A. RUMAH SAKIT
1. Pengertian
Berdasarkan UU Nomor 44 tahun 2009 tentang tumah sakit
menyebutkan adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna (meliputi promotif, preventive, kuratif dan rehabilitative) dengan
menyelenggarakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehtan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehtan prorangan secara parnipurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Permenkes
tahun 2010 tentang klasifikasi rumah sakit)
2. Fungsi rumah sakit
Fungsi rumah sakit menurut UU Nomor 44 tahun 2009 yaitu :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
3. Jenis – Jenis Rumah Sakit
Jenis-jenis Rumah Sakit di Indonesia secara umum ada lima, yaitu
Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus atau Spesialis, Rumah Sakit
Pendidikan dan Penelitian, Rumah Sakit Lembaga atau Perusahaan,
8
9
dan Klinik (Haliman & Wulandari, 2012). Berikut penjelasan dari lima
jenis Rumah Sakit tersebut :
a. Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit Umum, biasanya Rumah Sakit Umum melayani
segala jenis penyakit umum, memiliki institusi perawatan darurat yang
siaga 24 jam (Ruang gawat darurat).
Untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepat-cepatnya dan
memberikan pertolongan pertama. Di dalamnya juga terdapat layanan
rawat inap dan perawatan intensif, fasilitas bedah, ruang bersalin,
laboratorium dan sarana-prasarana lain.
Klasifikasi Rumah Sakit Umum beserta jumlah minimal tempat
tidur yang tersedia adalah:
1. Rumah Sakit umum kelas A - tempat tidur minimal 400 buah
2. Rumah Sakit umum kelas B - tempat tidur minimal 200 buah
3. Rumah Sakit umum kelas C - tempat tidur minimal 100 buah;
4. Rumah Sakit umum kelas D - tempat tidur minimal 50 buah.
b. Rumah Sakit Khusus atau Spesialis
Rumah Sakit Khusus atau Spesialis dari namanya sudah tergambar
bahwa Rumah Sakit Khusus atau Rumah Sakit Spesialis hanya
melakukan perawatan kesehatan untuk bidang-bidang tertentu, misalnya
Rumah Sakit untuk trauma (trauma center), Rumah Sakit untuk Ibu dan
Anak, Rumah Sakit Manula, Rumah Sakit Kanker, Rumah Sakit Jantung,
Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Rumah Sakit Mata, Rumah Sakit Jiwa.
c. Rumah Sakit Bersalin dan lain-lain;
Rumah Sakit Pendidikan dan Penelitian, Rumah Sakit ini berupa
Rumah Sakit Umum yang terkait dengan kegiatan pendidikan dan
penelitian di Fakultas Kedokteran pada suatu Universitas atau
Lembaga Pendidikan Tinggi
10
b. Urgent Patient
Pasien memerlukan pengobatan segera, bila ada penundaan yang
berkepanjangan dapat menimbulkan bahaya terhadap kehidupan
pasien
c. Elective Patient.
Keadaan pasien yang tidak membahayakan kehidupannya.
B. STANDAR AKREDITASI DAN MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT
Akreditasi rumah sakit ialah suatu pengakuan yang diberikan oleh
pemerintah pada rumah sakit karena telah memenuhi standar yang disyaratkan.
Akreditasi rumah sakit merupakan salah satu cara pemantauan bagi
pelaksanaan pengukuran indikator kinerja rumah sakit. Pengembangan
penilaian terhadap kinerja rumah sakit merupakan tugas dari pemerintah dalam
hal ini adalah Departemen Kesehatan. Di dalam buku ”Pedoman
Penyelenggaraan Rumah Sakit” disebutkan bahwa rumah sakit diharuskan
mempunyai program peningkatan mutu baik internal maupun eksternal, untuk
mengevaluasi seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan bagi pasien.
Program peningkatan mutu internal dapat dilakukan dengan metode dan
teknik yang dipilih dan ditetapkan oleh rumah sakit. Program peningkatan
mutu eksternal dapat dilakukan melalui akreditasi, sertifikasi ISO dan lain-lain.
