Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Rumah Sakit

Konsep rumah sakit terdiri dari pengertian rumah sakit, pelayanan

kesehatan rawat inap, pengertian BOR (Bed Occupancy Ratio), sejarah, visi, misi

dan rujuan Rumah Sakit Islam Surabaya, beserta pelayanan dan fasilitas yang ada

di sana.

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitataif) yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat dan pelayanan

tindakan medik lain serta dapat sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan

penelitian.

Rumah sakit menurut WHO Expert Committee On Organization Of

Medical Care: is an integral part of social and medical organization, the function

of which is to provide for the population complete health care, both curative and

preventive and whose out patient service reach out to the family and its home

environment; the hospital is also a centre for the training of health workers and

for biosocial research. Suatu bagian yang menyeluruh dari organisasi sosial dan

medis, yang mempunyai fungsi memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap

kepada masyarakat baik kuratif maupun preventif, dimana pelayanan menjangkau

keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat untuk latihan tenaga

33
34

kesehatan dan untuk latihan biososial. Rumah sakit harus terintegrasi dalam

sistem kesehatan dimana ia berada. Fungsinya adalah sebagai pusat sumber daya

bagi kepentingan kesehatan masyarakat di wilayah tersebut (WHO, Hospital

Advisory Group Meeting, 1994)

Menurut UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyebutkan

bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (meliputi promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif) yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan

gawat darurat. Dalam Undang-Undang tersebut didefinisikan bahwa Rumah Sakit

Umum sebagai rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan untuk semua

bidang dan jenis penyakit.

Menurut UU RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Kesehatan, maka

pengaturan penyelenggaraan rumah sakit bertujuan :

a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,

lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.

c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.

d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya

manusia rumah sakit, dan rumah sakit.

Selain itu rumah sakit juga merupakan salah satu sarana kesehatan yang

berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan rujukan dan upaya kesehatan

penunjang. Pembangunan rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan mutu,

cakupan dan efisiensi pelaksanaan rujukan medis dan rujukan kesehatan secara
35

terpadu serta meningkatkan dan memantapkan manajemen rumah sakit yang

meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan, pergerakan, pelaksanaan, pengawasan,

pengendalian dan penilaian yang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan

efisiensi pelayanan. Dalam rangka meningkatkan mutu rumah sakit,

penyelenggaraannya harus memperhatikan standar yang disesuaiakan dengan

kelas/tipe rumah sakit, yaitu :

1. Standar Manajemen

Rumah sakit merupakan bagian dari jejaring pelayanan kesehatan untuk

mencapai indikator kinerja kesehatan yang ditetapkan daerah. Oleh karena itu,

rumah sakit harus mempunyai hubungan koordinatif, kooperatif dan fungsional

dengan dinas kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.

2. Standar Pelayanan

a. Pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik, seperti pelayanan

medicspenyakit dalam, bedah, kebidanan dan kandungan serta kesehatan anak.

b. Pelayanan medik spesialistik lainnya seperti poli mata, telinga, hidung dan

tenggorokan (THT), kulit dan kelamin, kesehatan jiwa, syaraf, gigi dan mulut,

jantung, paru, bedah syaraf, dan orthopedik.

c. Pelayanan medik sub spesialistik seperti pelayanan medik umum yang tidak

tertampung oleh pelayanan medik spesialistik yang ada.

d. Pelayanan penunjang medik seperti Radiologi, Laboratorium, Anastesi, Gizi,

Farmasi, dan Rehabilitasi medik.

e. Pelayanan keperawatan.

f. Pelayanan administrasi dan umum.


36

Di Indonesia dikenal tiga jenis rumah sakit sesuai dengan kepemilikannya,

jenis pelayanan dan kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan menjadi

tiga macam rumah sakit, yaitu Rumah Sakit Pemerintah (Rumah Sakit Pusat,

Rumah Sakit Provinsi, Rumah Sakit Kabupaten), Rumah Sakit BUMN/ABRI, dan

Rumah Sakit Swasta yang menggunakan dan investasi dari sumber dalam negeri

(PMDN) dan sumber luar negeri (PMA). Jenis rumah sakit yang kedua adalah

Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Khusus (mata, paru, kusta,

rehabilitasi, jantung, kanker dan sebagainya). Jenis rumah sakit yang ketiga adalah

rumah sakit kelas A, kelas B (pendidikan dan non pendidikan), Rumah Sakit kelas

C, dan Rumah Sakit kelas D.

Kelas rumah sakit juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang

tersedia. Pada rumah sakit kelas A tersedia pelayanan spesialistik yang luas

termasuk subspesialistik. Rumah sakit kelas B mempunyai pelayanan minimal

sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar. Rumah sakit kelas C mempunyai

minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan, dan anak).

Rumah sakit kelas D hanya terdapat pelayanan medis dasar.

Rumah Sakit Islam Surabaya berdasarkan kepemilikannya termasuk

rumah sakit swasta, menurut jenisnya termasuk rumah sakit umum, dan menurut

kelas setara rumah sakit tipe C dengan minimal empat spesialistik dasar.

2.1.2 Pelayanan Kesehatan Rawat Inap

Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayaan kesehatan yang

terdapat di rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa fungsi

pelayanan. Katagori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu
37

perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya. Menurut Revans

(1986) bahwa pasien yang masuk pada pelayanan rawat inap mengalami tingkat

proses transformasi, yaitu :

a. Tahap Admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan

melakukan pendaftaran dan pencatatan data untuk dirawat tinggal di rumah

sakit.

b. Tahap Diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya.

c. Tahap Treatment, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam

program perawatan dan terapi di ruang rawat inap rumah sakit.

d. Tahap Inpection, yaitu secara terus menerus diobservasi dan dibandingkan

pengaruh serta respon pasien atau pengobatan.

e. Tahap Control, yaitu setelah dianalisis kondisinya, pasien dapat dipulangkan

dan melakukan pengontrolan sesuai dengan jadwal yang diberikan. Pengobatan

diubah atau diteruskan, namun juga kembali ke proses untuk didiagnosa ulang.

Jadi rawat inap adalah pelayanan pasien yang perlu menginap dengan cara

menempati tempat tidur di rumah sakit untuk keperluan observasi, diagnosa dan

terapi bagi individu dengan keadaan medis atau pelayanan medik lainnya yang

memerlukan pengawasan dokter dan perawat serta petugas medis lainnya setiap

hari.

2.1.3 BOR (Bed Occupancy Rate / Angka Penggunaan Tempat Tidur)

Salah satu pengukuran kinerja rumah sakit adalah dengan angka Bed

Occupancy Rate (BOR) .BOR menurut Huffman (1994) adalah “the ratio of

patient service days to inpatient bed count days in a period under consideration.
38

BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. yang

didefinisikan sebagai rasio jumlah hari perawatan RS terhadap jumlah tempat

tidur dikalikan dengan jumlah hari dalam satuan waktu Perhitungan BOR sebagai

salah satu Indikator yang memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat

pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah

antara 60-85% (Depkes RI, 2005). Standar Internasional nilai BOR menurut

Barber Johnson adalah 75% - 85% .

