Anda di halaman 1dari 25

RUMAH SAKIT SEBAGAI INDUSTRI JASA

PELAYANAN KESEHATAN

Oleh :
Ikbal Mozaggie

(015.12.096)

ATEM SEMARANG
Jl.Karangbendo No.4-5 Semarang, Telp : (024) 70765551
e-mail : atem_semarang@yahoo.com
website : www.atem.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat
strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang
bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau
seluruh lapisan masyarakat. Menurut Azwar (1996), pelayanan kesehatan
yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap
pemakai jasa layanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata rata
penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standard dan kode etik
profesi yang telah ditetapkan.
Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien
adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas
merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka
akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien
merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada
orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan
pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola
suatu system untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan
untuk mempertahankan pasiennya.
Namun upaya untuk perbaikan atau kesempurnaan kepuasan dapat
dilakukan dengan berbagai strategi oleh perusahaan untuk dapat merebut
pelanggan
1.2. RUMUSAN MASALAH
Dengan melihat latar belakang yang dikemukakan sebelumnya maka
beberapa masalah yang akan dirumuskan dalam makalah ini adalah:
1.

Pengertian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan serta


kepuasan pasien

2.

Bentuk pelayanan kesehatan

3.

Faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan pasien

4.

Berbagai macam masalah serta solusinya dalam pelayanan kesehatan

1.3. TUJUAN PENULISAN


1.

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Adminkes

2.

Untuk memberikan wawasan kepada pembaca mengenai Pelayanan


Kesehatan

3.

Untuk memberi tahu kepada pembaca apa saja bentuk pelayanan


kesehatan

4.

Untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai faktor faktor


yang mempengaruhi kepuasan pasien

5.

Untuk memberikan pengetahuan bagaimana memecahkan masalah


dalam pelayanan kesehatan

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Definisi Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri atau
bersama dalam suatu lingkup badan atau organisasi yang beguna untuk
pencegahan, pemeliharaan, penyembuhan dan pemulihan kesehatan
seseorang, atau kelompok. Dari definisi ini menjelaskan bahwa pelayanan
kesehatan bersifat mutlak untuk melayani masyarakat yang ingin
mendapatkan penanganan hingga sembuh dari penyakit yang diderita.
Banyak yang menyebutkan bahwa pelayanan yang baik harus
memahami pengertian pelayanan kesehatan dan juga harus memiliki
manajemen pelayanan kesehatan yang baik. Yang dimaksud pengertian
manajemen pelayanan kesehatan adalah suatu penerepan manajemen umum
dalam suatu sistem pelayanan kesehatan masyarakat yang menjadi
sasarannya adalah sistem pelayanan masyarkat itu sendiri.
Selain manajemen pelayanan kesehatan, terdapat satu faktor lagi
yang juga memberikan pengaruh penting yaitu mutu pelayanan kesehatan
masyarakat. pengertian mutu pelayanan kesehatan masyarakat adalah suatu
pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada setiap pamakai jasa
kesehatan dan penyelenggaranya sesuai dengan prosedur dengan standar dan
kepatuhan terhadap kode etik profesi.
Pengertian pelayanan kesehatan dapat diterapkan optimal dengan
meningkatkan manajemen pelayanan kesehatan masyarkat dan mutu
pelayanan kesehatan masyarakat.
2.2. Bentuk Pelayanan Berdasarkan Tingkat Pelayanannya

Pelayanan kesehatan primer atau tingkat pertama


Dibutuhkan pada masyarakat yang sakit ringan atau sebagai sarana
masyaratkat untuk meningkatkan kesehatan mereka
Contoh: puskesmas dan klinik

Pelayanan kesehatan sekunder atau tingkat kedua


Dibutuhkan pada masyarakat yang memerlukan perawatan inap dimana
tidak bisa ditangani oleh bagian pelayanan kesehatan primer.
Contoh: rumah sakit tipe C dan tipe D

Pelayanan kesehatan tersier atau tingkat ketiga


Dibutuhkan pada masyarakat yang membutuhkan operasi besar yang
dimana sudah tidak dapat dilakukan oleh pelayanan kesehatan tingkat
kedua. Biasanya operasi bedah organ dalam.
Contoh : rumah sakit tipe A dan tipe B

2.3. Mutu Pelayanan Kesehatan


2.3.1. Pengertian Mutu
1.

Mutu adalah lingkar kesempurnaan dari penampilan sesuatu


yang sedang diamati (Winston Dictionary, 1956).

2.

Mutu

adalah

sifat

yang

dimiliki

oleh

suatu

program

(Danabedian, 1980).
3.

Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau jasa
yang didalamnya terkandung pengertian rasa aman atau
pemenuhan kebutuhan para pengguna (Din ISO 8402, 1986).

4.

