Anda di halaman 1dari 69

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

APOTEK SUTJI
PERIODE 08 MARET - 12 MARET 2021

Disusun Oleh :
Nama : Anisa Fitri
NIM : 34180224

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak setiap warga negara Indonesia sesuai dengan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, dan yang dimaksud

dengan kesehatan itu sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,

spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara sosial dan ekonomis (Undang-Undang No. 36 Tahun 2009).

Dimana kesehatan ini merupakan bagian penting dalam menciptakan sumber

daya manusia yang berkualitas untuk menunjang pembangunan nasional.

Salah satu sarana penunjang kesehatan yang berperan dalam

mewujudkan peningkatan derajat kesehatan bagi masyarakat adalah apotek,

termasuk di salamnya pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh Apoteker

dan Tenaga Teknis Kefarmasian.

Pelayanan kefarmasian semula berfokus pada pengelolaan obat sebagai

commodity menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien. Namun seiring berjalannya waktu dan

semakin mudahnya informasi tentang obat yang diperoleh oleh masyarakat,

maka saat ini terjadi perubahan paradigma pelayanan kefarmasian dari drug

oriented menjadi patient oriented yang mengacu pada pharmaceutical care

yang mengharuskan pharmacist untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi


dengan pasien maupun dengan tenaga kesehatan lainnya. Selain itu seorang

farmasi juga harus mengetahui mengenai sistem manajemen di apotek.

Mengingat tidak kalah pentingnya peranan Tenaga Teknis Kefarmasian

dalam menyelenggarakan apotek, kesiapan institusi pendidikan dalam

menyediakan sumber daya manusia calon Tenaga Teknis Kefarmasian yang

berkualitas menjadi faktor penentu. Oleh karena itu, Program Studi Diploma

III Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surya Global Yogyakarta bekerja

sama dengan Apotek Sutji menyelenggarakan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Online di Apotek Sutji yang berlangsung dari tanggal 08 Maret – 12 Maret

2021. Kegiatan PKL ini memberikan pengalaman kepada calon Ahli Madya

Farmasi untuk mengetahui pengelolaan suatu apotek dan pelaksanaan

pengabdian Ahli Madya Farmasi khususnya di apotek.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengelolaan perbekalan sediaan farmasi di Apotek Sutji ?

2. Bagaimana pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Apotek Sutji ?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengelolaan perbekalan farmasi di Apotek Sutji.

2. Mengetahui pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Apotek Sutji.

D. Manfaat

1. Mahasiswa dapat secara langsung menerapkan bekal ilmu dan

pengetahuan di dunia kerja yaitu pelayanan kesehatan khususnya

pelayanan kefarmasian di apotek.


2. Melatih calon ahli madya farmasi agar mampu menyesuaikan diri dengan

lingkungan kerja.

3. Dapat meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan, keterampilan

pemahaman, kreativitas, serta kinerja praktek mahasiswa dalam pelayanan

kefarmasian di apotek.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Apotek

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan maka dalam

pelayanannya harus mengutamakan kepentingan masyarakat yaitu

menyediakan, menyiapkan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang

bermutu baik dan keabsahannya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2017 Tentang Apotek, apotek adalah

sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh

Apoteker. Sedangkan yang dimaksud dengan Pelayanan Kefarmasian adalah

suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti

untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (PERMENKES No. 35 Tahun

2016).

Menurut peraturan Pemerintan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun

2009, Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu

Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi

atau penyalurannya obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat

tradisional. Sediaan Farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat

tradisional dan kosmetika. Dalam pengelolaannya apotek harus dikelola oleh


apoteker, yang telah mengucapkan sumpah jabatan yang telah memperoleh

Surat Izin Apotek (SIA) dari Dinas Kesehatan setempat.

B. Landasan Hukum Apotek

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang diatur dalam:

1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang

Tenaga Kesehatan

2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2016

Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek.

3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017

Tentang Apotek.

4. Peraturan Pemerintan Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan

Kefarmasian.

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016

Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014

Tentang Penggolongan Narkotika.

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015

Tentang Penggolongan Psikotropika.

8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015

Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika.

9. Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang

Obat Wajib Apotek, berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1.


10. Keputusan Menteri Kesehatan No. 924/Menkes /Per/X /1993 tentang

Daftar Obat Wajib Apotek No. 2.

11. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang

Daftar Obat Wajib Apotek No. 3.

C. Tugas dan Fungsi Apotek

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun

2017 Tentang Apotek, apotek menyelenggarakan fungsi :

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;

dan Pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunitas.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI

Nomor 26 Tahun 1969 Tentang Apotek, tugas san fungsi apotek adalah :

1. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan

sumpah jabatan.

2. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,

pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.

3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat

yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.

4. Sebagai sarana informasi obat kepada masyarakat dan tenaga kesehatan

lainnya.

D. Persyaratan Pendirian Apotek


Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin

Apoteker (SIA). Surat Izin Apoteker (SIA) adalah surat yang diberikan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang

bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan

pelayanan apotek di suatu tempat tertentu (Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2002).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9

Tahun 2017 Tentang Apotek, pada BAB II pasal 4 menyebutkan persyaratan-

persyaratan Tenaga Kerja atau Personalia Apotek adalah sebagai berikut :

1. Lokasi

Jarak minimum antara apotek tidak lagi dipersyaratkan, tetapi tetap

mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan

kesehatan, jumlah penduduk, jumlah dokter, sarana pelayanan kesehatan

dan hygiene lingkungan. Selain itu apotek dapat didirikan di lokasi yang

sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran Apotek di

wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan

pelayanan kefarmasian.

2. Bangunan

Bangunan apotek harus mempunyai luas yang memadai sehingga dapat

menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek. Persyaratan


teknis bangunan apotek setidaknya terdiri dari (Permenkes No. 9 Tahun

2017) :

a. Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan

kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta

perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang

cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia.

b. Bangunan Apotek harus bersifat permanen.

c. Bangunan bersifat permanen dapat merupakan bagian dan/atau

terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah

kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis.

3. Sarana, Prasarana, dan Peralatan

Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi :

a. penerimaan Resep;

b. Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas);

c. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;

d. Konseling;

e. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; dan

f. Arsip.

Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:

a. instalasi air bersih;

b. instalasi listrik;
c. sistem tata udara; dan

d. sistem proteksi kebakaran.

4. Tenaga Kerja atau Personel Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Perubaha atas Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin

Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, tenaga kefarmasian adalah

tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas apoteker

dan tenaga teknis kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah

lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam

menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi,

Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga menengah Farmasi atau

Asisten Apoteker.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1332/Menkes/SK/2002, personil apotek terdiri dari:

a. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah memiliki

Surat Izin Apotek.

b. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping

APA dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.

c. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama

APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terus-
menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak

sebagai APA di apotek lain.

d. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-

undangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten

apoteker yang berada di bawah pengawasan apoteker.

Selain itu, terdapat tenaga lainnya yang dapat mendukung kegiatan di apotek

yaitu :

a. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker.

b. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan,

dan pengeluaran uang.

c. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek

dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan, dan keuangan

apotek.

d. Surat Izin Praktek Tenaga Kefarmasian

Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian

wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat

izin tersebut berupa :

1. SIPA bagi Apoteker; atau

2. SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian (Permenkes No. 31 Tahun

2016)

Sebelum mendapatkan SIPTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus

mempunyai STRTTK. Untuk memperoleh STRTTK sesuai dengan Peraturan


Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian, seorang Tenaga Teknis Kefarmasian harus memiliki Surat

Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK). STRTTK ini dapat

diperoleh jika seorang Tenaga Teknis Kefarmasian memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

a. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;

b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang

memiliki surat izin praktek;

c. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari apoteker yang telah

memiliki STRA di tempat tenaga teknis kefarmasian bekerja; dan

d. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika

kefarmasian

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja

Tenaga Kefarmasian, Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan

permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan harus melampirkan :

a. Fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis

Farmasi atau Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;

b. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat

izin praktik;

c. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika

kefarmasian;
d. Surat rekomendasi kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA,

atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang

menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan

e. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan

ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

E. Pengelolaan Apotek

Pengelolaan sebagai proses yang dimaksud untuk mencapai suatu tujuan

tertentu yang dilakukan secara efektif dan efisien. Tujuannya adalah agar

tersedianya seluruh pembekalan farmasi di apotek dengan mutu yang baik,

jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kefarmasian bagi

masyarakat yang membutuhkan. Pengelolaan di apotek meliputi pengelolaan

terhadap obat dan pembekalan farmasi, pengelolaan terhadap resep, dan

pengelolaan terhadap sumber daya (Permenkes, 2002).

