Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (Depkes RI, 2009). Berdasarkan UU No. 36
tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes RI, 2009).

Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai


misi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat, juga sebagai tempat pendidikan dan pelatihan tenaga
kesehatan serta tempat penelitian dan pengembangan kesehatan. Salah satu
bentuk pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di Rumah Sakit adalah
pelayanan farmasi (Siregar, 2004).

Paradigma pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah dari


orientasi obat kepada pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian
(Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, tenaga
kefarmasian dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Pelayanan kefarmasian
meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik
(penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat dan
pencatatan/penyimpanan resep). Dengan cara ini diharapkan masyarakat dapat
mendapatkan keterangan-keterangan yang berkaitan dengan obat sehingga
masyarakat mengerti dan dapat menggunakan obat dengan baik dan rasional
yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat (DepKes RI,
2006).

1
Dalam mewujudkan semuanya itu maka diperlukan latihan sebelum
terjun ke dunia kerja. Pembekalan tersebut bisa didapatkan di RS Marzoeki
Mahdi, di mana tempat ini menyediakan sarana bagi para farmasis untuk
melaksanakan praktek kerja dengan tujuan untuk bisa mengimplementasikan
teori tentang pelayanan kesehatan yang telah didapat di bangku kuliah dan
mampu belajar untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang baik.

1.2 Tujuan Khusus


1. Mengenal dunia kerja dan memperoleh pengalaman secara langsung sebagai
bekal untuk mempersiapkan diri memasuki dunia kerja di bidang
kefarmasian.
2. Melatih diri untuk bekerja mandiri dan bekerjasama dengan orang lain serta
berlatih menyesuaikan diri dengan kondisi lapangan pekerjaan yang akan
ditekuni dan memberikan pendidikan berupa etika kerja, disiplin, kerja
keras, profesionalitas dan lain-lain.
3. Merupakan sarana latihan dalam penulisan Karya Ilmiah melalui
penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapangan.
4. Mengetahui pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
meliputi pengadaan barang, penerimaan barang, penyimpanan barang,
pendistribusian barang dan pelaporan obat di Instalasi Farmasi Rumah sakit.
5. Meningkatkan dan menambah ilmu pengetahuan keterampilan tentang
pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan danpenyerahan bahan obat serta perbekalan farmasi lainnya.
6. Mengetahui sistem pengendalian mutu di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKL


1.3.1 Waktu pelaksanaan:
Praktik Kerja Lapangan ini dilakukan selama 2 minggu yaitu dimulai
tanggal 25 Januari 2016 sampai tanggal 06 Februari 2016.

1.3.2 Tempat pelaksanaan:

2
Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan ini dilakukan di Rumah Sakit Dr. H.
Marzoeki Mahdi Kota Bogor, Jalan Dr. Sumeru Nomor 114 Kelurahan Menteng,
Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor-16111.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Rumah Sakit


2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut undang undang no 56 tahun 2014 Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,
tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan
kesehatan penderita yang dilakukan secara multidisiplin oleh berbagai kelompok

3
profesional terdidik dan terlatih, yang menggunakan prasarana dan sarana fisik
(Kepmenkes RI No.983/Menkes/SK/XI/1992).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan
yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan
terpaduserta berkesinambungan (Siregar, 2004).

2.1.2 Struktur Organisasi Rumah Sakit


Struktur organisasi rumah sakit umumnya terdiri atas Badan Pengurus
Yayasan, Dewan Pembina, Dewan Penyantun, Badan Penasehat, dan Badan
Penyelenggara. Badan Penyelenggara terdiri atas direktur, wakil direktur, komite
medik, satuan pengawas, dan berbagai bagian dari instalasi. Sebuah rumah sakit
bisa memiliki lebih dari seorang wakil direktur, tergantung pada besarnya rumah
sakit. Wakil direktur pada umumnya terdiri atas wakil direktur pelayanan medik,
wakil direktur penunjang medik dan keperawatan, serta wakil direktur keuangan
dan administrasi. Staf Medik Fungsional (SMF) berada di bawah koordinasi
komite medik. SMF terdiri atas dokter umum, dokter gigi, dan dokter spesialis
dari semua disiplin yang ada di suatu rumah sakit. Komite medik adalah adalah
wadah nonstruktural yang keanggotaannya terdiri atas ketua-ketua SMF (Siregar
dan Amalia, 2004).

2.1.3Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

4
Berdasarkan Kepmenkes RI No.983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah
sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh
dengan pendekatan pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit dan pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara terpadu,
menyeluruh, dan berkesinambungan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.
Dalam melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai berbagai fungsi yaitu
menyelenggarakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis dan non medis,
pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan
pelatihan,
penelitian dan pengembangan serta administrasi umum dan keuangan (Siregar,
2004).

2.1.4 Klasifikasi Rumah Sakit


Menurut Pasal 24 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit. Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokan kelas rumah sakit
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan.
a. Rumah Sakit Umum
Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Umum
diklasifikasikan menjadi:

1. Rumah Sakit Umum Kelas A


Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik
Spesialis Dasar, 5 (lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas)
Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub
Spesialis. Kriteria fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas
meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan
Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan
Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan
Medik Subspesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan

5
Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Jumlah tempat tidur
minimal 400 (empat ratus) buah.

2. Rumah Sakit Umum Kelas B


Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik
Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan)
Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik
Subspesialis Dasar. Kriteria fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum
Kelas B meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat,
Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik,
Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut,
Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan,
Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Jumlah
tempat tidur minimal 200 (dua ratus) buah.

3. Rumah Sakit Umum Kelas C


Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik
Spesialis Dasar dan 4 (empat)Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. Kriteria
fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas C meliputi Pelayanan
Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar,
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Gigi
Mulut, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik
dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Jumlah tempat tidur minimal 100
(seratus) buah.