Kualitas merupakan perwujudan atau gambaran hasil yang


dipertemukan kebutuhan dari pelanggan dan oleh karena itu
memberikan kepuasan (J.M Juran: Jurans Quality Control
Handbook, 1988).

5.

Mutu adalah sesuatu untuk menjamin pencapaian tujuan atau


luaran

yang

diharapkan,

dan

harus

selalu

mengikuti

perkembangan pengetahuan profesional terkini (consist with


current professional knowledge). Untuk itu mutu harus diukur
dengan derajat pencapaian tujuan. Berpikir tentang mutu berarti
berpikir mengenai tujuan. Mutu harus memenuhi berbagai
standar / spesifikasi.

2.3.2. Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan


Beberapa definisi mutu pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:

Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang


dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang
sesuai

dengan

tingkat

kepuasaan

rata-rata

serata

penyelenggaraannya sesuai dengan standart dan kode etik


profesi (Azrul Azwar, 1996).

Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan


melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses.
Pelanggan meliputu, pasien, keluarga, dan lainnya yang datang
untuk pelayanan dokter, karyawan (Mary R. Zimmerman).

Pengertian mutu pelayanan kesehatan (Wijono, 1999) adalah :


1.

Penampilan yang sesuai atau pantas (yang berhubungan


dengan standart) dari suatu intervensi yang diketahui aman,
yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang
bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk
menghasilkanpada kematian, kesakitan, ketidak mampuan
dan kekurangan gizi (Roemer dan Aquilar, WHO, 1988).

2.

Donabedian, 1980 cit. Wijono, 1999 menyebutkan bahwa


kualitas pelayanan adalah suatu pelayanan yang diharapkan
untuk memaksimalkan suatu ukuran yang inklusif dari
kesejahteraan klien sesudah itu dihitung keseimbangan
antara keuntungan yang diraih dan kerugian yang semua itu
merupakan penyelesaian proses atau hasil dari pelayanan
diseluruh bagian.

3.

Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah


derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai
standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan
potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau
puskesmas secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan
secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum,

dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan


kemampuan pemerintah, serta masyarakat konsumen.
Jadi yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam
menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna
kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan.
Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan kepusan ini telah
diterima secara luas, namun penerapannya tidaklah semudah yang
diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan
tersebut bersifat subyektif. Tiap orang, tergantung dari latar belakang
yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda
untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Di samping itu,
sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai
telah memuaskan pasien, namun ketika ditinjau dari kode etik serta
standar pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.
2.3.3. Komponen Mutu Pelayanan Kesehatan
Berdasar definisi (Komisi Pendidikan Administrasi Kesehatan
Amerika Serikat) ditemukan 5 faktor pokok yang berperan penting
dalam menetukan keberhasilan manajemen kesehatan, yaitu:
masukan (input), proses (process), keluaran (output), sasaran (target)
serta dampak (impact).
1.

Input
input (masukan) adalah segala sesuatu yg dibutuhkan untuk
dapat melaksanakan pekerjaan manajemen. Input berfokus pada
sistem yang dipersiapkan dalam organisasi dari menejemen
termasuk komitmen, dan stakeholder lainnya, prosedur serta
kebijakan sarana dan prasarana fasilitas dimana pelayanan
diberikan.

Menurut Komisi Pendidikan Administrasi Kesehatan Amerika


Serikat, input ada 3 macam, yaitu:
a.

Sumber (resources)
Sumber (resources) adalah segala sesuatu yang dapat
dipakai untuk menghasilkan barang atau jasa. Sumber
(resources) dibagi 3 macam:
1) Sumber tenaga (labour resources) dibedakan atas:

Tenaga ahli (skilled): dokter, bidan, perawat

Tenaga tidak ahli (unskilled): pesuruh, penjaga

2) Sumber modal (capital resources), dibedakan menjadi:

Modal bergerak (working capital): uang, giro

Modal tidak bergerak (fixed capital): bangunan,


tanah, sarana kesehatan.

3) Sumber alamiah (natural resources) adalah segala


sesuatu yang terdapat di alam, yang tidak termasuk
sumber tenaga dan sumber modal.
b.

Tatacara (prosedures)
Tatacara (procedures) : adalah berbagai kemajuan ilmu dan
teknologi kesehatan yang dimiliki dan yang diterapkan.

c.

Kesanggupan (capacity)
Kesanggupan (capacity): adalah keadaan fisik, mental dan
biologis tenaga pelaksana.

Menurut Koontz input manajemen ada 4, yaitu Man, Capacity,


Managerial, dan Technology. Untuk organisasi yang tidak
mencari keuntungan, macam input ada 4M, yaitu Man, Money,
Material, Method. Sedangkan untuk organisasi yang mencari
keuntungan, macam input ada 6M, yaitu Man, Money, Material,
Method, Machinery, Market.

2.

