Disusun Oleh :
Nama :ASRI
NIM : D1A119063
Kelas :A
Dosen : Safaruddin Amin, S.Si.,M.Si.,Apt
Puji syukur saya panjantkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan
rahmatnya berupa kesehatan dan umur panjang sehingga saya masih diberikan
kesempatan untuk menyusun makalah ini.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dari dosen Mata Kuliah
“Compounding & Dispensing” Bapak Safaruddin Amin, S.Si.,M.Si.,Apt. dengan
adanya tugas ini saya berharap dapat memahami dan dapat menambah wawasan
tentang teori mata kuliah “Compouding dan Dispensing” dalam pelayanan
kefarmasian.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang baik bagi
pembaca terkhusus pada diri saya sendiri, semoga kita semua selalu diberikan
kesehatan dan umur panjang. Aamiin
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik. Apoteker khususnya yang
bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma
Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk
itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar
perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan.
Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal
yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan demikian, para
Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di negara
sendiri. Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus
merupakan tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan
kompetensinya sehingga dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian secara
komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun farmasi
klinik. Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan
Sistem Informasi Rumah Sakit secara maksimal pada fungsi manajemen
kefarmasian, sehingga diharapkan dengan model ini akan terjadi efisiensi
tenaga dan waktu. Efisiensi yang diperoleh kemudian dimanfaatkan untuk
melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik secara intensif.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
dinyatakan bahwa Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi,
bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan.
Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu, bermanfaat, aman,
dan terjangkau. Selanjutnya dinyatakan bahwa pelayanan Sediaan Farmasi di
Rumah Sakit harus mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian yang
selanjutnya diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
(PMK no 72 tahun 2016)
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktik kefarmasian
pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan Standar
Pelayanan Kefarmasian yang diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan
Menteri Kesehatan. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
tersebut dan perkembangan konsep Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan
suatu Standar Pelayanan Kefarmasian dengan Peraturan Menteri Kesehatan,
sekaligus meninjau kembali Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2016
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu obat terpenting
perawat. Obat adalahalat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati
pasien yang memiliki masalah kesehatan.Walaupun obat menguntungkan pasien
dalam banyak hal, beberapa obat yang menimbulkan efekyang berbahaya yang bila
tidak samping yang ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat,memantau respon
dan membantu pasien menggunakannya dengar benar dan
berdasarkanpengetahuan.Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita
mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik,
farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi dan
toksikologinya.
B. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti tentang Rute Pemberian
Obat
2. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti tentang Bentuk Sediaan
yang diberikan
3. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti tentang Cara Pemakaian dan
Dosis
BAB II
PEMBAHASAN
2. Cawan
Dugunakan untuk wadah
menimbang, menguapkan,
menimbang cairan,
melebur/memcampur bahan.
Terbuat dari porcelain tahan panas, tidak tahan banting.
3. Kaca Arloji
Digunakan untuk wadah
penimbangan bahan obat
setengah padat yang tidak bisa
diletakkan pada kertas perkamen
dan botol timbang karena
lengket.
4. Pengayak
Alat yang digunakan untuk mengayak bahan sesuai dengan
derajat kehalusan serbuk
5. Sendok
Digunakan untuk mengambil bahan
pada umumnya.
6. Kertas Perkamen
Digunakan sebagai alas bahan
padat yang akan ditimbang dna
untuk membungkus obat
serbuk/puyer yang telah diracik.
7. Sudip
digunakan untuk membersihkan
dan mengambil sisa-sisa obat yang
masih tersisa di dalam mortir, dan
untuk memasukkan sediaan ke
wadah.
8. Sendok Takar
digunakan untuk mengambil bahan
padat, semipadat, maupun cair
dengan takaran tertentu.
9. Gelas Takar
digunakan untuk mengambil bahan
cair dengan takaran tertentu.
b. Alat Ukur
1. Alat Pengukuran
Di apotek, terdapat dua jenis alat yang digunakan untuk
mengukur bahan cair, yaitu gelar ukur dan pipet tetes. Masing-
masing mempunyai fungsi yang berbeda.
a. Gelas Ukur
Gelas ukur merupakan alat ukur volume cairan yang tidak
memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi. Berdasarkan
bentuknya, gelas ukur dibedakan menjadi gelas ukur conical
dan gelas ukur cylindrical.
b.Pipet Tetes
Apabila yang diperlukan dalam peracikan
ialah bahan cair dalam jumlah kecil, maka alat
ukur yang digunakan ialah pipet tetes. Pipet tetes
yang digunakan merupakan pipet tetes
terkalibrasi yang memiliki skala pada badannya,
bukan pipet tetes yang sering digunakan dalam
laboratorium kimia biasa.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam
menggunakan pipet tetes adalah densitas bahan cair,
temperatur, viskositas bahan cair, tegangan permukaan
dan bentuk lubang penetes. Pipet tetes yang digunakan
dalam peracikan biasanya berdiameter 3 mm, dan jika
digunakan untuk meneteskan air pada posisi tegak akan
menghasilkan tetesan dengan bobot 45-55 mg.
2. Alat Penimbangan
Menurut Farmakope Indonesia III, terdapat berbagai tipe
timbangan, yaitu gram kasar dengan daya beban 250-1000 gram
dan kepekaan 200 mg; gram halus dengan daya beban 100-200
gram dan kepekaan 50 mg; milligram dengan daya beban 10-50
gram dan kepekaan 2,5 mg. Kepekaan adalah tambahan bobot
maksimum yang diperlukan pada salah satu pinggan timbangan,
setelah keduanya diisi muatan maksimum menyebabkan ayunan
jarum timbangan tidak kurang dari 2 mm tiap dm panjang jarum.
Penimbangan terkecil teoretis ialah sebesar 1/5% x kepekaan.
Misalnya, kepekaan timbangan milligram adalah 2,5 mg, maka
penimbangan terkecil adalah 1/5% x 2,5 mg = 50 mg. Untuk
penimbangan lebih kecil dari 50 mg perlu dilakukan pengenceran
atau penipisan.
Untuk menimbang, selain dibutuhkan timbangan juga
diperlukan anak timbangan. Satuan anak timbangan dapat berupa
gram atau milligram. Perlu diingat bahwa saat mengambil anak
timbangan milligram perlu dibantu dengan pinset agar anak
timbangan tetap bersih sehingga menjamin keakuratan
penimbangan.
Timbangan gram kasar Timbangan
Timbangan
miligramgram halus
Cara Pengukuran
Pengukuran dilakukan untuk menentukan volume
zat cair menggunakan alat-alat gelas. Hal yang perlu
diperhatikan berkaitan dengan pengukuran adalah
adanya fenomena meniskus. Jika cairan dituang ke
dalam wadah gelas, maka bagian permukaan akan
menjadi bentuk konkaf yang terjadi akibat kontak
antara cairan dengan wadah. Oleh karena itu, pada saat
mengukur volume cairan, pastikan bahwa mata sejajar
dengan meniskus. Meniskus yang dilihat adalah
meniskus bawah.
DAFTAR PUSTAKA