Anda di halaman 1dari 101

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis. Kesehatan menjadi salah satu elemen penting
bagi masyarakat, karena dengan keadaan sehat masyarakat dapat melakukan
segala aktivitas. Namun, kesehatan semakin tidak dipedulikan dengan tidak
memperhatikan pola makan, sistem tubuh, dan aktivitas tubuh yang
berlebihan (UU No. 36 Tahun 2009).
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat
(PerMenKes RI No. 72 Tahun 2016). Pelayanan kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan
dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien (PerMenKes RI No. 72 Tahun 2016).
Pelayanan farmasi rumah sakit terbagi menjadi dua yaitu pelayanan
manajerial dan farmasi klinis, keduanya harus berjalan seimbang agar
menciptakan pelayanan yang dapat memuaskan pasien.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang adalah salah satu Rumah Sakit Tipe B yang ada di Kota Kupang.
Pelayanan rawat inap di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang memiliki
fasilitas kelas utama/paviliun, kelas I, kelas II, kelas III, kamar bersalin,
kamar perawatan intensif (ICCU, ICU, dan NICU), IGD, ruang operasi,
ruang isolasi, dan ruang untuk bayi yang baru lahir. Untuk mengelola
jumlah pasien yang banyak maka dibutuhkan pelayanan yang maksimal,
salah satunya adalah pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian di
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang sudah memenuhi standar yang

1
2

telah ditentukan dan merupakan salah satu rumah sakit dengan pelayanan
farmasi yang terlengkap di Kota Kupang. Oleh karena itu, RSUD Prof. Dr.
W. Z. Johannes Kupang menjadi salah satu rumah sakit yang dipilih untuk
melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) oleh mahasiswa Program
Studi Sarjana Farmasi STIKes Citra Husada Mandiri Kupang.
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) mahasiswa Gelombang I
Program Studi Sarjana Farmasi STIKes Citra Husada Mandiri Kupang telah
dilaksanakan mulai dari tanggal 06 Maret 2019 sampai dengan 02 April
2019. Oleh karena itu, dibuatlah laporan ini untuk mendeskripsikan tentang
kegiatan PKL yang telah dilaksanakan.

B. TUJUAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)


Tujuan dilaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) adalah untuk
mengenal dan memahami pelayanan farmasi rumah sakit secara lengkap,
serta memperoleh pengetahuan tentang peran sarjana farmasi dalam situasi
klinis, antara lain mampu memahami konsep pharmaceutical care dan
mampu berkomunikasi secara efektif dengan sesama tenaga kefarmasian
atau tenaga kesehatan lain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. RUMAH SAKIT
1. Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat
menyelenggarakan upaya kesehatan (Charles, 2015:7). Menurut
PerMenKes RI No. 72 Tahun 2016, rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat.
Di Indonesia, rumah sakit merupakan tempat rujukan pelayanan
kesehatan untuk pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Hal ini
menunjukkan bahwa di rumah sakit pelayanan kesehatan dilakukan untuk
pasien rawat jalan dan rawat inap yang bersifat spesialistik atau
subspesialistik, sedangkan pelayanan kesehatan di puskesmas hanya
bersifat nonspesialistik atau pelayanan dasar.

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Tugas dan fungsi rumah sakit berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009
adalah sebagai berikut.
a. Tugas Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Setiap kegiatan pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh tenaga kesehatan dilakukan untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit, dan memulihkan kesehatan.

3
4

b. Fungsi Rumah Sakit


Fungsi rumah sakit adalah:
1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan
kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis.
3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya
manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam
pemberian pelayanan kesehatan.
4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan
pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu
pengetahuan bidang kesehatan.

3. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit


a. Jenis Rumah Sakit
Berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya, rumah sakit
dibagi menjadi:
1) Rumah Sakit Umum: memberikan pelayanan kesehatan pada
semua bidang dan jenis penyakit.
2) Rumah Sakit Khusus: memberikan pelayanan utama pada satu
bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

Selain itu, rumah sakit dapat ditetapkan menjadi rumah sakit


pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit
pendidikan. Rumah sakit pendidikan ditetapkan oleh Menteri setelah
berkoordinasi dengan Menteri yang membidangi urusan pendidikan.
Rumah sakit pendidikan menyelenggarakan pendidikan dan penelitian
secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran,
5

pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga


kesehatan lainnya.

b. Klasifikasi Rumah Sakit


Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara
berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit
khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan
pelayanan rumah sakit. Klasifikasi rumah sakit menurut PerMenKes
RI No. 56 Tahun 2014 adalah sebagai berikut.
Klasifikasi rumah sakit umum terdiri atas:
1) Rumah sakit umum kelas A
2) Rumah sakit umum kelas B
3) Rumah sakit umum kelas C
4) Rumah sakit umum kelas D
a) Rumah sakit umum kelas D
b) Rumah sakit umum kelas D pratama.

Klasifikasi rumah sakit khusus terdiri atas:


1) Rumah sakit khusus kelas A
2) Rumah sakit khusus kelas B
3) Rumah sakit khusus kelas C

Rumah Sakit Umum Kelas B:


Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit umum kelas B paling
sedikit meliputi:
1) Pelayanan Medik
Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari:
a) Pelayanan Gawat Darurat
Harus diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari
secara terus menerus.
6

b) Pelayanan Medik Spesialis Dasar


Meliputi pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah,
obstetri, dan ginekologi.
c) Pelayanan Medik Spesialis Penunjang
Meliputi pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik,
patologi anatomi, dan rehabilitasi medik.
d) Pelayanan Medik Spesialis Lain
Paling sedikit berjumlah 8 pelayanan dari 13 pelayanan
yang meliputi pelayanan mata, telinga hidung tenggorokan,
syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin,
kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah
plastik, dan kedokteran forensik.
e) Pelayanan Medik Subspesialis
Paling sedikit berjumlah 2 pelayanan subspesialis dari 4
subspesialis dasar yang meliputi pelayanan subspesialis di
bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak,
obstetri, dan ginekologi.
f) Pelayanan Medik Spesialis Gigi dan Mulut
Paling sedikit berjumlah 3 pelayanan yang meliputi
pelayanan bedah mulut, konservasi/endodonsi, dan orthodonti.

2) Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan
pelayanan farmasi klinik.

3) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan


Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.
7

4) Pelayanan Penunjang Klinik


Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan bank
darah, perawatan intensif untuk semua golongan umur dan jenis
penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan rekam medik.

5) Pelayanan Penunjang Nonklinik


Pelayanan penunjang nonklinik meliputi pelayanan
laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas,
pengelolaan limbah, gudang, ambulans, sistem informasi dan
komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem penanggulangan
kebakaran, pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air bersih.

6) Pelayanan Rawat Inap


Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas
sebagai berikut:
a) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30%
dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah.
b) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20%
dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik swasta.
c) Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% dari
seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah dan
rumah sakit milik swasta.

Sumber daya manusia rumah sakit umum kelas B terdiri atas:


1) Tenaga Medis
Tenaga medis paling sedikit terdiri atas:
a) 12 dokter umum untuk pelayanan medik dasar
b) 3 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut
c) 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis dasar
8

d) 2 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik


spesialis penunjang
e) 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis lain
f) 1 dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
subspesialis
g) 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis gigi mulut.

2) Tenaga Kefarmasian
Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:
a) 1 orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah
sakit.
b) 4 orang apoteker yang bertugas di rawat jalan yang
dibantu oleh paling sedikit 8 orang tenaga teknis
kefarmasian.
c) 4 orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling
sedikit 8 orang tenaga teknis kefarmasian.
d) 1 orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu
oleh minimal 2 orang tenaga teknis kefarmasian.
e) 1 orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling
sedikit 2 orang tenaga teknis kefarmasian.
f) 1 orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan
distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan
farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu
oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya
disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian
rumah sakit.
g) 1 orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat
merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat
inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis
9

kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban


kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit.

3) Tenaga Keperawatan
Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sama dengan jumlah
tempat tidur pada instalasi rawat inap. Kualifikasi dan
kompetensi tenaga keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan
pelayanan rumah sakit.

4) Tenaga Kesehatan Lain dan Tenaga Nonkesehatan


Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga
nonkesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan rumah
sakit.

B. INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT (IFRS)


1. Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Berdasarkan PerMenKes RI No. 72 Tahun 2016, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS) adalah unit pelaksana fungsional yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah
sakit. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di rumah sakit
dilaksanakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit melalui sistem satu pintu.
Sistem satu pintu artinya rumah sakit hanya memiliki satu kebijakan
kefarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan, dan
pendistribusian alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai
yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui
Instalasi Farmasi. Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu,
Instalasi Farmasi sebagai satu-satunya penyelenggara pelayanan
kefarmasian. Instalasi farmasi dipimpin oleh seorang apoteker sebagai
penanggung jawab.
10

2. Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)


Tugas dan fungsi instalasi farmasi rumah sakit berdasarkan
PerMenKes RI No. 72 Tahun 2016 adalah sebagai berikut.
a. Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit
1) Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan
mengawasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal
dan profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi.
2) Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.
3) Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna
memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan
risiko.
4) Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.
5) Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
6) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan
pelayanan kefarmasian.
7) Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan
dan formularium rumah sakit.

b. Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit


1) Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai
a) Memilih sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.
b) Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai secara efektif, efisien dan optimal.
c) Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat
sesuai ketentuan yang berlaku.
11

d) Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis


habis pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di
rumah sakit.
e) Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku.
f) Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
g) Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.
h) Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu.
i) Melaksanakan pelayanan Obat “unit dose”/dosis sehari.
j) Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai (apabila sudah
memungkinkan).
k) Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait
dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai.
l) Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang sudah tidak dapat
digunakan.
m) Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai.
n) Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
12

2) Pelayanan Farmasi Klinik


a) Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan
obat.
b) Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat.
c) Melaksanakan rekonsiliasi obat.
d) Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik
berdasarkan resep maupun obat non resep kepada
pasien/keluarga pasien.
e) Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait
dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai.
f) Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan
lain.
g) Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya.
h) Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO).
 Pemantauan efek terapi obat
 Pemantauan efek samping obat
 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
i) Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).
j) Melaksanakan dispensing sediaan steril.
 Melakukan pencampuran obat suntik
 Menyiapkan nutrisi parenteral
 Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik
 Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak
stabil
k) Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga
kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar
rumah sakit.
l) Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).
13

C. STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT


Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit diatur dalam PerMenKes No.
72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Menurut PerMenKes No. 72 Tahun 2016, standar pelayanan kefarmasian di
rumah sakit meliputi standar pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai, dan standar pelayanan farmasi klinik.
1. Aspek manajerial
a. Administrasi
Kegiatan administrasi terdiri dari:
1) Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang meliputi
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian,
pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi
dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau
pertahun).
Pencatatan dilakukan untuk:
a) Persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM.
b) Dasar akreditasi Rumah Sakit.
c) Dasar audit Rumah Sakit.
d) Dokumentasi farmasi.

2) Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka perlu
menyelenggarakan administrasi keuangan. Administrasi keuangan
merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa biaya,
pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan
laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan pelayanan kefarmasian
14

secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan,


semesteran atau tahunan.

3) Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian
terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi
standar dengan cara membuat usulan penghapusan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai kepada pihak terkait
sesuai dengan prosedur yang berlaku.

2. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis


Pakai
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai di rumah sakit yang menjamin
seluruh rangkaian kegiatan perbekalan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta
memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai merupakan suatu
siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan,
pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan
kefarmasian.
a. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan.
Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
ini berdasarkan:
1. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
15

2. Standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang telah ditetapkan
3. Pola penyakit
4. Efektifitas dan keamanan
5. Pengobatan berbasis bukti
6. Mutu
7. Harga
8. Ketersediaan di pasaran.

Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium


Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang
disepakati staf medis, disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang
ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Formularium Rumah Sakit harus
tersedia untuk semua penulis resep, pemberi obat, dan penyedia obat di
rumah sakit. Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara
rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah Sakit.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan obat
agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan
dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.

Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:


1) Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik
Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan
medik.
2) Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi.
3) Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan
Terapi, jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar.
4) Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi
dan Terapi, dikembalikan ke masing-masing SMF untuk
mendapatkan umpan balik.
16

5) Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF.


6) Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah
Sakit.
7) Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi.
8) Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf
dan melakukan monitoring.

Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:


1) Mengutamakan penggunaan obat generik.
2) Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita.
3) Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas.
4) Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
5) Praktis dalam penggunaan dan penyerahan.
6) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien.
7) Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.
8) Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman
(evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan
dengan harga yang terjangkau.

Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap Formularium Rumah


Sakit, maka Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan
penambahan atau pengurangan obat dalam Formularium Rumah Sakit
dengan mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan
biaya.

b. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan
jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk
17

menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan
efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan
dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi,
epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
1) Anggaran yang tersedia
2) Penetapan prioritas
3) Sisa persediaan
4) Data pemakaian periode yang lalu
5) Waktu tunggu pemesanan
6) Rencana pengembangan

c. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang
berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang
dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode
pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,
pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang
dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain
di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai antara lain:
1) Bahan baku obat harus disertai Sertifikat Analisa.
18

2) Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet


(MSDS).
3) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar.
4) Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tertentu
(vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang
dapat dipertanggung jawabkan.

Rumah sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan


stok obat yang secara normal tersedia di rumah sakit dan mendapatkan
obat saat Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
1) Pembelian
Untuk rumah sakit pemerintah pembelian sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan
ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
a) Kriteria sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat.
b) Persyaratan pemasok.
c) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
d) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.

2) Produksi Sediaan Farmasi


Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
a) Sediaan farmasi tidak ada di pasaran.
b) Sediaan farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri.
c) Sediaan farmasi dengan formula khusus.
d) Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking.
19

e) Sediaan farmasi untuk penelitian.


f) Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus
dibuat baru (recenter paratus).

