PENDAHULUAN
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari
suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna
(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif)
kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan
dan pusat penelitian medik.1
1
Hermien Hadiati, Beberapa Permasalahan Hukum dan Medik,Surabaya : Citra Aditya Bakti, 1991,
hlm.1-2.
2
Ibid
1
Membantu pendidikan tenaga medis spesialis,
Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan,
Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi,
Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, fungsi
rumah sakit adalah :
Tugas dan fungsi ini berhubungan dengan kelas dan type rumah sakit yang di Indonesia
terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, kelas a, b, c, d. berbentuk badan
dan sebagai unit pelaksana teknis daerah. perubahan kelas rumah sakit dapat saja terjadi
sehubungan dengan turunnya kinerja rumah sakit yang ditetapkan oleh menteri
kesehatan indonesia melalui keputusan dirjen yan medik.
Melayani hampir seluruh penyakit umum, dan biasanya memiliki institusi perawatan
darurat yang siaga 24 jam (ruang gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu
secepatnya dan memberikan pertolongan pertama.Rumah sakit umum biasanya
merupakan fasilitas yang mudah ditemui di suatu negara, dengan kapasitas rawat inap
sangat besar untuk perawatan intensif ataupun jangka panjang. Rumah sakit jenis ini
juga dilengkapi dengan fasilitas bedah, bedah plastik, ruang bersalin, laboratorium, dan
sebagainya. Tetapi kelengkapan fasilitas ini bisa saja bervariasi sesuai kemampuan
penyelenggaranya.Rumah sakit yang sangat besar sering disebut Medical Center (pusat
kesehatan), biasanya melayani seluruh pengobatan modern.
3
Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan – Pertanggungjawaban Dokter,Jakarta : Rineka Cipta, 2005,
hlm.63-67
2
Sebagian besar rumah sakit di Indonesia juga membuka pelayanan kesehatan tanpa
menginap (rawat jalan) bagi masyarakat umum (klinik). Biasanya terdapat beberapa
klinik/poliklinik di dalam suatu rumah sakit.
Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit manula, atau rumah
sakit yang melayani kepentingan khusus seperti psychiatric (psychiatric hospital),
penyakit pernapasan, dan lain-lain.Rumah sakit ini bisa terdiri atas gabungan atau pun
hanya satu bangunan.
Rumah sakit penelitian/pendidikan adalah rumah sakit umum yang terkait dengan
kegiatan penelitian dan pendidikan di fakultas kedokteran pada suatu
universitas/lembaga pendidikan tinggi. Biasanya rumah sakit ini dipakai untuk pelatihan
dokter-dokter muda, uji coba berbagai macam obat baru atau teknik pengobatan baru.
Rumah sakit ini diselenggarakan oleh pihak universitas/perguruan tinggi sebagai salah
satu wujud pengabdian masyararakat / Tri Dharma perguruan tinggi.
Rumah sakit yang didirikan oleh suatu lembaga/perusahaan untuk melayani pasien-
pasien yang merupakan anggota lembaga tersebut/karyawan perusahaan tersebut.
Alasan pendirian bisa karena penyakit yang berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut
(misalnya rumah sakit militer, lapangan udara), bentuk jaminan sosial/pengobatan gratis
bagi karyawan, atau karena letak/lokasi perusahaan yang terpencil/jauh dari rumah sakit
umum. Biasanya rumah sakit lembaga/perusahaan di Indonesia juga menerima pasien
umum dan menyediakan ruang gawat darurat untuk masyarakat umum.
Klinik
Fasilitas medis yang lebih kecil yang hanya melayani keluhan tertentu. Biasanya
dijalankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau dokter-dokter yang ingin
menjalankan praktek pribadi. Klinik biasanya hanya menerima rawat jalan. Bentuknya
bisa pula berupa kumpulan klinik yang disebut poliklinik.
Sebuah klinik (atau rawat jalan klinik atau klinik perawatan rawat jalan) adalah fasilitas
perawatan kesehatan yang dikhususkan untuk perawatan pasien rawat jalan. Klinik
dapat dioperasikan, dikelola dan didanai secara pribadi atau publik, dan biasanya
meliputi perawatan kesehatan primer kebutuhan populasi di masyarakat lokal, berbeda
3
dengan rumah sakit yang lebih besar yang menawarkan perawatan khusus dan melayani
pasien rawat inap.
