KELAS : EI
Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua
jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesahatan dan pelayanan administrasi.
Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi
medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat,
unit rawat jalan, dan unit rawat inap. Dalam perkembangannya pelayanan rumah sakit tidak
terlepas dari pembangunan ekonomi masyarakat. Perkembangan ini tercermin pada perubahan
fungsi klasik RS yang pada awalnya hanya memberikan pelayanan yang bersifat penyembuhan
(kuratif) terhadap pasien melalui rawat inap. Pelayangan RS kemudian bergeser karena kemajuan
ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran, peningkatan pendapatan dan pendidikan
masyarakat. Pelayanan kesehatan di RS saat ini tidak saja bersifat kuratif (penyembuhan), tetapi
juga bersifat pemulihan (rehabilitatif). Keduanya dilaksanakan secara terpadu melalui upaya
promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Dengan demikian, sasaran pelayanan
kesehatan RS bukan hanya untuk individu pasien, tetapi juga berkembang untuk keluarga pasien
dan masyarakat umum. Fokus perhatiannya memang pasien yang datang atau yang dirawat
sebagai individu dan bagian dari keluarga. Atas dasar sikap seperti itu pelayanan kesehatan di RS
merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (komperhensif dan holistik).
Pelayanan RS di Indonesia saat ini sudah bersifat padat modal, padat karya, dan padat
teknologi dalam menghadapi persaingan global. Dalam hal rujukan medik, RS juga diandalkan
untuk memberikan pengayoman medik (pusat rujukan) untuk pusat-pusat pelayanan yang ada di
wilayah kerjanya. Sifat pengayoman sangat erat kaitannya dengan klasifikasi Rumah Sakit. Ada
empat jenis RS berdasarkan klasifikasi perumahsakitan di Indonesia yaitu kelas A, B, C, dan D.
Kelas RS yang lebih tinggi (A) mengayomi kelas Rumah Sakit yang lebih rendah dan
mempunyai pengayoman wilayah yang lebih luas. Pengayoman dilaksanakan melalui dua sistem
rujukan yaitu sistem rujukan kesehatan (berkaitan dengan upaya promotif dan preventif seperti
bantuan teknologi, bantuan sarana dan operasionalnya) dan rujukan medik (berkaitan dengan
pelayanan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif)
Dan berubahnya RS kelas A dan B menjadi RS seadanya, bahkan ada yang menjadi
Perusahaan Jawatan (Perjan), menejemen klasik RS di Indonesia sudah pasti mengalami
perubahan. Perubahan dalam hal peningkatan profesionalisme staf, tersedianya peralatan yang
lebih canggih, dan lebih sempurnanya sistem administrasi RS yang akan bermanfaat untuk
peningkatan mutu pelayanan kesehatan RS
Dengan penerapan sistem manajemen mutu secara menyeluruh dan model pengukuran
tepat maka perusahaan akan menjadi perusahaan kelas dunia yang siap memenangkan
persaingan.
Dalam penerapannya, manajemen di rumah sakit dapat dilihat dari fungsi perencanaan
rumah sakit dan fungsi pergerakan dan pelaksanaan rumah sakit.
Ada dua alasan mengapa perencanaan diperlukan yaitu untuk mencapai “Protective
bennefits” yaitu merupakan hasil dari pengurangan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam
pembuatan keputusan dan “Positive benefit” yaitu untuk peningkatan pencapaian tujuan
organisasi.
1. Keterbatasan dalam ketepatan informasi dan fakta-fakta tentang masa yang akan datang.
2. Memerlukan biaya yang cukup besar.
3. Hambatan psikologis.
4. Menghambat timbulnya inisiatif.
5. Terhambatnya tindakan yang perlu diambil.
1. Analisis situasi
Tujuannya adalah untuk mengumpulkan data atau fakta. Analisis situasi ini melibatkan beberapa
aspek ilmu yaitu:
Pengumpulan data dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung, yaitu:
Mendengarkan keluhan masyarakat di lapangan.
