Berita cara pemusnahan sesuai dengan
bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat dan ditandatangani.
Pada berita acara tersebut harus memuat:
1) Hari, tanggal, bulan, tahun pemusnahan
2) Nama pemegang izin khusus Apoteker Pengelola Apotek
3) Nama-nama saksi
4) Nama dan jumlah resep yang dimusnahkan
5) Cara pemusnahan
6) Tanda tangan penanggung jawab Apotek pemegang izin khusus dan saksi-
saksi.
Dibuat empat rangkap yang ditujukan kepada:
1) Dinas Kesehatan Propinsi Bengkulu
2) Dinas Kesehatan Kota Bengkulu
3) Balai POM Bengkulu
4) Arsip
2.8 Pembukuan
Pembukuan adalah salah satu rangkaian kegiatan pencatatan semua transaksi
keuangan dalam suatu badan instansi, fungsinya mengetahui dan memperoleh
dalam mengontrol jalannya proses kegiatan agar sesuai dengan tujuan dan rencana
yang telah ditetapkan. Tujuan dari suatu pembukuan adalah dengan adanya
50
administrasi pembukuan dapat melihat dan mengontrol seluruh kegiatan yang ada
di Apotek.
Adapun buku-buku yang digunakan dalam pembukuan di Apotek adaIah :
1. Buku Kas
Buku Kas adalah buku pencatatan semua transaksi uang tunai, baik itu
penerimaan maupun pengeluaran. Berfungsi untuk mencatat jumlah atau
besar kecilnya pendapatan tiap bulannya. Pencatatan dilakukan setiap akhir
bulan.
2. Buku Expedisi atau Buku Pencatatan Barang Masuk
Buku ini digunakan untuk mencatat barang yang masuk dan diterima dan
PBF, dapat juga digunakan untuk mengecek barang yang diterima.
3. Buku Penjualan Bebas
Buku ini digunakan untuk mencatat barang, baik kosmetik maupun alat
kesehatan yang telah dijual dan Apotek. Buku Penjualan Bebas, yang
mencakup penjualan obat-obat bebas, bebas terbatas, Obat Wajib Apotek
dan kosmetika.
4. Buku Penjualan Obat-obat melalui resep dokter.
Buku yang digunakan untuk mencatat resep dokter yang sudah
dikerjakan/diracik dan sudah diserahkan kepada pasien.
5. Buku Pencatatan Barang
Adalah buku yang digunakan untuk mencatat barang-barang yang dikirim
berdasarkan faktur barang yang bersangkutan,yang mengisi buku ini ialah
asisten apoteker (AA) yang telah diberi wewenang kemudian barang yang
diterima harus di cek kembali dahulu agar tidak terjadi kesalahan.
6. Buku Pencatatan Resep Umum, Narkotika dan Psikotropika
a. Buku Pencatatan Resep Umum
Buku ini digunakan untuk mencatat pengeluaran obat melalui resep yang
dicatat setiap harinya.
b. Buku Pencatatan Resep Narkotika dan Psikotropika.
51
Buku ini digunakan untuk mencatat penggunaan atau pengeluaran obat
Narkotika dan Psikotropika setiap han sesuai dengan resep dokter. Bukti
ini ditutup setiap akhir bulan supaya diketahui jumlah pemakaian
narkotika dan psikotropika setiap bulannya.
52
C. Blanko Pesanan Narkotika
Blanko ini ditujukan ke PBF Kimia Farma Bengkulu, karena PBF ini yang
diberi izin dan wewenang untuk mendistribusikan narkotika tersebut, Surat
pesanan ini ditanda tangani oleh Apoteker Pengelola Apotek, apabila Apotek
melakukan pemesanan narkotika pada PBF yang berdomisili di luar wilayah
Provinsi Bengkulu maka surat pesanannya harus dilegalisir terlebih dahulu oleh
Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu.
Blanko pemesanan obat narkotika terdiri dan 4 rangkap:
1. Warna putih (asli) dikirim ke PBF.
2. Warna merah (copy) serahkan ke Dinkes Propinsi Bengkulu.
3. Warna biru (copy) untuk BPOM
4. Warna kuning (copy) sebagai arsip Apotek
D. Blanko kartu stock dan blanko persiapan barang
Blanko kartu stock adalah blanko yang digunakan untuk mencatat keluar
masuknya obat-obatan dalam gudang di luar gudang selain itu juga untuk
mengetahui kadaluarsa dan obat.
53
2.9 Pelaporan
Membuat laporan data obat merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka
pendataan obat-obatan, baik obat yang disimpan maupun obat yang digunakan.
Tujuan pembuatan laporan data obat adalah tersedianya data mengenai jenis dan
jumlah penerimaan dan pengeluaran sebagai salah satu laporan pengelolaan obat
baik obat narkotika, psikotropika dan generik. Laporan ditujukan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi, Balai
POM dan arsip apotek. Laporan yang disusun di Apotek terdiri dari :
a. Pembukuan dan pelaporan obat narkotika (UU No. 22 th 1998).
Pembukuan dan pelaporan obat narkotika merupakan laporan yang dibuat
Apotek yang memuat setiap pemakaian obat narkotika yang berasal dari resep
dokter dalam satu bulan. Setiap resep yang mengandung obat narkotika dilakukan
pencatatan.
Dalam buku khusus pencatatan narkotika dijumlahkan setiap bulannya.
Laporan kepada Dinas Kesehatan Kota Bengkulu dengan tembusan kepada:
a. Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu
b. Balai POM Bengkulu
c. Arsip
b. Pembukuan dan Pelaporan Obat Psikotropika (UU No.5 th 1998).
Pembukuan dan pelaporan obat psikotropika adalah laporan yang dibuat
oleh pihak Apotek Atika yang memuat setiap pemakaian obat psikotropika yang
berasal dari resep dokter dalam satu bulan. Setiap Resep yang mengandung
psikotropika dijumlahkan setiap bulannya. Laporan ini diberikan kepada Dinas
Kesehatan Kota Bengkulu, dengan tembusan:
a. Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu
b. Balai POM Bengkulu
c. Laporan Obat Generik
Penggunaan obat generik di apotek dilaporkan setiap satu bulan sekali. Dasar
pertimbangan pelaporan ini adalah untuk monitoring sampai sejauh mana program
54
penggunaan obat generik telah berjalan. Laporan dibuat berdasarkan obat generik
yang digunakan oleh masing-masing dokter setiap bulannya.
Laporan generik ditujukan kepada Kepala Dinas Kota Bengkulu dengan
tembusan:
a. Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu
b. Balai POM Bengkulu
c. Arsip
d. Laporan Prekusor ( UU No. 35 tahun 2009 dan UU No. 5 tahun 1997 )
Pembukuan dan pelaporan obat prekusor narkotika adalah laporan yang
dibuat oleh pihak Apotek Atika yang memuat setiap penjualan obat prekusor
narkotika yang dapat diberikan tanpa resep dokter dalam satu bulan.
Laporan ini diberikan kepada Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, dengan tembusan:
a. Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu
b. Balai POM Bengkulu
c. Arsip
55
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
56
telah ditentukan sebelumnya dapat tercapai dengan memperjelas tugas dan
tangggung jawab dari masing-masing bagian terkait.
APA
..................... PSA
Erlinda Rahmadewi,S.farm.,Apt
Muhamad Nurahman
AA
Keterangan :
...................... : Garis Koordinasi
: Garis Komando
57
1. Memimpin seluruh kegiatan termasuk mengkoordinasi dan mengawasi
pekerjaan karyawati di Apotek Atika.
2. Mengatur pembagian tugas dan tanggung jawab Apotek Atika.
3. Membina serta memberikan petunjuk tentang kefarmasian kepada
karyawan terutama memberikan informasi untuk pasien di Apotek
Atika.
4. Bertanggung jawab dalam bidang pengadaan obat-obatan, bahan baku
obat, alat-alat kesehatan berdasarkan perundang-undangan yang
berlaku.
B. Pemilik Sarana Apotek (PSA)
Menyediakan sarana di Apotek Atika terdiri dari bangunan, fasilitas di
apotek, perlengkapan kesehatan di bidang farmasi yang dapat menjamin
mutu, kualitas dan tanggung jawab atas keuangan di Apotek.
C. Asisten Apoteker (AA)
1. Menghitung uang kas, kemudian mencatat semua penerimaan uang juga
dengan pengeluaran uang yang harus dilengkapi dengan pendukung
berupa kwitansi, nota dan tanda setoran lainnya yang sudah diparaf oleh
Apoteker Pengelola Apotek.
2. Menyusun dan membukukan faktur, nota, piutang, utang, surat keluar
dan buku ekspidisi.
3. Bertanggung jawab atas kebenaran uang kepada Pemilik Sarana Apotek
(PSA) .
4. Bertanggung jawab menghargai resep dari dokter.
5. Memberikan informasi obat kepada pasien.
6. Membuat Laporan Narkotika, Psikotropika, Generik setiap bulan.
7. Asisten Apoteker (AA) bertanggung jawab dan berwenang
melaksanakan tugas kefarmasian dan bertanggung jawab langsung
kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA).
58
3.4 Tata Ruang Apotek
59
3d 3c 3b 3a
3e 2
1
3f
3g 3h
5
4b
4a
4c
4e 7
4d 8
6a 9
6c 6b
10
6d
6e
6f
11
60
Keterangan :
1. Kursi Tunggu
2. Meja
3a. Etalase (Maag,alkohol,Multivitamin)
3b. Etalase (Madu,vitamin,jamu)
3c. Etalase (Prekusor,Salep,obat bebas terbatas)
3d. Etalase (Kosmetik,balsem,tetes mata)
3e. Etalase (Penyimpanan obat Prekusor,obat bebas terbatas)
3f. Etalase (Penyimpanan obat Prekusor,sirup,tetes mata)
3g. Etalase (Madu,sirup,suplemen anak,bedak)
3h. Etalase (Sirup flu ,batuk,maag,tissue,madu,minyak)
4a. Meja Kasir
4b. Kulkas (suppositoria, insulin)
4c. Rak Obat (Tablet generik,sirup generik)
4d. Rak Obat (Tablet Paten,sirup paten,vial,ampul,alkes)
4e. Lemari Narkotika
5. Kulkas
6a. Meja dokter
6b. Tempat tidur pasien
6c. Lemari dokter
6d. Meja dokter
6e. Tempat tidur pasien
6f. Lemari dokter
7. Meja
8. Loker
9. Meja
10. Etalase
11. Toilet
61
3.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi
Apotek adalah suatu tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran obat kepada masyarakat. Apotek Atika dikelola oleh seorang
Apoteker Pengelola Apotek (APA) yaitu Erlinda Rahmadewi S.Farm.,Apt
dan dibantu oleh beberapa orang Asisten Apoteker. Apotek Atika berada di
Jalan Kapuas Raya No.19 RT.14 atau 01 Padang Harapan Bengkulu,dimana
merupakan tempat yang strategis, sehingga pemesanan obat dan penjualan
obat di Apotek Atika berjalan dengan sangat baik. Penjualan barang di
Apotek Atika berdasarkan atas resep dokter dan pelayanan penjualan secara
bebas. Adapun perbekalan farmasi yang disalurkan di Apotek adalah :
a. Obat
b. Obat tradisional (jamu, Obat Herbal Terstandar, fitofarmaka)
c. Alat Kesehatan
62
3. Pada saat obat diserahkan harus dijelaskan informasi mengenai aturan
pakai dan cara pemakaian obat tersebut. Jika dalam resep terdapat obat
narkotika maka resep diberi garis merah dan pada saat
menyerahkannya harus menanyakan alamat atau nomor telepon pasien
yang jelas.
4. Dan jika terdapat obat antibiotik maka APA/AA harus menjelaskan
obat harus dihabiskan dan harus dijelaskan, aturan pakai, khasiat,
waktu minum, penyimpanan dan lamanya penggunaan obat dilakukan.
Pemberian informasi ini dilakukan agar tidak terjadi kekeliruan atau
pun kesalahan terhadap penggunaan obat.
Resep Diterima
Dicek kelengkapan,
ketersediaan dan harga
63
Pasien setuju Pasien setuju Pasien tidak setuju
dengan harga mengambil sebagian dengan harga
64
dicek kembali untuk memastikan tidak ada kekeliruan dalam
pengambilan obat dan penulisan aturan pakainya.
65
minimal satu orang dari Balai POM, Apoteker Pengelola Apotek
dari apotek Atika, dan dua orang Asisten Apoteker.
Setiap pemusnahan resep harus dibuat berita acara
pemusnahan yang dikirim kepada :
a. Dinas kesehatan kabupaten / kota
b. Kepala Dinas Kesehatan provinsi
c. Balai POM dan arsip Apotek
66
c. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi,
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada
keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada
dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan
alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan
setelah pemberitahuan
B. Penyiapan obat
1. Peracikan
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,
mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam
melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap
dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta
penulisan etiket yang benar.
2. Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
3. Kemasan Obat yang Diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang
cocok sehingga terjaga kualitasnya.
C. Penyerahan Obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan
pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep.
Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai pemberian
informasi obat dan konseling kepada pasien.
D. Informasi Obat
67
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan
mudah dimengerti, akurat, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi
obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: dosis, efek
farmakologi, cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka
waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang
harus dihindari selama terapi.
E. Konseling
Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan
terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah
sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk
penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC,
asma, dan penyakit kronis lainnya Apoteker harus memberikan
konseling secara berkelanjutan.
F. Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk
pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan
penyakit kronis lainnya.
G. Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus
memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri
sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan
obat yang sesuai dan Apoteker harus berpartisipasi secara aktif
dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi
informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster,
penyuluhan, dan lain-lain.
68
3.5 Pembukuan
Pembukuan merupakan suatu kegiatan penggumpulan data penerimaan,
pemakaian, dan permintaan sediaan farmasi yang bertujuan untuk
memudahkan dalam pengelolaan sediaan farmasi dan pembuatan laporan
setiap bulannya. Semua pengunaaan sediaan farmasi baik jenis maupun
jumlah yang dicatat sesuai dengan pengelolaan sediaan farmasi. Ada
beberapa pembukuan di Apotek Atika meliputi :
a. Buku Kas
Buku yang mencatat semua transaksi keluar masuknya uang setiap harinya
di Apotek Atika, baik tunai maupun kredit.
b. Buku Defecta
Buku yang digunakan untuk mencatat barang-barang yang telah habis
terjual dan akan dipesan ke PBF.
c. Buku Pencatatan Hutang
Buku pencatatan adalah buku yang digunakan untuk mencatat hutang
Apotek sehingga dapat mengetahui besarnya utang yang ditanggung oleh
Apotek.
d. Buku Penjualan Bebas
Buku penjualan bebas adalah buku yang digunakan untuk mencatat barang
baik obat, kosmetika maupun Alkes yang telah terjual.
e. Buku Ekspedisi
Buku yang digunakan untuk mencatat nomor-nomor surat penting yang
akan dikirim, guna untuk menjadikan bukti bila terjadi kesalahan dalam
mencatat pelaporan obat setiap bulannya.
f. Buku Penerimaan Barang
69
Buku penerimaan barang adalah buku yang digunakan untuk mencatat
barang-barang yang masuk dan diterima dari PBF berdasarkan faktur
barang yang bersangkutan.
Nama Nama
No Tanggal Resep Harga Ket
Dokter Pasien
26Feb
1. 18 Dr. Nita Nurbaiti R/Simvastatin Rp62.00 -
September 10mg no X 0
17 S1dd1
70
Digunakan untuk mencatat keluar masuknya obat di apotek dan
untuk mengecek kesalahan penggunaan obat.
APOTEK ATIKA
Nama Barang : Bisolvon tab
No Tanggal Masuk Keluar Sisa Ket
1 17 Juni 2017 - 2 4 -
2 18 juni 2017 - 1 3 -
i. Buku Faktur
Buku yang digunakan untuk mencatat barang yang masuk dari PBF yang
sebelumnya telah dipesan oleh pihak Apotek. Buku ini sekaligus berfungsi
sebagai buku barang masuk.
3.5 pelaporan
3.8.1 Pembukuan dan Pelaporan Obat Narkotika (UU No. 35 Tahun 2009
dan Permenkes No. 3 Tahun 2015)
Pembukuan dan pelaporan obat narkotika merupakan laporan yang
dibuat Apotek yang memuat setiap pemakaian obat narkotika yang
71
berasal dari resep dokter dalam satu bulan. Setiap resep yang
mengandung narkotika dicatat dalam buku khusus pencatatan narkotika,
Jumlah narkotika yang dipakai dicatat setiap bulannya, dengan 4
rangkap dengan ditujukan kepada:
1. Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu
2. Dinas Kesehatan Kota Bengkulu
3. Balai Pom Bengkulu
4. Arsip
3.8.2 Pembuatan dan Pelaporan Obat Psikotropika (UU No. 5 Tahun 1997
dan Permenkes No. 3 Tahun 2015)
Adalah laporan yang dibuat Apotek yang memuat setiap pemakaian
obat psikotropika yang berasal dari resep dokter dalam satu bulan. Setiap
resep yang mengandung psikotropika dicatat dalam buku khusus
pencatatan narkotika, Jumlah narkotika yang dipakai dicatat setiap
bulannya, dengan 4 rangkap dengan ditujukan kepada :
1. Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu
2. Dinas Kesehatan Kota Bengkulu
3. Balai Pom Bengkulu
4. Arsip
72
2. Dinas Kesehatan Kota Bengkulu
3. Balai Pom Bengkulu
4. Arsip
73
BAB IV
PEMBAHASAN
74
Apotek Atika melayani pembelian obat bebas, obat bebas terbatas, dan
pelayanan resep dokter. Di Apotek Atika kegiatan kefarmasian dilakukan mulai
dari perencanaan, pemesanan, hingga obat diserahkan kepada pasien. Apotek
Atika menyediakan berbagai Perbekalan Farmasi. Perbekalan Farmasi yang ada di
Apotek Atika meliputi :
a. Obat Keras
b. Obat Bebas
c. Obat Bebas Terbatas
d. Obat Generik
e. Obat Wajib Apotek
3. Penyimpanan Barang
Pada Apotek Atika penyimpanan obat disusun berdasarkan abjad dan
untuk obat-obat yang menggunakan sistem FIFO dan FEFO.
75
4. Penjualan Barang
Apotek Atika melayani penjualan Obat Bebas, Obat Keras, Obat
Bebas Terbatas dan OWA.
76
Administrasi pembukuan bertujuan untuk mengetahui dan mengontrol
semua kegiatan apakah sesuai dengan perencanaan dan prosedur yang telah
ditetapkan.
Administrasi pembukuan di Apotek Atika meliputi :
a. Buku Kas
Buku kas adalah buku yang digunakan dalam pencatatan semua pemasukan,
dan pengeluaran uang secara tunai berdasarkan transaksi yang terjadi.
b. Buku Penerimaan Barang
Buku penerimaan barang adalah buku yang digunakan untuk mencatat semua
barang yang dikirim dari PBF berdasarkan surat pesanan setelah barang tersebut
diperiksa oleh pihak Apotek.
c. Buku Pencatatan Resep
Buku pencatatan resep umum adalah buku yang digunakan untuk mencatat
resep yang masuk setiap harinya.
d. Buku Pembelian Barang atau Buku Faktur
Buku Pembelian Barang atau Buku Faktur adalah buku yang digunakan untuk
mencatat pembelian barang serta secara kredit atau tunai yang berasal dari faktur
yang dikirimkan oleh PBF dengan disertai harga total barang.