4. Rumah Sakit Umum Kelas D


Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik

6
Spesialis Dasar. Kriteria fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas
D meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan
Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan
Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Jumlah tempat tidur
minimal 50 buah.

b. Rumah Sakit Khusus


Jenis Rumah Sakit khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak,
Jantung, Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan Obat,
Stroke, Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik,
Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin. Berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan
menjadi:
1. Rumah Sakit Khusus Kelas A
2. Rumah Sakit Khusus Kelas B
3. Rumah Sakit Khusus Kelas C
Klasifikasi Rumah Sakit Khusus ditetapkan berdasarkan:
1. Pelayanan
2. Sumber Daya Manusia
3. Peralatan
4. Sarana dan Prasarana dan
5. Administrasi dan Manajemen.

c. Klasifikasi berdasarkan Kepemilikan


Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas Rumah Sakit pemerintah;
terdiri dari: rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan,
rumah sakit pemerintah daerah, rumah sakit militer, rumah sakit BUMN dan
rumah sakit swasta yang dikelola oleh masyarakat.

d. Klasifikasi berdasarkan Lama Tinggal


Berdasarkan lama tinggal, rumah sakit terdiri atas rumah sakit perawatan
jangka pendek yang merawat penderita kurang dari 30 hari dan rumah sakit

7
perawatan jangka panjang yang merawat penderita dalam waktu rata-rata 30
hari atau lebih.

e. Klasifikasi berdasarkan Afiliasi Pendidikan


Rumah sakit berdasarkan afiliasi pendidikan terdiri atas 2 jenis, yaitu:
rumah sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan program
latihan untuk berbagai profesi dan rumah sakit non pendidikan, yaitu rumah
sakit yang tidak memiliki hubungan kerjasama dengan universitas.

f. Klasifikasi berdasarkan Status Akreditasi


Berdasarkan status akreditasi terdiri atas rumah sakit yang telah
diakreditasi dan rumah sakit yang belum diakreditasi. Rumah sakit telah
diakreditasi adalah rumah sakit yang telah diakui secara formal oleh suatu
badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah
memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu.

2.1.5 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)


Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) menurut Kepmenkes No.
1197/Menkes/SK/X/2004 adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi
antara staf medik dan staf farmasi. Anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili
spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker yang mewakili
farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.

Fungsi dan ruang lingkup PFT adalah:


1. Menyusun formularium rumah sakit sebagai pedoman utama bagi para
dokter dalam memberi terapi kepada pasien. Pemilihan obat untuk
dimasukkan ke dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi terhadap
efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan
duplikasi produk obat yang sama. PFT berdasarkan kesepakatan dapat

8
menyetujui atau menolak produk obat atau dosis obat yang diusulkan oleh
SMF.
2. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit
3. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
meneliti rekam medik kemudian dibandingkan dengan standar diagnosa dan
terapi.
4. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
5. Mengembangkan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepadastaf medis
dan perawat.
6. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku secara lokal maupun
nasional (Siregar, 2004).

2.1.6 Sistem Formularium


Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik di
suatu rumah sakit untuk mengevaluasi, menilai dan memilih produk obat
dianggap paling berguna dalam perawatan penderita. Obat yang ditetapkan dalam
formularium harus tersedia di IFRS (Siregar, 2004). Sistem formularium
merupakan sarana penting dalam memastikan mutu penggunaan obat dan
pelegalisasian harganya. Sistem formularium menetapkan pengadaan, penulisan,
dan pemberian suatu obat dengan nama dagang atau obat dengan nama generik
apabila obat itu tersedia dalam dua nama tersebut. Konsep sistem formularium
adalah suatu metode untuk mengadakan program demikian dan telah digunakan
oleh berbagai rumah sakit beberapa tahun yang lalu.

Kegunaan sistem formularium di rumah sakit:


1. Membantu menyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat dalam rumah
sakit.
2. Sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar.
3. Memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal (Siregar,
2004).

9
2.2 Tinjauan Umum Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2.2.1 Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas
dirumah sakit, tempat penyelenggara semua kegiatan pekerjaan kefarmasian
yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri(Siregar dan Amalia,
2004). Instalasi Farmasi Rumah Sakit dikepalai oleh seorang apoteker dan
dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas
penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian (Siregar dan Amalia, 2004).
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi,mpengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Secara umum Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang didefinisikan sebagai
suatu departemen atau unit atau bagian disuatu rumah sakit dibawah pimpinan
seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi
persyaratan peraturan perundang undangan yang berlaku dan kompeten secara
professional, tempat atau fasilitas penyelenggara yang bertanggung jawab atas
seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan
paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan; produksi; penyimpnanan
perbekalan kesehatan/sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi
penderita rawat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu; dan pengendalian
distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit;
pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung
pada penderita dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit
secara keseluruhan (Siregar,2004).

2.2.2Visi dan Misi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

1. Visi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

10
Visi itu merupakan suatu pernyataan tentang keadaan atau status
suatu Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang diinginkan oleh pimpinan Instalasi
Farmasi Rumah Sakit pada suatu titik waktu tertentu yang akan datang. Visi
rumah sakit dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah dasar bagi semua
aspek dan rencana strategis Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Visi itu
merupakan suatu impian apoteker rumah sakit, tentang suatu Instalasi
Farmasi Rumah Sakit yang dikehendaki, menjadi kenyataan pada waktu
tertentu. Visi itu menciptakan perlunya menetapkan misi Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (Siregar, 2004)

2. Misi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Menurut (Siregar, 2004) Maksud dari suatu pernyataan misi adalah


mengartikulasikan cara visi itu akan dicapai. Pengembangan suatu
pernyataan misi sebenarnya adalah mengembangkan suatu peta yang akan
diikuti Instalasi Farmasi Rumah Sakit untuk mencapai visi itu. Pernyataan
misi mengemukakan alasan dasar dan menetapkan peranan yang akan
dilakukan Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam lingkungannya. Pernyataan
misi itu harus secara jelas menunjukan lingkup dan arah kegiatan Instalasi
Farmasi Rumah Sakit dan sejauh mungkin harus menyediakan suatu model
untuk pembuatan keputusan oleh personel pada semua tingkat dalam
Instalasi Farmasi Rumah Sakit itu.Dalam memformulasi pernyataan misinya,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus menjawab empat pertanyaan utama,
yaitu :

1. Fungsi apa yang dilakukan Instalasi Farmasi Rumah Sakit ?


2. Kepada siapa Instalasi Farmasi Rumah Sakit melakukan fungsi
tersebut ?
3. Bagaimana Instalasi Farmasi Rumah Sakit berbuat untuk mengisi
fungsi itu ?
4. Kenapa Instalasi Farmasi Rumah Sakit ini ada ?

