2018
Elisabeth, Febrina
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1315
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PENINGKATAN KUALITAS DALAM PELAYANAN
KEGAWATDARURATAN MELALUI PENDEKATAN LEAN HOSPITAL
DI RSU SARI MUTIARA LUBUK PAKAM TAHUN 2017
TESIS
Oleh
FEBRINA ELISABETH
157032153
TESIS
Oleh
FEBRINA ELISABETH
157032153
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya
juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Febrina Elisabeth
157032153
Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu penentu kualitas dalam rumah sakit.
Rumah sakit dikatakan efisien jika ia mampu menggunakan seluruh sumber daya
yang ada untuk menghasilkan sesuatu tanpa menyisakan hal-hal yang tidak
diinginkan atau sia-sia Peranan rumah sakit untuk mempercepa tpenyembuhan dan
pemulihan penderita sebagaimana yang diharapkan, belum terselenggara secara
optimal, seperti yang terjadi di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSU Sari Mutiara
Lubuk Pakam. Lean merupakan sebuah system manajemen yang sepenuhnya
berfokus pada efisiensi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen
pelayananan gawa tdarurat yang ideal yang sesuai dengan prinsip lean hospital
dengan menggunakan metode-metode lean yang didukung dengan tools lean lainnya.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan action research. Informan
dipilih secara non probability dengan teknik purposive sampling. Kemudian data
diolah dengan metode analisis lean. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio
aktivitas value added dengan non value added adalah kurang dari 30% dimana
bentuk waste yang ditemukan dipengaruhi oleh man, methode, machine dan
environmental..Usulan perbaikan melalui pendekatan lean membuktikan adanya
quality improvement di antaranya penurunan waktu tunggu pasien, perawat tidak
melaukan kesalahan dalam pemgambilan alat medis dan dan dokter selalu tersedia di
IGD. Disarankan kepada direksi dan manajemen RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam
untuk komitmen dalam mengimplementasikan lean serta membentuk tim khusus
monitoring dan evaluasi program agar konsisten untuk memperbaiki pelayanannya.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Peningkatan
Kualitas Dalam Pelayanan Kegawatdaruratan Melalui Pendekatan Lean
Hospital Di RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam Tahun 2017”. Penulisan tesis ini
tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Ir. Etti Sudaryati, MKM, Ph.D, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Destanul Aulia, SKM, MBA, M.Ec., PhD, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
membimbing serta memotivasi penulis dalam penyempurnaan tesis ini. Beliau
tidak hanya berperan sebagai pembimbing, namun sekaligus sebagai orang tua.
5. Dr. Juanita, SE, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing
penulis dalam penyempurnaan tesis ini.
6. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. , selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan
saran serta dukungan moril dalam penyempurnaan tesis ini.
7. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes. , selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan
saran serta nasihat dalam penyempurnaan tesis ini.
8. Dr. Wendy Okta Pratama Simamora, selaku Direktur RSU Sari Mutiara Lubuk
Pakam yang telah memberikan izin melakukan survey pendahuluan, penelitian,
dan memberikan informasi terkait dalam penyelesaian tesis ini.
9. Hottua Sihotang, SH selaku Kepala Manajemen SDM RSU Sari Mutiara Lubuk
Pakam yang telah memberikan izin melakukan survey pendahuluan, penelitian,
dan memberikan informasi terkait dalam penyelesaian tesis ini.
iii
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang begitu besar dan tak
terhingga kepada:
1. Ayahanda M. Hutasoit (Alm.) dan Ibunda Rosmawati yang telah membesarkan
dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang, dukungan, semangat, fasilitas,
serta doa yang selalu diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan.
2. Saudara kandung penulis, atas kasih sayang, dukungan, serta doa yang diberikan
selama ini.
3. Teman teristimewa, Defry Lesmana, yang selalu ada bagi penulis melewati suka
dan duka dari awal hingga akhir penulisan tesis.
4. Keponakanku, Abigail, yang selalu menemani saya dalam mengedit dan mengetik
tesis.
5. Sahabat terbaik selama masa penyelesaian tesis yaitu Nur Hidayah Nasution dan
Rainal Sunny yang selalu memberikan motivasi dan nasihat untuk penulis terus
maju dan semangat sampai akhir.
6. Seluruh teman-teman jurusan Administrasi Rumah Sakit angkatan 2015 yang
meski sudah jarang bertemu namun masih memberikan dukungan dan semangat
lewat sosial media.
7. Keluarga besar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat angkatan 2015
untuk kesempurnaan dalam suka duka selama perkuliahan.
8. Segenap panitia 2nd PHICo 2017 yang sangat baik khususnya Bu Evi Naria, Bu
Indra Chahaya, Kak Fadillah, Bang Imron, Lestari, Rio dan Vera.
9. Semua pihak yang telah membantu, baik bantuan dukungan, saran, doa,
kerjasama dan masukan-masukan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
iv
Febrina Elisabeth
157032153
Lubuk Pakam. Berasal dari Kabupaten Deli Serdang dan bertempat tinggal di Lubuk
Pakam penulis merupakan anak dari pasangan M. Hutasoit (Alm.) dan Rosmawati.
Lubuk Pakam (1996-2002), SMP Negeri 1 Lubuk Pakam (2002-2005), SMA Negeri
Masyarakat Universitas Sumatera Utara tahun 2015 dan akan menyelesaikan studi
tahun 2018.
vi
Halaman
ABSTRAK ...............................................................................................................i
ABSTRACT ............................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
vii
viii
BAB 5: PEMBAHASAN...................................................................................118
5.1 Situasi Instalasi Gawat Darurat RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam ..118
5.2 Permasalahan di Instalasi Gawat Darurat ........................................120
5.2.1 Value Stream Map IGD ..........................................................120
5.2.2 Waste yang terjadi selama proses pelayanan gawat darurat ..123
5.2.3 Value Assessment Pasien ........................................................127
5.3 Action Planning dan Action Taking berdasarkan Prinsip Lean
Hospital............................................................................................128
5.4 Peningkatan Kualitas (Action Evaluation)........................................133
LAMPIRAN
ix
No Judul Halaman
No Judul Halaman
xi
No Judul Halaman
xii
RS = Rumah Sakit
xii
VM = Visual Management
xiii
PENDAHULUAN
Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu penentu kualitas dalam rumah
sakit. Rumah sakit dikatakan efisien jika ia mampu menggunakan seluruh sumber
daya yang ada untuk menghasilkan sesuatu tanpa menyisakan hal-hal yang tidak
Lean menyatakan minimalisasi waste, yang biasa disebut dengan pemborosan, dalam
pelayanan kesehatan bergantung pada output dan flow. Poin-poin dalam output ialah
proses yang salah, over production, delay dan luasnya rentang variasi permintaan,
sedangkan yang termasuk dalam flow ialah waktu tunggu, duplikasi dalam proses,
pekerjaan yang diulang, work interuption dan pekerjaan yang tidak sesuai dengan
standar.
efisiensi. Lean adalah sebuah filsafat pertumbuhan jangka panjang lewat upaya
penghapusan waste secara total (Boos dan Frank, 2000). Lean diwacanakan pertama
kali pada indusri otomotif oleh sistem manajemen Toyota pada tahun 1890-an
(Emiliani, 2006). Semenjak itu, lean menarik minat berbagai bidang industri di dunia
dan diterapkan banyak aspek selain manufaktur seperti pada manajemen SDM
(Edwards, 2004).
Moraros (2016) menyatakan rasio antara value added (nilai tambah) terhadap
Serikat sekitar 30%, sedangkan perusahaan terbaik Indonesia masih 10%. Suatu
perusahaan dianggap lean apabila rasio nilai tambah terhadap waste minimum telah
mencapai 30% (Graban, 2016). Jika suatu perusahaan memiliki rasio antara nilai
tambah dengan waste belum mencapai 30%, maka perusahaan tersebut disebut
Lean yang diterapkan di keseluruhan perusahaan disebut lean enterprise, lean pada
Virginia Mason Medical Center berhasil menurunkan tingkat inventori hingga 53%
dalam kurun waktu dua tahun. Graban (2010) melakukan survei terhadap lima puluh
rumah sakit di Amerika mengenai penerapan lean. Dari 50 rumah sakit di Amerika
memerlukan lean adalah sebagai berikut: 56% karena biaya kualitas karena rework,
50% kepuasan pelanggan, 50% kurang tenaga kerja, 44% tekanan biaya, 42%
kepuasan karyawan, 38% biaya tenaga kerja, 38% keselamatan pasien, 30%
kebutuhan untuk tumbuh dan 20% karena waktu tunggu di departemen emergency.
Sebagai contoh lain, Blue Cross Blue Shield, salah satu pelayanan kesehatan
di Amerika Serikat telah mampu menghemat kurang lebih $3,7 juta pada tahun 2002
dan sekitar $2 juta pada tahun 2003 melalui prinsip-prinsip lean. Sebenarnya banyak
filosofi yang dapat diterapkan selain lean. Mulai dari yang paling konvensional yaitu
dan akreditasi (Stralser, 2004), sampai pada teori-teori seperti Continuous Quality
Scorecard (Friyanto, 2012), GE-Work Out (White dan Griffith, 2010), Servant
Griffith, 2010), Hospital Production System (White dan Griffith, 2010) dan Six Sigma
(Stralser, 2004).
pendekatan yang lebih unggul dari pendekatan lainnya dalam semua konteks, karena
Griffith, 2010). Sistem Batch-and-Queue membawa pada waktu mulai yang panjang,
mutu rendah, biaya tinggi, produktivitas rendah, ketidakpuasan pelanggan dan konflik
mendorong tim dan individu, namun membatasi belajar organisasi dan perbaikan
sistem secara keseluruhan (Stralser, 2004). Sistem standarisasi tidak peka terhadap
infrastruktur SDM yang tangguh baik secara individual dan organisasional, secara
penting untuk memberikan pelayanan pasien yang bermutu tinggi (West, 2001).
Dalam konteks ini, Farrell (2007) memandang bahwa lean merupakan pendekatan
formal terbaik. Sementara itu, Young dan McClean (2009) memberikan bukti, nilai
dan metrik penerapan lean dalam pelayanan kesehatan dan menyatakan kalau tidak
ada alasan jika lean tidak menjadi elemen penting dalam pelayanan kesehatan.
Lean telah pula diadopsi dalam praktik pelayanan kesehatan (Graban, 2010).
seefisien mungkin dan sumber daya dalam bidang pelayaan kesehatan memang
sangat berharga dan perlu dioptimalkan agar memberikan pelayanan paling maksimal
baik dari segi jumlah masyarakat yang dilayani maupun kualitas pelayanan yang
diberikan (Grunden dan Hagood, 2013). Doss dan Orr (2007) menyimpulkan kalau
lean memberikan manfaat praktis bagi organisasi pelayanan kesehatan dalam bentuk
perubahan aliran nilai pelayanan, memberikan pelayanan penuh kasih sayang pada
pasien, memperbaiki sistem kerja dokter dan perawat dan memberikan manfaat
sakit. Studi Viet et al (2010) menemukan bahwa lean menurunkan rawat jalan
berulang sebesar 23% dan meningkatkan akses pasien sebesar 42% pada The Catarac
Clinic – The Rotterdam Eye Hospital. Sementara itu, hari perawatan di St. Joseph’s
Hospital meningkat dari 1,836 hari menjadi 2,017 hari rawat (Timothy, 2010). Begitu
pula, studi McCulloch et al (2010) menemukan kalau jumlah pasien yang dirujuk
menurun 7% dari 27% menjadi 20% dan jumlah pasien meningkat dari 969 menjadi
pelayanan diberikan oleh studi Taninecz (2004) yang melaporkan waktu respon dan
Grace Hospital Windsor – Ontario, Kanada. Crew (2010) melaporkan tiga percobaan
lean terhadap waktu respon dan waktu layanan gawat daruratdi Children’s
Emergency Department: (1) selama 4 jam hasilnya dari 120 menit menjadi 30 menit;
(2) selama 8 jam hasilnya dari 103 menit menjadi 54 menit; dan (3) selama 10 jam
hasilnya dari 94 menit menjadi 49 menit. Studi Melanson et al (2009) di Brigham and
waktu tunggu pemeriksaan laboratorium dari 21 menit s.d. 13 menit menjadi 11 menit
s.d. 5 menit.
Medical Center (UMMC). Hobson (2007) melaporkan bahwa budaya kerja pegawai
di Salisbury District General Hospital menjadi lebih baik dan tidak mengalami stress
dari beban kerja. Gambaran di atas menunjukkan pengaruh positif implementasi lean
pada efisiensi rumah sakit. Walau demikian, bagaimana lean dapat memberikan
manfaat pada pelayanan rumah sakit di Indonesia masih belum sepenuhnya dipahami.
sedangkan pada pelayanan kesehatan masih sangat sedikit. Padahal, pada prinsipnya,
metode lean dapat dipakai di semua jenis organisasi. Rumah sakit yang telah berhasil
menerapkan konsep lean healthcare di Indonesia adalah Rumah Sakit Ibu dan Anak
(RSIA) Kemang Medical Care. Sejak diimplementasikannya lean pada tahun 2013,
ada banyak perubahan positif yang dirasakan di rumah sakit tersebut baik oleh
pekerjaan sesuai uraian tugas dan selesai tepat waktu (produktivitas 100%), angka
kecacatan di rekam medik turun 75%, berkas kembali on-time dari poliklinik
meningkat 37% (kejadian berkas sementara sudah tidak terjadi lagi), indeks kepuasan
meningkat 11% dari 76% menjadi 87%, ruang tunggu dan kamar kecil menjadi lebih
luas yang diharapkan dapat mewujudkan kesehatan masyarakat. Akan tetapi, di dalam
rumah sakit untuk mempercepat penyembuhan dan pemulihan penderita pada pasien
dilayani dengan cepat dan profesional. Pelayanan IGD merupakan salah satu
lainnya, yaitu unit penunjang klinik, rawat inap dan laboratorium. Adapun tugas IGD
pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang datang dengan gawat darurat
terjalin kerjasama yang harmonis dengan unit-unit lain dalam rumah sakit. Instalasi
gawat darurat kerap kali mengalami masalah seperti padatnya kunjungan pasien yang
tidak setara dengan jumlah tenaga medis yang bekerja, delays, cost containment dan
patient safety.
Beragamnya jenis pasien yang ada di instalasi gawat darurat tentunya kondisi
pasien juga beragam, dimana sebagian pasien merupakan status Death On Arrive
(DOA), yaitu pasien yang masuk ke rumah sakit dalam keadaan meninggal. Namun
sebagian besar pasien yang ditangani di IGD merupakan pasien kritis yang harus
diselamatkan sesuai konsep respons time (waktu tanggap) paling lama 5 menit dan
waktu definitif ≤ 2 jam (Kepmenkes No. 129 Tahun 2008). Berdasarkan survei
IGD RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam adalah lebih dari 5 menit yaitu rata-rata 10-15
menit dimana hal ini tidak sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM) IGD
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Selain itu, dari hasil wawancara dengan
Pimpinan HRD (Human Resources Department), sejak RSU Sari Mutiara Lubuk
Pakam berdiri di tahun 1996, rumah sakit tersebut masih belum terakreditasi. Hal ini
jauh di bawah target karena harapannya RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam dapat
Beberapa masalah dalam proses layanan di IGD RSU Sari Mutiara Lubuk
giliran periksa (apabila pasien ramai) selama 10-20 menit disebabkan jumlah tempat
tidur di IGD hanya 2 bed dengan jumlah perawat hanya 2 orang; 2) kemudian saat di
IGD, pasien harus menunggu dokter jaga selama 20-30 menit disebabkan dokter tidak
disiplin (terlambat); 4) lalu dokter akan melakukan pemeriksaan triase selama 10-15
menit sebelum kemudian dilakukan tindakan kepada pasien; 5) tidak adanya SPO
IGD yang jelas yang ditetapkan oleh baik manajemen maupun direksi rumah sakit.
