Anda di halaman 1dari 13

NAMA : EVI AGUSTINA TYASTUTI

NIM : 1848401171138

KELAS : 17-A

TUGAS : FARMASI RUMAH SAKIT

BAB I

RUMAH SAKIT

1. Pengertian Rumah Sakit


Menurut undang-undang No. 44 Tahun 2009 Rumah sakit merupakan institusi pelayan
kesehatan yang menyelenggarakan elayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, raway jalan dan rawat gawat darurat.

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


a. Tugas rumah sakit berdasarkan undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 adalah
melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna
dengan menutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara
serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pelaksanaan upaya rujukan, rumah
sakit juga mempunyai tugas memberikan pelayan kesehatan perorangan secara
paripurna.
b. Menurut undang-undang No 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, Funsi rumah
sakit adalah :
- Penyelenggara pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
- Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
- Penyelenggara pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
- Penyelenggara penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehtan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.

3. Kewajiban Rumah Sakit


a. Memebrikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada
masyarakat
b. Memberikat pelayan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif
dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan kemampuan
pelayananya.
c. Memeberikan pelayan gaeat darurat kepada pasien sesuai dengan kamampuan
pelayananya.

4. Struktur Organisasi Rumah Sakit


a. Kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit
Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan
keahlian dibidang keperumahsakitan.
b. Kepala bagian tata usaha
Kepala bagian tata usaha mempunyai tugas pokok memberikan pelayan teknis dan
administrasi kepada semua unsur di lingkungan kantor rumah sakit.
c. Kepala Seksi pelayanan rumah sakit
Bertugas menyiapkan perimusan dan fasilitas medis di Rumah Sakit.
d. Kepala Seksi Pelayanan keperawatan
Bertugas menyiapkan perumusan dan fasilitasi Pelayanan Keperwatan di Rumah
Sakit.
e. Kepala Seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik
Menyiapkan perumusan dan fasilitasi Perlengkapan Medik dan Non Medik.
f. Kepala Bidang Pelayanan
Bertugas merencanakan oprasionalisasi, memeberi tugas, memebri petunjuk,
menyelia, mengatur, mengevaluasi dan melaporkan penyelenggaraan tugas
dibidang pelayanan.

5. Jenis dan Klasifikasi rumah Sakit

1. Rumah Sakit Berdasarkan Jenis Pelayanan


a. Rumah Sakit Umum yang meberikan pelayanan keoada penderita dengan
berbagai jenis penyakit, memberikan pelayanan daignosis dan terapi untuk
berbagai kondisi medik, seperti penyakit dalam, bedah, pediatrik, psikartrik,
ibu hamil, lansia.
b. Rumah Sakit Khusus, yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan dengan
diagnosis penyakit tertentu dan pengobatan pada penderita serta kondisi
tertentu baik bedah maupun non bedah.

2. Rumah Sakit Berdasarkan Pengelolaan / Kepemilikan


a. Rumah Sakit Publik
Rumah sakit publik dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah dan
badan hukum yang bersifat nirlaba, pengelolaan rumah sakit berdasarkan
Badan layanan umum atau badan layanan umumdaerah sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
b. Rumah Sakit Private
Rumah sakit private dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang
terbentuk persero terbatas atau persero.

3. Rumah Sakit Berdasarkan Fungsi

1. Rumah Sakit Tipe A

Merupakan Rumah Sakit yang telah mampu memberikan pelayanan Kedokteran


Spesialis dan Subspesialis luas sehingga oleh pemerintah ditetapkan sebagai
tempat rujukan tertinggi (Top Referral Hospital) atau biasa juga disebut sebagai
Rumah Sakit Pusat.

2. Rumah Sakit Tipe B


Merupakan Rumah Sakit yang telah mampu memberikan pelayanan Kedokteran
Spesialis dan Subspesialis terbatas. Rumah Sakit ini didirikan di setiap Ibukota
Propinsi yang mampu menampung pelayanan rujukan dari Rumah Sakit tingkat
Kabupaten.
3. Rumah Sakit Tipe C
Merupakan Rumah Sakit yang telah mampu memberikan pelayanan Kedokeran
Spesialis terbatas. Rumah Sakit tipe C ini didirikan di setiap Ibukota Kabupaten
(Regency hospital) yang mampu menampung pelayanan rujukan dari Puskesmas.
4. Rumah Sakit Tipe D
Merupakan Rumah Sakit yang hanya bersifat transisi dengan hanya memiliki
kemampuan untuk memberikan pelayanan Kedokteran Umum dan gigi. Rumah
sakit tipe C ini mampu menampung rujukan yang berasal dari Puskesmas.

