OLEH
KELOMPOK 3
1. ANGELINA Y. BAU
2. EMILIA M. I. DE CLASS
3. LAURENSIA J. WATU
4. LILIANI V. A BRAHAM
5. MARSALINA DONUISANG
6. SEFRIDA Y. TANEO
7. SUMAYYAH JAMAL H. M. ARIFIN
8. TENI LESIK
SEMESTER : VI/AKK
Semua staf RS harus memahami visi dan misi pengembangan RS serta kebijakan
operasional pimpinan. Untuk menjaga otonomi profesi dari masing-masing SMF, kualitas
pelayanan di RS harus disesuaikan dengan standar profesi yang harus ditetapkan oleh
setiap perkumpulan dokter ahli (ikatan profesi). Stanndar profesi dikenal denga medical
of conduct dan medical ethic juga harus selalu diperhatikan oleh semua staf SMF dalam
rangka menjaga mutu pelayanan RS (quality of care).
Sehubungan dengan kompleksitas sistem ketenagaan dan misi yang harus diemban
oleh RS, penerapan fungsi actuating di RS akan sangat tergantung dari empat faktor.
Faktor pertama adalah kepemimpinan direktur RS; kedua adalah koordinasi yang
dikembangkan oleh masing-masing Wakil Direktur dengan kepala SMF dan kepala
instalasinya; ketiga adalah komitmen dan profesionalisme tenaga medis dan non medis di
RS (dokter, perawat, dan tenagapenunjang lainnya), dan keempat adalah pemahaman
pengguna jasa pelayanan RS (pasien dan keluarganya) akan jenis pelayanan kesehatan
yang tersedia di RS.
Peranan dokter spesialis sangat besar pengaruhnya di dalam penerapan fungsi
actuating ini. Sifat otonomi profesi di tiap-tiap SMF harus diiatur agar tidak menjadi
penghambat penerapan fungsi actuating di RS. Untuk itu, mereka harus memahami benar
visi dan misi RS yang ingin dikembangkan oleh pihak manajemen (direktur) RS. Oleh
karena itu, fungsi RS harus dilihat dalam konteks kesatuan kerja dari sebuah tatanan
sistem yang terpadu.Pelayanan kesehatan dimasing-masing SMF adalah subsistemnya.
Di pihak lain, intensitas dan frekuensi komunikasi abtara pihak pimpinan RS dan
semua staf profesional harus berlangsung dinamis. Kepemimpinan, komunikasi,
koordinasi merupakan faktor penting didalam pengembangan fungsi actuating. Ketiganya
akan memudahkan penjabaran visi dan misi serta strategi pimpinan RS menembangkan
mutu pelayanan kesehatan di masing-masing SMF.Di sisi lain, dibutuhkan juga
peningkatan keterampilan manajerial di pihak pimpinan RS sehingga lebih mampu
mengintregasikan masing-masing tugas SMF ke dalam satu kesatuan gerak (networking)
yang harmonis dan saling menunjang peningkatan mutu pelayanan RS demi kepuasan
pelanggannya. Jika pendekatan ini kurang dipahami oleh pihak manajemen RS dan
pimpinan SMF, budaya kerja yang berorientasi kepada peningkatan mutu pelayanan RS
tidak akan berkembang. Meraka cenderung akan bertindak sendiri, arogansi profesi dan
dukungan sarana dan prasarana (input) pelayanan RS (teknologi dan peralatan
kedokteran, logistik, keuangan, dan sebagainya) kurang mendapat perhatian. Untuk itu
pengembangan budaya kerja staf di SMF harus diarahkan untuk mendukung tercapainya
visi dan misi RS. Meraka harus menyadari akan peranannya sebagai staf RS yang
diberikan tugas istimewa memberikan asuhan pelayanan medik dan kesehatan kepada
masyarakat (customer) yang menggunakan jasa pelayanan RS.
3. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring
Kegiatan monitoring lebih terfokus pada kegiatan yang akan dilaksanakan.
Monitoring dilakukan dengan cara menggali untuk mendapatkan informasi secara regular
berdasarkan indikator tertentu, dengan maksud mengetahui apakah kegiatan yang sedang
berlansung sesuai dengan perencanaan dan prosedur yang telah disepakati.
