Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TUGAS IV : COMPOUNDING DAN DISPENSING

“RUTE PEMAKAIAN OBAT”

Disusun Oleh :
Nama :ASRI
NIM : D1A119063
Kelas :A
Dosen : Safaruddin Amin, S.Si.,M.Si.,Apt

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MEGA REZKY
MAKASSAR
2020
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjantkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan
rahmatnya berupa kesehatan dan umur panjang sehingga saya masih diberikan
kesempatan untuk menyusun makalah ini.

Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dari dosen Mata Kuliah
“Compounding & Dispensing” Bapak Safaruddin Amin, S.Si.,M.Si.,Apt. dengan
adanya tugas ini saya berharap dapat memahami dan dapat menambah wawasan
tentang teori mata kuliah “Compouding dan Dispensing” dalam pelayanan
kefarmasian.

Dalam penyusunan makalah yang sederhana ini, saya menyadari masih


banyak kekurangan, oleh karena itu saran sangat saya harapkan demi
penyempurnaan penyusunan makalah selanjutnya.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang baik bagi
pembaca terkhusus pada diri saya sendiri, semoga kita semua selalu diberikan
kesehatan dan umur panjang. Aamiin

Makassar, 20 April 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik. Apoteker khususnya yang
bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma
Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk
itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar
perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan.
Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal
yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan demikian, para
Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di negara
sendiri. Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus
merupakan tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan
kompetensinya sehingga dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian secara
komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun farmasi
klinik. Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan
Sistem Informasi Rumah Sakit secara maksimal pada fungsi manajemen
kefarmasian, sehingga diharapkan dengan model ini akan terjadi efisiensi
tenaga dan waktu. Efisiensi yang diperoleh kemudian dimanfaatkan untuk
melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik secara intensif.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
dinyatakan bahwa Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi,
bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan.
Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu, bermanfaat, aman,
dan terjangkau. Selanjutnya dinyatakan bahwa pelayanan Sediaan Farmasi di
Rumah Sakit harus mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian yang
selanjutnya diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
(PMK no 72 tahun 2016)
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktik kefarmasian
pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan Standar
Pelayanan Kefarmasian yang diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan
Menteri Kesehatan. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
tersebut dan perkembangan konsep Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan
suatu Standar Pelayanan Kefarmasian dengan Peraturan Menteri Kesehatan,
sekaligus meninjau kembali Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2016
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu obat terpenting
perawat. Obat adalahalat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati
pasien yang memiliki masalah kesehatan.Walaupun obat menguntungkan pasien
dalam banyak hal, beberapa obat yang menimbulkan efekyang berbahaya yang bila
tidak samping yang ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat,memantau respon
dan membantu pasien menggunakannya dengar benar dan
berdasarkanpengetahuan.Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita
mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik,
farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi dan
toksikologinya.
B. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti tentang Rute Pemberian
Obat
2. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti tentang Bentuk Sediaan
yang diberikan
3. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti tentang Cara Pemakaian dan
Dosis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Rute Pemakaian Obat


1. Keahlian Dasar Dalam Pengerjaan Compounding
Compounding Merupakan proses melibatkan pembuatan
(preparation), pencampuran (mixing), pemasangan (assembling),
pembungkusan (packaging), dan pemberian label (labelling) dari obat
atau alat sesuai dengan resep dokter yang berlisensi atas inisiatif yang
didasarkan atas hubungan dokter/pasien/farmasis/compounder dalam
praktek profesional
Tujuan compounding adalah untuk memberikan petunjuk kepada
para peracik tentang penerapan praktik peracikan yang baik untuk
persiapan formulasi campuran nonsteril untuk pengeluaran dan / atau
pemberian kepada manusia atau hewan. Senyawa merupakan bagian
integral dari praktik farmasi dan sangat penting untuk penyediaan
layanan kesehatan.
Keahlian dasar Apoteker dalam proses compounding adalah
sebagai berikut :
a. Memiliki akses informasi terbaru
b. Mampu menyimpan bahan sediaan obat yang sesuai dengan sifat
fisika kimia bahan.
c. Mempunyai kemauan dan dedikasi dalam bidang farmasi.
d. Mempunyai keahlian ilmu dasar farmasi sehingga mampu melakukan
proses compounding yang benar.
e. Personel harus terlatih dan memenuhi kualifikasi untuk mampu
melakukan tugas yang diberikan.
f. Bahan-bahan compounding dengan identitas yang sesuai kemurnian
dan kualitasnya harus didapatkan melalui sumber yang terpercaya
dan penyimpanannya harus sesuai dengan pabrik atau standar usp.
g. Tempat penyimpanan bahan baku diberikan label yang sesuai dengan
Occupational Safety and Health Administration (OSHA), Material
Safety Data Sheets (MSDSs) disediakan untuk personel compounding
dalam meracik obat.
h. Semua peralatan yang digunakan harus bersih, terawat, dan
digunakan dengan benar.
i. Area compounding harus sesuai dengan fungsinya, dan prosedur
untuk mencegah kontaminasi silang harus diterapkan
j. Hanya personel compounding yang boleh masuk ke area
compounding
k. Jaminan bahwa proses selalu dilakukan sesuai dengan ketentuan
harus ada
l. Prosedur compounding harus dapat mencegah terjadinya kesalahan
m. Semua aspek compounding harus terdokumentasi.