Komite Etik Rumah Sakit (KERS), dapat dikatakan sebagai suatu badan yang secara
resmi dibentuk dengan anggota dari berbagai disiplin perawatan kesehatan dalam rumah
sakit yang bertugas untuk menangani berbagai masalah etik yang timbul dalam rumah
sakit. KERS dapat menjadi sarana efektif dalam mengusahakan saling pengertian antara
berbagai pihak yang terlibat seperti dokter, pasien, keluarga pasien dan masyarakat
tentang berbagai masalah etika hukum kedokteran yang muncul dalam perawatan
kesehatan di rumah sakit.4
Ada tiga fungsi KERS ini yaitu pendidikan, penyusun kebijakan dan pembahasan
kasus. Jadi salah satu tugas KERS adalah menjalankan fungsi pendidikan etika. Dalam
rumah sakit ada kebutuhan akan kemampuan memahami masalah etika, melakukan
diskusi multidisiplin tentang kasus mediko legal dan dilema etika biomedis dan proses
pengambilan keputusan yang terkait dengan permasalahan ini. Dengan dibentuknya
KERS, pengetahuan dasar bidang etika kedokteran dapat diupayakan dalam institusi
dan pengetahuan tentang etika diharapkan akan menelurkan tindakan yang profesional
etis. Komite tidak akan mampu mengajari orang lain, jika ia tidak cukup
kemampuannya. Oleh sebab itu tugas pertama komite adalah meningkatkan
pengetahuan anggota komite. Etika kedokteran dewasa ini berkembang sangat pesat. Di
Indonesia etika kedokteran relatif baru dan yang berminat tidak banyak sehingga lebih
sulit mencari bahan bacaan yang berkaitan dengan hal ini. Pendidikan bagi anggota
komite dapat dilakukan dengan belajar sendiri, belajar berkelompok, dan mengundang
pakar dalam bidang agama, hukum, sosial, psikologi, atau etika yang mendalami bidang
etika kedokteran. Para anggota komite setidaknya harus menguasai berbagai
istilah/konsep etika, proses analisis dan pengambilan keputusan dalam etika.
Pengetahuan tentang etik akan lebih mudah dipahami jika ia diterapkan dalam berbagai
kasus nyata. Semakin banyak kasus yang dibahas, akan semakin jelaslah bagi anggota
komite bagaimana bentuk tatalaksana pengambilan keputusan yang baik. Pendidikan
etika tidak terbatas pada pimpinan dan staf rumah sakit saja. Pemilik dan anggota
yayasan, pasien, keluarga pasien, dan masyarakat dapat diikutsertakan dalam
pendidikan etika. Pemahaman akan permasalahan etika akan menambah kepercayaan
masyarakat dan membuka wawasan mereka bahwa rumah sakit bekerja untuk
kepentingan pasien dan masyarakat pada umumnya. Selama ini dalam struktur rumah
sakit di Indonesia dikenal subkomite/panitia etik profesi medik yang merupakan
4
S. Soetrisno, Malpraktek : Medik dan Mediasi – sebagai alternatif penyelesaian sengketa, Tangerang :
Telaga Ilmu Indonesia, 2010, hlm.29
4
struktur dibawah komite medik yang bertugas menangani masalah etika rumah sakit.
Pada umumnya anggota panitia ini adalah dokter dan masalah yang ditangani lebih
banyak yang berkaitan dengan pelanggaran etika profesi. Mengingat etika kedokteran
sekarang ini sudah berkembang begitu luas dan kompleks maka keberadaan dan posisi
panitia ini tidak lagi memadai. Rumah sakit memerlukan tim atau komite yang dapat
menangani masalah etika rumah sakit dan tanggung jawab langsung kepada direksi.
Komite memberikan saran di bidang etika kepada pimpinan dan staf rumah sakit yang
membutuhkan. Keberadaan komite dinyatakan dalam struktur organisasi rumah sakit
dan keanggotaan komite diangkat oleh pimpinan rumah sakit atau yayasan rumah sakit.
Proses pembentukan KERS ini, rumah sakit memulainya dengan membentuk tim kecil
yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki kepedulian mendalam dibidang etika
kedokteran, bersikap terbuka dan memiliki semangat tinggi. Jumlah anggota
disesuaikan dengan kebutuhan. Keanggotaan komite bersifat multi disiplin meliputi
dokter (merupakan mayoritas anggota) dari berbagai spesialisasi, perawat, pekerja
sosial, rohaniawan, wakil administrasi rumah sakit, wakil masyarakat, etikawan, dan
ahli hukum.5
Secara teori, sebuah negara dibentuk oleh masyarakat di suatu wilayah yang tidak lain
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama setiap anggotanya dalam koridor
kebersamaan. Dalam angan setiap anggota masyarakat, negara akan melaksanakan
fungsinya menyediakan kebutuhan hidup yang berkaitan dengan hidup berdampingan
dengan orang lain di sekelilingnya. Di kehidupan sehari-hari, kebutuhan bersama itu
sering kita artikan sebagai “kebutuhan publik”. Salahsatu contoh kebutuhan publik yang
mendasar adalah kesehatan. Kesehatan adalah pelayanan publik yang bersifat mutlak
dan erat kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat. Untuk semua pelayanan yang
bersifat mutlak, negara dan aparaturnya berkewajiban untuk menyediakan layanan yang
bermutu dan mudah didapatkan setiap saat.
Salah satu wujud nyata penyediaan layanan publik di bidang kesehatan adalah adanya
Puskesmas. Tujuan utama dari adanya Puskesmas adalah menyediakan layanan
5
Ibid, hlm. 30-31
5
kesehatan yang bermutu namun dengan biaya yanng relatif terjangkau untuk
masyarakat, terutama masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke bawah.
Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang paling
banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu sarana pelayanan kesehatan yang
mempunyai peran sangat penting lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat adalah rumah sakit. Rumah sakit sebagai suatu lembaga sosial yang
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, memiliki sifat sebagai suatu
lembaga yang tidak ditujukan untuk mencari keuntungan atau non profit organization.