Indikator monitoring mencakup esensi aktifitas dan target yang ditetapkan pada
perencanaan program. Apabila monitoring dilakukan dengan baik dan bermanfaat dalam
memastikan pelaksanaan kegiatan tetap pada jalurnya (sesuai pedoman dan perencanaan
program). Juga memberikan informasi kepada pengelola program apabila terjadi
hambatan dan penyimpangan serta sebagai masukan dalam melakukan evaluasi.
Secara prinsip monitoring dilakukan sementara kegiatan sedang berlansung guna
memastikan kesesuaian proses dan capaian sesuai rencana dan targetnya. Jadi hasil
monitoring menjadi input bagi kepentingan proses selanjutnya. Sementara evaluasi
dilakukan pada akhir kegiatan untuk mengetahui hasil atau capaian akhir dari kegiatan
atau program. Hasil evaluasi bermanfaat bagi rencana pelaksanaan program yang sama
diwaktu dan tempat lainnya.
Menurut peraturan pemerintah nomor 39 Tahun 2006, disebutkan bahwa monitoring
merupakan suatu kegiatan mengamati secara seksama suatu keadaan atau kondisi,
termasuk juga perilaku atau kegiatan tertentu, dengan tujuan agar semua data masukan
atau informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dapat menjadi landasan
dalam mengambil keputusan tindakan selanjutnya yang diperlukan.
Tujuan monitoring untuk mengamati/ mengetahui perkembangan dan kemajuan,
identifikasi dan permasalahan serta antisipasinya / upaya pemecahannya.
Di rumah sakit kegiatan monitoring berupa audit internal dan audit eksternal.
Audit internal mencakup audit financial, operasional dan compliance. Sedangkan audit
eksternal adalah audit yang dilakukan oleh tim audit dari eksternal tumah sakit, mencakup
audit mutu dan audit pemasaran.
Evaluasi
Menurut Depkes RI, Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan yang telah
ditentukan dalam menilai efektivitas suatu rencana. Tujuan evaluasi adalah:
1. Aalat untuk memperbaiki kebijaksanaan pelaksanaan program dan perencanaan
program yang akan datang
2. Alat untuk memperbaiki alokasi sumber daya
3. Alat untuk memperbaiki pelaksanaan suatu kegiatan yang sedang berjalan
4. Alat untuk mengadakan perencanaan kembali yang lebih baik dari program yang telah
dijalankan sebelumnya.
Evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan dari program atau kegiatan yang telah
dijalankan oleh rumah sakit. Dalam evaluasi, untuk menilai mutu asuhan kesehatan
sebuah RS akan selalu terkait dengan struktur, proses, outcome sistem pelayanan RS
tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana
pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS.
1. Aspek struktur
Struktur adalah semua masukan (input) untuk system pelayanan sebuah RS yang
meliputi tenaga, peralatan, dana dan sebagainya. Ada sebuah asuransi yang mengatakan
bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik, akan lebih menjamin mutu asuhannya.
Baik tidaknya struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas, biaya, efisiensi, mutu
dari masing – masing komponen struktur.
2. Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter dan tenaga professional lainnya yang
mengadakan interaksi secara profesional dengan pasiennya. Interaksi ini diukur antara
lain dalam bentuk penilaian tentang pasien, penegakan diagnosa, rencana tindakan
pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur pengobatan.
Dalam hal ini juga dianut asumsi bahwa semakin patuh tenaga profesi menjalankan
”standards of good practice” yang telah diterima dan diakui oleh masing – masing ikatan
profesi, akan semakin tinggi pula mutu asuhan terhadap pasien. Baik tidaknya
pelaksanaan proses pelayanan di RS dapat diukur dari tiga aspek yaitu relevan tidaknya
proses itu bagi pasien, efektivitas prosesnya, dan kualitas interaksi asuhan terhadap
pasien.
3. Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya di RS terhadap
pasien. Di sini diperlukan pedoman untuk mengukur mutu asuhan pelayanan kesehatan.
