Anda di halaman 1dari 33

MANAJEMEN RUMAH SAKIT

Definisi Rumah Sakit

Rumah sakit itu sebuah tempat, tetapi juga sebuah fasilitas, sebuah institusi,

sebuah organisasi. Untuk dapat mengatur rumah sakit dengan baik maka seseorang

tentu harus dapat mendefinisikannya dengan tepat pula. Definisi yang paling klasik

hanya menyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi (fasilitas) yang menyediakan

pelayanan pasien rawat inap, ditambah dengan beberapa penjelasan lain. American

Hospital Association tahun 1978 menyatakan bahwa rumah sakit adalah suatu

institusi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pasien,

diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik yang

bersifat bedah maupun non bedah. SK menteri Kesehatan RI No.

983/Menkes/SK/XI/1992 menyebutkan bahwa rumah sakit umum adalah rumah sakit

yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan

subspesialistik.

Definisi Manajemen Rumah Sakit

Manajemen rumah sakit adalah koordinasi antara berbagai sumber daya

(unsur manajemen) melalui proses perencanaan, pengorganisasian, ada kemampuan

pengendalian untuk mencapai tujuan rumah sakit seperti : Menyiapkan sumber daya,

mengevaluasi efektivitas, mengatur pemakaian pelayanan, Efisiensi, Kualitas.

1
Banyak definisi manajemen yang ada, dan masing-masing akan menunjukkan

penekanan tertentu, yang penting diambil pada pokok fungsi manajemen dan unsur

dari manajemen.

Perencanaan Teknologi Strategi Rumah Sakit

Sistem dan fasilitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sudah dikenal luas

sebagai salah satu institusi yang paling kompleks dan banyak bergantung pada

teknologi, seperti prosedur kerja, obat-obatan, dan berbagai fasilitas fisik. Rumah

sakit harus beroperasi 24 jam setiap hari, dan melibatkan para pakar dan teknologi

yang amat murni. Karena itu, perencanaan yang strategik perlu dapat perhatian

utama.

Elemen-elemen untuk pelaksanaan perencanaan strategik teknologi pelayanan

kesehatan meliputi:

1. Analisis kebutuhan

2. Penilaian teknologi

3. Evaluasi staf dan fasilitas

4. penentuan skala prioritas

Sementara itu, implementasi teknologi dalam perencanaan strategik ini meliputi :

1. Perencanaan peralatan secara rinci

2. Koordinasi arsitektural

2
3. Dukung enjinering

Pengorganisasian Rumah Sakit

Dalam rangka mengembangkan secara lebih konsepsional organisasi rumah

sakit maka diperlukan adanya kejelasan-kejelasan yang memungkinkan pihak direksi

bisa berpartisipasi aktif dalam melaksanakannya dengan batasan yang jelas, untuk itu

diperlukan sebagai berikut :

1. Pengertian yang sama tentang tugas dan batasannya

2. Adanya itikad untuk melaksanakan secara konsepsional dan konsisten

3. Perlu secara bersama-sama memperbaiki dan mengembangkan lebih lanjut

Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan

dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan

administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang

medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan

melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan, dan unit rawat inap. Dalam

perkembangannya pelayanan rumah sakit tidak terlepas dari pembangunan ekonomi

masyarakat. Perkembangan ini tercermin pada perubahan fungsi klasik RS yang pada

awalnya hanya memberikan pelayanan yang bersifat penyembuhan (kuratif) terhadap

pasien melalui rawat inap. Pelayangan RS kemudian bergeser karena kemajuan ilmu

pengetahuan khususnya ilmu kedokteran, peningkatan pendapatan dan pendidikan

masyarakat. Pelayanan kesehatan di RS saat ini tidak saja bersifat kuratif

3
(penyembuhan), tetapi juga bersifat pemulihan (rehabilitatif). Keduanya dilaksanakan

secara terpadu melalui upaya promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan

(preventif). Dengan demikian, sasaran pelayanan kesehatan RS bukan hanya untuk

individu pasien, tetapi juga berkembang untuk keluarga pasien dan masyarakat

umum. Fokus perhatiannya memang pasien yang datang atau yang dirawat sebagai

individu dan bagian dari keluarga. Atas dasar sikap seperti itu pelayanan kesehatan di

RS merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (komperhensif dan holistik).

Pelayanan RS di Indonesia saat ini sudah bersifat padat modal, padat karya, dan

padat teknologi dalam menghadapi persaingan global. Dalam hal rujukan medik, RS

juga diandalkan untuk memberikan pengayoman medik (pusat rujukan) untuk pusat-

pusat pelayanan yang ada di wilayah kerjanya. Sifat pengayoman sangat erat

kaitannya dengan klasifikasi Rumah Sakit. Ada empat jenis RS berdasarkan

klasifikasi perumahsakitan di Indonesia yaitu kelas A, B, C, dan D. Kelas RS yang

lebih tinggi (A) mengayomi kelas Rumah Sakit yang lebih rendah dan mempunyai

pengayoman wilayah yang lebih luas. Pengayoman dilaksanakan melalui dua sistem

rujukan yaitu sistem rujukan kesehatan (berkaitan dengan upaya promotif dan

preventif seperti bantuan teknologi, bantuan sarana dan operasionalnya) dan rujukan

medik (berkaitan dengan pelayanan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif).