Walaupun demikian kita dapat menutup mata bahwa dibutuhkan sistem informasi di
dalam rumah sakit.
Rumah sakit merupakan lembaga dalam mata rantai Sistem Kesehatan Nasional dan
mengemban tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat,
karena pembangunan dan penyelenggaraan kesehatan di rumah sakit perlu diarahkan
pada tujuan nasional dibidang kesehatan.Tidak mengherankan apabila bidang kesehatan
perlu untuk selalu dibenahi agar bisa memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik
untuk masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dimaksud tentunya adalah pelayanan yang
cepat, tepat, murah dan ramah. Mengingat bahwa sebuah negara akan bisa menjalankan
pembangunan dengan baik apabila didukung oleh masyarakat yang sehat secara jasmani
dan rohani. Untuk mempertahankan pelanggan, pihak rumah sakit dituntut selalu
menjaga kepercayaan konsumen secara cermat dengan memperhatikan kebutuhan
konsumen sebagai upaya untuk memenuhi keinginan dan harapan atas pelayanan yang
diberikan. Konsumen rumah sakit dalam hal ini pasien yang mengharapkan pelayanan
di rumah sakit, bukan saja mengharapkan pelayanan medis dan keperawatan tetapi juga
mengharapkan kenyamanan, akomodasi yang baik dan hubungan harmonis antara staf
rumah sakit dan pasien, dengan demikian perlu adanya peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan di rumah sakit.6
Selain itu, tercantumnya pelayanan kesehatan sebagai hak masyarakat dalam konstituisi,
menempatkan status sehat dan pelayanan kesehatan merupakan hak masyarakat.
Fenomena demikian merupakan keberhasilan pemerintah selama ini dalam kebijakan
politik di bidang kesehatan (heath politics), yang menuntut pemerintah maupun
masyarakat untuk melakukan upaya kesehatan secara tersusun, menyeluruh dan merata.
Pengertian pelayanan kesehatan menurut para ahli dan institusi kesehatan adalah :
6
Bahder, Op.cit, hlm.89.
7
S. Soetrisno, Op. cit, hlm. 67-70
6
a. Menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo
Pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya
adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan
sasaran masyarakat.
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara
bersama-sama dalamn suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan perseorangan, keluarga
kelompok, dan ataupun masyarakat.
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Jadi pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya
adalah promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), preventif
(pencegahan),kuratif (penyembuhan), dan rehabilitasi (pemulihan) kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat, lingkungan. Yang dimaksud sub
sistem disini adalah sub sistem dalam pelayanan kesehatan yaitu input , proses, output,
dampak, umpan balik.
1. Input adalah sub elemen – sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk
berfungsinya sistem.
2. Proses adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga
menghasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan.
7
4. Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu
lamanya.
5. Umpan balik adalah hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan untuk sistem
tersebut.
puskemas tersebut.
2. Preventif (pencegahan terhadap orang yang berisiko terhadap penyakit), terdiri dari:
a. Preventif primer.
Terdiri dari program pendidikan, seperti imunisasi,penyediaan nutrisi yang baik, dan
kesegaran fisik.
b. Preventif sekunder.
Terdiri dari pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan
cara mengindari akibat yang timbul dari perkembangan penyakit tersebut.
c. Preventif tersier.
8
3. Kuratif (penyembuhan penyakit).
Pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar dan dilakukan
bersama masyarakat dan dimotori oleh:
Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan kesehatan masyarakat
adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali diperlukan
masyarakat pada saat mereka mengalami gangguan kesehatan atau kecelakaan. Primary
health care pada pokoknya ditunjukan kepada masyarakat yang sebagian besarnya
bermukim di pedesaan, serta masyarakat yang berpenghasilan rendah di perkotaan.
Pelayanan kesehatan ini sifatnya berobat jalan (Ambulatory Services). Diperlukan untuk
masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan
mereka atau promosi kesehatan.
Pelayanan kesehatan sekunder adalah pelayanan yang lebih bersifat spesialis dan
bahkan kadang kala pelayanan subspesialis, tetapi masih terbatas. Pelayanan kesehatan
sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care), adalah rumah sakit, tempat
masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut (rujukan). Di Indonesia terdapat
berbagai tingkat rumah sakit, mulai dari rumah sakit tipe D sampai dengan rumah sakit
kelas A.
a.Dokter Spesialis
8
Hermien Hadiati, Op. cit. hlm. 23-26
9
b.Dokter Subspesialis terbatas
Pelayanan kesehatan ini sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan rawat (inpantient
services).Diperlukan untuk kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan inap,
yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.
a.Dokter Subspesialis
Pelayanan kesehatan ini sifatnya dapat merupakan pelayanan jalan atau pelayanan rawat
inap (rehabilitasi).Diperlukan untuk kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak
dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder.
Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat
dibedakan atas dua, yaitu:
1. Pelayanan kedokteran
10
1.4 Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan9
3. Mudah dicapai
Dipandang sudut lokasi untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik
pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.