Pengelolaan apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35

Tahun 2016, meliputi :

1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;

2. Pelayanan farmasi klinik

F. Pengelolaan Sediaan Farmasi,Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis

Pakai

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014,


meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,

pengendalian, pencatatan dan pelaporan.

1. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola

penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat. Tujuan dari

perencanaan adalah agar proses pengadaan obat atau perbekalan farmasi

yang ada di apotek menjadi lebih efektif dan efisien sesuai dengan

anggaran yang tersedia. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam

penyusunan perencanaan adalah :

a. Pemilihan Pemasok, kegiatan pemasok (PBF), service (ketepatan

waktu, barang yang dikirim, ada tidaknya diskon bonus, layanan

obat expire date (ED) dan tenggang waktu penagihan), kualitas

obat, dan perbekalan farmasi lainnya, ketersediaan obat yang

dibutuhkan dan harga.

b. Ketersediaan barang atau perbekalan farmasi (sisa stok, rata-rata

pemakaian obat dan satu periode pemesanan pemakaian dan

waktu tunggu pemesanan, dan pemilihan metode perencanaan.

Adapun beberapa metode perencanaan, diantaranya :

1. Metode Konsumsi, memperkirakan penggunaan obat berdasarkan

pemakaian sebelumnya sebagai perencanaan yang akan datang.


2. Metode Epidemiologi, berdasarkan penyebaran penyakit yang

paling banyak terdapat di lingkungan sekitar apotek.

3. Metode Kombinasi, mengombinasikan antara metode konsumsi

dan metode epidemiologi.

4. Metode Just In Time (JIT), membeli obat pada saat dibutuhkan.

2. Pengadaan

Suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedia sediaan farmasi dengan

jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

Pengadaan yang efektif merupakan suatu proses yang mengatur berbagai

cara, teknik dan kebijakan yang ada untuk membuat suatu keputusan

tentang obat-obatan yang akan diadakan, baik jumlah maupun sumbernya.

Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan

perbekalan kesehatan adalah :

a. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diadakan memiliki izin

edar atau nomor registrasi.

b. Mutu, keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat

kesehatan dapat dipertanggung jawabkan.

c. Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan berasal dari jalur

resmi.

d. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi.

Pengadaan di apotek dapat dilakukan dengan cara pembelian (membeli obat

ke PBF) atau dengan cara konsinyasi (dimana PBF menitipkan barang di


apotek dan dibayar setelah laku terjual). Proses pengadaan barang dengan cara

pembelian dilakukan melalui beberapa tahap, diantaranya adalah sebagai

berikut :

a. Persiapan

Persiapan ini dilakukan untuk mengetahui persediaan yang dibutuhkan

apotek untuk melayani pasien. Persediaan yang habis dapat dilihat di

gudang atau pada kartu stok. Jika barang memang habis, dapat dilakukan

pemesanan. Persiapan dilakukan dengan cara data barang-barang yang

akan dipesan dari buku defektan termasuk obat-obat yang ditawarkan

supplier.

b. Pemesanan

Pemesanan dapat dilakukan jika persediaan barang habis, yang dapat

dilihat dari buku defektan. Pemesanan dapat dilakukan langsung kepada

PBF melalui telepon, E-mail maupun lewat salesmen yang datang ke

apotek. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan surat pemesanan

(SP), surat pemesanan minimal dibuat 2 lembar (untuk supplier dan arsip

apotek) dan di tanda tangani oleh apoteker. Biasanya SP dibuat 3 lembar.

Untuk SP pembelian obat-obat narkotika dibuat menjadi 4 lembar (3

lembar diserahkan pada PBF yaitu warna putih, merah, biru dan satu

lembar berwarna kuning sebagai arsip si di apotek). Untuk obat narkotika

1 surat permintaan hanya untuk satu jenis obat, sedangkan untuk

psikotropika 1 surat permintaan bisa untuk satu atau lebih jenis obat.
3. Penerimaan

Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah

diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,

tender, konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan adalah kegiatan untuk

menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan

dan harga yang tertera dalam kontrak/pesanan. Penerimaan merupakan

kegiatan verifikasi penerimaan/penolakan, dokumentasi dan penyerahan

yang dilakukan dengan menggunakan "checklist" yang sudah disiapkan

untuk masing-masing jenis produk yang berisi antara lain :

a. Kebenaran jumlah kemasan dan mencocokkan fraktur dengan SP

b. Kebenaran kondisi kemasan seperti yang diisyaratkan

c. Kebenaran jumlah satuan dalam tiap kemasan;

d. Kebenaran jenis produk yang diterima;

e. Tidak terlihat tanda-tanda kerusakan;

f. Kebenaran identitas produk;

g. Penerapan penandaan yang jelas pada label, bungkus dan brosur;

h. Tidak terlihat kelainan warna, bentuk, kerusakan pada isi produk,

i. Jangka waktu daluarsa yang memadai.

4. Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menata dan memelihara dengan cara

menempatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diterima pada

tempat yang dinilai aman dari pencurian dan gangguan fisik yang dapat
merusak mutu obat. Penyimpanan harus menjamin stabilitas dan

keamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Metode penyimpanan dapat

dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan dan alfabetis dengan

menerapkan prinsip First ln First Out (FIFO) dan First Expired First Out

(FEFO) disertai sistem informasi manajemen. Untuk meminimalisir

kesalahan penyerahan obat direkomendasikan penyimpanan berdasarkan

kelas terapi yang dikombinasi dengan bentuk sediaan dan alfabetis.

Apoteker harus rnemperhatikan obat-obat yang harus disimpan secara

khusus seperti narkotika, psikotropika, obat yang memerlukan suhu

tertentu, obat yang mudah terbakar, sitostatik dan reagensia. Selain itu

apoteker juga perlu melakukan pengawasan mutu terhadap sediaan

farmasi dan alat kesehatan yang diterima dan disimpan sehingga terjamin

mutu, keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan.

5. Pendistribusian

Pendistribusian adalah kegiatan menyalurkan atau menyerahkan sediaan

farmasi dan alat kesehatan dari tempat penyimpanan sampai kepada unit

pelayanan pasien. Sistem distribusi yang baik harus:

a. Menjamin kesinambungan penyaluran atau penyerahan.

b. Mempertahankan mutu.

c. Meminimalkan kehilangan, kerusakan dan kedaluarsa.

d. Menjaga ketelitian pencatatan.


e. Menggunakan metode distribusi yang efisien, dengan

memperhatikan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain

yang berlaku.

f. Menggunakan sistem informasi manajemen.

6. Pemusnahan

Sediaan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat sesuai standar yang

ditetapkan harus dimusnahkan. Penghapusan dan Pemusnahan sediaan

farmasi harus dilaksanakan dengan cara yang baik dan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Prosedur pemusnahan

obat hendaklah dibuat yang mencakup pencegahan pencemaran di

lingkungan dan mencegah jatuhnya obat tersebut di kalangan orang yang

tidak berwenang. Sediaan farmasi yang akan dimusnahkan supaya

disimpan terpisah dan dibuat daftar yang mencakup jumlah dan identitas

produk. Penghapusan dan pemusnahan obat baik yang dilakukan sendiri

maupun oleh pihak lain harus didokumentasikan sesuai dengan ketentuan

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berikut ketentuan

pemusnahan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 34 Tahun 2014 :

a. Obat kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan

jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kedaluwarsa atau

rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan

oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan

psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga

kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin

kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan

menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.

b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun

dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker

disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek

dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan

dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2

sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas

kesehatan kabupaten/kota.

