PENDAHULUAN
Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan segi manajemen rumah sakit yang penting. Tujuan
pengelolaan obat yang baik di rumah sakit adalah agar obat yang di perlukan tersedia setiap saat,
dalam jumlah yang cukup dan terjamin untuk mendukung pelayanan bermutu. Obat sebagai salah satu
unsur penting bagi upaya penyembuhan dan operasional rumah sakit. Di rumah sakit pengelolaan
obat di laksanakan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). (Anonim, 2008)
Pengelolaan obat termasuk proses penyimpanan haruslah efektif dan efisien. Proses pengelolaan
dapat terjadi dengan baik bila dilaksanakan dengan dukungan kemampuan menggunakan sumber
daya yang tersedia dalam suatu sistem. Dan juga tanpa manajamen dari seorang kepala IFRS maka
semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit (Handoko, 1984)
Menurut penelitian sebelumnya pada tahun 2008 di Rumah sakit M.M Dunda sendiri masih di temukan
adanya obat yang kadaluarsa yang menyebabkan kerugian bagi rumah sakit itu sendiri. Kurangnya
anggaran yang tersedia menyebabkan instalansi farmasi tidak mungkin menyediakan segala
kebutuhan barang/perbekalan farmasi. Akibatnya penderita harus membeli/mencari sendiri obat atau
alkes ke apotik luar, hal ini pun dapat menimbulkan masalah tersendiri. Bukan hanya itu saja tetapi
gudang penyimpanan obat belum memenuhi kesesuaian dengan standar penyimpanan obat (Abdullah,
2008). Sarana penyimpanan obat yang ada di IFRS pengawasannya seharusnya di lakukan secara
triwulan atau rutin untuk menghindari adanya obat kadaluarsa atau rusak. RS M.M. Dunda telah
melakukan hal tersebut tetapi yang jadi persoalan adalah banyaknya obat yang sering terjadi
kadaluarsa, sistem penataan gudang yang belum memenuhi syarat, dan kesesuaian antara kartu stok
dan barang yang keluar. ( Sheina, 2010)
Berdasarkan hal di tersebut di atas saya tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai
penyimpanan obat di instalasi farmasi rumah sakit M.M. Dunda kabupaten Gorontalo pada tahun 2011.
Hal ini perlu di lakukan melihat betapa pentingnya proses penyimpanan karena dengan adanya obat
yang sering kadaluarsa, penataan gudang belum memenuhi standar serta kesesuaian antara kartu
stok dan obat keluar akan mempengaruhi proses pengelolaan obat selanjutnya di rumah sakit MM
dunda itu sendiri.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah proses penyimpanan obat di Instalasi
Farmasi RSUD M.M Dunda Kabupaten Gorontalo Tahun 2011 sudah efisien dan efektif?
Untuk mengetahui proses penyimpanan obat di Instalasi RSUD M.M Dunda Kabupaten Gorontalo Tahun
2011
a) Hasil penelitian ini diharapkan akan menambah ilmu pengetahuan terutama dalam system
penyimpanan obat di Instalasi Farmasi RSUD M.M Dunda
b) Mendapatkan pengalaman dan keterampilan di bidang manajemen farmasi rumah sakit khususnya
pada proses penyimpanan obat
c) Dapat menerapkan materi yang di dapat selama mengikuti perkuliahan dan mengaplikasikanya di
lapangan.
1.4.2 Bagi Institusi
a) Hasil penelitian ini di harapkan menjadi satu masukan bagi RSUD M.M Dunda sebagai penentuan
dalam pengambilan kebijakan di Instalasi Farmasi RSUD M.M Dunda
b) Menjadikan hasil penelitian ini sebagai wahana evaluasi dan masukan bagi manajemen Rumah
Sakit dalam penyimpanan obat di Instalasi Farmasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Permenkes 159 b / MENKES / II / 1988 Rumah Sakit adalah Sarana upaya kesehatan yang
menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan, dimanfaatkan untuk pendidikan kesehatan dan
penelitian. (Charles, 2003)
Menurut WHO Rumah Sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan
fungsi menyediakan pelayanan paripurna, pelayanan kuratif, pelayanan preventif, pelayanan rawat
jalan, pusat latihan tanaga kesehatan dan pusat penelitian biomedik.