2. Peralatan Yang Dibutuhkan


Dalam proses peracikan obat, tentunya dibutuhkan berbagai macam
alat dengan fungsi yang berbeda-beda. Perbedaan fungsi alat dibutuhkan
untuk prosedur peracikan yang berbeda pula. Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, di ruang peracikan obat sekurang-kurangnya
disediakan peralatan peracikan, timbangan obat, air minum (air mineral)
untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin,
termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label obat.
Berdasarkan jenis bahan obat yang digunakan, maka secara garis
besar alat peracikan dibedakan menjadi dua. Bahan obat padat dan
setengah padat perlu dilakukan penimbangan massa dengan timbangan,
sedangkan bahan obat cair perlu dilakukan pengukuran volume dengan
alat ukur. Selain dua jenis alat di atas, dibutuhkan pula alat peracikan
pendukung, seperti batang pengaduk, sendok, spatel, sudip, dll.
Secara garis besar, alat yang dibutuhkan dalam proses
compounding terbagi atas 2 bagian yaitu Alat Peracikan dan Alat Ukur
a. Alat Peracikan
Alat peracikan adalah alat yang digunakan dalam membantu
pencapuran obat yang terdiri dari :
1. Mortar dan Stamper
Digunakan untuk menghaluskan
dan mencampur bahan-bahan.
Terbuat dari porcelin dan tahan
panas

2. Cawan
Dugunakan untuk wadah
menimbang, menguapkan,
menimbang cairan,
melebur/memcampur bahan.
Terbuat dari porcelain tahan panas, tidak tahan banting.

3. Kaca Arloji
Digunakan untuk wadah
penimbangan bahan obat
setengah padat yang tidak bisa
diletakkan pada kertas perkamen
dan botol timbang karena
lengket.

4. Pengayak
Alat yang digunakan untuk mengayak bahan sesuai dengan
derajat kehalusan serbuk

5. Sendok
Digunakan untuk mengambil bahan
pada umumnya.

6. Kertas Perkamen
Digunakan sebagai alas bahan
padat yang akan ditimbang dna
untuk membungkus obat
serbuk/puyer yang telah diracik.

7. Sudip
digunakan untuk membersihkan
dan mengambil sisa-sisa obat yang
masih tersisa di dalam mortir, dan
untuk memasukkan sediaan ke
wadah.

8. Sendok Takar
digunakan untuk mengambil bahan
padat, semipadat, maupun cair
dengan takaran tertentu.

9. Gelas Takar
digunakan untuk mengambil bahan
cair dengan takaran tertentu.

b. Alat Ukur
1. Alat Pengukuran
Di apotek, terdapat dua jenis alat yang digunakan untuk
mengukur bahan cair, yaitu gelar ukur dan pipet tetes. Masing-
masing mempunyai fungsi yang berbeda.
a. Gelas Ukur
Gelas ukur merupakan alat ukur volume cairan yang tidak
memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi. Berdasarkan
bentuknya, gelas ukur dibedakan menjadi gelas ukur conical
dan gelas ukur cylindrical.

 Gelas ukur conical


Memiliki bentuk mengerucut, lebih banyak digunakan
dalam praktik karena memiliki beberapa keuntungan,
antara lain cairan lebih mudah dituangkan dan sisa
cairan lebih mudah dibilas. Selain itu, alat lebih mudah
dibersihkan dan dikeringkan.

 Gelas ukur cylindrical


Memiliki bentuk tabung lurus, memiliki keunggulan
yaitu ketepatan pembacaan meniskus yang lebih baik
dibandingkan tipe conical.

b.Pipet Tetes
Apabila yang diperlukan dalam peracikan
ialah bahan cair dalam jumlah kecil, maka alat
ukur yang digunakan ialah pipet tetes. Pipet tetes
yang digunakan merupakan pipet tetes
terkalibrasi yang memiliki skala pada badannya,
bukan pipet tetes yang sering digunakan dalam
laboratorium kimia biasa.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam
menggunakan pipet tetes adalah densitas bahan cair,
temperatur, viskositas bahan cair, tegangan permukaan
dan bentuk lubang penetes. Pipet tetes yang digunakan
dalam peracikan biasanya berdiameter 3 mm, dan jika
digunakan untuk meneteskan air pada posisi tegak akan
menghasilkan tetesan dengan bobot 45-55 mg.