Indikator mutu pelayanan medis meliputi :
1) Angka infeksi nosokomial
2) Angka kematian kasar (Gross Death Rate)
3) Kematian pasca bedah
4) Kematian ibu melahirkan ( Maternal Death Rate-MDR)
5) Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR)
6) NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)
7) ADR (Anasthesia Death Rate)
8) PODR (Post Operation Death Rate)
9) POIR (Post Operative Infection Rate)
Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS :
1) Unit cost untuk rawat jalan
2) Jumlah penderita yang mengalami dekubitus
3) Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur
4) BOR (Bed Occupancy Rate)
5) BTO (Bed Turn Over)
6) TOI (Turn Over Interval)
7) ALOS (Average Length of Stay)
8) Normal Tissue Removal Rate
Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien dapat diukur dengan :
1) Jumlah keluhan dari pasien/keluarganya
2) Surat pembaca di koran
3) Surat kaleng
4) Surat masuk dari kotak saran, dan sebagainya
5) Survei tingkat kepuasan pengguna pelayanan kesehatan RS
Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri dari :
1) Jumlah dan pesentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak PS dengan asal
pasien
2) Jumlah pelayanan dan tindakan medik
3) Jumlah tindakan pembedahan
4) Jumlah kunjungan SMF spesialis
5) Pemfaatan oleh masyarakat
6) Contact rate
7) Hospitalization rate
8) Out patient rate
9) Emergency out patient rate
Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas
dibandingkan dengan standar (indikator) nasional. Jika tidak ada angka standar nasional,
penilaian dialkukan dengan menggunakan hasil pencatatan mutu pada tahun sebelumnya
di RS yang sama setelah dikembangkan kesepakatan pihak manajemen / direksi RS yang
bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staf lainnya yang terkait.
Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:
1) Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi
2) Pasien diberi obat yang salah
3) Tidak ada obat/alat emergensi
4) Tidak ada oksigen
5) Tidak ada alat penyedot lendir
6) Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
7) Pemakaian obat tidak sesuai standar
8) Pemakaian air, listrik, gas, dan sebagainya.
Mutu pelayanan medis dan kesehatan di RS sangat erat kaitannya dengan
manajemen RS (quality of services) dan keprofesionalan kinerja SMF dan staf lainnya di
RS (quality of care). Keduanya merupakan oucome dari manajemen manjaga mutu di RS
(quality assurance) yang dilaksanakan oleh gugus kendali mutu RS. Dalam hal ini, gugus
kendali mutu dapat ditugaskan kepada komite medik RS karena mereka adalah staf
fungsional (nonstruktural) yang membantu direktur RS dengan melibatkan semua staf
SMF RS.
Hasil perhitungan standar mutu pelayanan RS tersebut harus dibandingkan dengan
masing-masing standar mutu nasional. Untuk ukuran mutu yang tidak ada standar
nasionalnya, angkanya dibandingkan dengan hasil penilaian tahun-tahun sebelumnya.
Standar nasional untuk asuhan kesehatan RS di Indonesia
1. BOR : 75-85%
2. ALOS : 7-10 hari
3. TOI : 1-3 hari
4. BTO : 5-45 hari
5. NDR (48 jam) : < 2,5%
6. GDR : <3%
7. Anasthesia Death Rate : 1/5000
8. Post Operation Death Rate : <1%
9. Post Operative Infection Rate : <1%
10. Normal Tissue Removal Rate : <10%
11. Maternal Death Rate : <0,25%
4. Pencatatan dan Pelaporan
a. Pencatatan
Pencatatan disini dimaksudkan pendokumentasian segala informasi medis
seorang pasien ke dalam rekam medis. Data pasien dapat dikelompokkan ke dalam
dua kelompok, yaitu data sosial dan data medis.
Untuk mendapatkan data medis yang baik, ada beberapa hal yang dapat
diperhatikan oleh dokter dan ahli di bidang kesehatan lainnya, yaitu mencatat secara
tepat waktu, up to date, cermat dan lengkap, dapat dipercaya dan menurut kenyataan,
berkaitan dengan masalah dan pokok perihalnya, sehingga tidak bertele-tele, bersifat
subjektif sehingga menimbulkan kesan jelas. Kegiatan pencatatan ini melibatkan
semua unit pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan ataupun tindakan
kepada pasien.
Bentuk catatan dapat dibedakan berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Catatan yang bersifat kolektif
Catatan ini dalam bentuk buku yang sering disebut buku register. Buku register ini
merupakan sumber utama data kegiatan rumah sakit.
2. Catatan yang bersifat individual
Catatan ini mendokumentasikan segala tindakan medik yang diberikan kepada
seorang pasien. Bentuk catatan ini berupa lembaran-lembaran yang dinamakan
rekam medis.
