Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Pasal 1 ayat (2) UndangUndang Dasar Repubik Indonesia,

Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

Dasar” ini menunjukan bahwa demokrasi adalah hak mutlak yang dimiliki rakyat

dan dijamin dalam konstitusi. Pelaksanaan demokrasi yang diwujudkan dalam

pemilihan umum yang langsung, umum, bebas dan rahasia. Pemilu untuk

menyusun kelembagaan negara yaitu Ekesekutif (Presiden dan Wakil Presiden)

dan Lembaga Legislatif dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan

Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakila Rakyat Daerah (DPRD) yang

dilaksanakan secara demokratis.

Melihat situasi perkembangan dunia dewasa ini, demokrasi tidak langsung

atau demokrasi keterwakilan merupakan penerapan realitas politik. Pemilihan

umum adalah sebuah alat untuk memilih wakil rakyat. Oleh karenanya, jika

pemilu tidak terlaksana dengan kompetitif, jujur, dan adil; dapat dikatakan

absennya suatu demokrasi. Pemilu demokratis adalah landasan bagi pemerintahan

1
yang terlegitimasi. Jika tidak ada pemilu yang demokratis, pemerintah akan

kehilangan legitimasi dan dukungan dari rakyatnya.

Pemilu demokratis yang sah atau bebas dan adil tidak terbatas apakah

lembaga Komisi Pemilihan Umum berlaku imparsial dan efektif, tetapi juga

bagaimana peran kandidat melaksanakan kampanye dengan bebas dan mendapat

dukungan dari rakyat. Hal yang berkaitan erat terhadap pemilu yang bebas dan

adil adalah apakah sumber-sumber pemerintah digunakan dengan benar selama

proses pemilu; apakah militer bersikap netral dan bertindak sebagai organisasi

profesional; dan apakah kepolisian dan pengacara menegakkan kewajiban dan

melindungi mereka yang melaksanakan hak sipil dan politik. Selain itu, isu

penting lainnya adalah apakah institusi pengadilan bertindak imparsial dan

efektif; apakah media menghadirkan pemberitaan dan informasi yang akurat serta

bertindak selaku watchdog terhadap pemerintah dan proses politik, dan apakah

media menyediakan akses kepada kandidat dan cakupan tujuan para kandidat.1

Elemen penting selama proses ini adalah pembentukan kepercayaan rakyat

menjelang pemilu. Jika rakyat tidak merasa terlibat secara bebas untuk mengelola

pilihan politik, mendapat informasi memadai sesuai keperluan dan tujuannya,

1
Merloe, Patrick, Pemilihan Umum Demokratis: Hak Asasi, Kepercayaan Masyarakat dan
Persaingan Yang Adil. Jakarta: Dinas Penerangan Amerika Serikat, 1994, h. 1.

2
sebagaimana hak pilihnya dihormati; proses pemilu menjadi tidak signifikan. Para

kandidat harus mendapat kesempatan yang sama untuk memenangi suara –pada

“tingkat berkompetisi yang fair”. Lebih jauh, para kandidat juga harus merasakan

keterlibatan dalam proses dan menghargai hasil pemilu. Dengan demikian, pemilu

menjadi begitu dekat sebagai kegiatan peralihan yang terlaksana sebelum dan

sesudah pemilu.2

Undang-undang atau berbagai peraturan memang sudah menggariskan

hal-hal yang boleh dilakukan, wajib dilakukan dan hal-hal yang tidak dibolehkan

dilakukan (dilarang), akan tetapi dalam kenyataannya manusia sering lalai atau

sengaja melanggar berbagai ketentuan atau peraturan dengan latar belakang yang

berbeda termasuk dalam pelanggaran Pemilu.

Sebuah lembaga yang bertanggung jawab mengatur administrasi

penyelenggaraan pemilu harus independen dan mampu mengadakan proses

pemilu yang adil dan efektif. Jika tidak, masyarakat tidak akan mempercayai hasil

pemilu. Lebih lanjut, penting adanya evaluasi terhadap institusi pemilu, termasuk

penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan, yang memantau aspek-aspek

tersebut secara memadai dan melaksanakan tindakan efektif guna menghindari

2
Ibid

3
permasalahan dan kecurangan. Hal ini untuk memastikan kesetaraan di dalam

proses peradilan dan perlakuan yang sama dan perlindungan hukum bagi para

kandidat.

