Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE PADA GERONTIK

DI SUSUN OLEH:
ADE PRIYATNA
ANDY RISTIAWAN
CRESTYO
DESI MARINA
FRANSISKUS JUTRIANUS BULU
MITUHU SAPUTRA
OSTALIA OSELITA
ROBIATUL ADAWIYAH
SITI LATIFAH
SUTIKNO PRIBADI
WARDATUN NABILLA

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN (EKSTENSI)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan
fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa
pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun
dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang
menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut
lanjut usia. Dari 19 juta jiwa penduduk Indonesia 8,5% mengalami stroke yaitu lansia.
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-
tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Insiden stroke meningkat
secara eksponensial dengan bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih besar pada pria
dibanding wanita.
Kecenderungan pola penyakit neurologi terutama gangguan susunan saraf pusat
tampaknya mengalami peningkatan penyakit akibat gangguan pembuluh darah otak,
akibat kecelakaan serta karena proses degenerative system saraf tampaknya sedang
merambah naik di Indonesia. Walaupun belum didapat data secara konkrit mengenai
hal ini.
Faktor penyebab munculnya masalah ini adalah adanya perkembangan ekonomi dan
perubahan gaya hidup terutama msayarakat perkotaan. Kemampuan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan hidup terlihat semakin mudah sehingga meningkatkan hasrat
mereka untuk terus berjuang mencapai tujuan dengan penuh persaingan dalam
perjuangan tersebut, benturan-benturan fisik maupun psikologis tidak pernah
dipikirkan efek bagi kesehatan jangka panjang. Usia harapan hidup di Indonesia kian
meningkat sehingga semakin banyak terdapat lansia. Dengan bertambahnya usia maka
permasalahan kesehatan yang terjadi akan semakin kompleks. Salah satu penyakit yang
sering dialami oleh lansia adalah stroke. Usia merupakan factor resiko yang paling
penting bagi semua jenis stroke.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan Lansia dengan
Stroke dan mengetahui konsep dasar medis stroke.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada klien lansia dengan stroke
b. Mahasiswa dapat menegakkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien
lansia dengan stroke
c. Mahasiswa mengetahui intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan yang didapat pada klien lansia dengan stroke
d. Mahasiswa dapat melakukan implementasi keperawatan pada klien lansia
dengan stroke
e. Mahasiawa mengetahui evaluasi pada pasien lansia dengan stroke
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR LANSIA


1. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan lua tubuh, seperti didalam
Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan
pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, telah menghasilkan
kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin
meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut
usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial
lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan
budaya bangsa.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai
dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupaka proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan,
yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).
2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
2) Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga
katagori, yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan.
3. Ciri–Ciri Lansia
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis.
Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.
Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan
kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada
juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada
lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap
lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih
senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi
negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai
Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua
RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena
dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik
diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang
rendah.
4. Tujuan Pelayanan Kesehatan Pada Lansia
Pelayanan pada umumnya selalu memberikan arah dalam memudahkan petugas
kesehatan dalam memberikan pelayanan sosial, kesehatan, perawatan dan
meningkatkan mutu pelayanan bagi lansia. Tujuan pelayanan kesehatan pada lansia
terdiri dari :
a. Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang setinggi-
tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan mental
c. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang menderita suatu
penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kemandirian yang
optimal.
d. Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian pada lansia yang
berada dalam fase terminal sehingga lansia dapat mengadapi kematian dengan
tenang dan bermartabat.
Fungsi pelayanan dapat dilaksanakan pada pusat pelayanan sosial lansia, pusat
informasi pelayanan sosial lansia, dan pusat pengembangan pelayanan sosial lansia
dan pusat pemberdayaan lansia.
5. PENDEKATAN PERAWATAN LANSIA
a. Pendekatan Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui
perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang dialami klien lansia
semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang
masih dapat dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau
progresifitas penyakitnya. Pendekatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia
dapat dibagi 2 bagian:
1) Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya
sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.
2) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit.
Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini, terutama yang
berkaitan dengan kebersihan perseorangan untuk mempertahankan
kesehatan.
b. Pendekatan Psikologis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif
pada klien lansia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung terhadap segala
sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan
waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar lansia
merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar,
simpatik dan service. Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka
terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap.
c. Pendekatan Sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat
dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul
bersama dengan sesama klien lansia berarti menciptakan sosialisasi. Pendekatan
sosial ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa lansia adalah makhluk
sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat
menciptakan hubungan sosial, baik antar lansia maupun lansia dengan perawat.
Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lansia untuk mengadakan
komunikasi dan melakukan rekreasi. Lansia perlu dimotivasi untuk membaca
surat kabar dan majalah.

B. DEFINISI STROKE
1. STROKE
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan
bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun (Corwin, 2009).
2. KLASIFIKASI
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu
(Muttaqin, 2008) :
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak
dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan
TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan
cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan
keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral
yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll).
b. Stroke Non Hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi
selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan
hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan
24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh
serangan TIA berulang.
3. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
a. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda
dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
1) Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan
dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta
dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding
pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
dan terjadi perdarahan.
2) Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.
3) Arteritis (radang pada arteri)
4) Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
a) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease
(RHD).
b) Myokard infark
c) Fibrilasi.
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong
sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
b. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
1) Hipertensi yang parah.
2) Cardiac Pulmonary Arrest
3) Cardiac output turun akibat aritmia
4) Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
1) Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
2) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
4. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah
dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah
yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada
gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering / cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus
dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area.
Areaedema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan.
Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma
pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan
kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial
dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya
tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif
darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan
lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari
60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada
perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume
antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin
2008)
5. MANIFESTASI KLINIS
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah
aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak
tidak akan membaik sepenuhnya.
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak.
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
f. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
g. Disartria (bicara pelo atau cadel)
h. Gangguan persepsi
i. Gangguan status mental
j. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.
6. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi
ini dapat dikelompokan berdasarkan:
a. Berhubungan dengan imobilisasi : infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
b. Berhubungan dengan paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
c. Berhubungan dengan kerusakan otak ;epilepsi dan sakit kepala.
d. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
b. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
f. Pemeriksaan laboratorium
1) Lumbal fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
3) Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
4) gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
5) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.
e. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan.
f. Pengobatan Konservatif
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
3) Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
4) Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
g. Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Periksa arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
Pengumpulan data
1. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
2. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia. Dan
hipertensi arterial.
3. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan
diri.
4. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi
kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
5. Makanan/cairan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
6. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia,
lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan
dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
7. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
8. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas, whezing,