Klasifikasi Rumah Sakit Umum didasarkan : pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan.
Ada 4 (empat) kelas yaitu:
1) Kelas A
Kelas A yaitu kelas yang mempunyai fasilitas dan kemampuan Pelayanan medis Spesialistik luas dan
Sub spesialistik luas
2) Kelas B
Kelas B yaitu kelas yang mempunyai fasilitas dan kemampuan Pelayanan medis sekurangkurangnya
11 Spesialistik dan Sub spesialistik terbatas.
3) Kelas C
Kelas C yaitu kelas yang mempunyai fasilitas dan kemampuan Pelayanan medis Spesialistik Dasar
4) Kelas D
Kelas D yaitu kelas yang mempunyai fasilitas dan kemampuan Pelayanan medis dasar
Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas rumah sakit pemerintah. Di Negara kita ini, rumah sakit
pemerintah terdiri atas rumah sakit vertical yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan yaitu
rumah sakit pemerintah daerah, rumah sakit militer, dan rumah ssakit BUMN. Rumah sakit lain
berdasarkan kepemilikan ialah rumah sakit yang dikelolah oleh masyarakat atau sering disebut rumah
sakit sukarela. Rumah sakit sukarela ini terdiri atas rumah sakit hak milik dan rumah sakit nirlaba.
Rumah sakit hak milik ialah rumah sakit bisnis yang tujuan utamanya adalah mencari laba (profit).
Rumah sakit yang berafiliasi dengan organisasi keagamaan pada umumnya beroperasi bukan untuk
maksud membuat laba, tatapi adalah nirlaba. Rumah Sakit nirlaba mencari laba sewajarnya saja, dan
laba yang diperoleh Rumah sakit ini digunakan sebagai modal peningkatan sarana fisik, perluasan dan
penyempurnaan mutu kepentingan penderita.
Berdasarkan jenis pelayanannya, RS terdiri atas RS umum dan Rs khusus. RS umum member
pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis kesakitan, memberi pelayanan diagnosis
dan terapi untuk berbagai kondisi medik, seperti penyakit dalam, bedah, pediatric, psikiatri, ibu hamil
dan sebagainya. RS khusus adalah RS yang member pelayanan diagnosis dan pengobatan untuk
penderita dengan kondisi medic tertentu baik bedah maupun non bedah, seperti RS; kanker, bersalin,
psikiatri, pediatric, mata, lepra, tuberculosis, ketergantungan obat, RS rehabilitas dan penyakit kronis.
Berdasarkan lama tinggal. RS terdiri atas RS perawatan jangka pendek dan jangka panjang. RS
perawatan jangka pendek adalah RS yang merawat penderita selama rata-rata kurang dari 30 hari,
misalnya penderita dengan kondisi penyakit akut dan kasus darurat, biasanya dirawat di RS kurang
dari 30 hari. RS umum pada umumnya adalah RS perawatan jangka pendek karena penderita yang
dirawat adalah penderita kesakitan akut yang biasanya pulih dalam waktu kurang dari 30 hari.
Sebaliknya, RS perawatan jangka panjang adalah RS yang merawat penderita dalam waktu rata-rata
30 hari atau lebih. Penderita demikian mempunyai kesakitan jangka panjang, seperti kondisi psikiatri.
RS pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas tempat tidur sesuai pola berikut;
RS berdasarkan afiliasi pendidikan terdiri atas dua jenis, yaitu RS pendidikan dan RS nonpendidikan.
RS pendidikan adalah RS yang melaksanakan program pelatihan residensi dalam medic, bedah,
pediatric, dan bidang spesialis lain. Dalam RS demikian, residen melakukan pelayanan/perawatan
penderita dibawah pengawasan staf medic RS. RS yang tidak memiliki program pelatihan residensi dan
tidak ada afiliasi RS dengan universitas disebut RS non pendidikan.