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit atau yang kemudian disebut
SNARS merupakan standar akreditasi baru yang bersifat nasional dan
diberlakukan secara nasional di Indonesia. Standar dikelompokkan menurut
fungsi-fungsi yang terkait dengan penyediaan pelayanan bagi pasien; juga
dengan upaya menciptakan organisasi rumah sakit yang aman, efektif, dan
terkelola dengan baik. Fungsi-fungsi tersebut tidak hanya berlaku untuk rumah
sakit secara keseluruhan tetapi juga untuk setiap unit, departemen, atau layanan
yang ada dalam organisasi rumah sakit tersebut. Lewat proses survei
dikumpulkan informasi sejauh mana seluruh organisasi mentaati pedoman yang
ditentukan oleh standar. Keputusan pemberian akreditasinya didasarkan pada
tingkat kepatuhan terhadap standar di seluruh organisasi rumah sakit yang
bersangkutan. Pengelompokan SNARS Edisi 1 ialah SASARAN 1 :
12
Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari
kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan
generator, anastesi dan pembuatan obat citotoksik.
Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen
yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah
dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan
dan stock bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan
lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat
infeksius.
Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari
persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang
mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel
hidup.
Minimisasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan
(reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang limbah
(recycle).
16
D. LAYANAN KEPERAWATAN
Kepmenkes RI Nomor 279/MENKES/SK/IV/2006 mendefinisikan
pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang
komprehensif dan ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik
sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Keperawatan adalah profesi yang berorientasi pada pelayanan yang
hakikatnya tindakan keperawatan bersifat membantu. Apabila perawat
melakukan tindakan keperawatan sesuai standar maka perawat dapat
melindungi diri sendiri pada bahaya tindakan legal dan yeng lebih penting
adalah melindungi klien/pasien pada risiko bahaya dan cedera. Asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien harus memenuhi standar dan
kriteria profesi keperawatan, serta mampu memberikan pelayanan keperawatan
yang berkualitas sesuai harapan instansi pelayanan kesehatan untuk mencapai
17
tingkat kepuasan dan memenuhi harapan pasien (Yani, 2008). Beberapa aspek
yang dapat menjadi indikator penerapan sebuah layanan keperawatan pada
pasien menurut Marini (2010), diantaranya adalah:
1. Aspek Perhatian
Aspek perhatian merupakan sikap seorang perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan harus sabar, bersedia memberikan pertolongan
kepada pasien, perawat harus peka terhadap setiap perubahan pasien dan
keluhan pasien, memahami dan mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan
pasien. Perawat memperlakukan pasien dengan baik dan tulus dalam
pemenuhan kebutuhannya (Wahyuni, 2012). Perhatian yang tulus seorang
perawat pada pasien harus selalu dipertahankan, seperti bersikap jujur dan
terbuka serta menunjukkan perilaku yang sesuai (Videbeck, 2008).
2. Aspek Penerimaan
Perawat harus menunjukkan rasa penerimaan yang baik terhadap pasien
dan keluarga pasien, menerima pasien tanpa membedakan agama, status
sosial ekonomi dan budaya, golongan dan pangkat, serta suku sehingga
perawat menerima pasien sebagai pribadi yang utuh. Perawat tidak kecewa
atau tidak berespon negatif terhadap amarah yang meluap-luap atau perilaku
buruk pasien menunjukkan penerimaan terhadap pasien (Videbeck, 2008).
3. Aspek Komunikasi
Perawat menggunakan komunikasi dari awal penerimaan pasien untuk
menyatu dengan pasien dan keluarga pasien. Komunikasi digunakan untuk
menentukan apa yang pasien inginkan berkaitan dengan cara melakukan
tindakan keperawatan. Perawat juga melakukan komunikasi dengan pasien
pada akhir pelayanan keperawatan untuk menilai kemajuan dan hasil akhir
dari pelayanan keperawatan yang telah diberikan.
4. Aspek Kerjasama
Perawat bekerja sama secara kolaborasi dengan pasien dan keluarga
dalam menganalisis situasi yang kemudian bersama-sama mengenali,
memperjelas dan menentukan masalah yang ada. Setelah masalah telah
diketahui, diambil keputusan bersama untuk menentukan jenis bantuan apa
18
yang dibutuhkan oleh pasien. Perawat juga bekerja sama secara kolaborasi
dengan ahli kesehatan lain sesuai kebutuhan pasien.
5. Aspek Tanggung Jawab
Perawat mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan
keperawatan pada pasien selama 24 jam sehari, dari penerimaan sampai
pemulangan pasien (Swanburg, 2010). Perawat harus tahu bagaimana
menjaga keselamatan pasien, jalin dan pertahankan hubungan saling percaya
yang baik dengan pasien, pertahankan agar pasien dan keluarga tetap
mengetahui tentang diagnosis dan rencana tindakan, pencatatan semua
tindakan harus dilakukan dengan akurat untuk melindungi kesejahteraan
pasien (Priharjo, 2008).
E. MANAJEMEN SUMBER DAYA KEPERAWATAN
1. Unsur Manajemen dalam Konteks Layanan Keperawatan
Manajemen dibutuhkan setidaknya untuk mencapai tujuan, menjaga
keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan, dan untuk
mencapai efisiensi dan efektivitas. Manajemen terdiri dari berbagai unsur,
yakni man, money, method, machine, market, material dan information.
a. Man : Sumber daya manusia;
b. Money : Uang yang diperlukan untuk mencapai tujuan;
c. Method : Cara atau sistem untuk mencapai tujuan;
d. Machine : Mesin atau alat untuk berproduksi;
e. Material : Bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan;
f. Marketing : Pasaran atau tempat untuk melemparkan hasil produksi;
g. Information : Hal-hal yang dapat membantu untuk mencapai tujuan.
2. Fungsi Manajemen dalam Konteks Layanan Keperawatan
Menurut Siagian (2008) dalam manajemen keperawatan (Asmuji
(2012), fungsi manajemen terdiri dari perencanaan, Pengorganisasian,
penggerakan, pengawasan dan penilaian
a. Perencanaan (planning) berisi philosophy, tujuan, sasaran, kebijakan,
prosedur: perawatan jangka panjang dan jangka pendek, kenyataan
pencapaian, rencana perubahan
19
Kriteria:
- Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang
memuat topik keselamatan pasien
- Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7) Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai
Keselamatan Pasien
Standar:
- RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP
untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
- Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.
Kriteria:
- Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
terkait dengan keselamatan pasien.
- Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada
g. Langkah Langkah Kegiatan Pelaksanaan Patient Safety Adalah
1) Di Rumah Sakit
- Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah
Sakit, dengan susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter,
Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya.
- Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan
dan pelaporan internal tentang insiden
- Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia
- Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah
sakit dan menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien
rumah sakit.
28
2) Di Provinsi/Kabupaten/Kota
- Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-
rumah sakit di wilayahnya
- Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya
dukungan anggaran terkait dengan program keselamatan pasien
rumah sakit.
- Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien
rumah sakit.
3) Di Pusat
- Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
- Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit
- Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke
Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan
rumah sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan.
2. Sistem Informasi Klinis
a. Pengertian manajemen sistem informasi kesehatan
Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah suatu sistem pengelolaan
data dan informasi kesehatan di semua tingkat pemerintahan secara
sistematis dan terintegrasi untuk mendukung manajemen kesehatan
dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
Perturan perundang undangan yang menyebutkan sistem informasi
kesehatan adalah Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang
kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan dan Kepmenkes
Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk pelaksanaan
pengembangan sistem laporan informasi kesehatan kabupaten/kota. Suatu
sistem informasi terdiri dari data, manusia dan proses serta kombinasi
perangkat keras, perangkat lunak dan teknologi komunikasi. Penggunaan
informasi terdiri dari 3 tahap yaitu pemasukan data, pemrosesan, dan
pengeluaran informasi.
29
1) Upaya kesehatan
2) Penelitian dan pengembangan kesehatan
3) Pembiayaan kesehatan
4) Sumber daya manusia (SDM) kesehatan
5) Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan
6) Manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan
7) Pemberdayaan masyarakat
Melalui hasil pengembangan sistem informasi ini maka diharapkan
dapat menghasilkan hal-hal sebagai berikut :
1) Perangkat lunak tersebut dikembangkan sesuai dengan sesuai dengan
standar yang ditentukan oleh pemerintah daerah.
2) Dengan menggunakan open system tersebut diharapkan jaringan akan
bersifat interoperable dengan jaringan lain.
3) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mensosialisasikan
dan mendorong pengembangan dan penggunaan Local Area Network
di dalam kluster unit pelayanan kesehatan baik pemerintah dan swasta
sebagai komponen sistem di masa depan.
4) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan
kemampuan dalam teknologi informasi video, suara, dan data nirkabel
universal di dalam Wide Area Network yang efektif, homogen dan
efisien sebagai bagian dari jaringan sistem informasi pemerintah
daerah.
5) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan merencanakan,
mengembangkan dan memelihara pusat penyimpanan data dan
informasi yang menyimpan direktori materi teknologi informasi yang
komprehensif.
6) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan secara proaktif
mencari, menganalisis, memahami, menyebarluaskan dan
mempertukarkan secara elektronis data/informasi bagi seluruh
stakeholders.
32
1) Dengan klien
- Mengakui, medukung dan mendorong ketrlibaatan aktif pasien
dalam pengambilan keputusan kesehatan.
- Mendorong rasa otonomi klien dan kesetaraan posisi dengan
anggota tim kesehatan lain
- Membantu klien menetapkaen tujuan dan sasaran yang
disepakati untuk perawatan kesehatan
- Memberikan konsultasi pada pasien dengan cara kolaboratif.
2) Dengan rekan kerja
- Membagi keahlian personal dengan perawatan lain dan
mendapatkan ketrampilan orang lain untukmeningkatkan
kualitas pelayanan
- Membina hubungan rasa saling percaya
3) Dengan profesional Perawat Kesehatan lain
- Mengakui kontribusi yang diberikan oleh tiap anggota tim
antardisiplin karena keahlian mereka dan gambaran situasi
- Mendengarkan pandangan tiap individu
- Membagi tanggung jawab perawatan kesehatan
- Berpartisipasi dalam penelitian antardisiplin kolaboratif untuk
meningkatkan pengetahuan tentang maslah atau situasi klinik
4) Model Interdisciplinarry/Collaborative Care
a) Conceptual Model
Beberapa faktor yang berkaitan dengan konsep model.
Faktor-faktor pendukung interdiciplinarry care tersebut
meliputi: kejelasan peran yang menghasilkan pemahaman dari
peran-peran yang ada dan diasumsikan oleh masing-masing
anggota interdisipliner bahwa pengetahuan yang mereka
punyai adalah dibutuhkan untuk melakukan praktik
kolaboratif; Penilaian terhadap peran adalah penghormatan
yang ditunjukkan terhadap satu sama lain berdasarkan masing-
masing pengetahuan anggota dan kontribusi terhadap tim,
37
6) Kebiasaan lama dari staf yang tidak mau merubah paradigma lama
sebagai penyedia layanan / hubungan atau relasi dengan pasien dan
budaya serta faktor sosial – ekonomi (Silow, 2008).
5. Sistem Penjaminan Mutu dan Clinical Audit
a. Penjaminan Mutu
Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar
mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga
konsumen, produsen, dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh
kepuasan. Khusus Pelayanan Kesehatan Penjaminan mutu pelayanan
kesehatan adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu
pengelolaan pelayanan kesehatan secara konsisten dan berkelanjutan,
sehingga stakeholders memperoleh kepuasan. (Suryadi, 2009).
1) Peran Komite Keperawatan dalam Pengawasan Mutu
Komite keperawatan memiliki tujuan untuk mewujudkan
profesionalisme dalam pelayanan keperawatan, memberikan masukan
kepada pimpinan rumah sakit berkaitan dengan profesionalisme
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan, menyelesaikan
masalah – masalah terkait dengan penerapan disiplin dan etik
keperawatan serta meningkatakan mutu pelayanan keperawatan. Peran
komite keperawatan dalam pengawasan mutu adalah sebagai berikut:
a) Memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan profesi
keperawatan melalui kegitan terorganisasi
b) Mempertahankan pelayanan keperawatan berkualitas dan aman
bagi pasien.
c) Menjamin tersedianya perawat yang kompeten, etis sesuai dengan
kewenangannya.
d) Menyelesaikan masalah keperawatan yang terkait dengan disiplin,
etik dan moral perawat.
e) Melakukan kajian berbagai aspek keperawatan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan.
55
sesuai kebutuhan, dan apakah hasil dari sebuah proses benar, di mana
sampel dokumentasi / data diperiksa.
Pemilihan indikator yang terkait dengan area klinik yang penting
meliputi :
a) Asessment pasien
b) Pelayanan laboratorium
c) Pelayanan radiologi dan diagnostik imaging
d) Prosedur bedah
e) Penggunaan antibiotika dan obat lainnya
f) Kesalahan medikasi dan kejadian nyaris cedera
g) Penggunaan anestesi dan sedasi
h) Penggunaan darah dan produk darah
i) Ketersediaan, isi, dan penggunaan rekam medis pasien
j) Pencegahan dan pengendalian infeksi, surveilans dan pelaporan
k) Demografi pasien dan diagnosis klinik
l) Manajemen keuangan
m) Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat
menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga pasien
dan staf.