4. Mudah dijangkau
Dari sudut biaya untuk mewujudkan keadaan yang harus dapat diupayakan biaya
pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
5.Bermutu
9
Ibid
11
12
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu bagian penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah rujukan
kesehatan. Apa itu rujukan kesehatan? Rujukan kesehatan dapat disebut sebagai
penyerahan tanggungjawab dari satu pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan yang
lain.
Secara lengkap Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo mendefinisikan sistem rujukan sebagai
suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan
tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan
secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar
unit-unit yang setingkat kemampuannya). Sederhananya, sistem rujukan mengatur
darimana dan harus kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu
memeriksakan keadaan sakitnya.
Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam Sistem
kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan. Untuk mendapatkan mutu
pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efesien), perlu
adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit pelayanan kesehatan melalui suatu
tatanan sistem rujukan. Dalam pengertiannya, sistem rujukan upaya kesehatan adalah
suatu tatanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab
secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan
masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal, kepada yang berwenang dan
dilakukan secara rasional.
1.Rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam
institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke
puskesmas induk.
10
Crisdiono M. Achadiat, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan Zaman, Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta ,2004, hal. 21-24
13
2.Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan
kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap)
maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).
1.Rujukan medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan
(kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan
penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum
daerah. Jenis rujukan medic antara lain:
3) Transfer of knowledge / personal. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli
untuk meningkatkan mutu layanan setempat.
Rujukan kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan upaya
peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Contohnya,
merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas),
atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas. Rujukan ini
mencakup:
a.Rujukan sarana berupa antara lain bantuan laboratorium dan teknologi kesehatan.
b.Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan
sebab dan asal usul penyakit atau kejadian luar biasa suatu penyakit serta
penanggulangannya pada bencana alam, gangguan kamtibmas, dan lain-lain.
c.Rujukan operasional berupa antara lain bantuan obat, vaksin, pangan pada saat terjadi
bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi keracunan masal, pemeriksaan air
minum penduduk, dan sebagainya.
14
c. Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap
d. Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan
lainnya.
b. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun
lintas sektoral
c. Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu mananggulangi, bisa
diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).
Syarat rujukan
1. rujukan harus dibuat oleh orang yang mempunyai kompetensi dan wewenang untuik
merujuk, mengetahui kompetensi sasaran/tujuan rujukan dan mengetahui kondisi serta
kebutuhan objek yang dirujuk
2. rujukan dan rujukan balik mengacu pada standar rujukan pelayanan medis daerah
4. untuk menjamin keadaan umum pasien agar tetap dalam kondisi stabil selama
perjalanan ketempat rujukan
6. fasilitas pelayanan kesehatan dilarang merujuk dan menentukan tujuan rujukan atas
dasar kompensasi/imbalan.
15
1.horizontal
Yaitu rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila
perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan atau ketenagaan yang sifatnya
sementara atau menetap.
2. Vertikal
Yaitu rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat
dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ketingkat pelayanan yang lebih
tinggi atau sebaliknya.
Rujukan vertikal dari tingkat pelayanan yg lebih rendah ke tingkat pelayanan yg lebih
tinggi dilakukan bila:
Rujukan vertikal dari tingkat pelayanan yg tinggi ketingkat pelayanan yg lebih rendah
dilakukan bila:
16
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes primer dan faskes sekunder
Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung kefaskes tersier
hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan
pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier. Ketentuan pelayanan rujukan
berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
Menurut Depkes pengertian rekam medis sebagai suatu sistem penyelenggaraan rekam
medis adalah merupakan proses kegiatan yang dimulai pada saat diterimanya pasien di
rumah sakit, diteruskan kegiatan pencatatan data medis pasien selama pasien itu
mendapatkan pelayanan medik di rumah sakit, dan dilanjutkan dengan penanganan
berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta pengeluaran
berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani permintaan atau peminjaman dari
pasien atau untuk keperluan lainnya.
11
Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya : Jakarta, 1991, hal. 54-56
17
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam
Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
Menurut Depkes RI (1994) tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib
administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal
ini harus di dukung oleh sistem penyelanggaraan rekam medis yang baik dan benar.
Tertib administrasi merupakan salah satu factor yang menentukan di dalam upaya
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Menurut Depkes RI (1994) kegunaan berkas rekam medis dapat di lihat dari berbagai
aspek, diantaranya adalah :
a. Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya menyangkut
tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan
peramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
b. Aspek Medis
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai medik karena catatan tersebut
dipergunakan sebagai dasar merencanakan pengobatan atau perawatan yang diberikan
kepada pasien.
c. Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai hokum, karena isinya menyangkut masalah
adanya kepastian hokum atas dasar keadilan. Dalam rangka usaha menegakkan hukum
serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan.
d. Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai keuangan karena isinya dapat dijadikan
sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran pelayanan di rumah sakit. Tanpa
adanya bukti catatan tindakan atau pelayanan, maka pembayaran pelayanan di rumah
sakit tidak dapat di pertanggungjawabkan.