7. Pengendalian

Pengendalian persediaan dimaksudkan untuk membantu pengelolaan

perbekalan (supply) sediaan farmasi dan alat kesehatan agar mempunyai

persediaan dalam jenis dan jumlah yang cukup sekaligus menghindari

kekosongan dan menumpuknya persediaan. Pengendalian persediaan yaitu

upaya mempertahankan tingkat persediaan pada suatu tingkat tertentu

dengan mengendalikan arus barang yang masuk melalui pengaturan sistem

pesanan atau pengadaan (scheduled inventory dan perpetual inventory),

penyimpanan dan pengeluaran untuk memastikan persediaan efektif dan

efisien atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan, kerusakan, kedaluarsa,


dan kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan farmasi. Pengendalian

persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual

atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat,

tanggal kedaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa

persediaan.

8. Penarikan Kembali Sediaan Farmasi

Penarikan kembali (recall) dapat dilakukan atas permintaan produsen atau

instruksi instansi pemerintah yang berwenang. Tindakan penarikan

kembali hendaklah dilakukan segera setelah diterima permintaan instruksi

untuk penarikan kembali. Untuk penarikan kembali sediaan farmasi yang

mengandung risiko besar terhadap kesehatan, hendaklah dilakukan

penarikan sampai tingkat konsumen. Apabila ditemukan sediaan farmasi

tidak memenuhi persyaratan, hendaklah disimpan terpisah dari sediaan

farmasi lain dan diberi penandaan tidak untuk dijual untuk menghindari

kekeliruan. Pelaksanaan penarikan kembali agar didukung oleh sistem

dokumentasi yang memadai.

9. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat

pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struck

penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.


Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal

merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen

Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan

eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi

pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.

10. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi merupakan tahapan untuk mengamati dan

menilai keberhasilan atau kesesuaian pelaksanaan Cara Pelayanan

Kefarmasian yang Baik disuatu pelayanan kefarmasian. Untuk evaluasi

mutu proses pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, dapat diukur

dengan indikator kepuasan dan keselamatan pasien/ pelanggan/ pemangku

kepentingan (stakeholders), dimensi waktu (time delivery), Standar

Prosedur Operasional serta keberhasilan pengendalian perbekalan

kesehatan dan sediaan farmasi.

G. Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan

Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan

dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2016


Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2014,

Pelayanan farmasi klinik meliputi :

1. Pengkajian Resep

Kajian administratif meliputi:

a. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;

b. Nama dokter, nomor surat izin praktik (sip), alamat, nomor telepon

dan paraf; dan

c. Tanggal penulisan resep.

Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:

a. Bentuk dan kekuatan sediaan;

b. Stabilitas; dan

c. Kompatibilitas (ketercampuran obat).

Pertimbangan klinis meliputi:

a. Ketepatan indikasi dan dosis Obat;

b. Aturan, cara dan lama penggunaan Obat;

c. Duplikasi dan/atau poli farmasi;

d. Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat,

manifestasi klinis lain);

e. Kontra indikasi; dan

f. Interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidak sesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker

harus menghubungi dokter penulis Resep.

2. Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi

Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:

a. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep

b. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan

c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:

Warna putih untuk Obat dalam/oral;

Warna biru untuk Obat luar dan suntik;

Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau

emulsi.

d. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk

Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari

penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut:

a. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan

kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara

penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan

etiket dengan Resep);

b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;


c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;

d. Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat;

e. Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait

dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang

harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat

dan lain-lain;

f. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara

yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin

emosinya tidak stabil;

g. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau

keluarganya;

h. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan di paraf oleh

Apoteker (apabila diperlukan);

i. Menyimpan Resep pada tempatnya;

j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien.

Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan

swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang

memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan

obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

H. Pelayanan Kefarmasian Di Apotek

1. Pelayanan Informasi Obat


Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak,

dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek

penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.

Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan

metode pemberian, farmakokinetika, farmakologi, terapeutik dan

alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui,

efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau

kimia dari Obat dan lain-lain.

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:

a. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;

b. Membuat dan menyebarkan buletin/ brosur/ leaflet, pemberdayaan

masyarakat (penyuluhan);

c. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;

d. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa

farmasi yang sedang praktik profesi;

e. Melakukan penelitian penggunaan obat;

f. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;

g. Melakukan program jaminan mutu.

Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu

penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat


2. Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan

pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran

dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan

Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali

konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat

kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health

Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau

keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan.

Tujuan konseling adalah :

a. Membangun hubungan kepercayaan dengan pasien

b. Menunjukkan kepedulian dan perhatian kepada pasien

c. Membantu pasien menggunakan obat dengan benar

d. Meningkatkan kemampuan pasien untuk menyelesaikan masalah

kesehatnnya

e. Mencegah dan mengurangi masalah berkaitan dengan efek samping,

reaksi obat yang merugikan dan ketidakpatuhan.

Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau

ginjal, ibu hamil dan menyusui).

b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB,

DM, AIDS, epilepsi).


c. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan

kortikosteroid dengan tappering down/off).

d. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit

(digoksin, fenitoin, teofilin).

e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk

indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk

pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat

disembuhkan dengan satu jenis Obat.

f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

Tahap kegiatan konseling:

a. Pengenalan

b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three

Prime Questions,

c. Pelaksanaan/konseling

d. Pengujian (verifikasi) dan Penutup

e. Tindak lanjut

Hal-hal yang perlu diperhatikan ssat konseling :

a. Usahakan di tempat privat untuk menghindari barrier komunikasi

b. Perlu tatap muka

c. Orientasi pasien

d. Literatur yang dibutuhkan secukupnya

e. Verbal, non verbal dan audio


3. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan

Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk

kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.

Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh

Apoteker, meliputi :

a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan

pengobatan

b. Identifikasi kepatuhan pasien

c. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah,

misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin

d. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum

e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat

berdasarkan catatan pengobatan pasien

f. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan

menggunakan Formulir.

4. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan

terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi

dan meminimalkan efek samping.

Kriteria pasien:

a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.


b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.

c. Adanya multidiagnosis.

d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.

f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang

merugikan.

5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang

merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang

digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi

atau memodifikasi fungsi fisiologis.

Kegiatan:

a. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi

mengalami efek samping Obat.

b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan

menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir.

d. Faktor yang perlu diperhatikan:

e. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.

f. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

6. Edukasi
Merupakan pemberian dan pegembangan informasi untuk memberikan

ketrampilan dan pengetahuan.

I. Asuhan Kefarmasian Di Apotek

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, maupun dokter

hewan yang diberikan kepada apoteker untuk diracik dan diserahkan kepada

pasien.

Penyimpanan Resep :

a. Penyimpanan resep berdasarkan no.urut dan tanggal resep.

b. Resep obat reguler dipisahkan dengan resep obat narkotika dan obat

psikotropika.

c. Resep yang disimpan setelah lebih dari 5 tahun dapat dimusnahkan

Pemusnahan Resep :

Resep dimusnahkan dengan cara dibakar, dilakukan oleh apoteker dan

disaksikan minimal 1 orang karyawan di apotek yang bersangkutan yang

dibuktikan dengan membuat berita acara pemusnahan resep yang

selanjutnya dilaporkan kepada Dinkes Kabupaten/Kota.

Skrining resep :

1. Persyaratan Administratif :

a. Nama, SIP (Surat Izin Praktek) dan alamat dokter

b. Tanggal penulisan resep

c. Tanda tangan/ paraf dokter penulis resep

d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien


e. Cara pemakaian yang jelas

f. Informasi lainnya.

2. Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,

inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

3. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi,

kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain).

Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter

penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila

perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan (Permenkes, 2016).

Penyiapan obat

a. Peracikan

Merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas

dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat

harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan

jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

b. Etiket

Etiket merupakan kertas berisi keterangan tentang cara penggunaan obat

dan keterangan lain mengenai obat. Etiket harus jelas dan dapat dibaca.

c. Kemasan Obat

Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok

sehingga terjaga kualitasnya.

d. Penyerahan Obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir

terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan

oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada

pasien.

e. Informasi Obat

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah

dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat

pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara

penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan

minuman yang harus dihindari selama terapi.

f. Konseling

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,

pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat

memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan, terhindar dari

bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk

penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma

dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara

berkelanjutan.

g. Monitoring Penggunaan Obat

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan

pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti


kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya

(Permenkes, 2016).

Pengelolaan Obat Wajib Apotek (OWA)

OWA adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada pasien tanpa resep

dokter oleh Apoteker. OWA dibagi menjadi 3 golongan yaitu OWA golongan

1, OWA golongan 2, dan OWA golongan 3. Hal ini sesuai dengan Keputusan

Menteri Kesehatan No.347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib

Apotek. Adapun latar belakang dari keputusan Menteri Kesehatan tersebut

adalah :

a. Meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional.

b. Meningkatkan peran apoteker dalam KIE.

Oleh karena itu perlu ditetapkan keputusan menteri kesehatan tentang obat

keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter di apotek. Hal ini tercantum

dalam Permenkes No. 919/Menkes/Per/1993 tentang kriteria obat yang dapat

diserahkan tanpa resep, yaitu :

a. Tidak dikontraindikasikan untuk wanita hamil, anak dibawah 2 tahun dan

orang tua di atas 65 tahun.

b. Tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.

c. Penggunaan tidak memerlukan cara/alat khusus yang harus dilakukan

oleh/bantuan tenaga kesehatan.

d. Untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia

e. Memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan.


Dalam keputusan ini, pelayanan OWA yang dilakukan oleh apoteker harus

memenuhi cara dan ketentuan, diantaranya sebagai berikut :

a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien

b. Membuat catatan pasien dan obat yang diberikan

c. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakai, kontra indikasi,

efek samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan pasien.

Contoh-contoh OWA berdasarkan golongan.

Tabel 1. OWA No.1


No. Nama Obat Ketentuan

1. Kontrasepsi Oral 1. Untuk pertama kali


a. Tunggal Lynestrenol penggunaan pasien
(Exluton®) harus ke dokter
b. Kombinasi terlebih dahulu
1)Ethinylestradiol-Norgestrel (penggunaan pertama
(Microdiol®) dengan resep dokter)
2. Obat yang
diserahkan hanya satu
siklus
3. Kontrol kedokter
tiap 6 bulan sekali
2. Obat saluran cerna

Metoklopramid (Antimual) Indikasi: mual/muntah


Maksimal 20 tablet
Bila mual, muntah
berkepanjangan pasien
dianjurkan agar kontrol
ke dokter

Bisakodil Suppo (Laksan) Indikasi: konstipasi


Maksimal 3 suppo

3. Obat mulut dan tenggorokan

Hexatidin Indikasi: sariawan,


radang tenggorokan
Maksimal 1 botol
Diubah menjadi Obat
Bebas Terbatas untuk
obat luar mulut dan
tenggorokan (kadar <
0,1%)

Triamcinolone acetonide Indikasi: sariawan berat


Maksimal 1 tube

4. Obat Saluran Napas

a. mukolitik

Asetilsistein Maksimal 20 dus; sirup 1


botol

b. asma Pemberian obat asma


hanya atas dasar
pengobatan ulangan dari
resep dokter

Salnbutamol Maksimal 20 tablet; sirup


1 botol; inhaler 1
Tabung

5. Obat yang mempengaruhi sistem


neuromuscular

Metampiron Indikasi: sakit kepala,


pusing, demam, myeri
Haid
Maksimal 20 tablet; sirup
1 botol

Asam Mefenamat Indikasi: sakit kepala,


gigi
Maksimal 20 tablet; sirup
1 botol

6. Antiparasit

Mebendazol Indikasi cacingan


Maksimal 6 tablet; sirup
1 botol
Diubah menjadi Obat
Bebas Terbatas

7. Obat Kulit Topikal

Nistatin Indikasi: infeksi jamur


local
Maksimal 1 tube
Desoksimetason Indikasi: alergi dan
peradangan kulit
Maksimal 1 tube

Kloramfenikol Indikasi: infeksi bakteri


pada kulit (lokal)
Maksimal 1 tube

Tabel 2. OWA No.2


No. Nama Obat Ketentuan Maksimal
pemberian

1. Albendazol 6 Tab 200 mg


3 Tab 400 mg

2. Bacitracin Indikasi: infeksi pada


kulit 1 Tube

3. Bismuth subsilate 10 Tablet

4. Clindamisin Indikasi: acne


1 Tube

5. Dexametason Indikasi: obat luar untuk


antiinflamasi
1 Tube

6. Ibuprofen Tab 400 mg, 10 tablet


Tab 800 mg, 10 tablet
Diubah menjadi Obat
Bebas Terbatas

7. Ketokonazol Indikasi: obat luar


infeksi jamur lokal
1 Tube

8. Metilprednisolon Indikasi: obat luar untuk


antiinflamasi
1 Tube

9. Omeprazol 7 Tablet

10. Piroksikam Indikasi: obat luar untuk


antiinflamasi
1 Tube

Tabel 3. OWA No.3


No. Nama Obat Ketentuan
1. Saluran pencernaan

Ranitidin Indikasi: antiulkus


peptic
Maksimal 10 tablet 150
mg
Pengulangan dari resep

2. Sistem musculoskeletal

Diklofenak natrium Indikasi: antiinflamasi


dan antirematik
Maksimal 10 tablet 25
mg
Pengulangan dari resep

Piroksikam Indikasi: antiinflamasi


dan antirematik
Maksimal 10 tablet 10
mg
Pengulangan dari resep

3. Antihistamin

Cetirizin Indikasi: antihistamin


Maksimal 10 tablet
Pengulangan dari resep

Siproheptadin Indikasi: antihistamin


Maksimal 10 tablet
Pengulangan dari resep

4. Antiasma Indikasi: asma


Orsiprenalin 1 tabung
Pengulangan dari resep

5. Organ sensorik

Gentamisin Indikasi: obat mata


Maksimal 1 tube 5 gram
atau botol 5 ml
Pengulangan dari resep
Kloramfenikol Indikasi: obat mata

Maksimal 1 tube 5 gram


atau botol 5 ml
Pengulangan dari resep

Kloramfenikol Indikasi: obat telinga


Maksimal 1 botol 5 ml
Pengulangan dari resep

6. Antiinfeksi umum

Kategori I (2HRZE/4H3R3) Satu paket


Sebelum fase lanjutan,
penderita harus kembali
ke dokter

Kategori II Satu paket


(2HRZES/HRZE/5H3R3E3) Sebelum fase lanjutan,
penderita harus kembali
ke dokter

Kategori III (2HRZ/4H3R3) Satu paket


Sebelum fase lanjutan,
penderita harus kembali
ke dokter
Pengelolaan Obat Keras, Narkotika, Psikotropika

Gambar 1 Gambar 2

Gambar 1: Logo Obat Keras dan Psikotropika

Gambar 2: Logo Obat Narkotika

Obat keras, Narkotika, dan Psikotropika dapat diserahkan oleh apoteker

kepada pasien atas resep dari dokter sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Tujuan diadakannya pengelolaan obat atas resep

dokter adalah untuk mencegah penyalahgunaan obat oleh pasien sehingga

harus ditangani secara khusus.

a. Obat Keras

Obat keras (obat daftar G= Gevaarlijk= Berbahaya) adalah obat yang

berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter.