2. Alat Penimbangan
Menurut Farmakope Indonesia III, terdapat berbagai tipe
timbangan, yaitu gram kasar dengan daya beban 250-1000 gram
dan kepekaan 200 mg; gram halus dengan daya beban 100-200
gram dan kepekaan 50 mg; milligram dengan daya beban 10-50
gram dan kepekaan 2,5 mg. Kepekaan adalah tambahan bobot
maksimum yang diperlukan pada salah satu pinggan timbangan,
setelah keduanya diisi muatan maksimum menyebabkan ayunan
jarum timbangan tidak kurang dari 2 mm tiap dm panjang jarum.
Penimbangan terkecil teoretis ialah sebesar 1/5% x kepekaan.
Misalnya, kepekaan timbangan milligram adalah 2,5 mg, maka
penimbangan terkecil adalah 1/5% x 2,5 mg = 50 mg. Untuk
penimbangan lebih kecil dari 50 mg perlu dilakukan pengenceran
atau penipisan.
Untuk menimbang, selain dibutuhkan timbangan juga
diperlukan anak timbangan. Satuan anak timbangan dapat berupa
gram atau milligram. Perlu diingat bahwa saat mengambil anak
timbangan milligram perlu dibantu dengan pinset agar anak
timbangan tetap bersih sehingga menjamin keakuratan
penimbangan.
Timbangan gram kasar Timbangan
Timbangan
miligramgram halus

3. Penimbangan dan Pengukuran


Cara Penimbangan
Secara umum, penimbangan bahan baik berbentuk padat, setengah
padat, maupun cair adalah sama. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan antara lain:

a) Zat yang banyaknya kurang dari 1 gram ditimbang pada timbangan


milligram
b) Obat berkhasiat keras sebaiknya ditimbang pada timbangan
milligram meskipun banyaknya lebih dari 1 gram
c) Zat yang banyaknya kurang dari 30 mg tidak boleh ditimbang,
karena hasil penimbangannya tidak tepat. Maka harus diencerkan
dulu, biasanya digunakan bahan yang bersifat inert
d) Pengambilan zat padat dari wadah persediaan digunakan sendok dan
pengambilan lemak memakai spatel
e) Sendok dan spatel setelah dipakai segera dibersihkan dengan kain
serbet untuk sendok sedangkan spatel dengan kertas
f) Ekstrak kental ditimbang pada kertas paraffin dan dengan spatel
dimasukkan dalam mortir
g) Zat cair ditimbang dalam botol atau gelas beker yang telah ditara.
Cara mentara botol dilakukan pada pinggan timbangan tempat anak
timbangan yaitu sebelah kiri diletakkan kotak berisi butir-butir besi
atau gelas (gotri)
h) Mengukur obat cair yang hanya beberapa mL digunakan gelas ukur
yang ditara Dalam menuang cairan dari botol, maka letak etiket pada
botol adalah di atas, untuk menghindari pengotoran etiket.

Cara Pengukuran
Pengukuran dilakukan untuk menentukan volume
zat cair menggunakan alat-alat gelas. Hal yang perlu
diperhatikan berkaitan dengan pengukuran adalah
adanya fenomena meniskus. Jika cairan dituang ke
dalam wadah gelas, maka bagian permukaan akan
menjadi bentuk konkaf yang terjadi akibat kontak
antara cairan dengan wadah. Oleh karena itu, pada saat
mengukur volume cairan, pastikan bahwa mata sejajar
dengan meniskus. Meniskus yang dilihat adalah
meniskus bawah.

