Anda di halaman 1dari 19

Makalah Konsep Pelayanan Prima di Rumah Sakit

Alat bantu dalam mengembangkan program pelayanan prima


di bidang keperawatan berbasis RS

OLEH
MERI NATALIA SIMARE MARE
Nim : 160204033

DOSEN PEMBIMBING: Ns. EVA KARTIKA HASIBUAN,


M.Kep

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT. yang mana atas
berkat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyusun makalah yang berjudul
“Alat bantu dalam mengembangkan program pelayanan prima di bidang
keperawatan berbasis RS”untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Keperawatan Prima. Dalam penyusunan makalah ini, tidak lepas dari hambatan
yang penulis hadapi, namun penulis menyadari kelancaran dalam penyusunan
makalah ini tidak lain berkat dorongan, bantuan, dan bimbingan semua pihak,
sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak
kekurangan, mengingat akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis.
Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan
penyusunan makalah yang akan datang.

Medan, 14 April 2020

Penulis

  
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
Bab II. Tinjauan Pustaka
A. Tahap Memulai Proses Pelayanan Prima
di Bidang Keperawatan Berbasis Rumah Sakit
B. Alat Bantu Mengembangkan Program Pelayanan Prima
di Bidang Keperawatan Berbasis Rumah Sakit
Bab III. Penutup
1. Kesimpulan
2. Saran
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pelayanan keperawatan prima adalah pelayanan keperawatan profesional
yang memiliki mutu, kualitas, dan bersifat efektif serta efisien sehingga
memberikan kepuasan pada kebutuhan dan keinginan lebih dari yang
diharapkan pelanggan atau pasien. Pelayanan prima, sebagaimana tuntutan
pelayanan yang memuaskan pelanggan atau masyarakat, maka diperlukan
persyaratan agar dapat dirasakan oleh setiap pelayan untuk memiliki kualitas
kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas kompetensi
profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap
transaksi.
Pelayanan prima pada dasarnya ditunjukan untuk memberikan kepuasan
kepada pasien. Pelayanan yang diberikan harus berkualitas dan memiliki lima
dimensi mutu yang utama yaitu : tangibles, reliability, responsiveness,
assurance, dan empathy. Pelayanan prima dalam keperawatan merupakan
suatu hal yang bersifat luas, salah satu aspeknya adalah pelayanan prima di
rumah sakit, yang sangat penting untuk diperhatikan untuk dapat memberikan
kepuasan kepada pasien.
Pelayanan prima dalam konteks pelayanan rumah sakit berarti pelayanan
yang diberikan kepada pasien yang berdasarkan standar kualitas untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien sehingga pasien dapat
memperoleh kepuasan yang akhirnya dapat meningkatkan kepercayaannya
kepada rumah sakit (Endarini, 2001). Berdasarkan hal tersebut maka perlu
dilakukan pembahasan mengenai pelayanan prima meliputi tahapan memulai
proses pelayanan prima dan alat pengembangannya dalam keperawatan
berbasis rumah sakit.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.      Bagaimanakah tahap memulai proses pelayanan prima di bidang
keperawatan berbasis rumah sakit?
2.      Apakah Alat Bantu pengembangan Program Pelayanan Prima di Bidang
Keperawatan Berbasis rumah sakit?