5. Rumah Sakit Tipe E


Tipe rumah sakit ini merupakan Rumah Sakit Khusus (spesial hospital) yang
hanya mampu menyalenggarakan satu macam pelayan kesehatan kedokteran saja,
misalnya Rumah Sakit Kusta, Rumah Sakit Paru, Rumah Sakit Jantung, Rumah
Sakit Kanker, Rumah Sakit Ibu dan Anak, dll.

4. Rumah Sakit Berdasarkan Bentuk


Menurut Permenkes 56 Tahun 2014, Rumah Sakit berdasarkan bentuk
dibedakan menjadi Rumah Sakit menetap, Rumah Sakit bergerak dan Rumah
Sakit lapangan.
a. Rumah Sakit menetap merupakan rumah sakit yang didirikan secara
permanen untuk jangka waktu lama untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan dan gawat darurat.
b. Rumah Sakit bergerak merupakan Rumah Sakit yang siap guna dan bersifat
sementara dalam jangka waktu tertentu dan dapat dipindahkan dari satu
lokasi ke lokasi lain. Rumah Sakit bergerak dapat berbentuk bus, kapal laut,
karavan, gerbong kereta api, atau kontainer.
c. Rumah Sakit lapangan merupakan Rumah Sakit yang didirikan di lokasi
tertentu selama kondisi darurat dalam pelaksanaan kegiatan tertentu yang
berpotensi bencana atau selama masa tanggap darurat bencana. Rumah Sakit
lapangan dapat berbentuk tenda di ruang terbuka, kontainer, atau bangunan
permanen yang difungsikan sementara sebagai Rumah Sakit.

5. Rumah Sakit Berdasarkan Lama Tinggal


Berdasarkan lama tinggal di rumah sakit, rumah sakit dikelompokkan menjadi
dua yaitu :

1. Rumah sakit perawatan jangka pendek, yaitu rumah sakit yang merawat pasien
selama rata-rata kurang dari 30 hari, misalnya pasien dengan kondisi penyakit
akut dan kasus darurat.

2. Rumah sakit perawatan jangka panjang, adalah rumah sakit yang merawat
pasien dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih (Siregar dan Amalia, 2004).

6. Rumah Sakit Berdasarkan Kapasitas Tempat Tidur


1. Rumah Sakit Umum Kelas A
Harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12
Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 Pelayanan Medik Sub Spesialis.Jumlah
tempat tidur minimal 400 buah.
2. Rumah Sakit Umum Kelas B
Harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8
Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 Pelayanan Medik Subspesialis Dasar.
Jumlah tempat tidur minimal 200 buah.
3. Rumah Sakit Umum Kelas C
Harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 Pelayanan Spesialis Penunjang
Medik.Jumlah tempat tidur minimal 100 buah.
4. Rumah Sakit Umum Kelas D
Harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2
Pelayanan Medik Spesialis Dasar.Jumlah tempat tidur minimal 50 buah.
7. Rumah Sakit Berdasarkan Status Akreditasi
Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan yang diberikan kepada rumah sakit
oleh pemerintah atau badan yang berwenang karena rumah sakit telah memenuhi
standar yang ditentukan.Tujuan akreditasi secara umum adalah untuk meningkat
mutu pelayanan rumah sakit dan sarana rumah sakit lainnya. Pelaksanaan rumah
sakit dilakukan tiap tiga tahun, dengan aspek yang dinilai dilakukan secara
bertahap dimulai dengan struktur, struktur proses dan kemudian struktur proses
dan outcome. Tahapan pelaksanaan akreditasi rumah sakit terdiri dari 3 tahap :

1. Tahap I : akreditasi 5 pelayanan disebut akreditasi tingkat dasar yang meliputi


: administrasi manajemen, pelayanan medik, gawat darurat, keperawatan dan
rekam medik.

2. Tahap II : akreditasi 12 pelayanan disebut akreditasi tingkat lanjut. Meliputi :


lima pelayanan tahap I ditambah 7 pelayanan yaitu : kamar operasi, laboratorium,
radiologi, farmasi, K3, pengendalian infkesi, perinatal resiko tinggi.

3. Tahap III : akreditasi lengkap meliputi 16 pelayanan, meliputi : 12 pelayanan


tahap II ditambah 4 paelayanan yaitu : pelayanan rehabilitasi medik, pelayanan
gizi, pelayanan intensif dan pelayanan darah.

6. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit


Standar pelayanan minimal (Kepmenkes 129 Tahun 2008) adalah ketentuan tentang
jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh stiap warga secara minimal.

