Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan segi manajemen rumah sakit
yang penting. Tujuan pengelolaan obat yang baik di rumah sakit adalah agar
obat yang diperlukan tersedia setiap saat, dalam jumlah yang cukup dan
terjamin untuk mendukung pelayanan bermutu. Obat sebagai salah satu unsur
penting bagi upaya penyembuhan dan operasional rumah sakit. Di rumah sakit
pengelolaan obat di laksanakan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Pengelolaan obat termasuk proses penyimpanan haruslah efektif dan
efisien. Proses pengelolaan dapat terjadi dengan baik bila dilaksanakan dengan
dukungan kemampuan menggunakan sumber daya yang tersedia dalam suatu
sistem. Dan juga tanpa manajamen dari seorang kepala IFRS maka semua
usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit.
B. Tujuan
Untuk mengetahui pengelolaan dan penyimpanan obat di instalasi farmasi
RS.Puri Asih Salatiga
C. Manfaat
1. Bagi Penyusun
Hasil PKL ini diharapkan akan menambah ilmu pengetahuan
terutama dalam system penyimpanan obat di Instalasi Farmasi RS. Puri
Asih Salatiga
2. Bagi sekolah
Menjadikan hasil PKL ini sebagai wahana evaluasi dan masukan
bagi siswa.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah RS. Puri Asih


Rumah Sakit (RS) Puri Asih sebagai rumah sakit bersalin saat berdiri
tahun 1992 hanya memiliki 3 tempat tidur (TT). Kemudian pada tahun 1994
memiliki 9 TT, tahun 1998 punya 20 TT, tahun 2003 punya 56 TT dengan
Tipe D. Tahun 2014 kerja sama dengan BPJS. Tahun 2015 punya 107 TT,
dengan 184 karyawan administrasi dan lain-lain, 28 dokter spesialis, dan 9
dokter umum.
RS Puri Asih adalah salah satu layanan kesehatan milik organisasi sosial
Kota Salatiga yang bermodel rumah sakit umum (RSU), yang termuat ke
dalam RS Kelas C. Layanan kesehatan ini telah terdaftar dengan Nomor Surat
Izin SK.07.06/III/4585/10 dan Tanggal Surat Izin 23/08/2010 dari Dirjen
Yanmed Kementerian Kesehatan RI dengan Sifat Tetap, dan berlaku sampai
5 tahun.
B. Struktur Organisasi Rs. Puri Asih

2
Klasifikasi Rumah Sakit Umum didasarkan : pada unsur pelayanan,
ketenagaan, fisik dan peralatan. Ada 4 (empat) kelas yaitu:

1. Kelas A
Kelas A yaitu kelas yang mempunyai fasilitas dan kemampuan Pelayanan
medis Spesialistik luas dan Sub spesialistik luas
2. Kelas B
Kelas B yaitu kelas yang mempunyai fasilitas dan kemampuan Pelayanan
medis sekurang–kurangnya 11 Spesialistik dan Sub spesialistik terbatas.
3. Kelas C
Kelas C yaitu kelas yang mempunyai fasilitas dan kemampuan Pelayanan
medis Spesialistik Dasar
4. Kelas D
Kelas D yaitu kelas yang mempunyai fasilitas dan kemampuan Pelayanan
medis dasar
RS dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai
berikut :

1. Klasifikasi berdasarkan kepemilikan


Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas rumah sakit
pemerintah. Di Negara kita ini, rumah sakit pemerintah terdiri atas rumah
sakit vertical yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan yaitu
rumah sakit pemerintah daerah, rumah sakit militer, dan rumah sakit
BUMN. Rumah sakit lain berdasarkan kepemilikan ialah rumah sakit yang
dikelolah oleh masyarakat atau sering disebut rumah sakit sukarela.
Rumah sakit sukarela ini terdiri atas rumah sakit hak milik dan rumah sakit
nirlaba.
Rumah sakit hak milik ialah rumah sakit bisnis yang tujuan
utamanya adalah mencari laba (profit). Rumah sakit yang berafiliasi
dengan organisasi keagamaan pada umumnya beroperasi bukan untuk
maksud membuat laba, tatapi adalah nirlaba. Rumah Sakit nirlaba mencari
laba sewajarnya saja, dan laba yang diperoleh Rumah sakit ini digunakan

