3. Fungsi SOP
Fungsi SOP antara lain :
a. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja.
b. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.
c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak.
Bentuknya cukup panjang lebih dari 10 langkah, tetapi tidak terlalu banyak keputusan.
Graphic Format
Bentuk ini sama seperti Hierarchical Steps yaitu cukup panjang lebih dari 10 langkah
tetapi tidak terlalu banyak keputusan. Perbedaannya terletak dalam enyampaiannya,
Graphic Format berisikan suatu grafik, gambar, diagram untuk mengilustrasikan apa yang
menjadi tujuan dari suatu prosedur.
Flowchart
Prosedur yang memiliki banyak keputusan, dapat ditulis dalam bentuk ini. Flowchart
merupakan grafik sederhana yang menjelaskan langkah-langkah dalam membuat
keputusan. Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan Flowchart ini yaitu pemakaian
simbol-simbol dalam penjelasanya, karena simbol-simbol ini memiliki arti dan makna
yang berbeda. Ada beberapa symbol-simbol dari flowchart.
6. Dalam menyusun suatu prosedur kerja, terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan
yaitu :
1) Prosedur kerja harus sederhana sehingga mengurangi beban pengawasan;
2) Spesialisasi harus dipergunakan sebaik-baiknya;
3) Pencegahan penulisan, gerakan dan usaha yang tidak perlu;
4) Berusaha mendapatkan arus pekerjaan yang sebaik-baiknya;
5) Mencegah kekembaran (duplikasi) pekerjaan;
6) Harus ada pengecualian yang seminimun-minimunya terhadap peraturan;
7) Mencegah adanya pemeriksaan yang tidak perlu;
8) Prosedur harus fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi yang berubah;
9) Pembagian tugas tepat;
10) Memberikan pengawasan yang terus menerus atas pekerjaan yang dilakukan;
11) Penggunaan urutan pelaksanaan pekerjaaan yang sebaik-baiknya;
12) Tiap pekerjaan yang diselesaikan harus memajukan pekerjaan dengan memperhatikan tujuan;
13) Pekerjaan tata usaha harus diselenggarakan sampai yang minimum;
14) Menggunakan prinsip pengecualian dengan sebaik-baiknya
7. Pengaruh SOP Rumah Sakit
Dalam Kepmenkes No. 004 tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi desentralisasi
bidang kesehatan disebutkan salah satu tujuan strategis adalah upaya penataan manajemen
kesehatan di era desentralisasi. Salah satu langkah kunci dalam tujuan tersebut adalah
mengembangkan sub sistem pemeliharaan dan optimalisasi pemanfaatan sarana dan alat
kesehatan.
Keberhasilan penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit atau fasilitas
pelayanan dapat tercapai bila tersedia biaya operasional dan pemeliharaan sarana dan alat
kesehatan yang memadai dan untuk itu haruslah disusun petunjuk teknis dan standart operational
procedure (SOP) tentang pemeliharaan dan optimalisasi pemanfaatan sarana rumah sakit dan
alat kesehatan. (Depkes RI, 2003).
Peningkatan efisiensi dan efektifitas tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain adanya suatu guideline atau Standart Operational Procedure (SOP) misalnya, dalam
hal
pemeliharan dan pemanfaatan sarana kesehatan dan alat kesehatan, kalibrasi dan
pemeliharaan rutin, pelatihan tehnisi dan operator alat, sosialisasi SOP pada seluruh unit pemakai
sarana dan alat kesehatan di rumah sakit yang bersangkutan serta tersedianya suku cadang.
Perencanaan pengadaan sarana dan alat kesehatan yang matang sesuai kebutuhan baik dari sisi
provider maupun konsumen akan meningkatkan pemanfaatan secara optimal. Sebaliknya, jika
tata laksana rumah sakit tidak sesuai dengan standart yang telah ditetapkan, akan mengakibatkan
kerugian yang besar pada pasien, pengunjung, bahkan pihak rumah sakit
8. Lenvine (1996) mengemukakan tiga konsep yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
pelayanan publik, yakni :
1. Responsivitas (responsiveness) : menggambarkan kemampuan organisasi public dalam
menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penilaian
responsivitas bersumber pada data organisasi dan masyarakat, data organisasi dipakai untuk
mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan dan program organisasi, sedangkan data masyarakat
pengguna jasa diperlukan untuk mengidentifikasi demand dan kebutuhan masyarakat.
2. Responsibilitas (responsibility): pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukansesuai
dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai
dengan kebijakan organisasi baik yang implisit atau eksplisit. Responsibilitas dapat dinilai dari
analisis terhadap dokumen dan laporan kegiatan organisasi. Penilaian dilakukan dengan
mencocokan pelaksanaan kegiatan dan program organisasi dengan prosedur administrasi dan
ketentuan-ketentuan yang ada dalam organisasi.
3. Akuntabilitas (accountability): menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan
organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Data akuntabilitas
dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti penilaian dari wakil rakyat, para pejabat politis, dan
oleh masyarakat.