RS berdasarkan status akreditas terdiri atas RS rumah sakit yang diakreditas dan RS yang belum
diakreditas. RS telah diakreditas adalah RS yang telah diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi
yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu RS telah memenuhi persyaratan untuk melakukan
kegiatan tertentu. (Charles, 2003)
Rumah Sakit Umum Dr. M.M Dunda adalah Rumah Sakit pemerintah yang terletak di wilayah
administrasi Kabupaten Gorontalo.
Rumah Sakit Umum Dr. M.M Dunda mempunyai luas 19.875 m2 dan luas bangunan 6.990,237
m2dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 193 buah. Insalasi rawat jalan dilayani oleh 12 klinik yakini
: poli umum, poli anak, poli bedah, poli penyakit dalam, poli mata, poli gigi, poli THT, poli obsetri dan
Ginekologi, poli Gastrohepatologi, poli jantung dan pembuluh darah, poli gizi dan poli syaraf. Karyawan
saat ini berjumlah 348 orang terdiri dari pegawai negeri sipil 200 orang, tenaga honor 31 orang,
tenaga kontrak 65 orang, dan tenaga abdi 54 orang.
Badan pengelola Rumah Sakit Umum Dr. M.M Dunda yang semula bernama Rumah Sakit Umum
Limboto adalah Rumah Sakit milik Pemerintah Kabupaten Gorontalo yang berlokasi di wilayah
adminstrasi Kabupaten Gorontalo, didirikan pada tagal 25 November 1963 dengan kapasitas awal
tempat tidur 29 buah.
Melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 171/Menkes/SK/1994 RSU Dr M.M Dunda ditetapkan
menjadi RSU kelas C yang peresmiannya pada tanggal 19 September 1994 bersamaan dengan
penggunaan nama RSU Dr. M.M Dunda yang diambil dari nama seorang perintis kemerdekaan yang
telah mengabdikan dirinya di bidang kesehatan sehingga diabadikan menjadi nama Rumah Sakit
Umum Daerah milik Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo yang berkedudukan sebagai unit
pelaksana Pemerintah Kabupaten Gorontalo di bidang pelayanan kesehatan masyarakat.
Dalam perkembangannya, RSU Dr. M.M Dunda menjadi badan Pengelola berdasarkan SK Bupati
Gorontalo Nomor 171 tahun 2002 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum
daerah Dr. M.M Dunda Kab. Gorontalo. Sehingga sejak tahun anggaran 2001 Rumah Sakit Umum
daerah Dr. M.M Dunda Kab. Gorontalo mulai dikembangkan secara bertahap dengan biaya dari dana
rutin, APBD, APBN, dan hngga kini mempunyai kapasitas perawatan sebanyak 193 buah tempat tidur.
Instalasi farmasi merupakan suatu organisasi pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan
produk bersifat nyata (tangible) dan pelayanan farmasi klinik bersifat tidak nyata (intangible) bagi
konsumen (penderita, dokter, perawat, professional kesehatan lain, dan masyarakat rumah sakit).
(Anief, 1995)
IFRS (W.E.HASSAN JR.) adalah suatu departemen / system pelayanan dalam suatu RS yang dibawah
pimpinan seorang apoteker yang berkompeten dalam hal :
b) Mengarsipkan resep-resep khusus untuk pasien, pasien rawat jalan dan pasien luar (out pasien)
c) Membuat obat-obatan
Tujuan Farmasis Rumah Sakit (menurut American Society of Hospital Pharmacists) adalah
a) Turut berpartisipasi aktif dalam penyembuhan penderita dan memupuk tanggung jawab dalam
profesi dengan landasan filosofi dan etika
e) Memperhatikan kesejahteraan staff dan pegawai di lingkungan instalasi farmasi rumah sakit
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi rumah sakit, pimpinan rumah sakit adalah seorang dokter,
dibantu oleh beberapa tenaga kesehatan lainnya yang memenuhi syarat termasuk apoteker, asisten
apoteker, perawat, sarjana kesehatan masyarakat, sarjana farmasi dan sejumlah personel pendukung
yang memadai dan memenuhi syarat.