11
2.2.3 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Berdasarkan Kepmenkes No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, tugas pokok farmasi Rumah Sakit adalah
sebagai berikut:
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi
c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk
meningkatkan mutu pelayanan farmasi
e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit.
Fungsi farmasi rumah sakit yang tertera pada Kepmenkes No.
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
adalah sebagai berikut:
1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit
yang merupakan proses kegiatan sejak meninjau masalah kesehatan
yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan
dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat
esensial, standarisasi sampai menjaga dan memparbaharui standar
obat.
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal yang
merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran,
untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode
yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang
telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran
yang tersedia.

12
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang
telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit yang merupakan kegiatan
membuat, mengubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan
farmasi steril dan nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan
yang berlaku
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah
sakit (Depkes RI, 2004, http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20
Juli 2010).
2. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat
Kesehatan
a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien yang meliputi kajian
persyaratan administrasi, persyaratan farmasi, dan persyaratan klinis.
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
alat kesehatan.
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan.
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan.
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien atau keluarga
pasien.
f. Memberi konseling kepada pasien atau keluarga pasien.
g. Melakukan pencampuran obat suntik
h. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral
i. Melakukan penanganan obat kanker
j. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan
l. Melaporkan setiap kegiatan (Depkes RI, 2004)

2.2.4 Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)


Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker
dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli

13
Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten
Apoteker (Kepmenkes No.51/Menkes/SK/I/2004)

Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk:


a. memberikan perlindungan kepada pasien danmasyarakat dalam
memperoleh dan/ataumenetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutupenyelenggaraan Pekerjaan
Kefarmasian sesuaidengan perkembangan ilmu pengetahuan
danteknologi serta peraturan perundangan-undangan;dan
c. memberikan kepastian hukum bagi pasien,masyarakat dan Tenaga
Kefarmasian. (Kepmenkes No.51/Menkes/SK/IV/2004)

2.2.5 Sarana dan Prasarana Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Menurut Yasmanita (2005) Sarana dan Prasarana yang cukup merupakan
penunjang bagi terlaksananya farmasi RS yang baik, terutama :
1. Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan, dan pembuatan obat,
baik non steril maupun steril.
2. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip yang baik
3. Kepustakaan yang memadai melaksanakan pelayanan informasi obat
dan mengkonseling.
4. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotik.
5. Lemari pendingin dan AC untuk obat termolabil.
6. Ruangan ruangan yang cukup untuk seluruh kegiatan farmasi Rumah
Sakit, baik gudang, ruang peracikan, produksi, distribusi, administrasi,
informasi obat, maupun arsip.
7. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang
baik.
8. Ruang penyimpanan obat / bahan obat mudah terbakar dan berbahaya.

Sedangkan menurut Kepmenkes RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 disebutkan


bahwa di satu instalasi farmasi rumah sakit, fasilitas ruangan, dan peralatan
harus memenuhi ketentuan dan perundang undangan kefarmasian yang
berlaku dimana :

14
1. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.
2. Terpenuhinya luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan
kefarmasian di rumah sakit.
3. Dipisahkannya antara fasilitas untuk menyelenggara menajemen,
pelayanan langsung pada pasien, dispensing serta ada penangan limbah.
4. Dipisahkannya juga antara jalur steril, bersih, dan daerah abu abu,
bebas kontaminasi.
5. Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan dan
keamanan baik dari pencuri maupun binatang pengerat.

Ruangan yang harus tersedia untuk menunjang pelayanan farmasi di rumah


sakit menurut Kepmenkes RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 adalah :

1. Ruang Kantor
Ruang kantor terdiri atas ruang pimpinan, ruang staf, ruang kerja/
administrasi dan ruang pertemuan.
2. Ruang produksi
Lingkuangan ruang produksi harus rapi, tertib, efisien untuk meminimalkan
terjadinya kontaminasi sediaan dan dipisahkan antara ruang produksi
sediaan non steril dan ruang produksi sediaan steril.
3. Ruang penyimpanan
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi, tempratur
sinar/cahaya, kelembaban, dan ventilasi untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas.

4. Ruang distribusi/pelayanan
Ruang distribusi harus mencukupi seluruh kegiatan kefarmasian rumah
sakit :
Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan (apotek) dimana ada ruang
khusus atau terpisah untuk penerimaan resep dan persiapan obat.
Ruang distribusi untuk pelayanan rawat inap (satelit farmasi)
Ruang distribusi untuk melayani kebutuhan ruangan
5. Ruang konsultasi
Sebaiknya ada ruang khusus yang dapat digunakan apoteker untuk
memberikan konsultasi pada pasien dalam rangka meningkatkan
pengetahuan dan kepatuhan pasien.

15
6. Ruang informasi obat
Ruang informasi obat merupakan sumber informasi dan komukasi serta
penanganan informasi yang memindai untuk mempermudah pelayanan
farmasi obat.
7. Ruang arsip dokumen
Ruang arsip dokumen merupakan ruang khusus yang memadai dan aman
untuk memelihara serta menyimpan dokumen dalam rangka menjamin agar
penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan dan teknik manajemen
yang baik.
Peralatan minimal yang harus tersedia dalam pelayanan farmasi antara lain :
1. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik non
steril maupun aseptik.
2. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip.
3. Kepustakaam yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi
obat.
4. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika.
5. Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil.
6. Penerangan, sarana air, ventilasi, dan sistem pembungan limbah yang
baik.
7. Alarm.

2.2.6 Manajemen Pelayanan Farmasi Rumah Sakit


Departemen kesehatan RI menyampaikan bahwa optimasi dalam
manajemen obat meliputi proses perencanaan, pengadaan, distribusi,
penyerahan, dan penggunaan obat (Aditama, 2002). Proses pengelolaan
perbekalan farmasi terdiri dari (Yenis, 2002).
1. Perencanaan , tujuannya untuk mendapatkan jenis dan jumlah perbekalan
yang sesuai dengan kebutuhan dan menghindari terjadinya kekosongan
perbekalan farmasi. Dalam merencanakan kebutuhan farmasi sebaikanya
memperhatikan persediaan minimum. BOR, LOS, pola penyakit, standar
terapi untuk setian penyakit, jumlah kunjungan dan tindakan, anggaran,
kapasitas gudang, lead time serta Formularium.
2. Pengadaan, suatu kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
disetujui dalam perencanaan. Cara yang dipilih harus merupakan cara yang
paling praktis, efisien, dan efektif sesuai dengan peraturan yang berlaku.