B. Formularium Rumah Sakit
Upaya peningkatan mutu pelayan suatu rumah sakit tidak terlepas dari manajemen obat yang
merupakan bagian penting dari manajemen rumah sakit. Oleh karena itu manajer rumah sakit
selalu berupaya meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen obat di Rumah Sakit.
Tidak efektif dan efisiennya manajemen obat dapat dilihat dari gejala sebagai berikut :
1. Kekurangan obat yang terlalu sering dan terjadi pada banyak jenis obat
2. Kelebihan Jenis obat tertentu
3. Penyediaan obat tidak merata
4. Perimbangan manfaat biaya ( Cost Effectiveness ) yang tidak baik
5. Pengaturan anggaran obat yang tidak proporsional
6. Cara peresepan yang tidak rasional dan tidak efektif
7. Penyimpangan dan distorsi kebutuhan obat
Menurut WHO dalam upaya memperbaiki manajemen obat diperlukan sistem pengelolaan obat
yang efektif dan efisien melalui proses :
a. Perencanaan yaitu seleksi obat yang dibutuhkan dan memperkirakan jumlah yang
dibutuhkan
b. Pengadaan yaitu bagaimana cara melakukan seleksi pemasok,dan mengatur cara
pembelian dan cara pembayarannya.
c. Distribusi yaitu bagaimana cara menerima barang, menyimpannya, cara mengontrol
persediaan, pengangkutan dan pencatatan untuk keperluan monitoring dan pengawasan
d. Penggunaan yaitu bagaimana cara peresepan, cara penggunaan oleh pasien dan cara
menanggapi keluhan pasien.
Perencanaan Obat khususnya seleksi obat di Rumah Sakit harus baik. Perangkat Manajemen
Obat di Rumah Sakit yang bertanggung jawab melakukan seleksi obat adalah Panitia Farmasi
dan Terapi (PFT) . penyusunan formularium menggunakan prosedur sebagai berikut :
B.1. PFT membuat format atau bentuk formularium, menentukan jumlah kelas terapi dan jumlah
item obat
B.2. Membuat formulir usulan obat dan membagikan kesemua dokter
B.3. Mengumpulkan kembali formulir usulan obat dan melakukan tabulasi sesuai kelas terapi.
B.4. Menetapkan obat yang dapat dimasukkan kedalam formularium berdasarkan manfaat, harga
dan usulan tertentu.
B.5. Mengusulkan pemberlakuan formularium Rumah Sakit ke Direktur
B.6. Direktur menetapkan pemberlakuan formularium Rumah Sakit berdasarkan Surat
Keputusan Direktur.
B.7. Melakukan sosialisasi tentang formularium secara berkala pada semua dokter.
B.8. Formularium berlaku selama dua tahun
B.9. Dalam kurun waktu dua tahun PFT melakukan evaluasi dan revisi formularium.
Menurut Direktorat jenderal Pelayanan Medis Departemen Kesehatan RI tugas PFT
adalah :
1. Memberi nasehat pada staf medis dan administrasi Rumah Sakit untuk seluruh masalah
yang berkaitan dengan penggunaan obat-obatan, termasuk obat yang sedang dalam
penelitian. Keputusan yang diambil PFT harus ditinjau dan disetujui oleh Direktur dan
Staf terkait.
2. Membuat formularium Yang disetujui penggunaannya oleh Rumah Sakit dan
mengadakan revisi terus menerus. Pemilihan Obat-obatan untuk masuk dalam
formularium berdasarkan penilaian obyektif tentang manfaat, keamanan dan biaya
pengobatan. PFT harus mengurangi seminimal mungkin duplikasi, jenis obat, kualitas
obat, produk obat yang sama. PFT harus mengevaluasi,menyetujui atau menolak obatobat baru atau obat yang telah diusulkan oleh anggota staf medis untuk dimasukkan
dalam formularium atau obat-obatan yang telah diusulkan untuk dihapus dari
formularium.
3. Mendefinisikan kategori obat-obatan yang digunakan Rumah Sakit dan menentukan
kategori spesifik untuk setiap obat.
1.
2.
3.
DAPUS :
Jacobalis., Kumpulan Tulisan terpilih tentang Rumah Sakit di Indonesia dalam Dinamika
Sejarah, Transformasi, Globalisasi dan Krisis Nasional, Yayasan Penerbit IDI. Jakarta,
2000.
World Health Organization., The Asean Technical Cooperation on Pharmaceuticals
Under The Specific Activity. Dalam Development of Hospital Pharmacy Management,
Guidelines or Manual for Good Hospital Pharmacy Practises and Management.
Thailand; Bangkok, 1989.
Hilman, I., Peran Farmasi Rumah Sakit dalam Menunjang Program Jaminan Mutu
Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Depkes RI. Jakarta, 1989.
Silalahi dan Bennet, N. B., Prinsip Manajemen Rumah Sakit. Lembaga Pengembangan
Manajemen Indonesia. Jakarta, 1989.
World Health Organization. Estimating Drugs Requirement. Dalam A Practical Manual.
Ganewa, 1988