TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, Rumah sakit merupakan Rumah Sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan
Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Sedangkan menurut WHO tahun 2021, rumah sakit adalah
bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan No. 3 Tahun 2020, Rumah Sakit di Indonesia dapat didirikan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau swasta. Tujuan didirikannya rumah sakit
sendiri adalah untuk mempermudah akses masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan, memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap
keselamatan pasien, sumber daya manusia di rumah sakit dan masyarakat dan
lingkungan.
1. Akreditasi Nasional Rumah sakit wajib mengikuti akreditasi nasional (pasal 3).
Penyelenggaraan akreditasi nasional meliputi persiapan akreditasi,
pelaksanaan akreditasi dan kegiatan pasca akreditasi.
a. Persiapan akreditasi diantaranya meliputi standar dan penilaian mandiri
(self assessment), serta workshop atau bimbingan. Penilaian mandiri
merupakan proses penilaian penerapan standar pelayanan Rumah Sakit
dengan menggunakan instrumen akreditasi,bertujuan untuk mengukur
kesiapan dan kemampuan Rumah Sakit dalam rangka survei akreditasi
yang dilakukan oleh rumah sakit yang akan menjalani proses akreditasi.
Bimbingan merupakan proses pembinaan rumah sakit dalam rangka
meningkatkan kinerja dalam mempersiapkan survei akreditasi. Bimbingan
dilakukan oleh pembimbing akreditasi dari lembaga independen pelaksana
akreditasi yang akan melakukan akreditasi.pembimbing akreditasi
merupakan tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan
dalam membimbing rumah sakit untuk mempersiapkan akreditasi.
b. Pelaksanaan akreditasi meliputi survei akreditasi dan penetapan status
akreditasi. Survei akreditasi merupakan penilaian untuk mengukur
pencapaian dan cara penerapan standar elayanan rumah sakit. Survei
dilakukan oleh seorang surveior akreditasi dari lembaga independen
pelaksana akreditasi. Di Indonesia sendiri akreditasi rumah sakit di nilai oleh
Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang mana standart dari penilaian
yang saat ini berlaku adalah Standart Nasional Akreditasi Rumah Sakit
(SNARS) edisi 1. Hasil akreditasi dibagi menjadi 2 yaitu Rumah Sakit Non
Pendidikan dan Rumah Sakit pendidikan yang didalamnya terdapat 5
tingkatan yaitu tidak lulus, tingkat dasar, tingkat madya, tingkat utama, dan
tingkat paripurna. Standart yang harus dipenuhi terdiri dari 18 bab yang
terbagi atas 3 garis besar yaitu sasaran keselamatan pasien, standart
pelayanan berfokus pasien dan standart menejemen rumah sakit.
c. Kegiatan pasca akreditasi dilakukan salam bentuk survei verifikasi. Survei
verifikasi hanya dilakukan oleh lembaga independen pelaksana akreditasi
yang melakukan akreditasi yang melakukan penetapan status akreditasi
terhadap rumah sakit. Survei verifikasi ini bertujuan mempertahankan
dan/atau meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit sesuai dengan
rekomendasi dari surveior. Pelaksanaan pasca akreditasi diatur oleh
lembaga independen pelaksana akreditasi.
2. Akreditas Internasional : Rumah sakit yang sudah mendapatkan akreditasi
internasional wajib melaporkan status akreditasinya kepada menteri.
Penyelenggara akreditasi internasional hanya dapat dilakukan oleh lembaga
independen penyelenggara akreditasi yang sudah terakreditasi oleh
Internasional Society for Quality in Health Care (ISQua).
2.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
2.5.1 Pemilihan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pemilihan
merupakan suatu kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan tersebut didasarkan
atas:
a) Formularium dan standar pengobatan atau pedoman diagnosa dan terapi
b) Standar sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang telah
ditetapkan
c) Pola penyakit
d) Efektifitas dan keamanan
e) Pengobatan berbasis bukti
f) Mutu
g) Harga
h) Ketersediaan di pasar
2.5.2. Perencanaan
Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, dijelaskan
bahwa perencanaan kebutuhan merupakan suatu kegiatan untuk menentukan jumlah
dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan, antara lain menggunakan metode konsumsi dan
epidemiologi serta disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan
harus mempertimbangkan yaitu:
a. Anggaran yang tersedia
b. Penetapan prioritas
c. Sisa persediaan
d. Data pemakaian periode yang lalu
e. Waktu tunggu pemesanan
f. Rencana pengembangan.
Berikut Tahapan dalam perencanaan, yakni:
1. Tahap pemilihan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan Tahap ini untuk
menentukan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang sangat diperlukan
sesuai dengan kebutuhan, dengan prinsip dasar menentukan jenis sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan yang akan digunakan atau dibeli.
2. Tahap perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi Tahap ini untuk menghindari
masalah kekosongan obat atau kelebihan obat. Dengan koordinasi dari proses
perencanaan dan pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
diharapkan perbekalan farmasi yang dapat tepat jenis, tepat jumlah dan tepat
waktu. Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, yaitu:
a. Metode konsumsi
Secara umum metode konsumsi menggunakan konsumsi sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang
akan datang berdasarkan analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya.
Keunggulan metode konsumsi adalah data yang dihasilkan akurat, tidak
memerlukan data penyakit dan standar pengobatan kekurangan dan kelebihan
obat kecil. Sedangkan Kelemahan metode konsumsi adalah tidak dapat
diandalkan sebagai dasar penggunaan obat dan perbaikan preskripsi, tidak
memberikan gambaran morbiditas.
Pendekatan yang dilakukan sebelum merencanakan dengan metode
konsumsi adalah:
1. Melakukan evaluasi berupa rasionalitas pola pengobatan, perbekalan farmasi,
data stock, distribusi dan penggunaan perbekalan farmasi periode lalu serta
Pengamatan kecelakaandan kehilangan perbekalan farmasi
2. Estimasi jumlah kebutuhan perbekalan farmasi periode mendatang dengan
memperhatikan perubahan populasi cakupan pelayanan, Perubahan pola
morbiditas, dan Perubahan fasilitas pelayanan.
3. Penerapan perhitungan meliputi Penetapan periode konsumsi, Perhitungan
penggunaan tiap jenis sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan periode lalu
dan koreksi terhadap kecelakaan dan kehilangan, stock-out dan perhitungan
lead time untuk menentukan safety stock.
b. Metode Epidemiologi / Morbiditas
Memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan jumlah kehadiran pasien,
waktu tunggu pasien (lead time), kejadian penyakit yang umum, dan pola
perawatan standar dari penyakit yang ada. Pendekatan yang dilakukan sebelum
merencanakan adalah:
1. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani
2. Menentukan jumlah kunjungan berdasarkan frekuensi penyakit.
3. Penyiapan standar pengobatan yang diperlukan.
4. Menghitung perkiraan kebutuhan.
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan metode morbiditas yaitu:
1. Perkiraan jumlah populasi
2. Menetapkan pola morbiditas penyakit
3. Masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok
umur yang ada.
4. Frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi
pada kelompok umur yang ada.
5. Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat
menggunakan pedoman pengobatan yang ada
6. Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang akan
datang
Menurut (Rahmawati dan Santosa, 2015), dari Kedua metode tersebut
memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan diantara lain :
Tabel 2. 1 Kekurangan dan Kelebihan Metode Konsumsi dan Metode Epidemologi
Kelebihan : Kekurangan :
Tidak membutuhkan data morbiditas dan Data konsumsi tidak dibutuhkan
standar pengobatan Dapat digunakan untuk pengkajian pola
Perhitungan lebih sederhana pengobatan
Dapat diandalkan jika pencatatan baik Mendorong melakukan pencatatan
morbiditas
Kekurangan : Kekurangan :
Data konsumsi obat kontak dengan pasien Perlu waktu dan tenaga yang banyak
sulit Ada penyakit yang tidak tercatat
Tidak dapat menjadikan dasar pengkajian Pola penyakit tidak sama, khusus wabah
penggunaan obat dan variasi obat lebih luas
Tidak dapat diandalkan apabila terjadi
perubahan pola penyakit
c. Evaluasi Perencanaan
Berikut metode yang digunakan didalam mengevaluasi perencanaan,
untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi anggaran :
1. Analisa ABC (Always, Better, Control/Pareto Analysis)
Untuk menentukan jumlah item obat dari yang akan direncanakan
pengadaannya berdasarkan prioritas. Analisa ABC mengelompokkan item obat
berdasarkan kebutuhan dananya, yakni:
1) Kelompok A: Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana
obat keseluruhan.
2) Kelompok B: Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar20%.
3) Kelompok C: Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar10% dari jumlah dana obat
keseluruhan
Untuk menentukan kelompok A,B dan C ada beberapa langkah, yakni :
1. Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara
mengalikan kuantum obat dengan harga obat.
2. Tentukan peringkat mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil.
3. Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan dan akumulasi
persennya. Obat kelompok A termasuk dalam akumulasi 70%, Obat kelompok
B termasuk dalam akumulasi >70% s/d 90% (menyerap dana ± 20%) dan Obat
kelompok C termasuk dalam akumulasi > 90% s/d 100% (menyerap dana
±10%)
2. Analisa VEN
Analisis perencenaan menggunakan semua jenis perbekalan farmasi yang
tercantum dalam daftar yang dikelompokkan ke dalam 3 bagian sebagai berikut :
1. Kelompok V (Vital) adalah kelompok obat yang sangat utama (pokok/vital) antara
lain : obat penyelamat jiwa, obat untuk pelayanan kesehatan pokok, obat untuk
mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar, dibutuhkan sangat cepat, tidak
dapat digantikan obat lain.
2. Kelompok E (Essensial) adalah kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat
yang bekerja pada sumber penyebab penyakit, tidak untuk mencegah kematian
secara langsung/kecacatan.
3. Kelompok N (Non Essensial) merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya
ringan dan biasa digunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk
mengatasi keluhan ringan. Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan
penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia
denganmengutamakan kelompok vital terlebih dahulu agar tidak terjadi
kekosongan obat. Dalam penentuan kriteria perlu mempertimbangakn kebutuhan
masing-masing spesialisasi. Kriteria yang disusun dapat mencakup berbagai aspek
antara lain: Klinis, konsumsi, target kondisi dan biaya. Langkah-langkah
menentukan VEN yaitu menyusun kriteria menentukan VEN, Menyediakan data
pola penyakit dan Standar pengobatan.
2.5.3 Pengadaan
Mengacu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Pengadaan adalah
suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan.
Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat
dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan
kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang
dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan,
pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan,
dan pembayaran.
Guna memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses
pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan
tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sebagai berikut :
Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
1. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS)
2. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar dan
3. Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan
lainlain) atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan.
Proses pengadaan dilakukan melalui beberapa cara :
1. Pembelian langsung pada PBF resmi
2. Program pemerintah
3. Sumbangan/Hibah/Droping
4. Konsinyasi
Rumah sakit harus memiliki mekanisme pengadaan untuk mencegah
kekosongan stok obat yang secara normal tersedia di rumah sakit dan mendapatkan
obat saat instalasi farmasi tutup. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dapat
dilakukan melalui :
1. Pembelian Bagi Rumah Sakit Pemerintah, pembelian sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan
barang dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian
adalah:
a. Ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai,
yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat
b. Persyaratan pemasok
c. Penentuan waktu pengadaan dan keadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai.
2. Produksi sediaan farmasi
Instalasi farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu jika:
a. Sediaan farmasi tidak ada dipasaran
b. Sediaan farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri
c. Sediaan farmasi dengan formula khusus
d. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/ repacking
e. Sediaan farmasi untuk penelitian
f. Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
(recenter paratus).
g. Sediaan yang dibuat di rumah sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan
terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di rumah sakit tersebut.
3. Sumbangan/ Dropping/ Hibah
Instalasi farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap
penerimaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai yang diperoleh dari sumbangan/ dropping/ hibah. Seluruh kegiatan penerimaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang diperoleh dari
sumbangan/ dropping/ hibah harus disertai dengan dokumen administrasi yang
lengkap dan jelas. Instalasi farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan
rumah sakit untuk mengembalikan atau menolak sumbangan sumbangan/ dropping/
hibah sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang tidak
bermanfaat bagi kebutuhan pasien rumah sakit.
2.5.4 Penerimaan
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, penerimaan
merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu,
waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus
tersimpan dengan baik. Pada saat penerimaan obat sebaiknya dilakukan dengan teliti
hal ini disebabkan karena pengantaran obat dapat mengakibatkan kerusakan pada
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. Sehingga dibutuhkan Standart Operasional
dalam proses penerimaan, yakni :
1. Periksa keabsahan faktur meliputi nama dan alamat Pedagang Besar Farmasi
(PBF) serta tanda tangan penanggung jawab dan stempel PBF.