Dan berubahnya RS kelas A dan B menjadi RS seadanya, bahkan ada yang

menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), menejemen klasik RS di Indonesia sudah pasti

mengalami perubahan. Perubahan dalam hal peningkatan profesionalisme staf,

4
tersedianya peralatan yang lebih canggih, dan lebih sempurnanya sistem administrasi

RS yang akan bermanfaat untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan RS. JENIS

RUMAH SAKIT DI INDONESIA Di Indonesia dikenal tiga jenis RS sesuai dengan

kepemilikan, jenis pelayanan dan kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan

tiga macam RS yaitu RS Pemerintah (RS Pusat, RS Propinsi, RS Kabupaten), RS

BUMN/ABRI, dan RS Swasta yang menggunakan dana investasi dari sumbar dalam

negeri (PMDN) dan sumber luar negeri (PMA). Jenis RS yang kedua adalah RS

Umum, RS Jiwa, RS Khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kanker, dsb).

Jenis RS yang ketiga adalah RS kelas A, kelas B (pendidikan dan non-pendidikan),

RS kelas C dan RS kelas D (Kepmenkes No.51 Menkes/SK/II/1979). Pemerintah

sudah meningkatkan status semua RS Kabupaten menjadi kelas C. Kelas RS juga

dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang tersedia. Pada RS kelas A tersedia

pelayanan spesialistik yang luas termasuk spesialistik. RS kelas B mempunyai

pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar. RS kelas C

mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan, dan

anak). Di RS kelas D hanya terdapat pelayanan medis dasar.

Keputusan Menteri Kesehatan No.134 Menkes/SK/IV/78 Th.1978 tentang susunan

organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum di Indonesia antara lain :

Pasal 1 : Rumah Sakit Umum adalah organisasi di lingkungan Departemen

Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada

Dirjen Yan Medik.

5
Pasal 2 : Rumah Sakit Umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan

kesehatan (caring) dan penyembuhan (curing) penderita serta pemulihan

keadaan cacat badan dan jiwa (rehabilitation).

Pasal 3 : Untuk menyelenggarakan tugas tersebut RS mempunyai fungsi :

1. Melaksanakan usaha pelayanan medik

2. Melaksanakan usaha rehabilitasi medik

3. Usaha pencegahan komplikasi penyakit dan peningkatan pemulihan

kesehatan

4. Melaksanakan usaha perawatan

5. Melaksanakan usaha pendidikan dan latihan medis dan paramedis

6. Melaksanakan sistem rujukan

7. Sebagai tempat penelitian

Pasal 4 :

1. RS Umum yang dimaksud dalam keputusan ini adalah RS kelas A, kelas B,

kelas C.

2. RS Umum kelas A adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan

yang spesialistik dan subspesialistik yang luas

6
3. RS Umum kelas B adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan

spesialistik yang luas.

4. RS Umum kelas C adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan

spesialistik paling sedikit empat spesialis dasar yaitu: Penyakit Dalam, Penyakit

Bedah, Penyakit Kebidanan/Kandungan, dan Kesehatan Anak.

SUSUNAN ORGANISASI RSU DI INDONESIA

Untuk Rumah Sakit Umum kelas A, susunan organisasinya diatur sesuai dengan SK

Menkes No. 543/VI/1994 adalah sebagai berikut :

1. Direktur

2. Wakil Direktur yang terdiri dari:

Wadir Pelayanan Medik dan Keperawatan

Wadir Penunjang Medik dan Instalasi

Wadir Umum dan Keuangan

Wadir komite Medik

Tiap-tiap Wadir diberikan tanggung jawab dan wewenang mengatur beberapa

bidang/bagian pelayanan dan keperawatan serta instalasi. Instalasi RS diberikan tugas

untuk menyiapkan fasilitas agar pelayanan medik dan keperawatan dapat terlaksana

dengan baik. Instalasi RS dipimpin oleh seorang kepala yang diberikan jabatan non

struktural. Beberapa jenis instalasi RS yang ada pada RS kelas A adalah instalasi

7
rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, rawat intensif, bedah sentral, farmasi, patologi

klinik, patologi anatomi, gizi, laboratorium, perpustakaan, pemeliharaan sarana

rumah sakit (PSRS), pemulasaran jenazah, sterilisasi sentral, pengamanan dan

ketertiban lingkungan, dan binatu.

Komite Medik (KM) juga diberikan jabatan nonstruktural yang fungsinya

menghimpun anggota yang terdiri dari para kepala Staf Medik Fungsional (SMF).

KM diberikan dua tugas utama yaitu menyusun standar pelayanan mediks dan

memberikan pertimbangan kepada direktur dalam hal:

1. Pembinaan, pengawasan dan penelitian mutu palayanan medis, hak-hak klinis

khusus lepada SMF, program pelayanan medis, pendidikan dan pelatihan (diklat),

serta penelitian dan pengembangan (litbang). 2. Pembinaan tenaga medis dan

bertanggung jawab terhadap pelaksanaan etika profesi.