3
sebagai modal peningkatan sarana fisik, perluasan dan penyempurnaan
mutu kepentingan penderita.
2. Klasifikasi berdasarkan Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanannya, RS terdiri atas RS umum dan RS
khusus. RS umum memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan
berbagai jenis penyakit, memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk
berbagai kondisi medik, seperti penyakit dalam, bedah, spesialis anak
(paediatric), psikiatri, ibu hamil dan sebagainya. RS khusus adalah RS
yang memberi pelayanan diagnosis dan pengobatan untuk penderita
dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah, seperti RS;
kanker, bersalin, psikiatri, paediatric, mata, lepra, tuberkulosis,
ketergantungan obat, RS rehabilitas dan penyakit kronis.
3. Klasifikasi berdasarkan Lama Tinggal Di RS
Berdasarkan lama tinggalnya, RS terdiri atas RS perawatan jangka
pendek dan panjang. RS perawatan jangka pendek adalah RS yang
merawat penderita selama rata-rata kurang dari 30 hari, misalnya penderita
dengan kondisi penyakit akut dan kasus darurat, biasanya dirawat di RS
kurang dari 30 hari. RS umum pada umumnya adalah RS perawatan
jangka pendek karena penderita yang dirawat adalah penderita kesakitan
akut yang biasanya pulih dalam waktu kurang dari 30 hari. Sebaliknya, RS
perawatan jangka panjang adalah RS yang merawat penderita dalam waktu
rata-rata 30 hari atau lebih. Penderita demikian mempunyai kesakitan
jangka panjang, seperti kondisi psikiatri.
C. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi farmasi merupakan suatu organisasi pelayanan di rumah sakit
yang memberikan pelayanan produk bersifat nyata (tangible) dan pelayanan
farmasi klinik bersifat tidak nyata (intangible) bagi konsumen (penderita,
dokter, perawat, professional kesehatan lain, dan masyarakat rumah sakit).
(Anief, 1995)

4
IFRS (W.E.HASSAN JR.) adalah suatu departemen/sistem pelayanan
dalam suatu RS yang dibawah pimpinan seorang apoteker yang berkompeten
dalam hal :
1. Menyediakan obat-obat untuk unit perawatan dan bidang lain
2. Mengarsipkan resep-resep khusus untuk pasien, pasien rawat jalan dan
pasien luar (out pasien)
3. Membuat obat-obatan
4. Menyalurkan, membagikan obat-obatan narkotika dan yang diresepkan
5. Menyimpan dan membagikan preparat-preparat biologis
6. Membuat, menyiapkan dan mensterilkan preparat-preparat parenteral
7. Menyediakan serta membagikan keperluan-keperluan tersebut secara
professional.
Tujuan Farmasis Rumah Sakit (menurut ‘American Society of
Hospital Pharmacists’) adalah
1. Turut berpartisipasi aktif dalam penyembuhan penderita dan memupuk
tanggung jawab dalam profesi dengan landasan filosofi dan etika
2. Mengembangkan ilmu dan profesi dengan konsultasi, pendidikan dan
penelitian
3. Mengembangkan kemampuan administrasi, management, penyediaan obat
dan alkes di RS
4. Meningkatkan keterampilan tenaga farmasi yang bekerja di RS
5. Memperhatikan kesejahteraan staff dan pegawai di lingkungan instalasi
farmasi rumah sakit

5
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Obat
Tujuan utama pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di
Kabupaten atau Kota adalah tersedianya obat dengan mutu yang baik, tersebar
secara merata dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat yang membutuhkan di unit
pelayanan kesehatan.
Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu yang
baik, tersedia dalam jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan
kefarmasian bagi masyarakat yang membutuhkan.
Fungsi dasar sistem pengelolaan obat dan penggunaan obat di Kabupaten/Kota
adalah:
1. Perumusahan kebutuhan (selection)
2. Pengadaan (procurement)
3. Distribusi (distribution)
4. Penggunaan obat (use)
Ke empat fungsi tersebut didukung oleh sistem penunjang pengelolaan yang
terdiri dari:
1. Organisasi
2. Pembiayaan & kesinambungan
3. Pengelolaan informasi
4. Pengelolaan & pengembangan SDM
Pelaksanaan keempat fungsi & keempat element sistem pendukung
tersebut diatas didasarkan pada kebijakan (policy) dan atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta didukung oleh kepedulian masyarakat
& petugas kesehatan terhadap program dalam bidang obat & pengobatan
Pelaksanaan pengelolaan obat akan berjalan degan baik jika proses
pengelolaannya terutama perencanaan kebutuhan obat & evaluasi tidak