1.3 TUJUAN

1.      Untuk mengetahui tahap memulai proses pelayanan prima di bidang


keperawatan berbasis rumah sakit
2.      Untuk mengetahui alat bantu pengembangan program pelayanan prima di
bidang keperawatan berbasis rumah sakit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tahap Memulai Proses Pelayanan Prima di Bidang Keperawatan
Berbasis Rumah Sakit
Aplikasi pelayanan prima dapat tidak berarti harus selalu dimulai dengan
menciptakan jenis pelayanan yang baru sama sekali. Justru ide dasarnya
adalah bagaimana caranya agar dapat meningkatkan pelayanan yang telah ada
selama ini agar lebih dapat memberdayakan pasien. Dengan demikian,
akuntabilitas rumah sakit sebagai lembaga pemberi jasa pelayanan kesehatan
akan menjadi lebih tinggi, dan niscaya meningkatkan kepercayaan pasien
kepada rumah sakit.
Pelayanan prima dalam konteks pelayanan rumah sakit berarti pelayanan
yang diberikan kepada pasien yang berdasarkan standar kualitas untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien sehingga pasien dapat
memperoleh kepuasan yang akhirnya dapat meningkatkan kepercayaannya
kepada rumah sakit (Endarini, 2001).
Berdasarkan tahapan pelayanan, pelayanan di Rumah Sakit dapat dibagi
3 jenis, yaitu:
 Pelayanan pratransaksi: kegiatan pelayanan sblm melakukan tatap muka
dengan dokter/perawat;
 Pelayanan saat transaksi: kegiatan pelayanan pada saat tatap muka
dengan dokter/perawat;
 Pelayanan Pasca Transaksi: kegiatan pelayanan sesudah tatap muka
dengan dokter/perawat.
Aplikasi pelayanan prima juga tidak berarti hanya meningkatkan
keprimaan pelayanan, tetapi merupakan proses pembaharuan pelayanan yang
harus terus menerus dilakukan, agar dapat memenuhi tuntunan pasien yang
terus meningkat. Berikut adalah tahap memulai proses pelayanan prima di
rumah sakit :