4. Memperkecil Ukuran Partikel


Pengetahuan dan pengendalian ukuran, serta kisaran ukuran partikel
sangat penting dalam farmasi sebab partikel mempunyai pengaruh yang
besar dalam pembuatan sediaan obat dan juga terhadap efek fisiologinya
(Moegtar, 1990; Sukandar, et al., 2008).
Secara klinik ukuran partikel yang diberikan secara oral
mempengaruhi pelepasan dari bentuk-bentuk sediaan yang diberikan
secara oral, parenteral, rektal dan topikal. Dalam bidang pembuatan
tablet dan kapsul, pengendalian ukuran partikel sangat penting sekali
dalam mencapai sifat aliran yang diperlukan dan pencampuran yang
benar dari granul dan serbuk ( Martin, et al., 1993 )
Penurunan ukuran partikel dapat meningkatkan laju absorbsi dan
berpengaruh pada proses pelarutan. Pengurangan ukuran partikel
berperan tidak hanya pada laju penyerapan tetapi juga pada kecilnya
derajat kelarutan suatu senyawa.
Ukuran partikel dapat dinyatakan dengan berbagai cara. Ukuran
diameter rata-rata dan beberapa cara pengukuran partikel yaitu :
1. Metode Mikroskopik
Bila pertikelnya lebih kecil yaitu dengan ukuran angstrom. Dari 10 –
1000 Angstrom. Dari 10-1000 Angstrom (1 Angstrom = 0,001
mikrometer), mikroskop ini mempunyai jelajas ukur dari 12
mikrometer sampai kurang lebih 100 mikrometer.
2. Metode Pengayakan
Cara ini untuk mengukur partikel secara kasar. Bahan yang akan
diukur partikelnya ditaruh diatas ayakan dengan nomor mesh rendah.
Kemudian dibawahnya ditempatkan ayakan dengan ayakan dengan
nomor mesh yang lebih tinggi. Metode ini adalah metode yang
paling sederhana dilakukan. Ayakan dibuat dari kawat dengan
lubang diketahui ukurannya. Istilah “mesh” adalah nomor yang
menyatakan jumlah lubang tiap inci.
3. Metode Sedimentasi
Ukuran partikel dari ukuran saringan seperti salah satunya seringkali
disangkutkan dalam bidang farmasi. Metode sedimentasi didasarkan
pada hukum Stoke, serbuk yang akan diukur disuspensikan dalam
cairan, dimana serbuk tidak dapat larut. Suspensi ini ditempatkan
pada sebuah pipet yang bervariasi. Sampel ini diupakan untuk
dikeringkan dan residunya ditimbang. Setiap sampel ditarik yang
mempunyai ukuran partikel yang lebih kecil dari yang dihubungkan
dengan kecepatan. Pengendapan karena semua partikel dengan
ukuran yang lebih panjang akan jatuh ke level bawah dari ujung
pipet.
4. Penggerusan
Adalah proses mekanik untuk memperkecil ukuran zat padat. Proses
penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi
farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi
dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel
atau ukuran butiran dapat menentukan tingkat homogenitas zat aktif
dan tingkat kerja optiman (Kurniawan, 2009). Ada dua cara
penggerusan yaitu penggerusan dengan mortir stamper dan
penggerusan dengan blender.
Penggetusan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok sesuai
dengan tingkat kehalusan yang dicapai yaitu :
a. Mesin penggerus butir kasar
b. Butir sedang
c. Butir halus
Pemilihan klasifikasi ini disesuaikan dengan tujuan bentuk
sediaan farmasi yang dikehendaki tergantung dari material dan sifa-
sifat fisikannya (kekerasan, elastisitas, kelengketan dan sebagainya).
Ukuran partikel awal dari bahan yang digerus dan ukuran partikel
akhir produk yang diinginkan. Misalkan dituntut untuk suatu proses
penghalusan yang berlangsung lama, maka pertama-tama dilakukan
penggerusan kasar kemudian dialnjutkan dengan suatu cara
penggerusan lainnya yang memungkinkan diperolehnya ukuran
partikel terkecil (Kurniawan, 2009).
Secara konvensional ukuran dinyatakan dengan istilah mesh
(julah lubang pada tiap inci linear dari ayakan). Sebagai klasifikasi
pembanding untuk pertimbangan kefarmasian, penggerusan kasar
menghasilkan partikel-partikel yang lebih besar dari 20-mesh,
penggerusan sedang menghasilkan partikel-partikel berukuran antara
200 sampai 20-mesh ( 74 sampai 840 mikron), dan penggerusan
halus menghasilkan partikel-parikel yang lebih kecil dari 200-mesh.
(lachman, 1989)

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Jakarta: UI-PRESS.

Anief, Moh. 2013. Ilmu Meracik Obat, Yogyakarta : UGM

Collett D M, Aulton M E (ed) (1990) Pharmaceutical Practice. Churchill


Livingstone, Edinburgh.
Compounding pharmacy of America. 2020. Compounding Medication Defines.
https://compoundingrxusa.com/what-is-compounding/Diakses pada
tanggal 3 april 2020.
Cooper J W, Gunn C (1950) Dispensing for Pharmaceutical Students. Pitman,
London.
Christopher A Langley Revision, bulletin. 2014. (795) Pharmaceutical
Compounding-Nonsterile Preparations. Journal. The United States
Pharmacopeial Convention
Kurniawan, D.W., T.N Saifullah, 2009. Teknologi Sediaan Farmasi. Graha Ilmu.
Yogyakarta
Lachman, L dkk, 1989 Teori dan Praktek Farmasi Industri, UI Pres. Jakarta

The United State Pharmacopeial (2007) The United States Pharmacopeia


(USP)30th Edition United States
.

Anda mungkin juga menyukai