Anda di halaman 1dari 5

NAMA : MERI NATALIA SIMARE MARE

NIM : 160204033
KELAS : 3.1 PSIK

URAIAN SINGKAT TENTANG PENELITAN


HUBUNGAN KOMUNIKASI S-BAR DENGAN PENERAPAN
PATIENT SAFETY DIRUANG RAWAT INAP RS SARI
MUTIARA LUBUK PAKAM 2019
Rumah sakit merupakan suatu tempat yang memberikan pelayanan kesehatan
pada pasien dengan berbagai macam jenis tenaga kesehatan di antaranya adalah
perawat dan dokter. Tenaga kesehatan yang bekerja dirumah sakit bertanggung
jawab dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam pengelolahan
manejemen risiko keselamatan pasien atau patient safety dirumah sakit
(Kemenkes dan KARS, 2014).

Patient safety merupakan isu global yang paling penting dimana sekarang banyak
dilaporkan tuntutan atas kejadian yang tidak disengaja yang mengakibatkan
cedera. Terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera
(KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), dan Kejadian Potensial Cedera (KPC)
(Mulyana, 2013). Di Utah Kejadian yang Tidak Diharapkan (KTD) ditemukan
sebanyak 2,9%, 6,6% diantaranya menyebabkan kematian mencapai 13,6 %.
Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika
berjumlah 33,6 juta pertahun (WHO, 2013).

Laporan insiden Patient safety di Indonesia berdasarkan tingkat provinsi, pada


tahun 2007 ditemukan provinsi DKI Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu
37,9% diantara delapan provinsi lainnya (Jawa Tengah 15,9%, Yogyakarta 13,8%,
Jawa Timur 11,7%, Sumatera Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8% Bali 1,4%, Aceh
1,07%, Sulawesi Selatan 0,7%). Bidang spesialis unit kerja ditemukan paling
banyak pada unit penyakit dalam, bedah dan anak yaitu sebesar 56,7%,
dibandingkan unit kerja yang lain. Sedangkan untuk pelaporan jenis kejadian,
KNC lebih banyak dilaporkan sebesar 47,6% di bandingkan KTD sebesar 46,2%,
(KKP-RS, 2011).

1
Komite patient safety Rumah Sakit (KKP-RS) dalam laporan insiden keselamatan
pasien (IKP) insiden keselamatan pasien. Di Indonesia jumlah laporan (IKP)
setiap tahunya meningkat, diantara nya tahun 2007 sebanyak 145 kasus, tahun
2008 sebanyak 61 kasus, tahun 2009 sebanyak 114 kasus, tahun 2010 sebanyak
103 kasus, dan periode Januari – April tahun 2011 sebanyak 34 kasus. Pada tahun
2010 jumlah laporan IKP dirumah sakit pemerintah daerah lebih tinggi dari pada
rumah sakit swasta yaitu 16,45%. Jumlah laporan IKP dirumah sakit umum juga
lebih tinggi dari pada rumah sakit khususnya, yaitu 25,69% pada tahun 2010 dan
27,79% pada tahun 2011 (KKP-RS, 2011).

Hubungan perawat dengan dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang
telah cukup lama dikenal ketika memberikan pelayanan kepada pasien. Perspektif
yang berbeda dalam memandang pasien, dalam prakteknya menyebabkan
munculnya hambatan-hambatan teknik dalam hubungan perawat dokter. Kendala
psikologis keilmuan dan individual, faktor sosial, serta budaya menempatkan
kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya yang dapat menjadikan
keduanya lebih solid dengan semangat untuk kepentingan pasien Komunikasi
yang tepat telah menjadi salah satu sasaran dari program patient safety yaitu
komunikasi yang efektif (Gaffar, 1999).

Menurut Verdaman (2012) bahwa sistem komunikasi S-BAR dapat berfungsi


sebagai alat untuk standarisasi komunikasi antara perawat dan dokter S-BAR
dapat membantu. Komunikasi S-BAR dalam komunikasi dengan mengunakan alat
yang logis untuk mengatur informasi sehingga dapat ditransfer kepada orang lain
secara akurat dan efisien. Komunikasi dengan menggunakan terstruktur S-BAR
(Situation, Background, Assesement, Recommendation) untuk mencapai
keterampilan berfikir kritis dan menghemat waktu (NHS, 2012).