Personel pendukung terdiri dari, teknisi, dan tenaga administrasi. Personel pendukung diperlukan
untuk meminimalkan penggunaan tenaga dalam tugas yang tidak memerlukan professional.
Personal pendukung terdiri dari asisten apoteker, teknisi, sarjana farmasi dan tenaga administrasi.
Tujuan personal pendukung ini untuk meminimalkan penggunaan apoteker dalam tugas yang tidak
memerlukan pertimbangan professional.
Dalam Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. M.M. Dunda Limboto, terdapat dua apotek yang penanggung
jawabnya adalah apoteker, dan masing-masing apotek ada tenaga administrasi yang membantu
pengentrian pelayanan resep. Tenaga apoteker dan asisten apoteker belum tersedia cukup sehingga
tingkat pelayanan farmasi masih sangat rendah.
Untuk tenaga dalam gudang farmasi RS Dr. M.M. Dunda, penanggung jawabnya bukan apoteker tetapi
tenaga administrasi. Hal itu disebabkan kekurangan apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
a) Apoteker
1. Djamila Usman
2. Diliyanti R.K Nani
3. Nizar Taha
4. Agus Sulingo
5. Suparjo Abas
6. Maryam Panu
7. Fitron Nizar Nirwan
8. Yunda Djafar
2) Struktur Organisasi
Sarjana Farmasi
Mutmainah, S.Si
Asisten Apoteker
Herlinawati Lahay
Novian Usman
Juru Resep
Ilma Sidiki
Harmin Marali
Titin Gobel
Administrasi
Djamila Usman
Nizar Taha
Suparjo Abas
Agus Sulingo
Maryam Panu
Apoteker
Yunda Djafar
Maryam Panu
Tujuan utama pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten atau Kota adalah
tersedianya obat dengan mutu yang baik, tersebar secara merata dengan jenis dan jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat yang membutuhkan di unit
pelayanan kesehatan.
Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu yang baik, tersedia dalam jenis
dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kefarmasian bagi masyarakat yang membutuhkan.
(Anonim, 2003)
Fungsi dasar sistem pengelolaan obat dan penggunaan obat di Kabupaten/Kota adalah:
1. Organisasi
2. Pembiayaan & kesinambungan
3. Pengelolaan informasi
4. Pengelolaan & pengembangan SDM
Pelaksanaan keempat fungsi & keempat element sistem pendukung tersebut diatas didasarkan pada
kebijakan (policy) dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku serta didukung oleh
kepedulian masyarakat & petugas kesehatan terhadap program dalam bidang obat & pengobatan
(Anonim, 2008).
Pelaksanaan pengelolaan obat akan berjalan degan baik jika proses pengelolaannya terutama
perencanaan kebutuhan obat & evaluasi tidak mengalami berbagai kendala dalam pelaksanaannya,
yang terpenting pada pengelolaan obat ini adalah membatasi jumlah & bermacam obat berdasarkan
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), pengunaan obat generik dengan perencanaan yang baik &
tepat. Adanya ketersediaan obat dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan serta penyebarannya
yang merata disemua lapisan masyarakat dengan jenis obat yang sesuai bagi masyarakat yang
membutuhkannya merupakan salah satu tujuan utama pengeolaan obat demi terciptanya pelayanan
kesehatan yang diharapkan (Adiatma, 2003)
Obat merupakan suatu bahan yang menyebabkan perubahan fungsi-fungsi biologis dalam tubuh
melalui serangkaian proses kimia. Sedangkan untuk definisi yang lebih lengkap, obat adalah bahan
atau campuran yang digunakan:
a) Pengobatan, peredaan, pencegahan diagnose suatu penyakit, kelainan fisik atau gejala-
gejalanya pada manusia atau hewan
b) Dalam pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi organik pada manusia atau hewan.
Obat dapat merupakan bahan yang disintesis di dalam tubuh atau merupakan bahan-bahan kimia
yang tidak disintesis di dalam tubuh. Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang
lengkap seperti diatas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa
penggolongan obat yang lain, dimana penggolongan obat dimaksdukan untuk peningkatan keamanan
dan ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi. (Syamsuni, 2006)
1. Obat bebas
2. Obat keras
3. Obat psikotropika dan narkotika
2.2.2 Penyimpanan Obat
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-
obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan dari fisik yang
dapat merusak mutu obat. (anonim 2008)
Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut (Anonim, 2011):
1) Persyaratan gudang
a) Luas minimal 3 x 4 m2
b) Ruang kering tidak lembab
d) Cahaya cukup
e) Menggunakan almari khusus untuk perbekalan farmasi yang memerlukan penyimpanan pada
suhu tertentu
a) Tidak rusak secara fisik dan kimia. oleh karena itu, harus diperhatikan ruangnya tetap
kering, adanya ventilasi untuk aliran udara agar tidak panas, cahaya yang cukup, gudang harus ditata
berdasarkan sistem arus lurus, arus U, agar memudahkan dalam bergerak, dan penempatan rak yang
tepat serta penggunaan Pallet akan dapat meningkatkan sirkukasi uara dan gerakan stok obat.
b) Aman. Agar obat tidak hilang maka perlu adanya ruangan khusus untuk gudang dan
pelayanan, dan sebaiknya ada lemari/rak yang terkunci, serta ada lamari laci khusus untuk narkotika
yang selalu terkunci.
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan pengawasan obat-
obat, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan baik.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah sebagai berikut:
1) Kemudahan bergerak
a) Gudang menggunakan sistem satu lantai jangan menggunakan sekat-sekat karena akan
membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi dinding dan pintu untuk
mempermudah gerakan.
b) Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang dapat ditata
berdasarkan sistem, arus garis lurus, arus U dan arus L
Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya sirkulasi udara yang cukup didalam
ruangan gudang. Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus bermanfaat
dalam memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya dalam gudang terdapat AC, namun
biayanya akan menjadi mahal untuk ruang gudang yang luas. Alternatif lain adalah menggunakan
kipas angin. Apabila kipas angin belum cukup maka perlu ventilasi melalui atap.
Vaksin memerlukan Cold Chain khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran listrik.
a) Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu terkunci,
b) Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan dalam ruangan
khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari gudang induk.
4) Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti dus, kartun dan lain-
lain. Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat yang mudah dijangkau.
a) Gunakan prinsip FIFO dalam penyusunan obat yaitu obat yang pertama diterima harus
pertama juga digunakan sebab umumnya obat yang datang pertama biasanya juga diproduksi lebih
awal dan akan kadaluwarsa lebih awal pula.
b) Susun obat yang berjumlah besar di atas pallet atau diganjal dengan kayu secara rapi dan
teratur.
c) Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan obat-obatan yang berjumlah sedikit
tetapi mahal harganya.
d) Susun obat yang dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan kontaminasi bakteri
pada tempat yang sesuai.
e) Susun obat dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan obat dalam dengan obat-obatan
untuk pemakaian luar.
g) Apabila gudang tidak mempunyai rak maka dus-dus bekas dapat dimanfaatkan sebagai
tempat penyimpanan.
h) Barang-barang yang memakan tempat seperti kapas dapat disimpan dalam dus besar,
sedangkan dus kecil dapat digunakan untuk menyimpan obat-obatan dalam kaleng atau botol.
i) Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam box masing-
masing, ambil seperlunya dan susun dalam satu dus bersama obat-obatan lainnya. Pada bagian luar
dus dapat dibuat daftar obat yang disimpan dalam dus tersebut.
j) Obat-obatan yang mempunyai batas waktu pemakaian maka perlu dilakukan rotasi stok
agar obat tersebut tidak selalu berada dibelakang yang dapat menyebabkan kadaluarsa obat
a) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak
atau kadaluwarsa)
b) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 (satu) jenis obat yang
berasal dari 1 (satu) sumber dana
c) Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadian mutasi obat
d) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan pengadaan-distribusi
dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik obat dalam tempat penyimpanannya.
