Anda di halaman 1dari 11

Sumber : https://manajemenrumahsakit.

net/2019/05/mengimplementasikan-lean-di-rumah-sakit/

Mengimplementasikan Lean di Rumah Sakit


Mengapa Harus Lean?

Dalam beberapa dekade terakhir, berbagai rumah sakit (RS) di seluruh dunia telah mencoba
mengadopsi sistem manajemen Lean (Lean Management). Tujuannya untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas operasional mereka.  Di Indonesia, implementasi Lean Management
semakin meningkat seiring dengan implementasi sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
sejak 1 Januari 2014.

Lean Management di rumah sakit (Lean Hospital Management) merupakan konsep yang
dikembangkan dari pemikiran Lean yaitu suatu istilah yang pertama kali dicetuskan oleh Krafcik
(1988)1 untuk menggambarkan sistem yang dikembangkan oleh Toyota yang kemudian diadopsi
oleh berbagai industri manufaktur lain (1980 – an) dan industri jasa pelayanan (1990 – an) dunia.
Hasilnya memberikan dampak peningkatan yang luar biasa bagi berbagai industri tersebut.

Implementasi Lean mampu memberikan dampak yang signifikan bagi efisiensi dan efektivitas
operasional. Di RS atau pelayanan kesehatan, dampak implementasi Lean, antara lain pada 1)
Outcome pasien: kepuasan pasien, 2) Outcome provider: kepuasan staf, 3) Akses dan utilisasi:
Length of stay (LOS), waktu tunggu, 4) Bahaya/Nyaris cedera: Angka error yang berhubungan
dengan keselamatan pasien, 5) Penggunaan sumber daya: biaya, cycle time, angka error yang
berhubungan dengan sumber daya2.

Di Indonesia, publikasi mengenai dampak implementasi Lean khususnya di RS masih sangat


terbatas. Berbagai kegiatan “festival kaizen” atau evaluasi hasil implementasi Lean menunjukan
potensi dari implementasi Lean atau tepatnya dampak kaizen event yang dilakukan. Mulai dari
mampu mengidentifikasi waste di RS tipe D hingga mengurangi waktu proses pada RS Tipe A.
Memberdayakan staf lini depan hingga manajemen menengah. Mencegah pemborosan puluhan
ribu hingga milyaran rupiah.

Berbagai hasil tersebut cukup menjadi alasan bagi RS dan provider pelayanan kesehatan lainnya
untuk mengimplementasikan Lean. Apalagi RS swasta, Lean seharusnya menjadi strategi
terdepan menghadapi era JKN. Dengan Lean, RS bukan hanya mampu tetap berkompetitif
dengan pesaing, melainkan juga dapat meningkatkan produktivitas staf, mencegah pemborosan
yang benar – benar tidak perlu dan melakukan efisiensi tanpa mengorbankan mutu. Bahkan salah
satu Dirut RS swasta mengklaim: andaikata semua RS harus tutup/bangkrut, maka dengan Lean
kita akan menjadi RS yang tutup/bangkrutnya terakhir. 3

Pengertian Lean
Lean adalah metode peningkatan proses yang digunakan untuk memberikan produk dan layanan
yang lebih baik, lebih cepat dan dengan biaya lebih rendah. 4 Lean yaitu seperangkat filosofi
operasi dan metode yang membantu menciptakan nilai maksimum untuk pasien dengan
mengurangi waste dan waktu tunggu. Melibatkan karyawan dengan perbaikan yang
berkelanjutan5. Lean adalah integrasi sistem sosioteknik yang tujuan utamanya untuk
menghilangkan waste6. Lean dalam pelayanan kesehatan ialah upaya meningkatkan nilai (value)
pasien dengan mengidentifikasi, mengurangi atau menghilangkan pemborosan (waste) dalam
proses dengan melibatkan dokter dan para staf untuk mengatur pekerjaan mereka agar lebih
mudah, lebih murah, lebih baik dan lebih safety.