Sediaan yang dibuat di rumah sakit harus memenuhi persyaratan


mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di
rumah sakit tersebut.

3) Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan
terhadap penerimaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai sumbangan/ dropping/
hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah
harus disertai dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar
penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus sesuai
dengan kebutuhan pasien di rumah sakit. Instalasi Farmasi dapat
memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit untuk
mengembalikan/ menolak sumbangan/ dropping/hibah sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang tidak
bermanfaat bagi kepentingan pasien rumah sakit.

d. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
20

e. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus
dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.
Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas
dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan
penggolongan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
1) Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat
diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama
kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus.
2) Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali
untuk kebutuhan klinis yang penting.
3) Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan
pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas
dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk
mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
4) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat
diidentifikasi.
5) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.

Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa obat disimpan


secara benar dan diinspeksi secara periodik.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,
bentuk sediaan, dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan
prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO)
21

disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan sediaan farmasi, alat


kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang penampilan dan penamaan
yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan
berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah
terjadinya kesalahan pengambilan obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan obat
emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus
mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian.
Pengelolaan obat emergensi harus menjamin:
1) Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergensi yang
telah ditetapkan.
2) Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan
lain.
3) Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti.
4) Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa.
5) Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.

f. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah,
dan ketepatan waktu.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
1) Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola
oleh Instalasi Farmasi. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan
jumlah yang sangat dibutuhkan. Dalam kondisi sementara dimana
tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di atas jam kerja) maka
22

pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan.


Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor
stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan
interaksi obat pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock.

2) Sistem Resep Perorangan


Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai berdasarkan resep perorangan/pasien rawat jalan dan
rawat inap melalui Instalasi Farmasi.

3) Sistem Unit Dosis


Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit
dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien.
Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.

4) Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan
kombinasi 1 + 2 atau 2 + 3 atau 1 + 3.

Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan


untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan
pemberian obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5%
dibandingkan dengan sistem floor stock atau resep individu yang
mencapai 18%.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau
oleh pasien dengan mempertimbangkan:
1) Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada.
2) Metode sentralisasi atau desentralisasi.
23

g. Pemusnahan dan Penarikan


Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar
berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan terhadap produk yang
izin edarnya dicabut oleh Menteri.
Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai bila:
1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu.
2) Telah kadaluwarsa.
3) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan.
4) Dicabut izin edarnya.

Tahapan pemusnahan terdiri dari:


1) Membuat daftar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang akan dimusnahkan.
2) Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan.
3) Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada
pihak terkait,
4) Menyiapkan tempat pemusnahan,
5) Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk
sediaan serta peraturan yang berlaku.
24

h. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai. Pengendalian penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus
bersama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di rumah sakit.
Tujuan pengendalian persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai adalah untuk:
1) Penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit.
2) Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi.
3) Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan
kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

Cara untuk mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat


kesehatan, dan bahan medis habis pakai adalah:
1) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow
moving).
2) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu
tiga bulan berturut-turut (death stock).
3) Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.

3. Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan
Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality
of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik meliputi:
25

a. Pengkajian dan Pelayanan Resep


Pengkajian resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah
terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep
sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan
klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
1) Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien.
2) Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter.
3) Tanggal resep.
4) Ruangan/unit asal resep.

Persyaratan farmasetik meliputi:


1) Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan.
2) Dosis dan jumlah obat.
3) Stabilitas.
4) Aturan dan cara penggunaan.

Persyaratan klinis meliputi:


1) Ketepatan indikasi, dosis, waktu penggunaan obat.
2) Duplikasi pengobatan.
3) Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
4) Kontraindikasi.
5) Interaksi obat.

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,


penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian
informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya
pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error)
26

b. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang
pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari
wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien.
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan obat:
1) Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan
informasi penggunaan obat.
2) Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh
tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika
diperlukan.
3) Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD).
4) Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat.
5) Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat.
6) Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan.
7) Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat
yang digunakan.
8) Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat.
9) Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat.
10) Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu
kepatuhan minum obat (concordance aids).
11) Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa
sepengetahuan dokter.
12) Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan
alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien.
27

Kegiatan:
1) Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya.
2) Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien.

Informasi yang harus didapatkan:


1) Nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan,
frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat.
2) Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi.
3) Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang
tersisa).

c. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error)
seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi
obat. Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan
pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan,
serta pada pasien yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan
primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah:
1) Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan
pasien.
2) Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya
instruksi dokter.
3) Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi
dokter.

Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:


1) Pengumpulan Data
28

Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan


digunakan pasien, meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat
mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi
pasien serta efek samping obat yang pernah terjadi. Khusus untuk
data alergi dan efek samping obat, dicatat tanggal kejadian, obat
yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek
yang terjadi, dan tingkat keparahan.
Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga
pasien, daftar obat pasien, obat yang ada pada pasien, dan rekam
medik/medication chart. Data obat yang dapat digunakan tidak lebih
dari 3 (tiga) bulan sebelumnya.
Semua obat yang digunakan oleh pasien baik resep maupun obat
bebas termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.

2) Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang
dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah
bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan di antara data-data
tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada obat yang
hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang
didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini
dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan
resep maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak
tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan resep.

3) Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan


ketidaksesuaian dokumentasi
Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang
dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
a) Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau
tidak disengaja.
29

b) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau


pengganti.
c) Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya
rekonsilliasi obat.

4) Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien
atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker
bertanggung jawab terhadap informasi obat yang diberikan.

d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan
dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat,
tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker
kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien
dan pihak lain di luar rumah sakit.
PIO bertujuan untuk:
1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah
sakit.
2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan obat/sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai, terutama bagi Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
3) Menunjang penggunaan obat yang rasional.

Kegiatan PIO meliputi:


1) Menjawab pertanyaan.
2) Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter.
3) Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan
dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.
30

4) Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)


melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap.
5) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya.
6) Melakukan penelitian.

e. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran
terkait terapi obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di
semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker,
rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling
yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap
Apoteker.
Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil
terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD),
dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan
keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety).
Kriteria pasien:
1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu
hamil dan menyusui).
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM,
epilepsi, dan lain-lain).
3) Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
(penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off).
4) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, phenytoin).
5) Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi).
6) Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
31

f. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji
masalah terkait obat, memantau terapi obat dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan
informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah
sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program rumah
sakit yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah (Home
Pharmacy Care).
Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi
pasien dan memeriksa terapi obat dari rekam medik atau sumber lain.

g. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang
mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan
rasional bagi pasien.
Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan
meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
Kegiatan dalam PTO meliputi:
1) Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons
terapi, Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
2) Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat.
3) Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.

Tahapan PTO:
1) Pengumpulan data pasien.
2) Identifikasi masalah terkait obat.
3) Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat.
32

4) Pemantauan.
5) Tindak lanjut.

h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang
terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi obat
yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
MESO bertujuan:
1) Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama
yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang.
2) Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan
yang baru saja ditemukan.
3) Mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO.
4) Meminimalkan risiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.
5) Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.

Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:


1) Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
(ESO).
2) Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko
tinggi mengalami ESO.
3) Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo.
4) Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub
Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
5) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
33

i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)


Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi
penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif
dan kuantitatif.
Tujuan EPO yaitu:
1) Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat.
2) Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu.
3) Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat.
4) Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.

Kegiatan praktek EPO:


1) Mengevaluasi pengggunaan obat secara kualitatif.
2) Mengevaluasi pengggunaan obat secara kuantitatif.

j. Dispensing Sediaan Steril


Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi
dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari
terjadinya kesalahan pemberian obat.
Dispensing sediaan steril bertujuan:
1) Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang
dibutuhkan.
2) Menjamin sterilitas dan stabilitas produk.
3) Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya.
4) Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.

Penanganan sediaan sitostatik:


Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan obat kanker
secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh
tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan
terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik
34

dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri,


mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun proses
pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya.
Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus
sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang
memadai.
Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik meliputi:
1) Melakukan perhitungan dosis secara akurat.
2) Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai.
3) Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan.
4) Mengemas dalam kemasan tertentu.
5) Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku.

Faktor yang perlu diperhatikan:


1) Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai.
2) Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet.
3) HEPA filter.
4) Alat Pelindung Diri (APD).
5) Sumber daya manusia yang terlatih.
6) Cara pemberian obat kanker.

k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)


Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan
interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari
dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan
dari Apoteker kepada dokter.
PKOD bertujuan:
1) Mengetahui Kadar Obat dalam Darah.
2) Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.
35

Kegiatan PKOD meliputi:


1) Melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan
Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
2) Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan
Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
3) Menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
dan memberikan rekomendasi.

D. SUMBER DAYA MANUSIA


Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian
yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai
sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan
klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri.
Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi harus ada
dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun
sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi.
1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi
Farmasi diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:
1) Apoteker
2) Tenaga Teknis Kefarmasian
b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
1) Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian
2) Tenaga Administrasi
3) Pekarya/Pembantu pelaksana.
36

2. Persyaratan SDM
Pelayanan kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan
pelayanan kefarmasian harus di bawah supervisi Apoteker.
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan
administrasi seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Ketentuan terkait jabatan fungsional di Instalasi
Farmasi diatur menurut kebutuhan organisasi dan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Instalasi Farmasi harus dikepalai oleh seorang Apoteker yang merupakan
Apoteker penanggung jawab seluruh pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
Kepala Instalasi Farmasi diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di
Instalasi Farmasi minimal 3 (tiga) tahun.

3. Beban Kerja dan Kebutuhan


a. Beban Kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor
yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
1) Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR).
2) Jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen,
klinik dan produksi).
3) Jumlah Resep atau formulir permintaan Obat (floor stock) per hari.
4) Volume sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai.

b. Penghitungan Beban Kerja


Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada
pelayanan kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi
manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian
resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat,
pemantauan terapi obat, pemberian informasi obat, konseling, edukasi
37

dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker


untuk 30 pasien.
Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada
pelayanan kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi
menajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian
resep, penyerahan obat, Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan
konseling, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker
untuk 50 pasien.
Selain kebutuhan Apoteker untuk pelayanan kefarmasian rawat
inap dan rawat jalan, maka kebutuhan tenaga Apoteker juga diperlukan
untuk pelayanan farmasi yang lain seperti di unit logistik
medik/distribusi, unit produksi steril/aseptic dispensing, unit pelayanan
informasi obat dan lain-lain tergantung pada jenis aktivitas dan tingkat
cakupan pelayanan yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi.
Selain kebutuhan Apoteker untuk pelayanan kefarmasian di rawat
inap dan rawat jalan, diperlukan juga masing-masing 1 (satu) orang
Apoteker untuk kegiatan pelayanan kefarmasian di ruang tertentu, yaitu:
1) Unit Gawat Darurat
2) Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit
(ICCU)/Neonatus Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive
Care Unit (PICU).
3) Pelayanan Informasi Obat.

E. INSTALASI CENTRAL STERILE SUPPLY DEPARTMENT (CSSD)


1. Pengertian Central Sterile Supply Department (CSSD)
Central Sterile Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat
Pelayanan Sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit
yang menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap
semua alat atau bahan yang membutuhkan kondisi steril. Rumah sakit
sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan berupaya untuk mencegah
risiko terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah sakit. Salah satu
38

indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya


angka infeksi nosokomial di rumah sakit.
Peralatan medis dan bahan penunjang yang digunakan dalam pelayanan
kepada pasien yang membutuhkan kondisi steril, biasanya dilakukan
disetiap unit/ruang yang membutuhkan. Rumah sakit harus menyediakan
alat sterilisasi di masing-masing unit/ruang dan dengan menggunakan
prosedur yang belum dapat di standarkan. Sistem ini juga menyebabkan
sulitnya melakukan kontrol terhadap hasil/mempertahankan kualitas hasil
sterilitasi. Di masing-masing unit/ruang juga masih sulit dalam pengawasan
proses dekontaminasi maupun proses sterilisasi.
Seiring dengan semakin berkembangnya ilmu, teknologi dan kebutuhan
akan pelayanan medis serta pelayanan yang mengutamakan safety
patient, maka rumah sakit perlu mengembangkan proses sterilisasi yang
tersentral dan terkoordinir sehingga seluruh rangkaian perlakuan terhadap
alat dan bahan yang dibutuhkan dalam kondisi steril menjadi lebih efisien,
ekonomis, dan terkontrol dengan harapan safety patient semakin terjamin.
Pusat sterilisasi di rumah sakit mempunyai tugas dan fungsi utama yaitu
menyiapkan alat bersih dan steril untuk keperluan perawatan pasien di
rumah sakit. Untuk lebih jelas dari fungsi dan tugas CSSD adalah dimulai
dari menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan, menyimpan dan
mendistribusikan peralatan dan bahan medis steril ke seluruh unit/ruang di
rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien.

2. Tujuan Central Sterile Supply Department (CSSD)


Tujuan Central Sterile Supply Department (CSSD) berdasarkan
Peraturan Direktur RS No. 898/PER/RS/2014 Tentang Panduan Instalasi
Sterilisasi Pusat (CSSD) Rumah Sakit adalah sebagai berikut.
a. Membantu unit/ruang lain di rumah sakit yang membutuhkan alat dan
bahan kondisi steril untuk mencegah terjadinya infeksi.
b. Menurunkan angka kejadian infeksi yang timbul akibat perawatan di
rumah sakit.
39

c. Membantu mencegah serta menanggulangi infeksi nosokomial.


d. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilitas terhadap produk yang
dihasilkan.
e. Membantu effisiensi tenaga medis dan perawat dalam kegiatan
pengelolaan alat.

