Anda di halaman 1dari 8

Nama : Muhammad ‘Ammar Azzami

Kelas : V

Tugas : Mencari biografi Abu Ubaidah Al-Jarrah

MENJADI SALAH SEORANG KEPERCAYAAN NABI: BIOGRAFI RINGKAS ABU


UBAIDAH BIN AL-JARRAH

Siapakah kiranya orang yang dipegang oleh Rasulullah saw dengan tangan kanannya
sambil bersabda, "Sesungguhnya setiap ummat mempunyai orang kepercayaan, dan
sesungguhnya kepercayaan ummat ini adalah Abu 'Ubaidah Ibnul Jarrah."
Siapakah orang yang dikirim oleh Nabi ke medan tempur Dzatus Salasil sebagai
bantuan untuk Amar bin 'Ash, dan diangkatnya sebagai panglima dari suatu pasukan yang di
dalamnya terdapat Abu Bakar dan Umar.
Siapakah sahabat yang mula pertama disebut sebagai amirul umara atau panglima
besar ini. Dan siapakah orang yang tinggi perawakannya tetapi kurus tubuhnya, tipis
jenggotnya, berwibawa wajahnya, dan ompong karena patah dua gigi mukanya.
Siapakah kiranya orang kuat lagi terpercaya, sehingga Umar bin Khattab ketika
hendak menghembuskan nafasnya yang terakhir pernah berkata mengenai
pribadinya, "Seandainya Abu 'Ubadah ibnul Jarrah masih hidup, tentulah ia di antara
orang-orang yang akan saya angkat sebagai penggantiku. Dan jika Tuhanku menanyakan
hal itu tentulah, "Saya angkat kepercayaan Allah dan kepercayaan Rasul-Nya."
Dia lah yang membunuh ayahnya yang berada di pasukan musyrikin dalam perang
Badar, sehingga ayat Al-Qur'an turun mengenai hal ini,

Artinya : "Engkau tidak menemukan kaum yang beriman kepada Allah dan hari kiamat yang
mengasihi orang-orang yang menentang Allah swt. dan Rasulullah, walaupun orang
tersebut ayah kandung, anak, saudara atau keluarganya sendiri. Allah telah mematri
keimanan di dalam hati mereka dan Dia bekali pula dengan semangat. Allah akan
memasukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, mereka
akan kekal di dalamnya. Akan menyenangi mereka, di pihak lain mereka pun senang dengan
Allah. Mereka itulah prajurit Allah, ketahuilah bahwa prajurit Allah pasti akan sukses". (Al-
Mujadilah, 22)

Rasulullah saw. menjulukinya dengan seorang yang "Gagah dan Jujur ". Ia adalah
Abu 'Ubaidah, Amir bin Abdillah ibnul Jarrah ra. lahir di Mekah, di sebuah rumah keluarga
suku Quraisy terhormat. Nama lengkapnya adalah Amir bin Abdullah bin Jarah yang dijuluki
dengan Abu Ubaidah. Abu Ubaidah adalah seorang yang berperawakan tinggi, kurus,
berwibawa, bermuka ceria, rendah diri dan sangat pemalu.Beliau termasuk orang yang
berani ketika dalam kesulitan, dia disenangi oleh semua orang yang melihatnya, siapa yang
mengikutinya akan merasa tenang.
Abu 'Ubaidah, Amir bin Abdillah ibnul Jarrah masuk Islam melalui Abu Bakar Shiddiq
di awal mula kerasulan, yakni sebelum Rasulullah saw mengambil rumah Arqam sebagai
tempat da'wah. Ia ikut hijrah ke Habsy pada kali kedua. Ia kembali pulang agar dapat
mendampingi Rasulullah di perang Badar, perang Uhud, dan pertempuran-pertempuran
lainnya. Lalu sepeninggal Rasulullah, dilanjutkannya gaya hidupnya sebagai seorang kuat
yang dipercaya mendampingi Abu Bakar dan kemudian Umar dalam pemerintahan masing-
masing dengan mengesampingkan dunia kemewahan dalam menghadapi tanggung jawab
keagamaan, baik dalam zuhud dan ketaqwaan, amanah dan keteguhan.
Ketika Abu 'Ubaidah bai'at atau sumpah setia kepada Rasulullah saw akan
membangkitkan hidupnya di jalan Allah, ia menyadari sepenuhnya makna kata-kata yang
tiga ini: berjuan dijalan Allah, dan telah memiliki persiapan sempurna untuk menyerahkan
kepadanya apa saja yang dibutuhkan berupa darma bakti dan pengurbanan.
Semenjak ia mengulurkan tangannya untuk bai'at kepada Rasulullah, ia tidak
memperhatikan kepentingan pribadi dan masa depannya. Seluruh kehidupannya dihabiskan
dalam mengemban amanat yang dititipkan Allah kepadanya dan dibaktikan pada jalan-Nya
demi mencapai keridhaan-Nya. Tidak ada suatu pun yang dikejar untuk kepentingan dirinya
pribadi, dan tidak satu keinginan atau kebencian pun yang dapat menyelewengkannya dari
jalan Allah itu.
Maka tatkala Abu 'Ubaidah telah menepati janji yang dilakukan oleh para sahabat
lainnya, dilihat pula oleh Rasulullah sikap jiwa dan tata cara kehidupannya yang
menyebabkannya layak untuk menerima gelar mulia yang diserahkan serta dihadiahkan
Rauslullah kepadanya, dengan sabdanya: "Orang kepercayaan ummat ini, Abu 'Ubaidah
ibnul Jarrah."
Amanat atau kepercayaan yang dipenuhi oleh Abu 'Ubaidah atas segala tanggung
jawabnya, merupakan sifatnya yang paling menonjol. Misalnya waktu perang Uhud, dari
gerak gerik dan jalan pertempuran, diketahui bahwa tujuan utama dari orang-oarng musyrik
itu adalah bukanlah hendak merebut kemenangan, tetapi untuk menghabisi riwayat Nabi
Besar dan merenggut nyawanya. Ia berjanji pada dirinya untuk selalu dekat dengan
Rasulullah di arena perjuangan itu.
Maka dengan pedangnya yang terpercaya seperti dirinya pula, ia maju ke muka,
merambah dan mendesak tentara berhala yang hendak melampiaskan maksud jahat
mereka untuk memadamkan nur Ilahi. Setiap suasana medan pertempuran memaksanya
terpisah jauh dari Rasulullah saw, ia tetap bertempur tanpa melepaskan pandangan
matanya dari posisi Rasulullah itu yang selalu diikutinya dengan hati cemas dan jiwa
gelisah. Jika dilihatnya ada bahaya yang mengancam Nabi, maka ia bagaikan disentakan dari
tempatnya lalu melompat menerkam musuh-musuh Allah dan mengusir mereka ke
belakang sebelum mereka sempat mencelakakannya.
Suatu ketika pertempuran berkecamuk dengan hebatnya, ia terpisah dari Nabi
karena terkepung oleh tentara musuh, tetapi seperti biasa kedua matanya bagai mata elang
mengintai kedaan sekitarnya. Hampir saja ia gelap mata, melihat sebuah anak panah
meluncur dari tangan seorang musyrik lalu mengenai Nabi. Terlihatlah pedangnya yang
sebilah itu berkelibatan, tak ubah bagai seratus bilah pedang menghantam musuh yang
mengepungnya sampai mencerai-beraikan mereka, lalu ia terbang mendapatkan
Rasulullah. Didapatinya darah beliau yang suci mengalir dari wajahnya, dan dilihatnya
Rasulullah, Al-Amin, menghapus darah dengan tangan kanannya, sambil bersabda:
"Bagaimana mungkin berbahagia suatu kaum yang mencemari wajah Nabi mereka, padahal
ia menyerunya kepada Nabi mereka, padahal ia menyerunya kepada Tuhan mereka."
Abu 'Ubaidah melihat dua buah mata rantai baju besi penutup kepala Rasulullah
menancap di kedua belah pipinya. Abu 'Ubaidah tak dapat manahan hatinya lagi; ia segera
menggigit salah satu mata rantai itu dengan gigi manisanya lalu menariknya dengan kuat
dari pipi Rasulullah sampai tercabut keluar, tetapi bersamaan dengan itu, tercabut pula
sebuah gigi manis Abu' Ubaidah, lalu ditariknya mata rantai yang kedua dan tercabut
pulalah gigi manis Abu 'Ubaidah yang kedua.
Abu Bakar Shiddiq berkata menceritakan peristiwa itu: "Di waktu perang Uhud dan
Rasulullah ditimpa anak panah sampai dua buah rantai ketopong masuk ke dua belah
pipinya bagian atas, saya segera berlari mendapatkan Rasulullah saw kiranya ada seorang
yang datang bagaikan terbang dari jurusan timur, maka kataku: "Ya Allah, moga-moga itu
merupakan pertolongan." Dan kala kami sampai pada Rasulullah, kiranya orang itu adalah
Abu 'Ubaidah yang telah mendahuluinya ke sana, dan katanya, "Atas nama Allah, saya minta
kepada Anda wahai Abu Bakar, agar saya dibiarkan mencabutnya dari pipi Rasulullah saw."
Saya pun membiarkanya, maka dengan gigi mukanya Abu 'Ubaidah melepaskan salah satu
mata rantai baju besi penutup kepala beliau sampai ia terjatuh ke tanah, dan bersamaan
dengan itu jatuhlah pula sebuah gigi manis Abu' Ubaidah. Kemudian ditariknya pula mata
rantai yang kedua dengan giginya yang lain sampai sama tercabut, menyebabkan Abu
'Ubaidah tampak di hadapan orang banyak bergigi ompong. "
Di saat-saat bertambah besar dan meluasnya tanggung jawab para sahabat, maka
amanah dan kejujuran Abu 'Ubaidah meningkatlah pula. Tatkala ia dikirim oleh Nabi saw
dalam ekspedisi "Daun Khabath" dengan memimpin lebih dari tiga ratus orang prajurit
sedang berbekalan mereka tidak lebih dari sebakul kurma, sementara tugas sulit dan jarak
yang akan ditempuh jauh pula, Abu 'Ubaidah menerima perintah itu dengan taat dan hati
gembira. Bersama anak buahnya pergilah ia ke tempat yang dituju, dan berbekallah setiap
prajurit setiap harinya hanyalah segenggam kurma. Ketika perbekalan hampir habis, maka
bagian masing-masing prajurit hanyalah sebuah kurma untuk sehari. Tatkala habis sama
sekali, mereka mulai mencari daun kayu yang disebut "khabath," lalu mereka tumbuk
sampai halus seperti tepung dengan menggunakan alat senjata. Di samping daun-daun itu
dijadikan sebagai makanan, dapat pula mereka gunakan sebagai wadah untuk air
minum. Itulah sebabnya ekspedisi ini disebut ekspedisi "Daun Khabath."
Mereka terus maju tanpa menghiraukan lapar dan dahaga, dan tak ada tujuan
mereka kecuali menyelesaikan tugas mulia bersama panglima mereka yang kuat lagi
terpercaya. Rasulullah amat sayang kepada Abu 'Ubaidah sebagai orang kepercayaan
ummat, dan beliau sangat terkesan kepadanya. Tatkala datang perutusan Najran dari Yaman
menyatakan keislaman mereka dan meminta kepada Nabi agar dikirim bersama mereka
seorang guru untuk mengajarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah serta seluk beluk agama Islam,
maka ujar beliau: "Baiklah, akan saya kirim bersama Tuan-Tuan seorang yang terpercaya,
benar-benar terpercaya, benar-benar terpercaya, benar-benar terpercaya."
Para sahabat mendengar pujian yang keluar dari mulut Rasulullah saw ini, dan
masing-masing berharap agar pilihan agar jatuh kepada dirinya, sampai beruntung beroleh
pengakuan dan kesaksian yang tak dapat diragukan lagi kebenarannya.
Umar bin khattab menceritakan peristiwa itu sebagai berikut: "Aku tak pernah
berangan-angan menjadi amir, tetapi ketika itu aku tertarik oleh ucapan beliau dan
mengharapkan yang dimaksud beliau itu adalah aku. Aku cepat-cepat berangkat untuk
shalat dhuhur. Dan tatkala Rasulullah selesai mengimami kami shalat dhuhur, beliau
memberi salam, lalu menoleh ke sebelah kanan dan kiri.Maka saya pun mengulurkan badan
agar terlihat oleh beliau. Tetapi ia juga masih melayangkan pandangannya menacari-cari,
sampai akhirnya tampaklah Abu 'Ubaidah, maka dipanggilnya, lalu sabdanya: "Pergilah
berangkat bersama mereka dan selesaikanlah apabila terjadi perselisihan di antara
mereka dengan haq." Maka Abu 'Ubaidah berangkatlah bersama orang-orang itu.
Dengan peristiwa ini, tentu saja tidak berarti bahwa Abu 'Ubaidah merupakan satu-
satunya yang mendapat kepercayaan dan tugas dari Rasulullah, sedang lainnya
tidak. Maksudnya adalah bahwa ia adalah salah seorang yang beruntung beroleh
kepercayaan yang berharga serta tugas mulia ini. Di samping itu, ia adalah salah seorang,
mungkin juga satu-satunya orang pada masa itu, yang berpropesi da'i.
Sebagaimana Abu Ubaidah menjadi seorang kepercayaan di masa Rasulullah saw,
demikian pula setelah Rasulullah wafat, ia tetap sebagai orang kepercayaan, memikul semua
tanggung jawab dengan sifat amanah. Wajarlah apabila ia menjadi suri tauladan bagi
seluruh ummat manusia.
Di bawah panji-panji Islam, kemana pun ia pergi, ia adalah seorang prajurit yang
dengan keutamaan dan keberaniannya melebihi seorang amir atau panglima, dan disaat ia
sebagai panglima, karena keikhlasan dan kerendahan hatinya, menyebabkan tidak lebih dari
seorang prajurit biasa.
Kemudian, tatkala Khalid bin Walid sedang memimpin tentara Islam dalam salah satu
pertempuran terbesar yang menentukan, tiba-tiba amirul mu'minin Umra mema'lumkan
titahnja untuk mengangkat Abu 'Ubaidah sebagai pengganti Khalid, maka demi diterimanya
berita itu, dari utusan khalifah, dimintanya orang itu untuk merahasiakan berita tersebut
kepada umum. Sementara, Abu 'Ubaidah sendiri mendiamkannya dengan suatu niat dan
tujuan baik sebagai lazimnya dimiliki seorang zuhud, arif, bijaksana, lagi dipecaya,
menunggu selesainya Panglima Khalid itu merebut kemenangan besar.
Setelah kemenangan tercapai, barulah ia mendapatkan Khlaid dengan hormat dan
ta'dhimnya untuk menyerahkan surat dari amirul mu'minin. Ketika Khalid bertanya
kepadanya, "Semoga Allah memberimu rahmat wahai Abu 'Ubaidah, Apa sebanya Anda
tidak menyampaikannya kepadaku di waktu datangnya? " Maka ujar kepercayaan ummat
itu," Saya tidak ingin mematahkan ujung tombak anda, dan bukan kekuasaan dunia yang
kita tuju, dan bukan pula untuk dunia kita beramal. Kita semua bersaudara karena Allah."
Demikianlah, Abu 'Ubaidah telah menjadi panglima besar di Syria Di bawah
kekuasaanya, bernaung sebagian besar tentara Islam, baik dalam luas wilayahnya, maupun
dalam perbekalan dan jumlah bilangannya. Tetapi ia tetap terlihat seperti salah seorang
prajurit biasa serta pribadi biasa dari kaum muslimin.
Ketika sampai kepadanya perbincangan orang-orang Syria tentang dirinya dan
ketakjuban mereka terhadap sebutan panglima besar, dikumpulkannya mereka lalu ia
berdiri menyampaikan pidato, "Hai ummat manusia. Sesungguhnya saya ini adalah seorang
muslim dari suku Quraisy. Dan siapa saja diantara kalian, baik ia berkulit merah atau hitam
yang lebih takwa dari padaku, hatiku ingin sekali berada dalam bimbingannya."
Kedudukannya sebagai panglima besar, dan pemimpin tentara Islam yang paling
banyak jumlahnya dan paling menonjol keperwiraannya serta paling besar kemenangannya,
begitu pun sebagai wali negeri diwilayah Syria yang semua kehendakanya terjadi dan
perintahnya ditaati, maka semua itu dan lainnya yang serupa, tidak menggoyahkan
ketakwaanya sedikit pun, dan tidak dijadikan andalan.
Amirul Mu'minin umar bin Khattab datang berkunjung ke Suriah, kepada para
penyambutnya ditanyakannya: "Mana saudara saya?" "Siapa?," ujar mereka. "Abu
'Ubaidah Ibnul Jarrah," katanya pula. Kemudian datanglah Abu 'Ubaidah yang kemudian
dipeluk oleh Amirul Mu'minin, lalu mereka pergi bersama-sama kerumahnya. Maka tidak
satu pun perabotan rumah tangga ada di rumah itu, kecuali pedang, tameng serta pelana
kendarannya.
Sambil tersenyum, Umar bertanya kepadanya, "Mengapa tidak kau ambil untuk
dirimu sebagaimana dilakukan oleh orang lain?" Maka jawab Abu 'Ubaidah, "Wahai Amirul
Mu'minin, ini menyebabkan hatiku lega dan sempat beristirahat."
Abu Ubaidah bin Jarah ra. ikut partisipasi dalam semua peperangan Islam, bahkan
selalu memiliki andil besar dalam setiap peperangan tersebut. Dia berangkat membawa
pasukan menuju negeri Syam, dengan izin Allah dia berhasil menaklukkan semua negeri
tersebut.Ketika wabah penyakit Taun merajalela di negari Syam, Khalifah Umar bin Khatab
ra mengirim surat untuk memanggil kembali Abu Ubaidah.
Namun Abu Ubaidah menyatakan keberatannya sesuai dengan isi surat yang
dikirimkannya kepada khalifah yang berbunyi, "Hai Amirul Mukminin! Sebenarnya saya
tahu, kalau kamu membutuhkan saya, akan tetapi seperti kamu ketahui saya sedang berada
di tengah-tengah serdadu muslimin. Saya tidak ingin menyelamatkan diri sendiri dari
musibah yang menimpa mereka dan saya tidak ingin berpisah dari mereka sampai Allah
sendiri menetapkan keputusannya terhadap saya dan mereka. Karena itu, sesampainya
surat saya ini, tolonglah saya dibebaskan dari panggilam beliau dan izinkanlah saya tinggal
di sini. " Setelah Umar ra membaca surat itu, dia menangis, sehingga para hadirin bertanya,
"Apakah Abu Ubaidah sudah meninggal?" Umar menjawab, "Belum, akan tetapi
kematiannya sudah di ambang pintu."
Menjelang kematian Abu Ubaidah ra dia berpesan kepada pasukannya, "Saya
pesankan kepada kalian sebuah pesan, jika kalian terima, kalian akan baik, 'Dirikanlah salat,
bayar zakat, puasalah bulan Ramadan, berdermalah, tunaikan ibadah haji dan umrah,
saling nasihat menasihatilah kalian, sampaikanlah nasihat kepada pimpinan kalian, jangan
suka menipunya, janganlah kalian terpesona dengan keduniaan, karena betapapun seorang
melakukan seribu upaya, dia pasti akan menemukan kematiannya seperti saya ini. Sungguh
Allah telah menetapkan kematian untuk setiap pribadi manusia, oleh sebab itu semua
mereka pasti akan mati. Orang yang paling beruntung adalah orang yang paling taat
kepada Allah dan paling banyak bekalnya untuk akhirat ... Assalamu alaikum
warahmatullah'. " Kemudian beliau melihat ke Muaz bin Jabal ra dan mengatakan, "Ya
Muaz! imamilah salat mereka." Setelah itu, Abu Ubaidah ra. pun menghembuskan nafasnya
yang terakhir.
Sepeninggal Abu Ubaidah ra Muaz bin Jabal berpidato di hadapan kaum muslimin
yang berisi, "Hai sekalian kaum muslimin! Kalian sudah dikejutkan dengan berita kematian
seorang pahlawan, yang demi Allah saya tidak menemukan ada orang yang lebih baik
hatinya, lebih jauh pandangannya, lebih suka terhadap hari kemudian dan sangat senang
memberi nasihat kepada semua orang dari dia. Karena itu kasihanilah dia, semoga kamu
akan dikasihani Allah. "
Tatkala Amirul Mu'minin Umar Al-Faruq, mendengar berita berkabung meninggalnya
Abu 'Ubaidah. Maka terpejamlah kedua pelupuk matanya yang telah digenangi air. Dan air
itu pun meleleh, hingga Amirul Mu'minin membuka matanya dengan tawakal menyerahkan
diri. Dimohonkannya rahmat untuk sahabatnya itu, dan bangkitlah kanangan-kenangan
lamanya bersama almarhum ra. yang ditampungnya dengan hati sabar diliputi
duka. Kemudian diulangi kembali ucapan tersebut sahabatnya itu, katanya: "Seandainya
aku bercita-cita, maka tak adalah harapanku selain sebuah rumah yang penuh di diami
oleh tokoh-tokoh seperti Abu 'Ubaidah."
Orang kepercayan dari ummat ini wafat diatas bumi yang telah disucikannya dari
keberhalaan Persi dan penindasan Romawi. Dan disana sekarang ini, yaitu dalam pangkuan
tanah Yordania, bermukim makam yang mulia, tempat bersemayam jiwa yang tenteram dan
ruh pilihan.

Anda mungkin juga menyukai