Penggunaan kata ‘manajemen’ berfungsi sebagai penghubung antara tiga unsur utama: operasi,
mutu dan institusi. Lean dalam pelayanan kesehatan disamping sebagai metodologi perbaikan
berkelanjutan yang melibatkan staf dan bertujuan untuk meningkatkan mutu juga sangat
memerlukan dukungan manajemen untuk implementasinya. Lean management pada dasarnya
bertujuan untuk meningkatkan value pasien dengan menghilangkan/tanpa waste. Artinya,
kegiatan yang menambah value pelanggan diperluas dan dikoordinasikan secara optimal.
Sebaliknya, kegiatan – kegiatan yang tidak bernilai tambah atau berlebihan dihilangkan.
Sehingga menghasilkan proses yang efisien dan efektif.7

Lean Management secara luas telah diterapkan dalam sistem pelayanan kesehatan seperti
Amerika, Kanada, dan beberapa negara Eropa dan lainnya. Namun masih sangat terbatas
informasi berbasis bukti mengenai implementasinya di negara dengan sumber daya terbatas. Hal
ini memberi kesempatan bagi para professional kesehatan, pembuat kebijakan, peneliti dan
konsultan untuk mengimplementasikan Lean sesuai konteks institusi masing-masing 8

Implementasi Lean

Mengimplementasikan Lean dalam pelayanan kesehatan artinya mengimplementasikan prinsip –


prinsip Lean untuk meminimalkan waste dalam setiap proses, prosedur dan pekerjaan sehari –
hari melalui sistem perbaikan yang berkelanjutan. 9,10 Secara umumm langkah implementasi
meliputi:

1. Deploying

Yaitu menggalang dan menyiapkan semua orang untuk terlibat. Pada tahap ini konsep
Lean harus disebarluaskan ke semua orang. Bukan hanya jajaran manajemen atau
individu tertentu tapi kepada semua orang dalam RS. Semakin banyak orang yang paham,
semakin mudah bagi manajemen untuk mengimplementasikan sampai mengevaluasinya.
Hal ini pun mencegah terjadinya ego antar unit, pribadi atau profesi.

Penyebarluasan pemahaman ini juga mencakup filosofi, budaya dan berbagai tools untuk
implementasi Lean. Adanya pemahaman ini akan memberi kesempatan kepada staf untuk
mengimplementasikan Lean sesuai konteks unit atau organisasi mereka. Mengingat Lean
adalah konsep baru dan masih asing bagi sebagian besar staf, maka penting untuk
menyelaraskan dengan kemungkinan hasil pencarian staf melalui web/googling.
Miskomunikasi antara hasil sosialisasi dengan yang didapatkan di dunia maya bukan
hanya menyebabkan kebingungan staf namun juga menyebabkan frustasi dan keengganan
untuk implementasi. Penting juga pada tahap ini adalah mendiskusikan secara terbuka
manfaat dan filosofi implementasinya. Sehingga melalui proses “deploying” ini mental
dan pemahaman SDM RS menjadi siap untuk mengimplementasikan Lean.

2. Doing

Atau mengimplementasikan Lean. Apa yang diimplementasikan? Prinsip – prinsip Lean!


Setelah diperkenalkan oleh John F. Krafcik1 tahun 1988, maka untuk pertama kalinya
Womack & Jones (1996)11 dalam bukunya “Lean Thinking” menjelaskan prinsip – prinsip
Lean. Prinsip – prinsip itulah yang kemudian menjadi prinsip umum dalam implementasi
Lean dan menjadi rujukan utama/umum dari berbagai literatur hingga kini. Berikut
dijelaskan lima (5) prinsip dasar dari Lean:

a. Value

Value berarti mengidentifikasi nilai layanan berdasarkan perspektif pelanggan.


Oleh karena itu, setiap organisasi harus mengidentifikasi pelanggannya dan
mengeksplorasi kebutuhan mereka. Di rumah sakit, pasien adalah pelanggan
utama. Lainnya adalah staf, manajemen RS, pemilik RS, pemerintah, masyarakat,
pembayar/asuransi, dan lain – lain. Koordinasi dengan berbagai pelanggan
termasuk pelanggan internal sangat penting untuk dilakukan. Hal ini didasarkan
pada masing – masing pelanggan memiliki perspektif value yang berbeda. Pasien
pada umumnya menginginkan layanan RS yang bermutu, harga yang pantas,
pelayanan yang tepat waktu, penyederhanaan dan standarisasi proses, komunikasi
dan teamwork yang baik, meningkatnya akses dan aliran pasien yang ringkas12.

