Anda di halaman 1dari 18

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Rumah Sakit


Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah
bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah
sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat
penelitian medik.
Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,
yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
dan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
B. Tugas dan Fungsi
Berikut merupakan tugas sekaligus fungsi dari rumah sakit, yaitu :
 Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis,
 Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang medis
tambahan,
 Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman,
 Melaksanakan pelayanan medis khusus,
 Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan,
 Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi,
 Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial,
 Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan,
 Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal
(observasi),
 Melaksanakan pelayanan rawat inap,
 Melaksanakan pelayanan administratif,
 Melaksanakan pendidikan para medis,
 Membantu pendidikan tenaga medis umum,
 Membantu pendidikan tenaga medis spesialis,
 Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan,
 Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi,
Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit,
fungsi rumah sakit adalah :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan seuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan.
Tugas dan fungsi ini berhubungan dengan kelas dan type rumah sakit yang
di Indonesia terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, kelas a,
b, c, d. berbentuk badan dan sebagai unit pelaksana teknis daerah. perubahan
kelas rumah sakit dapat saja terjadi sehubungan dengan turunnya kinerja
rumah sakit yang ditetapkan oleh menteri kesehatan indonesia melalui
keputusan dirjen yan medik.
C. Jenis-jenis rumah sakit
1. Rumah sakit umum
Melayani hampir seluruh penyakit umum, dan biasanya memiliki
institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (ruang gawat darurat) untuk
mengatasi bahaya dalam waktu secepatnya dan memberikan pertolongan
pertama.Rumah sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah
ditemui di suatu negara, dengan kapasitas rawat inap sangat besar untuk
perawatan intensif ataupun jangka panjang. Rumah sakit jenis ini juga
dilengkapi dengan fasilitas bedah, bedah plastik, ruang bersalin,
laboratorium, dan sebagainya.Tetapi kelengkapan fasilitas ini bisa saja
bervariasi sesuai kemampuan penyelenggaranya.Rumah sakit yang sangat
besar sering disebut Medical Center (pusat kesehatan), biasanya melayani
seluruh pengobatan modern.
Sebagian besar rumah sakit di Indonesia juga membuka pelayanan
kesehatan tanpa menginap (rawat jalan) bagi masyarakat umum
(klinik).Biasanya terdapat beberapa klinik/poliklinik di dalam suatu
rumah sakit.
2. Rumah sakit terspesialisasi
Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit
manula, atau rumah sakit yang melayani kepentingan khusus seperti
psychiatric (psychiatric hospital), penyakit pernapasan, dan lain-
lain.Rumah sakit ini bisa terdiri atas gabungan atau pun hanya satu
bangunan.
3. Rumah sakit penelitian/pendidikan
Rumah sakit penelitian/pendidikan adalah rumah sakit umum yang
terkait dengan kegiatan penelitian dan pendidikan di fakultas kedokteran
pada suatu universitas/lembaga pendidikan tinggi.Biasanya rumah sakit
ini dipakai untuk pelatihan dokter-dokter muda, uji coba berbagai macam
obat baru atau teknik pengobatan baru.Rumah sakit ini diselenggarakan
oleh pihak universitas/perguruan tinggi sebagai salah satu wujud
pengabdian masyararakat / Tri Dharma perguruan tinggi.
4. Rumah sakit lembaga/perusahaan
Rumah sakit yang didirikan oleh suatu lembaga/perusahaan untuk
melayani pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga
tersebut/karyawan perusahaan tersebut.Alasan pendirian bisa karena
penyakit yang berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut (misalnya
rumah sakit militer, lapangan udara), bentuk jaminan sosial/pengobatan
gratis bagi karyawan, atau karena letak/lokasi perusahaan yang
terpencil/jauh dari rumah sakit umum.Biasanya rumah sakit