3. Tugas Central Sterile Supply Department (CSSD)


Tugas utama dari CSSD berdasarkan Peraturan Direktur RS No.
898/PER/RS/2014 Tentang Panduan Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD)
Rumah Sakit adalah:
a. Menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien.
b. Melakukan proses sterilisasi alat dan bahan.
c. Mendistribusikan alat steril siap pakai yang dibutuhkan oleh unit/ruang
perawatan.
d. Mendistribusikan alat steril siap pakai yang dibutuhkan oleh unit/ruang
khusus.
e. Mendistribusikan bahan steril siap pakai untuk semua unit/ruang sesuai
kebutuhan.
f. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan, bahan yang aman digunakan
untuk pelayanan pasien dengan tetap memperhatikan mutu, keamanan
dan efisiensi.
g. Mempertahankan hasil sterilitas yang memadai sesuai standar untuk
keperluan perawatan pasien.
h. Mempertahankan standar yang telah ditetapkan dan melakukan evaluasi
hasil sterilisasi.
i. Melakukan dokumentasi setiap aktivitas pembersihan, desinfeksi,
sterilisasi dan distribusi sebagai bagian dari program upaya pengendalian
mutu dan pencegahan pengendalian infeksi.
j. Melakukan pengawasan terhadap hasil sterilisasi dalam rangka
pencegahan dan pengendalian infeksi bersama dengan komite
Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi (PPI).
40

k. Memberikan penjelasan dan edukasi terkait masalah sterilisasi.


l. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf CSSD.
m. Meningkatkan kemampuan staf CSSD.

4. Aktivitas Fungsional Central Sterile Supply Department (CSSD)


Alur aktivitas CSSD berdasarkan Peraturan Direktur RS No.
898/PER/RS/2014 Tentang Panduan Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD)
Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
a. Penerimaan; alat kotor dari berbagai unit perawatan dan unit khusus
diterima oleh petugas CSSD.
b. Pencatatan; alat yang masuk ke CSSD dicatat dalam buku ekspedisi alat
masuk.
c. Perendaman; alat dimasukkan dalam bak dan direndam dalam cairan
desinfeksi 10-15 menit.
d. Pencucian; pencucian alat yang telah digunakan harus dibersihkan
dengan baik sebelum disterilkan.
e. Pembilasan; pembilasan dilakukan dengan air yang mengalir.
f. Pengeringan; dilakukan sampai kering betul.
g. Pengamatan dan pengesetan; alat dicek fungsi dan diperiksa
kelengkapannya. Dilakukan pengesetan sesuai kebutuhan dan jenis alat.
Bahan linen hasil pencucian loundry, diperiksa, dan dilakukan setting
sesuai kebutuhan dan jenis linen.
h. Pengemasan; alat dikemas dengan bungkus plastik tahan panas (pouces).
i. Labelling; setiap kemasan diberi label yang menjelaskan isi set alat,
tanggalsterilisasi, tanggal kadaluarsa, kode petugas dan indikator
sterilisasi.
j. Produksi; membuat dan mempersiapkan bahan habis pakai untuk
pelayanan steril (kassa balut, depper, hand scoon, lidi kapas, dan lain-
lain).
k. Proses sterilisasi; dikerjakan oleh staf terlatih.
41

l. Penyimpanan; penyimpanan alat dan bahan steril pada rak bersih, dengan
memperhatikan kondisi penyimpanan.
m. Distribusi; dilakukan sesuai kebutuhan ruang perawatan/unit khusus
dengan memperhatikan stok/kebutuhan.
n. Pembersihan dan kontrol alat sterilisasi; dilakukan pemeliharaan alat
sterilisasi rutin setiap bulan sekali.

Aktivitas sterilisasi dilakukan setiap hari dengan frekuensi yang cukup


sering dan supaya aktivitas tersebut berjalan lancar, baik dan tidak
terkendala, diperlukan pemeliharaan, pengaturan jadwal
dan maintenance yang teratur terhadap mesin/alat sterilisasi.

5. Sarana dan Prasarana Central Sterile Supply Department (CSSD)


Sarana fisik dan peralatan di CSSD sangat mempengaruhi efisiensi kerja
dan membantu pelayanan di pusat sterilisasi rumah sakit. Dalam
perencanaan sarana fisik dan bangunan sebaiknya melibatkan staf CSSD.
Mengingat pusat sterilisasi merupakan jantung rumah sakit dimana CSSD
mempunyai tugas pokok menerima bahan dan alat medik dan menjadikan
seluruh bahan dan alat medik dari semua unit di rumah sakit dalam kondisi
steril serta mendistribusikannya sesuai kebutuhan kondisi steril. Hal ini
tidak lepas dari menentukan lokasi/tempat CSSD berada.
a. Bangunan CSSD
Yang perlu diperhatikan di antaranya:
1) RS dengan 200 TT, luas bangunan minimal 130 m2.
2) RS dengan 400 TT, luas bangunan minimal 200 m2.
3) RS dengan 600 TT, luas bangunan minimal 350 m2.
4) RS dengan 800 TT, luas bangunan minimal 400 m2.
5) RS dengan 1000 TT, luas bangunan minimal 450 m2.
42

b. Lokasi CSSD
Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruang pemakai alat/bahan
steril terbesar di rumah sakit seperti kamar bedah, ICU, unit perawatan,
dll di rumah sakit. Penetapan/pemilihan lokasi yang tepat akan
memudahkan dan berdampak pada efisiensi kerja dan meningkatkan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Lokasi ytang tepat akan
meminimalkan resiko kontaminasi silang karena pengaruh lalu lintas/
transportasi alat steril. Unit CSSD diupayakan juga dekat dengan loundry
atau pencucian linen karena set linen untuk kebutuhan steril akan lebih
mudah dalam penyiapannya.

c. Pembangunan dan Persyaratan Ruang Sterilisasi


Pada prinsipnya ruang CSSD terdiri dari ruang bersih dan ruang
kotor yang didesain sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya
kontaminasi silang antara ruang kotor ke ruang bersih. Selain itu
pembagian ruang CSSD juga dibuat senyaman mungkin disesuaikan
dengan alur kerjanya. Ruang CSSD dibagi dalam 5 (lima) ruang yaitu:
1) Ruang Dekontaminasi
Ruang ini didesain untuk penerimaan barang kotor. Unit yang
mengirimkan alat kotor setelah digunakan melalui ruang ini. Ruang
dekontaminasi harus dapat menampung semua barang kotor yang akan
dibersihkan dan akan menjalani proses sterilisasi. Ruang
dekontaminasi direncanakan, dipelihara dan selalu dikontrol untuk
mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan untuk melindungi
petugas penerimaan CSSD dari benda-benda tajam, yang dapat
menyebabkan infeksi, racun dan hal-hal berbahaya lainnya.
a) Ventilasi
Udara dan partikel kecil pada debu dapat membawa
mikroorganisme dari satu tempat ke tempat lainsehingga dapat
mengkontaminasi alat kesehatan yang sudah melewati
dekontaminasi, alat bersih siap disterilkan dan bahkan alat yang
43

sudah steril. Oleh sebab itu, ruang dekontaminasi harus


mempunyai sistem ventilasi yang baik, yaitu:
 Udara dapat keluar/dengan dihisap. Ruang dekontaminasi
dengan menggunakan sistem sirkulasi udara yang
mempunyai filter.
 Tekanan udara harus negatif supaya tidak mengkontaminasi
udara ruang lainnya.
 Tidak dianjurkan penggunaan kipas angin.

b) Suhu dan Kelembaban


Suhu dan kelembaban akan mempengaruhi lingkungan
kerja dan juga kenyamanan para petugas di ruang dekontaminasi.
Suhu dan kelembaban yang direkomendasikan adalah:
 Suhu udara ruangan antara 18oC-22oC
 Kelembaban udara antara 35%-75%.

c) Kebersihan
Kebersihan ruang CSSD sangatlah penting. Pembersihan
ruang, alat dan bahan yang ada di CSSD harus menggunakan
pembersih yang sesuai. Debu, serangga dan vermin adalah
pembawa mikroorganisme penyebab/penyebar infeksi. Harus ada
peraturan tertulis mengenai prosedur pengumpulan sampah,
pembuangan limbah dan transportasinya. Hal ini diberlakukan
pada sampah dan limbah baik yang menyebabkan infeksi dan
yang berbahaya atau tidak. Praktek kebersihan yang dilakukan di
antaranya adalah:
 Setidaknya sekali sehari dipel
 Setidaknya sekali sehari membersihkan meja kerja, tempat
cuci dan peralatan
 Membuang sampah setiap hari, dan mengganti bahan-bahan
yang kotor
44

 Langsung membersihkan setiap ada tumpahan cairan


 Teratur membersihkan rak penyimpanan, dinding, langit-
langit, AC dan yang lainnya
 Bekerjasama dengan sanitasi terhadap control binatang
perusak
 Pemisahan sampah infeksius dan non infeksius.

d) Lokasi Ruang Dekontaminasi


 Terletak dibelakang area rumah sakit
 Dirancang sebagai area terpisah dengan area disebelahnya
 Barang/alat kotor langsung datang/masuk ke ruang
dekontaminasi
 Barang/alat kotor dicuci/dibersihkan dan/atau didesinfeksi
sebelum masuk ke area bersih atau ruang setting sebelum
masuk ke mesin sterilisasi
 Terdapat peralatan yang memadai untuk proses
dekontaminasi, pembersihan alat kesehatan.

2) Ruang Setting Alat


Di ruang ini dilakukan proses pengemasan alat. Alat kesehatan
sebelum masuk mesin sterilisasi di-setting sesuai dengan kebutuhan
alat yang dibutuhkan oleh berbagai unit/ruangan. Di ruang ini juga
menyimpan alat dan bahan bersih dan dianjurkan ada tempat
penyimpanan barang bersih.

3) Ruang Produksi dan Setting Linen


Ruang ini adalah ruang untuk mempersiapkan bahan penunjang
seperti kassa, kapas, cotton swabs, hand scoon, dan lain-lain. Di ruang
ini juga dilakukan pemeriksaan linen dari loundry, dilipat dan dikemas
berdasar setting linen kebutuhan kamar bedah, kamar bersalin,
45

poliklinik, IGD dan ruang lain yang membutuhkan. Pada daerah ini
terdapat rak penyimpanan barang dan linen untuk persiapan sterilisasi.

4) Ruang Penyimpanan Barang Steril


Ruang ini berada dekat dengan ruang sterilisasi. Apabila
menggunakan mesin sterilisasi dua pintu, maka pintu belakang
langsung berhubungan dengan ruang simpan barang steril. Penerangan
pada ruang ini harus memadai, suhu ruang antara 18-22oC dan
kelembaban 35-75%, menggunakan tekanan positif dan mempunyai
dinding lantai keras tapi halus sehingga mudah dibersihkan. Alat steril
yang disimpan ditata di atas rak penyimpanan yang ada jarak dari
lantai 19-24 cm dan minimum 43 cm dari langit-langit. Rak
mempunyai jarak 5 cm dari dinding untuk memudahkan pembersihan.
Hindari terjadinya penumpukan debu pada kemasan dan jangan
letakkan rak dekat dengan kran atau saluran air lainnya.
Petugas yang berdinas di ruang penyimpanan barang steril adal;ah
petugas yang terlatih, sehat, terbebas dari penyakit menular terutama
yang ditularkan melalui droplet. Petugas didalam ruang penyimpanan
bahan steril menggunakan jas khusus yang sesuai dengan persyaratan.
Lokasi ruang penyimpanan barang steril tidak berada di lalu lintas
utama dengan pintu khusus dan jendela yang minim untuk
mengurangi kemungkinan kuman dari luar masuk.

F. PENANGANAN LIMBAH
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.56/MENLHK-SETJEN/2015, limbah adalah sisa dari suatu
usaha dan/atau kegiatan. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah zat,
energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
46

Limbah B3 meliputi beberapa jenis di antaranya limbah infeksius, benda


tajam, patologis, bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasan
radioaktif, farmasi, sitotoksik, peralatan medis yang memiliki kandungan
logam berat tinggi, dan tabung gas atau kontainer bertekanan.
1. Sistem Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Sistem pengumpulan limbah B3 dapat dilakukan dengan membedakan
warna kemasan atau wadah limbah. Kemasan yang dimaksud di antaranya:
a. Merah, untuk limbah radioaktif
b. Kuning, untuk limbah infeksius dan limbah patologis
c. Ungu, untuk limbah sitotoksik
d. Cokelat, untuk limbah bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa
kemasan, dan limbah farmasi.

2. Simbol Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun


Untuk menandai limbah B3 maka pada kemasan dapat digunakan
beberapa simbol di antaranya simbol radioaktif untuk limbah radioaktif,
simbol infeksius untuk limbah infeksius, dan simbol sitotoksik untuk limbah
sitotoksik.

Tabel 2.1. Keterangan Simbol Limbah B3


Jenis Limbah Simbol

Radioaktif

Infeksius
47

Sitotoksik

3. Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun


Pengolahan limbah dilakukan menggunakan suhu tinggi atau bersifat
termal. Pengolahan limbah secara termal dilakukan menggunakan peralatan:
a. Autoklaf tipe alir gravitasi dan/atau tipe vakum
b. Gelombang mikro
c. Iradiasi frekuensi radio
d. Insinerator.