18
e. Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai penelitian, karena isinya mengandung data
atau informasi tentang perkembangan kronologis dari kegiatan pelayanan medik yang
diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan referensi
pengajaran di bidang profesi si pemakai.
f.Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya menjadi
sumber ingatan yang harus di dokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung
jawaban dan laporan rumah sakit
Definisi
Bentuk pertama dari pelayanan rawat jalan adalah yang diselenggarakan oleh klinik
yang ada kaitannya dengan rumah sakit (hospital based ambulatory care). Jenis
pelayanan rawat jalan di rumah sakit secara umum dapat dibedakan atas 4 macam yaitu
:
a. Pelayanan gawat darurat (emergency services) yakni untuk menangani pasien yang
butuh pertolongan segera dan mendadak.
19
d. Pelayanan bedah jalan (ambulatory surgery services) yakni memberikan pelayanan
bedah yang dipulangkan pada hari yang sama
Dibandingkan dengan pelayanan rawat inap, pelayanan rawat jalan ini memang
tampak berkembang lebih pesat. Roemer (1981) mencatat bahwa peningkatan angka
utilisasi pelayanan rawat jalan di rumah sakit misalnya, adalah dua sampai tiga kali
lebih dari peningkatan angka utilisasi pelayanan rawat inap.
4. Kemajuan ilmu teknologi kedokteran yang telah dapat melakukan berbagai tindakan
kedokteran yang dulunya memerlukan pelayanan rawat inap, tetapi pada saat ini cukup
dilayani dengan pelayanan rawat jalan saja.
5. Utilisasi Rumah Sakit yang makin terbatas, dan karenanya untuk meningkakan
pendapatan, kecuali lebih megembangkan pelayanan rawat jalan yang ada di rumah
sakit juga terpaksa mendirikan berbagai sarana pelayanan rawat jalan di luar Rumah
Sakit.
Sama halnya dengan berbagai pelayanan kesehatan lainnya, maka salah satu syarat
pelayanan rawat jalan yang baik adalah pelayanan yang bermutu. Karena itu untuk
dapat menjamin mutu pelayanan rawat jalan tersebut, maka program menjaga mutu
pelayanan rawat jalan perlu pula dilakukan.
Untuk ini diperhatikan bahwa sekalipun prinsip pokok program menjaga mutu pada
pelayanan rawat jalan tidak banyak berbeda dengan berbagai pelayanan kesehatan
20
lainnya, namun karena pada pelayanan rawat jalan ditemukan beberapa ciri khusus,
menyebabkan penyelenggaraan program menjaga mutu pada pelayanan rawat jalan
tidaklah semudah yang diperkirakan, ciri-ciri khusus yang dimaksud adalah:
1. Sarana, prasarana serta jenis pelayanan rawat jalan sangat beraneka ragam, sehingga
sulit merumuskan tolak ukur yang bersifat baku.
2. Tenaga pelaksana bekerja pada srana pelayanan rawat jalan umumnya terbatas,
sehigga di satu pihak tidak dapat dibentuk suatu perangkat khusus yang diserahkan
tanggung jawab penyelengaraa program menjaga mutu, dan pihak lain, apabila beban
kerja terlalu besar, tidak memiliki cukup waktu untuk menyelengarakan program
menjaga mutu.
3. Hasil pelayanan rawat jalan sering tidak diketahui. Ini disebabkan karena banyak
dari pasien tidak datang lagi ke klinik.
4. Beberapa jenis penyakit yang datang ke sarana pelayanan rawat jalan adalah penyakit
yang dapat sembuh sendiri, sehingga penilaian yang objektif sulit dilakukan.
5. Beberapa jenis penyakit yang datang ke sarana pelayanan rawat jalan adalah mungkin
penyakit yang telah berat dan bersifat kronis, sehingga menyulitkan pekerjaan penilaian.
6. Beberapa jenis penyakit yang datang berobat datang kesarana pelayanan rawat jalan
mungkin jenis penyakit yang penanggulangannya sebenarnya berada di luar
kemampuan yang dimiliki. Keadaan yang seperti ini juga akan menyulitkan pekerjaan
penilaian.
7. Rekam medis yang dipergunakan pada pelayanan rawat jalan tidak selengkap rawat
inap, sehingga data yang diperlukan untuk penilaian tidak lengkap
8. Perilaku pasien yang datang kesarana pelayanan rawat jalansukar dikontrol, dan
karenanya sembuh atau tidaknya suatu penyakit yang dalami tidak sepenuhnya
tergantung dari mutu pelayanan yang diselenggarakan.
21
Pelayanan diunit Rawat Jalan Rumah Sakit secara global atau umum berdasarkan
proses dan tugas masing masing:12
2. Bagian pemeriksaan
12
Veronika Komalawati, Hukum dan Etika dalam Praktik Dokter, Sinar Harapan : Jakarta, 1989, hal. 43-
45
22
3. Bagian inventory medical record (rekam medis)
Bertugas mengatur data data dan informasi berkaitan dengan rekam medis pasien
dari pemeriksaan pasien oleh dokter, mengatur penyusunan data therapy, mengatur
catatan pasien, kode dan jenis tindakan, mengatur data hasil pemeriksaan, mengatur
data diagnose pasien, menghubungkan dokumen rekam medis dengan hasil diagnose
dari laboratorium, radiologi, dan unit lainnya, mencetak medical record, mencetak
data terapy, mencetak catatan pasien, mencetak hasil pemeriksaan, mencetak
diagnose akhir, mencetak rekap penyakit terbanyak, menyediakan data medical
record pasien.