Salah satu kasus yang terjadi adalah penetapan calon walikota dan wakil

walikota Kota Gorontalo atas nama Marten Taha dan Ryan Kono. Hal ini menjadi

permasalahan karena Ijasah Ryan kono di legalisir di Luar Negeri yaitu Australia

dalam Pasal 41 Ayat (1) PKPU Nomor 5 Tahun 2017 “Fotokopi Ijazah/Surat

Tanda Tamat Belajar (STTB), yang telah dilegalisasi oleh instansi yang

berwenang, sebagai bukti pemenuhan persyaratan calon sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c.”

Dalam redaksi Pasal tersebut terdapat unsur tentang legalisasi oleh instansi

yang berwenang namun tidak dijelaskan secara jelas tentang instansi yang

berwenang tersebut, juga tidak terdapat penjelasan Pasal. Demikian pula jika

ditelisik melalui Pasal 51 Ayat (1) “Pengesahan fotokopi ijazah/Surat Tanda

Tamat Belajar (STTB) yang diperoleh dari sekolah luar negeri dilakukan oleh

kepala sekolah yang bersangkutan dan/atau instansi yang menyelenggarakan

urusan pendidikan”, Ayat (3) “Pengesahan fotokopi ijazah/Surat Tanda Tamat

4
Belajar (STTB) yang diperoleh dari sekolah asing di luar negeri dilakukan oleh

pejabat yang berwenang di instansi yang menyelenggarakan urusan pendidikan.”

Berdasar uraian tersebut tidak adanya penjelasan yang terang tentang

pihak berwenang untuk melegalisasi dan ketika dikaitkan dengan penjelasan

sebelumnya maka pihak kedutaan besar (perwakilan diplomatik) di Indonesia

tentu dapat serta berwenang untuk melakukan legalisasi dokumen asing (dari

negara bersangkutan) yang akan digunakan di Indonesia serta terkait sah atau

tidaknya tentu adalah ranah pengadilan yang sesuai unsur normatif dalam PKPU.

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik membuat makalah dengan judul”

Anomali Penetapan Calon Walikota dan Wakil Walikota Kota Gorontalo”

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pelanggaran Administrasi Pemilu dalam Pemilihan Kepala

Daerah?

2. Bagaimana Anomali Penetapan Calon Walikota dan Wakil Walikota

Kota Gorontalo?

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pelanggaran Administrasi Pemilu

Administrasi berasal dari bahasa latin, yaitu administrare. Ridwan HR

mengartikan administrasi sebagai:3

1. usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan

cara-cara penyelenggaraan pembinaan administrasi;

2. usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan

kebijaksanaan serta mencapai tujuan;

3. kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan;

4. kegiatan kantor dan tata usaha. Administrasi dapat diartikan secara

sempit dan secara luas.

Dalam arti sempit, administrasi merupakan semua kegiatan tulis-menulis,

catatmencatat, surat-menyurat, ketik-mengetik serta penyimpanan, dan

pengurusan hal-hal yang bersifat teknis ketatausahaan sematamata. Sedangkan

3
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, cetakan ketujuh, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2001, hal. 28

6
administrasi dalam arti luas adalah proses kerjasama antara dua orang atau lebih

berdasarkan rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Demock

& Koening mengatakan administrasi negara adalah kegiatan negara dalam

melaksanakan kekuasaan politik, dan dalam arti sempit merupakan kegiatan dari

badan eksekutif dalam melaksanakan pemerintahan.4

Pelanggaran administrasi pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan

Undang-Undang Pemilu yang bukan merupakan ketentuan pidana pemilu dan

terhadap ketentuan lain yang diatur dalam peraturan KPU.5 Ketentuan dan

persyaratan menurut undang-undang pemilu tentu saja bisa berupa ketentuan-

ketentuan dan persyaratan-persyaratan yang diatur, baik dalam undang-undang

pemilu maupun dalam keputusan-keputusan KPU yang bersifat mengatur sebagai

aturan pelaksanaan dari undang-undang pemilu.

Mengacu kepada pemahaman seperti ini, tentu saja jumlah dari

pelanggaran administrasi ini sangat banyak. Sebagai contoh dari ketentuan

menurut Undang-Undang Pemilu adalah: “Untuk dapat menggunakan hak

memilih, warga negara Republik Indonesia harus terdaftar sebagai

pemilih.”Dengan ketentuan seperti ini, apabila ada orang yang tidak terdaftar

4
Ibid, hal. 36
5
Lihat, Pasal 248 UU No. 10/2008.

7
sebagai pemilih ikut memilih pada hari pemungutan suara, artinya telah terjadi

pelanggaran administrasi. Contoh dari persyaratan menurut Undang-Undang

Pemilu adalah: “syarat pendidikan, syarat usia pemilih, dan sebagainya.”

Ketentuan dan persyaratan juga banyak dijumpai dalam keputusan KPU.

Misalnya mengenai kampanye pemilu, di mana terdapat banyak pelanggaran

administrasi seperti menyangkut tempat-tempat pemasangan atribut kampanye,

larangan membawa anak-anak di bawah 7 tahun atau larangan berkonvoi lintas

daerah.

Dalam hal penyelesaian tindak pidana pemilu, undang-undang memberi

aturan atau mekanisme mulai dari pelaporannya, penyidikan, penuntutan, hingga

peradilannya (paling tidak ditentukan batasan waktunya), serta penyelesaian

tindak pidana pemilu yang juga memberi aturan mengenai batasan waktu, bahkan

juga tahapan penyelesaian sengketanya. Sebaliknya, pada pelanggaran

administrasi ini, Undang-Undang Pemilu hanya menyatakan bahwa laporan yang

merupakan pelanggaran administrasi diserahkan kepada KPU. Jadi tidak jelas

bagaimana KPU menyelesaikan pelanggaran administrasi ini serta berapa lama

KPU dapat menyelesaikannya.

8
Beberapa contoh pelanggaran administrasi pemilu adalah sebagai berikut:

pemasangan alat peraga peserta kampanye, seperti poster, bendera, umbulumbul,

spanduk, dan lain lain dipasang sembarangan. Undang-Undang melarang

pemasangan alat peraga di tempat ibadah, tempat pendidikan, lingkungan kantor

pemerintahan; Peraturan KPU melarang penempatan alat peraga kampanye di

jalan-jalan utama atau protokol dan jalan bebas hambatan atau jalan tol. Arak-

arakan atau konvoi menuju dan meninggalkan lokasi kampanye rapat umum dan

pertemuan terbatas tidak diberitahukan sebelumnya kepada polisi sehingga tidak

memiliki kesempatan untuk mengatur perjalanan konvoi. Selain itu, peserta

konvoi sering keluar dari jalur yang telah ditetapkan oleh panitia. Kampanye rapat

umum dilakukan melebihi waktu yang ditentukan. Kampanye melintasi batas

daerah pemilihan. Perubahan jenis kampanye, dalam hal ini KPU dan peserta

pemilu sudah menetapkan bahwa parpol tertentu melakukan kampanye terbatas di

tempat tertentu, namun dalam pelaksanaannya kampanye terbatas tersebut

berubah menjadi kampanye rapat umum yang pada akhirnya juga diikuti oleh

arakarakan.

9
Tabel 1. Penanganan Pelanggaran Administrasi

Laporan

Bawaslu Kajian Rekomendasi KPU


Temuan

Keputusan

Keputusan

Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan kampanye

Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden, dikenai sanksi sesuai ketentuan tentang peraturan perundang-undangan

10
dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait.6 Bawaslu dan KPU

menetapkan secara bersama-sama sanksi terhadap pelanggaran administrasi oleh

pelaksana dan peserta kampanye, selain sanksi administrasi yang terdapat dalam

UU No. 10/2008 dan UU No. 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden.

Menurut hemat Penulis, hal tersebut tidak tepat karena KPU dan Bawaslu

adalah pelaksana dan pengawas pemilu, bukan pembuat norma penting pemilu

apalagi menentukan sanksi. Jadi semestinya UU Pemilu menetapkan secara jelas

apa saja pelanggaran administrasi pemilu serta sanksi untuk masing-masing

pelanggaran itu. Sayangnya, pembuat UU Pemilu tidak melakukan itu, justru

hanya membuat definisi umum dari pelanggaran administrasi dan membiarkan

apa sanksi pelanggaran itu kepada KPU dan Bawaslu. Pada UU Pemilu ke depan,

mestinya kekurangan ini diperbaiki.

