a. Defenisi
Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia dan mamalia
yang berakibat fatal.
b. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang termasuk genus Lyssa-virus, famih
Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia melalui secret yang terinfeksi pada gigitan
binatang atau ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing, kucing, dan
kera. Nama lainnya ialah hydrophobia la rage (Prancis), la rabbia (Italia), la rabia (spanyol),
die tollwut (Jerman), atau di Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila.
Adapun penyebab dari rabies adalah :
1. Virus rabies.
2. Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
3. Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.
c. Masa inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit.
Masa inkubasi penyakit rabies pada anjing dan kucing kurang lebih 2 minggu (10 hari - 14
hari). Pada manusia 2-3 minggu dan paling lama 1 tahun. Masa inkubasi rabies 95% antara
3-4 bulan, masa inkubasi bias bervariasi antara 7 hari - 7 tahun, hanya 1% kasus dengan
inkubasi 1-7 tahun. Karena lamanya inkubasi kadang-kadang pasien tidak dapat mengingat
kapan terjadinya gigitan. Pada anak-anak masa inkubasi biasanya lebih pendek dari pada
orang dewasa. Lamanya inkubasi dipengaruhi oleh dalam dan besarnya gigitan, lokasi
gigitan (jauh dekatnya kesistem saraf pusat), derajat pathogenesis virus dan persarafan
daerah luka gigitan. Luka pada kepala inkubasi 25-48 hari, dan pada ekstremitas 46-78
hari.
d. Cara Penularan
Setelah virus rabies masuk ke tubuh manusia, selama dua minggu virus menetap pada
tempat masuk dan jaringan otot didekatnya. Virus berkembang biak atau lansung mencapai
ujung-ujung serabut saraf perifer tampa menunjukan perubahan-perubahan fungsinya.
Selubung virus menjadi satu dengan membrane plasma dan protein ribonukleus dan
memasuki sitoplasma. Beberapa tempat pengikatan adalah reseptor asetil-kolin post-
sinaptik pada neuromuscular junction di susunan saraf pusat (SSP). Dari saraf perifer virus
menyebar secara sentripetal melalui endoneurium sel-sel Schwan dan melalui aliran
aksoplasma mencapai ganglion dorsalis dalam waktu 60-72 jam dan berkembang biak.
Selanjutnya virus menyebar dengan kecepatan 3 mm/jam kesusunan saraf pusat (medulla
spinalis dan otak). Melalui cairan serebrospinal.
Diotak virus menyebar secara luas dan memperbanyak diri dalam semua bagian
neuron, kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter
maupun pada saraf otonom. Penyebaran selanjutnya dari SSP ke saraf perifer termasuk
saraf otonom, otot skeletal, otot jantung, kelenjar adrenal (medula), ginjal, mata, dan
pankreas. Pada tahap berikutnya virus akan terdapat pada kelenjar ludah, kelenjar
lakrimalis, sistem respirasi. Virus juga tersebar pada air susu dan urin. Pada manusia hanya
dijumpai kelainan pada midbrain dan medula spinalis pada rabies tipe furious (buas) dan
pada medula spinalis pada tipe paralitik. Perubahan patolgi berupa degenerasi sel
ganglion, infiltrasi sel mononuklear dan perivaskular, neuronovagia dan pembentukan
nodul pada glia pada otak dan medula spinalis.
Dijumpai Negri bodies yaitu benda intrasitoplasmik yang berisi komponen virus
terutama protein ribonuklear dan fragmen organela seluler seperti ribosomes. Negri
bodies dapat ditemukan pada seluruh bagian otak, terutama pada korteks serebri, batang
otak, hipothalamus, sel purkinje serebrum, ganglia dorsalis dan medula spinalis. Pada 20%
kasus rabies tidak ditemukan Negri bodies. Adanya miokarditis menerangkan terjadinya
aritmia pada pasien rabies.
e. Patofisiolgi
Virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi, menularkan kepada
hewan lainnya atau manusia melalui gigitan atau melalui jilatan pada kulit yang tidak utuh .
Virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang
merupakan tempat mereka berkembangbiak dengan kecepatan 3mm / jam. Selanjutnya
virus akan berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.
Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang
menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang
pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan
meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air
liur.
Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.
Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan
pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan
kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum, gejala ini disebut
hidrofobia (takut air). Lama-kelamaan akan terjadi kelumpuhan pada seluruh tubuh,
termasuk pada otot-otot pernafasan sehingga menyebabkan depresi pernafasan yang dapat
mengakibatkan kematian.
f. ManifestasiKlinis
Pada manusia secara teoritis gejala klinis terdiri dari 4 stadium yang dalam keadaan
sebenarnya sulit dipisahkan satu dari yang lainnya, yaitu:
1. Gejala prodromal non spesifik
2. Ensefalitis akut
3. Disfungsi batang otak
4. Koma dan kematian
Autonomic instability,
hipoventilasi, apnea, henti
nafas, hipotermia, hipetermia,
hipotensi, disfunsi pituitari,
aritma, dan henti jantung.
g. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul pada fase
koma. Komplikasi Neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intra cranial: kelainan
pada hypothalamus berupa diabetes insipidus, sindrom abnormalitas hormone anti
diuretic (SAHAD); disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi,
hipertermia, hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat local maupun
generalisata, dan sering bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi. Pada stadium
pradromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan depresi pernapasan terjadi pada
fase neurolgik. Hipotensi terjadi karena gagal jantung kongestif, dehidrasi dan gangguan
saraf otonomik.
Pituitary
- SAHAD Batasi cairan
- Diabetes insipidus Cairan, vasopressin
Pulmonal
- Hiperventilasi Tidak ada
- Hipoksemia Oksigen, ventilator, PEEP
- Atelektasis Ventilator
- Apnea Ventilator
- pneumotoraks Dilakukan ekspansi paru
Kardiovaskular
- Aritmia Oksigen, obat anti aritmia
- Hipotensi Cairan, dopamine
- Gagal jantung kongestif Batasi cairan, obat-obatan
- Thrombosis arteri/vena Oksigen, obat anti aritmia
- Obstruksi vena kava superior Cairan, dopamine
- Henti jantung Batasi cairan, obat-obatan
Lain-lain
- Anemia Transfuse darah
- Perdarahan gastrointestinal H2 blockers, transfusi darah
- Hipertermia Lakukan pendinginan
- Hipotermia Selimut panas
- Hipooalemia Pemberian cairan
- Ileus paralitik Cairan paranteral
- Retensio urine Kateterisasi
- Gagal ginjal akut Hemodialisa
- pneumomediastinum Tidak dilakukan apa-apa
h. Pemeriksaan Fisik
i. Pemeriksaan Penunjang.
1. Tetanus
2. Ensefalitis Rabies
3. sindroma Guillain Barre,
4. transverse myelitis
5. Japanese ensefalitis
6. herpes simpleks ensefalitis
7. poliomyelitis atau ensefalitis post vaksinasi
k. Penatalaksanaan
a. Tindakan Pengobatan
1. Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit hewan
yang menderita rabies kemungkian tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit kelinci
dan hewan pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan pengobatan lebih
lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit binatang
buas (sigung, rakun, rubah, dan kelelawar) diperlukan pengobatan lebih lanjut karena
hewan-hewan tersebut mungkin saja terinfeksi rabies.
2. Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera
mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam disemprot
dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum pernah
mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan immunoglobulin rabies,
dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan.
3. Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada
saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan pembengkakan di
tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang
dari 1% yang mengalami demam setelah menjalani vaksinasi.
4. Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka risiko menderita rabies akan
berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada
hari 0 dan 2).
5. Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari.
Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan
atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat dihindarkan,
tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang perawatan intensif
untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru, jantung, dan otak. Pemberian vaksin
maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika suatu saat penderita menunjukkan
gejala-gejala rabies.
b. Pencegahan
a. Pengkajian
Pengkajian mengenai:
6. Status Pernafasan
- Peningkatan tingkat pernapasan
- Takikardi
- Suhu umumnya meningkat (37,9º C)
- Menggigil
7. Status Nutrisi
- kesulitan dalam menelan makanan
- berapa berat badan pasien
- mual dan muntah
- porsi makanan dihabiskan
- status gizi
8. Status Neurosensori
- Adanya tanda-tanda inflamasi
9. Keamanan
- Kejang
- Kelemahan
10. Integritas Ego
- Klien merasa cemas
- Klien kurang paham tentang penyakitnya
Pengkajian Fisik Neurologik :
9. Tanda – tanda vital:
Suhu
Pernapasan
Denyut jantung
Tekanan darah
Tekanan nadi
10. Hasil pemeriksaan kepala Fontanel :
menonjol, rata, cekung
Bentuk Umum Kepala
11. Reaksi pupil
Ukuran
Reaksi terhadap cahaya
Kesamaan respon
12. Tingkat kesadaran Kewaspadaan :
respon terhadap panggilan
Iritabilitas
Letargi dan rasa mengantuk
Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
13. Afek
Alam perasaan
Labilitas
14. Aktivitas kejang
Jenis
Lamanya
15. Fungsi sensoris
Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap suhu
16. Refleks
Refleks tendo superficial
Reflek patologi
b. Diagnosa Keperawatan
Intervensi
No. Dx. Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan
pasien bernafas tanpa ada gangguan, dengan kriteria hasil :
- pasien bernafas,tanpa ada gangguan.
- pasien tidak menggunakan alat bantu dalam bernafas
- respirasi normal (16-20 X/menit)
intervensi:
a. Obsevasi tanda-tanda vital pasien terutama respirasi.
R//: Tanda vital merupakan acuan untuk melihat kondisi pasien.
b. Beri pasien alat bantu pernafasan seperti O2.
R//: O2 membantu pasien dalam bernafas.
c. Beri posisi yang nyaman.
R//: Posisi yang nyaman akan membantu pasien dalam bernafas.
2. Gangguan pola nutrisi berhubungn dengan penurunan refleks menelan Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, dengan kriteria hasil :
- pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan /dibutuhkan.
Intervensi:
a. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
R//: Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
R//: Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien
c. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
R//: Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan
makanan.
d. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
R//: Untuk menghindari mual.
e. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
R//: Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
f. Kaloboras pemberian obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
R//: Antiemetik membantu pasien mengurangi mual dan muntah dan diharapkan nutrisi pasien
meningkat.
g. Ukur berat badan pasien setiap minggu.
R//: Untuk mengetahui status gizi pasien
3. Demam berhubungan dengan viremia Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan demam
pasien teratasi, dengan criteria hasil :
- Suhu tubuh normal (36 – 370C).
- Pasien bebas dari demam.
Intervensi:
a. Kaji saat timbulnya demam
R//: Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
b. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam
R//: Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c. Berikan kompres hangat
R//: Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan dan mempercepat
Penurunan suhu badan.
d. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
R//: Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
4. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi tentang penyakit. Setelah diberikan tindakan
keperawatan diharapkan tingkat kecemasan keluarga pasien menurun/hilang,dengan kriteria hasil :
- Melaporkan cemas berkurang sampai hilang
- Melaporkan pengetahuan yang cukup terhadap penyakit pasien
- Keluarga menerima keadaan panyakit yang dialami pasien.
Intervensi:
a. Kaji tingkat kecemasan keluarga.
R//: Untuk mengetahui tingkat cemas dan mengambil cara apa yang akan
digunakan.
b. Jelaskan kepada keluarga tentang penyakit dan kondisi pasien.
R//: Informasi yang benar tentang kondisi pasien akan mengurangi kecema-
san keluarga.
c. Berikan dukungan dan support kepada keluarga pasien.
R//: Dengan dukungan dan support,akan mengurangi rasa cemas keluarga
Pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadbrata, Siti Setiati; Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
www.rusari.com