Proses
Proses (process) adalah langkah yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses dikenal dengan
nama fungsi manajemen. Pada umumnya, proses ataupun fungsi
manajemen merupakan tanggung jawab pimpinan. Pendekatan
proses adalah semua metode dengan cara bagaimana pelayanan
dilakukan.
Macam fungsi manajemen:
1.

Menurut

Komisi

Pendidikan Administrasi

Kesehatan

Amerika Serikat ada 6 : Planning, Organizing, Directing,


Controlling, Coordinating, Evaluation (PODCCE)
2.

Menurut Freeman ada 6: Planning, Actuating, Coordinating,


Guidance, Freedom, Responsibility (PACGFR).

3.

Menurut George R. Terry ada 4: Planning, Organizing,


Actuating, Controlling (POAC).

4.

Menurut Barton ada 8: Planning, Organizing, Staffing,


Budgeting,

Implementing,

Coordinating,

Reporting,

Evaluation (POSBICRE).
5.

Menurut Luther M. Gullick ada 7: Planning, Organizing,


Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgeting
(POSDCoRB).

6.

Menurut Hendry Fayol ada 5: Planning, Organizing,


Commanding, Coordinating, Controling (POCCC).

Sedangkan fungsi manajemen yang utama adalah:


1.

Planning: termasuk penyusunan anggaran belanja

2.

Organizing: termasuk penyusunan staff

3.

Implementing: termasuk pengarahan, pengkoordinasian,


bimbingan, penggerakan dan pengawasan

4.

Penilaian: termasuk penyusunan laporan

3.

Output
Output adalah hasil dari suatu pekerjaan manajemen. Untuk
manajemen kesehatan, output dikenal dengan nama pelayanan
kesehatan (health services). Hasil atau output adalah hasil
pelaksanaan kegiatan. Output adalah hasil yang dicapai dalam
jangka pendek, misalnya akhir darikegiatan pemasangan infus,
sedangkan

outcome

adalah

hasil

yang

terjadi

setelah

pelaksanaan kegiatan jangka pendek misalnya plebitis setelah


3x24jam pemasangan infus. Macam pelayanan kesehatan adalah
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM).
4.

Sasaran
Sasaran (target group) adalah kepada siapa output yang
dihasilkan, yakni upaya kesehatan tersebut ditujukan:
1) UKP untuk perseorangan
2) UKM untuk masyarakat (keluarga dan kelompok)
Macam sasaran:
1) Sasaran langsung (direct target group)
2) Sasaran tidak langsung (indirect target group)

5.

Impact
Dampak (impact) adalah akibat yang ditimbulkan oleh output.
Untuk manajemen kesehatan dampak yang diharapkan adalah
untuk meningkatkan derajat kesehatan. Peningkatan derajat
kesehatan dapat tercapai jika kebutuhan (needs) dan tuntutan
(demands) perseorangan/masyarakat dapat dipenuhi.
1.

Kebutuhan Kesehatan (health needs)


Kebutuhan kesehatan (needs) bersifat obyektif, karena itu
pemenuhanya bersifat mutlak. Kebutuhan kesehatan sangat
ditentukan oleh masalah kesehatan di masyarakat. Masalah
kesehatan perorangan/keluarga yang terpenting adalah
penyakit yang diderita. Masalah kesehatan masyarakat

adalah status kesehatan masyarakat. Menurut Gordon dan


Le Right (1950) penyakit/status kesehatan ditentukan oleh 3
faktor: Host, Agent dan Environment. Upaya untuk
menemukan

kebutuhan

masyarakat,

perhatian

harus

ditujukan pada ketiga faktor tsb. Apabila penyebab penyakit


diketahui baru dilanjutkan dengan tindak lanjut (solusi).
2.

Tuntutan Kesehatan (health demands)


Tuntutan kesehatan (health demands) pada dasarnya bersifat
subyektif, karena itu pemenuhanya bersifat fakultatif.
Tuntutan kesehatan yang subyektif dipengaruhi oleh latar
belakang individu (pendidikan, ekonomi, budaya dsb).
Tuntutan kesehatan sangat dipengaruhi oleh teknologi
kedokteran.

2.4. Bentuk Pelayanan Rumah Sakit


Pelayanan rumah sakit ditunjukkan untuk : pasien/penderita dan
keluarganya, orang sehat, masyarakat luas, dan institusi (asuransi,
pendidikan, dunia usaha, kepolisian dan kejaksaan). Pelayanan terhadap
pasien meliputi : pemeriksaan, penegakan diagnosis, tindakan terapeutik
(pengobatan), tindakan pembedahan, penyinaran dan lain-lain.
Bentuk pelayanan rumah sakit dibagi atas pelayanan dasar, pelayanan
spesialistik dan sub spesialistik dan pelayanan penunjang. Bentuk pelayanan
ini akan sangat ditentukan juga oleh tipe rumah sakit.
Pelayanan dasar rumah sakit : rawat jalan (politeknik/ambulatory), rawat
inap (inpatient care), dan rawat darurat (emergency care). Rawat jalan
merupakan pertolongan kepada penderita yang masih cukup sehat untuk
pulang ke rumah. Rawat inap merupakan pertolongan kepada penderita
yang memerlukan asuhan keperawatan terus-menerus (continuous nursing
care) hingga sembuh. Rawat darurat merupakan pemberian pertolongan
kepada penderita yang dilaksanakan dengan segera.
Rawat darurat dilakukan dengan prinsip-prinsip : revive, review dan repair.
Setiap pasien masuk rawat darurat khusus di rumah sakit kemungkinan