Menurut, Agus Supiganto (2015) Mengungkapkan bahwa ketidakakuratan


informasi dapat menimbulkan dampak yang serius pada pasien, hamper 70%
kejadian sentinel yaitu kejadian yang mengakibatkan kematian atau cedera yang
serius di rumah sakit disebabkan karena buruknya komunikasi. Komunikasi yang

2
buruk merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan efek samping di
semua aspek pelayanan kesehatan, sehingga menimbulkan permasalahan dalam
pengidentifikasian pasien, kesalahan pengobatan dan transfusi serta alergi di
abaikan, salah prosedur operasi, salah sisi bagian yang dioperasi, semua hal
tersebut berpotensi terhadap terjadinya insiden keselamatan pasien dan dapat
dicegah dengan meningkatkan komunikasi (Fadillah, 2017).

Berdasarkan penelitian Fatimah (2014) di RS Muhammadiyah Yogyakarta bahwa


adanya efektifitas pelatihan komunikasi S-BAR pada perawat dalam menurunkan
kesalahan pemberian obat terhadap pasien. Menurut Given (2012) menyatakan
bahwa banyak faktor-faktor yang mempengaruhi patient safety seperti
menanyakan identitas pasien, pengkajian pasien jatuh, pasang tanda resiko pasien
jatuh pada tempat tidur dan pintu, modifikasi lingkungan, manejemen pemberian
obat.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan penulis di RS Sari Mutiara Lubuk


Pakam di dapat jumlah perawat pada tahun 2019 sebanyak 120 perawat. Hasil
pengamatan yang penulis lakukan terdapat 6 orang perawat bahwa 4 orang
perawat jika dokter tidak dinas diruangan tetapi pasien membutuhkan tindakan
cepat maka perawat cepat mengubungi dokter melalui via telepon. Namun, pada
saat dokter memberikan instruksi pemeberian obat, perawat tidak mengulangi
yang di instruksikan oleh dokter dengan alasan sibuk dengan pekerjaan lain, dan
perawat tidak memperhatikan keamanan obat, kepastian tepat lokasi pemberian
obat, dan pengunaan APD (Alat Pelindung Diri) saat melakukan asuhan
keperawatan. Dan dari hasil wawancara terhadap 2 orang perawat, bahwa mereka
mengetahui komunikasi S-BAR, tetapi tidak melaksanakan dalam proses
keperawatan. Melihat data diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai hubungan penerapan komunikasi S-BAR dengan Penerapan Patient
Safety di Ruang Rawat Inap RS Sari Mutiara Lubuk Pakam tahun 2019.

3
Tujuan penelitian ini dibagi menjadi dua, tujuan umun dan tujuan khusus :
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan komunikasi S-BAR dengan Penerapan
Patient Safety di Di Ruang Rawat Inap RS Sari Mutiara Lubuk Pakam
tahun 2019.

2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui penerapan komunikasi S-BAR Di Ruang Rawat Inap
RS Sari Mutiara Lubuk Pakam tahun 2019.
b. Untuk mengetahui pelaksanaan penerapan Patient Safety Di Ruang
Rawat Inap RS Sari Mutiara Lubuk Pakam tahun 2019.

Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen

Komunikasi Penerapan Patient Safety.


S-BAR.

Hipotesis
Ha : Ada Hubungan komunikasi S-BAR dengan penerapan Patient Safety
diruang rawat inap RS Sari Mutiara Lubuk Pakam tahun 2019.
Ho : Tidak ada hubungan komunikasi S-BAR dengan penerapan Patient
Safety diruang rawat inap Rs Sari Mutiara Lubuk Pakam tahun 2019

Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai adalah Analitik kolerasi dengan menggunakan
rancangan cross sectional atau desain potong lintang, untuk mengetahui
Hubungan Komunikasi S-BAR dengan Penerapan Patient Safety di ruang
rawat inap RS Sari Mutiara Lubuk Pakam Tahun 2019.

Populasi dan Sampel

4
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah perawat berjumlah 120 perawat yang
bekerja di Ruang Rawat Inap Rs Sari Mutiara Lubuk Pakam Tahun 2019.

Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di ruang
rawat inap di Rs Sari Mutiara Lubuk Pakam yang berjumlah 30 orang. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah accidental sampling dimana
yang menjadi responden adalah kebetulan ada atau tersedia.

n = 25% × N
25
n= × 120
100
n =30 perawat

Maka jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 30 perawat.

Anda mungkin juga menyukai