a.       Pembaharuan desain
Pada tahap ini kita perlu memahami, memetakan, mengkaji ulang,
dan memperbaharui nilai tambah yang sesungguhnya dapat diberikan
oleh proses pelayanan rumah sakit bagi masyarakat sebagai pelanggan.
Pengkajian harus dilakukan secara rinci dan menyeluruh mulai dari awal
sampai akhir proses pelayanan. Tahap ini sangat strategis, karena
memberi peluang besar untuk menciptakan desain pelayanan yang
mampu mencerminkan prinsip-prinsip pelayanan prima, dan yang
memiliki daya tampung bagi konsep-konsep terbaru dari berbagai bidang
kajian.
Proses pembaharuan desain pelayanan melibatkan beberapa
langkah yaitu :
 Menemukan “roh” pelayanan
Menemukan ‘roh’ pelayanan diartikan sebagai upaya pihak rumah sakit
untuk cakap berdialog dengan institisi sendiri, agar dapat menemukan
makna dari kegiatan pelayanan yang akan diselenggarakan. Menemukan
roh pelayanan harus dilakukan secara dialogis, dan bersama-sama oleh
seluruh karyawan rumah sakit yang terlibat dalam kegiatan pelayanan
yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan sebuah pelayanan dan
dilanjutkan ke unit yang besar. Perawat sebagai salah satu pemberi jasa
layanan kesehatan yang lebih banyak menghabiskan waktu bersama
pasien, perlu mengkaji pelayanan apa yang telah diberikan kepada pasien
dan bagaimana seharusnya memberikan pelayanan yang lebih baik bagi
pasien.
 Menetapkan jenis pelayanan
Setelah berhasil menemukan roh pelayanan, kegiatan selanjutnya dalam
pembaharuan desain pelayanan adalah menetapkan jenis-jenis pelayanan
yang akan kita sajikan kepada para pelanggan jasa layanan kesehatan.
Penetapan jenis-jenis pelayanan yang harus diselenggarakan dapat
didasarkan pada uraian tugas pokok dan fungsi dari unit
bersangkutan.Perawat manajer dapat ikut terlibat dalam menetapkan jenis
pelayanan yang tepat bagi pasien. Sebagai seorang perawat, mereka lebih
memahami kebutuhan pasien dengan memperhatikan keluhan yang
diberikan oleh pasien pada saat dilakukan pemberian pelayanan.
 Menghayati kegiatan pelanggan
Langkah selanjutnya dalam pembaharuan desain pelayanan adalah belajar
menghayati kegiatan pelanggan. Untuk setiap jenis pelayanan yang sudah
ditetapkan kita mencoba menyusun Daur Kegiatan Pelanggan. Dengan
daur ini , rumah sakit dapat  secara kreatif mencoba memetakan semua
kegiatan yang perlu dilakukan oleh para pelanggan. Kreativitas pada tahap
ini sangat berpengaruh terhadap keseluruhan desain dari sebuah proses
pelayanan. Inilah langkah penting untuk menciptakan sebuah pelayanan
yang bermutu tinggi dan pencerminan dari prinsip mengutamakan
pelanggan.
 Merancang proses pelayanan
Rancangan bagi keseluruhan proses pelayanan harus didasarkan pada
kegiatan pelanggan. Hal seperti ini disebut dengan pendekatan “mulai
dari hasil akhir” (start with the end).  Dengan pendekatan ini , rumah
sakit menyiapkan rancangan proses pelayanan secara bertahap.
b.   Sosialisasi & koordinasi
Setelah peta nilai tambah yang telah dirumuskan rampung dan dinilai
dapat diperbaharui, maka poin nilai tambah tersebut perlu disosialisasikan
kepada para petugas pelaksana, termasuk perawat di rumah sakit dan
pelanggan jasa layanan kesehatan. Selain itu, peta nilai tambah ini juga
perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang bekerja sama dengan rumah
sakit, seperti apotek, perusahaan pemasok alat-alat kesehatan. Hal ini
dilakukan agar mereka dapat sepenuhnya mendukung pelaksanaannya.
c.       Penyusunan standar pelayanan
Berdasarkan peta nilai tambah yang sudah dipahami oleh petugas
pelaksana maupun pelanggan, dan juga sudah disepakati untuk didukung
oleh perusahaan pemasok yang terkait, dapat mulai ditulis prosedur
pelayanan dan jaminan mutu yang baku.
Standar pelayanan merupakan dokumentasi resmi yang berisi rincian
teknis dari sebuah sistem pelayanan. Standar pelayanan berguna sebagai
pedoman kerja dari batasan mutu pelayanan yang harus dipenuhi oleh para
pelaksana pemberi jasa layanan kesehatan, salah satunya adalah perawat.
Sedangkan bagi para pelanggan jasa layanan kesehatan, standar pelayanan
berguna sebagai jaminan mutu pelayanan yang seharusnya mereka
peroleh.
Standar pelayanan umumnya memuat hal-hal seperti berikut:
         Visi dan misi pelayanan
         Jenis pelayanan yang ditawarkan
         Spesifikasi pelanggan
         Prosedur pelayanan;