BOR dapat dirumuskan sebagai berikut :

Jumlah hari perawatan rumah sakit

BOR = x 100

Jumlah TT x Jumlah hari dalam satu periode

2.1.4 Sejarah, Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit Islam Surabaya

Rumah Sakit Islam Surabaya berada di bawah naungan Yayasan Rumah

Sakit Islam Surabaya (YARSIS) dengan pendirinya antara lain : KH. Zaki

Goefron, KH. Abdul Majib Ridwan, KH. Thohir Syamsudin, H. Husaini Tiway

dan tokoh – tokoh Islam yang lain dan mulai beroperasi sejak tanggal 25 Maret

1975 yang bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal 1395 H. (Peringatan Maulid

Nabi Muhammad SAW.) dengan kapasitas 20 tempat tidur dan kelas rumah sakit

termasuk type Madya (setara tipe C). Sejak beroperasi pada tahun 1975, Rumah

Sakit Islam Surabaya banyak mengalami perkembangan dan penambahan sarana

dan prasarana, sampai saai ini tercatat memiliki 111 tempat tidur (TT).
39

Lokasi Rumah Sakit Islam Surabaya yang strategis, tepatnya di Jl. Jend.

A. Yani 2 – 4 Surabaya, dekat pintu gerbang kota Surabaya sebelah Selatan

sehingga mudah dijangkau dengan alat transportasi apapun di kota Surabaya. Dari

awal berdirinya rumah sakit ini telah mengalami pergantian direktur sebanyak

7 ( tujuh ) kali.

Rumah Sakit Islam Surabaya memiliki visi, misi dan motto. Adapun visi

Rumah Sakit Islam Surabaya adalah menjadi Rumah Sakit Islam pilihan utama

masyarakat. Sedangkan misinya adalah sebagai berikut :

1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna secara Islami

berdasarkan nilai-nilai tawadlu’.

2. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara terus menerus.

3. Meningkatkan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan sikap terpuji

karyawan.

4. Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

dibidang pelayanan kesehatan.

5. Menjadikan karyawan sebagai inovator rumah sakit.

Motto Rumah Sakit Islam Surabaya adalah ” Kesembuhan datang dari

Allah, kepuasan pasien tanggung jawab kami.” Sedangkan tujuan Rumah Sakit

Islam Surabaya adalah mewujudkan Rumah Sakit Islam Surabaya yang

representatif dan dapat dibanggakan dalam memberikan upaya Promotif,

Preventif, Kuratif, Edukatif dan Rehabilitatif demi tercapainya derajat kesehatan

yang optimal bagi seluruh masyarakat.


40

2.1.5 Kebijakan Rumah Sakit Islam Surabaya

Berdasarkan peraturan internal rumah sakit (Hospital Bylaws) disebutkan

untuk menjaga pelayanan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan medis

dan etika kedokteran yang telah ditetapkan, dan agar pelayanan medik sesuai

dengan SPO (Standar Prosedur Operasional) maka disusun Medical By Laws .

Dan guna meningkatkan mutu dan jangkauan layanan kesehatan di rumah sakit,

diperlukan pengelolaan yang berdaya guna dan berhasil guna, untuk itu Rumah

Sakit Islam Surabaya memibentuk komite medik guna menyusun standar

pelayananan dan memantau pelaksanaannya serta melaksanakan pembinaan etika

profesi. Sebagai upaya pengawasan guna meningkatkan mutu dapat dilaksanakan

melalui clinical governance .

2.1.6 Pelayanan dan Fasilitas Rumah Sakit Islam Surabaya

Pelayanan yang tersedia di Rumah Sakit Islam Surabaya, meliputi :

1. Rawat Jalan :

a. Poli Umum, ditangani oleh tenaga medis dan paramedis yang

berpengalaman.

b. BKIA, yang melayani pemeriksaan ibu hamil dan post

partum, balita (pemeriksaan anak sakit dan imunisasi), dan pelayanan

kontrasepsi / KB.

c. Poli Gigi

d. Poliklinik Spesialis

1) Spesialis Penyakit Dalam


41

2) Spesialis Anak

3) Spesialis Bedah Umum

4) Spesialis Bedah Orthopedi

5) Spesialis Bedah Urologi

6) Spesialis Jantung

7) Spesialis Paru

8) Spesialis Kulit & Kelamin

9) Spesialis Syaraf

10) Spesialis Kesehatan Jiwa

11) Spesialis Obgyn

12) Spesialis Rehabilitasi Medik

13) Spesialis Mata

14) Spesialis THT

2. Unit Gawat Darurat (UGD)

Buka 24 jam, melayani kasus:

a. Emergency. Bedah dan non bedah.

b. Traumatologi. Ditangani oleh tenaga

medis dan paramedis yang berpengalaman dengan sertifikat ATLS/PPGD.

c. Tenaga spesialis dan super spesialis.

Dengan sistem TRIASE dengan mendahulukan pasien yang terancam

jiwanya.

3. Rawat Inap :
42

Fasilitas rawat inap dengan jumlah tempat tidur sebanyak 111 TT (sejak

tanggal 1 April 2012) dengan pembagian sebagai berikut :

a. Ruang Muzdalifah (VIP Umum) : 6 TT

Fasilitas : 1 kamar untuk 1 orang pasien, AC, tempat tidur untuk penunggu

pasien, Telpon, TV, kamar mandi dengan shower, makanan dengan pilihan

menu.

b. Ruang Muzdalifah (VIP Bersalin) : 3 TT

Fasilitas : 1 kamar untuk 1 orang pasien, AC, tempat tidur untuk penunggu

pasien, telpon, TV, kamar mandi dengan shower, menu makanan dengan

berbagai pilihan.

c. Ruang Tan’im (Kelas I Bersalin) : 4 TT

Fasilitas : 1 kamar untuk 2 orang pasien, AC, kamar mandi di dalam dan TV.

d. Ruang Shofa (Kelas I Dewasa) : 10 TT

Fasilitas : 1 kamar untuk 2 orang pasien, AC, kamar mandi di dalam dan TV.

e. Ruang Marwah (Kelas II Umum, Laki-laki & Perempuan) : 12 TT

Fasilitas : 1 kamar untuk 3 orang pasien, AC, kamar mandi di dalam dan TV.

f. Ruang Mina (Kelas II Perempuan) : 18 TT

Fasilitas : 1 kamar untuk 3 orang pasien, AC, kamar mandi di luar dan TV.

g. Ruang Multazam (Kelas III Umum) : 12 TT

Ruang Multazam terbagi menjadi 2 (dua ) yaitu 1 kamar dengan 6 TT untuk

pasien laki-laki dan 1 kamar dengan 6 TT untuk pasien

perempuan. Fasilitas di masing – masing kamar adalah kipas angin dan kamar

mandi diluar.
43

h. Ruang Arofah (Ruang Bersalin) : 11 TT, terdiri Kelas II Bersalin 3 TT

dan Kelas III Bersalin 8 TT

Fasilitas Kelas II Bersalin : 1 kamar 3 orang, AC, kamar mandi di dalam dan

TV.

Kelas III Bersalin : 1 kamar untuk 8 orang pasien, kipas angin dan kamar

mandi di luar.

i. Ruang Hijr Ismail / Ruang Anak : 21 TT

Ruang Hijr Ismail terdiri dari :

- Kelas I ada 2 TT, fasilitas 1 kamar untuk 2 orang pasien, AC, tempat tidur

untuk penunggu pasien, dan kamar mandi diluar.