ronchi.
9. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi dan
orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan
nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
10. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak
terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
C. RENCANA KEPERAWATAN
No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
Perfusi jaringan selama 3 x 24 jam, diharapkan suplai aliran Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring
serebral b.d aliran darah keotak lancar dengan kriteria hasil: (Monitor tekanan intrakranial)
darah ke otak NOC : 1. Berikan informasi kepada keluarga
terhambat. 1. Circulation status 2. Set alarm
2. Tissue Prefusion : cerebral 3. Monitor tekanan perfusi serebral
Kriteria Hasil : 4. Catat respon pasien terhadap stimuli
Mendemonstrasikan status sirkulasi yang 5. Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon
ditandai dengan : neurology terhadap aktivitas
1. Tekanan systole dandiastole dalam 6. Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
rentang yang diharapkan 7. Monitor intake dan output cairan
2. Tidak ada ortostatik hipertensi 8. Restrain pasien jika perlu
3. Tidak ada tanda tanda peningkatan 9. Monitor suhu dan angka WBC
tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 10. Kolaborasi pemberian antibiotik
mmHg) 11. Posisikan pasien pada posisi semifowler
4. Mendemonstrasikan kemampuan 12. Minimalkan stimuli dari lingkungan
kognitif yang ditandai dengan: Terapi oksigen
5. Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai 1. Bersihkan jalan nafas dari sekret
dengan kemampuan 2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
6. Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan 3. Berikan oksigen sesuai intruksi
orientasi 4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem
7. Memproses informasi humidifier
8. membuat keputusan dengan benar 5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya
9. menunjukkan fungsi sensori motori pemberian oksigen
cranial yang utuh : tingkat kesadaran 6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
mambaik, tidak ada gerakan gerakan 7. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
involunter 8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen
selama aktifitas dan tidur
2. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Libatkan keluarga untuk membantu memahami /
komunikasi verbal selama 3 x 24 jam, diharapkan klien mampu memahamkan informasi dari / ke klien
b.d penurunan untuk berkomunikasi lagi dengan kriteria 2. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh
sirkulasi ke otak hasil: perhatian
1. Dapat menjawab pertanyaan yang 3. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam
diajukan perawat komunikasi dengan klien
2. Dapat mengerti dan memahami pesan- 4. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
pesan melalui gambar 5. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap
3. dapat mengekspresikan perasaannya interaksi dengan klien
secara verbal maupun nonverbal 6. Programkan speech-language teraphy
7. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi
dengan klien
3. Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
diri; selama 3x 24 jam, diharapkan kebutuhan Self Care assistance : ADLs
mandi,berpakaian, mandiri klien terpenuhi, dengan kriteria 1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri
makan, toileting hasil: yang mandiri.
b.d kerusakan NOC : 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu
neurovaskuler Self care : Activity of Daily Living (ADLs) untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias,
Kriteria Hasil : toileting dan makan
1. Klien terbebas dari bau badan 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
2. Menyatakan kenyamanan terhadap untuk melakukan self-care.
kemampuan untuk melakukan ADLs 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-
3. Dapat melakukan ADLs dengan bantuan hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
4. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
mobilitas fisik b.d selama 3x24 jam, diharapkan klien dapat Exercise therapy : ambulation
kerusakan melakukan pergerakan fisik dengan kriteria 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan
neurovaskuler hasil : lihat respon pasien saat latihan
1. Joint Movement : Active 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
2. Mobility Level ambulasi sesuai dengan kebutuhan
3. Self care : ADLs 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
4. Transfer performance 4. berjalan dan cegah terhadap cedera
Kriteria Hasil : 5. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik teknik ambulasi
2. Mengerti tujuan dari peningkatan 6. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
mobilitas 7. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
3. Memverbalisasikan perasaan dalam secara mandiri sesuai kemampuan
meningkatkan kekuatan dan 8. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan
kemampuan berpindah bantu penuhi kebutuhan ADLs.
4. Memperagakan penggunaan alat Bantu 9. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan
untuk mobilisasi (walker) 10. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan
5. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan perawatan NIC :
efektif selama 3 x 24 jam, diharapkan pola nafas Airway Management
berhubungan pasien efektif dengan kriteria hasil: 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
dengan penurunan Menujukkan jalan nafas paten ( tidak jaw thrust bila perlu
kesadaran merasa tercekik, irama nafas normal, 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
frekuensi nafas normal,tidak ada suara nafas 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
tambahan nafas buatan
NOC : 4. Pasang mayo bila perlu
1. Respiratory status : Ventilation 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
2. Respiratory status : Airway patency 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
3. Vital sign Status 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Kriteria Hasil : 8. Tambahan
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan 9. Lakukan suction pada mayo
suara nafas yang bersih, tidak ada 10. Berikan bronkodilator bila perlu
sianosis dan dyspneu (mampu 11. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
mengeluarkan sputum, mampu bernafas Lembab
dengan mudah, tidak ada pursed lips) 12. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten keseimbangan.