         Pengawasan dan pengendalian mutu;
         Lampiran yang memuat denah lokasi, formulir, hasil
         kesepakatan, dan lain-lain.
d.      Persiapan Penyelenggaraan
Persiapan penerapan standar pelayanan meliputi antara lain
         Penyediaan Sarana/Prasarana
Untuk mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, dapat
mengacu pada hasil dari langkah perencanaan. Perlu juga disimak
kembali hasil kesepakatan dengan unit pemasok maupun unit
pelanggan.
         Pelatihan Petugas
Pelatihan diperlukan khususnya jika ada pembaharuan yang
mendasar pada desain pelayanannya atau memang sedang
menyiapkan pelayanan yang sama sekali baru. Bahan utama untuk
pelatihan ini  adalah standar pelayanan.
Terkait dengan bidang keperawatan di rumah sakit, pelatihan
perawat dapat dilakukan dengan melakukan diklat. Selain itu,
perawat dapat diberikan pelatihan berupa  sikap pelayanan, tata cara
menanggapi keluhan pelanggan, dan teknik membina citra positif.
         Uji Coba
Uji coba diperlukan khususnya jika kita sedang mengembangkan
pelayanan yang sama sekali baru, atau terjadi perubahan alur
kegiatan pelanggan yang berbeda dari prosedur pelayanan selama ini
         Pemasaran Pelayanan
e.       Penyelenggaraan
Pada tahap ini harus dikaji secara efektivitas dan efisiensi dari standar
pelayanan yang ditetapkan. Perlu dikaji juga hambatan dan kendala yang
terjadi di lapangan.
f.       Evaluasi
Tahap ini merupakan tahap yang krusial, karena harus disusun kebijakan
manajerial yang akan menentukan arah pembaharuan desain pada putaran
siklus berikutnya. Satu pertanyaan utama yang harus dijawab: apakah
pelayanan rumah sakit, khususnya yang diberikan oleh bidang
keperawatan sungguh telah memberdayakan masyarakat selaku pengguna
jasa layanan kesehatan.
2.2     Alat Bantu Mengembangkan Program Pelayanan Prima di Bidang
Keperawatan Berbasis Rumah Sakit
Berbagai kebijakan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
prima telah memberikan pondasi bagi instansi pemberi jasa layanan
kesehatan seperti rumah sakit untuk melakukan upaya nyata dalam
mereformasi pelayanan. Berdasarkan itu berbagai perubahan pendekatan
serta alat bantu berupa metode dan instrumen untuk meningkatkan mutu dan
kualitas pelayanan prima  telah dikembangkan dan digunakan.
Alat bantu yang digunakan dalam tahap-tahap mengembangkan
program pelayanan prima di bidang keperawatan berbasis rumah sakit
adalah sebagai berikut :
1. Informasi yang jelas tentang pelayanan di rumah sakit, dapat berupa
indormasi, denah, petunjuk arah.
2. Pada bagian instansi pelayanan kesehatan seperti di rumah sakit
perlu dirancang Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Standar
Pelayanan Minimum (SPM)
3. Kuesioner, yaitu daftar pertanyaan yang disusun secara tertulis untuk
memperoleh data berupa jawaban dari responden, dimana jawaban
tersebut akan dijadikan data acuan dari informasi yang dibutuhkan.
Melalui kuesioner, pihak rumah sakit dapat menilai sekaligus
menyurvei tingkat kepuasan pasien terhadap jasa layanan kesehatan
yang diberikan oleh rumah sakit. Melalui kuesioner, dapat diketahui
kepuasan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh perawat kepada
pasien. Hasilnya dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi kualitas
rumah sakit dan memperbaiki kualitas pelayanan yang diberikan
4. Menyusun Daur Ulang Kegiatan
Dengan daur ini, pihak rumah sakit secara kreatif mencoba
memetakan semua kegiatan yang perlu dilakukan oleh para
pelanggan. Kreativitas pada tahap ini sangat berpengaruh terhadap
keseluruhan desain dari sebuah proses pelayanan. Inilah langkah
penting untuk menciptakan sebuah pelayanan yang bermutu tinggi,
inilah pencerminan dari prinsip mengutamakan pelanggan. Sebagai
contoh, berikut merupakan bentuk sekema daur kegiatan pasien yang
mengunjungi poliklinik rumah sakit :
Kelebihan dari Daur Kegiatan Pelanggan adalah kemampuannya
untuk menggambarkan secara menyeluruh semua kegiatan
pelanggan yang perlu dan yang mungkin harus mereka jalankan
sebagai akibat dari kreativitas pelayanan yang diciptakan rumah
sakit. Baik itu sebelum dilayani sampai sesudah dilayani.
5. Menetapkan alur kegiatan pelayanan, seperti contoh berikut :
 Pernyataan mutu pelayanan yang akan diperoleh para
pelanggan. Pernyataan ini perlu disampaikan secara terbuka
kepada para pelanggan melalui kemasan-kemasan khusus seperti