- Kelas II ada 10 TT, fasilitas 1 kamar untuk 3 orang pasien, AC, tempat

tidur penunggu pasien, dan kamar mandi diluar.

- Kelas III ada 9 TT, fasilitas 1 kamar untuk 4 dan 5 tempat tidur, kipas

angin, kamar mandi di dalam.

j. Ruang Zam – Zam / Ruang Bayi : 14 TT

Fasilitas : ruangan AC, Box bayi untuk bayi normal dan inkubator untuk bayi

yang lahir prematur.

4. Rawat Khusus :

a. Kamar Operasi

Terdiri dari 1 kamar operasi besar dan 1 kamar operasi kecil,.

b. Kamar Bersalin

c. RRI / Recovery Room

5. Penunjang Medik :
44

Pelayanan penunjang medis yang tersedia :

a. Laboratorium (Buka 24 jam)

b. Radiologi (Buka 24 jam)

c. Farmasi (Buka 24 jam)

d. Fisioterapi

e. Gizi

6. Pelayanan penunjang Lain :

a. Bina Rohani

Secara kontinyu petugas binroh memberikan penyuluhan dan bimbingan

kepada pasien dalam melaksanakan kewajiban kepada Allah SWT.misalnya

bimbingan wudlu dan sholat serta memberikan nasehat-nasehat untuk

ketenangan jiwa baik pasien yang sedang dirawat maupun keluarganya.

Termasuk bimbingan bagi pasien yang naza’ / sakarotil maut.

b. Pemulasaran Jenazah

Pasien yang meninggal dimandikan, dikafani dan disholati serta diantar ke

rumah.

c. Pelayanan Ambulans

Kendaraan ambulans ada 2 unit (1 unit bantuan dari Menteri Kesehatan RI.),

untuk mengantar pasien dan ada fasilitas layanan antar - jemput gratis bagi

pasien kelas III.

2.2 Teori Perilaku Konsumen


45

Menurut The American Marketing Association dalam Setiadi (2003)

perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi,

perilaku dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran

dalam hidup mereka.

Solomon (2003) menyatakan bahwa “consumer behaviour is the process

involved when individuals or groups select, purchase, use, and dispose of goods,

services, ideas, or experiences to satisfy their needs and desires”. Dapat diartikan

bahwa perilaku konsumen adalah merupakan suatu proses yang melibatkan

seseorang ataupun suatu kelompok untuk memilih, membeli, menggunakan dan

memanfaatkan barang-barang, pelayanan, ide, ataupun pengalaman untuk

memenuhi kebutuhan dan keinginan.

Kotler (2009) menyatakan perilaku konsumen adalah studi tentang

bagaiamana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, menggunakan,

dan bagaiamana jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan

keinginan mereka. Selanjutnya Mowen (2002) menyatakan bahwa perilaku

konsumen sebagai studi tentang unit pembelian dan proses pertukaran yang

melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman, serta

ide-ide.

Dari pernyataan di atas unsur-unsur perilaku konsumen adalah sebagai

berikut :

1. Perilaku konsumen menyoroti perilaku individu

2. Perilaku konsumen menyangkut suatu proses keputusan memakai dan

menghabiskan produknya.
46

3. Mengetahui perilaku konsumen meliputi perilaku yang dapat diamati seperti

kapan, dengan siapa, oleh siapa dan bagaiman barang yang telah dibeli,

dikonsumsi, juga termasuk variabel-variabel yang tidak dapat diamati seperti

nilai-nilai yang diinginkan konsumen, kebutuham pribadi, persepsi, bagaimana

menerka mengevaluasi alternatif, dan apa yang mereka rasakan tentang

kepemilikan dan penggunaan produk yang bermacam-macam.

Kotler (2009) menyatakan bahwa ada empat faktor-faktor utama yang

mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor

pribadi, dan faktor psikografi. 1) Faktor budaya. Kebudayaan merupakan hal yang

kompleks yang meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, adat,

kebisaaan, dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Kita akan melihat

peranan yang dimainkan oleh kultur, sub kultur, dan kelas sosial pembeli. Kultur

adalah determinan paling fundamental dan keinginan perilaku seseorang. Sub

kultur yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisai anggotanya

yang lebih spesifik mencakup kebangsaan, agama, kelompok, ras, dan daerah

geografis. 2) Faktor sosial. Faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga, serta

peran dan status sosial terdiri dari semua kelompok yang mempunyai pengaruh

langsung atau tidak langsung terhadap pendirian atau perilaku seseorang di tempat

orang tersebut berinteraksi. 3) Faktor pribadi. Keputusan seseorang pembeli juga

dipengaruhi oleh kharakteristik pribadi, yaitu usia pembeli, dan tahap siklus hidup

pekerjaan, keadaan ekonomis, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep pribadi

pembeli. 4) Faktor psikografi. Pilihan pembeli seseorang dipengaruhi lagi oleh


47

empat faktor psikografi utama, yaitu : motivasi, persepsi, pengetahuan, serta

kepercayaan dan pendirian.

Wikie (1986) menyatakan bahwa perilaku konsumen itu dipengaruhi oleh

faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi : usia, pekerjaan, gaya

hidup, kepribadian, motivasi, persepsi, pembelajaran, keyakinan dan sikap.

Sedangkan faktor eksternal meliputi : budaya, keluarga, kelompok acuan, kondisi

lingkungan, kegiatan pemasaran perusahaan dan situasi.

Penulis memfokuskan penelitian pada faktor psikografi konsumen,

menurut Kotler (2009), pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat

faktor psikografi utama yaitu : persepsi, motivasi, pembelajaran serta keyakinan

dan sikap. Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

2.2.1 Teori Tentang Motivasi

Teori tentang motivasi meliputi pengertian dan klasifikasi motivasi akan

dijelaskan sebagai berikut :n

2.2.1.1 Pengertian Motivasi

Schiffman dan Kanuk (2007) menyatakan bahwa motivasi adalah “driving

force within individuals that impels them to action. This driving force is produces

by state of tension, which exists as the result of an unfulfilled need”. Dapat

diartikan bahwa motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh

konsumen. Kebutuhan sendiri muncul karena konsumen merasakan

ketidaknyamanan (state of tension) antara yang seharusnya dirasakan dan yang

sesungguhnya dirasakan. Kebutuhan yang dirasakan tersebut mendorong

seseorang untuk melakukan tindakan memenuhi kebutuhan tersebut.


48

Solomon (2003), menyatakan bahwa “Motivation refers to the processes

that cause people to behave as they do. It occurs when a need is aroused that the

consumer whises to satisfy. Once a need has been activated, a state of tension

exists that drives the consumer to attempt to reduce or eliminate that need.”.

Para ahli telah mengembangkan teori tentang motivasi. Tiga diantaranya

adalah teori Freud, Maslow dan Herzberg dalam Kotler (2009) menyatakan

bahwa:

1. Teori Motivasi Freud. Freud beranggapan bahwa kebanyakan orang tidak

menyadari tentang kekuatan psikografi nyata yang membentuk perilaku

mereka. Ia melihat orang sebagai yang tumbuh makin dewasa dan menekan

banyak dorongan. Dorongan ini tidak pernah hilang atau berada di bawah

kendali sempurna. Menurutnya, seorang tidak pernah penuh dalam memahami

motivasinya.