(klien tidak merasa tercekik, irama 13. Monitor respirasi dan status O2
nafas, frekuensi pernafasan dalam Oxygen Therapy
rentang normal, tidak ada suara nafas 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
abnorma) 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal 3. Atur peralatan oksigenasi
(tekanan darah, nadi, pernafasan 4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
6. Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan perawatan NIC : Pressure Management
integritas kulit b.d selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
immobilisasi fisik mampu mengetahui dan mengontrol resiko longgar
dengan kriteria hasil : 2. Hindari kerutan padaa tempat tidur
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Membranes 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
Kriteria Hasil : jam sekali
1. Integritas kulit yang baik bisa 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
dipertahankan (sensasi, elastisitas, 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah
temperatur, hidrasi, pigmentasi) yang tertekan
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
3. Perfusi jaringan baik 8. Monitor status nutrisi pasien
4. Menunjukkan pemahaman dalam proses 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
sedera berulang
5. Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
7. Resiko Aspirasi Setelah dilakukan tindakan perawatan NIC:
berhubungan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi Aspiration precaution
dengan penurunan aspirasi pada pasien dengan kriteria hasil : 1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan
tingkat kesadaran NOC : kemampuan menelan
1. Respiratory Status : Ventilation 2. Monitor status paru
2. Aspiration control 3. Pelihara jalan nafas
3. Swallowing Status 4. Lakukan suction jika diperlukan
Kriteria Hasil : 5. Cek nasogastrik sebelum makan
1. Klien dapat bernafas dengan mudah, 6. Hindari makan kalau residu masih banyak
tidak irama, frekuensi pernafasan 7. Potong makanan kecil kecil
normal 8. Haluskan obat sebelum pemberian
2. Pasien mampu menelan, mengunyah 9. Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan
tanpa terjadi aspirasi, dan
mampumelakukan oral hygiene
3. Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak
merasa tercekik dan tidak ada suara
nafas abnormal
8. Resiko Injury Setelah dilakukan tindakan perawatan NIC : Environment Management
berhubungan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi (Manajemen lingkungan)
dengan penurunan trauma pada pasien dengan kriteria hasil: 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
tingkat kesadaran NOC : Risk Control
Kriteria Hasil :
1. Klien terbebas dari cedera 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai
2. Klien mampu menjelaskan cara/metode dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan
untuk mencegah injury/cedera riwayat penyakit terdahulu pasien
3. Klien mampu menjelaskan factor resiko 3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
dari lingkungan/perilaku personal (misalnya memindahkan perabotan)
4. Mampu memodifikasi gaya hidup untuk 4. Memasang side rail tempat tidur
mencegah injury 5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang 6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
ada dijangkau pasien.
6. Mampu mengenali perubahan status 7. Membatasi pengunjung
kesehatan 8. Memberikan penerangan yang cukup
9. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga
atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba
dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Stroke juga menjadi salah satu
penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama. Stroke dibagi menjadi 2
golongan, yaitu:
1. Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi)
2. Hal ini terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah otak
3. Perdarahan (Stroke Hemoragi)
4. Terjadi pecahnya pembuluh darah otak.
Faktor-faktor risiko yang dapat ditemui pada klien dengan stroke yaitu:
1. Faktor risiko utama
a. Hipertensi
b. Diabetes Melitus
c. Penyakit Jantung
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Faktor resiko tambahan
a. Kadar lemak darah yang tinggi termasuk kolesterol dan trigliserida
b. Kegemukan atau obesitas
c. Merokok
d. Riwayat keluarga dengan stroke
e. Lanjut Usia
f. Penyakit darah tertentu seperti polisitemia dan leukemia
g. Kadar asam urat darah tinggi
h. Penyakit paru-paru menahun
B. Saran
Dari uraian diatas dapat kami sarankan sebaiknya para pembaca khususnya perawat dengan
kasus stroke mengetahui tentang:
1. Faktor-faktor resiko yang dapat ditemui pada klien dengan stroke
2. laboratorium yang perlu dilakukan
3. Cara penatalaksanaan pada stroke.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.
Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan Keperawatan Penyakit Saraf.
Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo

Anda mungkin juga menyukai