brosur, iklan, siaran pers, dan lain-lain.
 Pengawasan eksternal oleh pelanggan untuk memantau dan
mengukur mutu pelayanan apakah sudah sesuai dengan harapan
pelanggan. Untuk keperluan ini, dapat disediakan kemudahan-
kemudahan antara lain:
         Loket khusus untuk menampung keluhan dan
pelanggan secara langsung
         Kotak saran
         Saluran telepon khusus
         Sarasehan
6. Metodologi PDCA (Plan-Do-Check-Action)
7. Teknik pemantauan dan pembenahan sambil jalan terus (onthe-fly-
adjustment) yang paling populer, dan memang sangathandal, adalah
metodologi PDCA (Plan – Do – Check –Action) dari TQM.
8. Perencanaan ( Plan )
Tahapan pertama adalah membuat suatu perencanaan. Perencanaan
merupakan suatu upaya menjabarkan cara penyelesaian masalah
yang ditetapkan ke dalam unsur-unsur rencana yang lengkap serta
saling terkait dan terpadu sehingga dapat dipakai sebagai pedoman
dalam melaksanaan cara penyelesaian masalah. Hasil akhir yang
dicapai dari perencanaan adalah tersusunnya rencana kerja
penyelesaian masalah mutu yang akan diselenggarakan. Rencana
kerja penyelesaian masalah mutu yang baik mengandung setidak-
tidaknya tujuh unsur rencana yaitu:
 Judul rencana kerja (topic)
 Pernyataan tentang macam dan besarnya masalah mutu yang
dihadapi (problem statement),
 Rumusan tujuan umum dan tujuan khusus, lengkap dengan
target yang ingin dicapai (goal, objective, and target)
 Kegiatan yang akan dilakukan (activities),
 Organisasi dan susunan personalia pelaksana (organization
and personnels)
 Biaya yang diperlukan (budget).     
 Tolak ukur keberhasilan yang dipergunakan (milestone).
9. Pelaksanaan ( Do )
10. Tahapan kedua yang dilakukan ialah melaksanakan rencana yang
telah disusun. Jika pelaksanaan rencana tersebut membutuhkan
keterlibatan staf lain di luar anggota tim, perlu terlebih dahulu
diselenggarakan orientasi, sehingga staf pelaksana tersebut dapat
memahami dengan lengkap rencana yang akan dilaksanakan.
Pada tahap ini diperlukan suatu kerjasama dari para anggota dan
pimpinan manajerial. Untuk dapat mencapai kerjasama yang baik,
diperlukan keterampilan pokok manajerial, yaitu :
 Keterampilan komunikasi (communication) untuk menimbulkan
pengertian staf terhadap cara pentelesaian mutu yang akan
dilaksanakan
 Keterampilan motivasi (motivation) untuk mendorong staf
bersedia menyelesaikan cara penyelesaian masalah mutu yang
telah direncanakan
 Keterampilan kepemimpinan (leadership) untuk
mengkordinasikan kegiatan cara penyelesaian masalah mutu
yang dilaksanakan
 Keterampilan pengarahan (directing) untuk mengarahkan
kegiatan yang dilaksanakan.
11. Pemeriksaan ( Check )
Tahapan ketiga yang dilakukan ialah secara berkala memeriksa
kemajuan dan hasil yang dicapai dan pelaksanaan rencana yang telah
ditetapkan. Untuk dapat memeriksa pelaksanaan cara penyelesaian
masalah, ada dua alat bantu yang sering dipergunakan yakni
12. Lembaran pemeriksaan (check list)
Lembar pemeriksaan adalah suatu formulir yang digunakan untuk
mencatat secara periodik setiap penyimpangan yang terjadi. Langkah
pembuatan lembar pemeriksan adalah:
  Tetapkan jenis penyimpangan yang diamati
  Tetapkan jangka waktu pengamatan
  Lakukan perhitungan penyimpangan
13. Peta kontrol (control diagram)
Peta kontrol adalahsuatu peta / grafik yang mengambarkan besarnya
penyimpangan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Peta
kontrok dibuat bedasarkan lembar pemeriksaan. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam pembuatan peta kontrol adalah :
  Tetapkan garis penyimpangan minimum dan maksimum
  Tentukan prosentase penyimpangan
  Buat grafik penyimpangan
  Nilai grafik
14. Perbaikan (Action)
Tahapan keempat yang dilakukan adalah melaksanaan perbaikan
rencana kerja. Lakukanlah penyempurnaan rencana kerja atau bila
perlu mempertimbangkan pemilihan dengan cara penyelesaian
masalah lain. Untuk selanjutnya rencana kerja yang telah diperbaiki
tersebut dilaksanakan kembali. Jangan lupa untuk memantau
kemajuan serta hasil yang dicapai. Untuk kemudian tergantung dari
kemajuan serta hasil tersebut, laksanakan tindakan yang sesuai.
15.  Teknik SQGM (“Service Quality Gap Model)
Teknik evaluasi yang secara luas digunakan adalah SQGM (“Service
Quality Gap Model” atau Peta Kesenjangan Mutu Pelayanan).
Teknik SQGM diterapkan dengan mengikuti langkah-langkah seperti