lembaga/perusahaan di Indonesia juga menerima pasien umum dan
menyediakan ruang gawat darurat untuk masyarakat umum.
5. Klinik
Fasilitas medis yang lebih kecil yang hanya melayani keluhan
tertentu.Biasanya dijalankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau
dokter-dokter yang ingin menjalankan praktek pribadi.Klinik biasanya
hanya menerima rawat jalan.Bentuknya bisa pula berupa kumpulan klinik
yang disebut poliklinik.
Sebuah klinik (atau rawat jalan klinik atau klinik perawatan rawat
jalan) adalah fasilitas perawatan kesehatan yang dikhususkan untuk
perawatan pasien rawat jalan. Klinik dapat dioperasikan, dikelola dan
didanai secara pribadi atau publik, dan biasanya meliputi perawatan
kesehatan primer kebutuhan populasi di masyarakat lokal, berbeda
dengan rumah sakit yang lebih besar yang menawarkan perawatan khusus
dan melayani pasien rawat inap.
D. Tipe rumah sakit
Azwar (1996) menyatakan bahwa rumah sakit di Indonesia jika ditinjau dari
kemampuan yang dimiliki dibedakan menjadi lima macam, yaitu:
1. Rumah sakit tipe A
Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis secara luas. Rumah sakit
kelas A  ditetapkan sebagai tempat pelayanan rumah sakit rujukan
tertinggi (top referral hospital) atau rumah sakit pusat.
2. Rumah sakit tipe B
Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis luas dan subspesialis terbatas. Rumah
sakit kelas B didirikan di setiap ibukoata propinsi (propincial hospital)
yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah
sakit pendidikan yang tidak termasuk kelas A juga diklasifikasikan
sebagai rumah sakit kelas B.
3. Rumah sakit tipe C
Rumah sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis terbatas, yaitu pelayanan penyakit dalam,
pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak dan pelayanan kebidanan dan
kandungan. Rumah sakit kelas C akan didirikan di setiap ibukota
kabupaten (regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari
puskesmas.
4. Rumah sakit tipe D
Rumah sakit kelas D adalah rumah sakit ynag bersifat transisi karena
pada satu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. 
Kemampuan rumah sakit kelas D hanya memberikan pelayanan
kedokteran umum dan kedokteran gigi. Rumah sakit kelas D  juga
menampung pelayanan rujukan yang berasal dari puskemas.
5. Rumah sakit Tipe E
Rumah sakit kelas E adalah rumah sakit khusus (spesial hospital) yang
menyelenggarakan  satu macam pelayanan kedokteran saja, misalnya
rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit kanker, rumah sakit
jantung, rumah sakit ibu dan anak, rumah sakit gigi dan mulut dan lain
sebagainya.
E. Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Law)
Dalam rangka melindungi penyelenggaraan rumah sakit, tenaga
kesehatan dan melindungi pasien maka rumah sakit perlu mempunyai
peraturan internal rumah sakit yang biasa disebut hospital by laws. Peraturan
tersebut meliputi aturan-aturan berkaitan dengan pelayanan kesehatan,
ketenagaan, administrasi dan manajemen. Bentuk peraturan internal rumah
sakit (HBL) yang merupakan materi muatan pengaturan dapat meliputi antara
lain: Tata tertib rawat inap pasien, identitas pasien, hak dan kewajiban pasien,
dokter dan rumah sakit, informed consent, rekam medik, visum et repertum,
wajib simpan rahasia kedokteran, komete medik, panitia etik kedokteran,
panitia etika rumah sakit, hak akses dokter terhadap fasilitas rumah sakit,
persyaratan kerja, jaminan keselamatan dan kesehatan, kontrak kerja dengan
tenaga kesehatan dan rekanan.
Bentuk dari Hospital by laws dapat merupakan Peraturan Rumah
Sakit, Standar Operating Procedure (SOP), Surat Keputusan, Surat Penugasan,
Pengumuman, Pemberitahuan dan Perjanjian (MOU). Peraturan internal
rumah sakit (HBL) antara rumah sakit satu dengan yang lainnya tidak harus
sama materi muatannya, hal tersebut tergantung pada: sejarahnya,
pendiriannya, kepemilikannya, situasi dan kondisi yang ada pada rumah sakit
tersebut. Namun demikian peraturan internal rumah sakit tidak boleh
bertentangan dengan peraturan diatasnya seperti Keputusan Menteri,
Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Undang-undang. Dalam
bidang kesehatan pengaturan tersebut harus selaras dengan Undang-undang
nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan peraturan pelaksanaannya.

F. Macam-Macam Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial

A. Agen yang menginfeksi

Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada 3, yaitu :

1. Karakteristik mikroorganisme

2. Resistensi terhadap zat-zat antibiotika

3. Tingkat virulensi dan banyaknya materi infeksius

B. Faktor Alat

Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Diruang

penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus.

Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis

dan kimiawi. Penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan :

1. Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan.


2. Pergunakan jarum steril.

3. Penggunaan alat suntik yang disposable.

(JPHIEGO, 2004)

Mencuci Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi dan

Tangan benda terkontaminasi, segera setelah melepas

sarung tangan, sebelum dan setelah memeriksa

pasien satu ke pasien lain.

Sarung Tangan Untuk kontak : darah, cairan tubuh, sekresi, bahan

terkontaminasi, untuk kontak membrane mukosa

dan kulit tidak utuh (koyak, terkelupas).

Masker, Melindungi membran mukosa mata, hidung dan

kacamata, mulut ketika terjadi kontak dengan darah dan

pelindung cairan tubuh.

wajah

Gaun Operasi Melindungi kulit dari percikan darah dan cairan

tubuh lain, mencegah agar pakaian tidak

terkontaminasi darah maupun cairan tubuh selama

melakukan tindakan.
Kain linen Tangani linen yang telah terkontaminasi

sedemikian rupa agar tidak menyentuh kulit atau

membran mukosa, jangan melakukan pembilasan

awal untuk kain linen yang telah terkontaminasi.

Peralatan Tangani alat yang telah terkontaminasi sedemikian

perawatan rupa sehingga tidak menyentuh kulit atau membran

pasien mukosa dan untuk mencegah agar baju maupun

lingkungan tidak terkontaminasi, bersihkan

peralatan pakai ulang sebelum digunakan kembali.

Membersihkan Perawatan rutin, membersihkan dan desinfeksi

lingkungan perlengkapan dan perabotan di ruang asuhan

pasien.

Benda-benda Jangan memasang kembali tutup jarum suntik yang

tajam telah digunakan, jangan melepas jarum dari alat

suntik/semprit sekali pakai, jangan

membengkokkan dan mematahkan jarum bekas

pakai dengan tangan, letakkan benda tajam yang

telah digunakan ke dalam wadah anti tusukan.

Resusitasi Gunakan pelindung mulut, kantung resusitasi atau

pasien alat pernafasan lainnya untuk menghindari

pemberian resusitasi dari mulut ke mulut.


Penempatan Tempatkan pasien yang dapat mengkontaminasi

pasien lingkungan maupun yang tidak terjamin

kebersihannya pada ruang khusus/terpisah.

(Sumber: JPHIEGO, 2004)

G. Barier Protektif

Membuat barrier atau halangan fisik, mekanik atau kimiawi di antara

mikroorganisme dan individu, merupakan upaya efektif untuk mencegah

transmisi penyakit. Transmisi dapat terjadi di antara satu individu dengan

individu yang lain : instrument, perlengkapan dan permukaan atau benda-

benda di sekitar tempat kerja dengan manusia.

Barier protektif dalam mencegah infeksi adalah :

a. Cuci Tangan

Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting

dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi (Potter & Perry, 2005).

Tujuan mencuci tangan adalah untuk mengurangi jumlah mikroba total

pada saat itu.

Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari

permukaan dengan gesekan mekanis dan pencucian dengan sabun atau

detergen. Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum dan

sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung

tangan atau alat pelindung lain untuk menghilangkan atau mengurangi


mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran penyakit

dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus

dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak

dapat digantikan oleh pemakaian sarung tangan.

Cuci tangan dengan sabun selama 15-30 detik, kemudian bilas

di bawah air mengalir. Karena mikroorganisme cepat tumbuh pada

daerah lembab dan air yang tergenang atau air tampungan.

Karena mikroorganisme cepat tumbuh pada daerah lembab dan air

yang tergenang atau air tampungan, maka :

Cuci Tangan 7 langkah :

1. Letakkan telapak dengan telapak

2. Telapak tangan diatas punggung tangan kiri dan telapak kiri diatas

punggung tangan kanan.

3. Telapak dengan telapak dan jari saling terkait.

4. Letakkan punggung jari pada telapak satunya dengan jari saling

mengunci.

5. Jempol kanan digosok memutar oleh telapak kiri dan sebaliknya.

6. Jari kiri menguncup, gosok, memutar, ke kanan dan ke kiri pada

telapak kanan dan sebaliknya.

7. Pegang pergelangan tangan kiri dengan tangan kanan dan

sebaliknya, gerakan memutar.


Cara ini adalah suatu cara yang direkomendasikan sebagai teknik

yang efektif dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir,

dan setiap langkah butuh beberapa detik (5x gerakan) (JPHIEGO,

2004)

b. Sarana Cuci Tangan

Sarana cuci tangan adalah ketersediaan air mengalir dengan

saluran pembuangan atau bak penampungan yang memadai. Dengan

guyuran air mengalir tersebut diharapkan mikroorganisme akan

terlepas ditambah gesekan mekanis atau kimiawi saat mencuci tangan

mikroorganisme akan terhalau dan tidak menempel lagi di permukaan

kulit. Air mengalir tersebut dapat berupa kran atau dengan cara

mengguyur dengan gayung.

Larutan antiseptic atau anti mikroba topical yang dipakai pada

kulit atau jaringan hidup lain menghambat aktifitas atau membunuh

mikroorganisme pada kulit. Kulit manusia tidak dapat disterilkan.

Tujuan yang ingin dicapai adalah penurunan jumlah mikroorganisme

pada kulit secara maksimal terutama pada kuman transien (JPHIEGO,

2004).
H. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput

lendir petugas dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, secret atau

eksreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Jenis alat pelindung :

a. Sarung Tangan

Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak

dengan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak

utuh, selaput lendir pasien dan benda yang terkontaminasi. Sarung tangan

harus selalu dipakai oleh setiap petugas sebelum kontak dengan darah atau

semua jenis cairan tubuh (JPHIEGO, 2004).

b. Pelindung Wajah (Masker)

Pemakaian pelindung wajah ini dimaksudkan untuk melindungi selaput

lendir hidung, mulut selama melakukan perawatan pasien yang

memungkinkan terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain.

Masker tanpa kacamata hanya digunakan pada saat tertentu misalnya

merawat pasien tuberculosa terbuka tanpa luka bagian kulit atau

pendarahan. Masker kacamata dan pelindung wajah secara bersamaan

digunakan petugas yang melaksanakan atau membantu melaksanakan

tindakan beresiko tinggi terpajan lama oleh darah dan cairan tubuh lainnya
antara lain pembersihan luka, membalut luka, mengganti kateter atau

dekontaminasi alat bekas pakai. (Potter & Perry, 2005).

c. Gaun Pelindung

Gaun pelindung merupakan salah satu jenis pakaian kerja, jenis bahan

sedapat mungkin tidak tembus cairan. Tujuan pemakaian gaun pelindung

adalah untuk melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau

percikan darah atau cairan tubuh lain.

Cara menggunakan gaun pelindung sebagai berikut :

1. Hanya bagian luar saja yang terkontaminasi, karena tujuan pemakaian

gaun untuk melindungi pemakaian dari infeksi.

2. Gaun dapat dipakai sendiri oleh pemakai atau dipakaikan oleh orang

lain. (Anita, D, A, 2004)

I. Pengelolaan Alat-alat Kesehatan

Pengelolaan alat kesehatan bertujuan untuk mencegah penyebaran

infeksi melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat tersebut dalam

kondisi steril dan siap pakai. Menurut (Anshar B S, 2013), yaitu :


a. Dekontaminasi

Dekontaminasi adalah upaya mengurangi dan atau menghilangkan

kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan

ruang melalui disinfeksi dan sterilisasi dengan cara fisik dan kimiawi.

b. Pencucian Alat

Pencucian alat adalah sebuah cara yang efektif untuk menghilangkan

sebagian besar mikroorganisme pada peralatan atau instrument yang

kotor atau sudah digunakan.

c. Desinfeksi dan Sterilisasi

Desinfeksi merupakan proses Membunuh kuman menggunakan agen

pembersih, untuk mengurangi jumlah mikroorganisme (seperti bakteri)

di tempat mana pun. Hal ini merupakan bagian utama untuk menjaga

lingkungan tetap higienis dan bersih, yang sangat penting dalam

mencegah penyebaran kuman.

J. Pengelolaan Benda Tajam

Benda tajam sangat beresiko menyebabkan perlukaan sehingga

meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan

infeksi HIV, hepatitis B dan C di sarana pelayanan kesehatam, sebagian besar

disebabkan kecelakaan yang dapat dicegah yaitu tertusuk jarum suntik dan

perlukaan alat tajam lainnya.


Untuk menjamin ketaatan prosedur tersebut maka perlu menyediakan

alat limbah tajam atau tempat pembuangan alat tajam di setiap ruangan,

misalnya pada ruang tindakan atau perawatan yang mudah dijangkau oleh

petugas. Seperti prosedur pengelolaan alat kesehatan lainnya maka petugas

harus selalu mengenakan sarung tangan tebal, misalkan saat mencuci alat dan

alat tajam.

K. Pengelolaan Limbah

Limbah dari sarana kesehatan secara umum dibedakan atas :

1. Limbah rumah tangga atau limbah non medis, yaitu limbah yang tidak

kondak dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai resiko

rendah, yakni sampah-sampah yang dihasilkan dari kegiatan ruang tunggu

pasien, administrasi.

2. Limbah medis bagian dari sampah rumah sakit yang berasal dari bahan

yang mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut

sebagai limbah beresiko tinggu. Beberapa limbah medis dapat berupa :

limbah klinis, limbah laboratorium, darah atau cairan tubuh yang lainnya,

material yang mengandung darah seperti perban, kasa dan benda-benda

dari kamar bedah, sampah organic, misalnya potongan tubuh, plasenta,

benda-benda tajam bekas pakai misalnya jarum suntik.


a. Pemilahan

Pemilahan dilakukan dengan menyediakan tempat sampah yang sesuai

dengan jenis sampahnya. Wadah-wadah tersebut biasanya

menggunakan kantong plastic berwarna misalnya kuning untuk

infeksius dan hitam untuk non infeksius wadah diberi label yang

mudah dibaca.

b. Penampungan sementara

Pewadahan sementara sangat diperlukan sebelum sampah dibuang.

Syarat yang harus dipenuhi adalah :

1. Di tempat pada daerah yang mudah dijangkau petugas, pasien dan

pengunjung.

2. Harus tertutup dan kedap air.

3. Hanya bersifat sementara dan tidak boleh lebih dari satu hari.

c. Pembuangan Benda Tajam

1. Wadah benda tajam merupakan limbah medis yang harus

dimasukkan ke dalam kantong sebelum insenerasi.

2. Idealnya semua benda tajam dapat diinsenerasi tetapi bila tidak

mungkin dapat di ukur dan dikaporisasi bersama limbah lain.

3. Adapun metode yang dilakukan haruslah tidak memberikan

perlukaan.
L. Pengelolaan sampah/limbah rumah sakit dan permasalahannya

a. Karakteristik limbah rumah sakit

1. Limbah benda tajam

Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut

tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau

menusuk kulit seperti jarum hipodemik, perlengkapan intravena, pipet

Pasteur, pecahan gelas, atau pisau bedah. Semua benda tajam ini

memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cidera melalui

sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin

terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan

beracun atau radioaktif.

2. Limbah infeksius

Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:

a. Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi

penyakit menular (perawatan intensif)

b. Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan

mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit

menular.

c. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang

berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri

dari limbah medis padat dan non medis


d. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah

infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,

limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan

dan limbah kandungan logam berat yang tinggi

e. Limbah padat non medis/ non infeksius adalah limbah padat yang

dihasilkan dari kegiatan rumah sakit di luar medis yang berasal

dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat

dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya

f. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal

dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung

mikoorganisme, bahan kimia beracun dan darah yang berbahaya

bagi kesehatan

g. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah, cairan

tubuh pasien, ekskresi, sekresi yang tidak secara rutin ada di

lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi

yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.

h. Limbah cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang

terkontaminasi berat oleh darah harus diperlakukan dengan hati-

hati. Bila mungkin dapat diencerkan sehingga dapat dibuang ke

dalam sistem saluran pengolahan air limbah.

Anda mungkin juga menyukai