Pengoperasian peralatan insinerator dilarang digunakan untuk beberapa


limbah B3 di antaranya limbah B3 radioaktif, limbah B3 dengan
karakteristik mudah meledak, dan limbah B3 merkuri.
Persyaratan peralatan pengelolaan limbah B3 menggunakan insinerator
oleh penghasil limbah B3 harus memenuhi ketentuan:
a. Efisiensi pembakaran sekurang-kurangnya 99,95%
b. Temperatur pada ruang bakar utama sekurang-kurangnya 800oC
c. Temperatur pada ruang bakar kedua paling rendah 1000oC dengan
waktu tinggal paling singkat 2 detik
d. Memiliki alat pengendalian pencemaran udara berupa wet scrubber atau
sejenis
e. Ketinggian cerobong paling rendah 14 m terhitung dari permukaan
tanah atau 1,5 kali bangunan tertinggi, jika terdapat bangunan yang
memiliki ketinggian lebih dari 14 m dalam radius 50 m dari insinerator
f. Memiliki cerobong yang dilengkapi dengan lubang pengambilan contoh
uji emisi yang memenuhi kaidah 8De/2De dan fasilitas pendukung
untuk pengambilan contoh uji emisi antara lain berupa tangga dan
platform pengambilan contoh uji yang dilengkapi pengaman.
48

4. Penguburan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun


Penguburan limbah B3 hanya ditujukan untuk limbah patologis dan
benda tajam. Penguburan limbah B3 hanya dapat dilakukan jika pada lokasi
dihasilkannya limbah patologis dan/atau limbah benda tajam tidak terdapat
fasilitas pengolahan limbah B3 menggunakan peralatan insinerator.
Penguburan limbah B3 patologis dilakukan antara lain dengan cara:
a. Menguburkan limbah B3 di fasilitas penguburan limbah B3 yang
memenuhi persyaratan lokasi dan persyaratan teknis penguburan
Limbah B3.
b. Mengisi kuburan limbah B3 dengan limbah B3 paling tinggi setengah
dari jumlah volume total, dan ditutup dengan kapur dengan ketebalan
paling rendah 50 cm sebelum ditutup dengan tanah.
c. Memberikan sekat tanah dengan ketebalan paling rendah 10 cm pada
setiap lapisan limbah B3 yang dikubur.
d. Melakukan pencatatan limbah B3 yang dikubur.
e. Melakukan perawatan, pengamanan, dan pengawasan kuburan limbah
B3.

Penguburan limbah B3 benda tajam dilakukan antara lain dengan cara:


a. menguburkan limbah B3 di fasilitas penguburan limbah B3 yang
memenuhi persyaratan lokasi dan persyaratan teknis penguburan limbah
B3.
b. Melakukan pencatatan limbah B3 yang dikubur.
c. Melakukan perawatan, pengamanan, dan pengawasan kuburan limbah
B3.

5. Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun


Penimbunan limbah B3 dilakukan oleh penghasil limbah B3 terhadap
limbah B3 yang dihasilkannya. Penimbunan dilakukan terhadap limbah B3
yang berupa abu terbang insinerator dan slag atau abu dasar insinerator.
49

Untuk melakukan penimbunan limbah B3 maka harus memilki ijin dari


Kepala Instansi Lingkungan Hidup wilayah provinsi atau kabupaten/kota.

6. Personalia
Setiap personel yang langsung berhubungan dengan unit operasi
pengolahan limbah B3 secara termal harus mengikuti pelatihan pengelolaan
limbah B3. Setiap penghasil limbah B3 harus menjamin perlindungan
personel yang langsung berhubungan dengan kegiatan pengelolaan limbah
B3. Penjaminan perlindungan personel meliputi penyediaan alat pelindung
diri, fasilitas higiene perorangan, imunisasi, prosedur operasional standar
pengolahan limbah B3, pemeriksaan medis khusus secara rutin, dan
pemberian makanan tambahan.

7. Pelaporan Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun


Pengolah limbah B3 yang mengelolah limbah B3 secara termal wajib
membuat catatan dan menyampaikan laporan tentang pengolahan limbah B3
secara berkala setiap 6 bulan sekali kepada Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan dengan tembusan kepada gubernur dan bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya meliputi:
a. Sumber, nama, karakteristik, jumlah timbulan limbah B3 dan waktu
diterimanya limbah B3.
b. Sumber, nama, karakteristik, jumlah dan waktu limbah B3 yang diolah
secara termal.
c. Sumber, nama, karakteristik, jumlah dan waktu timbulan limbah B3
cair dan/atau padat hasil pengolahan secara termal.
BAB III
TINJAUAN TENTANG TEMPAT MAGANG

A. PROFIL RSUD PROF. Dr. W. Z. JOHANNES KUPANG


1. Struktur Organisasi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

Gambar 3.1. Struktur Organisasi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

1. Sejarah RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang


Sejarah singkat berdirinya RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
adalah sebagai berikut:
Pemerintah Belanda pada tahun 1941 mendirikan rumah sakit darurat
kecil yang berlokasi di kawasan Bakunase (sekarang SD Negeri I
Bakunase), yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan kepada

52
53

masyarakat kota Kupang maupun pemerintah penjajah. Dokter pertama kali


yang menangani rumah sakit tersebut adalah dokter Habel, seorang warga
negara Belanda.
Tahun 1942 terjadi peralihan kekuasaan dari pemerintah penjajah
Belanda ke pemerintah penjajah Jepang. Rumah sakit darurat kecil diambil
alih oleh pemerintah Jepang, semua fasilitas dan tenaga medis dari pihak
Belanda tetap dimanfaatkan termasuk dokter Habel. Sempat dipindahkan ke
Naikoten (sekarang rumah jabatan Kapolda NTT) dengan alasan mudah
dijangkau oleh masyarakat kota. Pemindahan lokasi tersebut tidak bertahan
lama akhirnya kembali ke tempat semula.
Pada tahun 1952 atas prakarsa Residen Mr. Amalo, rumah sakit darurat
kecil di kawasan Bakunase dipindahkan kebekas gedung kesatuan Brigadir
Mobil (BRIMOB) yang terletak di kawasan Oetete (sekarang RSUD Prof.
Dr. W. Z. Johannes Kupang) dengan nama Rumah Sakit Kuanino.
Pada tanggal 5 juli 1959 presiden Soekarno mengeluarkan dekrit, saat
itulah segala kegiatan Rumah Sakit Kuanino diambil alih Pemerintah
Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur dengan mendapat bantuan dari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Nama Rumah Sakit Kuanino ini kemudian atas kesepakatan DPRD
Tingkat I Nusa Tenggara Timur pada tanggal 12 November 1970 diganti
dengan nama seorang pahlawan nasional bangsa Indonesia asal Nusa
Tenggara Timur yang berkecimpung dibidang kedokteran yaitu Prof. Dr. W.
Z. Johannes. Kemudian nama rumah sakit umum tersebut dikenal dengan
nama “Rumah Sakit Umum Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang”.

2. Data Rumah Sakit


Tabel 3.1. Data RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

Kode RS 5371011

Tanggal Registrasi 12/02/2018

Rumah Sakit RS Umum Prof. Dr. W. Z.


54

Johannes

Jenis RSU

Kelas RS B

Pemilik Pemerintah Provinsi

3. Alamat Rumah Sakit


Tabel 3.2. Alamat RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

Jl. Dr. Moch Hatta No. 19


Alamat
Kupang

Kab/Kota Kota Kupang

Kode Pos 85112

Telepon 0380833614

Fax 0380832892

Email rsudjohannes@gmail.com

Website www.rsudjohannes.nntprov.go.id

4. Akreditasi Rumah Sakit


Tabel 3.3. Akreditasi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

Status Akreditasi Tingkat Paripurna

Tanggal Akreditas 22/11/2016

Berlaku Sampai Dengan 21/11/2019


55

B. PROFIL INSTALASI FARMASI RSUD PROF. Dr. W. Z. JOHANNES


KUPANG
1. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang

Komite Farmasi dan Terapi Kepala Instalasi Farmasi

Unit Layanan Pengadaan


Koordinator Administrasi
Logistik SDM dan Keuangan
Panitia Pencegahan dan
Pengendali Infeksi

Panitia Kendali Resistensi


Antibiotik

Koordinator Pengembangan Koordinator Pelayanan Koordinator Gudang,


Koordinator Produksi
Pengelolaan
dan manajemen mutu
Farmasi Klinik dan Distribusi dan Pengelolaan
Perbekalan Farmasi
(Pendidikan, Penelitian
dan Pengembangan) Perbekalan Farmasi

Depo Radix Produksi Faarmasi


Manajemen Pengembangan
mutu (pendidikan, Depo Folium Gudang Farmasi

penelitian
Depo Fructus Distribusi Farmasi
dan
pengembang
Depo Rhizoma
an
Depo Flos

Depo Caulis

Farmasi Klinik

Gambar 3.2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Prof. Dr. W. Z.


Johannes Kupang
56

2. Kualifikasi Personel
Tabel 3.4. Kualifikasi Personel di Instalasi Farmasi
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
N
Jabatan Kualifikasi Personel
o
1 Kepala Instalasi S1 Apoteker, memiliki STRA , SIPA,
Farmasi pengalaman kerja di Instalasi
Farmasi minimal 3 tahun
2 Koordinator S1 Apoteker, memiliki STRA , SIPA
3 Penanggungjawab S1 Apoteker, memiliki STRA , SIPA
Depo
4 Pelaksana Teknis Apoteker telah memiliki STRA dan
Kefarmasian SIPA, S1 Farmasi & D3 Farmasi
yang telah memiliki STRTTK &
SIK-TTK
5 Tenaga Administrasi Sarjana,SMA

3. Jumlah Personel
Tabel 3.5. Jumlah Personel di Instalasi Farmasi
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
N Jumla
Tenaga Keterangan
o h
Apoteker 20 1 orang tugas belajar
1
orang
2 S1 Farmasi 4 orang 1 orang tugas belajar
D3 Farmasi 27 1 orang sakit, 4 orang tugas
3
orang belajar
Sekolah Menengah 2 orang 1 orang sakit, 1 orang izin
4
Farmasi belajar
5 Tenaga Adminsitrasi 8 orang
57

61 9 orang (tugas belajar, izin


TOTAL
orang belajar dan sakit)

4. Pelayanan Kefarmasian di Instalasi Farmasi RSUD Prof. Dr. W. Z.


Johannes Kupang
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat, dan Bahan Medis Habis Pakai
1) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat, dan Bahan Medis Habis Pakai
pada Gudang Perbekalan Farmasi
Tabel 3.6. Jumlah Personel Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat,
dan Bahan Medis Habis Pakai pada Gudang Perbekalan Farmasi
Uraian Kegiatan Tenaga
Pemilihan
Perencanaan
kebutuhan
Penerimaan 1 orang Apoteker,
Gudang
Penyimpanan 3 orang TTK, 3
Perbekalan
Pendistribusian orang tenaga
Farmasi
Pemusnahan dan administrasi
penarikan
Pengendalian
Administrasi

2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat, dan Bahan Medis Habis Pakai


pada User Farmas
Tabel 3.7. Jumlah Personel Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat,
dan Bahan Medis Habis Pakai pada User Farmasi
Nama Depo
Sistem Poli/Ruangan yang
& Jam Tenaga
Distribusi Dilayani
Pelayanan
Depo Radix Apoteker 2 Individual Poli Interna, Poli
58

07.30-14.00 orang, TTK Prescription Saraf, Poli


wita 1 orang, Jantung, Poli
tenaga Bedah, Poli
administasi Onkologi
2 orang
Depo Folium Apoteker 1 Individual Poli THT, Poli
07.30-14.00 orang, TTK Prescription Gigi, Poli Mata,
wita 1 orang Poli Paru, Poli
Anak, Poli Vct,
Poli Kulit &
Kelamin, Poli
Kebidanan &
Kandungan
Depo Fructus Apoteker 1 Individual Instalasi Gawat
24 jam orang, TTK Prescription Darurat
2 orang , One Daily
pada shift Dose
pagi Unit Dose R. Teratai, R.
Dispensing Edelweis I, R.
Cendana
Apoteker 1 Individual Instalasi Gawat
orang, TTK Prescription Darurat, Instalasi
7 orang , One Daily Bedah Sentral ,
shift sore Dose Ruang Rawat Inap
dan malam
Depo Caulis Apoteker 1 Individual Instalasi Bedah
07.00-14.00 orang Prescription Sentral
wita
Depo Rhizoma Apoteker 1 Individual R. Cempaka,
07.30-14.00 orang, TTK Prescription Asoka, Komodo,
wita 4 orang, , Unit Dose Anggrek, Tulip,
59

tenaga Dispensing, Kelimutu, ICCU,


administras One Daily ICU, Bougenville
i 1 orang Dose
Depo Flos Apoteker 1 Individual R. Sasando,
07.30-14.00 orang, TTK Prescription Flamboyan, NICU,
wita 2 orang, , Unit Dose IGD VK, Edelweis
tenaga Dispensing, II, Kenanga,
administras One Daily Mawar.
i 1 orang Dose

b. Pelayanan Farmasi Klinik


1) Pelayanan Farmasi Klinik di Ruang Rawat Inap
Tabel 3.8. Jumlah Personel Pelayanan Farmasi Klinik di Ruang
Rawat Inap
Ruangan Kegiatan Tenaga Farmasi
Klinik
Cempaka Pengkajian & 1 orang Apoteker
Kelimutu Pelayanan 1 orang Apoteker
ICU, ICCU, Resep, 1 orang Apoteker
Teratai Penelusuran
Cendana, Riwayat 1 orang Apoteker
Bougenville Penggunaan
Kenanga, Mawar Obat, 1 orang Apoteker
Rekonsiliasi
Obat, PIO,
Konseling,
Visite,
Pemantauan
Terap Obat
(PTO),
60

Monitoring Efek
Samping Obat
(MESO)

2) Pelayanan Farmasi Klinik di Depo Rawat Jalan (Depo Radix)


Tabel 3.9. Jumlah Personel Pelayanan Farmasi Klinik di Depo
Rawat Jalan (Depo Radix)
Kegiatan Tenaga
Pengkajian dan Pelayanan Resep 1 orang
Apoteker
Konseling Pasien Rawat Jalan 1 orang
Apoteker
Pelayanan Informasi Obat 1 orang
Apoteker

3) Pelayanan Farmasi Klinik Dispensing Sediaan Steril


Tabel 3.10. Jumlah Personel Pelayanan Farmasi Klinik
Dispensing Sediaan Steril
Kegiatan Tenaga Keterangan
Handling 2 orang 1 Apoteker
Cytostatic Apoteker, merangkap Apoteker
2 orang TTK Farmasi Klinis di
Ruang Cempaka, 1
Apoteker merangkap
Apoteker
Pendamping di Depo
Radix
Pencampuran 1 orang 1 Apoteker
KCl Apoteker merangkap
Penanggungjawab
61

Depo Flos
BAB IV
KEGIATAN MAGANG

A. ASPEK MANAJERIAL
1. Administrasi
a. Pencatatan
- Mendengarkan penjelasan terkait pencatatan di Instalasi Farmasi
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
b. Pelaporan
- Mendengarkan penjelasan terkait pelaporan di Instalasi Farmasi
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
c. Pengelolaan Resep
- Memisahan resep berdasarkan Depo (tempat asal resep).
- Mendengarkan penjelasan terkait pengolahan resep di Instalasi
Farmasi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

2. Pengelolaan Perbekalan Farmasi


a. Pemilihan
- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab
pengelolaan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi RSUD Prof. Dr.
W. Z. Johannes Kupang tentang pemilihan.
b. Perencanaan
- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab
pengelolaan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi RSUD Prof. Dr.
W. Z. Johannes Kupang tentang perencanaan.
c. Pengadaan
- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab
pengelolaan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi RSUD Prof. Dr.
W. Z. Johannes Kupang tentang pengadaan.