7. Badan Layanan Umum (BLU) Rumah Sakit


1. Pengertian BLU, PPK-BLU, SKPD dan PPKD
a. Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/ atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan
dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efesiensi dan
produktivitas.
b. Pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) merupakan
pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan
untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa (PP No. 74 Tahun 2012).
c. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah pelaksana fungsi eksekutif
yang harus berkoordinasi agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan dengan
baik. Dasar hukum yang berlaku sejak tahun 2004 untuk pembentukan SKPD
adalah Pasal 120 UU no. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

2. Tujuan BLU
Tujuan dibentuknya BLU adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan
berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis
yang sehat hal ini sesuai dengan PP No. 74 Tahun 2012 pasal 2.

3. Asas BLU
Asas BLU menurut pasal 3 PP No.74 Tahun 2012 adalah:

1. BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah


daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan
kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.
2. BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementrian
negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak
terpisah dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi
induk.
3. Menteri pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas
pelaksanaan kebijakan penyelenggara pelayanan umum yang didelegasikan
kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh menteri/
pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota.
5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian
keuntungan.
6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun
dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan
anggaran serta laporan keuangan an kinerja kementerian
negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah
7. Mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang
sehat.

4. Persyaratan BLU
1. Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan
dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.
2. Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila
instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang
berhubungan dengan:
a. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian
masyarakat atau layanan umum; dan/atau
c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan atau
pelayanan kepada masyarakat.
5. Jenis BLU
Apabila dikelompokkan menurut jenisnya Badan Layanan Umum terbagi menjadi 3
kelompok, yaitu:
1. BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi rumah sakit, lembaga
pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain;
2. BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan meliputi otorita
pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (Kapet); dan
3. BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus meliputi pengelola dana bergulir, dana
UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai.

6. Karakteristik BLU Rumah Sakit


Bermula dari tujuan peningkatan pelayanan publik tersebut diperlukan pengaturan
yang spesifik mengenai unit pemerintahan yang melakukan pelayanan kepada
masyarakat yang saat ini bentuk dan modelnya beraneka macam. Sesuai dengan pasal
1 butir (23). Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
disebutkan: Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Penjelasan
tersebut secara spesifik menunjukkan karakteriktik entitas yang merupakan Badan
Layanan Umum, yaitu:
1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan
Negara;
2. Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat;
3. Tidak bertujuan untuk mencarai laba;
4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi;
5. Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada
instansi induk;
6. Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara langsung;
7. Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil;
8. BLU bukan subyek pajak.

7. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Berstatus Badab Layanan Umum Daerah
(BLUD)
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) adalah unit kerja atau SKPD pemerintah
daerah yang paling banyak diubah statusnya menjadi BLUD (Badan Layanan Umum
Daerah). Karakter RSUD memang sangat cocok dengan status BLUD, misalnya :
a. Memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat.
b. Menarik bayaran atas jasa yang diberikannya.
c. Memiliki “lingkungan persaingan” yang berbeda dengan SKPD biasa.
d. Pendapatan yang diperoleh dari jasa yang diberikannya cukup signifikan.
e. Adanya “spesialisasi” dalam hal keahlian karyawannya.

8. Akreditasi Rumah Sakit


1. Pengertian Akreditasi Rumah Sakit
Pada Permenkes Nomor 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit
disebutkan bahwa pengertian akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap
rumah sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, setelah dinilai bahwa Rumah Sakit itu
memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit secara berkesinambungan.

Di Indonesia ketentuan akreditasi rumah sakit baik tingkat nasional maupun


internasional sudah diatur oleh pemerintah melalui Undang-Undang maupun
peraturan tertulis, yaitu Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
pasal 40 yang mengatakan bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah
sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali.

2. Tujuan Akreditasi Rumah Sakit

Tujuan akreditasi rumah adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, sehingga


sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia yang semakin selektif dan berhak mendapatkan
pelayanan yang bermutu. Dengan demikian mutu pelayanan kesehatan diharapkan dapat
mengurangi minat masyarakat untuk berobat keluar negeri (KARS, 2012). Menurut
Permenkes Nomor 012 Tahun 2012 Pasal 2, akreditasi bertujuan untuk :

 Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit;


 Meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit;
 Meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya manusia
rumah sakit dan rumah sakit sebagai institusi;
 Mendukung program pemerintah di bidang kesehatan.
3. Penyelenggaraan Akreditasi Rumah Sakit

(1) Akreditasi hanya dapat dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara


Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Lembaga independen penyelenggara Akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari dalam maupun luar
negeri.
(3) Lembaga independen penyelenggara Akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mandiri dalam proses
pelaksanaan, pengambilan keputusan dan penerbitan sertifikat status Akreditasi.
4. Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 417/Menkes/Per/II/2011 tentang Komisi


Akreditasi Rumah Sakit. Komisi tersebut bertugas dan berfungsi melaksanakan
akreditasi bagi rumah sakit di Indonesia. Akreditasi adalah pengakuan resmi kepada
rumah sakit yang telah memenuhi standar pelayanan kesehatan dan wajib dilakukan
oleh semua rumah sakit.

5. Joint Commission International (JCI)

Joint Commission International (JCI) adalah divisi dari Joint Commission


International, di bawah The Joint Commission. Selama lebih dari 50 tahun, The Joint
Commission dan organisasinya telah mendedikasikan diri dalam peningkatan kualitas
dan keselamatan kesehatan. Misi JCI sendiri adalah meningkatkan kualitas kesehatan
secara terus-menerus kepada masyarakat, dengan bekerja sama dengan para
stakeholder, mengevaluasi organisasi pelayanan kesehatan, serta memberikan inspirasi
dalam peningkatan penyediaan pelayanan yang aman, efektif yang paling tinggi, dan
bernilai mutunya.

6. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS)

1. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)


2. Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas (ARK)
3. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
4. Asesmen Pasien (AP)
5. Pelayanan Asuhan Pasien ( PAP)
6. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
7. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
8. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)
9. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
10. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
11. Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
12. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
13. Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKF)
14. Manajemen Informasi dan Rekam Medik (MIRM)
15. Program Nasional (menurunkan kematian KIA, menurunkan keskitan HIV/AIDS
dan TB, pengendalian resistensi mikroba dan pelayanan geriatri)
16. Integrasi Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Rumah Sakit (IPKP)

BAB II

INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT (IFRS)


1. Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas dirumah
sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk
keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar dan Amalia, 2004). Instalasi Farmasi Rumah Sakit
dikepalai oleh seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi
persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau
fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian (Siregar dan Amalia, 2004).

2. Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)


Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit, tugas pokok farmasi Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi
c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan
mutu pelayanan farmasi
e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium
rumah sakit.
Fungsi farmasi rumah sakit pada Kepmenkes No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
b. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan

3. Ruang Lingkup Pelayanan Kefarmasian di IFRS


Ruang lingkup farmasi terbagi menjadi dua, yaitu :
1) Farmasi klinik yaitu ruang lingkup farmasi yang dilakukan dala program rumah sakit,
yaitu : pemantaian terapi obat (PTO), evaluasi penggunaan obat(EPO), penanganan bahan
sitotoksik, pelayanan di unit perawatan klinis, pemeliharaan formularium; penelitian,
pengendalian infeksi di rumah sakit, serata informasi obat.
2) Farmasi non-klinik mencakup : perencanaan; penetapan spesifikasi produk dan pemasok,
pengadaan, pembelian, produksi, penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali,
distribusi dan pengendalian semua perbekalan keesehatan yang beredar yang digunakan di
rumah sakit secara keseluruhan.

4. SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) di IFRS


Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran
dan tujuan Instalasi Farmasi. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan
Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri.
Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi harus ada dan sebaiknya
dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun sesuai kebijakan dan prosedur
di Instalasi Farmasi.
1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM) Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan,
kualifikasi SDM Instalasi Farmasi diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:
1) Apoteker
2) Tenaga Teknis Kefarmasian
b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
1) Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian
2) Tenaga Administrasi
3) Pekarya/Pembantu pelaksana Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman,
maka dalam penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan kompetensi yang
disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya.
2. Persyaratan SDM
Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di bawah
supervisi Apoteker.
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan administrasi
seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan terkait jabatan fungsional di Instalasi Farmasi diatur menurut kebutuhan
organisasi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Instalasi Farmasi harus dikepalai oleh seorang Apoteker yang merupakan Apoteker
penanggung jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi
diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi minimal 3 (tiga) tahun.

5. STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN di RUMAH SAKIT


Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka
keselamatan pasien (patient safety).

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:


a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.

1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:
a. pemilihan;
b. perencanaan kebutuhan;
c. pengadaan;
d. penerimaan;
e. penyimpanan;
f. pendistribusian;
g. pemusnahan dan penarikan;
h. pengendalian; dan
i. administrasi.

2. Pelayanan farmasi klinik meliputi:


a. pengkajian dan pelayanan Resep;
b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. rekonsiliasi Obat; d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. konseling;
f. visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. dispensing sediaan steril; dan
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).

Anda mungkin juga menyukai