Semua kepala SMF diangkat oleh Dirjen Yan. Medik Depkes RI berdasarkan

usulan dari Direktur RS. Dengan mengkaji struktur organisasi dan tugas-tugas pokok

RS, dapat dibayangkan bahwa manajemen sebuah RS hampir mirip dengan

manajemen hotel. Yang berbeda, tujuan mereka yang berkunjung dan jenis

pelayanannya. Masyarakat yang berkunjung ke RS bertujuan untuk memperoleh

pelayanan medis karena kejadian sakit yang dideritanya, sedangkan mereka yang

berkunjung ke hotel adalah untuk bersenag-senang.

8
Pembentukan KM di RS sangat diperlukan untuk membantu tugas-tugas direktur

RS dalam menjaga mutu dan etika pelayanan RS. KM dibentuk berdasarkan SK

Dirjen Yan. Medik Depkes RI sesuai dengan usul Direktur RS. Masa kerja Wadir

KM adalah tiga tahun. Di bawah Wadir KM terdapat panitia infeksi nasokomial,

panitia rekam medis, farmasi da terapi, audit medik, dan etika.

SMF yang menggantikan UPF ( Unit Pelaksanaan Fungsional) terdiri dari dokter

umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter subspesialis. Mereka mempunyai

tugas pokok menegakkan diagnosis, memberikan pengobatan, pencegahan penyakit,

peningkatan dan pemulihan kesehatan, penyuluhan, pelatihan dan penelitian

pengembangan pelayanan medis. Untuk RS kelas A jumlah SMF yang dimiliki

minimal 15 buah yakni : (1) Bedah (2) Kesehatan Anak (3) Kebidanan dan Penyakit

Kandungan (4) Penyakit Dalam (5) Penyakit Saraf (6) Penyakit Kulit dan Kelamin

(7) THT (8) Gigi dan Mulut (9) Mata (10) Radiologi (11) Patologi Klinik (12)

Patologi Anatomi (13) Kedokteran Kehakiman (14) Rehabilitasi Medik (15) Anestesi.

Masing-masing Wadir juga dilengkapi sekretariat khusus dan bidang-bidang yang

dibagi lagi menjadi subbagian dan seksi ( sesuai dengan SK Menkes No. 134).

Susunan RSU kelas B hampir sama dengan kelas A. Bedanya hanya terletak pada

jumlah dan jenis-jenis masingmasing SMF. Untuk RSU kelasB tidak ada

subspesialisasinya.

9
Susunan organisasi RS kelas C dan D lebih sederhana jika dibandingkan dengan

kelas A dab B. Di sini tidak ada wakil direktur, tetapi dilengkapi dengan staf khusus

yang mengurus administrasi. Kondisi ini berpengaruh pada jenis pelayanan medis dan

jumlah staf profesional (medis dan paramedis) yang dipekerjakan pada tiap-tiap RS

ini. Secara umum, jenis kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan juga akan

ikut menentukan peningkatan kelas sebuah RS di suatu wilayah, terutama yang

berlokasi di ibu kota provinsi.

PENERAPAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT

Rumah sakit perlu menerapkan sistem manajemen yang berorientasi pada

kepuasan pelanggan. Untuk itu rumah sakit di Indonesia harus menciptakan kinerja

yang unggul. Kinerja yang unggul atau Performance Excellence merupakan salah satu

faktor utama yang harus diupayakan oleh setiap organisasi untuk memenangkan

persaingan global, begitu juga oleh perusahaan penyedia jasa pelayanan kesehatan.

Banyak cara yang dapat dilakukan oleh para pengelola rumah sakit untuk

menciptakan kinerja yang unggul diantaranya melalui pemberian pelayanan yang

bagus serta tindakan medis yang akurat dan mekanisme pengelolaan mutu tentunya.

Salah satu strategi yang dilakukan oleh pengelola rumah sakit swasta dalam

mempertahankan atau meningkatkan jumlah konsumen adalah pelayanan. Tuntutan

untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan nyaman semakin meningkat,

sesuai dengan meningkatnya kesadaran arti hidup sehat. Keadaan ini dipengaruhi oleh

10
tingkat pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakat yang perlu

mendapat perhatian dari pengelola rumah sakit.

Untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut, di setiap kota besar seperti

Jakarta banyak sekali usaha rumah sakit dengan kualitas pelayanan dan peralatan

medis yang prima dapat kita temukan di setiap sudut kota, sehingga masyarakat

konsumen yang tadinya harus ke luar negeri demi servis dan kualitas dokter yang

prima, sekarang tidak perlu lagi ke luar negeri.

Dalam usaha peningkatan kualitas pelayanan terhadap konsumen, rumah sakit

berusaha untuk mempunyai tenaga dokter ahli yang tetap, sekaligus memperkerjakan

dokter waktu dan dokter kontrak. Bahkan di beberapa rumah sakit di kota besar

seperti Jakarta dapat kita jumpai pelayanan Unit Gawat Darurat (UGD) yang

ditangani oleh dokter tetap maupun dokter kontrak.

Bahkan ada rumah sakit yang menyediakan tempat dan sarana lengkap seperti

laboratorium dengan tenaga analis, radiologi dan tempat perawatan yang serba

lengkap. Sedangkan untuk tenaga dokternya mereka mengambil dokter-dokter

spesialis yang terkenal dan pengelola rumah sakit menganggap dokter spesialis dan

pasiennya sebagai customer mereka

Untuk menjaga agar dokter spesialis ternama tersebut tetap menjadi customer

mereka, maka pihak rumah sakit melakukan strategi sedemikian rupa. Diantaranya

dengan menyediakan peralatan medis yang dikehendaki oleh para dokter tersebut.