dapat melalui 3 bagian sebelum masuk ke ruang rawat inap, atau kembali
kerumah sendiri. Bagian-bagian ini adalah : ruang triage, ruang tindakan
dan ruang observasi.
Pelayanan medis spesialistik dan sub spesialistik meliputi :
a.

Pelayanan spesialis bedah, terdiri dari 8 spesialis yakni : bedah syaraf,


bedah tumor, bedah urologi, bedah umum dan digestive, bedah
orthopedic, bedah anak, bedah plastik dan rekonstruksi , bedah torax
dan kardiovaskuler.

b.

Pelayanan spesialis penyakit dalam terdiri dari 8 (delapan) sub spesialis


yakni gastro enterologi, metabolisme/endokrin, cardiology, tropical
medicine, rheumatologi, pulmonologi, ginjal dan hematology.

c.

Pelayanan spesialis kebidanan dan penyakit kandungan terdiri dari 7


(tujuh) sub spesialis

yakni

obstetric

dan

gynocologi

umum,

perinatologi, endokrinologi, onkologi, obstetric dan gynocolgi social,


reproduksi dan rekonstruksi.
d.

Pelayanan spesialis kesehatan anak terdiri dari 14 (empat belas) sub


spesialis yakni hematologyk pulmonologi , gastroenterologyk alergi
immunologi,

gizi,

penyakit

infeksi,

pencitraan,

nephrology,

neonatology, endokrinologi, cardiologi, tumbuh kembang, dan pediatric


gawat darurat.
e.

Pelayanan spesialis telinga, hidung dan tenggorokan terdiri dari 6


(enam) sub spesialis, yakni : otology, audiologi-vestibular, faringlaringologi, rhinologi, onkologi THT dan bronkho-esofagologi.

f.

Pelayanan spesial mata, terdiri dari 5 sub spesialis, yakni : glaucoma,


external eye disease, retina/uvea, tumor dan trauma rekonstruksi.

g.

Pelayanan spesialis neurology, terdiri dari 6 (enam) sub spesialis,


yakni : neuro muscular, neuro fisiologi, neurologi anak, neuro
opthalmologi, neuro radiologi dan neuro restorasi.

h.

Pelayanan spesialis kulit dan kelamin, terdiri dari 7 (tujuh) sub


spesialis, yakni : allergi immunologi, kosmetik, mikologi, dermatologi,
penyakit hubungan seksual, umum dan MH (Morbus Hansen).

i.

Pelayanan spesialis anaesthesi, terdiri dari 6 (enam) sub spesialis,


yakni : thorax & cardiovascular anaesthesia, neuro anaesthesia, regional
analgesia, obstetric anaesthesia and labor painless, pain clinic and
palliative care, dan intensive cara unit.

j.

Pelayanan medis spesialis rehabilitasi medik.

k.

Pelayanan medis spesialis gizi klinik.

Pelayanan bedah (operasi) dilakukan di instalasi bedah sentral. Instalasi


bedah sentral merupakan pusat seluruh kegiatan pembedahan pasien di
rumah sakit. Oleh karena itu, ada prinsip-prinsip yang harus dipatuhi di
dalam bedah sentral ini, yaitu : cukup nyaman bagi tim, mencegah infeksi
dan kontaminasi, dan membuat barrier antara hal-hal yang sifatnya bersih
dengan yang kotor.
Selain itu juga di rumah sakit terdapat pelayanan penunjang, yaitu :
penunjang diagnostic (radiology dan laboratorium), penunjang terapi
(farmasi, gizi, rehabilitasi media dan kamar bedah). Pelayanan penunjang
medis spesialistik, terdiri dari :
a.

Pelayanan spesialis radiology, yang terbagi atas : sub spesialis radiology


anak, sub spesialis C. Tomografi, sub spesialis radiology, dan sub
spesialis angiografi.

b.

Pelayanan spesialis patologi klinik.

c.

Pelayanan spesialis parasitologi klinik.

d.

Pelayanan spesialis mikrobiologi klinik.

e.

Pelayanan spesialis patologi anatomi.