2. Mencocokkan faktur dengan obat yang datang meliputi jenis dan jumlah serta
nomor batch sediaan.
3. Memeriksa kondisi fisik obat meliputi kondisi wadah dan sediaan serta tanggal
kadaluwarsa. Bila rusak maka obat dikembalikan dan minta diganti.
Setelah selesai diperiksa, faktur ditandatangani dan diberi tanggal serta
distempel. Faktur yang asli diserahkan kepada sales sedang salinan faktur disimpan
sebagai arsip.
2.5.5 Penyimpanan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, setelah barang
diterima di instalasi farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan proses
pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan dari
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi
persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi dan
penggolongan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Komponen yang harus diperhatikan dalam hal penyimpanan antara lain:
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label yang
jelas dan terbaca yang memuat nama, tanggal pertama kemasan obat dibuka,
tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi
dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang
dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati;
Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang dibawa oleh
pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasikan
d. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya
yang dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi.
Instalasi farmasi harus dapat memastikan bahwa sediaan farmasi disimpan
secara benar dan diinspeksi secara periodik. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai yang harus disimpan secara terpisah, antara lain yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda
khusus bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaan untuk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis.
c. Penyimpanan tabung gas medis yang telah kosong harus terpisah dari tabung gas
yang masih ada isinya.
d. Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi
menjaga keselamatan.
Metode penyimpanan obat dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk
sediaan, dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan
disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expred First Out (FEFO)
dan First In First Out (FIFO) disertai dengan sistem informasi manajemen.
Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang
memiliki penampilan dan penamaan yang mirip (LASA) tidak ditempatkan secara
berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
dalam pengambilan obat. Rumah sakit harus dapat menyediakan lokasi untuk
penyimpanan obat emergency untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan
harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan serta pencurian. Pengelolaan
obat emergency harus dapat menjamin:
a. Jumlah dan jenis obat sesuai daftar obat emergensi yang telah ditetapkan
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan lain
c. Bila dipakai untuk keperluan emergency harus segera diganti
d. Dilakukan pengecekan secara berkala apakah ada yang kadaluarsa
e. Dilarang dipinjam untuk kebutuhan lain.
Menurut (Binfar, 2010) di dalam melakukan penyimpanan, Rumah sakit harus
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Penyiapan sarana penyimpanan
Adapun sarana yang minimal sebaiknya tersedia meliputi :
a. Gedung dengan luas 300 m2 - 600 m2
b. Kendaraan roda dua dan roda empat, dengan jumlah 1-3 unit,
c. Komputer + Printer dengan jumlah 1-3 unit, Telepon & Facsimile dengan
jumlah 1 unit
d. Sarana penyimpanan:
- Rak : 10-15 unit
- Pallet : 40-60 unit
- Lemari : 5-7 unit
- Lemari Khusus : 1 unit
- Cold chain (medical refrigerator)
- Cold Box
- Cold Pack Generator
e. Sarana Administrasi Umum: Brankas, MesinTik, dan Lemari arsip.
f. Sarana Administrasi Obat dan Perbekalan Kesehatan: Kartu Stok, Kartu
Persediaan Obat, Kartu Induk Persediaan Obat, Buku harian Pengeluaran
Barang, SBBK (Surat Bukti Barang Keluar), LPLPO (Laporan Pemakaian dan
Laporan Permintaan Obat), Kartu Rencana Distribusi, Lembar bantu
penentuan proporsi stok optimum.
2. Pengaturan tata ruang
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian
dan pengawasan obat, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan baik.
Pengaturan tata ruang selain harus memperhatikan kebersihan dan menjaga gudang
dari kebocoran dan hewan pengerat juga harus diperhatikan ergonominya. Faktor-
faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah sebagai berikut:
a. Kemudahan bergerak
- Gudang jangan menggunakan sekat-sekat karena akan membatasi pengaturan
ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi dinding dan pintu untuk
mempermudah gerakan.
- Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang dapat
ditata berdasarkan sistem yaitu Arus garis lurus, Arus U, dan Arus L
- Sirkulasi udara yang baik Salah satu faktor penting dalam merancang gudang
adalah adanya sirkulasi udara yang cukup di dalam ruangan gudang. Idealnya
adalah ada AC. jika tidak ada AC, Alternatif lain adalah menggunakan kipas
angin/ventilator/rotator. Perlu adanya pengukur suhu di ruangan penyimpanan
obat dan dilakukan pencatatan suhu.
b. Rak dan Pallet Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat
meningkatkan sirkulasi udara dan pemindahan obat. Penggunaan pallet
memberikan keuntungan :
- Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir, serangan
serangga (rayap)
- Melindungi sedlaan dari kelembaban
- Memudahkan penanganan stok
- Dapat menampung obat lebih banyak
- Pallet lebih murah dari pada rak
c. Kondisi penyimpanan khusus
- Vaksin dan serum memerlukan Cold Chain khusus dan harus dilindungi dari
kemungkinan putusnya aliran listrik (harus tersedianya generator).
- Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan
selalu terkunci sesuai dengan peraturan yang berlaku.
- Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol, eter dan pestisida harus
disimpan dalam ruangan khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus
terpisah dari gudang induk.
d. Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar
seperti dus, karton dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus diletakkan pada
tempat yang mudah dijangkau dan dalam jumlah yang cukup. Contohnya tersedia
bak pasir, tabung pemadam kebakaran, karung goni, galah berpengait besi.
3. Penyusunan obat
Penyusunan Stok Obat Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis.
Untuk memudahkan pengendalian stok maka dilakukan langkahlangkah sebagai
berikut:
a. Gunakan prinsip First Expired date First Out (FEFO) dan First In First Out
(FIFO) dalam penyusunan obat yaitu obat yang masa kadaluwarsanya lebih
awal atau yang diterima lebih awal harus digunakan lebih awal sebab umumnya
obat yang datang lebih awal biasanya juga diproduksi lebih awal dan umurnya
relatif lebih tua dan masa kadaluwarsanya mungkin lebih awal.
b. Penyimpanan sediaan Farmasi dan perbekalan kesehatan, yang penampilan dan
penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike/NORUM (Nama Obat
Rupa Ucapan Mirip) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan
khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
c. Susun obat dalam kemasan besar di atas pallet secara rapi dan teratur. Untuk
obat kemasan kecil dan jumlahnya sedikit disimpan
d. Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan psikotropika.
e. Simpan obat yang stabilitasnya dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara,
cahaya dan kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai. Perhatikan untuk obat
yang perlu penyimpanan khusus.
f. Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi.
g. Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam box
masing-masing.
4. Pengamatan mutu obat
Mutu obat yang disimpan di ruang penyimpanan dapat mengalami perubahan
balk karena faktor fisik maupun kimiawi yang dapat diamati secara visual. Jika dari
pengamatan visual diduga ada kerusakan yang tidak dapat ditetapkan dengan cara
organoleptik, harus dilakukan sampling untuk pengujian laboratorium. Tanda-tanda
perubahan mutu obat :
a. Tablet : terjadinya perubahan warna, bau atau rasa, Kerusakan berupa noda,
berbintik-bintik, lubang, pecah, retak dan atau terdapat benda asing, jadi bubuk
dan lembab, Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat
b. Kapsul : perubahan warna isi kapsul, kapsul terbuka, kosong, dan rusak atau
melekat satu dengan lainnya
c. Tablet salut : pecah-pecah, terjadi perubahan warna, basah dan lengket satu dengan
yang lainnya, dan kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
d. Cairan : menjadi keruh atau timbul endapan, konsistensi berubah, warna atau rasa
berubah, dan botol-botol plastik rusak atau bocor
e. Salep : warna berubah, Pot atau tube rusak atau bocor, dan bau berubah
f. Injeksi : kebocoran wadah (vial, ampul), terdapat partikel asing pada serbuk Injeksi,
larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan dan warna larutan
berubah.
2.5.6 Pendistribusian
Mengacu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, distribusi merupakan
suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan atau menyerahkan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dari tempat penyimpanan sampai
kepada unit pelayanan atau pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis,
jumlah dan ketepatan waktu pemberian. Rumah sakit harus menentukan sistem
distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di unit pelayanan. Sistem
pendistribusian di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara :
1. Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock)
a. Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
(BMHP) untuk persediaan di unit pelayanan farmasi rawat jalan disiapkan dan
dikelola oleh instalasi farmasi
b. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang disimpan di unit pelayanan
farmasi harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan
c. Pendistribusian dilaksanakan di jam kerja pelayanan obat di unit pelayanan
farmasi rawat jalan
d. Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada
petugas farmasi
e. Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi
obat pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock.
f. Sistem Resep Perorangan Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan
rawat inap melalui Instalasi Farmasi.
2. Sistem Resep
Perorangan Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat
inap melalui Instalasi Farmasi
3. Sistem Unit Dose Dispensing (UDD)
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis
4. Sistem kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi 1 + 2
atau 2 + 3 atau 1 + 3. Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat
dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat
kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5%
dibandingkan dengan sistem floor stock atau Resep individu yang mencapai
18%.
5. Sistem One Day Dose Dispensing (ODDD)
Penyediaan obat dalam sistem ini dilakukan oleh instalasi farmasi pada
pasien rawat inap yang dikemas atau disiapkan dalam dosis tunggal untuk
pemakaian sehari (24 jam). berikut merupakan kelebihan dan kekurangan sistem
ODDD (Siregar, 2004).
2.5.7 Pemusnahan
Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai yang tidak dapat digunakan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standar atau ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin
edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan
inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan
laporan kepada Kepala BPOM. Sedangkan penarikan alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai diantaranya apabila:
a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
b. Telah kadaluwarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan
d. Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai yang masuk dalam kriteria diatas diantaranya yaitu:
1. Membuat daftar sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
yang akan dimusnahkan
2. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan (BAP)
3. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait; serta
4. Menyiapkan tempat pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan
serta peraturan yang berlaku.
Fasyankes dapat melakukan pengolahan secara insinerasi (diselesaikan di
dalam fasyankes) dan non-insinerasi. Pengolahan internal dilaksanakan dengan
metode non-insinerasi terhadap limbah farmasi dengan cara mengubah bentuk dari
bentuk semula ke dalam bentuk lain sedemikian sehingga tidak dapat digunakan
maupun disalahgunakan. Pengolahan non-insinerasi dapat dilakukan dengan
menggunakan disinfeksi kimia atau termal (autoclave/microwave) yang selanjutnya
dilakukan pengangkutan oleh pengelola sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (KEMENKES, 2020).
2.5.8 Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan danpenggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pengendalian
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat
dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Komite/Tim Farmasi dan
Terapi di Rumah Sakit. Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
a. Penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit
b. Penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
c. Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta
pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,dan
Bahan Medis Habis Pakai adalah:
1. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving);
2. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan
berturut-turut (death stock);
3. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala
2.5.9 Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri
dari:
1. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian,
pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara
periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu
(bulanan, triwulanan, semester atau pertahun). Jenis-jenis pelaporan yang dibuat
menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Pencatatan dilakukan untuk:
a. Persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM
b. Dasar akreditasi Rumah Sakit
c. Dasar audit Rumah Sakit
d. Dokumentasi farmasi. Pelaporan dilakukan sebagai komunikasi antara level
manajemen, penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai
kegiatan di Instalasi Farmasi dan laporan tahunan.
2. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka perlu
menyelenggarakan administrasi keuangan. Administrasi keuangan merupakan
pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi
keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua
kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode
bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.
3. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak
terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara
membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
2.6.6 Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi
klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi
obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang
rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional
kesehatan lainnya.
Tujuan dari visite yaitu agar meningkatkan pemahaman mengenai riwayat
pengobatan pasien, perkembangan kondisi klinik, dan rencana terapi secara
komprehensif; memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika,
bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pada pasien;
memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam hal pemilihan
terapi, implementasi dan monitoring terapi; memberikan rekomendasi penyelesaian
masalah terkait penggunaan obat akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan
sebelumnya.
Manfaat dari visite yaitu untuk meningkatkan komunikasi apoteker, perawat,
dokter, dan tenaga kesehatan lain. Pasien mendapatkan obat sesuai indikasi dan
rejimen (bentuk sediaan, dosis, rute, frekuensi, waktu dan durasi). Pasien
mendapatkan terapi obat yang efektif dengan risiko minimal (efek samping,
kesalahan obat dan biaya).