Anda di halaman 1dari 21

Mengimplementasikan Lean di

Rumah Sakit
07/05/2019.

FacebookTwitterLineWhatsApp

Mengapa Harus Lean?

Dalam beberapa dekade terakhir, berbagai rumah sakit (RS) di seluruh


dunia telah mencoba mengadopsi sistem manajemen Lean (Lean
Management). Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
operasional mereka.  Di Indonesia, implementasi Lean
Management semakin meningkat seiring dengan implementasi sistem
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak 1 Januari 2014.

Lean Management di rumah sakit (Lean Hospital Management)


merupakan konsep yang dikembangkan dari pemikiran Lean yaitu
suatu istilah yang pertama kali dicetuskan oleh Krafcik (1988) 1 untuk
menggambarkan sistem yang dikembangkan oleh Toyota yang
kemudian diadopsi oleh berbagai industri manufaktur lain (1980 – an)
dan industri jasa pelayanan (1990 – an) dunia. Hasilnya memberikan
dampak peningkatan yang luar biasa bagi berbagai industri tersebut.

Implementasi Lean mampu memberikan dampak yang signifikan bagi


efisiensi dan efektivitas operasional. Di RS atau pelayanan kesehatan,
dampak implementasi Lean, antara lain pada 1) Outcome pasien:
kepuasan pasien, 2) Outcome provider: kepuasan staf, 3) Akses dan
utilisasi: Length of stay (LOS), waktu tunggu, 4) Bahaya/Nyaris
cedera: Angka error yang berhubungan dengan keselamatan pasien,
5) Penggunaan sumber daya: biaya, cycle time, angka error yang
berhubungan dengan sumber daya2.

Di Indonesia, publikasi mengenai dampak


implementasi Lean khususnya di RS masih sangat terbatas. Berbagai
kegiatan “festival kaizen” atau evaluasi hasil
implementasi Lean menunjukan potensi dari
implementasi Lean atau tepatnya dampak kaizen event yang
dilakukan. Mulai dari mampu mengidentifikasi waste di RS tipe D
hingga mengurangi waktu proses pada RS Tipe A. Memberdayakan staf
lini depan hingga manajemen menengah. Mencegah pemborosan
puluhan ribu hingga milyaran rupiah.

Berbagai hasil tersebut cukup menjadi alasan bagi RS


dan provider pelayanan kesehatan lainnya untuk
mengimplementasikan Lean. Apalagi RS swasta, Lean  seharusnya
menjadi strategi terdepan menghadapi era JKN. Dengan Lean, RS
bukan hanya mampu tetap berkompetitif dengan pesaing, melainkan
juga dapat meningkatkan produktivitas staf, mencegah pemborosan
yang benar – benar tidak perlu dan melakukan efisiensi tanpa
mengorbankan mutu. Bahkan salah satu Dirut RS swasta mengklaim:
andaikata semua RS harus tutup/bangkrut, maka dengan Lean kita
akan menjadi RS yang tutup/bangkrutnya terakhir. 3

Pengertian Lean

Lean adalah metode peningkatan proses yang digunakan untuk


memberikan produk dan layanan yang lebih baik, lebih cepat dan
dengan biaya lebih rendah. 4 Lean yaitu seperangkat filosofi operasi
dan metode yang membantu menciptakan nilai maksimum untuk
pasien dengan mengurangi waste dan waktu tunggu. Melibatkan
karyawan dengan perbaikan yang berkelanjutan 5. Lean adalah
integrasi sistem sosioteknik yang tujuan utamanya untuk
menghilangkan waste . Lean  dalam
6
pelayanan kesehatan ialah
upaya meningkatkan nilai (value) pasien dengan mengidentifikasi,
mengurangi atau menghilangkan pemborosan (waste) dalam proses
dengan melibatkan dokter dan para staf untuk mengatur pekerjaan
mereka agar lebih mudah, lebih murah, lebih baik dan lebih safety.

Penggunaan kata ‘manajemen’ berfungsi sebagai penghubung antara


tiga unsur utama: operasi, mutu dan institusi. Lean dalam pelayanan
kesehatan disamping sebagai metodologi perbaikan berkelanjutan
yang melibatkan staf dan bertujuan untuk meningkatkan mutu juga
sangat memerlukan dukungan manajemen untuk
implementasinya. Lean management pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan value pasien dengan menghilangkan/tanpa waste.
Artinya, kegiatan yang menambah value pelanggan diperluas dan
dikoordinasikan secara optimal. Sebaliknya, kegiatan – kegiatan yang
tidak bernilai tambah atau berlebihan dihilangkan. Sehingga
menghasilkan proses yang efisien dan efektif.7

Lean Management secara luas telah diterapkan dalam sistem


pelayanan kesehatan seperti Amerika, Kanada, dan beberapa negara
Eropa dan lainnya. Namun masih sangat terbatas informasi berbasis
bukti mengenai implementasinya di negara dengan sumber daya
terbatas. Hal ini memberi kesempatan bagi para professional
kesehatan, pembuat kebijakan, peneliti dan konsultan untuk
mengimplementasikan Lean sesuai konteks institusi masing-masing 8