4. Bagian apotik/farmasi
23
Dokter yang melayani pada Poliklinik Spesialis harus 100 % dokter spesialis.
Rumah sakit setidaknya harus menyediakan pelayanan klinik anak, klinik
penyakit dalam, klinik kebidanan, dan klinik bedah.
Jam buka pelayanan adalah pukul 08.00 – 13.00 setiap hari kerja, kecuali hari
Jumat pukul 08.00 – 11.00.
Waktu tunggu untuk rawat jalan tidak lebih dari 60 menit.
Kepuasan pelanggan lebih dari 90 %.
Rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh tenaga
kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, di mana pasien diinapkan di suatu
ruangan di rumah sakit . Ruang rawat inap adalah ruang tempat pasien dirawat.
Ruangan ini dulunya sering hanya berupa bangsal yang dihuni oleh banyak orang
sekaligus. Saat ini, ruang rawat inap di banyak rumah sakit sudah sangat mirip dengan
kamar-kamar hotel. Pasien yang berobat jalan di Unit Rawat Jalan, akan mendapatkan
surat rawat dari dokter yang merawatnya, bila pasien tersebut memerlukan perawatan di
dalam rumah sakit, atau menginap di rumah sakit.
•Pemberian layanan rawat inap adalah Dokter spesialis, dan perawat dengan minimal
pendidikan D3.
•Ketersediaan pelayanan rawat inap terdiri dari anak, penyakit dalam, kebidanan, dan
bedah.
•Jam kunjung dokter spesialis adalah pukul 08.00 – 14.00 setiap hari kerja.
13
Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terepeutik (Persetuajuan Dalam
Hubungan Dokter dan Pasien); Suatu Tinjauan Yuridis, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal.30-33
24
Alur Pendaftaran Pasien Rawat Inap
BPJS adalah singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS ini adalah
perusahaan asuransi yang kita kenal sebelumnya sebagai PT Askes. Begitupun juga
BPJS Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga
Kerja).
Menjadi peserta BPJS dan JKN adalah merupakan hak bagi warga negara Indonesia dan
pemerintah telah mencanangkan bahwasannya beberapa tahun kedepan diharapkan
seluruh masyarakat Indonesia menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional. Untuk itula perlu dan pentingnya
mengetahui akan syarat cara daftar peserta BPJS Kesehatan yang merupakan program
pemerintah di bidang kesehatan ini.
25
Anggota dan juga peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan ini adalah
terbagi menjadi 2 yaitu kelompok peserta baru dan pengalihan dari program terdahulu,
yaitu Asuransi Kesehatan, Jaminan Kesehatan Masyarakat, Tentara Nasional Indonesia,
Polri, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Kepesertaan BPJS Kesehatan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013
tentang Jaminan Kesehatan, terdiri atas dua kelompok, yaitu peserta penerima bantuan
iuran (PBI) dan peserta bukan PBI.
Peserta PBI adalah orang yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu, yang preminya
akan dibayar oleh pemerintah. Sedangkan yang dimaksud dengan peserta BPJS yang
tergolong bukan PBI, yaitu pekerja penerima upah (pegawai negeri sipil, anggota
TNI/Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, dan pegawai
swasta), pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja (investor, pemberi kerja,
pensiunan, veteran, janda veteran, dan anak veteran).
Bagi karyawan swasta, bisa mendaftar melalui perusahaan tempat bekerja. Kemudian
perusahaan mendaftarkan ke kantor Askes yang sekarang sudah berganti nama jadi
BPJS Kesehatan. Bisa melalui kantor cabang yang ada di provinsi, kabupaten, maupun
kota.
Sedangkan bagi pekerja bukan penerima upah, seperti wiraswasta, investor, petani,
nelayan, pedagang keliling, dan lainnya, pendaftaran bisa dilakukan dengan langsung
mendatangi kantor BPJS Kesehatan. Kemudian mengisi formulir dan menunjukkan
salah satu kartu identitas, seperti KTP, SIM, KK, atau paspor.