Penandaan obat keras dengan lingkaran bulat berwarna merah dan garis

tepi berwarna hitam serta huruf K yang menyentuh garis tepi. Contoh obat

keras:.

1. Obat antibiotik

2. Amphetaminum (O.K.T)
3. Antazolinum = Antistin = obat antihistamin

4. Digitoxin, Lanatosid C = Cedilanid, Digitalis folia = obat jantung.

5. Hydantoinum = obat anti epilepsi.

6. Reserpinum = obat anti hipertensi.

7. Vit. K = anti pendarahan.

8. Yohimbin = aphrodisiak.

9. Meprobamatum = obat penenang (tranquilizer).

10. Isoniazidum = I.N.H. = anti TBC.

11. Nitroglycerinum = obat jantung.

12. Benzodiazepinum contohnya Diazepam = tranquilizer, Netrazepam =

hipnotik (O.K.T).

13. Indomethacinum = obat rheumatik.

14. Tripelenamin Hydrochloridum = antihistamin.

15. Obat-obat anti hipertensi

b. Obat Narkotika

Narkotika berdasarkan UU Kesehatan No. 2 tahun 1997 pasal 1, adalah zat

atau obat yang berasal dari tanaman sintetis maupun semisintetis yang

dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan

ketergantungan. Obat Narkotika dibagi menjadi 3 golongan yaitu:

1. Narkotika golongan I : opium mentah, tanaman koka, daun koka.

2. Narkotika golongan II : ekgonina, morfin metobromida.


3. Narkotika golongan III : etilmorfina, kodeina, polkodina.

c. Obat Psikotropika

UU No.5 tahun 1997 tentang psikotropika menyatakan bahwa

psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun

sintesa yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan

saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku. Berdasarkan UU No.5 Tahun 1997, pasal 3 tentang Psikotropika,

tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah:

1. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan

kesehatan dan ilmu pengetahuan.

2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropik.

3. Memberantas peredaran gelap psikotropik Contoh obat-obat

Psikotropika:

a. Psikotropika golongan 1: ekstasi, STP, dan LSD.

b. Psikotropika golongan 2: sabu, amfetamin, ritalin, dan

metilfenidat.

c. Psikotropika golongan 3: pentobarbital, flunitrazepam,

buprenorsin, dan luminal.

d. Psikotropika golongan 4: diazepam, nitrazepam, lexotan, pil

koplo, obat penenang, dan obat tidur.

J. Pengelolaan obat tanpa resep, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan

lainnya
Pengelolaan ini bertujuan untuk menjaga dan menjamin ketersediaan barang

di apotek sehingga tidak terjadi kekosongan barang. Selain itu juga bertujuan

untuk memperoleh barang yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan

kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu tertentu

secara efektif dan efisien, menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku.

a. Perencanaan

Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga

dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah

yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari

kekosongan obat. Dalam perencanaan pengadaan ini, ada empat metode

yang sering dipakai yaitu:

1. Metode epidemiologi yaitu berdasarkan pola penyebaran penyakit dan

pola pengobatan penyakit yang terjadi dalam masyarakat sekitar.

2. Metode konsumsi yaitu berdasarkan data pengeluaran barang periode

lalu. Selanjutnya data tersebut dikelompokkan dalam kelompok fast

moving (cepat beredar) maupun yang slow moving.

3. Metode kombinasi yaitu gabungan dari metode epidemiologi dan

metode konsumsi. Perencanaan pengadaan barang dibuat berdasarkan

pola penyebaran penyakit dan melihat kebutuhan sediaan farmasi

periode sebelumnya.

4. Metode just in time yaitu dilakukan saat obat dibutuhkan dan obat

yang tersedia di apotek dalam jumlah terbatas. Digunakan untuk obat-


obat yang jarang dipakai atau diresepkan dan harganya mahal serta

memiliki waktu kadaluarsa yang pendek.

Di Apotek perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obatan dan

alat kesehatan dilakukan dengan melakukan pengumpulan data obat-obatan

yang akan dipesan. Data tersebut ditulis dalam buku defecta yaitu jika barang

habis atau persediaan menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada

bulan-bulan sebelumnya. Selain dengan menggunakan data di buku defecta,

perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan

berdasarkan analisis pareto (Sistem ABC) yang berisi daftar barang yang

terjual yang memberikan kontribusi terhadap omzet, disusun berurutan

berdasarkan nilai jual dari yang tertinggi sampai yang terendah, dan disertai

jumlah dan kuantitas barang yang terjual. Keuntungan dengan menggunakan

analisis pareto adalah perputaran lebih cepat sehingga modal dan keuntungan

tidak terlalu lama berwujud barang, namun dapat segera berwujud uang,

mengurangi resiko penumpukan barang, mencegah terjadinya kekosongan

barang yang bersifat fast moving dan meminimalisasikan penolakan resep.

b. Pengadaan

Pengadaan perbekalan farmasi di Apotek dilakukan oleh bagian unit

pembelian yang meliputi pengadaan obat bebas, obat bebas terbatas, obat

keras tertentu, narkotika dan psikotropika, dan alat kesehatan. Pengadaan

perbekalan farmasi dapat berasal dari beberapa sumber, yaitu:

1. Pengadaan Rutin
Merupakan cara pengadaan perbekalan farmasi yang paling utama.

Pembelian rutin yaitu pembelian barang kepada para distributor

perbekalan farmasi untuk obat-obat yang kosong berdasarkan data dari

buku defekta. Pemesanan dilakukan dengan cara membuat Surat

Pesanan (SP) dan dikirimkan ke masing-masing distributor/PBF yang

sesuai dengan jenis barang yang dipesan. PBF akan mengirim

barangbarang yang dipesan ke apotek beserta fakturnya sebagai bukti

pembelian barang.

2. Pengadaan Mendesak (Cito)

Pengadaan mendesak dilakukan, apabila barang yang diminta tidak

ada dalam persediaan serta untuk menghindari penolakan obat/resep.

Pembelian barang dapat dilakukan ke apotek lain yang terdekat sesuai

dengan jumlah sediaan farmasi yang dibutuhkan tidak dilebihkan

untuk stok di apotek.

3. Konsinyasi

Konsinyasi merupakan suatu bentuk kerja sama antara Apotek dengan

suatu perusahaan atau distributor yang menitipkan produknya untuk

dijual di apotek, misalnya alat kesehatan, obat-obat baru, suplemen

kesehatan, atau sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan yang baru

beredar di pasaran. Setiap dua bulan sekali perusahaan yang

menitipkan produknya akan memeriksa produk yang dititipkan di

apotek, hal ini bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah produk yang
terjual pada setiap dua bulannya. Pembayaran yang dilakukan oleh

apotek sesuai jumlah barang yang laku. Apabila barang konsinyasi

tidak laku, maka dapat diretur/dikembalikan ke distributor/perusahaan

yang menitipkan.

c. Penerimaan Perbekalan Farmasi

Setelah dilakukan pemesanan maka perbekalan farmasi akan dikirim oleh

PBF disertai dengan faktur. Barang yang datang akan diterima dan

dipriksa oleh petugas bagian penerimaan barang. Produsen penerimaan

barang dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Pemeriksaan barang dan kelengkapannya

Alamat pengirim barang yang dituju, nama, kemasan dan jumlah

barang yang dikirim harus sesuai denganyang tertera pada surat

pesanan dan faktur. Apabila terdapat ketidaksesuaian, petugas

penerimaan akan mengembalikan atau menolak barang yang dikirim

(retur) disertai nota pengembalian barang dari apotek. Kualitas barang

serta tanggal kadarluasa. Kadaluarsa tidak kurang dari satu tahun

untuk obat biasa dan tiga bulan untuk vaksin.