c) Setiap terjadi mutasi obat ( penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak/ daluwarsa ) langsung
dicatat di dalam kartu stok
a) Obat dalam jumlah besar ( bulk ) disimpan diatas pallet atau ganjal kayu secara rapi, teratur
dengan memperhatikan tanda-tanda khusus (tidak boleh terbalik, berat, bulat, segi empat dan lain-
lain).
b) Penyimpanan antara kelompok/jenis satu dengan yang lain harus jelas sehingga
memudahkan pengeluaran dan perhitungan.
c) Penyimpanan bersusun dapat dilaksanakan dengan adanya forklift untuk obat-obat berat.
d) Obat-obat dalam jumlah kecil dan mahal harganya disimpan dalam lemari terkunci dipegang
oleh petugas Penyimpanan.
e) Satu jenis obat disimpan dalam satu lokasi ( rak, lemari dan lain-lain ).
f) Obat dan alat kesehatan yang mempunyai sifat khusus disimpan dalam tempat khusus.
Contoh : Eter, Film dan lain-lain.
Kartu stok memuat nama obat, satuan, asal (sumber) dan diletakkan bersama obat pada lokasi
penyimpanan.
Bagian judul pada kartu Stok diisi dengan dengan nama obat, kemasan, isi kemasan
Beberapa hal berikut perlu mendapat perhatian sehubungan dengan mutu obat, oleh karena di
samping berkaitan dengan efek samping, potensi obat, juga dapat mempengaruhi efek obat aktif,
yaitu:
a) Kontaminasi. Beberapa jenis sediaan obat harus selalu berada dalam kondisi steril, bebas
pirogen dan kontaminan, misalnya obat injeksi. Oleh sebab itu proses manufaktur, pengepakan, dan
distribusi hingga penyimpanannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Dalam prakteknya
kerusakan obat jenis ini umumnya berkaitan dengan kesalahan dalam penyimpanan dan
penyediaannya. Sebagai contoh, di kamar suntik pusat pelayanan kesehatan acap kali ditemukan obat
injeksi yang diatasnya diletakkan jarum dalam posisi terbuka. Dengan alasan apapun (misalnya segi
kepraktisan saat pemindahan obat ke dalam spuit), cara ini jelas keliru dan harus dihindari, oleh
karena memungkinkan terjadinya kontaminasi dengan udara luar dan berbagai bakteri, sehingga
prinsip obat dalam kondisi steril sudah tidak tercapai lagi. Untuk sediaan lain seperti cream, salep atau
sirup, meskipun risikonya lebih kecil, tetapi sering juga terjadi kontaminasi, misalnya karena udara
yang terlalu panas, kerusakan pada pengepakannya, dsb, yang tentu saja mempengaruhi mutu
obatnya.
b) Medication error. Keadaan ini tidak saja dapat terjadi pada saat manufaktur (misalnya
kesalahan dalam mencampur 2 atau lebih obat sehingga dosisnya menjadi terlalu besar atau terlalu
kecil), tetapi dapat juga terjadi saat praktisi medik ingin mencampur beberapa jenis obat dalam satu
sediaan sehingga menimbulkan risiko terjadinya interaksi obat-obat. Akibatnya efek obat tidak seperti
yang diharapkan bahkan dapat membahayakan pasien.
c) Berubah menjadi toksik (toxic degradation). Beberapa obat, karena proses penyimpanannya
dapat berubah menjadi toksik (misalnya karena terlalu panas atau lembab), misalnya tetrasiklin.