2.5. Jenis Pelayanan Rumah Sakit


Dari bentuk pelayanan rumah sakit tersebut di atas, maka jenis pelayanan
rumah sakit dikelompokkan atas :
a. Kelompok pelayanan medis, meliputi 6 (enam) jenis pelayanan, yakni :
(1) pelayanan rawat jalan,
(2) pelayanan rawat darurat,
(3) pelayanan rawat inap,
(4) pelayanan bedah sentral,

(5) pelayanan rawat intensif, dan


(6) pelayanan rehabilitasi medik.
b. Kelompok pelayanan penunjang medis, mencakup 3 (tiga) jenis
pelayanan, yakni :
(1) pelayanan radiology dan imaging,
(2) pelayanan laboratorium, dan
(3) pelayanan farmasi.
c. Kelompok penunjang non medik, mencakup 6 (enam) jenis pelayanan,
yakni :
(1) pelayanan gizi rumah sakit,
(2) pelayanan pemulasaran jenazah,
(3) pelayanan binatu,
(4) pelayanan pemeliharaan dan perbaikan sarana,
(5) pelayanan pelatihan, dan
(6) pelayanan sosial.
2.6. Kepuasan Pasien
2.6.1. Pengertian kepuasan
Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang;
perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya).
Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan
seseorang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk
mendapatkan pelayanan suatu jasa.
Menurut Oliver (dalam Supranto, 2001) mendefinisikan kepuasan sebagai
tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang
dirasakannya dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari
perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja
dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai
harapan, maka pelanggan akan sangat puas. Sedangkan bila kinerja melebihi
harapan pelanggan akan sangat puas harapan pelanggan dapat dibentuk oleh
pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan
informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama,

kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang
perusahaan tersebut.
Menurut Kotler (1988) kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah
membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan
harapannya. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari
interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau
pelayanan yang diberikan. Upaya untuk mewujudkan kepuasan pelanggan
total bukanlah hal yang mudah, Mudie dan Cottom menyatakan bahwa
kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk
sementara waktu (Tjiptono, 1997).
Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kepuasan adalah perasaan senang, puas individu karena
antara harapan dan kenyataan dalam memakai dan pelayanan yang diberikan
terpenuhi.
2.6.2. Pengertian Kepuasan Pasien
Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah
hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas
merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka
akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien
merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada
orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan
pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola
suatu system untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan
untuk mempertahankan pasiennya.
Namun upaya untuk perbaikan atau kesempurnaan kepuasan dapat
dilakukan dengan berbagai strategi oleh perusahaan untuk dapat merebut
pelanggan. Junaidi (2002) berpendapat bahwa kepuasan konsumen atas
suatu produk dengan kinerja yang dirasakan konsumen atas poduk tersebut.
Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan konsumen maka konsumen
akan mengalami kepuasan.

Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati (2001) yang


menyebutkan adanya tiga macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh
konsumen berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan kenyataan,
yaitu jika harapan atau kebutuhan sama dengan layanan yang diberikan
maka konsumen akan merasa puas. Jika layanan yang diberikan pada
konsumen kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan atau harapan
konsumen maka konsumen menjadi tidak puas. Kepuasan konsumen
merupakan perbandingan antara harapan yang dimiliki oleh konsumen
dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen dengan kenyataan yang
diterima oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen
pada saat mengkonsumsi produk atau jasa.
Konsumen yang mengalami kepuasan terhadap suatu produk atau jasa dapat
dikategorikan ke dalam konsumen masyarakat, konsumen instansi dan
konsumen individu. Dalam penelitian ini peneliti menitikberatkan pada
kepuasan pasien. Pasien adalah orang yang karena kelemahan fisik atau
mentalnya menyerahkan pengawasan dan perawatannya, menerima dan
mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan (Prabowo,
1999). Sedangkan Aditama (2002) berpendapat bahwa pasien adalah mereka
yang diobati dirumah sakit.
Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kepuasan pasien adalah perasaan senang, puas individu
karena terpenuhinya harapan atau keinginan dalam menerima jasa pelayanan
kesehatan.
2.6.3. Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien
Menurut pendapat Budiastuti (2002) mengemukakan bahwa pasien dalam
mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu
pada beberapa faktor, antara lain :
1. Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa
produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen terhadap
kualitas poduk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas

poduk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan terutama


iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya.
2. Kualitas pelayanan
Memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini
pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau
sesuai dengan yang diharapkan.
3. Faktor emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap
konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah
mempunyai pandangan rumah sakit mahal, cenderung memiliki tingkat
kepuasan yang lebih tinggi.
4. Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan
kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini
mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin
mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.
Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah,
memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.
5. Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya
tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa
pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.
2.7. Masalah dan Solusi Palayanan Kesehatan
2.7.1. Masalah Pelayanan Kesehatan
A. Pelayanan Kesehatan Bagi Penduduk Miskin
Secara nasional status kesehatan masyarakat telah meningkat. Akan tetapi,
disparitas status kesehatan antara penduduk mampu dan penduduk miskin
masih cukup besar. Berbagai data menunjukkan bahwa status kesehatan
penduduk miskin lebih rendah jika dibandingkan dengan penduduk kaya.
Hal ini antara lain dapat dilihat dari tingginya angka kematian bayi dan
angka kematian balita pada kelompok penduduk miskin. Menurut Survei

Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, angka kematian


bayi pada kelompok termiskin adalah 61 berbanding 17 per 1.000 kelahiran
hidup pada kelompok terkaya. Demikian juga, angka kematian balita pada
penduduk termiskin (77 per 1.000 kelahiran hidup) jauh lebih tinggi
daripada angka kematian balita pada penduduk terkaya (22 per 1.000
kelahiran hidup). Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian
utama pada bayi dan balita, seperti ISPA, diare, tetanus neonatorum dan
penyulit kelahiran, juga lebih sering terjadi pada penduduk miskin.
Rendahnya status kesehatan penduduk miskin terkait erat dengan
terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan, baik karena kendala
geografis maupun kendala biaya (cost barrier). Data SDKI 2002-2003
menunjukkan bahwa kendala terbesar yang dihadapi penduduk miskin untuk
mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan adalah ketiadaan uang (34
persen), jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terlalu jauh (18 persen),
serta adanya hambatan dengan sarana angkutan atau transportasi (16
persen).
Data

Susenas

2004 menunjukkan

bahwa

kendala

biaya

menjadi

permasalahan yang cukup serius, terutama bagi penduduk miskin, karena


selama ini sebagian besar (87,2 persen) pembiayaan kesehatan bersumber
dari penghasilan penduduk sendiri. Pembiayaan yang berasal dari jaminan
pemeliharaan kesehatan (kartu sehat yang dikeluarkan Pemerintah) hanya
sebesar 6,3 persen dan yang berasal dari asuransi sebesar 5,2 persen.
Artinya, penduduk harus menanggung biaya yang besar untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan. Hal ini tentu amat memberatkan bagi penduduk
miskin karena mereka harus mengeluarkan biaya yang besar untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.
B. Masalah Gizi Buruk
Masalah kesehatan yang menimbulkan perhatian masyarakat cukup besar
akhir-akhir ini adalah masalah gizi kurang dan gizi buruk. Walaupun sejak
tahun 1989 telah terjadi penurunan prevalensi gizi kurang yang relatif tajam,
mulai tahun 1999 penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada

balita relatif lamban dan cenderung tidak berubah. Saat ini terdapat 10
provinsi dengan prevalensi gizi kurang di atas 30, dan bahkan ada yang di
atas 40 persen, yaitu di Provinsi Gorontalo, Nusa Tenggara Barat (NTB),
Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua.
Kurang energi dan protein pada tingkat parah atau lebih populer disebut
busung lapar, dapat menimbulkan permasalahan kesehatan yang besar dan
bahkan dapat menyebabkan kematian pada anak. Menurut data Susenas
2003, diperkirakan sekitar 5 juta (27,5 persen) anak balita menderita gizi
kurang, termasuk 1,5 juta (8,3 persen) di antaranya menderita gizi buruk.
Data Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa pada tahun 2004 masih
terdapat 3,15 juta anak (16 persen) menderita gizi kurang dan 664 ribu anak
(3,8 persen) menderita gizi buruk. Pada tahun 2005 dilaporkan adanya kasus
gizi buruk tingkat parah atau busung lapar di Provinsi NTB dan NTT, serta
beberapa provinsi lainnya. Penderita kasus gizi buruk terbesar yang
dilaporkan terjadi di Provinsi NTB, yaitu terdapat 51 kasus yang dirawat di
rumah sakit sejak Januari sampai dengan Mei 2005. Jumlah kasus di
sembilan provinsi sampai Juni 2005 dilaporkan sebanyak 3.413 kasus gizi
buruk dan 49 di antaranya meninggal dunia.
Munculnya kejadian gizi buruk ini merupakan fenomena gunung es yang
menunjukkan bahwa masalah gizi buruk yang muncul hanyalah sebagian
kecil dari masalah gizi buruk yang sebenarnya terjadi. Di Provinsi NTB,
misalnya, berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan sejak Januari-Juni
2005 hanya ditemukan sekitar 900 kasus. Namun, diperkirakan terdapat
2.200 balita marasmus kwashiorkor. Masalah busung lapar terutama dialami
oleh anak balita yang berasal dari keluarga miskin.
Dua faktor penyebab utama terjadinya gizi buruk tersebut adalah rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan terjadi dalam
kurun waktu yang lama. Penyebab kedua adalah terjadinya serangan
penyakit infeksi yang berulang. Kedua faktor ini disebabkan oleh tiga hal
secara tidak langsung, yaitu (1) ketersediaan pangan yang rendah pada
tingkat keluarga; (2) pola asuh ibu dalam perawatan anak yang kurang