Membahas masalah-masalah kesehatan dengan tokoh-tokoh formal dan informal
masyarakat.
Membahas masalah-masalah bersama petugas lapangan kesehatan.
Membaca laporan kegiatan program kesehatan.
Mempelajari peta wilayah, sensus penduduk, laporan khusus, hasil suatu survei, juklak
program, laporan tahunan.
Masalah penyakit (medis), intervensi medis yaitu diagnosa penyakit, pengobatan dan
tindak lanjut.
Masalah kesehatan masyarakat (Public health), surveilen, analisis epidemiologi,
intervensi yaitu promosi kesehatan, perlindungan spesifik atau imunisasi dan deteksi dini.
Masalah dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu masalah tentang penyakit, masalah
manajemen pelayanan kesehatan (masalah program), dan masalah perilaku, sikap dan
pengetahuan masyarakat. Prioritas masalah secara praktis dapat ditetapkan berdasarkan
pengalaman staf, dana, dan mudah tidaknya maslah dipecahkan. Prioritas masalah dijadikan
dasar untuk menentukan tujuan.
Contoh masalah tentang penyakit antara lain KIA/ KB, tingginya prevalensi anemia pada
remaja putri dan wanita hamil, partus kasep, kematian ibu bersakin, BBLR, kematian neonatal
dan perinatal (misalnya akibat tetanus neonatorum, ISPA, diare), infertility, mioma, Ca. Cervix,
Ca. Mammae serta masalah komplikasi pemakaian IUD.
Masalah input, jumlah staf kurang, keterampilan dan motivasi kerja rendah, peralatan
kurang memadai, jenis obat yang tersedia tidak sesuai.
Masalah proses, terkait dengan fungsi manajemen (POAC) yaitu kurang jelas tujuan
program, kurang jelas rumusan masalah program (Planning), pembagian tugas tidak jelas
(Organizing), kepemimpinan kurang (Actuating), pengawasan atau supervisi lemah
(Controlling).
Contoh masalah manajemen pelayanan kesehatan antara lain tingginya jumlah anak yang
menderita diare, air minum yang terkontaminasi air limbah, kebutuhan masyarakat akan
penyuluhan kesehatan, banyaknya tumpukan sampah di sepanjang jalan umum, pemilikan
jamban keluarga yang masih rendah, kurangnya persediaan oralit di Posyandu dan tervatasnya
jumlah staf yang mampu melakukan deteksi dini diare. Yang menjadi prioritas atau masalah
utama adalah tingginya jumlah anak yang menderita diare.
Kriteria penetapan prioritas masalah kesehatan:
Contoh: Untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan antenatal care ibu-ibu hamil, dirumuskan
tujuan pelayanan “meningkatnya cakupan K1 (kunjungan ibu hamil yang pertama) dari 80%
menjadi 100%, dan K4 60% menjadi 80%”. Perlu didistribusikan bidan di setiap desa. Perlu
penyediaan kit bidan lengkap.
Sebelum menentukan tolak ukur, perlu dipelajari hambatan-hambatan program kesehatan yang
pernah dialami atau diperkirakan baik yang bersumber dari masyarakat, lingkungan, Puskesmas
maupun dari sektor lainnya.
Hambatan program dalam manajemen rumah sakit antara lain:
Hambatan pada sumber daya yaitu meliputi motivasi yang rendah pada staf pelaksana,
partisipasi masyarakat yang rendah, peralatan tidak lengkap, informasi tidak valid, dana
yang kurang dan yang waktu kurang.
Hambatan pada lingkungan yaitu meliputi geografis (jalan rusak), iklim, tingkat
pendidikan rendah, sikap dan budaya masyarakat (mitos, tabu, salah persepsi) serta
perilaku masyarakat yang kurang partisipatif.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah membuat daftar hambatan dan kendala program
kemudaian mengeliminasi, memodifikasi, serta mengurangi yang tidak bisa dilakukan dan
menyesuaikannya dengan tujuan operasional kegiatan program.