berikut:
 Pengumpulan data dari para pelanggan dengan cara survai
untuk mengetahui harapan pelanggan, dan penilaiannya
terhadap mutu pelayanan yang selama ini telah mereka
terima. Perlu diketahui bahwa harapan pelanggan sangat
dipengaruhi oleh kebutuhan pribadinya, penilaiannya
terhadap mutu pelayanan setelah saling berkomunikasi
dengan pelanggan lain, pengalaman pribadinya sebagai
pelanggan di masa-masa yang lalu dan janji-janji pelayanan
yang disampaikan oleh petugas pemasaran. Faktor-faktor ini
perlu digali denganinstrument survey yang memadai.
 Pengumpulan data dari para manajer pelayanan dengan cara
survey atau wawancara untuk mengetahui pemahaman
mereka terhadap harapan masyarakat pelanggan.
 Pengumpulan data dari para petugas pelayanan dengan cara
survai untuk mengetahui tingkat kepatuhan mereka terhadap
standar dan pelayanan dalam melaksanakan pelayanan sehari-
hari.
 Pengumpulan data dari para petugas pemasaran dengan cara
survai atau wawancara untuk mengetahui tingkat dukungan
mereka terhadap pelaksanaan pelayanan.
 Analisis GAP 5, yaitu mengukur tingkat kepuasan pelanggan
dengan cara membandingkan harapan pelanggan terhadap
penilaiannya atas mutu pelayanan yang telah mereka terima.
Ukuran kepuasan pelanggan adalah apabila mutu pelayanan
sudah sesuai atau melebihi harapan mereka. Meskipun jarang
terjadi, hasil analisis mungkin menunjukkan bahwa
pelanggan telah merasa puas dengan mutu pelayanan yang
mereka terima. Jika hal semacam ini terjadi, maka kita
melanjutkan kelangkah pembaharuan desain lagi, namun
dengan titik perhatian untuk dapat menemukan desain yang
lebih antisipatif terhadap perkembangan kebutuhan
pelanggan di masa datang. Jika ternyata kepuasan pelanggan
masih belum tercapai, maka kita dapat melanjutkan dengan
langkah-langkah berikut ini untuk menemukan titik-titik
kelemahan yang lebih mendasar.
 Analisis GAP 1, yaitu mengukur tingkat pemahaman manajer
pelayanan terhadap harapan pelanggan, dengan
membandingkan hasil pengumpulan
 Analisis GAP 2, yaitu meneliti ulang konsistensi rancangan
pelayanan yang pernah kita susun sebelumnya
 Analisis GAP 3, yaitu menilai tingkat kepatuhan petugas
pelayanan terhadap standar pelayanan dalam melaksanakan
kegiatan pelayanannya sehari-hari.
 Analisis GAP 4, yaitu meneliti dampak kegiatan pemasaran
terhadap pembentukan harapan pelanggan. Tanpa sengaja,
kadangkala kegiatan pemasaran telah mengobral janji-janji
yang berlebihan kepada para calon pelanggan kita.
Penggunaan media atau teknik komunikasi yang kurang tepat
juga dapat menimbulkan salah pengertian pada pihak calon
pelanggan, dan menimbulkan harapan yang berlebihan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pelayanan prima dalam keperawatan merupakan suatu hal yang bersifat
luas, salah satu aspeknya adalah pelayanan prima dalan keperawatan di rumah
sakit, yang sangat penting untuk diperhatikan untuk dapat memberikan
kepuasan kepada pasien. Aplikasi pelayanan prima juga tidak berarti hanya
meningkatkan keprimaan pelayanan, tetapi merupakan proses pembaharuan
pelayanan yang harus terus menerus dilakukan, agar dapat memenuhi
tuntunan masyarakat yang terus meningkat. Tahap memulai proses pelayanan
prima di komunitas yaitu pembaharuan desain, sosialisasi dan koordinasi,
penyusunan standar pelayanan, persiapan penyelenggaraan, penyelenggaraan
dan evaluasi. Sedangkan alat bantu pengembangannya berupa standar
operasional prosedur, kuesioner, pengawasan eksternal, metode PDCA dan
teknik SQGM.

3.2 Saran
Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat memberikan informasi
mengenai pelayanan tahap memulai proses pelayanan prima dan alat bantu
pengembangannya dalan keperawatan berbasis rumah sakit. Selanjutnya
penulis menyarankan agar seluruh rumah sakit dapat mengaplikasikan hal
tersebut sehingga dapat memberikan kepuasan kepada penerima layanan.
DAFTAR PUSTAKA

Gaspersz, Vincent, 2011. Total Quality Management. Bogor : Vinchristo


Publication
Hadjam, M. Noer Rochman, 2001. Efektivitas Pelayanan Prima Sebagai Upaya
Meningkatkan
Operasi Pelayanan Prima, 2008. Lembaga Administrasi Negara Republik
Indonesia, Jakarta
Pelayanan di Rumah Sakit. Jurnal Psikologi. 2001, No. 2,105-115.
Saifuddin, 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, YBPSP, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai