Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan individu yang unik, spesifik dan harus mendapatkan

kesempatan yang sama tanpa terkecuali terhadap anak yang bermasalah.

Karakteristik perkembangan setiap anak berbeda dan saling berkaitan antara

proses biologis, sosio emosional dan kognitif. Tingkah laku yang tidak normal

menunjukkan anak mengalami masalah dan dapat menyebabkan hambatan

perkembangan emosi, sosial, fisik, intelektual, kognitif dan bahasa serta

berakibat terganggunya sosial dan penyesuaian diri (Assjari, 2010). Anak

adalah anugrah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga,

dirawat, dan diberi bekal sebaik-baiknya bagaimanapun kondisi anak tersebut

ketika dilahirkan. Orang tua akan merasa senang dan bahagia apabila anak

yang dilahirkan memiliki kondisi fisik dan psikis yang sempurna. Sebaliknya,

orang tua akan merasa sedih apabila anak yang dilahirkan meiliki kondisi fisik

yang tidak sempurna atau mengalami hambatan perkembangan. Anak yang

memiliki retradasi mental yaitu fungsi intelektual umumnya berada dibawah

rata-rata. Diperjelas oleh Munzert (2012) bahwa intelegasi anak yang

mempunyai IQ sedang antara 95-100, sedangkan anak penderita retradasi

mental memiliki IQ dibawah 50. Tuntutan keberhasilan akademik memang

bukan murni milik anak tunagrahita. Diluar sana, masih ditemukan bagaimana

orangtua yang tidak memiliki anak berkebutuhan khusus secara gencar

memaksa anak-anak mereka untuk memiliki kemampuan akademik diatas

1
standar kelas. Asumsi yang berkembang adalah bahwa, anak-anak akan

memiliki kesuksesan hidup jika nilai-nilai akademik mereka tinggi. Ada

catatan penting untuk dicermati, bahwa; Kecerdasan akademik sedikit

kaitannya dengan kehidupan emosionalnya. Orang dengan IQ tinggi dapat

terperosok kedalam napsu yang tak terkendali dan impuls yang meledak-ledak;

orang dengan IQ tinggi dapat menjadi pilot yang tak cakap dalam kehidupan

pribadi mereka. Terdapat pemikiran bahwa IQ menyumbang paling banyak

20% bagi kesuksesan dalam hidup, sedangkan 80% ditentukan oleh faktor lain.

IQ yang tinggi tidak menjamin kesejahteraan, genggsi, atau kebahagiaan hidup.

Salah satu kecerdasan yang selama ini sering diabaikan adalah kecerdasan

emosional. Banyak para guru melihat perkembangan dan kemajuan anak pada

saat anak telah mampu melakukan perubahan aktifitas akademik. Sedangkan

hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan dan kemajuan emosional anak

tunagrahita kurang mendapatkan tempat dan catatan yang berarti dalam

kemajuan anak. Keterampilan ini dapat diajarkan kepada siapapun, lebih dini

diajarkan pada saat seseorang masih anak-anak. Kecerdasan emosional

menambahkan lebih banyak sifat-sifat yang membuat seseorang menjadi lebih

manusiawi. Anak dengan retradasi mental biasanya oleh masyarakat sering

disamakan dengan idiot, padahal belum tentu semua anak retradasi mental

adalah idiot. Idiot hanyalah istilah bagi anak retradasi mental dalam taraf yang

sangat berat. Anak retradasi mental memiliki kemampuan intelektual yang

rendah yang membuat anak mengalami keterbatasan dalam bidang


keterampilan, komunikasi, perawatan diri, kegiatan sehari-hari, kesehatan dan

keselamatan, akademis dan occupational (Cahyaningrum, 2014).

Tahapan negatif masyarakat tentang anak retradasi mental

menimbulkan berbagai macam reaksi orang tua yang memiliki anak retradasi

mental, seperti: orang tua mengucilkan atau tidak mengakui sebagai anak yang

retradasi mental. Anak yang retradasi mental disembunyikan dari masyarakat

karena orang tua mereka merasa malu mempunyai anak keterbelakangan

mental. Disisi lain, ada pula orang tua yang memberikan perhatian lebih pada

anak retradasi mental berusaha memberikan yang terbaik pada anaknya

dengan meminta bantuan para ahli yang dapat menangani anak retradasi

mental. Orang tua merupakan orang yang terdekat bagi penyandang retaldasi

mental tentunya pada saat mengetahui bahwa anak mereka menyandang

retaldasi mental. Orang tua mengalami stress dalam menghadapi kondisi

tersebut. Orang tua akan merasa kaget bahkan menolak serta tidak menyangka

jika harus berada dalam situasi seperti itu, dan yang pasti mereka tidak siap

menghadapi hal tersebut.

Bagaimanapun kondisi anak, orang tua harus menerima keadaanya

dengan segala keterbatasannya dan tetap berusaha memberikan yang terbaik

untuk anak, karena di balik keterbatasannya pasti memiliki kelebihan. Proses

perubahan sikap penerimaan orang tua ini dipengaruhi berbagai macam faktor,

salah satunya adalah informasi yang diterima oleh para orang tua baik dari

surat kabar cetak maupun elektronik, sesama orang tua penyandang retaldasi

mental, browsing di internet dan lain-lain.


Orang tua yang memiliki pengetahuan tentang retaldasi mental akan

lebih dapat menerima keadaan anaknya daripada orang tua yang tidak

mempunyai pengetahuan tentang retaldasi mental. Pada orang tua yang

memiliki pengetahuan yang tepat tentang retaldasi mental akan dapat mengerti

bagaimana keadaan seorang anak retaldasi mental baik secara fisik maupun

emosinya, mereka pun akan turut serta dalam kegiatan yang melibatkan peran

orang tua.

Jumlah anak dengan retaldasi mental adalah 2,3%. Atau 1,95% anak

usia sekolah, 40% atau 3:21 pada data Sekolah Luar Biasa terlihat dari

kelompok usia sekolah ,jumlah penduduk di indonesia yg menyadang kelainan

adalah 48.100.548 orang, jadi estimasi jumlah penduduk di Indonesia yg

menyadang retaldasi mental adalah 2% x 48.100.548 orang = 962.011 orang.

orang, 60% diderita anak laki-laki dan 40% diderita anak perempuan. Data

tahun 2013 dari Dinas Sosial Kota Bengkulu yang bekerjasama dengan Forum

Komunikasi Keluarga Anak dengan Kecacatan (FKKADK) Kota Bengkulu

terdapat 104 anak penyandang cacat dengan jenis kecacatan yang berbeda

dengan jumlah anak retaldasi mental berjumlah 52 orang.

Survey awal yang dilakukan peneliti diketahui jumlah anak dengan

retaldasi mental di sekolah Luar Biasa Kepahiang Kab.Kepahiang terdata 43

anak retaldasi mental dengan anak yang selalu aktif masuk sekolah berjumlah

28 orang.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

Hubungan Pengetahuan Orang Tua Tentang retardasi mental dengan Sikap


Penerimaan Orang Tua terhadap Anak retardasi mental di Sekolah Luar Biasa

kepahiang Kabupaten Kepahiang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah Dari uraian diatas, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah “adakah Hubungan Pengetahuan Orang Tua Tentang

Anak retardasi mental dengan Sikap Penerimaan Orang Tua terhadap Anak

Anak dengan retardasi mental di Sekolah Luar Biasa Kepahiang kab.

Kepahiang.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah diketahuinya Apakah ada

Hubungan Pengetahuan Orang Tua Tentang Anak retaldasi mental dengan

Sikap Penerimaan Orang Tua terhadap Anak Anak dengan retaldasi mental

di Sekolah Luar Biasa Kepahiang kab. Kepahiang.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi usia pada orang tua yang memiliki anak

dengan retaldasi mental di Sekolah Luar Biasa Kepahiang kab.

Kepahiang
b. Untuk mengetahui distribusi jenis kelamin pada anak dengan retaldasi

mental di Sekolah Luar Biasa Kepahiang kab. Kepahiang

c. Untuk mengetahui distribusi tingkat pendidikan pada orang tua yang

memiliki anak dengan retaldasi mental di Sekolah Luar Biasa

Kepahiang kab. Kepahiang

d. Untuk mengetahui distribusi permulaan mengetahui autisme pada

orang tua yang memiliki anak dengan retaldasi mental di Sekolah Luar

Biasa Kepahiang kab. Kepahiang.

e. Untuk mengetahui distribusi jenis perkejaan pada orang tua yang

memiliki anak dengan retaldasi mental di Sekolah Luar Biasa

Kepahiang kab. Kepahiang.

f. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua tentang retaldasi

mental dengan sikap penerimaan orang tua terhadap anak dengan

retaldasi mental di Sekolah Luar Biasa Kepahiang kab. Kepahiang.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi

bagi mahasiswa jurusan kebidanan yang melakukan penelitian ini lebih

lanjut, khususnya tentang hubungan hubungan pengetahuan orang tua

tentang retaldasi mental dengan sikap penerimaan orang tua terhadap anak

dengan retaldasi mental


2. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi peneliti

selanjutnya dengan variabel dan tempat yang sama dalam waktu yang

berbeda atau dengan varibel yang sama dengan tempat yang berbeda.

E. Keaslian Penelitian

Anda mungkin juga menyukai