59
- Mengikuti sosialisasi dari Panitia Pengadaan tentang hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pengadaan dan alur pengadaan di RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang.
- Membantu membuat dokumen pembayaran pengadaan obat dan reagen (dana
BLUD).
- Membantu menyusun dokumen pembayaran obat, BHP, AHP, dan reagen (dana
BLUD).
d. Penerimaan
- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab pengelolaan
perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang tentang penerimaan.
e. Penyimpanan/Pergudangan
- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab pengelolaan
perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang tentang penyimpanan/ pergudangan.
- Mengamati cara penyimpanan perbekalan farmasi di gudang Instalasi Farmasi
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
- Menyusun obat, BHP, dan AHP pada rak penyimpanan perbekalan farmasi di
gudang Instalasi Farmasi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
- Menyusun obat dan AHP pada tempat penyimpanan masing-masing (di User).
- Menyusun kembali obat dan AHP yang diretur dari ruangan ke depo.
- Menyusun obat dan AHP yang dibawa dari depo pada tempat penyimpanan di
ruang rawat inap.
- Mengecek obat/BHP/AHP yang diantar ke depo sebelum disimpan ke tempat
masing-masing.
f. Pendistribusian
- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab pengelolaan
perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang tentang pendistribusian.
- Menyiapkan AHP dan BHP sesuai permintaan dari masing-masing ruangan
(sistem distribusi floor stock).
- Menyiapkan obat berdasarkan sistem distribusi UDD, ODD, dan individual
prescription.
- Mengantar emergency kit ruangan.
60
- Mengisi kartu stok setiap kali mengambil obat/BHP/AHP (di gudang).
- Menandai print out daftar permintaan barang setiap kali mengambil
obat/BHP/AHP (di gudang).
- Mengecek kembali obat/BHP/AHP yang telah disiapkan sebelum
didistribusikan ke ruangan/depo.
- Mengambil obat dari gudang dan dibawa ke depo (di luar jadwal permintaan:
untuk kasus kehabisan stok di depo tapi obat tersebut diperlukan).
- Mengantar obat sitostatika dari gudang ke tempat pencampuran obat.
- Mengantar obat sitostatika yang telah dicampur ke Poli Onkologi.
g. Pemusnahan dan Penarikan
- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab pengelolaan
perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang tentang pemusnahan dan penarikan.
h. Pengendalian
- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab pengelolaan
perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang tentang pengendalian.
- Melakukan stock opname di gudang dan di depo.
- Mendata obat-obat yang expired dan yang hampir expired, serta memberikan
label warna.
- Mendata obat-obat stagnan.

3. Pengelolaan Sumber Daya Manusia


- Mendengarkan dan mencatat presentasi tentang profil Instalasi Farmasi RSUD Prof.
Dr. W. Z. Johannes Kupang yang dibawakan oleh Kepala Instalasi Farmasi.

B. ASPEK PELAYANAN FARMASI KLINIK


1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab ruangan (Farmasi
Klinik) dan Apoteker penanggung jawab depo tentang pengkajian dan pelayanan
resep.
- Menerima resep dan/atau Kartu Instruksi Obat (KIO) dari pasien/ keluarga
pasien/perawat.

61
- Mengamati Apoteker mengentri data ke Sistem Informasi Manajemen (SIM) di
komputer.
- Membaca resep/KIO.
- Menyiapkan obat sesuai permintaan resep/KIO dengan sistem UDD, ODD, dan/atau
individual prescription.
- Mengisi kartu stok setiap kali mengambil obat narkotika dan psikotropika.
- Meracik obat sesuai permintaan resep/KIO.
- Melipat bungkusan puyer.
- Menulis etiket UDD, ODD, dan individual prescription.
- Menulis copy resep.
- Menyerahkan obat ke pasien/keluarga pasien/perawat.

2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab ruangan (Farmasi
Klinik) tentang penelusuran riwayat penggunaan obat.
- Melakukan visite bersama Apoteker penanggung jawab ruangan untuk menelusuri
riwayat penggunaan obat, riwayat penyakit, dan riwayat alergi.
- Mengamati Apoteker mengisi form Asesmen Farmasi yang di dalamnya terdapat
riwayat penggunaan obat.

3. Rekonsiliasi Obat
- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab ruangan (Farmasi
Klinik) tentang rekonsiliasi obat.
- Melakukan visite bersama Apoteker penanggung jawab ruangan untuk mengetahui
obat yang digunakan/yang rutin dikonsumsi oleh pasien sebelum masuk rumah sakit.
- Mengamati Apoteker mengisi form Rekonsiliasi Obat.

4. Pelayanan Informasi Obat dan Konseling


- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab ruangan (Farmasi
Klinik) tentang PIO dan konseling.
- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab ruangan (Farmasi
Klinik) tentang cara mengisi lembar PIO.
- Mempelajari cara penggunaan insulin pen dan inhaler.

62
- Memberikan PIO dan konseling kepada pasien rawat inap, pasien rawat jalan, pasien
pulang, dan/atau kepada keluarga pasien.
- Melakukan visite bersama Apoteker penanggung jawab ruangan dan mengamati
Apoteker memberikan PIO dan konseling kepada pasien/ keluarga pasien.
- Mengamati Apoteker mengisi form Pengkajian Kebutuhan Informasi, Edukasi,
Privasi Pasien dan Keluarga yang berkaitan dengan obat-obatan.

5. Pemantauan Terapi Obat


- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab ruangan (Farmasi
Klinik) tentang pemantauan terapi obat.
- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab ruangan (Farmasi
Klinik) tentang cara mengisi lembar DRP.
- Mengamati Apoteker melakukan SOAP pada lembar Catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi.

6. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab ruangan (Farmasi
Klinik) tentang monitoring efek samping obat.
- Mendengarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab ruangan (Farmasi
Klinik) tentang cara mengisi lembar ESO.

7. Dispensing Sediaan Steril (Sitostatika)


- Menyiapkan obat-obat yang akan dicampur.
- Menyiapkan cairan infus yang akan digunakan sebagai pelarut menggunakan
konektor (untuk mengeluarkan cairan yang berlebih).
- Memakai APD sesuai SOP sebelum masuk ke ruang pencampuran.
- Mengambil alat dan bahan yang akan digunakan dalam proses pencampuran obat
melalui ruang antara obat (transfer box).
- Mengamati dan membantu Apoteker dalam proses pencampuran obat sitostatika di
dalam ruang pencampuran.
- Meletakkan obat yang telah dicampur ke dalam ruang antara obat (transfer box).
- Menulis etiket UDD dan menempelkan etiket pada botol yang berisi hasil
pencampuran obat sitostatika.

63
C. CENTRAL STERILE SUPPLY DEPARTMENT (CSSD)
- Memakai APD sesuai SOP.
- Menerima alat-alat medis yang kotor dari semua ruangan kecuali ruang OK dan
menulis pada buku daftar alat.
- Memasukkan alat kotor dalam rendaman cairan Aniosyme DD1.
- Membilas alat-alat yang telah di cuci pada air yang mengalir.
- Mengeringkan alat-alat yang telah dicuci dengan menggunakan handuk steril kemudian
menggunakan kain duk steril.
- Mengemas dan memberi label pada alat-alat yang akan disterilkan.
- Memasukan alat-alat yang telah dikemas ke dalam oven.
- Mengambil dan membawa alat-alat yang telah steril ke ruangan steril dan meletakannya
pada rak penyimpanan sesuai identitas ruangan.
- Melipat dan mengemas kasa yang akan disterilkan.

D. PENANGANAN LIMBAH
- Mendengarkan penjelasan dari Bagian Sanitasi tentang penanganan limbah di RSUD
Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

64
BAB V
PEMBAHASAN

A. STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT


Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang telah menggunakan standar Pelayanan Kefarmasian terbaru yaitu
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit.

B. ASPEK MANAJARIAL
1. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Administrasi yang ada di
RSUD W. Z. Yohanes Kupang mempunyai tugas pengarsipan surat-surat, klaim obat-
obat BPJS dan JAMKESDA dan semua yang berhubungan dengan administrasi di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum ( IFRS) RSUD W. Z Yohanes Kupang.
Kegiatan administrasi terdiri dari:
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian,
pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi
dalam periode waktu tertentu. Pelaporan di RSUD W. Z. Yohanes Kupang dilakukan
setiap satu bulan sekali. Untuk pelaporan narkotika dan psikotropika dilakukan
sendiri berdasarkan pelaporan penggunaan dari setiap depo. Jenis-jenis pelaporan
yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Pencatatan dilakukan
untuk:
1) Persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;
2) Dasar akreditasi Rumah Sakit;
3) Dasar audit Rumah Sakit; dan
4) Dokumentasi farmasi.

65
Pelaporan dilakukan sebagai:
1) Komunikasi antara level manajemen;
2) Penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di Instalasi
Farmasi; dan
3) Laporan tahunan.

b. Pelaporan vaksin
Vaksin di dapat dari dana hibah/ sumbangan dari pemerintah yang dikelolah
oleh Dinas Kesehatan Kota. Vaksin yang termaksud dalam hiba yaitu HB0 dan
HBIg. HBO untuk semua bayi yang baru lahir. Vaksin HBIg digunakan untuk bayi
yang dilahirkan dari ibu yang positif hepatitis yang dapat diketahui dari hasil
labpratorium HBSAg.

c. Pelaporan narkotik dan pisikotropik


Untuk pelaporan narkotika dan psikotropika data penggunaanya dapat
diperoleh dari User ditambah gudang yang akan dikirimkan ke administrasi IFRS
dan akan dibuat dalam 1 laporan. Pelaporan dilakukan dalam setiap bulan dan ada
tembusan ke Dinas Kesehatan Kota. Pelaporan narkotika dan psikotropika dapat
dilaporkan secara online dan nasional melalui SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika
dan Psikotropika).

d. Pelaporan formalin
Formalin di RSUD W. Z. Yohanes Kupang tidak di perjualkan untuk pasien
yang meninggal di luar RSUD W. Z Yohanes Kupang meskipun telah membawa
surat keterangan kematian dari kelurahan. Minimal penggunaan Formalin untuk
pasien yang telah meninggal di RSUD. W. Z Yohanes Kupang adalah 300 cc.
Keluarga pasien yang ingin menggunakan formalin untuk pemulasan jenazah di
RSUD W. Z. Yohanes Kupang akan membawa kertas yang berisi nama pasien,
alamat pasien, tanggal kematian dan jenis kelamin serta membawa buku permintaan
dari tempat pemulasan jenazah. Penggunaan formalin di RSUD. W. Z Yohanes
Kupang dapat dilaporkan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (DISPERINDAK)
dan Dinas Kesehatan Kota Kupang.

66
e. Pelaporan Standar Pelayanan Minimal
Standar Pelayanan Mininal (SPM) harus sesuai dengan KepMenKes No. 129
tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Pelaporan SPM dibuat
untuk mengevaluasi Standar Pelayanan Minimal RSUD. W. Z Yohanes Kupang tiap
bulan yang datanya diambil dengan metode sampling biasanya di depo folium dan
depo radix. Ada beberapa indikator yang menjadi tolak ukur yang digunakan dalam
penilaian SPM di Rumah Sakit Umum Daerah W. Z Yohanes Kupang antara lain :
 Waktu tunggu obat jadi dan racikan. Untuk obat jadi sekitar 30 menit dan untuk
obat racikan dibawah 60 menit. Ini dilakukan dengan cara melihat buku yang
telah ditulis waktu tunggu pasien oleh Apoteker Penanggung Jawab yang terdapat
di depo radix dan depo folium.
 Tidak ada kesalahan pemberian obat. Pada saat penyiapan dan penyerahan obat
tidak terjadi kesalahan pemberian obat pada pasien. Ini dilakukan oleh Apoteker
dengan pengkajian resep ( penelusuran administrasi, kesesuaian farmasetis, dan
kesesuaian klinis) jika terdapat ketidaksesuaian dosis, atau bentuk sediaan maka
apoteker akan melakukan konsultasi dengan dokter terkait dan akan menulis ke
buku konsultasi. Diharapkan indikator tidak ada kesalahan pemberian obat tidak
ada kesalahan (100 %).
 Penulisan obat sesuai formularium RSUD W.Z. Yohanes. Resep dikumpulkan
dari depo radikx dan folium. Lalu total resep tersebut dibuat dengan metode
sampling, sehingga didapat sampel yang mewakili jumlah resep. Kemudian
bagian administrasi akan menentukan mana yang termasuk obat formularium dan
obat non formularium.
 Kepuasan pelanggan dapat diukur dari kuisoner yang dibagikan secara acak di
depo folium dan depo radix. Didalam kuisoner terdapat 15 pertanyaan yang
mewakili seluruh indikator SPM yang meliputi : lama waktu tunggu pasien
menerima obat, kebersihan, fasilitas di apotek dan lain-lain.

f. Laporan persediaan
g. Laporan klaim BPJS dan JAMKESDA
h. Laporan Neraca
i. Laporan stock opname
j. Laporan mutasi

67
k. Laporan pelayanan farmasi klinik
l. Laporan obat kosong
m. Laporan obat stagnan
n. Laporan obat kadaluarsa
o. Laporan slow moving

p. Pengelolaan resep
Pengelolaan resep yang dilakukan di RSUD W.Z. Yohanes Kupang yaitu
resep dari setiap depo diserahkan kepada administrasi agar administrasi melakukan
perekapan setiap bulan. Setelah semua resep didapat dari semua depo. Resep yang
diterima terdapat 2 kertas resep warna putih dan warna pink serta 2 surat berwarna
kuning yaitu Surat Jaminan Pelayanan ( SJP) dan Surat Eligibilitas Peserta (SEP).
Resep dipilah berdasarkan klaim BPJS dan JAMKESDA. Klaim BPJS mengurus
obat-obat kronis, obat kemoterapi dan obat hemodialisa. Resep berwarna putih di
hekter dengan SJP sebagai arsip rumah sakit sedangkan, resep berwarna pink
dihekter dengan SEP untuk dikirim ke BPJS. Resep warna pink dan SEP yang
dikirim ke BPJS digunakan untuk menverikasi kembali bahwa klaim yang di ajukan
oleh Rumah Sakit sesuai dengan resep yang dilayani.