26
Manfaat Tujuan JKN
Ada beberapa manfaat dari penggunaan Jaminan Kesehatan Nasional ini. Berikut
beberapa manfaat yang bisa didapatkan dari JKN ini yang disampaikan oleh Drg.Usman
Sumantri. M. PH selaku Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian
Nasional yaitu diantaranya :
Berkaitan dengan manfaat tentu sangat erat hubungan dengan pola pembayaran yang
diberikan BPJS kepada provider. Pola Pembayaran BPJS (PERPRES No 12 Tahun 2013
Pasal 39 ) adalah Pelayanan Primer (Puskesmas,klinik pratama,dokter praktek swasta)
dengan Kapitasi, Pay for Performance, Pelayanan Sekunder ( RS Type C ) dan
Pelayanan Tersier ( RS Type B dan A ) dengan INA -CBG’s .Sistem tarif INA -CBG’s
adalah tarif paket, resiko pada provider,kewenangan dokter terbatas,hal inilah yang
menimbulkan keluhan pasien Jamkesmas seperti yang sering tedengar dari
media.Bagaimana tidak ,provider harus bisa menghemat paket biaya.,sementara pasien
tidak memahami system pembayaran Ina Cbg’s.Secara provider juga harus bisa
menghidupi dirinya sendiri , terutama provider swasta .Sistem pelayanan berjenjang
yang sudah dikonsepkan di Jamkesmas pun sampai saat ini juga belum bisa mendekati
bagus.Masih terjadi rujukan terbalik,dari rumah sakit type A ke B atau dari type C ke
RS pratama.Bukan seratus persen kesalahan di provider type A, tetapi kondisi dan
situasi pelayanan dan kunjungan yang tidak bisa diprediksi.Jika benar provider type A
27
penuh sesak dengan pasien, ada kemungkinan merujuk ke provider yang lebih rendah,
agar tertolong.Besaran tarif untuk tiap type provider juga berbeda, sesuai dengan
typenya,tentu provider type A yang paling tinggi tarif paketnya, dengan kasus yang
sama dibandingkan dengan provider dibawahnya,karena type A dikategorikan sebagai
provider dengan kecanggihan alat yang digunakan untuk jenis pelayanan yang lebih
komplek. Berharap BPJS tahun 2014 memberikan manfaat yang maksimal , baik
kepada peserta maupun provider, tanpa ada yang dirugikan dan kepada masyarakat
Indonesia seluruhnya.
Tujuan program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah untuk
mengidentifikasi dan mengurangi risiko penularan atau transmisi infeksi di antara
pasien, staf, profesional kesehatan, pekerja kontrak, relawan,mahasiswa, dan
pengunjung.
Program yang efektif umumnya telah menentukan pemimpin program, staf terlatih,
metode untuk mengidentifikasi dan mengatasi risiko infeksi secara proaktif, kebijakan
dan prosedur yang sesuai, menentukan ,juga pendidikan staf, dan pengoordinasian
program itu di seluruh rumah sakit.
1. Pengendalian administratif.
Kegiatan ini merupakan prioritas pertama dari strategi IPC, meliputi penyediaan
kebijakan infrastruktur dan prosedur dalam mencegah, mendeteksi, dan mengendalikan
infeksi selama perawatan kesehatan. Kegiatan akan efektif biladilakukan mulai dari
antisipasi alur pasien sejak saat pertama kali datang sampai keluar dari sarana
pelayanan. Pengendalian administratif dan kebijakan – kebijakan yang diterapkan pada
ISPA meliputi pembentukan infrastruktur dan kegiatan IPC yang berkesinambungan,
14
Y.A Triana Ohoiwutun, Bunga Rampai Hukum Kedoteran, Bayu Media Publishing, Malang, 2007, hal.
17-20
28
membangun pengetahuan petugas kesehatan, mencegah kepadatan pengunjung di ruang
tunggu, menyediakan ruang tunggu khusus untuk orang sakit dan penempatan pasien
rawat inap, mengorganisir pelayanan kesehatan agar persedian perbekalan digunakan
dengan benar; prosedur – prosedur dan kebijakan semua aspek kesehatan kerja dengan
penekanan pada surveilans ISPA diantara petugas – petugas kesehatan dan pentingnya
segera mencari pelayanan medis, dan pemantauan tingkat kepatuhan disertai dengan
mekanisme perbaikan yang diperlukan.
Kegiatan ini dilakukan termasuk di infrastruktur sarana pelayanan kesehatan dasar dan
di rumah tangga yang merawat kasus dengan gejala ringan dan tidak membutuhkan
perawatan di RS. Kegiatan pengendalian ini ditujukan untuk memastikan bahwa
ventilasi lingkungan cukup memadai di semua area didalam fasilitas pelayanan
kesehatan serta di rumah tangga, serta kebersihan lingkungan yang memadai. Harus
dijaga pemisahan jarak minmal 1 m antara setiap pasien ISPA dan pasien lain, termasuk
dengan petugas kesehatan (bila tidak menggunakan APD). Kedua kegiatan
pengendalian ini dapat membantu mengurangi penyebaran beberapa patogen selama
pemberian pelayanan kesehatan.
Penggunaan secara rasional dan konsisten APD yang tersedia serta higiene sanitasi
tangan yang memadai juga akan membantu mengurangi penyebaran infeksi. Meskipun
memakai APD adalah langkah yang paling kelihatan dalam upaya pengendalian dan
penularan infeksi, namun upaya ini adalah yang terakhir dan paling lemah dalam hirarki
kegiatan IPC. Oleh karena itu jangan mengandalkannya sebagai strategi utama
pencegahan. Bila tidak ada langkah pengendalian administratif dan rekayasateknis yang
efektif, maka APD hanya memiliki manfaat yang terbatas.
29
1. Kewaspadaan Standar/ Standard Precaution
Kewaspadaan baku adalah tonggak yang harus selalu diterapkan di semua fasilitas
pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi semua
pasien dan mengurangi risiko infeksi lebih lanjut. Kewaspadaan Standar meliputi
kebersihan tangan dan penggunaan APD untuk menghindari kontak langsung dengan
darah, cairan tubuh, sekret (termasuk sekret pernapasan) dan kulit pasien yang terluka.