Beberapa obat yang lain dapat berubah menjadi toksik karena telah kadaluwarsa. Oleh sebab itu obat
yang telah expired (kadaluwarsa) atau berubah warna, bentuk dan wujudnya, tidak boleh lagi
dipergunakan.
d) Kehilangan potensi (loss of potency). Obat dapat kehilangan potensinya sebagai obat aktif
antara lain apabila ketersediaan hayatinya buruk, telah melewati masa kadaluwarsa, proses
pencampuran yang tidak sempurna saat digunakan, atau proses penyimpanan yang keliru (misalnya
terkena sinar matahari secara langsung). Setiap obat sebenarnya telah memiliki batas keamanan
(margin of safety) yang dapat dipertanggung jawabkan
Adapun Tanda-tanda perubahan mutu obat sesuai standar yang di tetapkan yaitu (Anonim, 2011):
1) Tablet.
b) Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak dan atau terdapat benda
asing, jadi bubuk dan lembab
2) Kapsul.
3) Tablet salut.
a) Pecah-pecah, terjadi perubahan warna dan lengket satu dengan yang lainnya
4) Cairan.
b) Konsistensi berubah
5) Salep.
a) Warna berubah
b) Konsistensi berubah
d) Bau berubah
6) Injeksi.
BAB III
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian dilaksankan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah M.M Dunda Kabupaten
Gorontalo. Waktu penelitian dilakukan selama 1 bulan.
3.3.1 Populasi
Populasi dari penelitian ini yaitu semua kartu stok pada tahun 2011
3.3.2 Sampel
Sampel dari penelitian ini yaitu kartu stok pada bulan oktober sampai Desember tahun 2011
3.4.1 Subjek
Subjek dari penelitian ini yaitu orang yang berhubungan langsung dengan penyimpanan obat di
gudang farmasi seperti petugas gudang IFRS baik Apoteker maupun karyawan apotik
3.4.2 Objek
27
Objek dari penelitian ini yaitu kartu stok dan data-data yang berhubungan dengan penyimpanan obat
Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan petugas yang terkait tentang
penyimpanan obat sebagai perbandingan tentang data sekunder yang di peroleh.
Data sekunder diperoleh dari dokumen kartu stok gudang, laporan bulanan dan laporan tahunan
kaduluarsa serta buku penjualan.
Dalam tahap persiapan ini peneliti menyusun proposal, melaksanakan seminar proposal dan
mengajukan ijin penelitian ke RSUD M.M Dunda, turut di siapkan notes dan tape roroder untuk
merekam hasil wawancara dengan narasumber
Data yang di peroleh di tampilkan dalam bentuk tabel kemudian di persentasikan dan di jelaskan
dalam bentuk deskritif kualitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Indrawaty. 2008. Study Tentang Pengelolaan Obat Di instalasi Farmasi, RSUD MM
Dunda.Gorontalo. UG
Aditama, Tjandra Yoga. 2003. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: Universitas Indonesia
Anief, M. 1995. Manajemen Farmasi. Yokyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.
Anonim. 2003. Materi Pelatihan Pengelolaan Obat di Kabupaten/Kota. Jakarta: Depkes RI
Anonim. 2002. Pedoman Pengelolaan Obat Public dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta: Depkes RI
Anonim. 2007. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah
Kepulauan.Jakarta: Depkes RI
Anonim. 2008. Pedoman Perbekalan Farmasi Di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI
Anonim. 2011. http://sites.google.com/site/hisfarma/Home/pengelolaan-obat/ pengelolaan-obat-halm-
11. Di akses tanggal 09-12-2011
Anonim. 2011. http://www.who.or.id/ind. di akses tanggal 15-12-2011
Handoko, Hani T. 1984. Manajemen. Yokyakarta: BPFE Yokyakarta
Sheina, Baby. 2010. Penyimpanan Obat di Gudang Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah
Yokyakarta unit 1. Yokyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.
Siregar, Charles J.P Amalia Lia. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Syamsuni, H.A. Drs. Apt. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
29
Lampiran I
KABUPATEN GORONTALO
TAHUN 2011
KABUPATEN GORONTALO
TAHUN 2011
NO Pertanyaan Ya Tidak
NO Pertanyaan Ya Tidak
NO Pertanyaan Ya Tidak