11
Sedangkan untuk menghasilkan mekanisme pengelolaan mutu yang bagus,

perusahaan dalam hal ini rumah sakit perlu menerapkan metode pengukuran yang

efektif untuk dapat menganalisis dan menemukan dimensi mutu 0 yang perlu

diperbaiki atau ditingkatkan untuk mencapai mutu yang tinggi. Salah satu model

pengukuran yang sudah dikenal luas dan terbukti secara efektif membantu

keberhasilan penerapan sistem manajemen mutu adalah sistem Malcolm Baldrige

National Quality Award. Malcolm Baldrige National Quality Awards (MBNQA)

merupakan sistem manajemen yang sangat efektif untuk menghasilkan loyalitas

pelanggan dan kinerja tinggi bila diterapkan dengan tepat.

Kriteria penilaian/pengukuran kinerja yang dimiliki oleh MBNQA juga dapat

digunakan oleh industri jasa pelayanan kesehatan, yang disebut dengan Performance

Excellence for Health Care based on MBNQA. Kriteria dari Performance Excellence

for Health Care based on MBNQA terdiri dari 7 kategori, yaitu: Health Care Results,

Patient -and Other Customer- Focused Results, Financial and Market Results, Staff

and Work System Results, Organizational Effectiveness Results, Governance and

Social Responsibility Results. Dengan penerapan sistem manajemen mutu secara

menyeluruh dan model pengukuran tepat maka perusahaan akan menjadi perusahaan

kelas dunia yang siap memenangkan persaingan.

Dalam penerapannya, manajemen di rumah sakit dapat dilihat dari fungsi

perencanaan rumah sakit dan fungsi pergerakan dan pelaksanaan rumah sakit.

12
FUNGSI PERENCANAAN RUMAH SAKIT

Perencanaan merupakan proses yang menyangkut upaya yang dilakukan

untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan

strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan suatu organisasi.

Ada dua alasan mengapa perencanaan diperlukan yaitu untuk mencapai

Protective bennefits yaitu merupakan hasil dari pengurangan kemungkinan

terjadinya kesalahan dalam pembuatan keputusan dan Positive benefit yaitu untuk

peningkatan pencapaian tujuan organisasi.

Fungsi perencanaan di bidang kesehatan adalah proses untuk merumuskan

masalah-masalah kesehatan di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya

yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun

langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Perencanaan merupakan fungsi yang penting karena akan menentukan fungsi-

fungsi manajemen yang lainnya dan merupakan landasan dasar dari fungsi

manajemen secara keseluruhan. Perencanaan manajerial akan memberikan pola

pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan dijalankan, siapa

yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan. Perencanaan merupakan tuntutan

terhadap proses pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

13
Manfaat Perencanaan Rumah Sakit

Melalui perencanaan program di rumah sakit akan dapat diketahui:

1. Tujuan program di rumah sakit dan bagaimana cara mencapainya.

2. Jenis dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.

3. Struktur organisasi rumah sakit yang dibutuhkan.

4. Jumlah dan jenis kualifikasi staf yang diinginkan, dan uraian tugasnya.

5. Sejauh mana efektifitas kepemimpinan di rumah sakit.

6. Komunikasi serta bentuk dan standar pengawasan yang perlu

dikembangkan oleh manajer dan perlu dilaksanakan.

Keuntungan perencanaan rumah sakit yang baik:

1. Aktifitas di rumah sakit lebih terarah untuk mencapai tujuan.

2. Mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif.

3. Alat pengukur hasil kegiatan yang dicapai.

4. Memberikan landasan pokok fungsi manajemen lainnya yaitu fungsi

pengawasan.

Kerugian perencanaan rumah sakit:

14
1. Keterbatasan dalam ketepatan informasi dan fakta-fakta tentang masa yang

akan datang.

2. Memerlukan biaya yang cukup besar.

3. Hambatan psikologis.

4. Menghambat timbulnya inisiatif.

5. Terhambatnya tindakan yang perlu diambil.

Langkah-langkah Perencanaan Rumah Sakit:

1. Analisis situasi

Tujuannya adalah untuk mengumpulkan data atau fakta. Analisis situasi ini

melibatkan beberapa aspek ilmu yaitu:

1. Epidemiologi (distribusi penyakit dan determinannya) yakni kelompok

penduduk sasaran (who) yang menderita kejadian tersebut, dimana, kapan

masalah tersebut terjadi. Misalnya: data jenis penyakit yang dapat dicegah

dari imunisasi.

2. Antropologi (aspek budaya dan perilaku sehat, sakit masyarakat)

3. Demografi (angka-angka vital statistik). Misalnya: berdasarkan kelompok

umur, jumlah kelahiran dan kematian, jumlah AKI dan sebagainya.

4. Statistik (mengolah dan mempresentasikan data).

15
5. Ekonomi (pembiayaan kesehatan) meliputi pendapatan, tingkat pendidikan,

norma sosial, dan sistem kepercayaan masyarakat.

6. Geografis yaitu meliputi semua informasi karakteristik wilayah yang dapat

mempengaruhi masalah tersebut.

7. Organisasi pelayanan meliputi motivasi kerja staf dan kader, keterampilan,

persediaan vaksin dan sebagainya.