Lean menganggap bahwa pengeluaran sumber daya untuk tujuan apapun selain
penciptaan nilai dalam kacamata pelanggan adalah waste. Menghilangkan waste
selalu merupakan cara pertama dan paling sederhana untuk mempraktekkan Lean.

b. Value Stream Mapping

Peta Value Stream berarti mengidentifikasi komponen/tahapan – tahapan


perjalanan pasien/produk dalam suatu proses. Sangat disarankan untuk
memvisualisasikan proses ini, ke dalam peta Value Stream (di luar negeri sana,
VSM bahkan ditempelkan di dinding – dinding agar semua orang bisa melihat
dengan mudah proses dan waste yang ada).  Mendetailkan langkah-langkah
proses dalam suatu peta value stream akan memudahkan identifikasi masalah dan
waste (menjadi mudah terlihat) sehingga memudahkan identifikasi solusi
improvement – nya.

Membuat VSM bisa dimulai dengan a) Menentukan/pilih salah satu flow/proses


yang sejenis atau hampir sama. Terdapat banyak proses/aliran dalam pelayanan
RS. Umumnya terdiri dari 7 Flows (tapi tidak terbatas pada 7 flows ini) yaitu:
pasien, staf, obat, bahan habis pakai, Peralatan medis dan non medis, informasi,
dan proses, termasuk proses klaim asuransi kesehatan 10. Lakukan gemba walk
pada proses yang terpilih. Catat waktu dan waste dalam tiap tahapan proses
tersebut. b) Buat/gambarkan peta prosesnya (current-state map atau peta kondisi
actual), lalukan analisis terhadap peta tersebut: efisiensinya dengan VAR, waktu
proses, waste utama. Prioritas waste yang akan diatasi disesuaikan dengan
kebutuhan RS dan kemungkinan untuk diatasi oleh tim. Ingat 3H 1P (High Cost,
High Risk, High Volume dan Problem prone). Analisis juga mencakup akar
masalah dari waste tersebut. Setelah diketahui akar masalah maupun penyebab
langsung waste tersebut, tim menyampaikan ide – ide perbaikan. Ide – ide
diharapkan dari tim, karena disamping mereka yang paling mengetahui
masalah/waste, mereka juga sebagai pelaksana dari solusi tersebut. c) Diskusikan
dan rancang future-state map (Peta kondisi ideal), d) implementasikan ide solusi
terpilih dan sempurnakan dengan perbaikan. nama kegiatan improvement ini
umumnya dalam Lean disebut sebagai kaizen event. Istilah yang kegiatannya
dalam lingkup yang terbatas, waktu yang cepat (3 – 5 hari sudah bisa dievaluasi),
dan sumber daya minimal. Meskipun berbeda nama, kaizen event sebenarnya
identik dengan istilah PDSA, Continuous Improvement, Process Excellent, dll.
Pilih yang paling mudah dan familiar dengan staf. Pergunakan berbagai tools
yang mudah, murah dan tepat untuk mengeksekusi ide solusi terpilih. Beberapa
tools yang umum disamping VSM ini, adalah 5S, Visual Management, Kanban,
Takt Time, Six Sigma, RCA (Root Cause Analysis), FMEA (Failure Mode and
Effects Analysis), Error Proofing dan tools mutu dasar. Penggunaan tools ini akan
terus berkembang sesuai dengan tingkat implementasi Lean di RS.12

Masalah waktu pelayanan adalah keadaan umum dari berbagai RS. Penggunaan
VSM ini akan mampu menunjukkan secara detail cycle time, waiting time and
lead time dari proses. Melalui VSM, tim menjadi paham keseluruhan waktu,
variasi waktu dan waste lain pada tiap tahapan proses. Value Added Ratio (VAR)
pada bagian akhir VSM merupakan ukuran efisiensi dari proses yaitu persentase
waktu yang bernilai tambah dibandingkan dengan keseluruhan waktu untuk
menyelesaikan proses tersebut.

Memahami VSM memberi banyak informasi tentang proses, waste dan rencana
solusinya. Memahami VSM pula membuat staf TIDAK AKAN kehabisan ide
kaizen. Ada banyak waste yang teridentifikasi dalam VSM. Ada banyak proses
yang bisa dilakukan improvement. Semuanya bisa didapatkan melalui proses
pemetaan Value Stream ini. Dengan VSM hampir tidak ada waste yang
tersembunyi.

c. Flow.

Yaitu menciptakan flow dengan menghilangkan waste. Membuat proses mengalir


sepanjang value stream. Hal ini antara lain dapat diwujudkan dengan menerapkan
takt time dan flow. Takt Time misalnya, dengan membagi habis waktu yang
tersedia dengan jumlah pekerjaan yang ada. Flow, bagaimana supaya proses
pelayanan tetap mengalir lancar sepanjang proses.

Di rumah sakit, flow artinya menghindarkan terjadinya penumpukan pasien pada


salah satu atau beberapa bagian/tahapan proses. Untuk pasien, hal ini berarti: a)
Menghindari antrian dan penumpukan, b) Menghindari rujukan yang banyak, c)
Menghilangkan semua halangan yang menghambat aliran pelayanan yang praktis,
tercepat dan teraman 13. Pekerjaan yang mengalir adalah pekerjaan yang
terkoordinasi dengan baik; semua orang tahu dan bekerja berdasarkan rencananya
pada saat yang tepat, format yang benar dan dilakukan juga dengan benar sejak
pertama kali 14.

Sedangkan Waste dalam konteks Lean adalah tugas atau kegiatan apapun yang
sebenarnya tidak layak dibayar oleh pasien atau hal apapun dalam value stream
yang menghabiskan waktu dan biaya15. Taichi Ohno memperkenalkan 7 waste
dengan istilah TIMWOOD yang kemudian berkembang menjadi 8 waste saat
Lean mulai diadopsi oleh dunia barat dengan penambahan Non Utilized Talent
atau “Skill” sehingga menjadi TIMWOODS 16,17. Dalam perkembangannya
akronim 8 waste juga disebut sebagai DOWNTIME 9,10,18,19. Delapan waste
tersebut adalah: (1) Defects (cacat, rusak atau salah), (2) Overproduction
(produksi berlebih/mengulang proses), (3) Waiting (Menunggu), (4)
Non/Underutilized employees (tidak memanfaatkan potensi/kreatifitas karyawan)
(5) Transportation (pergerakan alat/bahan yang tidak perlu), (6) Inventory
(Inventaris), (7) Motion (pergerakan orang yang tidak perlu), (8) Extraprocessing
(memproses berlebih/tidak dibutuhkan pelanggan). Sedangkan Voehl et al.,
(2014) menambahkan waste ke (9) Behavior (Perilaku)20

Dalam konteks pelayanan kesehatan, untuk mewujudkan “flow” sangat penting


bagi pemikiran interdisiplin. Penting untuk menghilangkan berbagai ego masing –
masing unit atau personal/kelompok. Memilih mengoptimalkan salah satu dari
beberapa proses dapat berdampak negatif pada yang lain, tidak bermanfaat atau
tidak berkelanjutan bagi rumah sakit secara keseluruhan. Contohnya,
mengoptimalkan proses pemeriksaan lab bagi pasien rawat jalan untuk
mengurangi antrian, dengan mengabaikan proses pemeriksaan lab pasien rawat
inap.
 
d. Pull

Mengatur proses/pekerjaan sesuai dengan “tarikan” pelanggan

Prinsip ini berfokus pada penyediaan layanan yang sesuai kebutuhan/permintaan


pelanggan. Seperti waktu proses, volume dan mutu pelayanan yang tepat.

Di RS, pull system bisa dipergunakan untuk mengontrol persediaan di unit/bagian


dengan sistem Kanban. Juga bisa dipergunakan saat terjadinya penumpukan
antrean dengan menyediakan tenaga atau sumber daya lain yang lebih kurang
memiliki kemampuan yang sama untuk memenuhi kebutuhan pasien saat itu13.

e. Perfection.

Yaitu upaya terus menerus untuk melakukan improvement. Prinsip ini didasarkan
pada perbaikan berkelanjutan. Artinya, setiap hari rumah sakit berusaha mencapai
kesempurnaan dalam operasional proses.

Bagi pasien, ini berarti: Melengkapi pelayanan dan perawatan pasien: dengan
oucomes terbaik, tanpa kesalahan, tepat waktu dan tanpa penundaan. Untuk
mencapai hal ini diperlukan proses yang konsisten dan dapat diandalkan secara
terus menerus13. Hasil yang sudah baik distandarkan. Seperti SOP baru untuk
proses administrasi atau Clinical Pathway untuk proses klinis.

3. Evaluating

Evaluasi memberi kesempatan kepada tim dan semua orang yang terlibat dalam
implementasi Lean untuk belajar dari kisah dibalik hasil dan bagaimana mengoptimalkan
kesuksesan. 

Selama fase deploying, evaluasi berfokus pada pemahaman bagaimana


mengimplementasikan Lean secara optimal. Sedangkan pada tahap Doing/implementasi,
evaluasi berusaha untuk memahami bagaimana proses ini dilaksanakan, dimana ada
kemajuan awal dan bagaimana memaksimalkan keberhasilan implementasi atau
kaizen/improvement yang sedang dilaksanakan. Pada tahap evaluating, menilai sejauh
mana tujuan proses implementasi dilaksanakan dan bagaimana hasil/dampaknya.

Hasil/dampak ini dapat diukur berdasarkan pencapaian tujuan mutu dan dampak lain
yang relevan dengan kegiatan kaizen/improvement yang telah dilakukan. Untuk menilai
pelaksanaan implementasi Lean Management termasuk dampaknya dapat dilakukan
evaluasi seperti: Penilaian mandiri, panitia lomba/konsultan ahli, atasan, kombinasi dan
kompetisi.

Penilaian ini dapat mencakup pemahaman, tingkat pelaksanaan hingga dampaknya.


Untuk pemahaman dapat dinilai dengan kuisioner sebelum dan sesudah implementasi.
Sedangkan tingkat implementasi ditentukan oleh kedalaman, sejauh mana implementasi
Lean dilaksanakan. Dampak yang diukur adalah dampak terhadap mutu dan dampak lain
yang relevan.

Berikut adalah contoh penilaian hasil/dampak implementasi Lean:

Pemahaman Proses:

Kurang= 5, Cukup =6, Baik =7, sangat baik =8, istimewa =9

Tingkat Implementasi:

Deploying (5), Identifikasi Value dan Waste (6), Expand (7), (+) Analisis dan Action (8),
Advance (9), Evaluating and Perfection (10)

Untuk dampaknya dinilai berdasarkan akronim MEETSPACE. M=Moral, meningkatkan


semangat/ethos/budaya kerja, E=Efficient, mengatasi waste, E=Effective, meningkatkan
outcome proses/pasien, T=Timely, Meningkatkan VAR/mengurangi Waiting time/Cycle
time proses, S=Safety, Keselamatan pasien dan pekerja, P= Patient, Menambah
value/berpusat pada pasien (proses), A=Ambient, suasana dan lingkungan kerja yang
menyenangkan, C=Cost, menghemat biaya, E=Equitable, mengurangi variasi atau
ketidakkeadilan pelayanan.

Seberapapun besarnya hasil/dampak implementasi Lean harus tetap diberikan apresiasi. Pada
tahap awal, staf mampu mengidentifikasi waste saja merupakan hal positif. Kehadiran para
“guru” atau sensei akan membantu tim/staf untuk menemukan ide solusi dari waste yang ada,
membimbing, membiasakan dan menjadi teladan bagi staf dalam budaya Lean. Mewujudkan
janji-janji Lean tidak dicapai dalam satu malam atau semudah membalik telapak tangan. Ini
adalah proses yang terus menerus menjadi budaya dan keseharian semua orang di RS. Bahkan
menjadi budaya yang bisa dipraktekkan hingga ke rumah tangga. Memaksakan target yang
berlebihan akan membuat staf terbebani, kelelahan diakhir improvement yang mereka lakukan.
Lean bukan hanya memuaskan pasien dan customers lain, tapi juga semua staf/SDM yanga da di
RS.

Kesimpulan
Lean Management yang dipraktekkan di rumah sakit (Lean Hospital) atau dalam pelayanan
kesehatan (Lean Healthcare) adalah salah satu pendekatan terkini untuk meningkatkan efisiensi
dan mutu pelayanan. Lean adalah cara bagi rumah sakit untuk meningkatkan efisiensi dan mutu
pelayanannya dengan memberdayakan staf. Ini adalah metode untuk melibatkan dokter, perawat,
para staf rumah sakit untuk mengelola pekerjaan mereka. Sehingga dapat memperbaiki proses,
memberikan layanan yang lebih baik, lebih cepat dan dengan biaya yang lebih rendah.
Mengimplementasikan Lean pada akhirnya akan meningkatkan kinerja rumah sakit,
mempercepat proses, meningkatkan pendapatan, mengurangi biaya, dan meningkatkan kepuasan
pelanggan, staf dan manajemen/owner rumah sakit.

Tantangan terbesar dari setiap upaya quality improvement adalah tentang keberlanjutannya
(sustainability). Banyak improvement yang dilakukan hanya bersifat sementara, dalam satu – dua
tahun kemudian surut bahkan hilang. Ini yang disebut dalam Lean sebagai popcorn kaizen.
Hanya meledak sesaat. Oleh karena itu, Lean membutuhkan komitmen dan kepemimpinan yang
mendukung, perubahan budaya dan pemahaman berbagai tools oleh para staf pelaksana.
Pemimpin adalah lokomotif untuk membawa staf dan semua orang dalam organisasi untuk
menyebarluaskan, mendukung dan bahkan siap dengan konsekuensinya seperti mengintegrasikan
dengan nilai, strategi dan sistem manajemen RS. Pemimpin juga dapat menggerakkan perubahan
budaya dan keteladanan dalam organisasi. Sedangkan staf adalah orang yang paling paham
masalah dan keadaan dalam pekerjaannya sekaligus sebagai pemilik solusi dan
mengimplementasikan solusi tersebut. Sebagian staf dan klinisi juga memiliki pemahaman
bahwa mereka bisa melakukan efisiensi tanpa mengorbankan mutu.

Agar tidak menjadi hal “menambah pekerjaan”, staf harus merasakan dan akan menjadi orang
pertama yang menikmati manfaat dari setiap improvement yang mereka lakukan. Staf
mendapatkan “feedback” dari improvement yang mereka lakukan. Seberapapun besar dampak
dari proses menghilangkan waste harus tetap diapresiasi. Secara bersama, lakukan perubahan
budaya dan perbaikan yang terus menerus dengan berbagai tools yang mudah, sumber daya yang
ada atau biaya minimal. Midle manager harus menjadi “guru” bagi para lower manager dan para
staf. Ingat, dalam Lean: selalu ada cara untuk membuat pekerjaan/proses menjadi lebih
mudah, lebih lancar, lebih murah dan lebih safety. Pada akhirnya, implementasi Lean bukan
hanya pasien yang “happy”, namun juga bagi staf dan manajemen RS1221.

Dr. Firman, SE, MPH

Praktisi RS, Doktor “Lean Six Sigma”

 
Sumber bacaan:

1. Krafcik JF. Triumph of the Lean Production System. Sloan Manage Rev. 1988;30(1):41.
doi:10.1108/01443570911005992
2. Rotter T, Plishka CT, Adegboyega L, et al. Lean management in health care: Effects on
patient outcomes, professional practice, and healthcare systems. Cochrane Database Syst
Rev. 2017;2017(11). doi:10.1002/14651858.CD012831
3. Varela L, Araújo A, Ávila P, Castro H, Putnik G. Evaluation of the relation between lean
manufacturing, industry 4.0, and sustainability. Sustain. 2019;11(5):1-19.
doi:10.3390/su11051439
4. Laureani A, Antony J. Leadership and Lean Six Sigma : a systematic literature review.
Total Qual Manag Bus Excell. 2019;30(1):53-81. doi:10.1080/14783363.2017.1288565
5. Lawal AK, Rotter T, Kinsman L, et al. Lean management in health care: definition,
concepts, methodology and effects reported (systematic review protocol). Syst Rev.
2014;3(1):103. doi:10.1186/2046-4053-3-103
6. Rotter T, Plishka C, Lawal A, et al. What Is Lean Management in Health Care?
Development of an Operational Definition for a Cochrane Systematic Review. Eval
Health Prof. 2018;1(25). doi:10.1177/0163278718756992
7. Terra JDR, Berssaneti FT. Application of lean healthcare in hospital services : a review of
the literature (2007 to 2017). production. 2018;5411(2007). doi:10.1590/0103-
6513.20180009
8. Fraefel M, Dörflinger M. Lean Hospital Management.
https://implementconsultinggroup.com/lean-hospital-management/. Published 2019.
Accessed May 5, 2019.
9. Delisle D. Executing Lean Improvements: A Practical Guide with Real-World
Healthcare Case Studies. Milwaukee, Wisconsin: ASQ Quality Press; 2015.
https://www.google.com/books?
hl=sv&lr=&id=Lg9ACQAAQBAJ&oi=fnd&pg=PT13&ots=ijEUbv-
LjF&sig=uwzyKjZHnbhyFpjRxW6CMO3fB9w.
10. Green J, Valentini A. A Guide to Lean Healthcare Workflows. 2015.
11. Womack JP, Jones DT. Lean Thinking: Banish Waste and Create Wealth in Your
Corporation. New York: Simon & Schuster; 1996.
12. Firman F, Utarini A, Koentjoro T, Widodo KH. Implementasi Lean Six Sigma untuk
menurunkan Lead Time pasien Emergensi Maternal di unit Emergensi maternal RSUD
Panembahan Senopati Bantul. 2019.
13. Westwood N, James-Moore M, Cooke M. Going Lean in the NHS. 2007.
www.institute.nhs.uk/ServiceTransportation/Lean+Thinking.
14. Ben-Tovim DI. Process Redesign for Health Care Using Lean Thinking. Boca Raton:
CRC Press; 2017.
15. Antony J, Vinodh S, Gijo E V. Lean Six Sigma For Small And Medium Sized Enterprises
a Practical Guide. Boca Raton: CRC Press/Taylor & Francis Group, LLC; 2016.
http://gallaudet.eblib.com/patron/FullRecord.aspx?p=624633.
16. George MO. The Lean Six Sigma Guide to Doing More with Less. 2010.
17. Skhmot N. The 8 Wastes of Lean. https://theleanway.net/The-8-Wastes-of-Lean.
Published 2017. Accessed February 20, 2019.
18. Bhat S, Jnanesh NA. Enhancing performance of the health information department of a
hospital using lean Six Sigma methodology. Int J Six Sigma Compet Advant.
2013;8(1):34. doi:10.1504/IJSSCA.2013.059776
19. Vats T, Sujata M. Lean Six Sigma Frameworks “ An Improvement in Teaching- Learning
Process .” Int J Sci Eng Appl. 2015;4(1):17-23.
20. Voehl F, Harrington HJ, Mignosa C, Charron R. The Lean Six Sigma Black Belt
Handbook. Boca Raton: CRC Press; 2014.
21. Firman F, Koentjoro T, Widodo KH, Utarini A. The Impact of Lean Six Sigma on
Maternal Emergency Lead Time. bali Med J. 2019;8(2):1-25.
22. Liker JK. The Toyota Way: 14 Management Principles from the World’s Greatest
Manufacturer. New York: McGraw Hill; 2004.

Anda mungkin juga menyukai