6
mengalami berbagai kendala dalam pelaksanaannya, yang terpenting pada
pengelolaan obat ini adalah membatasi jumlah & bermacam obat berdasarkan
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), pengunaan obat generik dengan
perencanaan yang baik & tepat. Adanya ketersediaan obat dengan jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan serta penyebarannya yang merata di semua lapisan
masyarakat dengan jenis obat yang sesuai bagi masyarakat yang
membutuhkannya merupakan salah satu tujuan utama pengeolaan obat demi
terciptanya pelayanan kesehatan yang diharapkan
Obat merupakan suatu bahan yang menyebabkan perubahan fungsi-fungsi
biologis dalam tubuh melalui serangkaian proses kimia. Sedangkan untuk
definisi yang lebih lengkap, obat adalah bahan atau campuran yang digunakan
sebagai:
1. Pengobatan, peredaan, pencegahan diagnose suatu penyakit, kelainan fisik
atau gejala-gejalanya pada manusia atau hewan
2. Dalam pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi organik pada
manusia atau hewan.
Obat dapat merupakan bahan yang disintesis di dalam tubuh atau
merupakan bahan-bahan kimia yang tidak disintesis di dalam tubuh.
Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap seperti
diatas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa
penggolongan obat yang lain, dimana penggolongan obat dimaksdukan untuk
peningkatan keamanan dan ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi.
Berdasarkan undang-undang obat digolongkan dalam:

a) Obat bebas
b) Obat bebas terbatas
c) Obat wajib apotik
d) Obat keras
e) Obat psikotropika dan narkotika

7
B. Penyimpanan Obat
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman
dari pencurian serta gangguan dari fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah untuk:
1. Untuk memelihara mutu obat
2. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
3. Menjaga kelangsungan persediaan
4. Memudahkan pencarian dan pengawasan
Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut

a. Persyaratan gudang
1) Luas minimal 3 x 4 m2
2) Ruang kering tidak lembab
3) Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab
4) Cahaya cukup
5) Lantai dari kramik
6) Dinding dibuat licin
7) Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam
8) Ada gudang penyimpanan obat
9) Ada pintu dilengkapi kunci ganda
10) Ada lemari khusus untuk narkotika
b. Pengaturan penyimpanan obat
1) Menurut bentuk sediaan dan Alfabetis
2) Menerapkan sistem FIFO dan FEFO
3) Menggunakan almari, rak dan pallet
4) Menggunakan almari khusus untuk menyimpan narkotika dan
psikotropika
5) Menggunakan almari khusus untuk perbekalan farmasi yang
memerlukan penyimpanan pada suhu tertentu
6) Dilengkapi kartu stock obat

8
C. Pengaturan Gudang Obat
Dalam pengaturan gudang yang akan dipakai untuk penyimpanan haruslah
dapat menjaga agar obat:
1. Tidak rusak secara fisik dan kimia. oleh karena itu, harus diperhatikan
ruangnya tetap kering, adanya ventilasi untuk aliran udara agar tidak panas,
cahaya yang cukup, gudang harus ditata berdasarkan sistem arus lurus, arus
U, agar memudahkan dalam bergerak, dan penempatan rak yang tepat serta
penggunaan Pallet akan dapat meningkatkan sirkukasi uara dan gerakan
stok obat.
2. Aman. Agar obat tidak hilang maka perlu adanya ruangan khusus untuk
gudang dan pelayanan, dan sebaiknya ada lemari/rak yang terkunci, serta
ada lamari laci khusus untuk narkotika yang selalu terkunci.
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan,
pencarian dan pengawasan obat-obat, maka diperlukan pengaturan tata ruang
gudang dengan baik.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah


sebagai berikut:

a. Kemudahan bergerak
Untuk kemudahan bergerak, maka gudang perlu ditata sebagai
berikut :
1) Gudang menggunakan sistem satu lantai jangan menggunakan sekat-
sekat karena akan membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan
sekat, perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah
gerakan.
2) Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang
dapat ditata berdasarkan sistem, arus garis lurus, arus U dan arus L
b. Sirkulasi udara yang baik
Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya
sirkulasi udara yang cukup didalam ruangan gudang. Sirkulasi yang baik
akan memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus bermanfaat dalam

9
memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya dalam gudang
terdapat AC, namun biayanya akan menjadi mahal untuk ruang gudang
yang luas. Alternatif lain adalah menggunakan kipas angin. Apabila kipas
angin belum cukup maka perlu ventilasi melalui atap.
c. Kondisi penyimpanan khusus.
Vaksin memerlukan “Cold Chain” khusus dan harus dilindungi
dari kemungkinan putusnya aliran listrik.
1) Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus
dan selalu terkunci,
2) Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan
dalam ruangan khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah
dari gudang induk.
d. Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah
terbakar seperti dus, kartun dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus
dipasang pada tempat yang mudah dijangkau.