memadai; dan (3) ketersediaan air bersih, sarana sanitasi, dan sarana
pelayanan kesehatan dasar yang terbatas. Penyebab tidak langsung tersebut
merupakan konsekuensi dari pokok masalah dalam masyarakat, yaitu
tingginya pengangguran, tingginya kemiskinan, dan kurangnya pangan.
C. Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Menular
Masalah kesehatan lainnya yang menjadi keprihatinan masyarakat adalah
terjadinya KLB berbagai penyakit menular. Penyakit menular yang diderita
oleh masyarakat sebagian besar adalah penyakit infeksi seperti tuberkulosis
paru yang saat ini menduduki urutan ke-3 terbanyak di dunia, infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA), malaria, dan diare. Selain itu Indonesia juga
menghadapi emerging diseases (penyakit yang baru berkembang) seperti
HIV/AIDS dan Severe Acute Respiratory Syndrom (SARS) dan re-emerging
diseases (penyakit yang sebelumnya mulai menurun, tetapi meningkat
kembali) seperti demam berdarah dengue (DBD) dan TB paru.
Salah satu penyakit menular yang akhir-akhir ini menonjol adalah
munculnya kasus polio di beberapa wilayah seperti Provinsi Jawa Barat,
Banten, Jawa Tengah, Lampung, dan DKI Jakarta. Polio merupakan
penyakit menular yang sangat berbahaya yang disebabkan oleh virus yang
menyerang sistem syaraf dan bisa menyebabkan kelumpuhan menetap atau
kematian. Satu dari 200 kasus infeksi virus akan menyebabkan kelumpuhan,
510 persen pasien meninggal dunia akibat kelumpuhan pada otot
pernapasan. Tidak ada obat untuk penyakit polio. Penyakit ini hanya bisa
dicegah dengan imunisasi. Vaksin untuk imunisasi ini aman dan oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dinyatakan halal.
Sejak tahun 1995, kasus polio liar tidak pernah ditemukan lagi di Indonesia.
Akan tetapi, Indonesia masih memiliki risiko terhadap virus polio impor dan
risiko terhadap Vaccine Derived Polio Virus (VDPV) di daerah cakupan
imunisasi rendah. Virus polio liar yang kembali muncul akhir-akhir ini di
Indonesia diperkirakan berasal dari negara lain.
Kasus polio pertama dilaporkan pada bulan April 2005 pada anak umur 20
bulan di Desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Jawa Barat. Setelah dilakukan surveilans epidemiologi, kasus polio juga


ditemukan di Kabupaten Lebak, Jawa Barat. Penularan kasus polio liar
berkembang sangat cepat dan hingga saat ini sudah menyebar di lima
provinsi yaitu Lampung, Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI
Jakarta. Jumlah kasus positif yang dilaporkan sampai 1 Agustus 2005
berjumlah 189 kasus dengan 8 kasus di antaranya meninggal dunia.
Selain polio, penyakit menular yang cukup menjadi perhatian adalah flu
burung (avian influenza). Penyakit ini dilaporkan mulai menyerang ayam
ternak di Provinsi Bali, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan
Kalimantan Barat pada tahun 2003 dan awal tahun 2004. Pada awal Juli
2005, ditemukan 3 kasus korban jiwa manusia yang positif menderita flu
burung yang terjadi di Tangerang, Banten. Selain dampak kesehatan,
kejadian ini juga mengakibatkan keresahan masyarakat dan kerugian
ekonomi yang cukup besar, khususnya bagi peternak.
Berbagai emerging dan re-emerging diseases, kasus polio, dan flu burung
dapat terjadi antara lain karena tingginya mobilitas penduduk antarnegara.
Dengan demikian penularan penyakit antarnegara (transnasional) ini dapat
terjadi dengan mudah, mengingat semakin mudahnya transportasi manusia,
hewan, dan lain-lain antarnegara.
Selain penyakit polio dan flu burung, penyakit DBD, malaria, TB paru, dan
HIV/AIDS perlu pula mendapat penanganan yang memadai. Sejak pertama
kali ditemukan kasus DBD di Indonesia, jumlah kasus dan daerah terjangkit
terus meningkat meskipun kasus kematian akibat DBD dapat ditekan.
Sementara itu, meskipun angka kesakitan malaria cenderung menurun,
prevalensi malaria masih cukup tinggi. Beberapa provinsi dengan angka
kesakitan malaria yang tinggi adalah Provinsi Papua, Maluku, NTT,
Sulawesi Tengah, dan Bangka Belitung. Dalam hal jumlah kasus penyakit
TB paru, Indonesia menduduki peringkat ke-3 terbesar di dunia, setelah
India dan Cina. Semua provinsi di Indonesia sampai dengan bulan Juni
2005, telah melaporkan penduduk yang terinfeksi HIV. Jumlah kumulatif
penderita AIDS di Indonesia telah mencapai lebih dari 3.000 penderita.

D. Masalah Tenaga Kesehatan


Indonesia saat ini mengalami kekurangan pada hampir semua jenis tenaga
kesehatan yang diperlukan. Pada tahun 2001, diperkirakan per 100.000
penduduk baru dapat dilayani oleh 7,7 dokter umum, 2,7 dokter gigi, 3,0
dokter spesialis, dan 8,0 bidan. Untuk tenaga kesehatan masyarakat, per
100.000 penduduk baru dapat dilayani oleh 0,5 sarjana kesehatan
masyarakat, 1,7 apoteker, 6,6 ahli gizi, 0,1 tenaga epidemiologi, dan 4,7
tenaga sanitasi. Kondisi tenaga kesehatan pada tahun 2004 tidak jauh
berbeda dengan itu karena sistem pendidikan masih belum bisa
menghasilkan tenaga kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, serta sistem
perekrutan dan pola insentif bagi tenaga kesehatan kurang optimal. Di
samping itu, jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan masyarakat masih
belum memadai sehingga banyak puskesmas belum memiliki dokter dan
tenaga kesehatan masyarakat. Keterbatasan ini diperburuk oleh distribusi
tenaga kesehatan yang tidak merata. Misalnya, lebih dari dua pertiga dokter
spesialis berada di Jawa dan Bali. Disparitas rasio dokter umum per 100.000
penduduk antarwilayah juga masih tinggi dan berkisar dari 2,3 di Lampung
hingga 28,0 di DI Yogyakarta.
Kualitas tenaga kesehatan juga masih perlu ditingkatkan. Saat ini, misalnya,
masih banyak puskesmas yang tidak mempunyai dokter umum. Akibatnya,
banyak puskesmas, terutama di daerah terpencil yang hanya dilayani oleh
perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Susenas 2004 menunjukkan bahwa
masih banyak penduduk (29,8 persen) yang harus menunggu setengah
hingga satu jam untuk mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan.
Sebagian masyarakat (8,1 persen) menyatakan kurang atau tidak puas
dengan pelayanan kesehatan dan 33,21 persen menyatakan cukup puas.
2.7.2. Solusi dari Masalah Pelayanan Kesehatan
Usaha yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan YANKES adalah
1. peningkatan upaya pemeliharaan, pelindungan, dan peningkatan derajat
kesehatan dan status gizi terutama bagi penduduk miskin dan kelompok
rentan;

2. peningkatan upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit baik menular


maupun tidak menular;
3. peningkatan kualitas, keterjangkauan, dan pemerataan pelayanan
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama bagi
keluarga miskin, kelompok rentan dan penduduk di daerah terpencil,
perbatasan, rawan bencana dan konflik;
4. peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan terutama untuk
pelayanan kesehatan di daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan;
5. penjaminan mutu, keamanan dan khasiat produk obat, kosmetik, produk
komplemen, dan produk pangan yang beredar, serta mencegah masyarakat
dari penyalahgunaan obat keras, narkotika, psikotropika, zat adiktif, dan
bahan berbahaya lainnya; dan
6. peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dalam
perilaku hidup bersih dan sehat.

BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil observasi yang kami kemukakan pada bab sebelumnya
dapat disimpulkan bahwa Rumah Sakit adalah sebuah institusi perawatan
kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan
tenaga ahli kesehatan. Yang dimaksud dengan Pelayanan kesehatan adalah upaya
yang diselenggarakan sendiri atau bersama dalam suatu lingkup badan atau
organisasi yang beguna untuk pencegahan, pemeliharaan, penyembuhan dan
pemulihan kesehatan seseorang, atau kelompok, sedangkan yang dimaksud
dengan mutu pelayanan kesehatan adalah mengacu pada tingkat kesempurnaan
pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin
sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan.
kepuasan pasien adalah perasaan senang, puas individu karena terpenuhinya
harapan atau keinginan dalam menerima jasa pelayanan kesehatan. Dan faktor
yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu, Kualitas produk atau jasa, Kualitas
pelayanan, Faktor emosional, Biaya.
3.2. SARAN
Rumah sakit merupakan salah satu tempat pelayanan kesehatan yang sampai saat
ini masih terus berkembang dan akan terus berkembang, karena itu rumah sakit
dapat terus berusaha untuk memberikan pelayanan terbaiknya kepada setiap
pasien agar tingkat kesehatan masyarakat dapat meningkat, dan tingkat kepuasan
pasien kepada rumah sakitpun akan meningkat yang nantinya pasti akan
memberikan sesuatu yang positif untuk rumah sakit itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.saksuk.com/pengertian-pelayanan-kesehatan.html
http://www.permatabunda.co.id/index.php/artikel-kesehatan/85-kepuasan
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24625/4/Chapter%20II.pdf
http://artikel-mini.blogspot.com/2011/12/cara-pelayanan-kesehatan-kepada.html
http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/05/mutu-pelayanan-kesehatan.html

Anda mungkin juga menyukai