Resep dikumpulkan
dari setiap depo

Resep yang sudah di data kemudian


di simpan di gudang sebagai arsip diantar ke bagian
lalu setelah 3 tahun akan di administrasi dan di
musnahkan data

resep yang masuk di entry


penyusunan di susun ke sistem (untuk klaim obat
berdasarkan dari resep kronis ke BPJS ) dan
yang paling lama ke yang
baru dilakukan pengarsipan resep

Alur pengelolaan resep di RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang

68
2. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Pemilihan
Menurut Permenkes, tahap pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
kebutuhan.
Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ini
berdasarkan:
 Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
 Standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang telah
ditetapkan
 Pola penyakit
 Efektifitas dan keamanan
 Pengobatan berbasis bukti
 Mutu
 Harga
 Ketersediaan di pasaran.

Pemilihan sediaan farmasi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang berdasarkan:


 Formularium Rumah Sakit
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis,
disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh pimpinan
rumah sakit. Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis resep,
pemberi obat, dan penyedia obat di rumah sakit. Evaluasi terhadap Formularium
Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan
kebutuhan Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
merupakan buku yang digunakan sebagai acuan dalam peresepan obat. Buku ini
diperbaharui setiap tahun (satu tahun sekali) dan telah dilakukan 4 kali
perubahan. Buku Formularium RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang yang
terbaru adalah Edisi ke-IV Tahun 2018.

 Formularium Nasional

69
Formularium Nasional merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan
harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan
Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit dalam hal pemilihan sudah
sesuai dengan Peraturan Kementrian Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 Mengenai
Standar Pelayan Kefarmasian di Rumah Sakit.

b. Perencanaan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien (Permenkes 72, 2016).
Tahap perencanaan di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang dilakukan 1 tahun sekali dan dibuat dalam buku Rencana Kebutuhan Obat
(RKO). Alur perencanaan di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang yaitu:
Setiap bulan Oktober gudang Instalasi Farmasi mengajukan format usulan
kebutuhan ke user. Format usulan tersebut dibagikan ke seluruh user Rumah Sakit
untuk diisi kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) selama 1 tahun.
Pengisian RKO oleh User diberi tenggang waktu selama 2 minggu, setelah itu tiap
user harus memasukan RKO ke gudang. Setelah semua usulan dimasukan ke
gudang, gudang Instalasi Rumah Sakit akan melakukan analisis berdasarkan data
user dan SIM pemakaian tahun bersangkutan. Setelah semua data terkumpul, barulah
di buat Buku Rencana Kebutuhan Obat (RKO). Buku RKO ini akan dikirim ke tim
perencanaan untuk dibuat rencana kerja anggaran, rencana bisnis dan dokumen
anggaran.
Analisis perencanaan di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W. Z. Johannes
menggunakan 3 analisis perencanaan yaitu:
 Konsumsi
 Epidemologi
 Kombinasi.

Analisis yang paling sering digunakan adalah analisis perencanaan konsumsi.


Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit dalam hal perencanaan sudah

70
sesuai dengan Peraturan Kementrian Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 Mengenai
Standar Pelayan Kefarmasian di Rumah Sakit.

c. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar
mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan
dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi
kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Tahap pengadaan di rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W. Z. Johannes
dilakukan sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD) dan Hiba/Droping.
 Alur pengadaan pengadaan dana BLUD
Gudang membuat analisis untuk periode 3 bulan

Gudang menyerahkan hasil analisis ke kepala IFRS untuk membuat


surat permintaan yang akan di ajukan kepada Direktur

Direktur mendesposisi ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan atau panitia pengadaan

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan atau panitia pengadaan


Membuat pemesanan ke PBF atau Distributor resmi

PBF atau Distributor resmi akan mengeluarkan surat pesanan (SP)

Surat pesan untuk anggaran BLUD masih offline atau secara manual, SOP untuk
pengadaan untuk anggaran BLUD dilakukan setiap 3 bulan, jika dalam keadaan
CITO maka pemesanan dapat dilakukan tanpa menunggu periode berikutnya.
 Alur pengadaan dana APBD
Gudang membuat analisis untuk periode 1 tahun

Gudang menyerahkan hasil analisis ke kepala IFRS untuk


membuat surat permintaan yang akan di ajukan kepada
Direktur
Direktur mendesposisi ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan atau panitia pengadaan

71
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan panitia pengadaan akan
membuat pemesanan secara online ke pabrik

Pabrik akan menunjuk PBF mana yang akan melakukan pengantaran


ke Rumah Sakit

 Alur pengadaan dana Hiba/Droping


IFRS membuat laporan pemakaian

Kepala IFRS membuat surat permintaan ke Direktur

Direktur membuat surat kepada Dinas Kesehatan

d. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan
barang harus tersimpan dengan baik.
Tahap penerimaan di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang, terdapat 3 macam penerimaan yaitu :
 Alur Penerimaan Hiba/Droping
Barang Hiba atau Droping didapatkan dari Dinas Kesehatan

Barang langsung diterima oleh Gudang IFRS

72
 Alur Penerimaan Obat dan BMHP di Depo-depo

Petugas depo menulis obat dan BMHP ke daalam buku permintaan depo

Petugas mengantar buku permintaan ke gudang

Petugas gudang menginput obat dan BMHP yang diminta kedalam SIM dan diprint out 2 rangkap

Penanggung jawab obat dan/atau BMHP menyiapkan obat dan BMHP sesuai dengan print out

Obat dan BMHP yang telah disiapkan diperiksa kembali lalu dipacking dan di antar ke depo oleh petugas distribusi
gudang

Di depo obat dan BMHP diperiksa kembali oleh petugas depo (kesesuaian permintaan), kemudian petugas depo
menandatangani print out lalu disimpan di rak obat.

 Alur penerimaan Anggaran BLUD


PBF mengantar barang ke Rumah Sakit

Barang pertama kali diterima oleh panitia penerima yang mempunyai SK


khusus (alat kesehatan atau bahan medis habis pakai, dan obat) dari
diretktur

Panitia Penerima Menyerahkan Alat Kesehatan, Bahan Medis Habis


Pakai, Obat kepada kepala IFRS

Kepala IFRS kemudian menyerahkan ke gudang

Penanggung jawab Alat kesehatan atau BMHP, dan Obat memeriksa


kembali jumlah obat, Expire date, nomor batch dan nomor
registrasi yang akan di masukan kedalam kartu stock

 Alur penerimaan Anggaran APBD


PBF mengantar barang ke Rumah Sakit

Barang pertama kali diterima oleh panitia penerima yang mempunyai


SK khusus(alat kesehatan atau bahan medis habis pakai, dan
obat) dari diretktur

73
Panitia Penerima Menyerahkan Alat Kesehatan, Bahan Medis
Habis Pakai, Obat kepada kepala IFRS

Kepala IFRS kemudian menyerahkan ke gudang

Penanggung jawab Alat kesehatan atau BMHP, dan Obat


memeriksa kembali jumlah obat, Expire date, nomor batch
dan nomor registrasi yang akan di masukan kedalam kartu
stock

e. Penyimpanan
Penerimaan barang di gudang IFRS

Penanggung jawab Alat kesehatan atau BMHP, dan Obat memeriksa


kembali jumlah obat, Expire date, nomor batch dan nomor
registrasi yang akan di masukan kedalam kartu stock
Penanggung jawab Alat kesehatan atau BMHP, dan Obat menulis
jumlah barang masuk kedalam kartu stock(tanggal penerimaan
barang, nama PBF, jumlah barang jumlah, sisa stock, tanggal
ED, Nomor batch, nomor registrasi)

Penyimpanan barang di Gudang Instalasi Farmasi RSUD Prof. Dr. W. Z.


Johannes Kupang yaitu:
 Secara FEFO dan FIFO
 Secara alfabet
 Secara kelas terapi
 Bentuk sediaan
 Suhu
 Lasa
 High Alert
 Psikotropika dan Narkotika
 Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
 Produk nutrisi.

74
75
f. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan
tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit
harus menentukan sistem distribusi yang dapat
menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan.
Pendistribusian di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang, menggunakan 2 metode pendistribusian.
 Pendistribusiaan ke Depo
Alur pendistribusiaan ke User yaitu:
Depo-depo memasukan buku permintaan

Bagian administrasi gudang menginput permintaan Alat kesehatan,


BMHP dan obat ke SIM

Gudang mengeluarkan print out sebanyak 2 lembar yang berisi


permintaan alat kesehatan, BMHP, dan obat dari depo

Bagian penanggung jawab Alat kesehatan, BMHP, dan obat akan


menyiapkan permintaan sesuai dengan print out yang telah
dikeluarkan

76
Alat kesehatan, BMHP, dan obat yang telah disiapkan oleh
penanggung jawab kemudiaan diperiksa kembali oleh
penanggung jawab pendistribusian dan dipacking
Petugas distribusi memeriksa Alat kesehatan, BMHP, dan
obat yang telah disiapkan

Petugas distribusi mengantar Alat kesehatan, BMHP, dan


obat yang telah disiapkan ke depo-depo

 Pendistribusian floor stock


1) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi
Farmasi.
2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat
dibutuhkan.
3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola
(di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada
penanggung jawab ruangan.
4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock
kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan
interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.

Alur pendistribusiaan di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W. Z. Johannes


Kupang, secara floor stock yaitu :
Ruangan rawat inap memasukan buku permintaan

Bagian administrasi gudang menginput permintaan Alat kesehatan,


BMHP, dan obat ke SIM

Mengeluarka print out sebanyak 1 lembar yang berisi


permintaan alat kesehatan, BMHP, dan obat dari depo

Bagian penanggung jawab Alat kesehatan, BMHP, dan obat akan


menyiapkan permintaan sesuai dengan print out yang telah
dikeluarkan
Alat kesehatan, BMHP, dan obat yang telah disiapkan oleh
penanggung jawab kemudiaan diperiksa kembali oleh
77
penanggung jawab pendistribusian dan dipacking
Petugas ruangan mengambil permintaan dan menandatangani
print out yang akan diarsipkan untuk gudang

 Alur pendistribusian Obat Sitostatika


Alur pendistribusiaan Obat Sitostatika di Rumah Sakit Umum Daerah Prof.
Dr. W. Z. Johannes Kupang yaitu:
Permintaan obat sitostatika diminta oleh tim kemo

Apoteker penanggung jawab gudang menyiapkan obat sitostatika

Obat sitostatika kemudian dipacking

Obat yang telah dipacking kemudian diambil oleh petugas kemo

Petugas administrasi gudang menginput permintaan ke SIM RS untuk


megeluarkan daftar obat sitostatika yang diminta

g. Pemusnahan dan Penarikan


Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan
perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela
oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada
Kepala BPOM.
Alur penarikan di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W.Z. Johannes
kupang dibagi menjadi 3, yaitu alur penarikan barang Expire Date, alur penarikan
obat di kotak Emergency dan alur penarikan barang oleh PBF/BPOM.