16
3. Penerimaan, perlu diperhatikan kesesuaian barang dengan surat pesanan
pembelian, terutama mengenai kualitas, spesifikasi, jumlah dan jenisnya,
sesuai dengan faktur penerimaan barang , kesesuaian dengan waktu
penerimaan barang serta kondisi fisik barang tersebut.
4. Penyimpanan, harus dilakukan agar terhindar dari stock out, kualitas barang
dapat dipertahankan, barang terhindar dari kerusakan fisik, pencarian
mudah dan cepat, barang man dari pencurian serta memudahkan
pengawasan stok.
5. Pendistribusian, penyaluran obat untuk pasien rawat jalan pada dasarnya
sama dengan apotek. Peranan apotek sebagai suatu mata rantai terakhir dari
suatu sistem distribusi farmasi untuk melayani kebutuhan konsumen.
6. Penghapusan, suatu proses penghapusan tanggung jawab pengelola barang
sekaligus mengeluarkan dari catatan/pembukuan sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
7. Informasi obat, hal ini harus diberikan kepada semua pihak yang terkai,
yaitu tenaga medis, paramedis, tenaga administrasi, pasien dan masyarakat.
8. Pengawasan, umumnya langsung pada tempat pelaksanaan pekerjaan, dapat
dengan cara inspektif, verifikatif maupun dengan investigative.
Pemeriksaan dapat juga secara incidental ataupun berkala sesuai dengan
kebutuhan.

2.2.7 Standar pelayanan kefarmasian

Dalam mewujudkan konsep pharmaceutical care, Departemen Kesehatan


bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia telah menyusun standart
pelayanan kefarmasian Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit guna menjamin mutu
pelayanan kefarmasian kepada masyarakat (Departemen kesehatan RI, 2003),
yaitu sebagai berikut :

a. Pelayanan resep
Pelayananresep terdiri dari : skrining resep, penyiapan obat, informasi
obat, konseling dan monitoring penggunaan obat.
b. Edukasi terhadap masyarakat

17
Apoteker diharapkan memberikan informasi terhadap masyarakat dalam
rangka pemberdayaan masyarakat untuk hidup sehat dan dalam rangka
swamedikasi apoteker harus memberikan informasi apabila masyarakat
ingin mengobati diri sendiri sesuai dengan standar kompetensi farmasi
komunitas. Untuk aktifitas ini apoteker hendaklah membuat catatan
secara selektif kedalam medication record.
c. Promosi kesehatan
Apoteker harus berpartisipasi aktif dalam promosi kesehatan, ikut
membantu desiminasi informasi, antara lain dengan menyebarkan leaflet,
poster penyuluhan, dan lain lainnya.

d. Pelayanan residensial (Home care)


Apoteker sebagai Advisory consultant diharapkan dapat melakukan
pelayanan kefarmasian ke rumah-rumah terutama untuk kelompok lansia
dan pasien dengan pengobatan terapi kronis

2.2.8 Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. (Kepmenkes
No.51/Menkes/SK/I/2014)

2.2.8.1 Standar pelayanan resep


Menurut Widiasari (2009) pelayanan resep di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
meliputi
1. Skrining Resep
a. Apoteker melakukan skrining resep meliputi :
Nama, SIP, dan alamat dokter
Tanggal penulisan resep
Tanda tangan/Paraf dokter penulis resep
Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.
Cara pemakaian yang jelas/ informasi lainnya
b. Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompetibilitas, cara dan lama pemberian.

18
c. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi,
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat, dan lain-lain). Jika ada
keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep dengan memberikan pertimbangan alternative
seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah
pemberitahuan.

2. Penyiapan obat
a. Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,
mengemas dan memberikan atiket pada wadah. Dalam
melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap
dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat serta
penulisan etiket yang benar.
b. Etiket, hatus jelas dan dapat dibaca.
c. Kemasan obat yang diserahkan hendaknya dikemas dengan rapi
dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya
diserahkan pada pasien harus dilakukanpemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep.
d. Penyerahan obat, dilakukan oleh Apoteker disertai pemberian
informasi obat dan konseling kepada pasien.
e. Informasi obat, Apoteker harus memberika informasi yang benar,
jelas dan mudah di mengerti, akurat, etis, bijaksana dan terkini.
Informasi obat pada pasien sekurang kurangnya meliputi : cara
pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu
pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi.
f. Konseling, Apoteker harus memberikan konseling mengenai
sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya,
sehingga dapat memperbaikin kualitas hidup pasien atau yang
bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau
penggunaan obat yang salah.
g. Memonitoring penggunaan obat, Setelah menyerahkan obat
kepada pasien, apoteker harus melaksanan pmantauan penggunaan

19
obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskuler,
diabetes, TBS, asma, dan penyakit lainnya.
h. Promosi dan edukasi, Dalam rangka memberdayakan masyarakat,
apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin
mengobati diri sendiri untuk penyakit ringan dengan memilihkan
obat yang sesuai dan apoteker ikut membantu diseminasi
indoemasi, antara lain dengan penyebaran pamphlet/brosur, poster,
penyuluhan dan lain-lainnya.

2.3 Gudang Farmasi


Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi
yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang
belum didistribusikan. Selain untuk penyimpanan, gudang juga berfungsi untuk
melindungi bahan (baku dan pengemas) dan obat jadi dari pengaruh luar dan
binatang pengerat, serangga, serta melindungi obat dari kerusakan. Agar dapat
menjalankan fungsi tersebut, maka harus dilakukan pengelolaan pergudangan
secara benar atau yang sering disebut dengan manajemen pergudangan
(Priyambodo, 2007).

2.3.1 Manfaat Pergudangan


Manfaat pergudangan adalah untuk:
1. Terjaganya kualitas dan kuantitas perbekalan kesehatan.
2. Tertatanya perbekalan kesehatan.
3. Peningkatan pelayanan pendistribusian.
4. Tersedianya data dan informasi yang lebih akurat, aktual, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
5. Kemudahan akses dalam pengendalian dan pengawasan.
Tertib administrasi (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2009)

2.3.2 Syarat-syarat Gudang


Agar dapat menjalankan fungsinya dengan benar, maka gudang harus
memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dalam cara pembuatan
obat yang baik (CPOB), diantaranya:

20
1. Harus ada prosedur tetap (Protap) yang mengatur tata cara kerja
bagian gudang termasuk di dalamnya mencakup tentang tata cara
penerimaan barang, penyimpanan, dan distribusi barang atau produk.
2. Gudang harus cukup luas, terang dan dapat menyimpan bahan dalam
keadaan kering, bersuhu sesuai dengan persyaratan, bersih dan teratur.
3. Harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah
terbakar atau mudah meledak (misalnya alkohol atau pelarut-pelarut
organik).
4. Pengeluaran bahan harus menggunakan prinsip FIFO (First In First
Out) atau FEFO (First Expired First Out) (Priyambodo, 2007).

2.3.3 Denah Bangunan


Gudang harus mempunyai tata letak ruang yang baik untuk memudahkan
penerimaan, penyimpanan, penyusunan, pemeliharaan, pencarian,
pendistribusian dan pengawasan material dan peralatan (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, 2009).
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang tata letak gudang
adalah sebagai berikut:
i. Untuk kemudahan bergerak, gudang jangan disekat-sekat, kecuali jika
diperlukan. Perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah
gerakan.
ii. Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran material dan peralatan,
tata letak ruang gudang perlu memiliki lorong yang ditata berdasarkan
sistem:
a. Arah garis lurus.
b. Arah huruf U.
c. Arah huruf L.

iii. Pengaturan sirkulasi udara.

21
Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya sirkulasi
udara yang cukup di dalam ruangan, termasuk pengaturan kelembaban
udara dan pengaturan pencahayaan.
Penggunaan rak dan pallet yang tepat dapat meningkatkan sirkulasi udara,
perlindungan terhadap banjir, serangan hama, kelembaban dan efisiensi
penanganan (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2009).

2.4 Mutu Pelayanan Farmasi


Pengendalian mutu adalah suatu mekanisme; kegiatan pemantauan dan
penilaian terhadap pelayanan, yang diberikan. Secara terencana dan sistematis,
sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk meningkatkan mutu serta
menyediakan mekanisme tindakan yang diambil sehingga terbentuk proses
peningkatan mutu pelayanan farmasi yang berkesinambungan.
Dalam Kempmenkes RI No. 58/Menkes/SK/VI/2014 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian
merupakan kegiatan yang dapat dilakukan terhadap kegiatan yang sedang
berjalan maupun yang sudah berlalu. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui
monitoring dan evaluasi. Tujuan kegiatan ini untuk menjamin Pelayanan
Kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan upaya
perbaikan kegiatan yang akan datang. Pengendalian mutu Pelayanan
Kefarmasian harus terintegrasi dengan program pengendalian mutu pelayanan
kesehatan Rumah Sakit yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi:
a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi
untuk peningkatan mutu sesuai target yang ditetapkan.
b. Pelaksanaan, yaitu:
1. monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja
(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja);
2. memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
1. melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai target yang ditetapkan;
2. meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.

Tahapan program pengendalian mutu:

22
a. Mendefinisikan kualitas Pelayanan Kefarmasian yang diinginkan dalam bentuk
kriteria;
b. Penilaian kualitas Pelayanan Kefarmasian yang sedang berjalan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan;
c. Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila diperlukan;
d. Penilaian ulang kualitas Pelayanan Kefarmasian;
e. Up date kriteria.

Langkahlangkah dalam aplikasi program pengendalian mutu, meliputi:


a. Memilih subyek dari program;
b. Tentukan jenis Pelayanan Kefarmasian yang akan dipilih berdasarkan prioritas;
c. Mendefinisikan kriteria suatu Pelayanan Kefarmasian sesuai dengan kualitas
pelayanan yang diinginkan;
d. Mensosialisasikan kriteria Pelayanan Kefarmasian yang dikehendaki;
e. Dilakukan sebelum program dimulai dan disosialisasikan pada semua personil serta
menjalin konsensus dan komitmen bersama untuk mencapainya;
f. Melakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan yang sedang berjalan menggunakan
kriteria;
g. Apabila ditemukan kekurangan memastikan penyebab dari kekurangan tersebut;
h. Merencanakan formula untuk menghilangkan kekurangan;
i. Mengimplementasikan formula yang telah direncanakan;
j. Reevaluasi dari mutu pelayanan.

Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan indikator, suatu
alat/tolok ukur yang hasil menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap standar yang
telah ditetapkan. Indikator dibedakan menjadi:
a. Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan untuk mengukur
terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan lingkungan.
b. Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk mengukur
tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang diselenggarakan.

Indikator atau kriteria yang baik sebagai berikut:


a. sesuai dengan tujuan;
b. informasinya mudah didapat;
c. singkat, jelas, lengkap dan tak menimbulkan berbagai interpretasi;
d. rasional.

23
Dalam pelaksanaan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian dilakukan melalui
kegiatan monitoring dan evaluasi yang harus dapat dilaksanakan oleh Instalasi
Farmasi sendiri atau dilakukan oleh tim audit internal.
Monitoring dan evaluasi merupakan suatu pengamatan dan penilaian secara
terencana, sistematis dan terorganisir sebagai umpan balik perbaikan sistem dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan. Monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan
terhadap seluruh proses tata kelola Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi menjadi 3 (tiga) jenis program


evaluasi, yaitu:
a. Prospektif adalah program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan, contoh:
standar prosedur operasional, dan pedoman.
b. Konkuren adalah program dijalankan bersamaan dengan pelayanan dilaksanakan,
contoh: memantau kegiatan konseling Apoteker, peracikan Resep oleh Asisten
Apoteker.
c. Retrospektif adalah program pengendalian yang dijalankan setelah pelayanan
dilaksanakan, contoh: survei konsumen, laporan mutasi barang, audit internal.
Evaluasi Mutu Pelayanan merupakan proses pengukuran, penilaian atas semua
kegiatan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit secara berkala. Kualitas pelayanan
meliputi: teknis pelayanan, proses pelayanan, tata cara/standar prosedur operasional,
waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan.