Sebelum dilakukan pengolahan, berkas-berkas rekam medis tersebut diteliti
kelengkapannya baik isi maupun jumlahnya. Rekapitulasi dari sensus harian diolah
untuk menyiapkan laporan yang menyangkut kegiatan rumah sakit, sedangkan
formulir-formulir rekam medis diolah untuk menyiapkan laporan yang menyangkut
morbiditas dan mortalitas (Depkes RI, 1994).
Penyajian data menurut sifatnya dapat berupa :
1. Data deskriptif, masih menggambarkan keadaan apa adanya dan belum
memberikan gambaran makna daripada keadaan tersebut.
2. Data analitik, sudah dapat memberikan makna dari pola keadaan sesuatu sehingga
dapat memberikan suatu informasi yang dapat dipakai sebagai bahan tindak lanjut
oleh pengambil keputusan.
b. Pelaporan
Sistem pelaporan rumah sakit merupakan bagian dari sistem informasi rumah sakit
berbagai data tentang kegiatan rumah sakit dikumpulkan untuk mewujudkan sistem
ini. Data tersebut dikumpulkan melalui berbagai formulir standart sesuai dengan
frekuensi dan periodenya, jenis data dan formulir yang perlu dilaporkan antara lain :
1. Data kegiatan rumah sakit (RL.1)
Formulir RL.1 merupakan formulir rekapitulasi yang mencakup berbagai kegiatan
rumah sakit seperti rawat inap, rawat jalan, pelayanan instalasi rawat darurat,
kegiatan bedah dan non bedah, pelayanan kesehatan gigi, kegiatan radiologi,
pengujian kesehatan, rehabilitasi medik, latihan kerja, pelayanan kesehatan jiwa,
kegiatan transfusi darah, kegiatan pengujian kesehatan, kegiatan farmasi rumah
sakit, kegiatan pemeriksaan laboratorium klinik, kegiatan rujukan, kegiatan
keluarga berencana. Formulir ini dibuat setiap triwulan oleh masing-masing
rumah sakit berdasarkan pencatatan harian yang dikompilasikan setiap bulan. Data
yang dilaporkan mencakup semua keadaan mulai tanggal 1 bulan pertama sampai
dengan tanggal 30 atau 31 bulan ketiga pada triwulan yang bersangkutan.
2. Data kegiatan morbiditas rumah sakit, terdiri dari :
Kegiatan morbiditas individual pasien rawat inap yang meliputi :
Morbiditas untuk pasien umum (RL2.1) yang isinya mencakup: jati diri
pasien, tanggal masuk dan tanggal keluar, diagnosis, penyebab luar cedera dan
keracunan, operasi atau tindakan keadaan keluar rumah sakit dan sebagainya.
Morbiditas untuk pasien kebidanan (RL.2.2) yang isinya mencakup : jati diri
pasien, tanggal masuk dan tanggal keluar, cara melahirkan, diagnotis utama,
masa getasi, operasi atau tindakan. Keadaan keluar rumah sakit, tanggal
melahirkan, paritas, dan jumlah kelahiran hidup atau mati.
Morbiditas untuk bayi lahir di rumah sakit (RL.2.3) yang isinya mencakup :
tanggal masuk dan tanggal keluar pasien, tanggal lahir bayi, berat lahir,
keadaan lahir, diagnosis utama, dan keadaan keluar rumah sakit.
Rekapitulasi data keadaan morbiditas rawat inap di rumah sakit (RL2a, dan RL2a1
untuk laporan survailans terpadu) memuat data kompilasi penyakit atau
morbiditas pasien rawat inap yang dikelompokkan menurut daftar tabulasi dasar
klasifikasi internasional penyakit ke sepuluh. Untuk masing-masing kelompok
penyakit berisi informasi mengenai jumlah pasien keluar menurut golongan umur,
serta jumlah pasien keluar mati.
Data status informasi (RL2c) sehingga lampiran RL2a1 yang memuat informasi
tentang penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Rekapitulasi data keadaan morbiditas pasien rawat jalan di rumah sakit (RL2b,
dan RL 2b1), memuat data kompilasi penyakit atau morbiditas pasien rawat jalan
yang dikelompokkan menurut daftar tabulasi dasar klasifikasi internasional
penyakit kesepuluh. Untuk masing-masing kelompok penyakit berisi informasi
mengenai jumlah kasus baru menurut golongan umur dan serta jumlah kunjungan.
3. Data inventarisasi (data dasar) rumah sakit (RL 3), memuat data identitas rumah
sakit, surat ijin penyelenggaraan, direktur rumah sakit, fasilitas kesehatan gigi,
fasilitas tempat tidur, fasilitas unit rawat jalan.
4. Data ketenagaan rumah sakit (RL 4), memuat informasi rekapitulasi data jumlah
tenaga yang bekerja di rumah sakit menurut kualifikasi pendidikan dan status
kepegawaian, dan RL 4a yang merupakan data individual ketenagaan rumah sakit
memuat data pribadi, data pekerjaan, pendidikan lanjut, pengalaman kerja, latihan
jabatan dan status kepegawaian.
5. Data peralatan rumah sakit (RL5) memuat informasi rekapitulasi data jumlah
peralatan medik yang ada di rumah sakit menurut sumber pengadaan dan
keadaannya, dan RL5a yang merupakan data individual peralatan medik di rumah
sakit, memuat nama atau jenis alat, tipe atau model, kapasitas dan sebagainya
(Ditjen Yan.Med, 1992).
Pelaporan rumah sakit merupakan suatu alat organisasi yang bertujuan untuk
dapat menghasilkan laporan secara cepat, tepat dan akurat. Sistem pelaporan di RS
pada umumnya menggunakan sistem desentralisasi yang artinya sistem pelaporan
tidak terkoordinasi melalui satu pintu tetapi masing-masing unit/urusan menggunakan
buku ekspedisi sendiri. Jenis laporan yang dibuat dibedakan menjadi 2 kelompok,
yaitu:
a. Laporan intern rumah sakit
Yaitu laporan yang dibuat sebagai masukan untuk menyusun konsep Rancangan
Dasar Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
Indikasi laporan adalah :
1) Sensus harian, meliputi
a) Pasien masuk rumah sakit
b) Pasien keluar rumah sakit
c) Pasien meninggal di rumah sakit
d) Lamanya pasien dirawat
e) Hari perawatan
2) Persentase pemakaian TT
a) Kegiatan persalinan
b) Kegiatan pembedahan dan tindakan medis lainnya
c) Kegiatan rawat jalan penunjang
b. Laporan ekstern rumah sakit
Yaitu pelaporan yang wajib dibuat oleh rumah sakit sesuai dengan peraturan yang
berlaku, ditunjukkan kepada Departemen Kesehatan RI, Kanwil Depkes RI
(sekarang , Dinkes Propinsi, Dinkes Kabupaten/kota
Pelaporan yang dibuat sesuai kebutuhan Depkes RI, meliputi :
1) Data Kegiatan Rumah Sakit (RL 1)
2) Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Inap (RL 2a)
3) Data Keadaan Morbiditas penyakit Khusus Pasien Rawat Inap (RL 2a1)
4) Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Jalan (RL 2b)
5) Data Keadaan Morbiditas Penyakit Khusus Pasien Rawat Jalan (RL 2b1)
6) Data individual Morbiditas Pasien Rawat Inap
7) Pasien Umum (RL 2.1)
8) Pasien Obstetrik (RL 2.2)
9) Pasien baru lahir/lahir mati (RL 2.3)
10) Data Inventaris Rumah Sakit (RL3)
11) Data Keadaan ketenagaan RS (RL 4)
12) Data individual Ketenagaan RS (RL 4a)
13) Data Peralatan Rumah Sakit (RL 5)
Periode Pelaporan
1. (RL 1) dibuat setiap tribulan berdasarkan catatan harian yang dikompilasi setiap
bulan
2. (RL 2 a) dilaporkan setahun sekali
3. (RL 2 b) dilaporkan setahun sekali
4. (RL 2 a1) dilaporkan setiap bulan
5. (RL 2 a2) dilaporkan setiap bulan
6. (RL 2.1), (RL 2.2), (RL 2.3), dibuat sistem sampling dari tangan 1 s/d 10 setiap
bulan : Pebruari, Mei, Agustus dan Nopember khusus ke DepKes RI
7. (RL 3) dilaporkan setahun sekali
8. (RL4), (RL 4a), (RL 5) dilaporkan setahun sekali