Implementasi Lean

Mengimplementasikan Lean dalam pelayanan kesehatan artinya


mengimplementasikan prinsip – prinsip Lean untuk
meminimalkan waste dalam setiap proses, prosedur dan pekerjaan
sehari – hari melalui sistem perbaikan yang berkelanjutan. 9,10 Secara
umumm langkah implementasi meliputi:

1. Deploying
Yaitu menggalang dan menyiapkan semua orang untuk terlibat. Pada
tahap ini konsep Lean harus disebarluaskan ke semua orang. Bukan
hanya jajaran manajemen atau individu tertentu tapi kepada semua
orang dalam RS. Semakin banyak orang yang paham, semakin mudah
bagi manajemen untuk mengimplementasikan sampai
mengevaluasinya. Hal ini pun mencegah terjadinya ego antar unit,
pribadi atau profesi.

Penyebarluasan pemahaman ini juga mencakup filosofi, budaya dan


berbagai tools untuk implementasi Lean. Adanya pemahaman ini
akan memberi kesempatan kepada staf untuk
mengimplementasikan Lean sesuai konteks unit atau organisasi
mereka. Mengingat Lean adalah konsep baru dan masih asing bagi
sebagian besar staf, maka penting untuk menyelaraskan dengan
kemungkinan hasil pencarian staf melalui web/googling.
Miskomunikasi antara hasil sosialisasi dengan yang didapatkan di
dunia maya bukan hanya menyebabkan kebingungan staf namun juga
menyebabkan frustasi dan keengganan untuk implementasi. Penting
juga pada tahap ini adalah mendiskusikan secara terbuka manfaat dan
filosofi implementasinya. Sehingga melalui proses “ deploying” ini
mental dan pemahaman SDM RS menjadi siap untuk
mengimplementasikan Lean.

2. Doing

Atau mengimplementasikan Lean.  Apa yang diimplementasikan?


Prinsip – prinsip Lean! Setelah diperkenalkan oleh John F.
Krafcik1 tahun 1988, maka untuk pertama kalinya Womack & Jones
(1996)11 dalam bukunya “Lean Thinking” menjelaskan prinsip –
prinsip Lean. Prinsip – prinsip itulah yang kemudian menjadi prinsip
umum dalam implementasi Lean dan menjadi rujukan utama/umum
dari berbagai literatur hingga kini. Berikut dijelaskan lima (5) prinsip
dasar dari Lean:

a. Value

Value berarti mengidentifikasi nilai layanan berdasarkan perspektif


pelanggan. Oleh karena itu, setiap organisasi harus mengidentifikasi
pelanggannya dan mengeksplorasi kebutuhan mereka. Di rumah sakit,
pasien adalah pelanggan utama. Lainnya adalah staf, manajemen RS,
pemilik RS, pemerintah, masyarakat, pembayar/asuransi, dan lain –
lain. Koordinasi dengan berbagai pelanggan termasuk pelanggan
internal sangat penting untuk dilakukan. Hal ini didasarkan pada
masing – masing pelanggan memiliki perspektif value yang berbeda.
Pasien pada umumnya menginginkan layanan RS yang bermutu, harga
yang pantas, pelayanan yang tepat waktu, penyederhanaan dan
standarisasi proses, komunikasi dan teamwork  yang baik,
meningkatnya akses dan aliran pasien yang ringkas12.

Lean menganggap bahwa pengeluaran sumber daya untuk tujuan


apapun selain penciptaan nilai dalam kacamata pelanggan
adalah waste. Menghilangkan waste selalu merupakan cara pertama
dan paling sederhana untuk mempraktekkan Lean.

b. Value Stream Mapping

Peta Value Stream berarti mengidentifikasi komponen/tahapan –


tahapan perjalanan pasien/produk dalam suatu proses. Sangat
disarankan untuk memvisualisasikan proses ini, ke dalam peta Value
Stream (di luar negeri sana, VSM bahkan ditempelkan di dinding –
dinding agar semua orang bisa melihat dengan mudah proses dan
waste yang ada).  Mendetailkan langkah-langkah proses dalam suatu
peta value stream akan memudahkan identifikasi masalah
dan waste (menjadi mudah terlihat) sehingga memudahkan
identifikasi solusi improvement – nya.