D. Penyusunan Stok Obat


Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis, apabila tidak
memungkinkan obat yang sejenis dapat dikelompokkan menjadi satu.
Untuk memudahkan pengendalian stok maka dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Gunakan prinsip FIFO dalam penyusunan obat yaitu obat yang pertama
diterima harus pertama juga digunakan sebab umumnya obat yang datang
pertama biasanya juga diproduksi lebih awal dan akan kadaluwarsa lebih
awal pula.
2. Susun obat yang berjumlah besar di atas pallet atau diganjal dengan kayu
secara rapi dan teratur.
3. Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan obat-obatan yang
berjumlah sedikit tetapi mahal harganya.

10
4. Susun obat yang dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan
kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai.
5. Susun obat dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan obat dalam
dengan obat-obatan untuk pemakaian luar.
6. Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi
7. Apabila gudang tidak mempunyai rak maka dus-dus bekas dapat
dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan.
8. Barang-barang yang memakan tempat seperti kapas dapat disimpan dalam
dus besar, sedangkan dus kecil dapat digunakan untuk menyimpan obat-
obatan dalam kaleng atau botol.
9. Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam box
masing-masing, ambil seperlunya dan susun dalam satu dus bersama obat-
obatan lainnya. Pada bagian luar dus dapat dibuat daftar obat yang
disimpan dalam dus tersebut.
10. Obat-obatan yang mempunyai batas waktu pemakaian maka perlu
dilakukan rotasi stok agar obat tersebut tidak selalu berada dibelakang yang
dapat menyebabkan kadaluarsa obat

E. Pencatatan Stok Obat


Kartu stok berfungsi:

a. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat (penerimaan,


pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa)
b. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1
(satu) jenis obat yang berasal dari 1 (satu) sumber dana
c. Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadian mutasi
obat
d. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan
pengadaan-distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik
obat dalam tempat penyimpanannya.

11
F. Pengamatan mutu obat
Istilah mutu obat dalam pelayanan farmasi berbeda dengan istilah mutu
obat secara ilmiah, yang umumnya dicantumkan dalam buku-buku standard
seperti farmakope. Secara teknis, kriteria mutu obat mencakup identitas,
kemurnian, potensi, keseragaman, dan ketersediaan hayatinya.
Beberapa hal berikut perlu mendapat perhatian sehubungan dengan mutu
obat, oleh karena di samping berkaitan dengan efek samping, potensi obat,
juga dapat mempengaruhi efek obat aktif, yaitu:
1. Kontaminasi. Beberapa jenis sediaan obat harus selalu berada dalam
kondisi steril, bebas pirogen dan kontaminan, misalnya obat injeksi. Oleh
sebab itu proses manufaktur, pengepakan, dan distribusi hingga
penyimpanannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Dalam
prakteknya kerusakan obat jenis ini umumnya berkaitan dengan kesalahan
dalam penyimpanan dan penyediaannya. Sebagai contoh, di kamar suntik
pusat pelayanan kesehatan acap kali ditemukan obat injeksi yang
diatasnya diletakkan jarum dalam posisi terbuka. Dengan alasan apapun
(misalnya segi kepraktisan saat pemindahan obat ke dalam spuit), cara ini
jelas keliru dan harus dihindari, oleh karena memungkinkan terjadinya
kontaminasi dengan udara luar dan berbagai bakteri, sehingga prinsip obat
dalam kondisi steril sudah tidak tercapai lagi. Untuk sediaan lain seperti
cream, salep atau sirup, meskipun risikonya lebih kecil, tetapi sering juga
terjadi kontaminasi, misalnya karena udara yang terlalu panas, kerusakan
pada pengepakannya, dsb, yang tentu saja mempengaruhi mutu obatnya.
2. Medication error. Keadaan ini tidak saja dapat terjadi pada saat
manufaktur (misalnya kesalahan dalam mencampur 2 atau lebih obat
sehingga dosisnya menjadi terlalu besar atau terlalu kecil), tetapi dapat
juga terjadi saat praktisi medik ingin mencampur beberapa jenis obat
dalam satu sediaan sehingga menimbulkan risiko terjadinya interaksi