2. Jika barang-barang tersebut dinyatakan diterima, maka petugas akan

memberikan nomor urut pada faktur pengiriman barang,

membubuhkan cap apotek dan menandatangani faktur asli sebagai

bukti bahwa barang telah diterima. Faktur asli selanjutnya

dikembalikan, sebagai bukti pembelian dan satu lembar lainnya


disimpan sebagai arsip apotek. Barang tersebut kemudian disimpan

pada wadahnya masing-masing.

3. Salinan faktur dikumpulkan setiap hari lalu dicatat sebagai data arsip

faktur dan barang yang diterima dicatatat sebagai data stok barang

dalam komputer. Jika barang yang diterima tidak sesuai pesanan atau

terdapat kerusakan fisik maka bagian pembelian atau membuat nota

pengembalian barang (retur) dan mengembalikan barang tersebut ke

distrbitor yang bersangkutan untuk kemudian ditukar dengan barang

yang sesuai. Barangbarang yang tidak sesuai dengan faktur harus

dikembalikan, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya praktek

penyalahgunaan obat yang dilakukan oleh pihak tertentu.

d. Penyimpanan

Penyimpanan Perbekalan farmasi yang telah diterima kemudian disimpan

didalam gudang obat secara alfabetis yang tersedia di apotek dengan

sebelumnya mengisi kartu stok yang berisikan tanggal pemasukan obat,

nomor dokumen, jumlah barang, sisa, nomor batch, tanggal kadaluarsa,

dan paraf. Penyimpanan barang di Apotek dilaksanakan berdasarkan

system FIFO (first in first out) dan FEFO (first expired first out). Sistem

FIFO (first in first out) adalah penyimpanan barang dimana barang yang

datang lebih dulu akan disimpan di depan sehingga akan dikeluarkan lebih

dulu dari yang lainnya, sedangkan barang yang terakhir datang ditaruh

dibelakang, demikian seterusnya. Sistem FEFO (first expired first out)


adalah penyimpanan barang dimana barang yang mendekati tanggal

kadaluarsanya diletakkan di depan sehingga akan dikeluarkan lebih dulu

dari yang lainnya, sedangkan barang yang tanggal kadaluarsanya masih

lama diletakkan dibelakang, demikian seterusnya. Sistem ini digunakan

agar perputaran barang di apotek dapat terpantau dengan baik sehingga

meminimalkan banyaknya obat-obat yang mendekati tanggal

kadaluarsanya berada di apotek. Sistem penyimpanan obat di Apotek

antara lain:

1. Berdasarkan Golongan Obat

Narkotika dan psikotropika di dalam lemari khusus dua pintu yang

dilengkapi dengan kunci dan terletak menempel pada lemari besar

dengan tujuan tidak bisa dipindahkan sehingga sulit untuk dicuri. Obat

bebas dan obat bebas terbatas disebut sebagai obat OTC (over the

counter) disimpan di rak penyimpanan. Obat keras disimpan di rak

penyimpanan dan disusun alfabetis dan sesuai dengan efek

farmakologinya.

2. Bentuk Sediaan

Obat disimpan berdasarkan bentuk sediaannya yaitu: Padat, Cair, semi

solid, tetes mata, tetes hidung, tetes telinga, oral drop, Inhaler, aerosol,

Suppositoria, ovula.
3. Obat Generik disimpan di dalam rak penyimpanan dengan label warna

hijau, obat lainnya (paten) disimpan dengan label warna yang

berbedabeda berdasarkan efek farmakologinya.

4. Efek farmakologinya

Berdasarkan efek farmakologinya, penyimpanan obat dibagi menjadi :

Antibiotik Kardiovaskular Sistem saraf pusat Endokrin Hormon

Pencernaan Muskuloskeletal Pernafasan Anti alergi Kontrasepsi

Vitamin dan suplemen

5. Berdasarkan sifat obat, terdapat obat yang disimpan dilemari es.

Contohnya: insulin, suppositoria, ovula, dan obat yang mengandung

Lactobacillus sp. Contoh : Lacto-B

6. Alat kesehatan disimpan dalam etalase dekat penyimpanan obat bebas.

7. Kosmetik, multivitamin, jamu..

e. Pelayanan

Penjualan di Apotik meliputi pelayanan berdasarkan resep dokter baik

resep dari dokter yang melakukan praktek di Apotek maupun dokter

praktek luar apotek, serta pelayanan non-resep yang terdiri dari pelayanan

obat bebas, UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri), serta alat kesehatan.

1. Pelayanan obat dengan resep dokter

Pelayanan obat dengan resep tunai dilakukan terhadap konsumen yang

langsung datang ke apotek untuk menebus resep obat yang dibutuhkan


dan dibayar secara tunai. Alur pelayanan resep tunai dengan

penjelasan sebagai berikut :

a. Penerimaan resep

b. Pemeriksaan keabsahan dan kelengkapan resep, meliputi:

c. Nama, alamat nomor SIP dan paraf/tanda tangan dokter penulis

resep.

d. Nama obat, dosis, jumlah dan aturan pakai.

e. Nama pasien, umur, alamat, nomor telepon.

f. Pemberian nomor resep.

g. Penetapan harga.

h. Pemeriksaan ketersediaan obat.

i. Perjanjian dan pembayaran, meliputi: Pengambilan obat semua

atau sebagian. Ada atau tidaknya penggantian obat atas persetujuan

dokter/pasien. Pembayaran. Pembuatan kuitansi dan salinan resep

(apabila diminta).

j. Penyiapan obat/peracikan, meliputi: Penyiapan etiket atau

penandaan obat dan kemasan, Peracikan obat (hitung

dosis/penimbangan, pencampuran, pengemasan), Penyajian hasil

akhir peracikan atau penyiapan obat.

k. Pemeriksaan akhir, meliputi : Kesesuaian hasil penyajian atau

peracikan dengan resep (nama obat, jenis, dosis, jumlah, aturan


pakai, nama pasien, umur, alamat dan nomor telepon). Kesesuaian

antara salinan resep dengan resep asli, Kebenaran kuitansi.

l. Penyerahan obat dan pemberian informasi, meliputi: Nama obat,

kegunaan obat, dosis jumlah dan aturan pakai, Cara penyimpanan,

Efek samping yang mungkin timbul dan cara mengatasinya.

2. Pelayanan Obat Tanpa Resep

Pelayanan obat tanpa resep merupakan pelayanan obat yang diberikan

apotek kepada konsumen atas permintaan langsung pasien atau tanpa

resep dari dokter. Obat yang dapat dilayani tanpa resep dokter meliputi

obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras yang termasuk dalam

Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA), obat tradisional, kosmetik, dan

alat kesehatan.

K. Pengelolaan obat rusak/kadaluwarsa, pemusnahan obat dan resep obat-

obatan

Obat-obat yang rusak dan kadaluarsa merupakan kerugian bagi apotek,

oleh karenanya diperlukan pengelolaan agar jumlahnya tidak terlalu besar.

Obat-obat yang rusak akan dimusnahkan karena tidak dapat digunakan dan

tidak dapat dikembalikan lagi ke PBF. Obat kadaluarsa yang dibeli oleh

apotek dapat dikembalikan ke PBF sesuai dengan perjanjian yang telah

disepakati antara kedua belah pihak. Batas waktu pengembalian obat yang

kadaluarsa yang ditetapkan oleh PBF 3-4 bulan sebelum tanggal kadaluarsa,

tetapi ada pula yang bertepatan dengan waktu kadaluarsanya.


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

922/MenKes/Per/X/1993 pasal 12 ayat (2), menyebutkan bahwa obat dan

perbekalan farmasi lainnya yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi

atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau

ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Pada

pasal 13 menyebutkan bahwa pemusnahan yang dimaksud dilakukan oleh

Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti, dibantu oleh sekurang-

kurangnya seorang karyawan apotek yang bersangkutan, disaksikan oleh

petugas yang ditunjuk Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan

setempat. Pada pemusnahan dengan bentuk yang telah ditentukan dalam

rangkap lima yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola atau Apoteker

Pengganti dan petugas Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat.