2. Teori Motivasi Maslow. Abraham Maslow mencoba menjelaskan mengapa

orang didorong oleh kebutuan tertentu pada waktu tertentu. Menurutnya,

kebutuhan manusia tersusun secara berjenjang, mulai dari yang paling banyak

menggerakkan sampai yang paling sedikit memberikan dorongan. Pertama

orang akan memuaskan kebutuhan yang paling penting terlebih dahulu, baru

kemudian memenuhi kebutuhan berikutnya. Berdasarkan urutan pentingnya,

jenjang kebutuhan adalah kebutuhan fisiologis (makanan, air, tempat

berlindung), rasa aman (keamanan, perlindungan), sosial (rasa memiliki, cinta),

penghargaan (penghargaan diri, pengakuan, status) dan aktualisasi diri

(pengembangan dan realisasi diri).


49

3. Teori Herzberg. Frederick Herzberg mengembangkan teori dua faktor yang

membedakan ketidakpuasan/dissatisfier dan kepuasan/satisfier. Ketiadaan

dissatisfier tidak cukup untuk memotivasi pembelian, harus ada satisfier. Teori

ini memiliki dua implikasi. Pertama, penjual seharusnya melakukan yang

terbaik untuk menghindari ketidakpuasan. Kedua, penjual harus

mengidentifikasi setiap kepuasan atau motivator utama pembelian di pasar dan

kemudian memasok mereka.

Berikut adalah gambar model proses motivasi menurut Dugree dalam

Schifman dan Kanuk (2007)

BELAJAR

Kebutuhan, keinginan dan hasrat yang belum terpenuhi Pemenuhan tujuan atau kebutuhan

KETEGANGAN DORONGAN PERILAKU

PROSES KESADARAN

Pengurangan Ketegangan

Gambar 2.1. Model proses motivasi menurut Dugree (Dikutip dari Schiffman

dan Kanuk, 2007)

Sesuai dengan paparan teori di atas, gambar 2.1 menggambarkan bahwa

motivasi merupakan keadaan tertekan karena dorongan kebutuhan yang membuat

individu melakukan perilaku yang menurut anggapannya akan memuaskan


50

kebutuhan dan dengan demikian akan mengurangi ketegangan. Tujuan khusus

yang ingin dicapai dalam rangkaian tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan,

dipilih atas dasar proses berfikir (kesadaran) dan proses belajar sebelumnya

(Schiffman dan Kanuk, 2007).

Motivasi merupakan variabel yang sangat penting bagi mereka yang tujuannya

adalah mempengaruhi perilaku konsumen. Bila kebutuhan dapat diukur dan

dimengerti adalah mungkin untuk menentukan posisi upaya pemasaran secara

lebih efektif di dalam konteks tujuan konsumen. Salah satu metode penelitian

motivasi yang paling lazim digunakan adalah wawancara mendalam (indepth

interview) (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994).

2.2.1.2 Klasifikasi Motivasi

Setiadi (2003), menyatakan bahwa motivasi yang dimiliki tiap konsumen

ssangat berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil. Bila dilihat dari hal

itu maka motivasi yang dimiliki oleh konsumen secara garis besar dapat terbagi

dua kelompok besar, yaitu :

1. Motivasi yang berdasarkan rasional

Motivasi ini akan menentukan pilihan terhadap suatu produk dengan

memikirkan secara matang serta dipertimbangkan terlebih dahulu untuk membeli

produk tersebut. Kecenderungan yang akan dirasakan oleh konsumen terhadap

produk tersebut sangat puas.

2. Motivasi yang berdasarkan emosional

Motivasi yang berdasarkan emosional, konsumen terkesan terburu-buru

untuk membeli produk tersebut dengan tidak mempertimbangkan kemungkinan


51

yang akan terjadi untuk jangka panjang. Kecenderungan yang akan terlihat,

konsumen tidak akan merasa puas terhadap produk yang telah dibeli karena

produk tersebut hanya sesuai dengan keinginan kita dalam jangk apendek saja.

2.2.2 Teori Tentang Persepsi

Teori tentang persepsi meliputi pengertian dan proses persepsi, dijelaskan

sebagai berikut :

2.2.2.1 Pengertian Persepsi

Mowen (2002), meyatakan bahwa persepsi adalah “menyebut tahap

pemaparan, perhatian dan pemahaman sebagai persepsi”. Kotler (2009),

meyatakan bahwa persepsi adalah proses dimana individu memilih, mengatur, dan

menerjemahkan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang

berarti mengenai dunia.

Schifman dan Kanuk (2007), menyatakan bahwa persepsi adalah “sebagai

proses yang dilakukan individu untuk memilik, mengatur, dan menafsirkan

stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia. Sensasi

datang dan diterima oleh manusia melalui panca indera dan disebut sebagai input

sensorik atau juga sering disebut sebagai stimulus.

Dari dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses

dimana seseorang menyeleksi, mengatur, dan menginterprestasikan masukan-

masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang bermakna.

2.2.2.2 Proses Persepsi


52

Gambar 2.2 di bawah ini menjelaskan mengenai bagaimana stimuli

ditangkap melalui indera (sensasi) dan kemudian diproses oleh penerima stimulus

(persepsi).

STIMULI sensasi Pemberi arti


Penglihatan
Suara
Bau
Rasa
Indera penerima perhatian interprestasi

PERSEPSI tangapan

Gambar 2.2 Proses perceptual menurut Solomon (Dikutip dari Setiadi,

2003)

Stimulus merupakan bentuk fisik, visual atau komunikasi verbal yang dapat

mempengaruhi individu. Strimulus tersendiri dari dua bentuk yaitu stimulus

pemasaran dan stimulus lingkungan (sosial dan budaya).

a. Stimulus pemasaran

Stimulus pemasaran adalah setiap komunikasi atau stimulus fisik yang didesain

untuk mempengaruhi konsumen. Produk dan komponen-komponennya (seperti

kemasan, isi, ciri-ciri fisik) adalah stimuli utama (primary intrinsic stimulus).

Komunikasi yang didesain untuk mempengaruhi konsumen adalah stimulus

tambahan (secondary stimulus) yang mempresentasikan produk seperti kata-kata,

gambar dan simbol atau melalui stimulus lain yang diasosiasikan dengan produk

seperti harga, tempat produk dijual dan pengaruh sales.

b. Stimulus lingkungan (sosial dan budaya)


53

Stimulus lingkungan adalah stimulus fisik yang didisain untuk mempengaruhi

keadaan lingkungan. Dari uraian di atas, Prasetijo dan Ihalauw (2005)

menyimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan

persepsi, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal, meliputi :

1) Pengalaman

2) Kebutuhan saat itu

3) Nilai-nilai yang dianut

4) Ekspektasi

Faktor eksternal, meliputi :

1) Penampakan produk

2) Sifat-sifat stimulus

3) Situasi lingkungan

Reaksi individu terhadap suatu stimulus akan sesuai dengan pandangannya

atau versi subyektifnya terhadap realitas yang dibentuk dari faktor-faktor di atas.

Pada waktu seseorang ingin membeli suatu produk baru, sebetulnya ia merespon

persepsinya tentang produk itu bukan produk itu sendiri.

Menurut Kotler (2009), dalam pemasaran, persepsi lebih penting daripada

realitas, karena persepsi yang mempengaruhi perilaku aktual konsumen. Orang

bias mempunyai persepsi berbeda tentang obyek yang sama karena tiga proses

pemahaman : atensi selektif, distorsi selektif, dan retensi selektif. Ketiganya akan

dijelaskan sebagai berikut :


54

1. Atensi selektif (selective

attention)

Atensi selektif adalah alokasi pemprosesan kapasitas terhadap beberapa

rangsangan . Diperkirakan bahwa rata-rata orang terpapar oleh lebih dari 1.500

iklan atau komunikasi merek sehari. Karena kita tidak dapat mendengarkan semua

ini, kita menyortir sebagian besar rangsangan tersebut, sebuah proses yang disebut

atensi selektif. Atensi selektif berarti bahwa pemasar harus bekerja keras untuk

menarik atensi konsumen. Tantangan sebenarnya adalah menjelaskan rangsangan

mana yang akan diperhatikan orang. Berikut beberapa temuan :

a. Orang cenderung lebih memperhatikan rangsangan yang berhubungan dengan

kebutuhan saat ini

b. Orang cenderung lebih memperhatikan rangsangan yang mereka antisipasi

c. Orang cenderung lebih memperhatikan rangsangan yang deviasinya besar

dalam hubungannya dengan ukuran normal rangsangan

2. Distorsi selektif (selective

distortion)

Rangsangan yang diperhatikan tidak selalu dating dalam cara yang

dimaksudkan oleh pengirim. Distorsi selektif adalah kecenderungan untuk

menterjemahkan informasi dengan cara sesuai dengan konsepsi awal kita.

Konsumen sering mendistorsi informasi agar konsisten dengan keyakinan dan

ekspektasi dari merek dan produk yang sudah ada sebelumnya. Distorsi selektif

dapat bekerja untuk keunggulan pemasar yang memiliki merek kuat ketika
55

konsumen mendistorsi informasi merek netral atau tidak jelas untuk membuatnya

lebih positif.

3. Retensi Selektif (selective

retention)

Sebagian besar dari kita tidak mengingat kebanyakan informasi yang

dipaparkan kepada kita, tetapi kita mempertahankan informasi yang mendukung

sikap dan keyakinan. Karena retensi selektif kita akan mengingat poin bagus

tentang sebuah produk yang kita sukai dan melupakan poin bagus tentang produk

pesaing. Retensi selektif sekali lagi bekerja untuk keunggulan merek-merek kuat.

Hal ini juga menjelaskan mengapa pemasar harus menggunakan pengulangan

untuk memastikan pesan mereka tidak diabaikan.

2.2.2.3 Pengolahan Informasi dalam Persepsi Konsumen

Engel, Blackwell dan Miniard (1995) dalam Sumarwan (2004) mengutip

pendapat William McGuire yang menyatakan bahwa ada lima tahap pengolahan

informasi (the informationiprocessing model), yaitu sebagai berikut :

1. Pemaparan (exposure). Pemaparan stimulus, yang

menyebabkan konsumen menyadari stimulus tersebut melalui panca

inderanya.

2. Perhatian (attention). Kapasitas pengolahan yang

dialokasikan konsumen terhadap stimulus yang masuk.

3. Pemahaman (comprehension). Interprestasi terhadap

makna stimulus.
56

4. Penerimaan (acceptance) : dampak persuasive

stimulus kepada konsumen

5. Retensi (retention). Pengalihan makna stimulus dan

persuasif ke ingatan jangka panjang (long term memory).

2.2.3 Teori Tentang Pembelajaran

Teori tentang pembelajaran (learning) meliputi pengertian dan syarat

proses pembelajaran akan dijelaskan sebagai berikut :

2.2.3.1 Pengertian Pembelajaran

Solomon (2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah “learning refers

to a relatively permanent change in behavior that is caused by experience.” Dapat

diartikan bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen yang

diakibatkan oleh pengalaman.

Schiffman dan Kanuk (2007), menyatakan bahwa pembelajaran adalah

“from a marketing perspective, the process by which individuals acquire the

purchase and comsumption knowledge and experience that they apply to future

related behavior”. Dilihat dari perspektif pemasaran, proses belajar konsumen

dapat diartikan sebagai sebuah proses dimana seseorang memperoleh pengetahuan

dan pengalaman pembelian dan konsumsi yang akan ia terapkan pada perilaku

yang terkait pada masa datang.

Engel, Blackwell dan Miniard (1992), menyatakan bahwa pembelajaran

adalah “the process by which experience leads to changes in knowledge,

attitudes, and/or behavior”. Dapat diartikan belajar adalah suatu proses dimana

pengalaman akan membawa kepada perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku.


57

Menurut Assael (1992) dalam Setiadi (2003), menyatakan bahwa

pembelajaran konsumen adalah suatu perubahan dalam perilaku yang terjadi

sebagai hasil dari pengalaman masa lalunya. Konsumen memperoleh berbagai

pengalamannya dalam pembelian produk dan merek produk apa yang disukainya.

Konsumen akan menyesuaikan perilakunya dengan pengalamannya di masa lalu.

2.2.3.2 Syarat Proses Pembelajaran

Schiffman dan Kanuk (2007); Loudon dan Della Bitta (1993) dalam

Sumarwan (2004), meyatakan bahwa proses pembelajaran bisa terjadi karena

adanya tiga unsur yang mendorong proses tersebut adalah :

1. Motivasi (motivation). Motivasi adalah daya dorong dari dalam diri konsumen.

Motivasi muncul karena adanya kebutuhan. Konsumen yang ingin membeli

rumah baru akan terdorong untuk mencari informasi apapun mengenai

berbagai hal yang berkaitan dengan rumah, misalnya lokasi hunian, bentuk tipe

rumah, harga-harga, cara pembayaran, lingkungan hunian, dan sebagainya.

2. Isyarat (Cues). Motivasi adalah daya dorong bagi seseorang konsumen untuk

belajar, sedangkan isyarat adalah stimulus yang mengarahkan motivasi

tersebut. Isyarat akan mempengaruhi cara konsumen bereaksi terhadap suatu

motivasi. Iklan, kemasan produk, harga, dan product display adalah stimulus

atau isyarat yang akan mempengaruhi konsumen untuk memenuhi

kebutuhannya.

3. Respon (response). Respon adalah reaksi konsumen terhadap isyarat. Belajar

terjadi ketika konsumen bereaksi terhadap isyarat tersebut. Bagaiman respon


58

konsumen terhadap isyarat tersebut dipengaruhi oleh proses belajar masa

lalunya.

2.2.4 Teori Tentang Keyakinan dan Sikap

Melalui pengalaman dan pembelajaran, konsumen mendapatkan keyakinan

dan sikap. Selanjtnya, keyakinan dan sikap mempengaruhi perilaku pembelian.