6
Pasal 125 ayat (2) UU No.10/2008 dan Pasal 90 ayat (2) UU No. 42/2008.

11
2.2. Anomali Penetapan Calon Walikota dan Wakil Walikota Kota

Gorontalo

Setiap daerah di Indonesia mempunyai Kepala Daerah yang dipilih secara

demokratis sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan “Gubernur,

Bupati, dan Walikota masing- masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,

kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”. Pemilihan Kepala Daerah yang

dipilih secara demokratis merupakan pranata terpenting bagi masyarakat daerah.

Melalui Pemilihan Kepala Daerah, masyarakat lokal bisa menentukan nasibnya

sendiri yang berkaitan dengan kepentingan mereka di daerah.7

Pemilihan Kepala Daerah yang cukup panjang, akhirnya sampai pada satu

keputusan, yaitu bahwa saat ini Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih

dalam satu pasangan calon secara langsung oleh rakyat lokal. Hal ini diatur dalam

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Selain itu, dalam undang-undang

7
Muhammad Asfar, Mendesain Managemen Pilkada, Surabaya, Pustaka Eureke, 2006, hlm. 12.

12
tersebut juga diatur bahwa Pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan secara serentak

di seluruh wilayah Indonesia.

Salah satu Pemilihan kepala daerah yang dilakukan di Provinsi Gorontalo

tepatya pemilihan Walikota dan wakil Walikota yang dalam perkembanganya

terjadi peristiwa pencoretan salah satu pasagan calon yaitu marten taha dan ryan

kono karena terindikasi melakukan pelanggaran administrasi berupa Legalisir

ijasah yang dilakukan di luar negeri yang dilampirkan dalam Surat Keputusan

Komisi Pemilihan Umum Kota Gorontalo Nomor 15/HK.03.1.3-kpt/7571/KPU-

Kot/II/2018.

Berdasarkan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Perubahan

Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-undang yang menyatakan bahwa

Pelanggaran Administrasi pemilihan terdiri atas: Ayat (1) “Calon dan/atau tim

Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya

untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih;” Ayat (2)

“Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi

13
pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU

Kabupaten/Kota.

Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 01 P/PAP/2018 Mahkamah

Agung berpendapat :

1. Bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar

sebagai Judex Facti telah salah menerapkan hukum, karena perkara

ini merupakan sengketa tata usaha negara pemilihan;

2. Bahwa tindakan hukum Tergugat menetapkan pasangan calon

peserta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Gorontalo Tahun

2018 a.n. H Marten A. Taha, S.E., M.Ec.Dev dan Ryan Fahrichsan

Kono, B.Com dengan Keputusan Tergugat Nomor 10/HK.03.1.3-

Kpt/7571/KPUKot/II/2018, tanggal 12 Februari 2018, sudah tepat

dan sesuai dengan Pasal 51 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan

Umum Nomor 3 Tahun 2017, karena Para Pemohon telah memenuhi

syarat untuk ditetapkan sebagai pasangan calon Walikota dan Wakil

Walikota. Pengesahan/legalisasi ijazah a.n. Ryan Fahrichsan Kono

oleh Kedutaan Besar Australia sah menurut hukum (rechtmatig)

karena dilakukan oleh lembaga yang diberikan kewenangan untuk

14
itu berdasarkan peraturan perundang-undangan negara Australia

(Consular Fees Act 1955). Di samping itu sesuai dengan Surat

Keterangan dari Konsul Ponsesbud Konsulat Jenderal RI tanggal 17

Januari 2018, Ijazah Royal Melbourne Institute of Technology a.n.

Ryan Fahrichsan Kono dapat disejajarkan dengan Sekolah

Menengah Atas.

3. Bahwa oleh karena itu, tindakan hukum Panwaslu Kota Gorontalo

menerbitkan Putusan Nomor 01/PS/PW/KOTA/29.01/II/2018,

tanggal 26 Februari 2018 bertentangan dengan asas-asas umum

pemerintahan yang baik yaitu asas larangan bertindak sewenang-

wenang (willekeur) dan harus dinyatakan batal.

4. Bahwa oleh karena keputusan objek sengketa yang diterbitkan

Termohon melaksanakan isi putusan Panwaslu yang cacat hukum

dan dinyatakan batal sebagaimana dipertimbangkan di atas, maka

mutatis mutandis keputusan objek sengketa juga harus dinyatakan

batal.

Penulis berpendapat anomali penetapan calon walikota dan wakil walikota

yang di tetapkan oleh KPU pada prinsipnya ada beberapa hal antara lain

15
1. legal standing dari ijasah ryan kono yang di legalisir di luar negeri

(Australia) bahwa KPU berpendapat tindakan legealisir ijasah

yang di lakukan oleh ryan kono merupakan tindakan illegal akan

tetapi hal itu merupakan tindakan yang legal8 karena proses

penyerahan dilakukan di kedutaan besar Australia di Jakarta.

2. Putusan Panwaslu Kota Gorontalo tersebut telah salah menerapkan

ketentuan Pasal 51 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017

tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan

Wakil Bupati dan atau Walikota dan Wakil Walikota yang

menyatakan, “pengesahan fotocopy ijazah/surat tanda tamat

belajar (STTB) yang diperoleh dari luar negeri dilakukan oleh

kepala sekolah yang bersangkutan dan/atau instansi yang

menyelenggarakan urusan pendidikan;”

3. Penafsiran ketentuan hukum tersebut adalah adanya kemungkinan

pengesahan fotokopi ijazah oleh salah satu dari Kepala Sekolah

8
Lihat, ketentuan Pasal 51 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan atau Walikota dan Wakil Walikota
yang menyatakan:“pengesahan fotocopy ijazah/surat tanda tamat belajar (STTB) yang diperoleh
dari luar negeri dilakukan oleh kepala sekolah yang bersangkutan dan/atau instansi yang
menyelenggarakan urusan pendidikan;

16
yang bersangkutan atau instansi yang menyelangarakan urusan

pendidikan.

17
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. KPU dan Bawaslu adalah pelaksana dan pengawas pemilu, bukan pembuat

norma penting pemilu apalagi menentukan sanksi. Jadi semestinya UU

Pemilu menetapkan secara jelas apa saja pelanggaran administrasi pemilu

serta sanksi untuk masing-masing pelanggaran itu. Sayangnya, pembuat

UU Pemilu tidak melakukan itu, justru hanya membuat definisi umum dari

pelanggaran administrasi dan membiarkan apa sanksi pelanggaran itu

kepada KPU dan Bawaslu. Pada UU Pemilu ke depan, mestinya

kekurangan ini diperbaiki.

2. Anomali Putusan penetapan Calon walikota dan wakil walikota Gorontalo

yang dilakukan oleh KPU adalah sebagai berikut:

a. legal standing dari ijasah ryan kono yang di legalisir di luar negeri

(Australia) bahwa KPU berpendapat tindakan legealisir ijasah yang di

lakukan oleh ryan kono merupakan tindakan illegal akan tetapi hal itu

18
merupakan tindakan yang legal karena proses penyerahan dilakukan

di kedutaan besar Australia di Jakarta.

b. Putusan Panwaslu Kota Gorontalo tersebut telah salah menerapkan

ketentuan Pasal 51 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017

tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil

Bupati dan atau Walikota dan Wakil Walikota yang menyatakan,

“pengesahan fotocopy ijazah/surat tanda tamat belajar (STTB) yang

diperoleh dari luar negeri dilakukan oleh kepala sekolah yang

bersangkutan dan/atau instansi yang menyelenggarakan urusan

pendidikan;”

c. Penafsiran ketentuan hukum tersebut adalah adanya kemungkinan

pengesahan fotokopi ijazah oleh salah satu dari Kepala Sekolah yang

bersangkutan atau instansi yang menyelangarakan urusan pendidikan.

19
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Merloe, Patrick, Pemilihan Umum Demokratis: Hak Asasi, Kepercayaan

Masyarakat dan Persaingan Yang Adil. Jakarta: Dinas Penerangan

Amerika Serikat, 1994

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, cetakan ketujuh, Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2001

Muhammad Asfar, Mendesain Managemen Pilkada, Surabaya, Pustaka Eureke,

2006

20

Anda mungkin juga menyukai