Pemusnahan obat-obat narkotika dan psikotropika yang sudah kadaluarsa

dilaksanakan oleh apoteker dengan disaksikan oleh petugas Dinas Kesehatan

dan sekurang-kurangnya seorang karyawan apotek. Sedangkan untuk obat non

narkotika-psikotropika dilaksanakan oleh apoteker dibantu oleh sekurang-

kurangnya seorang karyawan apotek.


BAB III
PELAKSANAAN PKL
A. Waktu dan Tempat

Praktik Kerja Lapangan (PKL) Online ini ditujukan bagi mahasiswa Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Surya Global Yogyakarta Program Studi D3 Farmasi

dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan PKL dilaksanakan mulai dari tanggal 8 maret 2021 sampai

dengan tanggal 12 maret 2021.

Waktu pelaksanaan dilakukan dengan 3 shift:

Siang : 14:00 – 16.00WIB

2. Lokasi PKL berada di Apotek “Sutji” di Jl. Sultan Agung No.26,

Wirogunan, Pakualaman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.

B. Sejarah Apotek Sutji

Apotek Sutji terletak di Jl. Sultan Agung No. 26 Yogyakarta. Apotek ini

didirikan pada tahun 1977 oleh CV Sutji yang terdiri dari Ahmad Purnomo;

dr. Wiryo (Alm); dan Dra. Atiek Harwati, SU., Apt. Awalnya Apoteker

Pengelola Apotek (APA) di Apotek Sutji adalah Dra. Atiek Harwati, SU.,

Apt. Namun, mulai tahun 2002 hingga saat ini, kedudukan Apoteker

Pengelola Apotek dipercayakan kepada Apt Kuswardani Dwi Atmini, S.Si.,

M.Sc. mengganti Dra. Atiek Harwati, Apt. yang ditugaskan menjadi kepala

BPOM di kota Semarang. Lokasi Apotek Sutji tergolong strategis karena

terletak di pinggir jalan raya sehingga mudah di akses berbagai transportasi


umum sehingga mudah dijangkau masyarakat. Selain itu, apotek tersebut juga

dekat dengan beberapa praktek dokter. Pada tahun 2008, saham Apotek Sutji

milik Ahmad Purnomo berpindah kepada Dra. Sulis Setiawati, Apt. Dengan

demikian, saat ini pemilik saham Apotek Sutji adalah Dra. Sulis Setiawati,

Apt., dr. Wiryo (Alm) dan Dra. Atiek Harwati, SU., Apt. Bangunan yang

ditempati oleh Apotek Sutji merupakan milik dr. Wiryo yang kemudian

disewa oleh pengelola Apotek Sutji. Pengelolaan bangunan 44 seperti pajak

bumi dan bangunan, biaya listrik, telepon dan air dikelola secara mandiri

dilaksanakan oleh manajemen apotek

C. Visi Misi Apotek Sutji

Visi :

1. Melakukan konseling yang baik kepada pasien.

2. Menyediakan obat-obat yang berkualitas baik.

3. Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.

Misi :

1. Menjadikan masyarakat Indonesia menjadi rakyat yang sehat khususnya

dalam bidang jasmani.

2. Membuka hubungan baik antara Apoteker dengan pasien.


BAB IV
PEMBAHASAN
A. Definisi Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

kefarmasian oleh Apoteker.

1. Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan Instansi Apotek

a. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

b. Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek

c. Peraturan Pemerintah Nomor51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian

d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

2. Sumpah dan kode etik tenaga Sumpah dan Kode Etik profesi Tenaga

Teknis Farmasi terkait bidang Farmasi di Apotek Sumpah TTK menjadi

pegangan hidup dalam menjalankan tugas pengabdian kepada nusa dan

bangsa. Oleh karena itu seorang ahli farmasi Indonesia dalam pengabdian

profesinya mempunyai ikatan moral yang tertuang dalam Kode Etika ahli

Farmasi Indonesia :

a. Kewajiban terhadap Profesi

b. Kewajiban terhadap teman sejawat

c. Kewajiban terhadap Pasien

d. Kewajiban terhadap Masyarakat


e. Kewajiban terhadap Profesi Tenaga Kesehatan Lain

3. Tugas seorang TTK adalah:

a. Memahami prinsip dasar compounding, persiapan, kalkulasi, racikan

serta kemasan.

b. Dalam hal pelayanan, masalah yang timbul antara ain berupa

kemampuan membaca resep, ketersediaan obat, dan kecepatan

pelayanan.

c. Memahami prinsip dasar pengadaan obat, penyimpanan, jalur

pendistribusian, pelayanan, dan evaluasi.

4. Tugas dan Fungsi Apotek

a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan

sumpah jabatan Apoteker.

b. Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian.

c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan

farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan

kosmetika.

d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi,

pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau

penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan

obat tradisional.

B. Pengelolaan Sumber Daya Di Apotek


Dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2017 Tentang Apotek yang

tertera dalam BAB IV tentang penyelenggaraan. Diantaranya pasal 16;

Apotek menyelenggarakan fungsi :

1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai; dan

2. Pelayanan farmasi klinik termasuk dikomunitas.

Dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2017 Tentang Apotek

yang tertera dalam BAB IV tentang penyelenggaraan. Pasal 18

mencantumkan tentang :

Apotek wajib memasang papan nama yang terdiri atas:

a. Papan nama apotek, yang memuat paling sedikit informasi apotek,

nomor SIA (Surat Izin Apotek), dan alamat;

b. Papan nama praktikApoteker, yang memuat paling sedikit informasi

mengenai nama Apoteker, nomor SIPA (Surat Izin Praktek Apotek),

dan jadwal praktek Apoteker.

Papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipasang di

dinding bagian depan bangunan atau dipancangkan ditepi jalan, secara

jelas dan mudah terbaca. Jadwal praktek Apoteker sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b harus berbeda dengan jadwal praktek

Apoteker yang bersangkutan di fasilitas kefarmasian lain. Dalam

peraturan menteri kesehatan nomor 73 tahun 2016 tentang pelayanan

kefarmasian di apotek. Dalam pasal (3) ayat 2 mencangkup tentang:


1. Perencanaan

2. Pengadaan

3. Penerimaan

4. Penyimpanan

5. Pemusnahan

6. Pengendalian

7. Pencatatan dan Pelaporan

8. Pengkajian Resep

9. Dispensing

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka

Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. Apoteker di

Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan

swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien

yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan

memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan mencakup :

1. Perencanaan

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan :

a. Pola penyakit, berdasarkan penyalit yang sedang trend saat

itu.

b. Pola konsumsi, dilihat dari jumlah konsumsi sebelumnya.


c. Budaya, misalnya untuk masyarakat sekitar yang senang

mengonsumsi jamu, maka sediakan pula obat-obat herbal

di Apotek.

d. Kemampuan masyarakat, obat yang ada disesuaikan

dengan kemampuan masyarakat disekitar Apotek.

2. Pengadaan/ Pembelian (langsung, tender, hibah atau dropping)

a. Harus melalui PBF resmi

b. Adanya SP

3. Penerimaan

a. Memeriksa faktur dengan kesesuaian SP

b. Perhatikan jumlah obat, exp date, batch, kondisi barang

4. Gudang/ Penyimpanan

a. Berdasarkan alfabetis, farmakologi, jenis sediaan

b. Kestabilan obat yang perlu diperhatikan

c. Obat exp date dipisahkan dengan obat yang bagus

d. Menurut FEFO, FIFO

5. Pemusnahan dan penarikan

6. Pengendalian

7. Pencatatan dan pelaporan

Obat psikotropika dan narkotika melalui aplikasi SIPNAP

setiap bulan sebelum tanggal 10.

C. Pelayanan Kefarmasian Di Apotek


1. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak,

dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek

penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.

Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan

metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif,

efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek

samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia

dari Obat dan lain-lain.