Audit klinik adalah suatu siklus yang diuraikan dalam lima tahap:
a) Tahap 1 Perencanaan audit
Untuk membuat suatu audit klinik yang sukses dalam
mengindentifikasi bidang keunggulan atau untuk memperbaiki
suatu kekurangan diperlukan suatu perencanaan dan persiapan
yang efektif.
Perencanaan Audit dijelaskan dalam tiga langkah penting.
Melibatkan pemangku kepentingan. Semua pemangku kepentingan
terkait harus diberi kesempatan untuk berkontribusi pada audit
klinis. Para pemangku kepentingan harus terlibat dari awal siklus
audit klinik dari pemeriksaan sampai selesai.
- “Siapa yang terlibat dalam pemberian perawatan?”
Dukungan dari mereka yang terlibat dalam pemberian
perawatan dan komitmen mereka untuk berpartisipasi sangat
penting untuk setiap audit. Tanggung jawab spesifik dari semua
pihak yang terlibat harus diklarifikasi dan disetujui sebelum
audit dimulai yaitu setiap orang harus memahami tujuan dari
audit dan peran mereka di dalamnya.
- Siapa yang menerima, menggunakan atau mendapatkan manfaat
dari perawatan atau jasa?
Ketika merencanakan setiap audit klinik, tim audit harus
mempertimbangkan manfaat yang mungkin diterima oleh
pengguna jasa dalam proses audit. Sebagai contoh, apakah itu
akan bermanfaat bagi pengguna pelayanan dengan
mempertimbangkan pengalaman mereka menerima perawatan
klinis? Sekali lagi NHS Clinical Governance Support Team
(2009) merekomendasikan bahwa 10% dari semua audit harus
memiliki keterlibatan dengan pengguna layanan yang aktif.
Metode yang digunaka untuk melibatkan pengguna jasa di
proses audit klinik
63
Perawat Klinis II
Perawat klinis II (Advance Beginner) memiliki latar
belakang pendidikan D-III Keperawatan dengan pengalaman
kerja ≥ 4 tahun dan menjalani masa klinis level II selama 6 -
9 tahun atau Ners dengan pengalaman kerja ≥ 3 tahun dan
dan menjalani masa klinis level II selama 4 - 7 tahun.
Perawat Klinis II harus mempunyai sertifikat PK I.
Perawat Klinis III
Perawat klinis III (competent) memiliki latar belakang
pendidikan D-III Keperawatan dengan pengalaman kerja ≥ 10
tahun dan menjalani masa klinis level III selama 9 - 12 tahun
atau Ners dengan pengalaman kerja ≥ 7 tahun dan menjalani
masa klinis level III selama 6 - 9 tahun atau Ners Spesialis I
dengan pengalaman kerja 0 tahun dan menjalani masa klinis
level III selama selama 2 - 4 tahun. Perawat klinis III lulusan
D-III Keperawatan dan Ners harus mempunyai sertifikat PK
II.
Perawat Klinis IV
Perawat klinis IV (Proficient) memiliki latar belakang
pendidikan Ners dengan pengalaman kerja ≥ 13 tahun dan
menjalani masa klinis level IV selama 9 – 12 tahun atau Ners
Spesialis I dengan pengalaman kerja ≥ 2 tahun dan dan
menjalani masa klinis level IV selama 6 – 9 tahun. Perawat
Klinis IV harus mempunyai sertifikat PK III.
Perawat Klinis V
Perawat klinis V (Expert) memiliki latar belakang
pendidikan Ners Spesialis I dengan pengalaman kerja ≥ 4
tahun dan mempunyai sertifikat PK IV atau Ners Spesialis II
(Konsultan) dengan pengalaman kerja 0 tahun. Perawat klinis
V menjalani masa klinis level 5 sampai memasuki usia
pensiun.
80
Perawat Klinis V
Perawat klinis V (Expert) memiliki latar belakang Ners
dengan pengalaman kerja ≥ 22 tahun dan menjalani masa
klinis level V sampai memasuki usia pensiun. Perawat klinis
V harus mempunyai sertifikat PK IV serta sertifikasi teknikal
II.