Membuat VSM bisa dimulai dengan a) Menentukan/pilih salah


satu flow/proses yang sejenis atau hampir sama. Terdapat banyak
proses/aliran dalam pelayanan RS. Umumnya terdiri dari 7 Flows (tapi
tidak terbatas pada 7 flows ini) yaitu: pasien, staf, obat, bahan habis
pakai, Peralatan medis dan non medis, informasi, dan proses,
termasuk proses klaim asuransi kesehatan 10. Lakukan gemba
walk pada proses yang terpilih. Catat waktu dan waste dalam tiap
tahapan proses tersebut. b) Buat/gambarkan peta prosesnya (current-
state map atau peta kondisi actual), lalukan analisis terhadap peta
tersebut: efisiensinya dengan VAR, waktu proses, waste utama.
Prioritas waste yang akan diatasi disesuaikan dengan kebutuhan RS
dan kemungkinan untuk diatasi oleh tim. Ingat 3H 1P ( High Cost, High
Risk, High Volume dan Problem prone). Analisis juga mencakup akar
masalah dari waste tersebut. Setelah diketahui akar masalah maupun
penyebab langsung waste tersebut, tim menyampaikan ide – ide
perbaikan. Ide – ide diharapkan dari tim, karena disamping mereka
yang paling mengetahui masalah/waste, mereka juga sebagai
pelaksana dari solusi tersebut. c) Diskusikan dan rancang future-state
map (Peta kondisi ideal), d) implementasikan ide solusi terpilih dan
sempurnakan dengan perbaikan. nama kegiatan improvement ini
umumnya dalam Lean disebut sebagai kaizen event. Istilah yang
kegiatannya dalam lingkup yang terbatas, waktu yang cepat (3 – 5 hari
sudah bisa dievaluasi), dan sumber daya minimal. Meskipun berbeda
nama, kaizen event sebenarnya identik dengan istilah
PDSA, Continuous Improvement, Process Excellent, dll. Pilih yang
paling mudah dan familiar dengan staf. Pergunakan
berbagai tools yang mudah, murah dan tepat untuk mengeksekusi ide
solusi terpilih. Beberapa tools yang umum disamping VSM ini, adalah
5S, Visual Management, Kanban, Takt Time, Six Sigma, RCA (Root
Cause Analysis), FMEA (Failure Mode and Effects Analysis), Error
Proofing dan tools mutu dasar. Penggunaan tools ini akan terus
berkembang sesuai dengan tingkat implementasi Lean di RS.12

Masalah waktu pelayanan adalah keadaan umum dari berbagai RS.


Penggunaan VSM ini akan mampu menunjukkan secara detail cycle
time, waiting time and lead time dari proses. Melalui VSM, tim
menjadi paham keseluruhan waktu, variasi waktu dan waste lain
pada tiap tahapan proses. Value Added Ratio (VAR) pada bagian akhir
VSM merupakan ukuran efisiensi dari proses yaitu persentase waktu
yang bernilai tambah dibandingkan dengan keseluruhan waktu untuk
menyelesaikan proses tersebut.

Memahami VSM memberi banyak informasi tentang proses, waste dan


rencana solusinya. Memahami VSM pula membuat staf TIDAK AKAN
kehabisan ide kaizen. Ada banyak waste yang teridentifikasi dalam
VSM. Ada banyak proses yang bisa dilakukan improvement. Semuanya
bisa didapatkan melalui proses pemetaan Value Stream ini. Dengan
VSM hampir tidak ada waste yang tersembunyi.

c. Flow.
Yaitu menciptakan flow  dengan menghilangkan waste. Membuat
proses mengalir sepanjang value stream. Hal ini antara lain dapat
diwujudkan dengan menerapkan takt time dan flow. Takt Time
misalnya, dengan membagi habis waktu yang tersedia dengan jumlah
pekerjaan yang ada. Flow, bagaimana supaya proses pelayanan tetap
mengalir lancar sepanjang proses.

Di rumah sakit, flow artinya menghindarkan terjadinya penumpukan


pasien pada salah satu atau beberapa bagian/tahapan proses. Untuk
pasien, hal ini berarti: a) Menghindari antrian dan penumpukan, b)
Menghindari rujukan yang banyak, c) Menghilangkan semua halangan
yang menghambat aliran pelayanan yang praktis, tercepat dan
teraman 13. Pekerjaan yang mengalir adalah pekerjaan yang
terkoordinasi dengan baik; semua orang tahu dan bekerja berdasarkan
rencananya pada saat yang tepat, format yang benar dan dilakukan
juga dengan benar sejak pertama kali 14.

Sedangkan  Waste dalam konteks Lean adalah tugas atau kegiatan


apapun yang sebenarnya tidak layak dibayar oleh pasien atau hal
apapun dalam value stream yang menghabiskan waktu dan biaya15.
Taichi Ohno memperkenalkan 7 waste dengan istilah TIMWOOD yang
kemudian berkembang menjadi 8 waste saat Lean mulai diadopsi
oleh dunia barat dengan penambahan Non Utilized Talent atau “Skill”
sehingga menjadi TIMWOODS 16,17. Dalam perkembangannya akronim
8 waste juga disebut sebagai DOWNTIME 9,10,18,19.
Delapan waste tersebut adalah: (1) Defects (cacat, rusak atau
salah), (2) Overproduction (produksi berlebih/mengulang proses),
(3) Waiting (Menunggu), (4) Non/Underutilized employees (tidak
memanfaatkan potensi/kreatifitas karyawan)
(5) Transportation (pergerakan alat/bahan yang tidak perlu),
(6) Inventory (Inventaris), (7) Motion (pergerakan orang yang tidak
perlu), (8) Extraprocessing (memproses berlebih/tidak dibutuhkan
pelanggan). Sedangkan Voehl et al., (2014) menambahkan waste ke
(9) Behavior (Perilaku)20

Dalam konteks pelayanan kesehatan, untuk mewujudkan “flow” sangat


penting bagi pemikiran interdisiplin. Penting untuk menghilangkan
berbagai ego masing – masing unit atau personal/kelompok. Memilih
mengoptimalkan salah satu dari beberapa proses dapat berdampak
negatif pada yang lain, tidak bermanfaat atau tidak berkelanjutan bagi
rumah sakit secara keseluruhan. Contohnya, mengoptimalkan proses
pemeriksaan lab bagi pasien rawat jalan untuk mengurangi antrian,
dengan mengabaikan proses pemeriksaan lab pasien rawat inap.

d. Pull

Mengatur proses/pekerjaan sesuai dengan “tarikan” pelanggan

Prinsip ini berfokus pada penyediaan layanan yang sesuai


kebutuhan/permintaan pelanggan. Seperti waktu proses, volume dan
mutu pelayanan yang tepat.

Di RS, pull system bisa dipergunakan untuk mengontrol persediaan di


unit/bagian dengan sistem Kanban. Juga bisa dipergunakan saat
terjadinya penumpukan antrean dengan menyediakan tenaga atau
sumber daya lain yang lebih kurang memiliki kemampuan yang sama
untuk memenuhi kebutuhan pasien saat itu13.

e. Perfection.

Yaitu upaya terus menerus untuk melakukan improvement. Prinsip ini


didasarkan pada perbaikan berkelanjutan. Artinya, setiap hari rumah
sakit berusaha mencapai kesempurnaan dalam operasional proses.

Bagi pasien, ini berarti: Melengkapi pelayanan dan perawatan pasien:


dengan oucomes terbaik, tanpa kesalahan, tepat waktu dan tanpa
penundaan. Untuk mencapai hal ini diperlukan proses yang konsisten
dan dapat diandalkan secara terus menerus 13. Hasil yang sudah baik
distandarkan. Seperti SOP baru untuk proses administrasi atau Clinical
Pathway untuk proses klinis.

3. Evaluating

Evaluasi memberi kesempatan kepada tim dan semua orang yang


terlibat dalam implementasi Lean untuk belajar dari kisah dibalik
hasil dan bagaimana mengoptimalkan kesuksesan. 
Selama fase deploying, evaluasi berfokus pada pemahaman
bagaimana mengimplementasikan Lean secara optimal. Sedangkan
pada tahap Doing/implementasi, evaluasi berusaha untuk memahami
bagaimana proses ini dilaksanakan, dimana ada kemajuan awal dan
bagaimana memaksimalkan keberhasilan implementasi atau
kaizen/improvement  yang sedang dilaksanakan. Pada
tahap evaluating, menilai sejauh mana tujuan proses implementasi
dilaksanakan dan bagaimana hasil/dampaknya.

Hasil/dampak ini dapat diukur berdasarkan pencapaian tujuan mutu


dan dampak lain yang relevan dengan kegiatan
kaizen/improvement yang telah dilakukan. Untuk menilai pelaksanaan
implementasi Lean Management termasuk dampaknya dapat
dilakukan evaluasi seperti: Penilaian mandiri, panitia lomba/konsultan
ahli, atasan, kombinasi dan kompetisi.

Penilaian ini dapat mencakup pemahaman, tingkat pelaksanaan hingga


dampaknya. Untuk pemahaman dapat dinilai dengan kuisioner sebelum
dan sesudah implementasi. Sedangkan tingkat implementasi
ditentukan oleh kedalaman, sejauh mana implementasi Lean
dilaksanakan. Dampak yang diukur adalah dampak terhadap mutu dan
dampak lain yang relevan.

Berikut adalah contoh penilaian hasil/dampak implementasi Lean:

Pemahaman Proses:

Kurang= 5, Cukup =6, Baik =7, sangat baik =8, istimewa =9

Tingkat Implementasi:

Deploying (5), Identifikasi Value dan Waste (6), Expand (7), (+)


Analisis dan Action (8), Advance (9), Evaluating and Perfection (10)

Untuk dampaknya dinilai berdasarkan akronim MEETSPACE. M=Moral,


meningkatkan semangat/ethos/budaya kerja, E=Efficient, mengatasi
waste, E=Effective, meningkatkan outcome proses/pasien, T=Timely,
Meningkatkan VAR/mengurangi Waiting time/Cycle time
proses, S=Safety, Keselamatan pasien dan pekerja, P= Patient,
Menambah value/berpusat pada pasien (proses), A=Ambient, suasana
dan lingkungan kerja yang menyenangkan, C=Cost, menghemat
biaya, E=Equitable, mengurangi variasi atau ketidakkeadilan
pelayanan.
 