Dengan Rencana Kerja Operasional (RKO) akan memudahkan pimpinan mengetahui sumber
daya yang dibutuhkan dan sebagai alat pemantau. Pembahasan rencana kerja operasional
meliputi:
1. Langkah I:
Yaitu Pengumpulan Data Dasar, Pada langkah ini dilakukan pegumpulan informasi yang
akurat dan lengkap dari semua sumber yang terkait dengan klien. Untuk menerima data
dilakukan dengan cara :
Sebuah Anamnesa :
Dapatkan data dari pasien dianranya Biodata, Riwayat Menstruasi, Riwayat Kesehatan, Riwayat
Kehamilan, Persalinan & Nifas, Biopsikospiritual dan Pengetahuan Klien
a. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital
b. Pemeriksaan Khusus yaitu Inspeksi, Palpasi, Auskultasi, Perkusi.
c. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium Uji
2. Langkah II
Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan mengumpulkan terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan
interpretasi atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan
diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik.
Sebuah. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam penerapan
praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
a. Standar nomenklatur diagnosa kebidanan:
1) Diakui dan telah disyahkan oleh profesi
2) Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan
3) Memiliki ciri khs kebidanan
4) Didukung oleh penilaian klinis dalam praktik kebidanan
5) Dapat disetujui dengan membicarakan manajemen kebidanan
3. Langkah III
Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Pada langkah ini kita membahas masalah atau diagnosis yang berpotensi berdasarkan
pada masalah dan diagnosis yang sudah disetujui. Langkah ini perlu antisipasi, bila perlu
dilakukan, sambil menunggu klien bidan dapat disiapkan-siap jika diagnosa / masalah potensi ini
benar-benar terjadi.Pada langkah ini penting sekali lakukan asuhan yang aman.
Contoh masalah potensial:
Seorang ibu hamil datang dengan pembesaran rahim yang berlebihan (pembesaran perut
tidak sesuai dengan umur kehamilan). Bidan harus mempertimbangkan penyebab pembesaran
yang berlebihan tersebut, misalnya:
· Ibu hamil dengan diabetes mellitus (DM)
· Kehamilan molahidatidosa
· Kehamilan kembar
Kemudian bidan harus disetujui, melakukan perencanaan untuk mengatasinya dan
dipersiapkan sebelum tiba tiba tiba perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri
karena pembesaran uterus yang berlebihan. Pada persalinan dengan bayi besar, bidan membantah
dan bersiap-siap menentang meminta distosia bahu dan juga kebutuhan untuk resusitasi. Bidan
juga membantah terhadap wanita yang menderita infeksi saluran kencing yang menyebabkan
naiknya peningkatan partus prematur atau bayi kecil. Persiapan yang sederhana dengan meminta
dan mengkaji diskusi pada setiap kunjungan ulang, pemeriksaan laboratorium terhadap
simptomatik bakteri dan segera memberikan pengobatan jika infeksi saluran kencing terjadi.
4. Langkah IV
Mengidentifikasi dan Menentukan Kebutuhan yang Segera Merencanakan Penanganan
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan / atau untuk
dikonsultasikan atau diverifikasi bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan
persyaratan klien. Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan. Jadi manajemen bukan hanya selama periode primer saja atau kunjungan prenatal
saja, tetapi juga selama wanita ini bersama bidan, terus-menerus, misalnya pada waktu wanita
tersebut dalam persalinan. Data baru mungkin perlu dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data
dapat mempertimbangkan bagaimana gawat dimana bidan harus segera dilakukan untuk
keselamatan ibu atau anak (misalnya perdarahan kala III atau perdarahan segera setelah lahir,
distosia bahu, atau nilai APGAR yang rendah).
Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukkan satu diskusi yang diperlukan tindakan
sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter, misalnya prolaps tali
pusat.Hubungan lain bisa saja tidak melibatkan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter. Dapat pula ditemukan pertanda-pertanda awal dari pre-eklampsia,
kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes atau masalah medik yang serius, bidan perlu
bantuan konsultasi atau konsultasi dengan dokter .