Jenis informasi yang diperlukan untuk perencanaan adalah:

1. Penyakit dan kejadian sakit di wilayah kerja.

2. Data kependudukan.

3. Jenis dan organisasi pelayanan kesehatan yang tersedia.

4. Keadaan lingkungan dan aspek geografisnya.

5. Sarana dan sumber daya penunjang.

Pengumpulan data dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung, yaitu:

1. Mendengarkan keluhan masyarakat di lapangan.

2. Membahas masalah-masalah kesehatan dengan tokoh-tokoh formal dan

informal masyarakat.

3. Membahas masalah-masalah bersama petugas lapangan kesehatan.

4. Membaca laporan kegiatan program kesehatan.

16
5. Mempelajari peta wilayah, sensus penduduk, laporan khusus, hasil suatu

survei, juklak program, laporan tahunan.

Masalah kesehatan tersebut meliputi:

1. Masalah penyakit (medis), intervensi medis yaitu diagnosa penyakit,

pengobatan dan tindak lanjut.

2. Masalah kesehatan masyarakat (Public health), surveilen, analisis

epidemiologi, intervensi yaitu promosi kesehatan, perlindungan spesifik atau

imunisasi dan deteksi dini.

2. Mengidentifikasi masalah dan prioritasnya

Masalah dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu masalah tentang penyakit, masalah

manajemen pelayanan kesehatan (masalah program), dan masalah perilaku, sikap dan

pengetahuan masyarakat. Prioritas masalah secara praktis dapat ditetapkan

berdasarkan pengalaman staf, dana, dan mudah tidaknya maslah dipecahkan. Prioritas

masalah dijadikan dasar untuk menentukan tujuan.

Contoh masalah tentang penyakit antara lain KIA/ KB, tingginya prevalensi anemia

pada remaja putri dan wanita hamil, partus kasep, kematian ibu bersakin, BBLR,

kematian neonatal dan perinatal (misalnya akibat tetanus neonatorum, ISPA, diare),

infertility, mioma, Ca. Cervix, Ca. Mammae serta masalah komplikasi pemakaian

IUD.

17
Contoh masalah program adalah sebagai berikut:

1. Masalah input, jumlah staf kurang, keterampilan dan motivasi kerja rendah,

peralatan kurang memadai, jenis obat yang tersedia tidak sesuai.

2. Masalah proses, terkait dengan fungsi manajemen (POAC) yaitu kurang jelas

tujuan program, kurang jelas rumusan masalah program (Planning),

pembagian tugas tidak jelas (Organizing), kepemimpinan kurang (Actuating),

pengawasan atau supervisi lemah (Controlling).

Contoh masalah manajemen pelayanan kesehatan antara lain tingginya jumlah anak

yang menderita diare, air minum yang terkontaminasi air limbah, kebutuhan

masyarakat akan penyuluhan kesehatan, banyaknya tumpukan sampah di sepanjang

jalan umum, pemilikan jamban keluarga yang masih rendah, kurangnya persediaan

oralit di Posyandu dan tervatasnya jumlah staf yang mampu melakukan deteksi dini

diare. Yang menjadi prioritas atau masalah utama adalah tingginya jumlah anak yang

menderita diare.

Kriteria penetapan prioritas masalah kesehatan:

1. Apakah masalah tersebut menimpa sebagian besar penduduk?

2. Apakah masalah tersebut potensial sebagai penyebab tingginya kematian

bayi?

3. Apakah masalah tersebut mempengaruhi kesehatan dan kematian anak balita?

18
4. Apakah masalah tersebut mengganggu kondisi kesehatan dan mengakibatkan

kematian ibu hamil?

5. Apakah masalah kesehatan tersebut bersifat kronis, mnimbulkan kecatatan,

dan mengganggu produktifitas kerja masyarakat di suatu wilayah?

6. Apakah masalah tersebut mengakibatkan kepanikan masyarakat secara luas?

Kriteria berdasarkan fisibilitas di lapangan:

1. Apakah daerah itu mudah dicapai?

2. Bagaimana partisipasi masyarakat setempat?

3. Berapa cakupan kegiatan program yang telah mampu dicapai selama ini?

4. Apakah masalah kesehatan tersebut adalah salah satu prioritas program

kesehatan nasional?

5. Apakah masalah kesehatan tsb. dapat dipecahkan dengan potensi yg. Ada?

3. Penentuan tujuan program

Kriteria penentuan tujuan program:

1. Tujuan adalah hasil yang diinginkan (tolok ukur keberhasilan kegiatan).

2. Tujuan harus sesuai dengan masalah, bisa dicapai, bisa diukur, bisa dilihat

hasilnya.

3. Tujuan penting untuk membuat perencanaan dan mengevaluasi hasilnya.

4. Target operasional berhubungan dengan waktu.

5. Tetapkan kegiatan program untuk mencapai tujuan.

19
6. Tetapkan masalah dan faktor-faktor penghambat sebelum tujuan dan target

operasional ditetapkan.

Contoh: Untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan antenatal care ibu-ibu hamil,

dirumuskan tujuan pelayanan meningkatnya cakupan K1 (kunjungan ibu hamil yang

pertama) dari 80% menjadi 100%, dan K4 60% menjadi 80%. Perlu didistribusikan

bidan di setiap desa. Perlu penyediaan kit bidan lengkap.

4. Mengkaji hambatan dan kelemahan program

Sebelum menentukan tolak ukur, perlu dipelajari hambatan-hambatan program

kesehatan yang pernah dialami atau diperkirakan baik yang bersumber dari

masyarakat, lingkungan, Puskesmas maupun dari sektor lainnya.

Hambatan program dalam manajemen rumah sakit antara lain:

1. Hambatan pada sumber daya yaitu meliputi motivasi yang rendah pada staf

pelaksana, partisipasi masyarakat yang rendah, peralatan tidak lengkap,

informasi tidak valid, dana yang kurang dan yang waktu kurang.

2. Hambatan pada lingkungan yaitu meliputi geografis (jalan rusak), iklim,

tingkat pendidikan rendah, sikap dan budaya masyarakat (mitos, tabu, salah

persepsi) serta perilaku masyarakat yang kurang partisipatif.

20
Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah membuat daftar hambatan dan kendala

program kemudaian mengeliminasi, memodifikasi, serta mengurangi yang tidak bisa

dilakukan dan menyesuaikannya dengan tujuan operasional kegiatan program.

5. Membuat rencana kerja operasional

Dengan Rencana Kerja Operasional (RKO) akan memudahkan pimpinan mengetahui

sumber daya yang dibutuhkan dan sebagai alat pemantau. Pembahasan rencana kerja

operasional meliputi:

1. Mengapa kegiatan ini penting dilaksanakan?

2. Apa yang akan dicapai?

3. Bagaimana cara mengerjakannya?

4. Siapa yang akan mengerjakan dan siapa sasaran kegiatannya?

5. Sumber daya pendukung?

6. Dimana kegiatan akan dilaksanakan?

7. Kapan kegiatan ini akan dikerjakan?

FUNGSI PENGGERAKAN DAN PELAKSANAAN (ACCTUATING) DI

RUMAH SAKIT

Rumah Sakit adalah sebuah organisasi yang sangat kompleks. Manajemennya

hampir sama dengan manajemen sebuah hotel. Yang membedakan hanya

pengunjungnya. Pengunjung RS adalah orang yang sedang sakit dan

21
keluarganya.Mereka pada umumnya mempunyai beban sosialpsikologi akibat

penyakit yang diderita oleh salah seorang dari anggota keluarganya.

Kompleksitas fungsi actuating di sebuah RS dipengaruhi oleh dua aspek yaitu:

1. Sifat pelayanan kesehatan yang ientasi kepada konsumen penerima jasa

pelayanan (customer service). Hasil perawatan pasien sebagai customer RS

ada tiga kemungkinan yaitu sembug sempurna, cacat (squalae), atau mati.

Apapun kemungkinan hasilnya, kualitas pelayananharus diarahkan untuk

kepuasan pasien (customer satisfaction) dan keluarganya.

2. Pelaksanaan fungsi actuating cukup kompleks karena tenaga yang bekerja di

RS terdiri dari berbagai jenis profesi.

Kompleksitas ketenagaan dan jenis profesi yang dimiliki oleh RS, menuntut

dikembangkannya kepemimpinan partisipatif. Model kepemimpinan manajerial

seperti ini akan menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan mutu pelayanan RS

(quality of services) karena pelayanan kesehatan di RS hampir semuanya saling

terkait satu sama lain. Atas dasar ini, pelayanan di RS harus mengembangkan sistem

jaringan kerja internal (networking) yang solid dan menunjang satu sama lain.

Semua staf RS harus memahami visi dan misi pengembangan RS serta kebijakan

operasional pimpinan. Untuk menjaga otonomi profesi dari masing-masing SMF,

kualitas pelayanan di RS harus disesuaikan dengan standar profesi yang harus

ditetapkan oleh setiap perkumpulan dokter ahli (ikatan profesi). Stanndar profesi

22
dikenal denga medical of conduct dan medical ethic juga harus selalu diperhatikan

oleh semua staf SMF dalam rangka menjaga mutu pelayanan RS (quality of care).

Sehubungan dengan kompleksitas sistem ketenagaan dan misi yang harus

diemban oleh RS, penerapan fungsi actuating di RS akan sangat tergantung dari

empat faktor. Faktor pertama adalah kepemimpinan direktur RS; kedua adalah

koordinasi yang dikembangkan oleh masingmasing Wakil Direktur dengan kepala

SMF dan kepala instalasinya; ketiga adalah komitmen dan profesionalisme tenaga

medis dan non medis di RS (dokter, perawat, dan tenagapenunjang lainnya), dan

keempat adalah pemahaman pengguna jasa pelayanan RS (pasien dan keluarganya)

akan jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di RS.

Peranan dokter spesialis sangat besar pengaruhnya di dalam penerapan fungsi

actuating ini. Sifat otonomi profesi di tiap-tiap SMF harus diiatur agar tidak menjadi

penghambat penerapan fungsi actuating di RS. Untuk itu, mereka harus memahami

benar visi dan misi RS yang ingin dikembangkan oleh pihak manajemen (direktur)

RS. Oleh karena itu, fungsi RS harus dilihat dalam konteks kesatuan kerja dari

sebuah tatanan sistem yang terpadu.Pelayanan kesehatan dimasing-masing SMF

adalah subsistemnya.

Di pihak lain, intensitas dan frekuensi komunikasi abtara pihak pimpinan RS dan

semua staf profesional harus berlangsung dinamis. Kepemimpinan, komunikasi,

koordinasi merupakan faktor penting didalam pengembangan fungsi actuating.

23
Ketiganya akan memudahkan penjabaran visi dan misi serta strategi pimpinan RS

menembangkan mutu pelayanan kesehatan di masing-masing SMF.Di sisi lain,

dibutuhkan juga peningkatan keterampilan manajerial di pihak pimpinan RS sehingga

lebih mampu mengintregasikan masing-masing tugas SMF ke dalam satu kesatuan

gerak (networking) yang harmonis dan saling menunjang peningkatan mutu

pelayanan RS demi kepuasan pelanggannya. Jika pendekatan ini kurang dipahami

oleh pihak manajemen RS dan pimpinan SMF, budaya kerja yang berorientasi kepada

peningkatan mutu pelayanan RS tidak akan berkembang. Meraka cenderung akan

bertindak sendiri, arogansi profesi dan dukungan sarana dan prasarana (input)

pelayanan RS (teknologi dan peralatan kedokteran, logistik, keuangan, dan

sebagainya) kurang mendapat perhatian. Untuk itu pengembangan budaya kerja staf

di SMF harus diarahkan untuk mendukung tercapainya visi dan misi RS. Meraka

harus menyadari akan peranannya sebagai staf RS yang diberikan tugas istimewa

memberikan asuhan pelayanan medik dan kesehatan kepada masyarakat (customer)

yang menggunakan jasa pelayanan RS.

REKAM MEDIS DAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT

Dalam pelayanan kesehatan dan kedokteran terutama di rumah sakit maupun

praktik pribadi, peranan pencatatan Rekam Medik sangat penting dan sagat melekat

pada pelayanaan. RM adalah orang ketiga dalam pelayanan kesehatan. Catatan

demikian akan berguna untuk merekam dan mengingatkan dokter engan keadaan,

24
hasilpemeriksaan dan pengobatan yang telah diberikan bila pasien daang kembali

untuk berobat ulang setelah beberapa hari, bulan bahkan tahu.

Untuk mendukung peningkatan mutu dan peranan RM dalam pelayanan

kesehatan, IDI juga menerbitkan Fatwa IDI tentang RM, dalam SK No.

315/PB/A.4/88, yang menekankan bahwa praktek profesi kedokteran harus

meaksanakan RM, tidak saja untuk dokter yang bekerja di rumah sakit tetapi juga

bagi dokter yang praktik pribadi.

Sebelum RM populer seperti sekarang kalangan kesehatan dulunya

menggunakan istilah status pasien tetapi belakangan ini orang lebih cenderung

menngunakan istilah Rekam Medis sebagai terjemahan dari medical record. RM

adalah kumpulan keterangan tentang identitas, hasilanamnesis, pemeriksaan dan

catatan segala kegiatan para pelayan kesehatan atas pasien dar waktu ke waktu.

Catatan ini berupa tulisan maupun gambar, dan belakangan ini dapat pula berupa

rekaman elektronik seperti komputer, mikrofilm dan rekaman suara.

Dalam PERMENKES No. 749a/MenKes/XII/89 tentang RM disebut

pengertian RM adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas

pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada

sarana pelayanan kesehatan.

Di rumah sakit terdapat 2 jenis RM, yaitu:

1. RM untuk pasien rawat jalan

25
2. RM untuk pasien rawat inap

Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat darurat RM mempunyai informasi

pasien antara l ain:

1. Identitas dan formulir perizinan

2. Riwayat penyakit

3. Laporan pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan laboratorium.

4. Diagnosa atau diagnosis banding

5. Instruksi diagnostik dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan

yang berwenang.

Untuk pasien rawat inap, sama seperti sebelumnya hanya denagan tambahan:

1. Persetujuan tindakan medik

2. Catatan konsultasi

3. Catatan perawat da tenaga kesehatan lainnya

4. Catatan observasi klinik dan pengobatan

5. Resume akhir dan evaluasi pengobatan

Untuk di rumah sakit biasanya yang terpenting pelu diperhatikan untuk pasien rawat

inap, yaitupenmbuatan resume akhir. Yang isinya antara lain menjelaskan :

1. Anamnesis

26
2. Hasil penting pemeriksaan fisik diagnostik, laboratorium, rongent dan lain

lain.

3. Pengobatan dan tindakan operasi yang dilaksnakan.

4. Keadaan pasien waktu keluar

5. Anjuran pengobatan dan perawatan.

Tujuan pembuatan resume ini antara lain:

1. Untuk menjamin kontinuitas pelayanan medik dengan kualitas yang tinggi

serta bahan yang berguna bagi dikter pad awaktu menerima pasien untuk

dirawat kembali.

2. Bahan penilai staf medik rumah sakit

3. Untuk memenuhi permintaan dari badan badan resmi tentang perawatan

seorang pasien.

4. Sebagai bahan informasi bagi dokter yang bertugas, dokter ang mengirim, dan

dokter konsultan

Secara umum kegunaan RM adalah:

1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenga kesehatan lainnya yang ikut

andil dalam pelayanan kesehatan.

2. Merupakan dasar untuk perencanaan pengobatan dan perawatan yang harus

diberikan kepada pasien

27
3. Sebagai bukti tertulis segala pelayanan, perkembnagna penyakit dan

pengobatan selama pasien berkunjung atau dirawat di rumah sakit.

4. Sebagai dasar analisis, study, evaluasi terhadap mutupelayanan yang di

beriakn kepada pasien

5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan

tenaga kesehatan lainnya

6. Menyedikan data data khusus yang sangat berguna untuk penelitian dan

pendidikan

7. Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik

pasien

8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan

pertanggungjawaban dan laporan

Dalam pelaksanaan kegunaan RM di atas maka staf medik dan tenaga kesehatan

lainnya dituntut untuk mengisi RM scara cepat, akurat, dan mudah dibaca. Tanpa

adanya informasi medik yang dicatat dengan baik oleh kalangan medik maupun

paramedik, maka kegunaan seperti yang di kemukakan sebelumnya tidak akan

tercapai.

INDIKATOR PENILAIAN MUTU ASUHAN KESEHATAN

Mutu asuhan kesehatan sebuah RS akan selalu terkait dengan struktur, proses,

outcome sistem pelayanan RS yersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji

28
dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan

tingkat efisiensi RS. Aspek struktur

Struktur adalah semua masukan (input) untuk system pelayanan sebuah RS yang

meliputi tenaga, peralatan, dana dan sebagainya. Ada sebuah asuransi yang

mengatakan bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik, akan lebih menjamin

mutu asuhannya. Baik tidaknya struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas,

biaya, efisiensi, mutu dari masing masing komponen struktur.

Proses

Proses adalah semua kegiatan dokter dan tenaga professional lainnya yang

mengadakan interaksi secara profesional dengan pasiennya. Interaksi ini diukur

antara lain dalam bentuk penilaian tentang pasien, penegakan diagnosa, rencana

tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur

pengobatan.

Dalam hal ini juga dianut asumsi bahwa semakin patuh tenaga profesi

menjalankan standards of good practice yang telah diterima dan diakui oleh

masing masing ikatan profesi, akan semakin tinggi pula mutu asuhan terhadap

pasien. Baik tidaknya pelaksanaan proses pelayanan di RS dapat diukur dari tiga

aspek yaitu relevan tidaknya proses itu bagi pasien, efektivitas prosesnya, dan

kualitas interaksi asuhan terhadap pasien.

Outcome

29
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya di RS

terhadap pasien. Di sini diperlukan pedoman untuk mengukur mutu asuhan pelayanan

kesehatan. Indikator mutu pelayanan medis meliputi :

1. Angka infeksi nosokomial

2. Angka kematian kasar (Gross Death Rate)

3. Kematian pasca bedah

4. Kematian ibu melahirkan ( Maternal Death Rate-MDR)

5. Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR)

6. NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)

7. ADR (Anasthesia Death Rate)

8. PODR (Post Operation Death Rate)

9. POIR (Post Operative Infection Rate)

Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS :

1. Unit cost untuk rawat jalan

2. Jumlah penderita yang mengalami dekubitus

3. Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur

30
4. BOR (Bed Occupancy Rate)

5. BTO (Bed Turn Over)

6. TOI (Turn Over Interval)

7. ALOS (Average Length of Stay)

8. Normal Tissue Removal Rate

Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien dapat diukur dengan :

1. Jumlah keluhan dari pasien/keluarganya

2. Surat pembaca di koran

3. Surat kaleng

4. Surat masuk dari kotak saran, dan sebagainya

5. Survei tingkat kepuasan pengguna pelayanan kesehatan RS

Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri dari :

1. Jumlah dan pesentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak PS dengan asal

pasien

2. Jumlah pelayanan dan tindakan medik

3. Jumlah tindakan pembedahan

31
4. Jumlah kunjungan SMF spesialis

5. Pemanfaatan oleh masyarakat

6. Contact rate

7. Hospitalization rate

8. Out patient rate

9. Emergency out patient rate

Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas

dibandingkan dengan standar (indikator) nasional. Jika tidak ada angka standar

nasional, penilaian dialkukan dengan menggunakan hasil pencatatan mutu pada tahun

sebelumnya di RS yang sama setelah dikembangkan kesepakatan pihak manajemen /

direksi RS yang bersangkutan dengan masingmasing SMF dan staf lainnya yang

terkait. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:

1. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi

2. Pasien diberi obat yang salah

3. Tidak ada obat/alat emergensi

4. Tidak ada oksigen

5. Tidak ada alat penyedot lendir

32
6. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran

7. Pemakaian obat tidak sesuai standar 8. Pemakaian air, listrik, gas, dan sebagainya.

Mutu pelayanan medis dan kesehatan di RS sangat erat kaitannya dengan

manajemen RS (quality of services) dan keprofesionalan kinerja SMF dan staf

lainnya di RS (quality of care). Keduanya merupakan oucome dari manajemen

manjaga mutu di RS (quality assurance) yang dilaksanakan oleh gugus kendali mutu

RS. Dalam hal ini, gugus kendali mutu dapat ditugaskan kepada komite medik RS

karena mereka adalah staf fungsional (nonstruktural) yang membantu direktur RS

dengan melibatkan semua staf SMF RS.

33

Anda mungkin juga menyukai