Disamping itu juga mencakup: pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum suntik,
pengelolaan limbah yang aman, pembersihan, desinfeksi dansterilisasi linen dan
peralatan perawatan pasien, dan pembersihan dan desinfeksi lingkungan. Orang dengan
gejala sakit saluran pernapasan harus disarankan untuk menerapkan kebersihan/ etika
pernafasan. Petugas kesehatan harus menerapkan "5 momen kebersihan tangan",yaitu:
sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur kebersihan atau aseptik,
setelah berisiko terpajan cairan tubuh, setelah bersentuhan dengan pasien, dan setelah
bersentuhan dengan lingkungan pasien, termasuk permukaan atau barang-barang yang
tercemar.
• Kebersihan tangan mencakup mencuci tangan dengan sabun dan air atau
menggunakan antiseptik berbasis alkohol
• Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir ketika terlihat kotor
Pada perawatan rutin pasien, penggunaan APD harus berpedoman pada penilaian risiko/
antisipasi kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan kulit yang terluka. Ketika
melakukan prosedur yang berisiko terjadi percikan ke wajah dan/ atau badan, maka
pemakaian APD harus ditambah dengan,
• Pelindung wajah dengan cara memakai masker medis/ bedah dan pelindung mata/eye-
visor/ kacamata, atau pelindung wajah, dan
Pastikan bahwa prosedur – prosedur kebersihan dan desinfeksi diikuti secara benar dan
konsisten. Membersihkan permukaan – permukaan lingkungan dengan air dan deterjen
serta memakai disinfektan yang biasa digunakan (seperti hipoklorit) merupakan
prosedur yang efektif dan memadai. Pengelolaan laundry, peralatan makan dan limbah
medis sesuai dengan prosedur rutin.
30
2. Kewaspadaan pencegahan dan pengendalian infeksi tambahan ketika merawat pasien
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
• Memakai masker medis ketika berada dekat (yaitu dalam waktu kurang lebih 1 m) dan
waktu memasuki ruangan atau bilik pasien.
• Melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan pasien dan
lingkungan sekitarnya dan segera setelah melepas masker medis.
• Memakai gaun lengan panjang dan sarung tangan bersih, tidak steril, (beberapa
prosedur ini membutuhkan sarung tangan steril)
31
• Memakai celemek kedap air untuk beberapa prosedur dengan volume cairan yang
tinggi diperkirakan mungkin dapat menembus gaun
• Membatasi jumlah orang yang hadir di ruang pasien sesuai jumlah minimum yang
diperlukan untuk memberi dukungan perawatan pasien
• Melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan nya dan setelah pelepasan APD
Semua spesimen harus dianggap berpotensi menular, dan petugas yang mengambil atau
membawa spesimen klinis harus secara ketat mematuhi Kewaspadaan standar guna
meminimalisir kemungkinan pajanan patogen:
• Pastikan bahwa petugas yang mengambil spesimen memakai APD yang sesuai.
• Pastikan bahwa petugas yang membawa/ mengantar specimen telah dilatih mengenai
prosedur penanganan spesimen yang aman dan dekontaminasi percikan/ tumpahan
spesimen.
• Tempatkan spesimen yang akan dibawa/ antar dalam kantong spesimen anti bocor
(wadah sekunder) yang memiliki seal terpisah untuk spesimen (yaitu kantong spesimen
plastic Biohazard), dengan label pasien pada wadah spesimen (wadah primer), dan form
permintaan yang jelas.
• Bersama dengan form permintaan, tuliskan nama dari tersangka infeksi secara jelas.
Beritahu laboratorium sesegera mungkin bahwa spesimen sedang diangkut.
Risiko infeksi dan kegiatan program dapat berbeda antara rumah sakit yang satu dengan
rumah sakit lainnya,tergantung pada kegiatan dan layanan klinis rumah sakit yang
32
bersangkuran, populasi pasien yang dilayani, lokasi geografis, volume pasien, dan
jumlah pegawainya.
33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Dalam system pelayanan kesehatan perlu terus ditingkatkan mutu serta kualitas
dari pelayanan kesehatan agar system pelayanan ini dapat berjalan dengan efektif. Itu
semua dapat dilakukan dengan melihat nilai nilai yang ada di masyarakat, dan
diharapkan para petugas medis dapat memberikan pelayanan dengan kualitas yang
bagus dan baik
DAFTAR PUSTAKA
34
A. Buku
Ameln, 1991. Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya : Jakarta. Crisdiono
Endang Kusumah Astuti, 2003. Hubungan Hukum Antara Dokter dan Pasien Dalam
Upaya Pelayanan Medis, Semarang.
J.E. Jonkers, Buku Saku Hukum Pidana Hindia Belanda - terjemahan, Leiden: E.J.
Brill, 1946
Sigid Suseno, Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, Bandung : Refika Aditama, 2012.
M. Achadiat, 2004. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan Zaman,
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Veronika Komalawati, 1989. Hukum dan Etika dalam Praktik Dokter, Sinar Harapan :
Jakarta.
35