Teori tentang sikap dan kepribadian akan dijelaskan sebagai berikut :

2.2.4.1 Pengertian Keyakinan dan Sikap

Menurut Kotler (2009), keyakinan (belief) adalah pemikiran deskriptif yang

dipegang seseorang tentang sesuatu. Sedangkan sikap (attitude) adalah evaluasi

dalam waktu lama tentang yang disukai atau tidak disukai seseorang, perasaan

emosional, dan kecenderungan tindakan terhadap beberapa objek atau ide. Dapat

pula dikatakan bahwa sikap adalah cara berfikir, merasa dan bertindak melalui

aspek di lingkungannya. Sikap terdiri dari tiga komponen yaitu :

a. Cognitive component

Komponen ini terdiri dari kepercayaan konsumen dan pengetahuan tentang

objek. Semakin positif kepercayaan terhadap suatu merek dan kepercayaan maka

akan mendukung seluruh komponen kognitif sehingga akan mendukung

keseluruhan sikap itu.

b. Affective component

Perasaan dan reaksi emosional kepada suatu objek menunjukkan komponen

afektif dari suatu sikap kepercayaan tentang suatu produk akan berhubungan

dengan reaksi afektif hal ini akan mempengaruhi bagaimana konsumen bereaksi

terhadap produk itu sendiri.


59

c. Behavioral component

Komponen ini adalah respon dari seseorang terhadap objek atau aktivitas.

Seperti keputusan untuk membeli atau tidaknya suatu produk akan

memperlihatkan komponen behavioral.

Orang hampir memiliki sikap dalam segala hal. Sikap menempatkan kita

dalam kerangka pikiran : menyukai atau tidak menyukai sebuah objek, bergerak

menuju atau beralih darinya. Sikap menuntun seseorang untuk berperilaku dalam

cara yang konsisten terhadap suatu objek yang sama. Karena sikap menghemat

energy dan pikiran, sikap sangat sulit diubah. Perusahaan disarankan untuk

menyesuaikan produknya dengan sikap yang ada dan tidak berusaha mengubah

sikap itu.

2.3 Kualitas Layanan (Servicre Quality)

2.3.1 Definisi Kualitas

Definisi kualitas sangat beranekaragam dan mengandung banyak makna.

Kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang

harus dikerjakan dengan baik. Goetsch dan Davis (1994) dalam Fandy Tjiptono

(1996) mendefinisikan “kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang

berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang

memenuhi atau melebihi harapan”.

Menurut Buddy (1997) dalam Anis Wahyuningsih (2002), “Kualitas

sebagai suatu strategi dasar bisnis yang menghasilkan barang dan jasa yang

memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen internal dan eksternal, secara


60

eksplisit dan implisit”. Sedangkan definisi kualitas menurut Kotler (2009) adalah

“Seluruh ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada

kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat”. Ini

jelas merupakan definisi kualitas yang berpusat pada konsumen, seorang produsen

dapat memberikan kualitas bila produk atau pelayanan yang diberikan dapat

memenuhi atau melebihi harapan konsumen.

Berdasarkan beberapa pengertian kualitas diatas dapat diartikan bahwa

kualitas hidup kerja harus merupakan suatu pola pikir (mindset), yang dapat

menterjemahkan tuntutan dan kebutuhan pasar konsumen dalam suatu proses

manajemen dan proses produksi barang atau jasa terus menerus tanpa hentinya

sehingga memenuhi persepsi kualitas pasar konsumen tersebut.

2.3.2 Dimensi Kualitas Layanan (Service Quality) Gummesson's 4Q Model

Williams & Buswell (2003) menyatakan:

”Gummesson's 4Q model looks at quality from the view that everyone


contributes to quality and there are number of different sources of
quality. The model combines customer orientation with proses
orientation, applicable to manufacturing as well as service delivery.”
Gummesson’s 4Q Model merupakan salah satu dimensi kualitas jasa

yang melihat kontribusi setiap orang pada terciptanya kualitas pelayanan. Model

ini mengkombinasikan antara orientasi pelanggan dengan proses dalam

memberikan pelayanan pada pelanggan.

Gummesson dalam Tjiptono & Chandra (2007) membedakan dimensi

kualitas jasa dalam empat konsep kualitas, yakni:

1. Kualitas desain.
61

Kualitas desain menjelaskan bahwa kualitas jasa ditentukan sejak pertama kali

jasa dirancang untuk memenuhi kebutuhan pelanggan baik proses pengembangan

dan perancangan kombinasi antara elemen jasa dan barang pada paket produk.

Kesalahan kualitas desain bisa menyebabkan kinerja yang buruk dan pengalaman

negatif pelanggan.

2. Kualitas produksi dan penyampaian produk.

Kualitas produksi dan penyampaian produk menunjukkan seberapa bagus

paket produk dan elemen diproduksi dan disampaikan kepada pelanggan. Menurut

Ambadar, dkk (2007) kualitas produk merupakan salah satu hal yang penting yang

harus diperhatikan oleh produsen karena berkaitan erat dengan kepuasan

konsumen. Ketepatan dari suatu produk yang dihasilkan produsen dapat

memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen sehingga bisa menjadi alat ukur

untuk mempertimbangkan pasar (strategi market) dari segmen tertentu sehingga

mampu mengalahkan pesaing.

3. Kualitas relasional.

Kualitas relasional berkenaan dengan persepsi pelanggan terhadap kualitas

selama proses jasa. Dalam konteks jasa, kualitas relasional bisa diwujudkan

melalui karyawan jasa yang empatik, penuh perhatian , dan customer orinted,

serta mampu mendemonstrasikan kompetensi dan keterampilan dalam melayani

pelanggan.

Sedangkan Utami (2006) menjelaskan terdapat empat usaha yang dapat

dilakukan dalam melakukan relationship effort, yaitu komunikasi


62

(communication), perlakukan istimewa (preferential treatment), personalisasi

(personalization), dan balas jasa (rewarding).

4. Kualitas hasil.

Kualitas hasil berkaitan dengan produk dan jasa yang dihasilkan oleh

perusahaan. Sedangkan menurut Muninjaya (2011) outcome atau hasil

menggambarkan efek pelayanan yang diberikan selama pasien mendapatkan

perawatan medis. Hasil pelayanan tersebut dapat berupa meningkatnya

pengetahuan pasien, kepuasan pasien, kesembuhan, atau efek yang tidak

diharapkan (cedera medis).

Citra Perusahaan dan Citra Merek

Ekspektasi Pengalaman

Kualitas Desain Kualitas Relasional


PERSEPSI PELANGGAN TERHADAP KUALITAS

Kualitas Produksi dan Penyampaian Kualitas Teknis

Sumber: Tjiptono & Chandra (2007)

Gambar 2.3 Gummesson’s 4Q Model Of Offering Quality


63

2.4 Keputusan Pembelian

Keputusan membeli, pada tahap ini konsumen melakukan pembelian yang

sesungguhnya. Pada tahap evaluasi, konsumen menyusun merek-merek dalam

himpunan pilihan serta membentuk niat pembelian. Bisaanya dia akan memilih

merek yang disukai (Anna, dkk, 2002). Tetapi ada pula faktor yang

mempengaruhi, seperti sikap orang lain dan faktor keadaan yang tidak terduga.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian, yaitu :

a. Pemrakarsa (inisiator). Orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu

barang atau jasa tertentu.

b. Pemberi pengaruh (influencer). Orang yang pandangan atau nasehatnya

member i bobot dalam mengambil keputusan akhir.

c. Pengambil keputusan (decider). Orang yang sangat menentukan sebagian atau

keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang dibeli dan

dimana akan membeli.

d. Pembeli (buyer). Orang yang melakukan pembelian nyata.

e. Pemakai (user). Orang yang mengkonsumsi atau menggunakan jasa tersebut.

Keputusan pembelian diawali dengan niat untuk membeli, dimana antara

niat membeli terdapat dua faktor. Pertama, faktor sikap orang lain, dimana faktor

ini dapat mengurangi atau menambah niat konsumen untuk membeli. Kedua,

faktor situasi yang terantisipasi yang muncul dan mengubah niat pembelian.

Sikap orang lain


Evaluasi alternatif Niat pembelian Keputusan pembelian

Faktor situasi
64

Gambar 2.4 Tahap Antara Evaluasi Alternatif dan Keputusan Pembelian (Kotler,

2009)

Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda, atau menghindari

suatu keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh risiko yang dirasakan (Kotler,

2009), yang dapat berupa nilai uang yang dipertaruhkan, ketidakpastian atribut,

dan kepercayaan diri konsumen.

2.5 Konsep Pemasaran

Pemasaran menurut Kotler dan Keller (2009) adalah “mengidentifikasi dan

memenuhi kebutuhan manusia dan sosial dengan cara menguntungkan.” Selain itu

Kotler dan Keller (2009) juga menjelaskan pemasaran sebagai suatu seni dan ilmu

memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan

pelanggan dengan menciptakan, mengantarkan dan mengkomunikasikan nilai

pelanggan yang unggul.

Definisi pemasaran menurut American Marketing Association (AMA)

dalam Kotler dan Keller (2009) adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian

proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada

pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang

menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingan.


65

Pemasaran adalah suatu proses dalam memuaskan kebutuhan dan keinginan

manusia. Jadi, segala kegiatan dalam hubungannya dalam pemuasan kebutuhan

dan keinginan manusia.

Dalam buku “Marketing 3.0 : From Products to Customers to the Human

Spirit” tim di MarkPlus bersama Kotler mengatakan bahwa “praktik

pemasaran akan semakin bergeser dan mengalami transformasi dari level

intelektual (marketing 1.0) menuju ke emosional (marketing 2.0) dan

akhirnya ke human-spirit (marketing 3.0)”.

Era yang pertama terjadi sebelum tahun 1998 yaitu marketing 1.0, dimana

Kartajaya dalam buku New Wave Marketing (2008) menyebutnya sebagai era

pseudo marketing dengan rational intelligence : produk bagus, harga terjangkau,

dimana konsumen memilih produk berdasarkan tinggi rendahnya harga yang

ditawarkan produsen. Level pemasaran yang bersifat intelektual ini ditandai

dengan marketing mix, branding, positioning, dan sebagainya.

Di tahun 1990-an, (yang disebut sebagai era Legacy Marketing) dunia

pemasaran mulai bergeser ke era “Marketing 2.0” yang ditandai oleh

emotional marketing. Secara konsep, praktik pemasaran di era “Marketing 2.0”

berbasiskan emotional intelligence : menyentuh hati customer. Meski suatu

produk lebih mahal dibanding yang lain, tetapi produk tetap dipilih konsumen,

sebab customer sudah memiliki ikatan emosional dengan produknya.

Kini dan di masa yang akan datang, marketer melihat era akan bergeser ke

arah spiritual dimana pasar harus ditandai dengan nilai-nilai spriritual yang

kukuh. Inilah yang disebut era “Marketing 3.0” yang ditandai spiritual
66

intellegence. Dalam era ini, marketer mengajak konsumen untuk

merenungkan esensi diri keberadaan dirinya akan suatu produk. Masa inilah

dimulainya era new wave marketing. Sebuah perusahaan sekarang

membutuhkan strategi perang pemasaran market by market, customer harus

dilayani secara horisontal. Di manapun mereka berada, mereka menuntut

layanan yang sama dari brand yang sama. Jika terdapat perbedaan layanan,

customer akan bingung dan bukan tidak mungkin akan meninggalkan brand

tersebut.

Tabel 2.1 Perbandingan antara Marketing 1.0, 2.0, dan 3.0

Uraian Marketing 1.0 Marketing2.0 Marketing 3.0


Perbandingan Product-centric- Customer- Values-driven
Marketing oriented Marketing
Marketing
Objektif Menjual produk Memuaskan dan Membuat dunia
Perusahaan membuat yang lebih baik
konsumen loyal
Pemicu Arus Industrial Teknologi Teknologi New
Pergerakan Revolution Informasi dan Wave
komunikasi
Bagaimana Mass buyers Konsumen yang Konsumen yang
Perusahaan dengan kebutuhan rasional dan secara holistik
Melihat fisik emosional memiliki mind,
Konsumen heart, dan spirit
Kunci konsep Pengembangan Diferensiasi Nilai-nilai (values)
Pemasaran produk
Panduan Spesifikasi produk Positioning Visi, Misi, dan
Pemasaran perusahaan dan Values dari
Perusahaan produk Perusahaan
Nilai yang Dijual Fungsional Fungsional dan Fungsional,
Perusahaan Emosional Emosional, dan
Spiritual
67

Interaksi Dengan Transaksional Hubungan Kolaborasi


Konsumen yang bersifat top- intimasi yang antarjejaring
down bersifat one-to- konsumen (many-
(One-to-Many) one to-many)
Sumber : Hermawan Kartajaya dalam Buku CONNECT (New Wave Marketing) 2010 : hal. 16

Marketing 1.0 mengandalkan rational intelligent: produk bagus, harga

terjangkau. Konsumen memilih produk berdasarkan tinggi-rendahnya harga yang

ditawarkan produsen. Pada level ini konsumen sangat mudah berpindah.

Marketing 2.0 berbasiskan emotional intelligent: sentuhlah hati customer. Meski

suatu produk lebih mahal dibanding yang lain, tapi tetap dipilih konsumen, sebab

ia sudah memiliki ikatan emosional dengan produknya. Marketing 3.0

berdasarkan spiritual intelligent: lakukan semua dengan nilai-nilai universal

seperti kasih dan ketulusan maka profit akan datang. Pada tahap ini, merek telah

menjadi “reason for being.” Karena merek itu maka si konsumen diakui

keberadaannya.

Values-driven marketing adalah model untuk marketing 3.0, yang

melekatkan nilai-nilai pada misi dan visi perusahaan. Gagasan ini akan

memperbaiki persepsi publik terhadap marketing dan membimbing perusahaan

dan pemasar untuk menginkorporasikan visi yang lebih manusiawi dalam memilih

tujuan mereka.

Marketing 3.0 ini akan terlihat dari seberapa dalam hubungan hubungan

produsen dengan konsumen atau stakeholder-nya. Wujud spiritualisme adalah

bagaimana mencintai jejaring stateholder bisnis kita dengan modal dan

menjunjung tinggi kejujuran. Jika sudah sampai tahap spiritual sedemikian itu,
68

hubungan antara perusahaan dengan siapapun yang berkepentingan, apakah itu

konsumen, karyawan, supplier, akan langgeng terus.

Marketing 3.0 inilah yang merupakan cikal bakal pemikiran bahwa pada

akhirnya marketing menjadi horisontal, di mana sisi humanisme si pemasar

membuat pasar menjadi datar. Artinya, tidak ada perbedaan status antara marketer

dan customer. Marketer dan customer sama rata. Marketer sudah berbaur dengan

customer-nya.