12
obat-obat. Akibatnya efek obat tidak seperti yang diharapkan bahkan
dapat membahayakan pasien.
3. Berubah menjadi toksik (toxic degradation). Beberapa obat, karena proses
penyimpanannya dapat berubah menjadi toksik (misalnya karena terlalu
panas atau lembab), misalnya tetrasiklin. Beberapa obat yang lain dapat
berubah menjadi toksik karena telah kadaluwarsa. Oleh sebab itu obat
yang telah expired (kadaluwarsa) atau berubah warna, bentuk dan
wujudnya, tidak boleh lagi dipergunakan.
4. Kehilangan potensi (loss of potency). Obat dapat kehilangan potensinya
sebagai obat aktif antara lain apabila ketersediaan hayatinya buruk, telah
melewati masa kadaluwarsa, proses pencampuran yang tidak sempurna
saat digunakan, atau proses penyimpanan yang keliru (misalnya terkena
sinar matahari secara langsung). Setiap obat sebenarnya telah memiliki
batas keamanan (margin of safety) yang dapat dipertanggung jawabkan.
Adapun Tanda-tanda perubahan mutu obat sesuai standar yang di tetapkan
yaitu
a. Tablet.
1) Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa
2) Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah,
retak dan atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab
3) Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat
b. Kapsul.
1) Perubahan warna isi kapsul
2) Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya
c. Tablet salut.
1) Pecah-pecah, terjadi perubahan warna dan lengket satu dengan yang
lainnya
2) Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
d. Cairan.
1) Menjadi keruh atau timbul endapan.
2) Konsistensi berubah

13
3) Warna atau rasa berubah
4) Botol-botol plastik rusak atau bocor
e. Salep.
1) Warna berubah
2) Konsistensi berubah
3) Pot atau tube rusak atau bocor
4) Bau berubah
f. Injeksi.
1) Kebocoran wadah (vial, ampul)
2) Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi
3) Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan
4) Warna larutan berubah (anonim, 2007)

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem penyimpanan obat
berdasarkan 5 indikator yaitu keadaan fisik, pengaturan gudang obat,
penyusunan stok obat, pencatatan stok obat dan pengamatan mutu obat. Dua
indikator penting dalam penyimpanan obat yaitu pengaturan gudang obat dan
penyusunan stok obat. Dimana dua indicator ini telah mencapai standar
minimal serta telah efektif dan efisien.
B. Saran
Diharapkan agar dapat memperhatikan 5 indikator penyimpanan obat,
karena hal ini merupakan faktor penting dalam sebuah sistem penyimpanan
serta lebih memperhatikan sumber daya manusia salah satunya yaitu yang
menjadi kepala serta petugas gudang haruslah pendidikan kefarmasian
minimal D3 farmasi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Indrawaty. 2008. Study Tentang Pengelolaan Obat Di instalasi


Farmasi, RSUD MM Dunda. Gorontalo. UG
Aditama, Tjandra Yoga. 2003. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta:
Universitas Indonesia
Anief, M. 1995. Manajemen Farmasi. Yokyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.
Anonim. 2003. Materi Pelatihan Pengelolaan Obat di Kabupaten/Kota. Jakarta:
Depkes RI
Anonim. 2002. Pedoman Pengelolaan Obat Public dan Perbekalan
Kesehatan. Jakarta: Depkes RI
Anonim. 2007. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di
Daerah Kepulauan. Jakarta: Depkes RI
Anonim. 2008. Pedoman Perbekalan Farmasi Di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes
RI
Anonim. 2011. http://sites.google.com/site/hisfarma/Home/pengelolaan-
obat/ pengelolaan-obat-halm-11. Di akses tanggal 09-12-2011
Anonim. 2011. http://www.who.or.id/ind. di akses tanggal 15-12-2011
Handoko, Hani T. 1984. Manajemen. Yokyakarta: BPFE Yokyakarta
Sheina, Baby. 2010. Penyimpanan Obat di Gudang Instalasi Farmasi RS PKU
Muhammadiyah Yokyakarta unit 1. Yokyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.
Siregar, Charles J.P Amalia Lia. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan
Penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Syamsuni, H.A. Drs. Apt. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

16
LAMPIRAN

Gambar 1.Gedung RS.PURI ASIH SALATIGA

17

Anda mungkin juga menyukai