78
 Alur penarikan barang ED:

Apoteker penanggung jawab ruangan menarik semua barang ED


dari ruangan untuk dibawa ke penanggung jawab depo

Penanggung jawab depo melakukan invetarisir barang ED di buku

Penanggung jawab depo memberikan semua barang ED ke gudang

Penanggung jawab gudang menandatangani buku expire date gudang

Digudang barang ED disimpan didalam box Expire Date

 Alur penarikan obat di kotak emergency:

Setiap penanggung jawab (PJ) kotak emergency menarik


semua barang ED dari kotak emergency

Setiap PJ memberikan semua barang ED ke gudang

Penanggung jawab gudang menginventarisir di buku


Expire Date gudang

Gudang mengganti barang yang ED dengan barang yang


baru ke kotak emergency

Gudang menginput ke komputer untuk di transfer ke


ruangan

 Alur penarikan barang dari PBF/BPOM

BPOM atau PBF mengeluarkan surat daftar obat yang


ditarik dari peredaran

Depo dan Gudang Menarik semua barang yang ditarik sesuai


daftar obat yang dikeluarkan oleh BPOM atau PBF

Barang yang ditarik dikumpulkan digudang IFRS

Barang ditarik dari semua sistem rumah sakit


kemudian diretur ke PBF

79
Alur pemusnahan di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W.Z. Johannes kupang:
IFRS membuat perencanaan untuk pemusnahan (3 tahun sekali)

Surat prencanaan pemusnahan kemudian dimasukan ke bagian


perencanaan

Gudang membuat inventarisir semua barang yang akan di musnakan

Kepala IFRS membuat berita acara untuk diserahkan kedirektur

Direktur akan membentuk tim pemusnahan yang terdiri dari jajaran direksi,
instalasi farmasi dan sanitasi RS

Kepala instalasi kemudian berkoordinasi dengan Dinas Kota, BPOM, Dispenda,


kepolisian, kejaksaan untuk menentukan tempat, jadwal dan metode

Direktur bersurat ke gubernur untuk mengeluarkan SK penghapusan Kekayaan


Negara

Dilakukan pemusnahan barang

Berita acara ditandatangani oleh semua pihak yang menghadiri proses


pemusnahan

Laporan berita acara dijilid dan dikirim ke setiap pihak yang menghadiri proses
pemusnahan

Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit dalam hal penarikan dan


pemusnahan sudah sesuai dengan Peraturan Kementrian Kesehatan Nomor 72 Tahun
2016 Mengenai Standar Pelayan Kefarmasian di Rumah Sakit.

h. Pengendalian
Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit dalam hal pengendalian
sudah sesuai dengan Peraturan Kementrian Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016
Mengenai Standar Pelayan Kefarmasian di Rumah Sakit, meliputi pembuatan
laporan slow moving yang dibuat setiap 3 bulan sekali, stock opname (ketersediaan
barang meliputi fisik dengan kartu stok), pengendalian dengan menggunakan
pelabelan berwarna merah untuk barang ED dibawah 1 tahun, label berwarna kuning
untuk barang ED 1-2 tahun dan label berwarna hijau untuk barang ED diatas 2
tahun.
80
3. CENTRAL STERIL SUPPLY DEPARTMENT (CSSD)
Instalasi pusat sterilisasi adalah unit pelayanan non structural yang
berfungsi emberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai standard dan memenuhi
kebutuhan barang steril di rumah sakit. Instalasi Pusat Sterilisasi ditetapkan oleh
pimpinan rumah sakit. Kepala Instalsi Pusat Strilisasi dibantu oleh tenaga-tenaga
fuungsional dan atau non medis. Tujuan dari Instalasi Pusat Sterilisasi yaitu membantu
unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk mencegah terjadinya
infeksi, menurunkan angka kejadian infeksi dan membentu mencegah serta
menanggulangi infeksi nasokomial, efisiensi tenaga medis/ paramedis untuk kegiatan
yang berorientasi pada pelayanan terhadap pasien, serta menyediakan dan menjamin
kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan Ruang dekontaminasi.
1. Ruang lingkup CSSD
Terdapat 3 ruang lingkup di ruang CSSD yaitu:
 Area kotor
Area kotor adalah area tempat penerimaan barang-barang non steril dari
ruangan yang akan disterilisasi. Area kotor dalam ruang CSSD berfungsi sebagai
tempat penerimaan barang non steril dari ruangan-ruangan, pemilihan dan sortir,
perendaman, pembersihan (pencucian barang non steril), pembilasan dan
pengeringan (proses pembilasan basah dan proses pembilasan kering).

 Area bersih
Pada aera ini dilakukan pengemasan alat dan penyimpanan barang bersih dan
pengemesan untuk persiapan barang sterilisasi. Area bersih dalam ruang CSSD
berfungsi sebagai tempat penerimaan barang bersih, pengemesan (menggunakan
plastik poces yang didalamnya terdapat inidikator), proses labeling (digunakan
label khusus yang ditempel diluar plastik), proses penyusunan, uji mekanik, kimia
dan biologi (CSSD Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W. Z. Johannes lebih
sering menggunakan uji kimia).

 Area sterilisasi
Pada area ini dilakukan sterilisasi alat atau bahan. Area sterilisasi berfungsi
untuk sterilisasi barang bersih.

81
2. Jenis dan Macam-Macam Sterilisasi
 Sterilisasi Uap (Autoklaf Steam)
Uap membunuh mikroorganisme melalui denaturasi dan
koagulasi sel protein secara reversibel. Untuk menghasilkan
barang steril diperlukan pre-sterilisasi (dekontaminasi dan pembersihan yang
baik, pengemasan yang baik) dan pasca
sterilisasi (penyimpanan) perlu diperhatikan.

 Sterilisasi Panas Kering (Etilen Oksida)


Proses sterilisasi terjadi melalui mekanisme konduksi panas, dimana panas
akan diabsorpsi oleh permukaan luar dari alat yang
disterilkan lalu merambat ke bagian dalam permukaan sampai
akhirnya suhu sterilisasi tercapai. Sterilisasi panas kering biasa
untuk alat-alat atau bahan dimana steam tidak dapat berpenetrasi
secara mudah atau untuk peralatan yang terbuat dari kaca.
Pada sterilisasi panas kering pembunuhan mikroorganisme trjadi
melalui mekanisme oksidasi sampai terjadi koagulasi protein sel.
Sterilisasi ini memerlukan waktu yang lebih lama dengan suhu
yang lebih tinggi dan terjadi pada oven konveksi panas kering.

 Sterilisasi Suhu Rendah Uap Formaldehid (V20)


Gas ini membunuh mikroorganisme melalui mekanisme alkilasi. Formaldehid
telah lama digunakan untuk mendisinfeksi ruangan, lemari, maupun instrument-
instrumen, namun dalam keadaan
tunggal tidak dapat digunakan untuk sterilisasi alat rentan panas, khususnya
dengan lumen kecil, karena daya penetrasinya yang
lemah serta aktivitas sporsidalnya yang sangat lemah. Tapi bila
dikombinasikan dengan steam di bawah tekanan atmosfir, daya
penetrasinya meningkat sehingga sterilisasi dapat tercapai dengan
lebih cepat.

 Alat pelindung diri


Alat pelindung diri wajib di ruang CSSD, terdiri dari:

82
1. Topi
2. Goggle
3. Masker
4. Apron plastik
5. Sarung tangan
6. Sendal tertutup/sepatu boot

 Jenis-jenis indikator sterilisasi


1. Indikator mekanik
Indikator mekanik adalah bagian dari instrument mesin sterilisasi
seperti gauge, table, dan indikator suhu maupun tekanan yang
menunjukkan apakah alat sterilisasi bekerja dengan baik. Kegunaan
indikator mekanik untuk pengukuran temperature dan tekanan, yang
merupakan fungsi penting dari sistem monitoring sterilisasi.

2. Indikator kimia
Indikator kimia adalah indikator yang menandai terjadinya paparan
sterilisasi (misalnya uap panas atau gas etilen oksida) pada objek
yang disterilkan, dengan adanya perubahan warna.

3. Indikator biologi
Indikator biologi adalah sediaan berisi populasi mikroorganisme
spesifik dalam bentuk spora yang bersifat resisten terhadap beberapa
parameter yang terkontrol dan terukur dalam proses sterilisasi tertentu. Pinsip
kerjanya dengan mensterilkan sporran hidup mikroorganisme yang non
patogenik dan sangat resisten dalam jumlah tertentu. Bila selama poses
sterilisasi spora-spora tersebut terbunuh, maka dapat diasumsikan bahwa
mikroorganisme lainnya juga ikut terbunuh dan benda yang kita sterilkan bisa
disebut steril.

83
Di ruang CSSD jenis indikator yang sering digunakan adalah indikator kimia.
 Alur CSSD:
Proses pembilasan

Pembersihan dekontaminasi

Pengeringan

Inspeksi dan pengemasan

Memberi label

sterilisasi

Penyimpanan

Proses distribusi

Proses pembilasan di ruang CSSD dilakukan sebanyak dua kali, yaitu


pembilasan secara basah dan pembilasan kering. Pembilasan secara basah
menggunakan handuk basah dan pembilasan kering menggunakan kain dup. Setelah
dilakukan proses pembilasan, alat-alat yang telah dikeringkan diletakan dalam
keranjang kemudian dipindahkan ke area bersih. Dalam area bersih dilakukan
penerimaan barang bersih, pengemasan, labeling, penyusunan dan uji mekanik kimia
dan biologi. Pada proses pengemasan barang bersih dimasukan dalam plastik poces
yang telah terdapat kertas indikator didalamnya. Pada proses pelabeling digunakan
label khusus yang ditempel diluar plastik poces. Setelah diberi pelabelan, dilakukan
proses wrapping. Setelah proses wripping dilakukan, kemudian dilakukan penyusunan
pada rak besi untuk di lakukan proses sterilsasi dalam autoklaf steam.

84
 Proses sterilisasi di ruangan CSSD:
Cuci tangan

Memakai Alat Pelindung Diri (APD)

Menyusun alat/set pada keranjang chamber

Mengecek persediaan air

Hidupkan mesin, biarkan hingga mencapai suhu 275℃

Dilakukan tes Badwick, jika layak maka dilakukan proses sterilisasi

Masukan alat dalam mesin sterilisasi

Proses sesuai petunjuk penggunaan alat (steam)

Selesai proses sterilisasi buka pintu chamber ±8cm, biarkan 10-20 menit

Keluarkan alat, biarkan diatas keranjang ±10 − 20 menit

Lakukan penyimpanan pada rak sesuai jenis alat/set dan bahan steril

C. ASPEK PELAYANAN KEFARMASIAN


A. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila
ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep.
Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun
rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;

b. nama, nomor ijin praktek, alamat dan paraf dokter;

c. tanggal Resep; dan

d. ruangan/unit asal Resep.

85
Persyaratan farmasetik meliputi:

a. nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan;

b. dosis dan Jumlah Obat;


c. stabilitas; dan
d. aturan dan cara penggunaan.

Persyaratan klinis meliputi:


a. ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;

b. duplikasi pengobatan;

c. alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);

d. kontraindikasi; dan

e. interaksi Obat.

Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan


Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan
Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat
(medication error).
1. Pengkajian resep di RSUD W.Z. Yohanes Kupang

Pengkajian resep yang dilakukan di RSUD W.Z. Yohanes Kupang baik untuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan meliputi persyaratan administrasi, persyaratan
farmasetik, dan persyaratan klinis.

Persyaratan administrasi meliputi:

a nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;

b nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;

c tanggal Resep; dan

d ruangan/unit asal Resep.

Persyaratan farmasetik meliputi:

a nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan;

86
b dosis dan Jumlah Obat;
c stabilitas; dan
d aturan dan cara penggunaan.

Persyaratan klinis meliputi:


a. ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;
b. duplikasi pengobatan;
c. alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
d. kontraindikasi; dan
e. interaksi Obat.

Pengkajian resep untuk pasien rawat inap di RSUD W.Z. Yohanes Kupang
dapat dilihat pada Kartu Instruksi Obat (KIO) sedangkan untuk pasien rawat jalan
dapat dilihat pada resep. Aspek pelayanan kefarmasian mengenai pengkajian resep
di RSUD W.Z. Yohanes Kupang sudah sesuai dengan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit berdasarkan permenkes no 72 tahun 2016.

2. Pelayanan Resep di RSUD W.Z. Yohanes Kupang

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pengkajian, pemeriksaan ketersediaan,


penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai termasuk
peracikan obat, pemeriksaan kembali obat/Alat Medis Habis Pakai (AMHP) dan
pemberian informasi.

a. Alur pelayanan resep pasien rawat inap di RSUD W.Z. Yohanes Kupang

Dokter memberikan instruksi


pengobatan

B Apoteker ruangan / perawat ruangan menulis


instruksi pengobatan dalam KIO

Apoteker mengkaji kelengkapan resep

87
KIO dibawa ke masing-masing
depo oleh apoteker penanggung
jawab atau perawat

Obat dan AMHP yang tertulis pada


KIO dientri kedalam Sistem
Informasi Manajemen (SIM)

Menyiapkan obat sesuai dengan


permintaan resep/KIO dengan
sistem UDD, ODD, individual
prescription

Obat yang telah di siapkan di


periksa kembali lalu dipacking dan
di antar ke ruangan

Setelah di ruangan obat dan AMHP


di simpan di rak obat berdasarkan
nama pasien

Metode UDD
Unit Dose Dispensing (UDD) merupakan pendistribusian Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam
unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit
dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.
Di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang, menggunakan sistem UDD untuk
pasien rawat inap. Sistem UDD dilakukan di depo flos ( Ruang Kenanga, Mawar,
Nicu, Flamboyan, Sasando, dan Edelweis), depo rhizoma (Ruang Kelimutu, Asoka,
Cempaka, Cendana, Komodo, Anggrek, ICU, ICCU, Bougenvile) dan depo fructus
88
(Ruang Teratai dan Paviliun). Sistem UDD ini ditandai dengan perbedaan warna
etiket, yaitu: warna kuning untuk pagi, warna merah mudah untuk siang, warna hijau
untuk sore dan warna putih untuk malam.
Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien
rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat
diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock
atau Resep individu yang mencapai 18%.
Alur pelayanan resep rawat inap dengan metode UDD

Dokter memberikan instruksi pengobatan dan memasukkan kedalam KIO

Apoteker mengkaji kelengkapan resep

KIO dibawa ke masing-masing depo oleh apoteker penanggung jawab atau perawat

Obat dan BMHP yang tertulis pada KIO dientri kedalam Sistem Informasi Manajemen (SIM)

Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep/KIO dengan sistem UDD.

Obat yang telah di siapkan di periksa kembali lalu dipacking dan di antar ke ruangan

Setelah di ruangan obat dan BMHP di simpan di rak obat berdasarkan nama pasien

Metode ODD
One Daily Dose (ODD) merupakan pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis
tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu hari dosis/pasien (24 jam). Sistem unit
dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap dan juga untuk pasien pulang. Etiket
yang digunakan adalah etiket putih.

89
Alur pelayanan resep rawat inap dengan metode ODD

Dokter memberikan instruksi pengobatan dan memasukkan kedalam KIO

Apoteker mengkaji kelengkapan resep

KIO dibawa ke masing-masing depo oleh apoteker penanggung jawab atau perawat

Obat dan BMHP yang tertulis pada KIO dientri kedalam Sistem Informasi Manajemen (SIM)

Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep/KIO dengan sistem ODD.