e. Buku Defecta
Buku defecta adalah buku yang digunakan untuk mencatat atau mendata obat-
obat yang kosong atau habis. Pada saat ingin memesan obat maka buku defecta
digunakan dan tidak perlu melihat di gudang secara satu persatu karena itu dapat
membutuhkan waktu yang lama.
f. Blangko Kartu Stock
Blangko kartu stock adalah blangko yang digunakan untuk mengetahui keluar
masuknya suatu obat setiap harganya. Blangko stock dipakai untuk satu jenis obat
saja. Fungsinya untuk melacak kesalahan penggunaan obat.
77
4.5 Pelaporan Resep
Pelaporan Resep di Apotek Atika sama halnya seperti pengelolaan
administrasi, yaitu dengan pembukuan. Obat-obat keluar yang di pakai dalam
resep di catat jumlahnya dalam sebuah buku khusus dan kemudian dilakukan
pelaporan setiap bulannya.
BAB V
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan, dan pelaksanaan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang dilaksanakan di Apotek Atika maka dapat
saya simpulkan bahwa :
1. Dengan adanya PKL siswa memperoleh banyak pengetahuan yang berguna
karena siswa terjun langsung ke lapangan.
2. Pelayanan di Apotek Atika kepada masyarakat selama ini telah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Apotek bermanfaat sebagai bekal siswa
untuk bekerja di bidang kefarmasian.
78
4. Semua karyawan di Apotek bekerja sama sesuai dengan tugas dan tanggung
jawab masing-masing, dan Apoteker berperan penting dalam pengelolaan dan
pengembangan Apotek.
5. Seorang Asisten Apoteker berperan penting dalam sebuah apotek. mempunyai
tugas dan tanggung jawab yang cukup besar dalam pelaksanaan kegiatan
kefarmasian sehingga, diperlukan ketelitian dalam bekerja.
6. Praktek Kerja Lapangan merupakan kesempatan bagi siswa untuk menambah
pengetahuan, pengalaman dan keterampilan untuk terjun di dalam bidang
kefarmasian.
7. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan, sangat diperlukan kerjasama
yang baik antar tenaga.
5.2 Saran
Berdasarkan Praktek Kerja lapangan yang telah dilaksanakan, saya dapat
menyimpulkan bahwa :
1. Untuk pelayanan di Apotek hendaklah lebih ditingkatkan lagi agar pasien
merasa puas dan tidak merasakan kekecewaan sehingga pasien akan kembali.
2. Untuk pihak sekolah agar Praktek Kerja Lapangan (PKL) tetap dilaksanakan
bila perlu waktu PKL ditambah menjadi lebih lama, sehingga siswa
mendapatkan ilmu, pengetahuan, dan keterampilan lebih banyak.
3. Kepada siswa-siswi yang melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Apotek
agar lebih tekun dalam melaksanakan PKL karena di Apotek lah kita dapat
menambah pengalaman dan menambah ilmu pengetahuan .
4. Siswa-Siswi dapat menerapkan ilmu tersebut sebagai seorang Tenaga Teknis
Kefarmasian yang baik
DAFTAR PUSTAKA
79
Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No.26 Tahun
1965 tentang Apotek. Jakarta; 1980
80
81
82
Lampiran 1. Surat Pemesanan Obat Bebas
83
84
Lampiran 2. Surat Pesanan Prekursor
85
86
Lampiran 3. Laporan Prekursor
87
Lampiran 4. Laporan Generik
88
89
Lampiran 5. Laporan Narkotika
90
Lampiran 6. Laporan Psikotropika
91
92
Lampiram 7. Resep BPJS
93
94
Lampiran 8. Resep Umum
95
Lampiran 9. Faktur
96
97
Lampiran 10. Copy Resep
98
Lampiran 11. Kartu Stok
99
Lampiran 12. Etiket Obat Dalam
100
101
Lampiran 13. Etiket Obat Luar
102
Lampiran 14. Kwintansi
103
104