Instalasi Gawat Darurat,diketahui bahwa jumlah pasien yang ditangani di IGD rata-
rata 20-40 per hari sementara jumlah perawat yang bertugas tetap (stand by)
No. 856 Tahun 2009, jumlah perawat untuk RS Tipe C seharusnya 6 orang), sehingga
untuk menangani pasien setiap harinya merupakan beban yang cukup berat,
karena perawat di IGD juga melaksanakan kegiatan lain di luar tugas pokok
dan fungsinya sebagai perawat IGD. Data laporan tahunan 2012, 2013, 2014, 2015
dan 2016 di RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam diperoleh angka kematian pasien yaitu
27 orang, 62 orang, 55 orang, 69 orang dan 66 orang pada tahun 2016 sampai bulan
Tujuan lean thinking dalam pelayanan kesehatan adalah untuk fokus secara
secara efisien, aman dan dengan kualitas tertinggi dengan mengubah waste menjadi
sesuatu yang bernilai dari perspektif pasien (Baril et al, 2015). RSU Sari Mutiara
Lubuk Pakam dengan padat teknologi, padat karya dan padat modal yang dapat
memicu berbagai potensi permasalahan, dirasa perlu untuk menerapkan lean hospital
Pada penelitian ini, penulis akan mengkaji mengenai sistem, efisiensi dan
kinerja IGD sebagai pemecahan masalah serta menjadi solusi bagi perbaikan sistem
pelayanan kegawatdaruratan Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Lubuk Pakam untuk
mengurangi beban kerja dengan menurunkan kegiatan yang termasuk waste dan tidak
mendatangkan value.
Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Lubuk Pakam saat ini memiliki IGD yang
tersedia 24 jam. Rumah sakit ini berupaya untuk meningkatkan kredibilitas dan
kepuasan pasiennya, akan tetapi, masalah masih sering terjadi yang menghambat
tercapainya standar pelayanan yang cepat dan tepat. Belum adanya Standar Prosedur
Operasional (SPO) yang jelas dan manajemen yang optimal mengakibatkan waste
(pemborosan) yang merugikan baik rumah sakit maupun pasien. Beberapa keluhan
pasien terhadap proses pelayanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
Umum (RSU) Sari Mutiara Lubuk Pakam, diantaranya adalah: dokter yang tidak
datang tepat waktu, ruang tunggu yang kurang nyaman, serta penanganan yang tidak
cepat oleh tim medis. Untuk itu, melalui pendekatan lean thinking, akan ditemukan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis kondisi Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Sari Mutiara
Lubuk Pakam dengan Value Stream Map (aktivitas value added dan aktivitas
penelitian itu sendiri, mengenai manajemen rumah sakit serta segala sesuatu tentang
lean yang merupakan ilmu baru bagi penulis. Selama proses penelitian ini pula, maka
Hasil penelitian ini memberikan manfaat bagi Rumah Sakit Umum Sari
Mutiara Lubuk Pakam dimana usulan perbaikan dengan konsep lean hospital dapat
mengenai lean hospital dan manajemen gawat darurat yang bersifat aplikatif.
TINJAUAN PUSTAKA
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu unit di rumah sakit yang
memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat dan merupakan bagian dari
Instalasi Gawat Darurat harus dapat: 1) mencegah kematian dan cacat penderita
gawat darurat hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat
bencana pada masyarakat. Salah satu kegiatan di rumah sakit yang berkaitan dengan
Atas sifat khusus yang dimiliki, pelayanan gawat darurat tersebut umumnya
dilaksanakan dalam satuan organisasi khusus yang disebut Instalasi Gawat Darurat,
dan merupakan unit pelaksana teknis fungsional rumah sakit dibawah direktur yang
menunjang kegiatan pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang sifatnya segera
untuk kasus-kasus yang gawat atau darurat.Peranan Instalasi Gawat Darurat sangat
khusus kepada penderita gawat darurat selama 24 jam setiap harinya (Graban, 2010).
12
darurat dapat berhasil makan perlu sistem Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
(PPGD) dengan tujuan tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah
dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada dalam keadaan gawat
darurat melalui proses yang sudah ditetapkan oleh Kepmenkes No. 856 Tahun 2009,
yakni:
sehingga mampu mencegah kematian dan cacat yang mungkin terjadi. Cakupan
penderita gawat darurat di tempat rujukan (Instalasi Gawat Darurat dan Intensive
maka standar Instalasi Gawat Daruratyang harus dipenuhi oleh suatu rumah sakit
masyarakat sekitarnya
11. Rumah sakit yang memberi pelayanan terbatas pada pasien gawat darurat
14. Susunan ruangan dan arsitektur harus dapat menjamin efisiensi pelayanan
kegawatan.
15. Harus ada pelayanan radiologi yang diorganisasi dengan baik serta
16. Alat dan instrumen harus berkualitas baik dan selalu tersedia untuk
adapun prosedur Instalasi Gawat Darurat yang harus dipatuhi di suatu rumah sakit
antara lain:
3. Instalasi Gawat Darurat (IGD) menerima status pasien dari rekam medis
7. Pasien tanpa pengantar dan dalam kondisi tidak sadar, dokter atau
2.2 Kualitas
2.2.1 Konsep Dasar Manajemen Kualitas
Kecacatan dalam sebuah pelayanan rumah sakit menjadi hal yang cukup
mengkhawatirkan meskipun telah ada berbagai kajian dan kebijakan yang dilakukan.
produk yang dihasilkan dari sebuah pelayanan rumah sakit.Dahulu, ukuran kualitas
ditentukan oleh seorang dokter dan perawat dengan mengacu kepada keahlian
mereka, namun saat ini kualitas pelayanan rumah sakit ditentukan oleh manajemen
dan kemampuan kerja sama tim baik medis dan paramedis serta pengawasan terhadap
rumah sakit berusaha untuk memberikan performa terbaiknya. Persaingan ini tentu
banyak rumah sakit menemukan kondisi dimana tidak dapat lagi bersaing atau
memenuhi tuntutan tersebut. Oleh sebab itu, rumah sakit perlu menjaga dan
dapat diartikan sebagai kesesuaian dengan standar atau persyaratan yang telah
ditetapkan untuk dicapai. Dengan demikian mutu adalah suatu produk atau jasa sesuai
dengan keinginan atau harapan pelanggan. Juran (1992) mendefinisikan mutu sebagai
suatu keunggulan suatu produk yang memenuhi kebutuhan konsumen dan bebas dari
disetujui dari pelanggan, dan suatu produk atau jasa yang bebas dari kekurangan.
Dalam kamus besar Oxford English Dictionary sendiri, kualitas dapat diartikan
individu dapat terlibat, seimbang dan terintegrasi dalam sebuah proyek dan
lingkungan sekitar.
tiga tahapan yang terkait yakni variation (process), customer focus (requirements),
2.2.3 Plan-Do-Check-Action
sampai memenuhi kepuasan pelanggan dimulai dari tahapan input, proses dan output.
Pada tahapan proses sendiri terus dilakukan sebuah tindakan yang berkelanjutan:
produk; maka dilakukan check untuk membantu proses pengukuran, analisa dan
2.3 Lean
seperangkap peralatan (tools set), sistem manajemen dan metodologi yang dapat
Menurut Gasperz (2010) definisi lean adalah suatu pendekatan sistemik dan
sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar
(waste).Dalam buku Lean Hospital edisi ke-3 karya Graban (2016) terdapat lima
1. Menetapkan nilai dari sudut pandang pelanggan akhir (dalam hal ini
adalah pasien)
Konsep lean awalnya dikembangkan oleh Taichi Onho pada tahun 1950-an
dari Toyota. Selanjutnya, pendekatan ini disebut dengan Toyota Production System
yang menjadi awal pemikiran lean dan pada saat ini dikembangkan berdasar prinsip
dalam jumlah kecil, dengan lead time yang singkat untuk memenuhi keinginan
pelanggan spesifik.
Just In Time menyediakan barang yang tepat, pada waktu yang tepat, dan
dalam jumlah yang tepat (Liker, 2008). Salah satu dari pedoman ini ialah tidak
cacat atau harus zero defect, tidak boleh ada barang di gudang atau zero inventory dan
yang mereka sebut dengan Toyota Production System (TPS) atau Toyota Way yang di
mendatangkan kerugian atau tidak mendatangkan value sama sekali, sehingga tercipta
pemasok dan untuk mempertahankan bentuk organisasi yang selalu belajar atau
Prinsip 7. Gunakan alat kendali visual sehingga tidak ada masalah yang
tersembunyi.
Grow Them)
Prinsip 10. Hormati, kembangkan, dan tantang orang-orang dan tim anda
Prinsip 11. Hormati jaringan mitra dan para pemasok dengan memberi
organisasi pembelajaran
Prinsip 13. Lihat dengan mata kepala sendiri agar lebih memahami situasi
dengan cepat.
terus-menerus) dalam jangka panjang. Hal ini juga dapat diterapkan di rumah sakit
Gasperz (2007) dalam bukunya yang berjudul Lean Six Sigma, menyatakan
bahwa terdapat lima prinsip dasar lean, yang dijelaskan sebagai berikut:
kualitas, harga dan waktu yang tepat. Nilai atau value hanya dapat ditentukan oleh
ultimate customer. Hal ini mempunyai maksud bahwa konsumen adalah pihak yang
paling mengetahui nilai dari suatu produk, sehingga cara yang paling tepat untuk
memiliki pandangan yang berbeda. Dari kaca mata produsen, nilai dari suatu produk
atau jasa ialah efisiensi bahan baku, waktu, tenaga, cost dan lain sebagainya. Akan
tetapi, dilihat dari kaca mata konsumen nilai suatu produk atau jasa ialah apabila
ialah melihat value produk dari kacamata konsumen yang kemudian disesuaikan
sehingga diharapkan tercipta produk atau jasa yang tepat dengan kebutuhan
dari disain, permintaan dan menyediakan suatu produk mulai dari konsep sampai
dengan produk selesai, dari mulai permintaan sampai diterima oleh konsumen.Selama
proses value stream ini ada tiga jenis aktivitas yang teridentifikasi, yaitu:
b. Non-value add, tahap yang tidak menghasilkan nilai namun tidak dapat
dihindari dengan teknologi dan sumber daya yang ada (muda tipe 1 atau
type 1 waste)
c. Non-value add, tahap yang tidak menghasilkan nilai dan bisa dihindari
value stream yang dimulai proses disain sampai produksi diterima konsumen tanpa
ada hambatan, kesalahan dan pengulangan. Dengan menggunakan value stream, akan
terlihat pemborosan yang terdapat di berbagai tahap produksi barang dan jasa. Proses
yang mengalir disini sebagai inti dari organisasi lean, yaitu mempersingkat waktu
yang diperlukan mulai dari awal produksi hingga menjadi suatu produk,
memunculkan kualitas terbaik, biaya rendah dan waktu pengiriman singkat dan tepat
waktu.
penting. Masalah yang muncul di permukaan akan terlihat dengan jelas dan segera
permukaan ialah dengan mengorganisasikan material, proses dan sumber daya yang
Melalui aliran kontinyu, setiap ada masalah yang muncul, maka proses akan
dihentikan dan dicari solusi terhadap permasalahan tersebut. Sebagai contoh, Toyota
Apabila hal tersebut terjadi, maka proses akan terhenti dan memaksa para pekerjanya
untuk menyumbangkan ide, gagasan atau apapun bentuknya untuk menemukan solusi
melakukan perencanaan dan penjadwalan produksi. Pertama ialah product push yang
yang ada. Kedua ialah market pull, yang berarti suatu produk dibuat berdasarkan
Sistem tarik sendiri memiliki konsep yang sejalan dengan market pull, yang
memiliki makna nilai tambah dalam proses pelayanan harus dilihat dari sudut
konsumen tidak memberi nilai tambah bagi kepuasan konsumen, maka sebaiknya
Proses perbaikan bukanlah suatu momen yang hanya sekali saja dilakukan
dari siklus pertama menjadi inisial tindakan bagi proses siklus kedua.Dengan begitu
perbaikan akan berproses secara terus-menerus dan dapat ditemukan cara-cara terbaik
Hal paling sederhana dan paling elegan mengenai lean,yang berasal dari
budaya Toyota menurut Graban (2016) dalam buku Lean Hospitaledisi ketiga, terdiri
berikut:
d. Pergerakan yang tidak perlu, contohnya letak apotek dan kasir yang
jauh
2. Respect of people
pemborosan, memotivasi pegawai agar lebih peduli terhadap pasien dan lingkungan
rumah sakit tanpa mereka merasa jenuh dan terpaksa, membangun kerja sama antara
pegawai pelaksana dan manajemen, sehingga tidak ada anggapan bahwa manajemen
waste dan respect of people adalah respect kepada pasien, karyawan, dokter,
tindakan yang diambil harus dapat diterima oleh semua yang terlibat.
Berikut adaah lima prinsip lean yang dapat diadaptasi dalam sistem
Suatu kegiatan dapat dikatakan value added atau non-value added dilihat dari
Contoh kegiatan yang value added misalnya: dokter bedah melakukan operasi kepada
diagnosa. Sedangkan kegiatan non-value added dalam dua kegiatan tersebut adalah
langkah yang tidak perlu, spesimen pasien menunggu untuk dipindah sebagai satu
batch.
Pemborosan atau waste, dalam bahasa Jepang disebut muda, yaitu segala
proses yang tidak terlalu dibutuhkan seperti menerima telepon saat bekerja,
pemindahan orang atau bahan yang tidak perlu dari satu tempat ke tempat lain,
terlambatnya tindakan dari dokter atau tim medis di rumah sakit dan seluruh barang
atau jasa yang tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen.
Terdapat dua kategori pemborosan yang dibedakan menjadi type one and tyoe
Terdapat dua kategori pemborosan atau waste atau “muda” dalam bahasa
Jepang, yang utama, yaitu pemborosan yang disebut dengan type one waste dan type
two waste.
Type one waste merupakan aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai
tambah dalam proses transformasi input menjadi output yang pada saat ini belum bisa
dihilangkan karena berbagai alasan atau kita masih membutuhkan. Tipe waste ini
kegiatan-kegiatan tersebut tidak mendatangkan value added, namun pada saat ini
masih dibutuhkan untuk sebuah tujuan yang bersifat korektif. Dalam jangka panjang
Type two waste adalah aktivitas yang tidak menciptakan nilai tambah dan
menghasilkan produk cacat atau defect, pengerjaan berulang atau rework, atau dapat
pula kegiatan tersebut sering terjadi kesalahan atau error yang dapat dihilangkan
dengan segera. Suatu perusahaan dianggap lean apabila rasio waste dengan total
minimun telah mencapai 30%, jika belum mencapai 30% maka perusahaan tersebut
tradisional. Berikut konsep mengenai value added activity, non value added activity
(type one waste) dan waste (type two waste) pada gambar 2.2.
Value added
activity
Gambar 2.2 Konsep Rasio Antara Value Added Dengan Waste Pada Un-Lean
Enterprise
Dari gambar tersebut di atas, terlihat bahwa unlean enterprise memiliki value
to waste ratio masih berada di bawah 30%. Oleh karena itu, lean bertujuan
menerus rasio the value to waste, yang merupakan rasio antara nilai tambah (real
value to customer) terhadap waste (type one waste ditambah dengan type two waste).
kemudian dikenal dengan “Seven plus One”, berikut berbagai macam waste yang
3 Transportation/Transportasi yang
Berlebihan: Tata letak yang jelek (poor layout), ketiadaan
Memindahkan material atau orang dalam koordinasi dalam proses, poor housekeeping,
jarak yang sangat jauh dari satu proses ke organisasi tempat kerja yang jelek (poor
proses berikut yang dapat mengakibatkan workplace organization), lokasi penyimpanan
waktu penanganan material bertambah. material yang banyak dan saling berjauhan
5 Inventories/Persediaan Berlebih:
Pada dasarnya inventories Peralatan yang tidak andal (unreliable
menyembunyikan masalah dan equipment), aliran kerja yang tidak seimbang
menimbulkan aktivitas penanganan (unbalanced flow), pemasok yang tidak
tambahan yang seharusnya tidak kapabel (incapable suppliers), peramalan
diperlukan. Inventories juga kebutuhan yang tidak akurat (inaccurate
mengakibatkan extra paperwork, extra forecasting), ukuran batch yang besar (large
space dan extra cost. bath size), long changeover times.
8 Defective Design:
Disain yang tidak memenuhi kebutuhan Kreativitas karyawan yang tidak
pelanggan, menambah features yang tidak dimanfaatkan, over design.
perlu.
Sumber: Lean Six Sigma for Manufacture and Service Industries, Gasperz, 2007
Gasperz (2007) mendeskripsikan waste yang lebih spesifik pada bisnis service
2. Transport of document seperti rekam medis pasien yang hilang atau belum
4. Waiting for the next process stepyaitu kegiatan mengantri atau menunggu
dokter.
mengukur tekanan darah akibat tidak fokus atau salah baca tensimeter.
rekam medis.
Penjadwalan yang
konsisten sesuai
dengan kebutuhan
permintaan.
Processing Aktivitas- Klarifikasi Layout area kerja tidak Layout area kerja
aktivitas yang pemesanan. mempromosikan aliran didisain ulang
tidak value kerja yang dengan alur kerja
added dari Informasi yang berkelanjutan. yang kontinyu.
perspektif pasien berlebihan.
maupun Aliran kerja yang Sistem
Defects Pekerjaan yang Medication error. Kurangnya pemahaman Definisi yang jelas
mengandung mengenai apa yang dan memahami
kesalahan atau Rework atau dinamakan “Bebas sepenuhnya
ketidak- pekerjaan berulang. Cacat” tentang apa itu
lengkapan dalam “Bebas Cacat”.
menyelesaikan Hasil kerja yang Kurangnya spesifikasi
suatu pekerjaan. bermacam-macam pada proses kerja. Masing-masing
atau bervariasi. memahami dengan
jelas apa yang
Charges atau billing disebut dengan
yang tidak sesuai. Bebas Cacat
dengan sebenar-
Malpraktik dalam benarnya mulai
pembedahan. dari sekarang.
Mendisain ulang
sistem yang dapat
mendukung
pekerja untuk
menyelesaikan
pekerjaannya
dengan baik
dengan spesifikasi
yang jelas dalam
proses kerja,
ekspektasi yang
Sistem komputerisasi
tidak terhubung.
dapat dihilangkan secara langsung dengan segera (type two waste), ada pula yang
belum dapat dihilangkan pada saat itu juga (type one waste). Kegiatan yang dianggap
waste dan masih diperlukan atau non value added activity, seperti misalnya inspeksi
berulang oleh apoteker atau asistennya terhadap pemberian obat kepada pasien,
kegiatan ini memang masih diperlukan untuk mencegah terjadinya suatu kesalahan.
Akan tetapi, dalam pemikiran lean hal tersebut merupakan tantangan untuk
menemukan cara untuk mencegah error. Sebaiknya rumah sakit tidak menghilangkan
tahapan inspeksi hingga error proofing diterapkan. Jika sistem penerapan error
proofing tersebut tidak efektif 100%, maka tahapan inspeksi tetap harus dilakukan
Ada pula non value added activity yang menyebabkan kegiatan menjadi sangat
tidak produktif, misal waktu tunggu, produk cacat, pengulangan pekerjaan yang tidak
Oleh karena itu, seorang pemimpin hendaknya tidak hanya mengandalkan data
dari laporan, melainkan harus turun ke lapangan secara langsung untuk melihat
Value stream mapping merupakan diagram terstruktur atau suatu metode yang
dipakai dalam melakukan pemetaan berkaitan dengan aliran produk dan aliran
informasi mulai dari pemasok, produsen dan konsumen dalam suatu gambar utuh
meliputi semua proses suatu sistem (Farrell, 2007). Awalnya VSM ini dipakai oleh
Toyota pada tahun 1980-an sebagai suatu alat yang disebut dengan Material and
masalah yang akan diselesaikan. Lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap tahapan
aktivitas dalam proses produksi dapat diidentifikasi oleh VSM, termasuk pula waktu
mengenai waktu dan setiap tahap kegiatan dalam proses, sehingga dapat terlihat jelas
dan dapat diketahui kegiatan yang merupakan value adding dan kegiatan yang non
value adding.Pada gambar di bawah ini adalah contoh value stream mapping pada
perusahaan industri dan pelayanan kesehatan di rumah sakit sebelum dan sesudah
VSM mengidentifikasi berapa lama waktu yang dibutuhkan pasien dari mulai
datang sampai dengan selesai terutama jumlah waktu tunggu diantara setiap proses,
sehingga dapat mengetahui gambaran utuh (Big Picture mapping) waktu proses dan
kegiatan yang value added dan non value added di rumah sakit.
saat ini
8. Continuous Improvement
susunan tata ruang baru yang paling efisien atau ekonomis jika ditinjau dari segi jarak
dan waktu.Flowchart merupakan suatu diagram menurut skala dari susunan lantai
dan gedung yang menunjukkan lokasi dari semua aktivitas yang terjadi dalam Peta
Aliran Proses (Spaghetti Diagrams). Aktivitas yang dimaksud dalam Peta Aliran
Proses tersebut ialah pergerakan suatu material atau orang dari suatu temoat ke
tempat berikutnya yang dinyatakan oleh garis aliran, dibantu dengan anak panah kecil
Flowchart merupakan penggambaran secara grafik dari proses yang ada atau
garis-garis dan kata-kata untuk menampilkan kegiatan dari urutan dalam proses
tersebut. Flowchart standar atau flowchart biasa yang sering kita temui tidak meiliki
kemampuan untuk menunjukkan siapa yang bertanggung jawab atau suatu tahapan
proses dan siapa-siapa saja yang bertanggung jawab dalam proses tersebut.
Bentuk flowchart ini menunjukkan hubungan antara proses bisnis dan fungsi
(Dickson, 2009).
secara jelas aliran proses dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi delay, langkah
yang berulang (rework), stasiun inspeksi yang berlebihan dan tahapan yang
secara vertikal maupun horizontal tergantung fokus penjabaran proses yang akan
ditampilkan.
VAA atau Value Added Assessment merupakan suatu bentuk analisis terhadap
bersifat value added dan atau non value addedbut necessary, serta mengurangi atau
menghilangkan segala aktivitas yang bersifat non value added atau waste. Outcome
yang diharapkan dari analisis VAA ini adalah meningkatnya rasio antara value added
activity terhadap waste, atau dengan kata lain meningkatnya proporsi aktivitas yang
pemborosan.
Lean memiliki makna lebih dari sekedar alat. Lean mengakar secara lebih luas
yaitu sebagai sebuah filosofi dan konsep yang dipakai untuk mengeliminasi waste
atau pemborosan. Akan tetapi, lean juga membutuhkan tools lain untuk membantu
2.5.1 VisualManagement
peringatan, peraturan dan lainnya dalam waktu yang cepat. Tujuannya ialah membuat
waste, masalah dan kondisi abnormal menjadi terlihat oleh manajer maupun pegawai
sehingga segera dicari solusinya. Tujuan visual management ialah untuk mengurangi
sehingga siapapun dapat mengakses informasi tanpa harus mendapat penjelasan dari
suatu pihak, misalnya seperti kartu, form, atau papan pengumuman. Di rumah sakit,
bentuk visual management dapat berupa petunjuk arah, daftar dokter, daftar fasilitas
1. 5S
terutama Toyota, telah berhasil menjadikan sebuah sistem kerja menjadi lean. Lima S
merupakan kumpulan metode untuk membuat tempat kerja menjadi teratur sehingga
semua barang dapat ditemukan dengan mudah dan masalah yang muncul dapat segera
rata-rata seorang perawat yang memiliki shift kerja 8 jam, dari 3,5 jam sehari menjadi
hanya 1 jam setiap harinya (Graban, 2016). Di Indonesia, istilah 5S ini dikenal
dengan sebutan 5R (ringkas, rapi, resik, rawat dan rajin). .Lima S tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Seiri/Sort/Ringkas
b. Seiton/Store/Rapi
jumlah yang cukup, tertata rapi, mudah ditemukan, mudah dikembalikan serta
frekuensi penggunaan.
tempat yang paling mudah untuk dijangkau. Hal ini untuk mengurangi pemborosan
waktu, sehingga tenggang waktu yang diperlukan untuk pengambilan menjadi lebih
cepat.
c. Seiso/Shine/Resik
harinya, dapat pula berupa menghilangkan kotoran dan debu yang menempel pada
barang-barang. Akan tetapi, tidak sebatas hal tersebut, dapat pula berarti pemeriksaan
dan inspeksi.
d. Seiketsu/Standardize/Rawat
Setelah ringkas, rapi dan resik, maka diperlukan rawat agar ketiga proses
sebelumnya dapat terjaga dengan baik sehingga membuat standar kerja. Hal ini dapat
dilakukan dengan memberi tanda atau bentuk peraturan, sehingga apabila segala
sesuatu yang ada di lingkungan kerja terjadi masalah atau tidak sesuai dengan standar
e. Shitsuke/Sustain/Rajin
Rajin dalam hal ini dapat berupa pula suatu pembiasan dan disiplin dalam
melakukan pekerjaan sesuai prosedur dan standar yang berlaku. Hal yang membuat
orang tidak disiplin ialah: tidak tahu, tidak mau atau lupa. Sehingga dibutuhkan
elemen penerapan disiplin: paham peraturan, paham hak perusahaan dan taat pada
dibangun rencana masa depan agar sistem kerja dapat terus dikembangkan.
Evaluasinya dapat berupa audit dan diskusi kelompok yang kelompok yang dilakukan
secara periodik.
2.5.2 Kanban
kerja, 5S dan visual management yang memberikan rumah sakit metode yang efektif
merupakan istilah dalam bahasa Jepang yang memiliki arti kartu atau tanda dan
biasanya dalam bentuk tanda fisik yang menunjukkan kapan waktunya untuk
memesan barang, dari siapa dan berapa banyaknya. Akan tetapi untuk saat ini,
mempunyai perluasan makna yang dapat pula berupa tanda elektronik melalui sistem
komputer.
2.5.3 ErrorProofing
berupa sebuah mindset atau pendekatan yang membutuhkan kreativitas dari disain
peralatan, disain proses atau yang mengelola proses. Error proofing dapat pula
didefinisikan sebagai suatu perangkat metode yang dipakai dalam mencegah cacat
yang bekerja secara otomatis dan murah. Metode ini memeriksa hasil setiap proses
dan setiap waktu untuk menentukan apakah kualitas dapat diterima ataukah terdapat
rumah sakit, beberapa regulator dan jalur gas memiliki pin dan indeksi yang
benar dan sesuai dengan kebutuhan pasiennya melalui upaya dibuatnya kabinet
penyimpanan otomatis.
Melalui pembuatan label pada setiap barang yang sudah disiapkan untuk
didistribusikan sesuai dengan nomor distribusi dan alamat instalasi yang dituju untuk
kerja.
tidak akan bisa mengakses segala hal yang menimbulkan risiko potensi masalah
karena sudah dibatasi oleh sistem yang menjadi dinding agar segala keputusan tetap
2.5.4 Kaizen
kaizen tidak dramatis, tetapi sedikit demi sedikit dan bertahap serta membutuhkan
waktu untuk berubah. Kaizen merupakan payung bagi semua manajemen mutu yang
6. Lanjutkan siklus
2. Penurunan dekontaminasi dan cycle time sterilisasi alat-alat sampai 70% pada
5. Peningkatan surgical revenue sebesar USD 808.000 per tahun pada Ohio
6. Pengurangan LOS sebesar 29% dan terhindari USD 1,25 juta dalam
7. The Mental Health Center of Denver, dengan hasil: kenaikan jumlah pasien
baru 27%, berkurangnya jadwal perjanjian ulang pasien dari 12% menjadi
(Graban, 2011).
bahwa lean merupakan metode paling kuat di dunia (Graban, 2016) sebab tidak ada
berbagai tools pengukuran, maka landasan teori yang menjadi acuan pada penelitian
Dengan menggunakan
parameter Quality, Cost,
Delivery, Safety/Service,
Morale
- Customer satisfaction
- Profits
- Cash
- Competitiveness
Lingkup Penelitian
Check
Kegiatan Value-Added Kegiatan Non-value Added
Waktu Pelayanan
METODE PENELITIAN
tindak) dimana penulis memiliki keterlibatan intens dengan masalah dan objek
penelitian yaitu ruang IGD RSU Sari Mutiara. Action research bertujuan untuk
memberikan kontribusi baik pada tataran praktis kepedulian terhadap masalah yang
Mutiara Lubuk Pakam yang berada di Jalan Medan, Kecamatan Lubuk Pakam
Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2017 sampai pada bulan
November 2017.
53
pertimbangan tertentu, dan dilakukan beberapa kali untuk menghindari bias pada
1. Direktur RS (P.01)
5. Pasien (P.05)
Metode dan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Observasi partisipatif
mendengarkan apa yang diucapkan dan berpartisipasi dalam aktivitas yang diteliti
(Sugiyono, 2011). Observasi dilakukan dengan cara mengamati langsung proses yang
terjadi pada IGD mulai pasien masuk di ke ruang IGD sampai selesai mendapatkan
2. Wawancara mendalam
terhadap objek yang akan dilakukan penelitian. Informan pada penelitian ini
mencakup pasien IGD, kepala IGD dan informan lainnya untuk mendapatkan
3. Telaah Dokumen
sudah tersedia di RSU Sari Mutiara, disebut juga data sekunder. Data sekunder ini
meliputi alur proses pasien, arsip pedoman/standar pelayanan, denah IGD dan data-
data lain yang ada di RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam khususnya yang terkait dengan
penelitian.
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.
1. Triangulasi Sumber
dari informan satu dengan informan lain untuk melakukan cross check terhadap
mengumpulkan data. Data diperoleh dari hasil observasi partisipatif, wawancara tidak
inventori kepribadian yang dilakukan dalam kondisi alamiah (natural setting). Secara
garis besar teknik pengumpulan data berupa observasi berperan serta (participant
dan dokumentasi.
data atau fakta yang diperlukan. Observasi partisipatif dipilih penulis dengan alasan
observasi ini mengharuskan peneulis terlibat langsung ke dalam aktivitas yang akan
diteliti. Partisi aktif dilakukan dengan maksud dalam observasi ikut melakukan apa
belum didapat atau belum secara penuh menginformasikan data yang dibutuhkan oleh
pedoman wawancara dan sudah diketahui fokus informasi yang diperlukan oleh
penulis.
Instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif ialah peneliti sendiri. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Sugiyono (2011), “the researcher is the key instrument”.
Oleh sebab itu, peneliti sendiri perlu divalidasi yaitu berupa validasi mengenai
diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik
fokus penelitian sudah jelas dan fokus. Instrumen ini digunakan untuk melengkapi
data dan membandingkan data yang telah ditemukan melalui observasi dan
Selain instrumen di atas, diperlukan pula alat bantu berupa stop watch, recorder,
camera, kalkulator, alat tulis kantor, alat pengukur panjang dan jarak (meteran) dan
lain sebagainya.
Setelah proses pengumpulan data dari berbagai metode, data yang diperoleh
maka dilakukan pengolahan data. Terdapat dua hal penting yang dilakukan oleh
penulis dalam pengolahan data sesuai dengan pernyataan Sugiyono (2011), yaitu data
banyak, semakin lama turun ke lapangan akan didapat semakin banyak data, semakin
kompleks dan rumit. Oleh karena hal tersebut perlu reduksi data dengan segera. Data
reduction berarti merangkum, memilih hal pokok, fokus pada hal penting dan sesuai
pola temanya. Cara ini akan memberikan gambaran yang lebihjelas, dan
Pada saat reduksi data dapat didiskusikan kepada orang lain yang lebih ahli,
Selanjutnya, hal penting berikutnya adalah data display atau penyajian data. Dalam
penelitian kualitatif, penyajian data berupa uraian singkat, bagan, hubungan antar
mempermudah dalam upaya memahami apa yang terjadi serta merencanakan kerja
pengelompokan data yang berguna untuk memisahkan data yang bersifat penting,
representatif dan dibutuhkan dengan data yang bersifat penting namun belum
dibutuhkan pada saat tersebut (data yang dirasa belum penting tetap dijaga, karena
Selanjutnya data hasil observasi dalam bentuk hard file dipindah dalam soft file.
ke dalam bentuk tulisan atau biasa disebut dengan proses transkrip hasil wawancara.
Transkrip tersebut merupakan bukti otentik dari hasil wawancara yang telah
kedudukannya dalam proses atau siklus pelayanan di IGD mulai dari pasien datang,
medis), administrasi (pasien memperoleh pelayanan rawat inap atau rawat jalan),
untuk mempermudah membaca inti dari hasil wawancara mendalam yang berupa
rangkuman sistematis.
dalam bentuk value stream map (VSM), diagram alir proses dan cross functional
flowchart. Pada tahap proses ini data diperoleh dari hasil observasi parsitipatif ke
memperoleh pelayanan rawat inap atau rawat jalan), hingga pasien pulang.Dalam
mendapatkan data yang butuh improvisasi untuk digali, telaah dokumen yang
dibutuhkan serta dokumentasi. Hasilnya berupa big picture sistem pelayanan, alur
proses, pengukuran-pengukuran fisik berupa denah dan jarak yang dibutuhkan untuk
gap akan nampak yang dapat menjadi masalah atau berpotensi menjadi masalah
untuk kedepannya. Segala sesuatu yang tidak mendatangkan value bagi pelayanan
perbaikan yang disesuaikan dengan kebutuhan serta resources yang ada sebagai
penerimaan pasien, triase, administrasi, ruang tunggu pasien, loket pengambilan obat
(apotek) dan kasir. Selanjutnya dilakukan value assessment untuk mengetahui mana-
mana saja proses yang memberikan nilai terhadap pelayanan. Analisis tersebut
mengenai value added, non value added dan non value added but necessary
wastes menggunakan metode lean, yaitu 5S, visual management, kanban dan error
proofing.
Disain perbaikan yang diusulkan meliputi usulan perbaikan denah, layout atau
tata letak IGD, simplifikasi proses, usulan metode proses kerja, perbaikan visual
management, alur kerja proses pelayanan IGD dan sumber daya lain yan
perbaikan ini merupakan bentuk intervensi yang dilakukan oleh penulis untuk
menciptakan lingkungan yang lean di ruang Instalasi Gawat Darurat. Segala usulan
perbaikan yang dirancang oleh penulis merupakan usulan-usulan yang sudah pernah
dicobakan oleh peneliti terdahulu di rumah sakit-rumah sakit lainnya. Usulan lean
Melalui kesediaan dari pihak rumah sakit, maka akan mudah bagi penulis untuk
ruang IGD. Adapun bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh penulis adalah dengan
dan sesudah usulan perbaikan dengan konsep lean, meliputi kegiatan value added,
non value added, non value added but necessary, alur proses pasien dan waktu
pelayanan. Acuannya adalah membandingkan kondisi saat ini (current situation) dan
pemborosan dalam proses kerja, hal-hal mengenai manajemen pelayanan IGD yang
Metode analisis data dengan metode lean di atas dapat dilihat pada Lampiran
Person in
Input Process Output
Charge
Mulai
Penggambaran Sistem
Pedoman - Value Stream
Pelayanan Gawat
observasi/ check Map
Darurat
- Penulis sheet - Diagram Alir
- Informan - Observasi Proses
- Wawancara tidak - Cross Functional
terstruktur Flowchart
Metode: Identifikasi 7
Pedoman
wawancara waste, value
Observasi,
- Penulis mendalam added, non value
pengukuran jarak,
- Informan added
analisis tata letak
- Disain
Mendisain usulan perbaikan
- Penulis perbaikan - Hasil
Tidak perbandingan
Perbandingan
- Penulis sebelum dan
sesudah
Ya
Selesai
HASIL PENELITIAN
Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Lubuk Pakam adalah rumah sakit umum
milik swasta Tipe C yang telah teregistrasi sejak tanggal 16 Januari 2013 dengan
Tanjung Garbus Satu, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera
67
Bidang Adminstrasi Umum, Kepala Bidang Keuangan dan Kepala Instalasi. Dalam
Kepala Sub Bidang Keperawatan dan Kepala Sub Bidang Pelayanan Medis dan
Penunjang. Kepala Bidang Administrasi Umum dibantu oleh Kepala Sub Bidang
Gambar 4.1 Struktur organisasi RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam tahun 2017
Sumber: RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam
4.1.3 Ketenagaan
Berdasarkan data yang diperoleh dari bidang Administrasi Umum RSU Sari
Tabel 4.1 Ketenagaan (Pegawai Tetap) RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam Tahun
2017
Jenis Tenaga Jumlah
Dokter Umum 4
Dokter Spesialis 8
Perawat 26
Ahli Gizi 1
Petugas Laboratorium 2
Petugas Radiologi 2
Tenaga SKM 0
Apoteker 2
Fisioterapi 2
Non-Nakes (belum terdata)
Sumber: RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam
Di bawah ini adalah jenis-jenis pelayanan kesehatan RSU Sari Mutiara Lubuk
Pelayanan rawat inap terdiri dari instalasi ruang yang meliputi ruang
poliklinik umum dan poliklinik bedah. Pelayanan rawat jalan juga dilengkapi
dan laboratorium.
b. Rekam Medis
c. Laboratorium
d. Radiologi
IGD RSU Sari Mutiara berlokasi di lantai I yang terdiri dari 1 (satu) ruangan
yang berfungsi dalam penanganan triase, tindakan non bedah dan observasi
serta 1 (satu) ruangan untuk tindakan resusitasi dan tindakan bedah. Ruangan
untuk tindakan bedah dan observasi terdiri dari 2 (dua) tempat tidur, namun
b. Kantin
6. Fasilitas Pendukung
diantaranya adalah:
a. Instalasi jenazah
b. Pelayanan laundry
Untuk pengelolaan limbahnya, pihak rumah sakit bekerja sama dengan swasta dan
RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam belum pernah menjalankan program promosi
IGD Rumah Sakit Umum Sari Mutiara memiliki visi, misi, motto dan tugas
kematian/ kecacatan”.
b. Misi IGD :
dalam Tindakan”.
Berikut adalah kunjungan pasien yang ditangani di Instalasi Gawat Darurat RSU
Tabel 4.2 Jumlah kunjungan pasien IGD RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam
Tahun 2012-2016
Pada tabel di atas terlihat bahwa kunjungan pasien meningkat dari tahun 2012 ke
tahun 2016, demikian juga dengan angka kematian pasien IGD per tahun cenderung
meningkat. Kematian pasien ini dipengaruhi oleh kurang lengkapnya fasilitas yang
memadai di IGD khususnya ketersediaan alat-alat medis yang terbatas. Di bawah ini
adalah peralatan yang tersedia di IGD RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam:
Tabel 4.3 Ketersediaan Peralatan di IGD RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam
Tahun 2017
Mutiara Lubuk Pakam diperoleh hasil adanya flowchart yang membagi pasien di
1. Pasien Gawat Darurat, yaitu pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau
akan menjadi gawat dan terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan
2. Pasien Darurat Tidak Gawat, yaitu pasien akibat musibah yang datang tiba-
tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya. Pasien ini akan
3. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat, yaitu pasien yang tidak mengalami
baik kegawatan maupun kedaruratan pada dirinya.. Pasien ini akan diberi kode
warna hijau.
IGD RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam dapat diperoleh berdasarkan value stream map,
nilai tambah yang diperoleh langsung di lapangan yang didasarkan pada observasi
kegiatan pasien IGD. Data ini diambil sebagai salah satu tools untuk mengetahui
Umum Sari Mutiara Lubuk Pakam. Berdasarkan value stream map, maka alur proses
di atas merupakan tindakan yang memberikan nilai (value added). Alur pelayanan
IGD di RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam terbagi atas rawat inap dan rawat jalan.
Untuk rawat jalan, dimulai dari pasien masuk ruang IGD (pengantar pasien
Gambar 4.3Value Stream Map Alur Proses (flowchart) Pelayanan Pasien di IGD
Sumber: RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam
Untuk pasien non emergency(pasien dengan kode label kuning dan hijau),
radiologi) bila perlu dan tindakan terapi. Selanjutnya, pasien diberikan resep untuk
kasir lalu pasien diperbolehkan pulang. Sedangkan untuk rawat inap, dimulai dari
pendaftaran). Kemudian di ruang IGD, pasien diberikan tindakan triase oleh tim
medis yang bertugas. Untuk pasien emergency(pasien dengan kode label merah),
berupa operasi atau observasi lanjut. Pada tindakan observasi, pasien bisa saja stabil
atau meninggal. Di RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam, ruang resusitasi ataupun ruang
Pasien gawat darurat yang dinyatakan stabil oleh dokter, akan dirujuk ke
rawat inap. Apabila keadaan setelah di ruang rawat inap membaik, maka pasien boleh
pulang. Namun apabila keadaan setelah di ruang rawat inap memburuk, maka pasien
ke kamar jenazah.
administrasi pembayaran. Untuk tindakan medis yang tidak ditanggung oleh BPJS,
maka pasien membayar sesuai dengan harga yang berlaku. Setelah selesai dari kasir,
maka pasien boleh pulang. Demikianlah alur pelayanan gawat darurat di RSU Sari
Mutiara Lubuk Pakam.Melalui Value Stream Map maka selanjutnya dapat dilihat
rasio antara aktivitas yang menambah nilai (value added activity) dengan aktivitas
Geographical flowchart disebut juga peta aliran proses. Peta aliran proses
menjelaskan secara visual mengenai proses kegiatan pelayanan di IGD dalam layout
skala yang menunjukkan lokasi dari semua kegiatan yang terjadi. Kegiatan yang
dimaksud adalah pergerakan orang/pasien dan pelaksana dari satu tempat ke tempat
berikutnya yang ditunjukkan oleh garis aliran dibantu anak panah.Berikut adalah peta
36,4 m
Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa jarak antara loket pendaftaran dan
rekam medis terhadap lokasi IGD cukup jauh yaitu 36,4 meter. Jarak ini diukur
memiliki dua pintu masuk (sayap kiri dan sayap kanan). Letak loket pendaftaran,
laboratorium dan radiologi) berada di bagian belakang rumah sakit begitu juga
dengan apotek. Jumlah kasir di rumah sakit ini hanya 1 (satu) yaitu yang terletak
Pada gambar di atas, terlihat garis berwarna biru adalah alur motion/gerakan
petugas di ruang IGD. Gerakan terjadi di pintu masuk – meja konsul – tempat tidur
tindakan – lemari penyimpanan – troli emergency – toilet. Gerakan yang terjadi bisa
value added atau non value added (waste). Kecepatan petugas dalam menangani
pasien juga dipengaruhi oleh jarak titik yang satu ke titik yang lain.
jawab setiap bagian yang terlibat dalam proses tersebut, yaitu: triase, pemeriksaan
dokter IGD, meja konsul, layanan penunjang, apotek dan kasir sehingga proses ini
a. Triase
Di bawah ini adalah berbagai waste (pemborosan) yang terjadi pada proses
1) Pada tahap triase, apabila pasien ramai, maka petugas tidak segera
2) Petugas tidak memberikan label triase pada pasien maupun bed pasien.
5) Tidak adanya ruang tunggu bagi pasien IGD yang memadai, sehingga
pasien selama mengantri untuk masuk ke ruang IGD. Waste ini disebabkan
adanya pasien yang tidak disiplin dan tidak adanya petugas yang mengatur.
Gambar 4.6 Tampilan Penunjuk Arah Ruang IGD di Dekat Pintu Masuk
Waste yang ditemukan oleh peneliti dibenarkan oleh pernyataan kepala IGD
masalah yang ditemukan berdasarkan hasil observasi sesuai dengan hasil wawancara
mendalam dengan informan. Di RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam, ruang resusitasi
ataupun ruang observasi tidak dipisahkan dengan ruang tindakan triase. Jadi, dengan
kondisi ruangan yang hanya memiliki 2 tempat tidur dengan 2 tenaga perawat dan 1
tenaga dokter per shift nya (1 shift = 8 jam sehari) memunculkan masalah baru
(waste) pada proses pelayanan gawat darurat contohnya seperti lamanya pemberian
tindakan, waktu tunggu pasien serta kesalahan teknis yang dilakukan oleh tim medis.
b. Pemeriksaan Dokter
emergency. Berikut ini adalah berbagai pemborosan (waste) yang terjadi pada proses
1) Pasien menunggu dokter IGD terlalu lama hingga 3 jam. Hal ini
dokter IGD.
2) Pasien yang terlalu lama menunggu dokter, ada yang memutuskan untuk
pasien yang mengalami tertusuk oleh jarum suntik padahal hal tersebut
4) Dokter terpeleset oleh cairan tubuh (urin, muntahan dan darah) pasien.
tersebut.
berikutnya akan menunggu lebih lama apabila ada pasien sebelumnya yang
Hal ini didukung dengan hasil wawancara mendalam dengan dokter IGD
Di bawah ini adalah kondisi saat pasien harus menunggu dokter untuk melakukan
pemeriksaan karena dokter belum hadir di ruang IGD. Kejadian dimana pasien harus
menunggu tindakan akibat dokter yang tidak disiplin, bukanlah hal yang baru namun
Gambar di bawah ini merupakan tampilan di dalam ruangan IGD RSU Sari
Mutiara Lubuk Pakam dimana di ruang IGD hanya tersedia 2 tempat tidur yang layak
Gambar 4.7 Tampilan Ruang IGD RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam
c. Konsul
komunikasi antara dokter dengan pasien atau yang disebut dengan konsul. Pada tabel
di bawah ini merupakan hasil Assessment value added yaitu dimana pasien bertemu,
Berikut ini adalah waste yang terjadi pada proses konsul antara dokter dan
pasien, yaitu:
kurang tepat kepada pasien. Hal ini dapat memicu miskomunikasi yang
dengan pasien IGD. Kondisi meja konsul yang tidak rapi, ini juga adalah
waste.
3) Dokter dan perawat telah selesai melakukan tindakan di IGD namun status
rekam medis pasien belum diantar ke ruang IGD. Maka dokter yang bertugas
harus menunggu datangnya rekam medis pasien oleh petugas untuk kemudian
dokter/perawat dan kepala IGD pada wawancara mendalam berikut ini (lihat
Lampiran 4):
Di antara waste yang terjadi di IGD seperti temuan di atas, habisnya inventaris di
IGD seperti halnya kapas atau perban merupakan waste yang sering terjadi berulang
kali. Hasil wawancara dengan kepala IGD yang menyatakan bahwa habisnya perban
atau kapas di ruang IGD adalah karena pihak manajemen belum belanja. Kepada
penulis, pihak IGD mengaku bahwa biasanya RS akan belanja setiap satu kali dalam
sebulan. Namun hal ini masih belum dapat memenuhi persediaan di IGD, mengingat
padatnya kunjungan pasien setiap hari ke rumah sakit, tentu dengan belanja sekali
dalam sebulan tanpa adanya monitoring ataupun follow up dari pihak manajemen
pengantar/konsul dari dokter yang akan diperiksa oleh petugas. Berikut adalah waste
dengan kasir.
3. Bagian Apotek
perhitungan waktu tunggu pasien dengan menggunakan stopwatch, baik obat racik
maupun obat fast moving/non racik sehingga peneliti dapat melihat sendiri kecepatan
dan kecermatan petugas apotek dalam melayani resep. Berikut adalah waste yang
terjadi di apotek:
a. Pasien mengantri untuk menerima obat yang disiapkan oleh petugas apotek.
menit. Akan tetapi, setiap informan yang peneliti tanyakan merasa bahwa
proses menunggu di apotek selama 30 menit tidak terlalu lama (non avoidable
waste).
Waste yang ditemukan oleh peneliti tersebut di atas kemudian dibenarkan oleh
pernyataan para pasien pada saat wawancara mendalam seperti yang dipaparkan pada
Dalam menunggu proses pelayanan, “Ya memang ini lama kali tapi kan mau
apa yang biasa dilakukan? gimana lagi karena kita yang butuh. Ya
selagi nunggu paling ya ngobrol sama
pasien lainlah. Terus memang proses
meracik obat itu kan lama. Nanti kalo
petugasnya diburu-buru, bisa-bisa salah
kasi obat ke pasien.”
ii. Jumlah petugas yang hadir (kadang-kadang banyak yang dinas/turun juga)
iii. Jumlah pasien yang ada (bila liburan sekolah atau awal bulan, pasien
iv. Ruangan apotek menggunakan kaca bening sehingga pasien bisa melihat
vi. Sebelum resep datang antara pukul 07.30 – 10.00 WIB, petugas apotek sudah
standar atau obat-obat racikan (dapat digunakan sampai dengan 2 (dua) hari).
masuk ke ruang IGD.Value assessment untuk aliran pasien dipaparkan dalam Tabel
4.10 di bawah ini, pada hari Jumat, 01 Desember 2017 di mana pasien lebih banyak
daripada hari kerja biasa karena tanggal tersebut adalah hari libur nasional.
dalam alur pelayanan gawat darurat yang value added hanya 26,48% (berada di
bawah 30%).Penyumbang waste terbesar adalah pada proses tindakan triase, dimana
waktu tunggu yang dibutuhkan pasien untuk memperoleh tindakan triase adalah rata-
rata 4200 detik (70 menit). Hal ini disebabkan pasien harus sabar menunggu
gilirannya akibat keterbatasan jumlah bed dan perawat di IGD. Suatu rumah sakit
dikatakan lean apabila rasio antara aktivitas yang memberikan nilai (value added)
mencapai 30%.
peraturan, dan hal lainnya dalam waktu yang cepat tanpa harus
personel lain. Hal ini dapat membuat kondisi ataupun masalah yang abnormal
menjadi terlihat oleh petugas pelaksana sehingga dengan segera dapat diketahui benar
atau tidaknya.
Visual
No Lokasi Management Bentuk VM
Ada Tidak
1 Pintu masuk menuju Petunjuk arah menuju ke ruang
ruang IGD IGD kurang jelas
Dari hasil perhitungan Value Stream Map di atas, maka diperoleh non-value
added untuk kegiatan per pasien. Hal ini sejalan dengan konsep lean yang
menyatakan bahwa segala bentuk waste bagi pelanggan dan tidak menambahkan nilai
dari pendaftaran hingga apotek, diperoleh permasalahan utama yang menjadi keluhan
dari pasien di RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam.Seven plus one waste ini diantaranya
4. Waiting for the next process step (delay)yaitu kegiatan mengantri atau
menunggu dokter.
mengukur tekanan darah akibat tidak fokus atau salah baca tensimeter.
permasalahan yang diteliti pada Instalasi Gawat Darurat di RSU Sari Mutiara Lubuk
Pakam, yaitu:
mereka masing-masing.
Lokasi Waktu
No Jenis Waste Resources Alasan Terjadinya
Pemborosan Kejadian
1 Pasien yang Man IGD Proses Kurangnya SDM dan
menunggu pelayanan ketersediaan tempat
karena petugas gawat tidur di ruang IGD
belum selesai darurat
menangani
pasien lainnya
2 Pasien Man IGD Proses Dokter terlambat
menunggu pelayanan datang karena jarak
kedatangan gawat antara RS dengan
dokter yang darurat rumah cukup jauh
bertugas di IGD (method);
Kurangnya SDM
yang bertugas di IGD
3 Dokter IGD Man Ruang Proses Petugas RM masih
menunggu penyimpanan konsul membutuhkan waktu
petugas rekam RM untuk mencari dan
medis mengambil RM yang
menemukan lainnya (method);
berkas RM
Permasalahan utama di IGD adalah tidak adanya SPO (Standar Prosedur Operasional)
yang jelas, keterbatasan perawat dan dokter dalam menangani pasien serta kurangnya
kegawatdaruratan di IGD RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam, maka penulis menyusun
Lemari Pindahkan
dialokaskan dokumen lama
sebagai tempat ke ruang
penyimpanan administrasi
Penataan
dokumen lama umum
kembali rak Ruang IGD
Merapikan letak
penyimpanan
Kesalahan dan susunan
pengambilan perlatan medis
Method peralatan medis di dalam lemari
Label triase
Keraguan dalam dibuat dan
justifikasi dipasang di
Pemberian label
tingkat pergelangan Ruang IGD
triase
kegawatan tangan pasien
pasien dan tempat tidur
Environmental Memisahkan
Meja kerja yang barang-barang
Ruang IGD
berantakan yang tidak
diperlukan
Menerapkan
Disediakan meja
budaya kerja 5S
dan alat tulis di
dan
Tidak loket
implementassi
tersedianya pendaftaran
error proofing Pendaftaran
ruang tunggu untuk
yang memadai mengurangi
waktu tunggu
Petugas
menusukkan Diposisikan
jarum ke pasien perawat yang
Ruang IGD
berulang kali senior atau lebih
untuk terlatih di IGD
memasang infus
Letak ruang Lokasi IGD
Letak ruang
IGD berada di dipindahkan ke
IGD dan RSU Sari
dalam gedung tempat yang
layanan Mutaira Lubuk
RSU dan jauh letaknya dekat
penunjang Pakam
dari loket dengan bagian
dibuat strategis
pendaftaran informasi
Usulan-usulan ini telah diterima oleh RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam dan dicoba
value added, maka penulis membuat disain perbaikan yang dicoba diimplementasikan
di instalasi gawat darurat RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam. Berikut adalah
maka perlu diadakan LDD (Latihan Dinas Dalam) yang diadakan RSU Sari
Mutiara sendiri dengan meminta bantuan dari tenaga terlatih dari luar. Adanya
pelatihan ataupun kursus tidak sebatas dengan petugas IGD tapi semua anggota
perlu kerja sama dengan bagian lain. Hal ini telah dicoba dilakukan pertama kali
di RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam, yaitu pelatihan terkait K3 pada tanggal 23
Hasilnya, karyawan rumah sakit semakin antusias dalam belajar dan motivasi
kerja meningkat. Hal ini terbukti dengan berkurangnya keluhan petugas terhadap
Kanban adalah tanda yang menunjukkan data pasien yang terintegrasi. Maka
e-kanban merupakan sistem elektroniknya. Usulan penulis adalah agar pihak rumah
sakit menambahkan program e-kanban untuk melakukan rekam data pasien IGD
yang terhubung dengan departemen lainnya. Hal ini juga dapat mengatasi
keterbatasan tempat penyimpanan rekam medis yang menjadi sumber waste di RSU
Pakam sangatlah terbatas dan dokter umum yang selalu standby di IGD hanyalah satu
orang. Adanya dokter tamu dalam fungsi pelayanannya, tentu akan sangat membantu
rumah sakit dalam fungsi pelayanannya. Namun demikian, rumah sakit juga perlu
dibutuhkan.
Before Lean
After Lean
Sebelumnya, pihak rumah sakit hanya menuliskan secarik kertas dan diletakkan di
melalui pendekatan lean, pihak rumah sakit memutuskan untuk menampilkan jadwal
rutin dari setiap dokter di rumah sakit pada papan pengumuman. Hal ini
di loket pendaftaran untuk mengisi form dan melengkapi administrasi, sehingga rata-
rata waktu tunggu di loket pendaftaran hingga 60 menit. Kemudian penulis bersama
dengan pihak RSU Sari Mutiara mengadakan meja dan alat tulis di dekat loket
pendaftaran sehingga keluarga pasien/pasien bisa mengisi form di tempat yang telah
disediakan. Setelah disediakannya meja khusus untuk pengisian form dan alat tulis di
Apabila pihak RSU Sari Mutiara bersedia untuk memodifikasi ruang tunggu menjadi
lebih luas, tidaklah mustahil apabila kedepannya rata-rata waktu tunggu bisa lebih
diminimalisasi.
Before Lean
After Lean
d. Label Triase
Sebelumnya, pasien tidak diberikan label triase oleh petugas IGD sehingga
memeriksa ulang status kegawatan pasien. Hal ini adalah waste. Kurangnya
pelatihan juga salah satu faktor yang mempengaruhi kesadaran petugas IGD akan
Melalui disain label triase yang sederhana, maka di RSU Sari Mutiara Lubuk
Pakam telah tersedia label triase yang akan dipasangkan baik di pergelangan
tangan pasien maupun tempat tidur pasien. Dengan adanya label triase ini, maka
petugas lebih mudah untuk memindahkan pasien dari ruang IGD ke ruang
tindakan selanjutnya.
oleh sebab itu penggunaan 5S harus menghilangkan waktu tunggu pasien, dokter
dan perawat yang terlalu lama dan menjadikan tempat kerja dan perilaku pegawai
menjadi aman dan selamat, memperpendek lead time dan meningkatkan moral
Before Lean
After Lean
merupakan dasar penulis dalam setiap usulan perbaikan yang diharapkan dapat
peralatan, komputer, meja kerja dan area penyimpanan harus dalam keadaan bersih,
penyediaan tempat sampah serta ventilasi yang memadai dan penerangan yang baik.
jenis-jenis rapat yang diaplikasikan untuk perbaikan pelayanan gawat darurat di RSU
Usulan pertemuan di atas telah disepakati oleh pihak rumah sakit dan telah
dilaksanakan. Harapannya, pihak rumah sakit akan terus komitmen untuk memelihara
Gambar di atas adalah salah satu pertemuan mingguan yang telah dicoba
diterapkan di RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam antara direksi dengan kasubdep dan
kabag dalam konsep diskusi terbuka untuk membahas informasi antar departemen
dan solusi untuk setiap masalah yang ditemukan dalam alur pelayanannya
dilakukan. Begitu juga laporan harus dibuat dan sebagai error proofing, laporan
melakukan audit 5S, dapat dipastikan program dapat berjalan dengan efektif dan
efisien.Bagi setiap pegawai yang tidak disiplin, contohnya untuk dokter yang
After Lean
Before Lean
Gambar 4.17 Kondisi Rak Penyimpanan di Ruang IGD Sebelum dan Setelah
Lean
Gambar 4.18 Contoh Standarisasi yang Harus Dipatuhi Pasien di Rumah Sakit
Sebelumnya, ruang IGD terletak jauh dari pintu masuk RSU Sari Mutiara
Lubuk Pakam. Tanda penunjuk yang menjadi panduan bagi pasien untu menuju
ruang IGD juga tidak jelas. Selain itu, di ruang IGD hanya terdapat 2 tempat tidur
yang digunakan untuk tindakan bedah/non bedah, observasi dan resusitasi. Hal ini
untuk masuk ke ruang IGD, lamanya waktu penanganan triase serta privasi
pasien.
Before Lean
(a)
(b)
After Lean
ruang IGD menjadi lebih visual sehingga ketika pasien berada di lingkungan
RSU Sari Mutiara, pasien bisa langsung menuju IGD sebab IGD memiliki pintu
IGD sehingga terpisah dengan loket pendaftaran yang terletak di lobi utama.
Setelah dilakukan implementasi lean untuk ruang IGD, tidak terlihat lagi
adanya pasien yang berdiri di depan pintu IGD mengantri menunggu masuk
ruang IGD, pasien tidak merasa bingung untuk menuju ruang IGD karena ruang
IGD sudah diletakkan di depan dekat dengan parkiran dan sudah memiliki loket
untuk bedah dan observasi maka pihak RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam juga
telah menambahkan 1 dokter umum dan 2 perawat yang bertugas di IGD yaitu 2
dokter dan 4 perawat per shift. Penambahan tenaga dokter dan perawat ini
dengan meminta alokasi tenaga tambahan dari RSU Sari Mutiara Medan. Setelah
disediakannya kamar bedah dan observasi ini, tentunya pasien akan merasa lebih
prinsip lean: value stream map, visual management, 5S telah memberikan dampak
positif bagi pelayanan di rumah sakit ini yaitu peningkatan kualitas. Peningkatan
kualitas dalam penelitian ini dinilai berdasarkan efektivitas dan efisiensi waktu
pelayanan yang terjadi pada setiap alur proses IGD di RSU Sari Mutiara Lubuk
berikut.
hospital.
Di loket pendaftaran dari waktu rata-rata 3600 detik menjadi 600 detik.
Setelah bertambahnya jumlah tenaga dokter dan perawat di IGD, maka pasien tidak
perlu menunggu lama untuk diberikan tindakan triase karena dokter selalu ada di
tempat. Jika sebelumnya waktu tunggu rata-rata untuk tindakan triase mencapai 4200
detik, maka setelah implementasi lean, waktu tunggu berkurang menjadi 1200 detik.
Begitu pula dengan waktu tunggu untuk diperiksa oleh dokter, jika sebelumnya 824
detik maka saat ini rata-rata waktu tunggu menjadi 70 detik. Pemeriksaan lab/rad
penunjang berjauhan, maka sebelumnya waktu rata-rata yang diperlukan adalah 1750
detik. Setelah adanya relokasi ruang penunjang menjadi berdekatan dengan ruang
IGD, maka waktu yang dibutuhkan dari IGD menuju ruang lab/rad lebih sedikit,
sehingga waktu rata-rata yang diperlukan berkurang menjadi 650 detik. Selesai dari
ruang lab/rad, maka pasien tentunya akan kembali lagi ke ruang IGD untuk
menyerahkan hasil lab/rad. Penghematan waktu penyerahan hasil terjadi dari 824
Selain itu, peningkatan kualitas yang terjadi adalah meja yang dahulunya
selalu berantakan kini sudah rapi dan bebas dari tumpukan kertas yang tidak
diperlukan. Perawat juga tidak lagi melakukan kesalahan dalam pengambilan alat
kesehatan karena rak penyimpanan di ruang IGD sudah tersusun rapi dan tidak
Pasien pun merasa puas karena dokter selalu tersedia di IGD serta perawat
yang beroperasi di IGD sudah lebih ahli sehingga tidak ditemui kejadian penusukan
Melalui penelitian lean hospital ini, disain perbaikan yang telah diusulkan
oleh penulis telah berhasil diaplikasikan dalam usaha RSU Sari Mutiara mencapai
akreditasi pada Desember 2017 sehingga berhasil lulus akreditasi tahap pertama
dengan perolehan bintang 1. Sejak diresmikannya sebagai rumah sakit pada tahun
1996, rumah sakit ini akhirnya telah diverifikasi sebagai rumah sakit terakreditasi.
Hal ini membuktikan bahwa pendekatan lean hospital telah memberikan solusi untuk
keterbatasan-keterbatasan yang sering ditemui pada saat turun lapangan dalam proses
1. Berbagai data yang dibutuhkan untuk proses penelitian tidak tersedia karena
2. Sistem kerja di IGD yang masih serabutan dan fleksibel mempersulit dalam
pengamatan.
terdokumentasi dalam bentuk transkrip, foto atau data. Hal ini karena
observasi atau berupa emosional yang dirasakan oleh penulis sendiri saat ikut
4. Shift kerja IGD dibagi menjadi dua yang secara keseluruhan mencakup 14 jam
yaitu dari pukul 07.00-21.00 WIB sehingga peneliti tidak bisa melakukan
penelitian yang dimulai dari shift awal hingga shift kerja berakhir disebabkan
keadaan bekerja. Hal ini disebabkan sulitnya mencari waktu longgar dan
padatnya beban kerja sehingga tidak bisa ditinggal, sehingga penulis merasa
PEMBAHASAN
5.1 Situasi Instalasi Gawat Darurat RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam
dibandingkan dengan RS tipe C lainnya, RSU Sari Mutiara merupakan rumah sakit
dengan ketersediaan SDM yang terbatas. Hal ini dibuktikan dengan minimnya jumlah
perawat IGD yang berjumlah 2 orang dimana berdasarkan Permenkes No. 56 Tahun
2014, perawat IGD harus berjumlah 6 orang. Selain itu, pemerintah juga mengatur
bahwa setiap rumah sakit harus memiliki sedikitnya 2 (dua) tenaga kesehatan
yang terpadu di rumah sakit didukung oleh pelayanan promotif dan preventif secara
Dickson (2009) bahwa dengan adanya tenaga public health dalam memanajemen
118
suatu rumah sakit akan berpengaruh terhadap peningkatan nilai pada pelayanan di
dokter IGD sudah menjadi kebiasaan yang dimaklumi oleh direktur. Hal ini
disebabkan tidak jelasnya SPO di RSU Sari Mutiara khususnya di IGD. Apabila
dokter IGD belum datang, maka direktur yang berprofesi sebagai dokter umum, akan
bahwa pasien yang telah menunggu di IGD akan mengalami kecemasan yang dapat
menurunkan kualitas hidup serta harapan hidup pasien. Berbeda dengan penelitian
Roselawaty (2006) dimana pasien merasa puas dengan pelayanan di IGD karena
oleh kurang lengkapnya fasilitas yang memadai di IGD khususnya ketersediaan alat-
alat medis yang terbatas. Ketersediaan alat di IGD yang minim, salah satunya
ditunjukkan dari sederhananya rak yang disediakan di IGD untuk pelayanan kegawat-
daruratan. Tampilan lemari penyimpanan alat dan bahan IGD di RSU Sari Mutiara
Lubuk Pakam juga tidak sesuai dengan Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit
yaitu pasien gawat darurat, pasien darurat tidak gawat dan pasien tidak gawat tidak
darurat.
value stream map pelayanan gawat darurat di RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam,
pasien mengeluhkan tidak tersedianya ruang tunggu yang memadai dimana pasien
harus berdiri sambil mengantri. Hal ini juga ditemukan oleh Willoughby et al (2010)
dimana hampir setengah pasien IGD mengeluhkan pentingnya ruang tunggu yang
nyaman di rumah sakit. Berdasarkan Permenkes No. 24 tahun 2016, setiap rumah
sakit harus memiliki ruang tunggu dengan kapasitas yang memadai dan harus
keergonomisan petugas. Hal ini dibuktikan dengan ventilasi yang tidak sesuai dengan
K3, ruang IGD yang terlalu sempit sehingga tidak dibedakan antara ruang tindakan
rumah sakit terhadap pentingnya K3 dalam mengelola ruangan seperti tidak adanya
Di IGD, petugas tidak memberikan label triase (merah, kuning, hijau) untuk
faktor penyebab tidak diberikannya label triase pada pasien adalah karena petugasnya
tergesa-gesa dan Prosedur Tetap IGD terkait pemberian label triase yang tidak
dijalankan. Rumah sakit ini sudah memiliki mobil ambulans sesuai dengan peraturan
sesuai dengan surat pengantar yang dituliskan oleh dokter IGD.Setelah diperiksa,
pasien akan membawa hasilnya ke IGD dan dokter akan melakukan justifikasi.
Secara keseluruhan, untuk alur pelayanan gawat darurat di RSU Sari Mutiara
Lubuk Pakam belum sepenuhnya tepat karena response time untuk pelayanan IGD di
rumah sakit ini lebih dari 5 menit.Respons time adalah waktu yang dibutuhkan pasien
dengan waktu ideal ≤ 5 menit. Dalam hal ini pelayanan IGD di rumah sakit belum
memenuhi standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Kepmenkes. Hal serupa
juga ditemukan oleh Willoughby et al (2010) dimana rata-rata waktu tunggu pasien
sekitar 5 jam di IGD. Namun, berbeda dengan RS tipe C lainnya seperti RS Bhakti
Mulia Jakarta (Roselawaty, 2006) dimana ketika pasien tiba di rumah sakit, pasien
langsung dibawa masuk ke ruang gawat darurat dan diberikan tindakan triase oleh
Hal ini juga tidak sesuai dengan visi dan tugas dari IGD RSU Sari Mutiara itu
“meminimalisasi kegawatan pasien yang datang ke IGD RSU Sari Mutiara Lubuk
Pakam”. Apabila manajemen dan SPO di rumah sakit tersebut tidak jelas, tentu
mustahil untuk mewujudkan visi dan tugas dari IGD itu sendiri. Hasil penelitian
pendaftaran dengan ruang IGD cukup jauh yaitu 36,4 meter. Selain itu, dari disain
geografis RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam, tidak dibedakan pintu masuk IGD dengan
pintu masuk lobi utama. Hal ini tidak sesuai dengan Pedoman Bangunan IGD yang
ditetapkan oleh Kepmenkes No. 856 Tahun 2009. Hakikatnya, sesuai dengan UU No.
44 tahun 2009 pasal 10 menyebutkan bahwa ruang IGD memiliki pintu masuk
tersendiri atau pintu masuk ke area IGD terletak pada pintu masuk yang pertama kali
ditemui oleh pengguna kendaraan untuk memasuki area rumah sakitseperti yang
Gambar 5.1 Contoh Lokasi Bangunan Ruang Rawat IGD sesuai UU No. 44
tahun 2009
Sumber: UU No. 44 Tahun 2009
berdekatan. Iswanto (2014) menyatakan apabila jarak lokasi IGD jauh dengan loket
pendaftaran, sebaiknya rumah sakit membuat loket pendaftaran khusus untuk pasien
IGD. Modifikasi ini dilakukan di RSIA Kemang Medical Care, sehingga berhasil
Pada bagian pendaftaran, tidak ada ruang tunggu yang memadai sehingga
pasien harus berdiri sambil mengantri di depan pintu IGD. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Dickson (2009) pada 4 rumah sakit sekaligus, mengemukakan bahwa
diantara 4 rumah sakit yang ditelitinya, terdapat 2 rumah sakit dengan ruang tunggu
pasien IGD yang tidak memadai. Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran dari
pihak rumah sakit untuk memfasilitasi pasien. Selain itu, tidak ada penunjuk arah
yang menjadi acuan pasien untuk menuju ke satu lokasi ke lokasi lain. Di loket
pendaftaran, juga tidak ada banner atau brosur yang memberikan informasi pelayanan
atau dokter.Rundolph (2010) menyatakan bahwa antrian pasien yang tidak normal
Antrian yang tidak efisien akan berdampak pada proses pelayanan RS secara luas,
kualitas dan keselamatan layanan serta pendapatan RS. Hasil penelitian Sutriningsih
(2015) menemukan bahwa waktu tunggu pasien untuk mendapatkan tindakan medis
di ruang IGD di 3 rumah sakit di Malang, hanya sebagian yang sudah sesuai standar
yaitu 77,5% sedangkan yang tidak sesuai standar 22,5%. Efe (2016) mengemukakan
bahwa rumah sakit dengan minim informasi akan menghasilkan waste lebih banyak
Petugas juga tidak senantiasa memberikan label triase pada pasien maupun
tempat tidurnya. Hal ini juga ditemukan pada penelitian Savitri (2015) di RS Mata
“Dr Yap” Yogyakarta dimana petugas IGD tidak memberikan label triase adalah
petugas memberikan label triase, rumah sakit mengalami banyak kendala antara lain
dokter kesulitan untuk memberikan justifikasi. Namun setelah pemberian label triase
Selain itu, pada departemen rekam medis, masih terjadi keterlambatan dalam
dengan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidangnya, mengisi berkas
dengan lengkap yaitu sebesar 63,6%.Indar dan Naiem (2013) meneliti bahwa petugas
rekam medis yang mempunyai pengetahuan kurang, lebih banyak mengisi berkas
rekam medis dengan tidak lengkap yaitu 93,8%. Di ruang IGD, penulis menemukan
adanya dokter yang terlambat sehingga di dalam ruangan IGD hanya tersedia 2 orang
perawat yang bertugas. Akibatnya pasien sering menunggu lama untuk memperoleh
penanganan. Masih belum jelas alasan keterlambatan dokter ini. Dokter yang
rumahnya jauh dari rumah sakit padahal dia sudah bekerja selama 15 tahun di rumah
sakit tersebut. Direktur RSU Sari Mutiara yang juga berprofesi sebagai dokter, sering
menggantikan tugas dokter IGD dalam memberi tindakan kepada pasien. Pihak
direktur juga tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap perilaku tidak disiplin ini.
Setelah diselidiki, ternyata RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam belum memiliki SPO
yang jelas, serta tidak ada peraturan yang tertera di rumah sakit baik itu terhadap
Hakikatnya, setiap rumah sakit harus memiliki SPO (Kepmenkes No. 856
Tahun 2009). Sebuah studi di rumah sakit Swedia (Burstorm, 2013) menunjukkan
38% dari pasien di Instalasi Gawat Darurat menghabiskan waktu menunggu lebih dari
penelitian Dahlen et al (2012), dari hasil wawancara naratif diperoleh 14 pasien yang
telah menunggu lebih dari 3 jam di IGD untuk mendapat perawatan medis, tidak
menunjukkan bahwa pasien yang menunggu terlalu lama untuk diberikan tindakan di
IGD akan mengalami kecemasan berat sekali (9,3%), kecemasan berat (41,2%),
Selain itu, di IGD juga sering kehabisan kapas atau perban, sehingga perawat
menunggu lama dalam pemberian tindakan gawat darurat. Hal ini disebabkan
kurangnya monitoring dari pihak manajemen IGD terhadap kebutuhan alat dan bahan
di ruang IGD.Hal serupa juga ditemukan oleh Qibtiyah (2015) di IGD RSUD Kudus
dimana belum terprogramnya SPO yang jelas sehingga belum ada pengawasan dan
pemeriksaan rutin apakah kegiatan IGD sesuai rencana dan evaluasi kebutuhan
IGD.IGD hanya memiliki 2 bed yang berfungsi dan jumlah perawat yang hanya 2
jumlah SDM yang kurang, meningkatkan beban layanan di IGD. Kesalahan medis
dapat terjadi karena kondisi unit yang sibuk dan beban tenaga kesehatan yang
(Setyaningsih, 2015) dimana sebanyak 57,14% harus menunggu selama >3 jamuntuk
ditangani di IGD.
surat pengantar untuk pemeriksaan penunjang maka akan segera dilakukan tindakan,
Akan tetapi, dari proses tersebut, ditemukan ada pasien yang tidak membayar
tindakan sementara bahan reagen/film rontgen sudah terpakai. Hal ini disebabkan
disain rumah sakit yang memiliki ruang terbuka serta letak kasir yang jauh dari
proses kerja di apotek, seperti adanya inovasi dari kepala bagian apotek dalam
meotivasi dan meningkatkan kualitas anak buahnya dan hal ini berdampak positif
bagi pasien. Meski pasien harus menunggu sampai 30 menit di apotek, mereka tidak
beranggapan bahwa kerja dan waktu tunggu di apotek terlalu lama. Selain itu, pasien
juga sangat terbantu dengan adanya edukasi obat oleh petugas apotek. Hal serupa
terdapat dalam penelitian Wasetya (2012) yang mengemukakan bahwa edukasi dan
proses kerja yang baik di apotek akan mempengaruhi persepsi pasien terhadap lama
Penyumbang waste terbesar pada proses pelayanan gawat darurat di RSU Sari
Mutiara Lubuk Pakam ini adalah di proses tindakan triase, dimana waktu rata-rata
pasien dalam menunggu diberikannya tindakan triase adalah 4200 detik (70 menit).
Hal ini disebabkan pasien harus sabar menunggu gilirannya akibat keterbatasan
jumlah bed dan perawat di IGD. Dari hasil perhitungan waktu yang dilakukan
aktivitas dalam pelayanan gawat darurat yang memberikan nilai value added hanya
26,48%. Nilai ini berada di bawah 30%, dimana suatu rumah sakit akan dikatakan
lean apabila rasio antara value added terhadap non value added (waste) minimum
telah mencapai 30% (Graban, 2016).Di rumah sakit tipe C di Indonesia seperti RSIA
Kemang Medical Care, setelah menerapkan lean pada tahun 2013, diperoleh
produktivitas 100% (zero waste) dan indeks kepuasan pasien meningkat dari 76%
5.3 Action Planning dan Action Taking berdasarkan Prinsip Lean Hospital
(waste) pada sistem alur proses pelayanan gawat darurat, penulis telah mengusulkan
pertimbangan lain yang disadari oleh peneliti bahwa untuk mengubah dan
merencanakan suatu ide harus melalui proses yang panjang, namun berkat dukungan
dari Direktur RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam beserta segenap manajemen dan staf
sendiri. Untuk mengatasi hal ini diperlukan standarisasi kerja serta pelatihan yang
Italia (Bucci, 2016) dan terbukti melalui lean, seluruh rumah sakit mengalami
berkurangnya jumlah pasien yang pulang tanpa bertemu dokter, dan peningkatan
kepuasan pasien.
petugas rumah sakit, mengurangi waste dan sebagai error proofing untuk
inventori dan beban kerja. Penggunaan e-kanban telah dilakukan pula di RS Islam
yang lebih aman, memperpendek leadtime handling barang (berkas rekam medis,
alat medis, obat di apotek) dan bisa menjaga delivery tepat waku.
kegiatannya antara konsultasi pasien dengan tindakan medis sehingga pasien tidak
dengan hasil dokter lebih disiplin dalam kehadiran dan waktu tunggu pasien di ruang
pasien. Hal ini mengacu kepada UU No. 44 tahun 2009, dengan pemisahan antara
ruang konsultasi dengan ruang tindakan dan ruang observasi dengan ruang operasi,
maka rumah sakit sedang melindungi privasi pasien dan pasien merasa lebih nyaman.
Hal ini sesuai dengan penelitian Ng et al (2010) bahwa peningkatan aliran pasien
terjadi melalui modifikasi ruangan tanpa adanya penambahan sumber daya di IGD.
Setelah itu, komite medis meninjau kembali perjanjian kerja sama dokter dan
pihak rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Adellia (2015)
Malang menyimpulkan bahwa perjanjian kerja sama dokter dan pihak rumah sakit
pelayanan gawat darurat yaitu rasa saling menghargai dan perbaikan terus
menerus karena terkait erat dengan kepemimpinan dan manajerial suatu rumah
sakit (Gasperz, 2007). Ada 5 (lima) hal pendukung agar kegiatan manajerial lebih
tetap terbuka dan efektif serta membuka aktivitas informal yang berguna untuk
Melalui jalur komunikasi, pihak rumah sakit akan lebih mudah dalam
mengatasi masalah yang sudah ada maupun yang akan timbul (Wasetya, 2012).
dalam bekerja.
4. Label Triase
Untuk ketiadaan label triase, maka perlu diperbaiki dengan konsep 5S dan
dengan disain rak penyimpanan yang tepat dan pelabelan triase yang jelas,
oleh petugas Instalasi Gawat Darurat dalam pemberian tindakan kepada pasien
gawat darurat.
Keputusan RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam untuk menerapkan budaya kerja
5Stelah menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, aman, rapi, bersih dan
moral pegawai, maka respon pegawai terhadap pasien pun meningkat. Hal ini
didukung oleh penelitian Chan (2014) yaitu bahwa rumah sakit yang menerapkan
diterapkannya lean di IGD, total waktu yang diperlukan dalam proses pelayanan
IGD berkurang dari 54,76 menit menjadi 24,45 menit (Chan, 2014). Demikian
dengan 5Sdan error proofing, telah berhasil meningkatkan kepuasan pasien dan
menambah manajemen visual mulai dari pintu masuk hingga pasien selesai
mendapatkan obat, juga demi kenyamanan pasien dan memudahkan petugas dalam
umum seperti toilet, ruang menyusui, mushola, sebaiknya dilakukan. Usulan ini
visual mulai dari pintu masuk hingga pasien selesai mendapatkan obat,
telah terbukti dengan berkurangnya waktu tunggu pendaftaran 6 kali lipat dari 3600
detik menjadi 600 detik. Tindakan triase sebagai penyumbang waste terbesar juga
kualitas ini juga terbukti dengan diverifikasinya RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam
menerapkan lean hospital berhasil mencapai peningkatan kualitas pada rumah sakit
yang ditelitinya, seperti penelitian sejenis dengan metode action research oleh Costa
(2014) bahwa penerapan lean melalui metode 5S, Visual Management, SMED, Value
Stream Map, dan SPO berhasil meningkatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit
manajerial yang baik. King et al (2006) juga melakukan penelitian action research
yaitu di IGD pada rumah sakit pendidikan di Australia menyatakan bahwa intervensi
lean dengan disain Value Stream Mapping pada aliran pasien berhasil mengurang
waktu tunggu pasien, meningkatkan kepuasan pasien dan kecelakaan kerja yang
merugikan pasien.
sakit pendidikan di Amerika, yaitu melalui pendekatan lean pada rumah sakit
tersebut, telah meningkatkan jumlah kunjungan pasien dan mengurangi waktu tunggu
pasien. Hal ini juga didukung oleh Chadha et al (2012) melalui penelitian action
research di IGD pada 3 rumah sakit di India, diperoleh bahwa implementasi lean
telah berhasl meningkatkan angka kunjungan pasien dan menurunkan waktu tunggu
melalui pendekatan lean pada 9 rumah sakit di Amerika selama 3 bulan yaitu dengan
memperbaiki standar kerja, menambah jumlah tempat tidur, dan menambah jumlah
dokter spesialis telah menurunkan angka kecelakaan kerja dan kecacatan pada pasien.
Murrel et al (2011) melakukan penelitian action research di ruang gawat darurat pada
salah satu rumah sakit di Amerika dengan rata-rata kunjungan pasien IGD sebanyak
67.000 per tahun. Melalui pendekatan lean dengan metode Value Stream Mapping,
pemberian label triase yang tepat sasaran, dan pelatihan secara berkala pada perawat,
telah berhasil menurunkan waktu tunggu pasien, angka kejadian pasien pulang tanpa
diperiksa dokter menurun hingga zero waste, dan jumlah kunjungan pasien
meningkat.
penunjuk arah di rumah sakit, berhasil meningkatkan angka kepuasan pasien dan
waktu tunggu pasien berkurang serta angka kejadian pasien pulang tanpa diperiksa
dokter hampir menurun (18%). Demikian pula dengan penelitian oleh Mazzocato et
al (2012), melalui identifikasi masalah dengan Value Stream Mapping, relokasi ruang
IGD, penambahan tenaga medis di ruang IGD, dan perbaikan manajerial rumah sakit
diperoleh hasil bahwa dalam waktu 1 jam, dokter mampu menangani 4 pasien secara
berurutan karena dokter bekerja sesuai dengan beban kerjanya, berkurangnya waktu
lean hospital, dan keberhasilan RSU Sari Mutiara untuk diakreditasi pertama kalinya
pendekatan terbaik.
6.1 Kesimpulan
sebagai berikut:
kerja pelayanan gawat darurat yang ada di RSU Sari Mutiara Lubuk
activities) dengan aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value added
136
kurang optimal.
mengantri.
triase dari 4200 detik menjadi 1200 detik, perawat tidak lagi melakukan
tersedia di IGD serta perawat yang beroperasi di IGD sudah lebih ahli.
6.2 Saran
Sebagai saran yang direkomendasikan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagi direksi dan manajemen RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam, usulan-
berkesinambungan.
memperbaiki kualitasnya.
dengan menggali lebih banyak lagi kejadian waste di instalasi lain seperti
rawat inap, rawat jalan dan hubungan pelayanan gawat darurat terhadap
DAFTAR PUSTAKA
Abuhejleh, A., Gardiner, P., Ellahham, S., 2016, Exploring the Role of Lean
Methodology as A Tool for Performance Improvement in Healthcare Projects:
An Ethnographic Case Study in U.A.E., Dubai: Journal of Medical and Dental
Science Research, 3(8): 15-24.
Agustiningsih, A., 2011, Tesis: Disain Perbaikan Proses Pelayanan Unit Rawat Jalan
Dengan Konsep Lean Hospital Di Rumah Sakit Karya Bhakti, Depok:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Apriyani, D., 2008, Peningkatan Hasil Belajar Siswa (Buku Elektronik) diakses 28
April 2017; http://idb4-wikispaces.com/file/view/ss4006.pdf
.Boos, H., Frank, G., Andreas, K., 2010, Excercises with the universal R-matrix,
Washington: Journal of Physics A: Mathematical and Theoritical, 43(41) 45-
49.
Chadha, RS, Kalra AJ, 2012, Lean and queuing integration for the transformation of
health care processess: A lean health care model, India: “Clinical
Governance” An International Journal, 17: p. 191-199.
Chan, HY, Lo SM, Lee LLY, et al, 2014, Lean techniques for the improvement of
patients’ flow in emergency department, Hongkong, China: World J Emerg
Med Vol. 5, 1: p.24-28.
Crew, R.F., Hafez, S.M., 2010, Applying lean thinking in construction and
performance improvement, Egypt: Alexandria Engineering Journal, 52:679-
695.
Costa, E., Alves, AC, Braganca, S., 2014, Action-research methodology to improve
performance using lean production tools, Portugal: Techniques Technologies
Education Management Vol. 9, 2: p.253-264.
Dahlen, I., Westin, L., dan Adolfson, A., 2012. Experience of being a low priority
patient during waiting time at an emergency department (Jurnal Elektronik)
diakses 3 Januari 2018.
Depkes RI, 2006, Standar Pelayanan Gawat Darurat di Rumah Sakit, Jakarta:
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
Depkes RI, 2007. Pedoman Sarana dan Prasarana Bangunan IGD Rumah Sakit Tipe
C. Jakarta: Dirjen RI.
Dickson, EW, 2010, Use of Lean in the emergency department: a case series of 4
hospitals, Ann Emerg Med: p. 504-510
Doss, R. & Orr, C., 2007, White Paper : “Lean Leadership in Healthcare”,diakses 23
April 2017; http://www.aptimise.com/LeanLeadershipWhitePaper
Edwards, J.D., 2015. The Birth of Lean, Tokyo: Lean Enterprise Institute, Inc. (Buku
Elektronik) diakses 7 Maret 2017; https://www.lean.org/
Emiliani, M.L., Stec, D.J., 2005. Leaders lost in transformation, New Britain (USA):
Leadership and Organization Development Journal, 26(5): 370-387.
Endsley, S., Maqill, M.K., Godfrey, M.M., 2006. Creating A Lean Practice, Oxford:
International Journal for Quality in Healthcare, 28(2): 150–165.
Farrell, G., 2007, Survey of ICT and Education in Africa. Washington, USA: The
International Bank for Reconstruction and Development, The World Bank
Press (Buku Elektronik) diakses 5 Mei 2017; https://www.infodev.org/
Furwanti, E., 2014, Gambaran Tingkat Kecemasan Pasien DiInstalasi Gawat Darurat
(IGD)RSUD Panembahan Senopati Bantul, UGM Yogyakarta: Tesis.
Gasperz, V., 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Services Industries.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Graban, M., 2016, Lean Hospitals: Improving Quality, Patient Safety and Employee
Engagement, Northwestern, United States of America: Lean Enterprise
Institute, Inc.
Graban, M., 2011, Healthcare Kaizen, Northwestern, United States of America: Lean
Enterprise Institute, Inc.
Grunden, N., Hagood, C., 2012, Lean-led Hospital Design: Creating the Efficient
Hospital of the Future. Boston: Productivity Press.
Houchens, N., Kim S. C., 2014, The Application of Lean in the Healthcare Sector:
Theory and Practical Examples, New York: Springer.
Indar M., Naiem, J., 2013, Profil Klinis dan Luaran Pasien Gawat Darurat Medis
Dewasa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Jimmerson, C., 2007. A3 Problem Solving for Healthcare: A Practical Method for
Eliminating Waste, New York, United States of America: Healthcare
Performance Press.
Kemenkes RI, 2009, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 856
tentang Standar Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit, Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Liker, J., 2004, The Toyota Way, New York: McGraw Hill Press.
Mahendra, B., Holden RJ, 2011, A human factors engineering paradigm for patient
safety: the SEIPS model. Qual Saf Health Care: p. 159-165.
McCulloch, W.S., Pitts, W.H., 2010, A Logical Calculus of the Ideas Immanent in
Nervous Activity, Massachusetts, USA: Bulletin of Mathematical Biophysics,
5:115-133.
Moraros, J., Lemstra, M., Nwankwo, C., 2016. Lean Intervention in healthcare: do
they actually work? A systematic literature review, Brasil: Lean Institute
(Jurnal Elektronik) diakses 1 Maret 2017; http://www.lean.org.br
Ng D, Vail G, Thomas S., et al, 2010, Applying the Lean Principles of the Toyota
production system to reduce wait times in the emergency department, CJEM:
50-57.
Nindya, A, 2012, Usulan Perbaikan Lean Hospital pada Inventoris Gudang RS Islam
Jakarta, Universitas Indonesia: Skripsi.
Ohno, T., 1988, Toyota Production System: Beyond Large Scale Production, New
York: Productivity Press.
Qibtiyah, E. M., Sudiro, Wulan, L. R., 2015, Manajemen Mutu Pelayananan Instalasi
Gawat Darurat (IGD) RSUD Kudus (Studi Kualitatif), Jakarta: Jurnal
Manajemen Kesehatan Indonesia.
Setyaningsih, 2016, Analisis Waktu Tunggu Pasien yang Dirujuk ke Rawat Inap
Melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr. Moewardi, Yogyakarta.
Savitri, A., 2015, Pemanfaatan tracer di Penyimpanan Berkas Rekam Medis di UPT
Puskesmas Wonosari 1 (Tugas Akhir), Yogyakarta: Program Studi Rekam
Medis UGM.
Stralser, S., 2004, MBA In A Day-What You Would Learn at Top-Tier Business
Schools (If You Only Had the Time), New Jersey, USA: John Wiley & Sons,
Inc.
Taninecz, G., 2004, Lean Landscapers: Atlanta firm embraces lean in challenging
industry with multiple gembas., Atlanta, GA: Lean Enterprise Institute, Inc.
Timothy, B., Villavicecio, A., Waldron, B., 2010, A multilngual database of idioms,
Lisbon, Portugal: In Proceedings of the 4th International Conference on
Language Resources and Evaluation (LREC), 1127-1130.
Wasetya, D, 2012, Alur Proses Pelayanan Unit Rawat Jalan dengan Mengaplikasikan
Lean Hospital di RS Marinir Cilandak Tahun 2012, Depok: UI.
West, P. And Sweeting, H., 2001, Research papers in Education “Being different:
correlates of the experence of teasing and bullying at age 11”, England:
University of Glasgow 16(3): 225-246
WHO, 2003, The World Health Report: Shaping the Future, Geneva, Switzerland:
WHO.
Womack, J.P. et al, 2005, Going Lean in Healthcare, Cambridge: Institute for
Healthcare Improvement, 20 University Road.
Young, T., and McClean, S., 2009, Some challenges facing Lean Thinking in
Healthcare, Oxford: International Journal for Quality in Healthcare, 21(5):
309-310.
Lampiran 1
PEDOMAN OBSERVASI
1.Pemetaan alur proses sistem pelayanan Value Assessment (aliran pasien)
No. Observasi :
Observer :
Tanggal
Aliran Non Value added Waste
Waktu Value
No Kegiatan proses/ Non- yang
(detik) added Avoidable
dokumentasi avoidable terjadi
TOTAL
143
TOTAL
Lampiran 2
PEDOMAN WAWANCARA
Hari, Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Karakteristik Informan
Kode : P.01
Nama :
Jabatan : Kepala Rumah Sakit
Masa Jabatan :
A. UMUM
1. Ucapan terima kasih
2. Menjelaskan maksud dan tujuan wawancara ini
B. SPESIFIK
SDM dan metode pelayanan:
1. Bagaimana kondisi pelayanan di instalasi gawat darurat?
2. Bagaimana kebijakan direksi/pimpinan untuk meningkatkan mutu pelayanan
IGD? Apakah ada acuan khusus yang digunakan untuk meningkatkan mutu
pelayanan?
3. Apakah ada komplain/keluhan ke direksi/pimpinan terhadap proses pelayanan
(dokter, dokter tamu, staf, perawat, dll)?
4. Jika ada, apakah tindakan yang diambil dalam mengatasi keluhan tersebut
dipandang dari aspek sosial dan politis?
5. Apakah ada pembagian tugas dan tanggung jawab kerja secara spesifik?
6. Bagaimana kinerja/motivasi dari SDM sudah memberikan pelayanan yang baik
bagi pasien?
145
Hari, Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Karakteristik Informan
Kode : P.02
Nama :
Jabatan : Kasubdep IGD
Masa Jabatan :
A. UMUM
1. Ucapan terima kasih
2. Menjelaskan maksud dan tujuan wawancara ini
B. SPESIFIK
SDM dan metode pelayanan:
1. Bagaimana kondisi pelayanan di instalasi gawat darurat?
147
Hari, Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Karakteristik Informan
Kode : P.04
Nama :
Jabatan : Perawat
Masa Jabatan :
A. UMUM
1. Ucapan terima kasih
2. Menjelaskan maksud dan tujuan wawancara ini
B. SPESIFIK
SDM dan metode pelayanan
1. Bagaimana kondisi pelayanan di instalasi gawat darurat?
2. Bagaimana kebijakan direksi/pimpinan untuk meningkatkan mutu pelayanan
gawat darurat? Apakah ada acuan khusus yang digunakan untuk meningkatkan
mutu pelayanan?
3. Apa ada kesulitan atau permasalahan dalam pekerjaan yang selama ini
dirasakan dalam proses pelayanan gawat darurat terkait dengan keberagaman
tingkat sosial/tuntutan pasien, jenis asuransi? Keluhan pasien apa saja?
4. Permasalahan yang dihadapi terkait dengan fasilitas kerja? (kekurangannya,
ketepatan, kemutakhirannya)
5. Bagaimanan kemampuan dan keterampilan kerja? Secara khusus perawat?
6. Bagaiman komitmen dengan manajemen dalam pemenuhan kebutuhan akan
fasilitas pendukung? Sistem intensif? Kerja sama manajemen-dokter dan
manajemen-perawat?
7. Apakah adanya SOP, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis membantu
dalam pekerjaan sehari-hari?
149
Hari, Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Karakteristik Informan
Kode : P.05
Nama :
Jabatan : Pasien
Jenis Pembayaran : Asuransi/Umum
A. UMUM
1. Ucapan terima kasih
2. Menjelaskan maksud dan tujuan wawancara ini
B. SPESIFIK
SDM dan metode pelayanan
1. Bagaimana kondisi pelayanan di instalasi gawat darurat?
2. Adakah keluhan bapak/ibu terhadap keadaan IGD? (dari segi kenyamanan,
pengaturan ruangan)
3. Adakah keluhan terhadap ketepatan dan kecepatan pelayanan di bagian IGD?
(termasuk waktu tunggu)
4. Apakah RS mampu memberikan kejelasan informasi mengenai persyaratan?
Bagaimana dengan urutan proses pelayanan? Apakah ada petunjuk arah?
5. Adakah keluhan terhadap keramahan pegawai (dokter, perawat, staf
administrasi) dalam pelayanan di bagian IGD?
6. Apakah bapak/ibu mempunyai keluhan terhadap kompetensi dan kemampuan
dokter dalam pelayanan di bagian IGD?
Jika ada, sebutkan.............
7. Dalam menunggu proses pelayanan, apa yang biasa dilakukan?
151
Lampiran 5
ANALISIS DENGAN METODE LEAN
1. Visual Manajemen
No. Observasi :
Observer :
Tanggal :
3 Triase
6 Apotek
7 Kasir
TOTAL
165
2 Duplikasi
4 Komunikasi yang
Kurang Jelas
6 Kesempatan yang
Hilang
8 Underutillized
employees
3. 5S
Area Kerja : Identifikasi 5S di Instalasi Gawat Darurat
No. Observasi :
Observer :
Tanggal :
Non 5S
No 5S
What When Why
1 Seiri/ringkas
2 Seiton/rapi
3 Seiso/resik
4 Seiketsu/rawat
5 Shitsuke/rajin
167
TOTAL
LAMPIRAN 3
GAMBAR PENELITIAN
LAMPIRAN 4
MANUSKRIP WAWANCARA
Informan
Pertanyaan Ka. Rekam Petugas
Direktur RSU Kepala IGD Petugas Lab Petugas Rad Dokter Perawat Pasien
Medis Apotek
Bagaimana Hmm... Pelayanan Hmm... kalo Kalo di IGD Kalo di IGD Keknya sih Di IGD kita Kalo di IGD Di IGD
kondisi sepertinya IGD memang menurut saya ya? IGD ya setau saya saya udah berusaha cepat sini udah lebih pelayanannya
pelayanan di sudah bagus, kita disini sih ya gitu, orang itu perawatnya bagus menangani baguslah ya apa
gawat darurat? ya walau kekurangan memang kurang itu sih udah bagus pasien ya tapi dibandingkan adanyalah
masih ada tenaga ya dibandingkan perawatnya, lah, ya itu tadi rumah sakit mba.
beberapa sama beberapa rumah sakit alat-alatnya pelayanannya mba,,, ada grand (Apalagi
aspek yang alat seperti lain masih juga masih lumayan, yang namanya medistra. kayak pasien
diperbaiki tapi mesin suction, kurang, tapi terbatas Cuma ya keterbatasan, Menurut BPJS ini, ya
saya kira tapi kalo gimana ya, memang harus karena pendapat saya pasrah ajalah
sudah cukup dibanding saya kurang diperbaiki lagi manusianya ya kami
bagus sebelumnya paham juga lah terbatas ya namanya
yang sekarang gitu lah juga dirujuk
udah lumayan kemari)
lebih baik lah
Bagaimana Kita sih Acuannya apa - - - - - - -
kebijakan mengikuti ya? Kalo SPO
direksi/pimpinan prosedur yang sih ada ya
untuk sebelum- seharusnya,
meningkatkan sebelumnya iya adalah...
mutu pelayanan mba....
IGD? Apakah ada Kalo SPO ada
acuan khusus tapi masih
yang digunakan harus
untuk diperbaharui
meningkatkan lagi
mutu pelayanan?
Apakah ada Sepertinya ya beberapa - - - - - - -
komplain/keluhan tidak ada pasien
ke pengennya
direksi/pimpinan cepat mba,
terhadap proses tapi kek
pelayanan? manalah kami
Jika ada, apakah disinipun
tindakan yang empot-
diambil dalam empotannya,
mengatasi bukannya
Informan
Pertanyaan Ka. Rekam Petugas
Direktur RSU Kepala IGD Petugas Lab Petugas Rad Dokter Perawat Pasien
Medis Apotek
keluhan tersebut banyak tenaga
dipandang dari disini. Paling
aspek sosial dan kami Cuma
politis? suruh
pasiennya
supaya sabar
sikit
Apakah ada Kesulitannya Ya - - - - Kesulitannya Adalah -
kesulitan atau ya? Hmmm kesulitannya paling kalo beberapa
permasalahan kayaknya sih itu tadi, kami pas lagi keluhan
dalam pekerjaan gak ada, coba kurang tenaga banyak pasien misalnya
yang selama ini mba tanya ke dan kurang ya khususnya mereka mau
dirasakan dalam bagian IGD fasilitas. pasien BPJS cepat, mau
proses pelayanan mungkin Terus pasien ya kami disini supaya gak
gawat darurat mereka lebih kan butuh harus kerja sakit, tapi kan
terkait dengan tahu cepat, harus ekstra prosedurnya
keberagaman juga ditangani harus diikuti
tingkat sosia/ dengan benar jugalah
tuntutan pasien, ya dengan
jenis asuransi? segala
Keluhan pasien keterbatasan
apa saja? itu ya pasien
harus maklum
Apakah ada Ada, pastinya Ada. Tapi ya Ada, tapi kami Pastinya ada Ada lah Kalo di apotek Pastinya ada Hmm, kalo -
pembagian tugas ada kadang- disini saling sih kita kerja spesifik ya
dan tanggung kadang kalo membantu rame-rame mungkin ada.
jawab kerja yang satu gak kalo misalnya
secara spesifik? sempat ada pekerjaan
terpkasa yang kurang
perawat lain dipahami
yang
mengcover
kerjaan dia
Bagaimana Kalo Ya kita tetap Udahlah, Kami disini Hmm, udahlah Kalo menurut Kami sih Ya kami -
kinerja/motivasi motivasinya berusaha sejauh yang pasti berusaha kami sih udah disini tim ya sadari
SDM, apakah sih ada untuk saya lihat sih kasi yang kayaknya mbak, ya keterbatasan
sudah pastinya, itu memberikan udahlah terbaiklah mba walau jumlah kami, tapi kalo
memberikan sudah cukup yang terbaik sedikit tapi memberi
pelayanan yang untuk hasil berusaha buat pelayanan yg
baik bagi pasien? pelayanan kasi yang terbaik
yang baik terbaik mungkin
Informan
Pertanyaan Ka. Rekam Petugas
Direktur RSU Kepala IGD Petugas Lab Petugas Rad Dokter Perawat Pasien
Medis Apotek
belum cuma
akan tetap
berusaha
Apakah selama Kita sekarang Ya sudah tapi Kurang tau, - - - Ya, kalo kami Kalo -
ini pejabat yang sedang itulah kadang bagian orang melapor pelaksanaan
bertanggung berusaha untuk masih suka itulah kak misalnya sih ada tapi
jawab dalam itu, supaya kuranglah kapas habis, kurang pas
proses pelayanan kegiatan kayak perban perban habis,
gawat darurat perencanaan, sama kapas, ya memang
sudah evaluasi itu terpaksalah dibeli orang
melaksanakan pelaporannya kadang kami itu tapi tetap
kegiatan jelas dan rutin. jemput ke gak cukup.
manajerialnya poliklinik
(planning,
evaluating dan
controlling)
sebagaimana
mestinya?
Apa saja Ya ada saja Ya paling Paling sesama Nggak ada, Kayaknya sih Ga ada kek Apa ya, - -
kesulitan yang dokter yang pasien yang kawan di paling itulah kami aman- nya hmmm paling
terkait dengan suka terlambat. kurang rekam pasien ada aman aja, pasien itulah
orang yang Kadang saya sabaran ya medislah ya, yang jugul, paling ya itu kayak yang
selama ini yang gantiin. udah gitu gak maunya gak pasien datang kubilang tadi,
menjadi Kalo pasien ya bisa mereka itu dibayarnya kemari tp gak gak mau
permasalahan? paling suka dibilangin. rapilah sikit biaya lab, jd jadi bayar. bersabar.
(pasien, dokter, serobot antrian Kadang kami kerja. sia-sialah itu Ntah apa!
SDM lain) ya jadi ntar kewalahan hasil
ributlah itu juga kalo pemeriksaan
apalagi kalo dokternya dia
udah hari belum datang
sabtu, penuh
rumah sakit
kami sama
pasien BPJS
Informan
Pertanyaan Ka. Rekam Petugas
Direktur RSU Kepala IGD Petugas Lab Petugas Rad Dokter Perawat Pasien
Medis Apotek
Sejauh ini, Hambatannya Hambatannya - - - - Ya paling Perlu adanya -
hambatan apa sih kayaknya ya susah dilengkapi evaluasi
yang dihadapi belum ada mengatur dululah berkala supaya
saat orang fasilitas orang kamipun tau
melaksanakan termasuk dari sama mana yang
implementasi dari diri sendiri, ya ruangannya harus
ide perbaikan kan mbak baru bisa diperbaiki
pelayanan gawat berjalan
darurat?
(komitmen
manajemen, SPO,
kebijakan
kepemimpinan)
Adakah rencana Ada. Kita Belum tau. Gak tau juuga Kurang tau Gak tau Ruangan kami Berharapnya Ada kayaknya, -
untuk renovasi/ rencana mau mba. Tapi inilah kak sih ada. Biar dengar-dengar
penambahan/ pindahkan kalo bisa katanya nanti ruang IGD gitu
penempatan apotek biar ruangan kami mau dipindah inilah dulu
ruangan di RS? dekat ke IGD inilah maunya direhab, sama
sama agak dibagusi ruang rawat
poliklinik sikit inap di lantai
3 itu dibagusi
maunya biar
gak kayak jadi
rumah hantu
Apakah fasilitas Ya lebih Kalo Ya sebagian - - - Menurut saya Sudah. Belum.
kesehatan di RS kurang menurutku sih besar udahlah untuk rumah
mampu mampulah. kurang ya kek nya. sakit tipe C
mengakomodasi mbak, kayak memang
kebutuhan kami butuh belum
pelayanan bagi mesin suction, sempurna, tapi
pasien? masih belum kita berharap
lah menurutku terus
dilakukan
perbaikan
Apakah fasilitas Iya Hmm.... iya Iya kek nya Iya Iya, Saya mau Kurang sih
penunjang selayaknya sih bilang iya. mba
memudahkan begitu
pasien/pegawai
dalam
melaksanakan
pekerjaannya/
Informan
Pertanyaan Ka. Rekam Petugas
Direktur RSU Kepala IGD Petugas Lab Petugas Rad Dokter Perawat Pasien
Medis Apotek
perawatannya?
Apakah letak Memang sih Belum, masih Belum Ya belum Belum sih Agak jauh Belum tapi Belum Ih bingung
ruang IGD belum, kalo jauh dari pintu memang memang sudah ada kami entah
terhadap ada dana nanti utama wacana untuk dimana IGD,
pelayanan sudah kami coba direlokasi gak jelas
strategis? perbaiki letaknya
Apakah fasilitas Sepertinya Sudahlah Ya sudah Semestinya Sudah aja deh Hehehe sudah Kalo menurut Keknya sudah Mungkin...
dan fisik sudah sih sudah kali ya kami ya sudah
bangunan IGD cukupla
sudah dapat
mengakomodasi
proses perawatan
pasien dan
pekerjaan
pegawai?
Adakah keluhan - - - - - - - - Banyak,
Bapak/Ibu apalagi itu
terhadap IGD? antrinya
panjang kali.
Kayaknya
ada
permainan di
bagian
pendaftaran
itu, lama kali
awak masuk
Adakah keluhan Selama saya Ya ada, itulah Kurang tau Coba tanya Mungkin ada Hmmm Ya kita Kalo pas lagi
terhadap memimpin, tadi karena langsung ke kurang tau manusia pasti rame kali
ketepatan dan belum ada kami cuma IGD aja mba juga ada pasien, itulah
kecepatan sedikit kekurangan, kami bingung,
pelayanan di sementara keluhan ya ya maulah
bagian IGD? pasien tentunya ada pasiennya
banyak , harap marah2 sama
maklum kami
Apakah RS - - - - - - - - Ih gak
mampu ngertilah
memberikan kami mbak,
kejelasan di
informasi pendaftaran
mengenai capek kami
persyaratan? berdiri antri,
Informan
Pertanyaan Ka. Rekam Petugas
Direktur RSU Kepala IGD Petugas Lab Petugas Rad Dokter Perawat Pasien
Medis Apotek
Bagaiman dengan udahlah tak
urutasn proses disediakan
pelayanan? meja atau
Apakah ada pulpen,
petunjuk arah? berbelit-
belitlah
prosedurnya.
Ntah dimana
pendaftaran,
ntah dimana
IGD, pusing
kepala.
Adakah keluhan - - - - - - - - Perawatnya
terhadap sih nggak,
keramahan paling
pegawai dalam dokternya
pelayanan di agak cerewet
bagian IGD?
Apakah - - - - - - - - Dokternya
Bapak/Ibu itu lama kali
mempunyai datang, kek
keluhan terhadap mana bisa
kompetensi dan coba ada
kemampuan nama
dokter dalam dokternya
pelayanan di tapi gak di
bagian IGD? tempat?
Dalam menunggu - - - - - - - - Main hape
proses pelayanan, lah, apa lagi?
apa yang biasa
Anda lakukan?
Adakah saran dan Semoga IGD Ya tolonglah Semoga IGD Supaya lebih Ya kalo bisa - Berharap ada Kami berharap Semoga
harapan yang lebih tanggap supaya ruangannya cepat adalah perhatian agar IGD antriannya
diperlukan untuk dan cepat pimpinan lebih luas, tanggaplah penambahan lebih dari dilengkapi gak terlalu
meningkatkan dalam perhatikan tempat pegawainya yayasan dan sarana dan lama, dokter
pelayanan IGD? menangani fasilitas kami. tidurnya disitu direksi, juga prasarana nya jangan
kasus gawat Terus kalo dilengkapi dan dibuatlah terlambat
darurat. boleh, pegawainya pelatihan lagi, gitulah
dibikinlah juga untuk kami paling eh
pelatihan rutin terus
supaya dibuatlah
Informan
Pertanyaan Ka. Rekam Petugas
Direktur RSU Kepala IGD Petugas Lab Petugas Rad Dokter Perawat Pasien
Medis Apotek
kamipun bisa penunjuk
lebih terampil, arah yang
terus segala jelas, mana
kekurangan kami hapal2
tenaga SDM letak ruangan
maunya di rumah
adalah, biar sakit ini
gak
kewalahan
kali kami