Seberapapun besarnya hasil/dampak implementasi Lean harus tetap


diberikan apresiasi. Pada tahap awal, staf mampu mengidentifikasi
waste saja merupakan hal positif. Kehadiran para “guru” atau sensei
akan membantu tim/staf untuk menemukan ide solusi dari waste yang
ada, membimbing, membiasakan dan menjadi teladan bagi staf dalam
budaya Lean. Mewujudkan janji-janji Lean tidak dicapai dalam satu
malam atau semudah membalik telapak tangan. Ini adalah proses yang
terus menerus menjadi budaya dan keseharian semua orang di RS.
Bahkan menjadi budaya yang bisa dipraktekkan hingga ke rumah
tangga. Memaksakan target yang berlebihan akan membuat staf
terbebani, kelelahan diakhir improvement yang mereka lakukan. Lean
bukan hanya memuaskan pasien dan customers lain, tapi juga semua
staf/SDM yanga da di RS.

Kesimpulan

Lean Management yang dipraktekkan di rumah sakit (Lean Hospital)


atau dalam pelayanan kesehatan ( Lean Healthcare) adalah salah satu
pendekatan terkini untuk meningkatkan efisiensi dan mutu
pelayanan. Lean adalah cara bagi rumah sakit untuk meningkatkan
efisiensi dan mutu pelayanannya dengan memberdayakan staf. Ini
adalah metode untuk melibatkan dokter, perawat, para staf rumah
sakit untuk mengelola pekerjaan mereka. Sehingga dapat memperbaiki
proses, memberikan layanan yang lebih baik, lebih cepat dan dengan
biaya yang lebih rendah. Mengimplementasikan Lean pada akhirnya
akan meningkatkan kinerja rumah sakit, mempercepat proses,
meningkatkan pendapatan, mengurangi biaya, dan meningkatkan
kepuasan pelanggan, staf dan manajemen/owner rumah sakit.

Tantangan terbesar dari setiap upaya quality improvement adalah


tentang keberlanjutannya (sustainability). Banyak improvement yang
dilakukan hanya bersifat sementara, dalam satu – dua tahun kemudian
surut bahkan hilang. Ini yang disebut dalam Lean sebagai popcorn
kaizen. Hanya meledak sesaat. Oleh karena itu, Lean membutuhkan
komitmen dan kepemimpinan yang mendukung, perubahan budaya dan
pemahaman berbagai tools oleh para staf pelaksana. Pemimpin
adalah lokomotif untuk membawa staf dan semua orang dalam
organisasi untuk menyebarluaskan, mendukung dan bahkan siap
dengan konsekuensinya seperti mengintegrasikan dengan nilai,
strategi dan sistem manajemen RS. Pemimpin juga dapat
menggerakkan perubahan budaya dan keteladanan dalam organisasi.
Sedangkan staf adalah orang yang paling paham masalah dan keadaan
dalam pekerjaannya sekaligus sebagai pemilik solusi dan
mengimplementasikan solusi tersebut. Sebagian staf dan klinisi juga
memiliki pemahaman bahwa mereka bisa melakukan efisiensi tanpa
mengorbankan mutu.

Agar tidak menjadi hal “menambah pekerjaan”, staf harus merasakan


dan akan menjadi orang pertama yang menikmati manfaat dari
setiap improvement  yang mereka lakukan. Staf mendapatkan
“feedback” dari improvement yang mereka lakukan. Seberapapun
besar dampak dari proses menghilangkan waste harus tetap
diapresiasi. Secara bersama, lakukan perubahan budaya dan
perbaikan yang terus menerus dengan berbagai tools yang mudah,
sumber daya yang ada atau biaya minimal. Midle manager harus
menjadi “guru” bagi para lower manager dan para staf. Ingat,
dalam Lean: selalu ada cara untuk membuat pekerjaan/proses
menjadi lebih mudah, lebih lancar, lebih murah dan lebih safety. Pada
akhirnya, implementasi Lean bukan hanya pasien yang “happy”,
namun juga bagi staf dan manajemen RS1221.

Dr. Firman, SE, MPH

Praktisi RS, Doktor “Lean Six Sigma”

Sumber bacaan:

1. Krafcik JF. Triumph of the Lean Production System. Sloan


Manage Rev. 1988;30(1):41. doi:10.1108/01443570911005992
2. Rotter T, Plishka CT, Adegboyega L, et al. Lean management in
health care: Effects on patient outcomes, professional practice, and
healthcare systems. Cochrane Database Syst Rev. 2017;2017(11).
doi:10.1002/14651858.CD012831
3. Varela L, Araújo A, Ávila P, Castro H, Putnik G. Evaluation of the
relation between lean manufacturing, industry 4.0, and
sustainability. Sustain. 2019;11(5):1-19. doi:10.3390/su11051439
4. Laureani A, Antony J. Leadership and Lean Six Sigma : a
systematic literature review. Total Qual Manag Bus Excell.
2019;30(1):53-81. doi:10.1080/14783363.2017.1288565
5. Lawal AK, Rotter T, Kinsman L, et al. Lean management in health
care: definition, concepts, methodology and effects reported
(systematic review protocol). Syst Rev. 2014;3(1):103.
doi:10.1186/2046-4053-3-103
6. Rotter T, Plishka C, Lawal A, et al. What Is Lean Management in
Health Care? Development of an Operational Definition for a Cochrane
Systematic Review. Eval Health Prof. 2018;1(25).
doi:10.1177/0163278718756992
7. Terra JDR, Berssaneti FT. Application of lean healthcare in
hospital services : a review of the literature (2007 to
2017). production. 2018;5411(2007). doi:10.1590/0103-6513.20180009
8. Fraefel M, Dörflinger M. Lean Hospital Management.
https://implementconsultinggroup.com/lean-hospital-management/.
Published 2019. Accessed May 5, 2019.
9. Delisle D. Executing Lean Improvements: A Practical Guide with
Real-World Healthcare Case Studies. Milwaukee, Wisconsin: ASQ
Quality Press; 2015. https://www.google.com/books?
hl=sv&lr=&id=Lg9ACQAAQBAJ&oi=fnd&pg=PT13&ots=ijEUbv-
LjF&sig=uwzyKjZHnbhyFpjRxW6CMO3fB9w.
10. Green J, Valentini A. A Guide to Lean Healthcare Workflows.
2015.
11. Womack JP, Jones DT. Lean Thinking: Banish Waste and Create
Wealth in Your Corporation. New York: Simon & Schuster; 1996.
12. Firman F, Utarini A, Koentjoro T, Widodo KH. Implementasi Lean
Six Sigma untuk menurunkan Lead Time pasien Emergensi Maternal di
unit Emergensi maternal RSUD Panembahan Senopati Bantul. 2019.
13. Westwood N, James-Moore M, Cooke M. Going Lean in the NHS.
2007. www.institute.nhs.uk/ServiceTransportation/Lean+Thinking.
14. Ben-Tovim DI. Process Redesign for Health Care Using Lean
Thinking. Boca Raton: CRC Press; 2017.
15. Antony J, Vinodh S, Gijo E V. Lean Six Sigma For Small And
Medium Sized Enterprises a Practical Guide . Boca Raton: CRC
Press/Taylor & Francis Group, LLC; 2016.
http://gallaudet.eblib.com/patron/FullRecord.aspx?p=624633.
16. George MO. The Lean Six Sigma Guide to Doing More with Less.
2010.
17. Skhmot N. The 8 Wastes of Lean. https://theleanway.net/The-8-
Wastes-of-Lean. Published 2017. Accessed February 20, 2019.
18. Bhat S, Jnanesh NA. Enhancing performance of the health
information department of a hospital using lean Six Sigma
methodology. Int J Six Sigma Compet Advant . 2013;8(1):34.
doi:10.1504/IJSSCA.2013.059776
19. Vats T, Sujata M. Lean Six Sigma Frameworks “ An Improvement
in Teaching- Learning Process .” Int J Sci Eng Appl. 2015;4(1):17-23.
20. Voehl F, Harrington HJ, Mignosa C, Charron R. The Lean Six
Sigma Black Belt Handbook. Boca Raton: CRC Press; 2014.
21. Firman F, Koentjoro T, Widodo KH, Utarini A. The Impact of Lean
Six Sigma on Maternal Emergency Lead Time. bali Med J. 2019;8(2):1-
25.
22. Liker JK. The Toyota Way: 14 Management Principles from the
World’s Greatest Manufacturer. New York: McGraw Hill; 2004.

Lean Hospital: Manajemen Rumah Sakit


dengan Orientasi Pasien
by

Redaksi

posted on

Sep 24, 2013

1
Bisnis rumah sakit di Indonesia sedang berkembang dengan pesat. Sebelum
tahun 2005, jumlah rumah sakit di Indonesia tidak lebih dari 1000 rumah
sakit. Saat ini sudah lebih dari 2000 rumah sakit yang berdiri untuk
melayani masyarakat Indonesia.

Ada beberapa hal menarik mengenai bisnis rumah sakit, khususnya di Indonesia. Hal-
hal yang patut menjadi perhatian diantaranya:

Profit

Sebagian besar dari rumah sakit yang berdiri di Indonesia berorientasi profit, akan
tetapi sebuah rumah sakit orientasinya tidak hanya dari sisi profit. Pelayanan kesehatan
kepada masyarakat harus tetap diutamakan. Yang menariknya lagi, sampai saat ini
banyak biaya terbuang karena proses pelayanan yang tidak efisien. Secara nasional, kita
melihat rata – rata 50% dari aktifitas yang dilakukan adalah pemborosan dan tidak
memberikan nilai tambah pada jasa pelayanan kesehatan pasien. Sebagai contoh,
seorang dokter bedah ortopedi di sebuah rumah sakit ternama mengatakan,
dibandingkan dengan rumah sakit di Australia tempat dia pernah bekerja sebelumnya,
untuk jumlah ketersediaan pasien yang sama, dokter tersebut dapat melakukan tiga kali
lebih banyak operasi di Australia dibandingkan dengan di Indonesia. Artinya, efisiensi
ruang bedah di Indonesia hanya sepertiga dari efisiensi di Australia. Hal ini disebabkan
karena turnover time (waktu yang dibutuhkan untuk persiapan) dari operating room di
Australia hanya 30% dari turnover di Australia.

Kompetisi

Dengan adanya globalisasi, kompetisi yang terjadi dalam industri rumah sakit tidak
hanya berskala nasional. Rumah sakit di luar negeri juga secara efektif menjadi
kompetitor dari rumah sakit Indonesia. Ketika di-survey alasan utama lebih memilih
berobat ke luar negeri disbanding dalam negeri, 100% menganggap rumah sakit di luar
negeri lebih nyaman pelayanannya dan lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan
rumah sakit di dalam negeri.

Baca juga  Saat Ini 112 Kawasan Industri Telah Beroperasi di Indonesia

Dari sisi yang lebih objektif, kita bisa melihat jumlah rumah sakit yang bersertifikat JCI
(Joint Commision International – sebuah badan standardisasi rumah sakit
internasional) di Indonesia masih minim: Baru 9 rumah sakit yang mendapat akreditasi
JCI, dibandingkan dengan 22 rumah sakit di Singapura yang jumlah rumah sakitnya
tentu jauh lebih sedikit dibandingkan Indonesia. Jadi, kalau dilihat dari sisi
kemampuan berkompetisi, masih besar peluang dari rumah sakit di Indonesia untuk
menjadi yang terdepan dengan meningkatkan pelayanan dan kepercayaan pasien.
Safety

Pihak manajemen semua rumah sakit pasti mengutamakan keselamatan pasiennya.


Semua kesalahan yang terjadi tentunya bukan kesalahan yang disengaja dan mungkin
sulit untuk dicari jalan keluarnya. Sebuah riset yang dilakukan Institute of Medicine,
sebuah organisasi non profit yang bergerak di bidang kebijaksanaan pelayanan
kesehatan, menyimpulkan bahwa 950 ribu pasien setiap tahunnya mengalami
kesalahan dalam pengobatan baik dalam bentuk infeksi atau kesalahan penanganan.
Biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi masalah yang terjadi karena kesalahan
tersebut mencapai lebih dari 15 triliun rupiah per tahunnya.

Apa itu Lean Hospital?

Lean Hospital Salah satu dari metode yang dapat dilakukan untuk dapat
meningkatkan mentalitas patient first dan mengurangi kesalahan dari
penanganan, pengobatan, dan infeksi adalah melalui adaptasi
prinsip lean di rumah sakit.
Prinsip lean adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi nilai tambah semua aspek operasional rumah sakit dari mata pasien dan
keluarga pasien
2. Berpikir proses: Semua kejadian berasal dari rantai proses tempat kejadian itu berada.
Jadi semua masalah dapat dipahami penyebabnya bila kita melihat rantai proses yang
melewati masalah itu.
3. Proses yang ada harus dibuat streamline: Efisiensi akan terjadi bila rantai proses yang
ada bersifat streamline. Artinya tidak ada terjadi penumpukan pekerjaan atau pasien di satu
atau lebih titik dalam rantai proses yang ada, dan tidak ada aktifitas menunggu di sepanjang
rantai proses pelayanan.
4. Pekerjaan yang ada harus on-demand: Efisiensi juga akan terjadi bila pekerjaan yang
kita lakukan sesuai dengan apa yang dibutuhkan customer (pasien) – tepat ukuran, tepat
waktu, tepat sasaran.
5. Berpikir perbaikan yang berkelanjutan: Untuk mencapai kondisi ideal, kita tidak cukup
hanya melakukan satu kali dua kali aktifitas perbaikan di lingkungan kerja kita. Aktifitas
yang berlangsung harus berkelanjutan selama bisnis masih berlangsung.
Baca juga  7 Tantangan yang Dihadapi Industri Domestik Saat Ini

Bagi rumah sakit, prinsip lean bertujuan tiga hal:

1. Menghilangkan pemborosan, meningkatkan efisiensi dan response time operasional


2. Menemukan dengan cepat masalah yang sedang atau akan terjadi, dan melakukan
perbaikan secara berkelanjutan
3. Menciptakan lingkungan yang konsisten dan stabil.

Tiga hal ini merupakan hal penting dalam proses akreditasi JCI dan bila
dilaksanakan, lean akan mendukung proses akreditasi standard JCI.

Di Amerika, sudah banyak rumah sakit yang mengadaptasi prinsip lean ini dengan hasil
yang sangat baik. Sebagai contoh, di rumah sakit Virginia Mason Medical Center, lean 
berhasil membantu menurunkan jumlah kasus infeksi pneumonia yang disebabkan oleh
alat ventilator yang dipakai pasien (Gambar 1) dengan mengidentifikasi dan
menghilangkan potensi – potensi sumber infeksi di sepanjang proses pengadaan dan
pemakaian ventilator tersebut dengan alat risk identification dan error proofing. Di
University of Colorado Hospital, lean berhasil digunakan untuk meningkatkan
persentase bed yang tersedia dalam waktu kurang dari 60 menit dari 22% menjadi 44%
dengan streamlining dari proses identifikasi vacant bed, sterilisasi, dan persiapan
peralatan. Waktu discharge pun bisa dikurangi secara rata-rata 1 jam dari sebelumnya.

Kaizen Event di Rumah Sakit

Ujung tombak dari implementasi prinsip lean adalah Kaizen Event. Kaizen Event adalah
aktifitas grup yang terfokus selama 5 hari penuh, yang dilakukan di satu rantai proses /
area kerja.

Setiap Kaizen Event memiliki goal yang jelas, yang merupakan goal yang ingin dicapai
di akhir hari ke-5 event tersebut. Typical goal dari sebuah Kaizen Event adalah sebagai
berikut:
 Safety: zero accident, zero infection for patients, zero error for dispensing medications
 Quality: high patient satisfaction
 Time: lead time improvement
 Cost: productivity improvement, utilization improvement
 Morale: improve employee satisfaction
 Environment: less waste materials

Baca juga  Rahasia Bisnis Pabrik Schneider Engineer-to-Order Terbesar di Asia

Manfaat dari Kaizen Event adalah event ini merupakan experience learning yang


langsung memberikan contoh kepada para praktisi tentang lean. Akibatnya, perubahan
yang terjadi akan lebih bersifat jangka panjang, dan pola pikir patient first akan
terbentuk di seluruh lini manajemen rumah sakit itu. Pada akhirnya, kita akan dapat
meningkatkan daya kompetisi dari rumah sakit di Indonesia dengan memberikan
pelayanan dan kepercayaan yang bertaraf internasional sambil tetap mendapatkan
profit yang baik.***

Kaizen Event dalam Manajemen Lean


by
Redaksi
posted on
Apr 8, 2016
0
Konsistensi. Satu kata yang menjadi fitur yang sangat baik dan juga sangat penting
dalam lingkungan bisnis. Namun, turut menjadi hal yang penting untuk dicatat bahwa
konsistensi yang seharusnya tidak diperuntukkan sebagai metrik eksklusif, karena akan
selalu bertentangan dengan metode yang serupa hampir secara keseluruhan. Itulah
mengapa, terkadang sesekali memiliki perubahan dalam teknik juga menjadi sesuatu
yang wajar.

Dengan kata lain, untuk memecah konsistensi demi perbaikan. Yang jelas, perbaikan
tersebut harus lebih baik dibandingkan dengan yang telah diimplementasikan
sebelumnya.
[cpm_adm id=”10763″ show_desc=”no” size=”medium” align=”left”]

Kaizen Event

Kaizen Event adalah salah satu cara yang paling ideal untuk membawa perubahan
positif dalam lingkungan apapun. Kaizen Event sebenarnya berasal dari Jepang, yang
digunakan pertama kali untuk melaksanakan pengembangan. Secara umum, kata
Kaizen dibagi menjadi dua elemen yang masing-masing berarti:

 Kai untuk perubahan yang menuju ke arah yang positif


 Zen untuk sesuatu yang baik atau bahkan lebih baik

Pastinya, kombinasi diantara keduanya akan menghasilkan kata ‘baik atau perubahan
yang lebih baik’. Singkatnya, Jepang mencoba untuk membuat strategi baru yang akan
mengarah pada kebaikan – baik, lebih baik, dan yang terbaik. Kaizen Event dianggap
sebagai cara yang cepat dan tepat untuk membawa perubahan, baik di lingkungan kerja
ataupun di lingkungan yang lain. Kaizen Event dikenal juga dengan sebutan ‘Kaizen
Blitz’. Konsep ini selama bertahun-tahun telah digunakan sebagai sumber fasilitas
kekuatan yang cepat dan perubahan yang efektif dalam organisasi.

[cpm_adm id=”10097″ show_desc=”no” size=”medium” align=”right”]

Kaizen Event dianggap atau Kaizen Blitz mempunyai peranan yang sangat penting dari
manajemen lean dan menjadi satu cara yang terbaik untuk mewujudkan perbaikan
secara terus menerus. Konsep ini dapat diterapkan di seluruh organisasi atau
disuntikkan dalam proses kerja dari divisi-divisi yang mengalami penurunan
produktivitas. Tentunya, pelaksanaan konsep ini haruslah menggunakan tim, dimana
terdapat pemimpin yang bertugas untuk mengawasi setiap peristiwa dan ativitas yang
dilakukan.

Baca juga  Lima Mindset untuk Membangun Sikap Profesional


Bagaimanapun juga, proses Kaizen benar-benar harus melibatkan semua orang di
lingkungan kerja, hingga ke bagian yang benar-benar jauh untuk turut merasakan
pengaruhnya. Oleh karena itulah, dalam keadaan normal, manajemen harus
memastikan bahwa setiap anggota tim terlibat dan berkontribusi dalam proses tersebut.
Kebersamaan dan persatuan semacam ini – antara manajemen dan para karyawan –
akan memungkinkan perusahaan ataupun organisasi memperoleh hasil yang lebih baik
daripada sebelumnya – hasil yang tentunya akan membantu mereka mewujudkan
perubahan dan peningkatan serta perbaikan secara terus menerus dan konsisten.

Itulah kaidah Kaizen Event yang sesungguhnya

Anda mungkin juga menyukai