2.5.1 Konsep New Wave Marketing

Marketing terdiri atas tiga komponen yaitu strategy, tactic, dan

value. Dimana dalam new wave marketing, elemen-elemen pemasaran

tersebut mengalami pergeseran yaitu pergeseran dari sisi strategi pemasaran

dimana dari yang namanya segmentation menjadi communitization, targeting

menjadi confirmation, dan positioning menjadi clarification. Penerapan elemen

taktik pemasaran pun berubah karena terjadi pergeseran praktek differentiation

menjadi codification, dari bauran pemasaran 4P (product, price, place,

promotion) menjadi new wave marketing-mix 4C crowd-combo (co-

creation, currency, communal activation, conversation), dan juga dari selling ke

commercialization. Begitu pula dengan marketing vlue yang bergeser dari brand

ke character, dari service menjadi care, dan dari process menjadi collaboration.

Perubahan dari era legacy ke era new wave ditandai oleh beberapa faktor

yang dapat dilihat dari gambar 2.5 sebagai berikut :

Vertical Marketing
Horizontal Marketing
(Dipengaruhi oleh 5 faktor
horisontalisasi pemasaran)
69

Sumber : Hermawan Kertajaya dalam buku CONNECT (2010)

Gambar 2.5 Transformasi Era Vertical Marketing (Legacy Marketing) ke Era

Horizontal Marketing (New Wave Marketing)

Dari gambar dapat diketahui bahwa perubahan strategi pemasaran

dari Vertical Marketing (Legacy Marketing) menjadi Horizontal Marketing

(New Wave Marketing) dipengaruhi oleh 5 faktor horisontalisasi pemasaran, yaitu

faktor teknologi, political legal, ekonomi, budaya sosial dan pasar. Dimana

dengan adanya perubahan strategi pemasaran, maka elemen-elemen di dalamnya

berubah seperti analisis pasar 4C (Change agents, Competitor, Company, dan

Customer) dalam pemasaran berubah menjadi analisa 5C (Change agents,

Competitor, Company, dan Customer + Connector) dan elemen inti dalam

pemasaran yang 9C (segmenting, targeting, positioning, selling,

differentiation dan 4 marketing mix) menjadi 12C (Communitization,

Confirmation, Clarification, Codification, Co-Creation, Currency, Communal

Activation, Conversation, Commercialization, Character, Care, dan

Collaboration).
70

2.5.2 New Wave Marketing Mix

New wave marketing, marketing mix adalah unsur kedua dalam

taktik, yang mengintegrasikan tawaran, logistik dan komunikasi perusahaan.

Menurut Hermawan Kertajaya (2009) new wave marketing mix terdiri dari

Co-creation (product), Currency (price), Communal activation (place),

Conversation (Promotion), Commercialization (selling). Komponen tersebut akan

dijelaskan sebagai berikut :

1. Co-creation (product)

Dalam konsep new wave marketing mix, kata “product” sudah tergantikan

dengan “co-creation”. Ada dua hal pokok yang membedakan konsep

product tradisional dengan co-creation. Pertama adalah tentang value

creation. Dalam konsep tradisional, value suatu product dibuat oleh

perusahaan sendiri untuk kemudian di-deliver kepada pelanggan dalam

bentuk barang jadi yang siap dikonsumsi. Sedangkan dalam konsep co-

creation, value diciptakan bersama- sama antara perusahaan dengan

pelanggan. Kedua adalah tentang value basis. Dalam konsep tradisional,

product adalah basis value yang utama, artinya kepuasan pelanggan

ditentukan dari berbagai feature yang ada di produk tersebut.

Sedangkan dalam co-creation, basis value yang utama justru berasal dari

proses interaksi antara perusahaan dengan pelanggannya. Proses

pengembangan produk baru selalu melahirkan hal baru, dimana

pengembangan produk baru merupakan tahapan proses yang penuh dengan

tantangan dan resiko tinggi.


71

Didalam proses pengembangannya yang melibatkan berbagai lintas divisi

atau departemen. Tidak hanya departemen pemasaran tetapi juga sampai bagian

operasional lain. Tahap-tahap pengembangan produk adalah sebagai berikut :

pertama adalah penemuan ide. Pada tahap ini biasanya di mulai dari studi pasar

terkait dengan tren pasar, identifikasi perilaku konsumen dan

eksploitasi kebutuhan serta keinginan konsumen. Berbagai ide dasar yang

didapatkan ide yang relevan dengan produk yang akan di kembangkan,

melalui pengembangan produk co-creation kreatifitas dalam pembuatan produk

di serahkan kepada co- creator sehingga tercipta pendekatan company centric

yang berdasarkan muti sumber.

2. Currency (price)

New wave adalah dunia yang horizontal, yang pada akhirnya

penetapan suatu harga harus dilakukan bersama-sama karena prouknya di

lakukan co- creation. Maka penetapan harga harus melalui pendekatan

negosiasi yang horizontal. Dengan demikian harga menjadi semakin dinamis

karena informasi untuk menetapkan suatu barang berkembang.

3. Communal activation (place)

Pada praktek channeling di dunia yang serba horizontal seperti

sekarang akan semakin berubah menjadi kearah komunal dimana peroduk di

salurkan oleh komunitas melalui conneting platform yang sifatnya mobile,

yang ada di dunia online dan offline.

4. Conversation (Promotion)

Promosi bertujuan untuk menginformasikan produk, membujuk


Co-Creation

Conversation New Wave Marketing Currency

72
Communal Activation

dan mengingatkan pelanggan untuk membeli produk kita. Promosi di gunakan

untuk membujuk pelanggan untuk membeli melalui komunikasi antar

pelanggan yang dapat merekomendasikan produk kepada orang lain atau word of

mouth. Berikut Gambar 2.6 menunjukan new wave marketing mix :

Sumber : Hermawan Kertajaya (2009:122)

Gambar 2.6 New Wave Marketing Mix

5. Commercialization (selling)

2.5.3 Sssss

2.5.4 sss

2.6 xxxxxxxx
73

Focus Group Discussion (FGD)

Pengertian FGD

Focus Group Discussion yang sering disingkat sebagai FGD, adalah salah

satu teknik dalam pengumpulan data kualitatif, yang menggambarkan adanya

sekelompok orang sedang berdiskusi dengan pengarahan

Dalam bab 2 (dua) penelitian ini penulis menggunakan teori tentang rumah

sakit, rawat inap, perilaku konsumen terutama faktor psikografi (motivasi,

persepsi, pembelajaran, sikap dan keyakinan), keputusan pembelian (keputusan

rawat inap), dan teori tentang kualitas layanan (service quality). Teori-teori

tersebut akan digunakan untuk menjelaskan varibel penelitian yang akan diteliti

dalam penelitian ini.

Variabel yang akan diteliti terdiri dari varibel bebas dan variabel terikat.

Varibael bebas yang akan digunakan dalam penlitian ini antara lain faktor
74

psikografi (motivasi, persepsi, pembelajaran, sikap dan keyakinan) dan faktor

kualitas layanan (service quality). Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini

adalah keputusan pembelian (keputusan rawat inap). Varibel bebas tersebut akan

mempengaruhi varibel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

keputusan pembelian (keputusan rawat inap). Penjelasan variabel penelitian telah

dibahas dalam bab 2 (dua) di atas.

Anda mungkin juga menyukai