Dalam kondisi tertentu seorang ibu mungkin juga akan meminta konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lainnya seperti pekerja sosial, ahli gizi, atau seorang
ahli perawatan klinis yang baru lahir. Dalam hal ini bidan harus mampu menentukan setiap klien
untuk menentukan siapa yang mau berkonsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam
manajemen sebagai klien.
5. Langkah V
Merencanakan Asuhan Secara Menyeluruh (Intervensi)
Pada langkah ini ditetapkan sebagai yang selesai, ditentukan oleh langkah-langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah
yang telah disetujui atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi / data dasar yang tidak lengkap
dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang membahas tidak hanya membahas apa yang sudah
teridentifikasi dari klien atau dari setiap masalah yang berkaitan dengan pembahasan antisipasi
terhadap ibu seperti apa yang diperkirakan akan terjadi selanjutnya, memerlukan bantuan,
konseling, dan perlu bantuan klien jika ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial,
ekonomi, budaya atau masalah psikologis.
Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah termasuk setiap hal yang
berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana sebagai rencana harus dibuat oleh kedua
belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien, agar dapat dilakukan dengan efektif karena klien
merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas
bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama
klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum memulai.
Semua keputusan yang dikembangkan di asuhan yang diperbarui ini harus benar dan
benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang terbaru dan sesuai dengan pendapat
tentang apa yang akan atau tidak akan dilakukan klien. Sesuai dengan yang ada, sesuai dengan
klien dan pengetahuan tentang yang benar dan sesuai dengan data dasar yang lengkap, dan dapat
dianggap valid sehingga menghasilkan asuhan klien yang lengkap dan tidak berbahaya.
6. Langkah VI
Melaksanakan Perencanaan (Implementasi)
Pada langkah keenam rencana ini selesai seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5
dilakukan dengan efisien dan aman. Perencanaan ini dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang
lain.
Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk menjalankan
tugasnya.(Misalnya: pastikan agar langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana). Dalam
diskusi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter, untuk meminta klien yang kesulitan, maka
pindah bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab terhadap
terlaksananya rencana asuhan bersama yang diperbarui tersebut. Manajemen yang efisien akan
menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan kualitas dari asuhan klien.
7. Langkah VII
Evaluasi
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan
pemenuhan kebutuhan akan bantuan benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan yang
telah disetujui di dalam masalah dan diagnosa. Rencana ini dapat dianggap efektif jika memang
benar efektif dalam pelaksanaanya. Ada sebagian besar rencana yang efektif.
Mengingat proses manajemen seperti ini merupakan suatu kontinum, maka perlu
dikembalikan kembali awal asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk
meningkatkan pemikiran proses manajemen tidak efektif dengan melakukan pembahasan sesuai
rencana asuhan tersebut.
Langkah-langkah proses manajemen pada umumnya merupakan pengkajian yang
memperjelas proses berpikir yang memengaruhi tindakan yang berorientasi pada proses
klinis.Karena proses manajemen tersebut berlangsung di klinik dan dua langkah yang terakhir
tergantung pada klien dan klinik, maka tidak mungkin proses manajemen ini dievaluasi dalam
tulisan saja.
Langkah ini sebagai pengecekan apakah rencana asuhan tersebut efektif. Dalam
pendokumentasian / catatan asuhan kebidanan diterapkan dalam bentuk SABUN.
Data Subjektif (S), adalah data pasien yang didapat dari anamnesa.
Data Objektif (O), adalah data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik serta penunjang dan
catatan medis lainnya.
Assasment (A), adalah anlisa dan interpretasi data yang terkumpul dan dibuat kesimpulan. Yang
terdiri dari:
Sebuah. Diagnosa
b. Antisipasi diagnosa / masalah potensial
c. Perlunya tindakan segera / kolaborasi
Perencanaan / Perencanaan (P), merupakan gambaran pendokumentasian dari tindakan. Evaluasi
didalamnya termasuk:
Sebuah. Asuhan mandiri
b. Kolaborasi
c. Tes diagnostik / lab
d. Konseling
e. Mengikuti