2. Konseling

Tujuan konseling adalah :

a. Membangun hubungan kepercayaan dengan pasien

b. Menunjukkan kepedulian dan perhatian kepada pasien

c. Membantu pasien menggunakan obat dengan benar

d. Meningkatkan kemampuan pasien untuk menyelesaikan masalah

kesehatnnya

e. Mencegah dan mengurangi masalah berkaitan dengan efek samping,

reaksi obat yang merugikan dan ketidakpatuhan.

D. Asuhan Kefarmasian Di Apotek


Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, maupun dokter

hewan yang diberikan kepada apoteker untuk diracik dan diserahkan kepada

pasien.

Skrining resep:

1. Skrining administrasi:

a. nama pasien, umur, jenis kelamin, dan berat badan

b. Nama dokter, No SIP, alamat, No telepon dan paraf

c. Tangal penulisan resep

2. Skrining farmasetik:

a. Bentuk dan kekuatan sediaan

b. Stabilitas

c. Kompatibilitas (ketercampuran obat)

3. Skrining klinis:

a. Ketepatan indikasi dan dosis obat

b. Aturan, cara dan lama pengunaan obat

c. Duplikasi dan polifarmasi

d. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, ESO)

e. Kontraindikasi

f. Interaksi

Pengelolaan obat apotek (OWA)


Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masyarakat luas,

maka obat-obat yang digolongkan OWA adalah obat yang diperlukan bagi

kebanyakan penyakit yang diderita pasien.

a. Apoteker wajib melakukan pencatatan tentang data pasien (nama, alamat,

umur) serta penyakit yang diderita.

b. Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh

diberikan kepada pasien.

c. Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar, mencakup:

indikasi, kontra indikasi, cara pemakaian, cara penyimpanan, ESO serta

Tindakan yang perlu dilakukan jika timbul efek yang tidak dikehendaki

timbul

1. Pengelolaan obat keras, psikotropika, dan narkotika

a. Obat keras, psikotropika, dan narkotika harus diberikan dengan resep

Dokter.

b. Pemesanan narkotika hanya pada PBF Kimia Farma, dan untuk satu

jenis obat satu SP.

c. Pelaporan psikotropika dan narkotika melalui aplikasi SIPNAP

sebelum tanggal 10 setiap bulan.

d. Resep psikotropika dan narkotika disendirikan, untuk pemusnahan

resep dihitung perlembar.

Pengelolaan ini bertujuan untuk menjaga dan menjamin ketersediaan

barang di apotek sehingga tidak terjadi kekosongan barang. Selain itu juga
bertujuan untuk memperoleh barang yang dibutuhkan dalam jumlah yang

cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam

waktu tertentu secara efektif dan efisien, menurut tata cara dan ketentuan

yang berlaku.

a. Perencanaan

Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan

harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan

jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta

menghindari kekosongan obat. Dalam perencanaan pengadaan ini, ada

beberapa metode yang sering dipakai yaitu:

1. Metode epidemiologi

2. Metode konsumsi

3. Metode just in time

4. Metode kombinasi

b. Pengadaan

Pengadaan perbekalan farmasi di Apotek dilakukan oleh bagian unit

pembelian yang meliputi pengadaan obat bebas, obat bebas terbatas,

obat keras tertentu, narkotika dan psikotropika, dan alat kesehatan.

Pengadaan perbekalan farmasi dapat berasal dari beberapa sumber,

yaitu:

1. Pengadaan Rutin

2. Pengadaan Mendesak (Cito)


3. Konsinyasi

Apotek melakukan kegiatan pembelian hanya ke distributor atau PBF

resmi. Pemilihan pemasok didasarkan pada beberapa kriteria, antara

lain:

a. Legalitas PBF

b. Kecepatan dalam mengirim barang pesanan

c. Jangka waktu pembayaran

d. Harga yang kompetitif

e. Obat-obat golongan narkotika hanya dapat dipesan ke PBF yang

ditunjuk oleh pemerintah yaitu PBF Kimia Farma.

c. Penerimaan Perbekalan Farmasi

Setelah dilakukan pemesanan maka perbekalan farmasi akan dikirim

oleh PBF disertai dengan faktur. Barang yang datang akan diterima

dan diperiksa oleh petugas bagian penerimaan barang. Produsen

penerimaan barang dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Pemeriksaan barang dan kelengkapannya.

2. Jika barang-barang tersebut dinyatakan diterima, maka petugas

akan memberikan nomor urut pada faktur pengiriman barang,

membubuhkan cap apotek dan menandatangani faktur asli sebagai

bukti bahwa barang telah diterima.


3. Salinan faktur dikumpulkan setiap hari lalu dicatat sebagai data

arsip faktur dan barang yang diterima dicatatat sebagai data stok

barang dalam komputer.

d. Penyimpanan

Penyimpanan Perbekalan farmasi yang telah diterima kemudian

disimpan didalam gudang obat secara alfabetis yang tersedia di apotek

dengan sebelumnya mengisi kartu stok yang berisikan tanggal

pemasukan obat, nomor dokumen, jumlah barang, sisa, nomor batch,

tanggal kadaluarsa, dan paraf. Penyimpanan barang di Apotek

dilaksanakan berdasarkan system FIFO (first in first out) dan FEFO

(first expired first out). Sistem penyimpanan obat di Apotek antara

lain:

a. Berdasarkan Bentuk sediaan

b. Golongan Obat

c. Obat Generik disimpan di dalam rak penyimpanan dengan label

warna hijau, obat lainnya (paten) disimpan dengan label warna

yang berbedabeda berdasarkan efek farmakologinya.

d. Efek farmakologinya

e. Berdasarkan sifat obat, terdapat obat yang disimpan dilemari es.

Alat kesehatan disimpan dalam etalase dekat penyimpanan obat

bebas.

f. Kosmetik, multivitamin, jamu.


Pelayanan
1. Pelayanan obat dengan resep dokter

2. Pelayanan Obat Tanpa Resep

Pengelolaan obat rusak/kadaluwarsa, pemusnahan obat dan resep


obat-obatan.
Obat-obat yang rusak dan kadaluarsa merupakan kerugian bagi apotek,

oleh karenanya diperlukan pengelolaan agar jumlahnya tidak terlalu

besar. Obat-obat yang rusak akan dimusnahkan karena tidak dapat

digunakan dan tidak dapat dikembalikan lagi ke PBF. Obat kadaluarsa

yang dibeli oleh apotek dapat dikembalikan ke PBF sesuai dengan

perjanjian yang telah disepakati antara kedua belah pihak. Batas waktu

pengembalian obat yang kadaluarsa yang ditetapkan oleh PBF 3-4

bulan sebelum tanggal kadaluarsa, tetapi ada pula yang bertepatan

dengan waktu kadaluarsanya.


BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan kegiatan Praktek Kerja Lapangan yang telah dilakukan di Apotek

Sutji dapat disimpulkan :

1. Proses pengelolaan apotek meliputi pengelolaan manajerial dan pelayanan

kefarmasian. Pengelolaan manajerial meliputi pengelolaan modal dan

sarana apotek, administrasi keuangan, serta pengelolaan sumber daya

manusia. Pengelolaan di bidang kefarmasian meliputi perencanaan

kebutuhan obat, penyimpanan obat, pendistribusian obat, serta pelayanan

informasi obat

2. Pemesanan dan pengadaan sediaan farmasi di Apotek Sutji dilakukan

dengan membuat surat pesanan kepada PBF dan berbagai distributor

lainnya, surat pesanan tersebut dibuat berdasarkan kebutuhan dan

memprioritaskan pada obat yang laku keras (fast moving).

3. Pengadaan perbekalan farmasi dimaksudkan untuk menjamin tersedianya

perbekalan farmasi di apotek. Pengadaan perbekalan farmasi mencakup

obat, bahan obat, dan alat kesehatan

4. Pengelolaan perbekalan farmasi di Apotek Sutji mulai dari perencanaan,

pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pencatatan dan

pengendalian.

Anda mungkin juga menyukai