Obat yang telah di siapkan di periksa kembali lalu dipacking dan di antar ke ruangan

Setelah di ruangan obat dan BMHP di simpan di rak obat berdasarkan nama pasien

b. Alur pelayanan resep pasien rawat jalan di RSUD W.Z. Yohanes Kupang

Pasien datang membawa resep

Apoteker melakukan pengkajian resep/ skrining


resep

Obat dan AMHP yang tertulis pada resep dientri kedalam


Sistem Informasi Manajemen (SIM)

Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep dengan sistem individual


prescription

Obat yang telah disiapkan ditulis etiket untuk obat oral atau obat luar

Kemudian obat diserahkan ke pasien dengan


Pemberian Informasi Obat (PIO)

90
3. Rekonsiliasi Obat

Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi penggunaan obat


dengan obat yang diperoleh pasien. Proses ini dapat menjadi salah satu tahap untuk
mencegah adanya medication error seperti adanya obat yang tidak diberikan, dosis obat
yang tidak sesuai, duplikasi obat, interaksi antar obat ataupun kontraindikasi obat.
Kegiatan rekonsiliasi obat di Instalasi Farmasi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang
dilakukan 3 kali yaitu pada saat pasien masuk Rumah Sakit, pada saat pasien pindah
ruangan dan pada saat pasien pulang. Rekonsiliasi obat yang ada di Instalasi Farmasi
RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang di tulis di lembar rekonsiliasi obat yang mana
dalam lembar rekonsiliasi tersebut mencakup nama obat, dosis, frekuensi, aturan pakai,
cara pemberian, perubahan aturan pakai dan tindak lanjut. Tindak lanjut dalam lembar
rekonsiliasi obat terdiri dari 3 yaitu, aturan pakai sama, aturan pakai berubah, dan stop.

4. Pelayanan informasi obat dan konseling

1. Pelayanan informasi obat (PIO)


Pelayanan imformasi obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini
dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat,
profesi kesehatan lainnya serta pasien atau keluarga pasien dan pihak lain di luar
rumah sakit. Pelayanan informasi obat dilakukan secara satu arah. Pelayanan
informasi obat di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang diisi dalam lembar PIO.
Metode jawaban pada PIO bisa dilakukan secara lisan, tertulis dan melalui telepon.
PIO dibagi atas 2 yaitu secara aktif dan pasif. PIO aktif dilakukan secara langsung
dengan orang, baik pasien maupun tenaga medis sedangkan PIO pasif dilakukan
secara tidak langsung yaitu bisa melalui lefleat dan poster.

2. Konseling
Konseling obat merupakan suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait
terapi obat dari apoteker (Konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling
dilakukan untuk pasien yang menggunakan banyak obat (Polifarmasi) dan pasien
yang menggunakan obat tertentu. Tujuan akhri dari dilakukannya konseling adalah
diharapkannya meningkatkan kepatuhan dan derajat hidup dari pasien. Konseling
untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat

91
dilakukan atas inisiatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya.
Kegiatan dalam konseling obat meliputi:
 Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
 Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui
Three Prime Questions (Apa yang telah dokter katakan tentang obat anda, Apa
yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat ini, dan Bagaimana
penjelasan dokter tentang cara minum obat ini).
 Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
 Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan
obat
 Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien
 Dokumentasi

5. Penelusuran riwayat penggunaan obat

Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan


informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan Obat pasien.

Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat:


a. Membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam medik/pencatatan
penggunaan Obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan Obat;
b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan;
c. Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD);
d. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat;
e. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat;
f. Melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan;
g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang digunakan;
h. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat;
i. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat;

92
j. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu kepatuhan
minum Obat (concordance aids);
k. Mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan
dokter; dan
l. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang
mungkin digunakan oleh pasien.

Kegiatan:
a. Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya; dan
b. Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat pasien.

Informasi yang harus didapatkan:


a. Nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi
penggunaan, indikasi dan lama penggunaan Obat;
b. Reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan
c. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat yang tersisa).

Penelusuran riwayat penggunaan obat yang dilakukan di RSUD W.Z. Yohanes


Kupang dimulai dengan membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam
medik untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan obat. Kemudian dilakukan
wawancara/identifikasi terhadap pasien yang baru masuk ruangan berupa keluhan
utama pasien, riwayat penyakit saat ini, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat
pengobatan dan alergi. Kemudian apoteker mengidentifikasi masalah medis/diagnosa,
masalah farmasi, riwayat kesehatan, riwayat keluarga, gaya hidup dan kepatuhan pasien
dalam menggunakan obat yang dimasukan dalam lembar assesment. Aspek pelayanan
kefarmasian mengenai penelusuran riwayat penggunaan obat di RSUD W.Z. Yohanes
Kupang sudah sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
berdasarkan permenkes no 72 tahun 2016.

6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO

93
adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki (ROTD).

Kegiatan dalam PTO meliputi:


a Pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi, Reaksi
Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);

b Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat; dan

c Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.

Tahapan PTO:
a Pengumpulan data pasien;

b Identifikasi masalah terkait Obat;

c Rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat;

d Pemantauan; dan

e Tindak lanjut.

Faktor yang harus diperhatikan:


a Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini dan
terpercaya (Evidence Best Medicine);

b Kerahasiaan informasi; dan

c Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).

Pemantauan Terapi Obat (PTO) yang dilakukan di RSUD W.Z. Yohanes Kupang
dilakukan setiap hari oleh apoteker di ruangan yaitu dengan melihat masalah terkait
keluhan, hasil laboratorium, Tanda-Tanda Vital (TTV) dan obat-obatan yang didapat.
Jika terdapat masalah terkait obat dicatat di Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
(CPTT) dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective, Assesment,
Planning).
Metode SOAP adalah metode yang digunakan untuk mengetahui data yang berupa
keluhan pasien yang diperoleh selama visite baik visite mandiri (Apoteker) maupun
visite bersama (Dokter Penanggung Jawab Pasien, Apoteker, Perawat dan Ahli Gizi).
Metode SOAP meliputi :

94
 Subjective (S) : Merupakan ciri-ciri data yang bersifat tidak dapat diukur dengan
pasti dengan presepsi masing-masing orang. Misalnya, mengalami keluhan seperti
sesak nafas, demam, dan nyeri.
 Objective (O) : Merupakan ciri-ciri data yang bersifat dapat diukur dari hasil
pengamatan melalui pemeriksaan fisik. Misalnya, data-data laboratorium, Tanda-
tanda Vital (TTV).
 Assesment (A) : Merupakan analisis yang berkaitan dengan masalah-masalah
farmasi yaitu Drug Releated Problems (DRP). Drug Releated Problems (DRP)
merupakan kejadian yang tidak diharapkan dari pengalaman pasien akibat atau
diduga akibat terapi obat sehingga kenyataannya potensial mengganggu
keberhasilan penyembuhan yang diharapkan.

Berdasarkan kejadian, DRP dibagi menjadi 2 yaitu;


1. DRP Potensial adalah masalah yang diperkirakan akan terjadi yang berkaitan
dengan terapi obat yang sedang digunakan oleh pasien.
2. DRP Aktual adalah masalah yang sedang terjadi berkaitan dengan terapi obat
yang sedang diberikan pada pasien.
Berdasarkan penyebabnya, DRP dibagi menjadi 8 yaitu :
P1. Pemilihan Obat
P1.1 Pemilihan obat tidak tepat.
P1.2 Tidak ada indikasi penggunaan obat.
P1.3 Kombinasi obat/obat makanan tidak tepat.
P1.4 Duplikasi kelompok terapi/bahan aktif tidak tepat.
P1.5 Ada indikasi tapi obat tidak diresepkan.
P1.6 banyak obat (kelompok terapi berbeda) diresepkan untuk indikasi yang
sama.
P1.7 Tersedia obat yang hemat biaya.
P1.8 Kebutuhan obat yang bersifat sinergi/prefentif tidak diresepkan.
P1.9 Ada indikasi baru dan obat belum diresepkan.

P2. Pemilihan Bentuk Sediaan


P2.1 Pemilihan bentuk sediaan tidak tepat.

95
P3. Pemilihan Dosis
P3.1 Dosis obat terlalu rendah.
P3.2 Dosis obat terlalu tinggi.
P3.3 Pengaturan dosis kurang sering.
P3.4 Pengaturan dosis terlalu sering,
P3.5 Tidak dilakukan pemantuan obat dalam darah (PKOD).
P3.6 Masalah terkait farmakokinetik obat yang memelurkan penyesuaian dosis.
P3.7 Perburukan/perbaikan kondisi sakit yang memerlukan penyesuaian dosis.

P4. Penentuan Lama Pemngobatan


P4.1 Lama pengobatan terlalu pendek.
P4.2 Lama pengobatan terlalu panjang.

P5. Proses Penggunaan Obat


P5.1 Waktu penggunaan obat/interfal pemberian dosis tidak tepat.
P5.2 Menggunakan obat lebih sedikit dari pedoman pengobatan
(underuset)/pemberian obat lebih jarang dari aturan penggunaan
(underadministeret)
P5.3 Menggunakan obat berlebih (overused)/pemberian melebihi dari aturan
penggunaan (overadministeret).

P6. Logistik (Kefarmasiaan)


P6.1 Obat diresepkan tidak tersedia
P6.2 Kesalahan peresepan (dalam hal menulis resep)
P6.3 Kesalahan peracikan obat (dispensing obat).

P7. Pasien
P7.1 Pasien lupa minum obat
P7.2 Pasien menggunakan obat yang tidak diperlukan
P7.3 Pasien makan makanan yang berinteraksi dengan obat
P7.4 Penyimpanan obat oleh pasien yang tidak tepat.

P8. Interaksi
P8.1 Obat-obat
96
P8.2 Obat-makanan
P8.3 Obat-obat tradisional.

Jika terjadi DRP maka apoteker yang bertanggung jawab akan mengisi pada
lembar assesment DRP yang berisi No.RM, Tipe DRP, jenis DRP, Penyebab DRP,
intervensi dan hasil intervensi.
 Planning (P): Merupakan saran yang diberikan apoteker terkait terapi obat kepada
Dokter penanggung jawab pasien (DPJP). Yang ditulis dengan bahasa yang sopan
disertakan dengan literatur agar DPJP dapat mempertimbangkan saran dari apoteker.

Aspek pelayanan kefarmasian mengenai pemantauan terapi obat di RSUD W.Z.


Yohanes Kupang sudah sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
berdasarkan permenkes no 72 tahun 2016.

7. Monitoring Efek Samping Obat

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap


respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping
Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.

MESO bertujuan:
a Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal, frekuensinya jarang;

b Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja
ditemukan;

c Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi angka


kejadian dan hebatnya ESO;

d Meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang idak dikehendaki; dan

e Mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki.

Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:


a Mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ESO);

97
b Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami
ESO;

c Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo;

d Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Komite/Tim Farmasi dan


Terapi;

e Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.

8. Dispensing Sediaan Steril (Sitostatika)

Dispensing sediaan steril meliputi pencampuran obat suntik, penyiapan nutrisi


parenteral, penanganan sediaan sitotoksik dan pengemasan ulang sediaan steril yang
tidak stabil. Di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang, dispensing sediaan steril yang
dilakukan hanya dispensing sediaan sitotoksik (sitostatika).
Jadwal pencampuran obat sitostatika di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
adalah 3 kali dalam seminggu yaitu pada hari selasa, kamis, dan jumat. Namun tidak
menutup kemungkinan adanya pencampuran obat di luar jadwal, tergantung kestabilan
obat dalam pelarutnya.
Alur pelayanan kemoterapi di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang:

a. Pasien datang membawa resep beserta surat jaminan, protokol terapi, dan hasil
laboraturium secara keseluruhan.
b. Apoteker yang menerima resep akan melakukan skrining dan perhitungan dosis obat
kemoterapi menggunakan rumus Luas Permukaan Tubuh (LPT), yaitu:

TB x BB
LPT = √
3600

Keterangan:
LPT = Luas Permukaan Tubuh
TB = Tinggi Badan
BB = Berat Badan

c. Apoteker yang mencampur obat kemoterapi harus menggunakan alat pelindung diri
yang meliputi: nursecap, sarung tangan lapis 3 (1 handscoon nonsteril, dan 2
handscoon steril), masker lapis 3 (2 masker karet, dan 1 masker N95), gaun, kaca
mata (google), dan sepatu (boot).

98
d. Apoteker mencampur obat di atas underpad untuk mencegah rembesan, agar area
kerja BSC (Biological Safety Cabinet) tetap bersih.
1) Dalam pencampuran harus diperhatikan pelarut dan volume pelarut (biasanya
tergantung dalam protokol terapi), kestabilan obat dalam infus juga harus
diperhatikan.
2) Alat-alat yang digunakan adalah :
 Ecoflac
 Syringe
 Needle 18 G
 Mini spike
 Parafilm
 Plastik hitam kedap cahaya

3) Obat yang selesai dicampur diletakkan di dalam ruang antara obat (transfer
box) yang kemudian akan diambil oleh TTK (di luar ruang pencampuran).
4) Obat yang telah dicampur dimasukkan ke dalam polibag agar terlindung dari
cahaya, kemudian diberikan etiket, yang berisi: tanggal pencampuran, nama
pasien, nama obat, dosis obat, dan pelarut yang digunakan.
5) Selanjutnya obat diantar ke ruang rawat inap dan poli ongkologi.

99
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Direktur RS No. 898/PER/RS/2014 Tentang Panduan Instalasi Sterilisasi Pusat


(CSSD) Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi
dan Perizinan Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.56/MENLHK-SETJEN/2015 Tentang Tata Cara Persyaratan Teknis Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

100

Anda mungkin juga menyukai