Metoda evaluasi yang digunakan, terdiri dari:


a. Audit (pengawasan) Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah
sesuai standar.
b. Review (penilaian) Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber
daya, penulisan Resep.
c. Survei Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau
wawancara langsung.
d. Observasi Terhadap kecepatan pelayanan misalnya lama antrian, ketepatan
penyerahan Obat

2.5 Penggolongan Obat


2.5.1 Penggolongan Obat Berdasarkan Jenis

24
Penggolongan obat berdasarkan jenis menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000, obat digolongkan dalamlima
golongan yaitu:
a Obat Bebas

Gambar 2.1 Logo Obat Bebas


Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter disebut
obat OTC (OverThe Counter), terdiri atas obat bebas dan obat bebas terbatas.
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan S.K Menkes RI Nomor
2380/A/SKA/I/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebas
terbatas. Di Indonesia, obat golongan ini ditandai dengan lingkaran berwarna
hijau dengan garis tepi berwarna hitam.

b Obat Bebas Terbatas

Gambar 2.2 Logo Obat Bebas Terbatas


Obat bebas terbatas (dulu disebut daftar W) yakni obat-obatan yang
dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter dan
memakai tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam. Pada kemasan obat seperti ini
biasanya tertera peringatan yang bertanda kotak kecil berdasar warna gelap atau
kotak putih bergaris tepi hitam dengan tulisan sebagai berikut:

25
P.No.1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya
P.No.2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan
P.No.3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan
P.No.4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar
P.No.5: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan.

c Obat Keras

Gambar 2.3 Logo Obat Keras


Obat keras (dulu disebut obat daftar G= gevaarlijk= berbahaya) yaitu obat
berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter,
memakai tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K
didalamnya. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah antibiotik
(tetrasiklin, penisilin, dan sebagainya) serta obat-obatan yang mengandung
hormon (obat kencing manis, obat penenang, dan lain-lain).
Obat-obat ini berkhasiat keras dan bila dipakai sembarangan bisa
berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit atau menyebabkan
kematian.

26
d Obat Wajib Apotek
Obat wajib apotek merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh
Apoteker Pengelola Apotek (APA) kepada pasien.
Tujuan obat wajib apotek adalah memperluas keterjangkauan obat untuk
masyarakat, maka obat-obat yang digolongkan dalam obat wajib apotek adalah
obat yang diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang diderita pasien.

e Obat Psikotropika dan Narkotika

Gambar 2.4 Logo Obat Narkotika


Obat psikotropika merupakan zat atau obat baik ilmiah atau sintesis,
bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku.
Mengenai obat-obat psikotropika ini diatur dalam UU RI Nomor 5 Tahun
1997.
Psikotropika dibagi menjadi:
1 Golongan I: sampai sekarang kegunaannya hanya ditujukan untuk ilmu
pengetahuan, dilarang diproduksi dan digunakan untuk pengobatan.
2 Golongan II, III dan IV: dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah
didaftarkan.
Obat narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.(UU RI No.
22 Tahun 1997 tentang narkotika).Obat ini pada kemasannya dengan lingkaran
yang didalamnya terdapat palang (+) berwarna merah.

27
Obat narkotika penggunaannya diawasi dengan ketat sehingga obat
golongan narkotika hanya dapat diperoleh di apotek dengan resep dokter asli
(tidak dapat menggunakan copy resep).Dalam bidang kesehatan, obat-obat
narkotika biasa digunakan sebagai anestesi atau obat bius dan analgetik atau obat
penghilang rasa sakit.

2.5.2 Penggolongan Obat Berdasarkan Mekanisme Kerja Obat


Dibagi menjadi lima jenis penggolongan, antara lain:
a Obat yang bekerja pada penyebab penyakit, misalnya penyakit akibat
bakteri atau mikroba, contoh: antibiotik.
b Obat yang bekerja untuk mencegah kondisi patologis dari penyakit contoh:
vaksin dan serum.
c Obat yang menghilangkan simtomatik atau gejala dan meredakan nyeri
contoh: analgesik.
d Obat yang bekerja menambah atau mengganti fungsi-fungsi zat yang
kurang, contoh: vitamin dan hormon.
e Pemberian placebo adalah pemberian obat yang tidak mengandung zat
aktif, khususnya pada pasien normal yang menganggap dirinya dalam
keadaan sakit, contoh: aqua pro injeksi dan tablet placebo.

2.5.3 Penggolongan Obat Berdasarkan Tempat atau Lokasi Pemakaian


Dibagi menjadi dua golongan:
a Obat dalam yaitu obat-obatan yang dikonsumsi peroral, contoh: tablet
antibiotik, parasetamol tablet.
b Obat luar yaitu obat obatan yang dipakai secara topikal atau tubuh bagian
luar, contoh: sulfur.

2.5.4 Penggolongan Obat Berdasarkan Cara Pemakaian


Dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a Oral : obat yang dikonsumsi melalui mulut kedalam saluran cerna, contoh:
tablet, kapsul, serbuk, dan lain-lain.

28
b Perektal : obat yang dipakai melalui rektum, biasanya digunakan pada
pasien yang tidak bisa menelan, pingsan atau menghendaki efek cepat dan
terhindar dari pengaruh pH lambung, FFE di hati, maupun enzim-enzim di
dalam tubuh.
c Sublingual: pemakaian obat dengan meletakkannya dibawah lidah, masuk
ke pembuluh darah, efeknya lebih cepat, contoh: obat hipertensi, tablet
hisap.
d Parenteral: obat yang disuntikkan melalui kulit ke aliran darah, baik secara
intravena, subkutan, intramuskular, intrakardial.
e Langsung ke organ, contoh: intrakardial.
f Melalui selaput perut, contoh: intra peritonial.

2.5.5 Penggolongan Obat Berdasarkan Pemberian


Dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a Sistemik: obat atau zat aktif yang masuk ke dalam peredaran darah.
b Lokal: obat atau zat aktif yang hanya berefek atau menyebar atau
mempengaruhi bagian tertentu tempat obat tersebut berada, seperti pada
hidung, mata, kulit, dan lain lain

2.6 Pemusnahan Resep


Menurut Undang undang no 35 Tahun 2004 Resep yang telah disimpan
melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep
dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di
Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan
Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir
dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.

2.7 Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika


Menurut permenkes No 3 Tahun 2015 tentang peredaran, penyimpanan,
pemusnahan, dan pelaporan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi,
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di fasilitas

29
produksi, fasilitas distribusi, dan fasilitas pelayanan kefarmasian harus mampu
menjaga keamanan, khasiat, dan mutu Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi.
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dapat
berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus.

Gudang khusus penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi


harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai pintu yang dilengkapi
dengan pintu jeruji besi dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda;
b. langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi;
c. jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi;
d. gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker penanggung
jawab; dan
e. kunci gudang dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab dan pegawai lain yang
dikuasakan.

Ruang khusus penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi


harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang kuat;
b. jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi;
c. mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda;
d. kunci ruang khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang
ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan; dan
e. tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker penanggung
jawab/Apoteker yang ditunjuk.

Lemari khusus penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi


harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. terbuat dari bahan yang kuat;
b. tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda;
c. harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk Instalasi Farmasi
Pemerintah;
d. diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk Apotek,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik, dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan ;

30
e. kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang
ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.
Penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib memenuhi
Cara Produksi Obat yang Baik, Cara Distribusi Obat yang Baik, dan/atau standar
pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III
TINJAUAN UMUM

3.1 Rumah Sakit Marzoeki Mahdi


3.1.1 Sejarah Rumah Sakit Marzoeki Mahdi
Rumah sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi berdiri pada tanggal 1 Juli 1882
yang diresmikan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan nama
Krankzinnigengeestich Te Buitenzorg. Setelah kemerdekaan tepatnya pada
tahun 1945 Krankzinnigengeestich Te Buitenzorg berganti nama menjadi

31
Rumah Sakit Jiwa Bogor (Direktur pribumi pertama setelah Dr. H. Marzoeki
Mahdi). Berdasarkan SK Menkes No. 135/MenKes/SK/IV/78 pada Tahun 1978
Rumah Sakit Jiwa Bogor berganti nama kembali menjadi Rumah Sakit Jiwa
Pusat Bogor.
Pada tanggal 10 April 2002 pemerintah Indonesia mengganti nama
Rumah Sakit Jiwa Bogor menjadi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi
berdasarkan SK MenKes No. 266/MenKes/SK/IV/2002. Pada tahun 2007
tepatnya pada tanggal 21 Juni 2007 Rumah Sakit ini menjadi Instalasi
Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (PPK-BLU) berdasarkan SK MenKes No. 279/KMK.05/2007. Pada
tanggal 26 Juni 2007 pemerintah menerapkan Rumah Sakit Marzoeki Mahdi
menjadi 15 Unit Pelayanan teknis (UPT) DepKes dengan menerapkan PPK-
BLU berdasarkan SK MenKes No. 756/MenKes/SK/VI/2007.

3.1.2 Profil Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi


Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi merupakan Rumah Sakit Pusat Unit
Pelyanan Teknis (UPT) DepKes RI. Pelayanan unggulan Rumah Sakit Dr. H.
Marzoeki Mahdi adalah pelayanan kesehatan jiwa dan Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Aditif (NAPZA) sedangkan pelayanan umum hanya merupakan suatu
pelayanan pendukung. Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi merupakan rumah
sakit jiwa pertama di Indonesia dan saat ini Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki
Mahdi telah menjadi Rumah Sakit Badan Layanan Umum (RS-BLU).
a. Nama Rumah Sakit : Rumah Sakit Krankzinnigengestich Te
Buitenzorg (1882), Rumah Sakit Jiwa

Bogor (1945), Rumah Sakit Jiwa Pusat

Bogor (1978), Rumah Sakit Dr. H.

Marzoeki Mahdi Bogor (2001sekarang).

b. Kelas Rumah Sakit : Tipe A (Kesehatan Jiwa dan Napza)


Tipe B (Umum)

32
c. Status Kepemilikan : RSJ Pemerintah (Depkes).
Menjadi Rumah Sakit Mandiri (BLU) pada
tanggal 26 juni 2007.

d. Alamat : Jalan Dr. Sumeru, No. 114, Bogor


e. Kecamatan : Bogor Barat
f. Kotamadya : Bogor
g. Provinsi : Jawa Barat
h. No. Telepon : (0251) 8320467, 8324024
i. Luas Area : 572.026,00 m2
j. Luas Bangunan : 34.035,56 m2
k. Rawat Inap, Rawat Jalan : 14.449,27 m2
l. Instalasi : 638,35 m2
m. Ruang Administrasi : 3.858,83 m2
n. Ruang Lainnya : 15.089,11 m2
Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi memiliki Fasilitas Unit Gawat
Darurat (UGD) (psikiatri dan umum), rawat jalan, rawat inap dengan kapasitas
484 tempa tidur (TT) untuk rawat inap psikiatri, 96 tempat tidur (TT) uuntuk
rawat inap NAPZA dan 138 tempat tidur (TT)untuk rawat inap umum, penunjang
lainnya dan bagian pendidikan dan penelitan, Poliklinik, Apotek,
Laboratorium,Rekam Medik, Koperasi, dan Kantin.
Komitmen Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi adalah melayani pasien
sesuai dengan kemapuan rumah sakit untuk memberikan kepuasan hanya dengan
alat canggih kedokteran tetapi mengutamakan pelayan medik kepada pasien
rumah sakit.

3.1.3 Visi, Misi, Tujuan, Motto dan Nilai - Nilai Rumah sakit Dr. H.
Marzoeki Mahdi Kota Bogor
1. Visi Rumah sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Kota Bogor

33
Menjadi rumah sakit jiwa rujukan nasional dengan unggulan layanan
rehabilitasi psikososial pada tahun 2019.

2. Misi Rumah sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Kota Bogor


a. Mewujudkan layanan kesehatan jiwa dengan unggulan rehabilitasi
psikososial
b. Meningkatkan penyelenggaraan pendidikan, pelatihan dan riset
unggulan dalam bidang kesehatan jiwa
c. Meningkatkan peran strategis dalam program kesehatan jiwa nasional
bebas pasung, pengampuan/pembinaan layanan kesehatan jiwa di
layanan primer dan rumah sakit umum
d. Meningkatkan kolaborasi & pemberdayaan stakeholder
e. Meningkatkan komitmen dan kinerja pegawai untuk mencapai
kesejahteraan

3. Motto :
SEHAT (Smart, Empati, Harmonis, Antusias dan Tertib)

4. Nilai nilai Rumah sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Kota Bogor


1. Belajar dan berkembang
2. Profesionalisme
3. Bekerja seimbang
4. Kekeluargaan
5. Saling menghargai
6. Motivasi dan komitmen

3.1.4 Logo dan Arti Logo Rumah sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Kota Bogor

Setiap rumah sakit memiliki logo masing-masing yang memiliki


makna tersendiri. Adapun logo dari Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor ,yaitu :

34
Logo Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor adalah berupa
gambar ikan lumba-lumba sebanyak 4 (empat) ekor yang mengelilingi
RSMM, logo ini ditetapkan sejak tahun 2004.
Makna Logo
1. Ikan lumba lumba :
a. Sifat lumba lumba hidup berkelompok, menggambarkan tentang
team work.
b. Hewan yang suka belajar, menggambarkan bahwa organisasi rumah
sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor selalu belajar.
c. Dapat hidup di laut dalam maupun laut dangkal, menggambarkan
bahwa kami dapat menyesuaikan diri dalam keadaan apapun, terbukti
telah berdiri Selama 128 tahun.
d. Hewan yang suka menolong, menggambarkan pengabdian rumah sakit
Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor selalu melayani masyarakat.
Jumlah lumba lumba 4 (empat) ekor menggambarkan 4 (empat) pilar
pelayanan yang ada di rumah sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, yaitu :
1. Pelayanan jiwa atau psikiatri.
2. Pelayanan NAPZA
3. Pelayanan Umum
4. Pendidikan dan Penelitian atau menggambarkan :
a. Pelayanan inti
b. Pelayanan penunjang
c. Management
d. Penddikan dan penelitian

2. Warna
Biru, kuning, dan hijau menggambarkan TRI UPAYA BINA JIWA,
yang berarti pelayanan kesehatan jiwa mencakup tiga bidang pelayanan,
yaitu:
a. Upaya prevensi dan promosi
b. Usaha kuratif
c. Usaha Rehabilitasi

35
3.1.5 Struktur Organisasi Rumah Sakit Dr.H. Marzoeki Mahdi Bogor
Berdasarkan Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No.
135/Menkes/SK/IV/1978, tanggal 28 April 1978. Rumah Sakit Dr.H
Marzoeki Mahdi Bogor mempunyai susunan organisasi sebagai berikut:
1. Direktur dan Wakil Direktur
Direktur Rumah Sakit Dr.H. Marzoeki Mahdi dalam
melaksanakan tugasnya, dibantu oleh dua orang Wakil Direktur, yaitu
Wakil Direktur Umum dan Keuangan dan Wakil Direktur pelayanan.

2. Bagian Sekretariat, yang terdiri dari:


a. Sub Bagian PPL
b. Sub Bagian Tata Usaha
c. Sub Bagian Rumah Tangga dan Kepegawaian
d. Sub Bagian Keuangan
e. Sub Bagian Catatan Medis
3. Bidang Penunjang Medis, terdiri dari:
a. Seksi I Bidang Penunjang Medis
b. Seksi II Bidang Penunjang Medis.
4. Bidang Pelayanan Medis, terdiri dari:
a. Seksi I Bidang Pelayanan Medis
b. Seksi II Bidang Pelayanan Medis
5. Bidang Keperawatan, terdiri dari:
a. Seksi I Bidang Perawatan
b. Seksi II Bidang Perawatan
c. Seksi III Bidang Perawatan
d. Seksi IV Bidang Perawatan
6. Unit Pelaksanaan Fungsional (UPF) terdiri dari:
a. UPF Rawat Jalan
b. UPF Elektromedis
c. UPF Kesehatan Jiwa Dewasa dan Lanjut Usia
d. UPF Kesehata Jiwa Anak dan Remaja
e. UPF Gangguan Mental Organik
f. UPF Rehabilitasi
g. UPF Kesehatan Jiwa Masyarakat
h. UPF Rawat Inap Umum
i. UPF Gawat Darurat
j. UPF NAPZA

7. Instalansi, terdiri dari:

36
a. Instalasi Laboratorium
b. Instalasi Apotik
c. Instalasi Dapur Gizi
d. Instalasi Pemeliharaan Rumah Sakit

3.2 Pelayanan Yang Diberikan Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor


Sejak Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi didirikan, rumah sakit ini
mulai mengembangkan pelayanannya selain jiwa, yaitu non jiwa.Rumah Sakit
Dr.H. Marzoeki Mahdi adalah satu-satunya RS Jiwa di Bogor.Terbukti dengan
semakin banyaknya kunjungan masyarakat yang berobat ke Rumah Sakit
tersebut. Saat ini pelayanan yang ada meliputi:
1. Pelayanan Kesehatan Jiwa
2. Pelayanan Napza
3. Pelayanan Umum
4. Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT)

1. Pelayanan Kesehatan Jiwa


Sejak awal RSJ ini didirikan pada tahun 1882, pelayanan kesehatan
yang diberikan adalah kesehatan jiwa. Sampai sekarang, RSJ ini
mengembangkan fasilitas pelayanan jiwa, walaupun sudah berubah nama.
Pelayanan pendukung psikiatri terdiri dari beberapa pelayanan, yaitu:

a. Pelayanan Gawat Darurat Psikiatri


Pelayanan gawat darurat psikatri memberikan pelayanan 24
jam.Khusus menerima pasien sakit jiwa pada waktu yang tidak
ditentukan.Jika pasien jiwa itu terbukti miskin atau tidak mampu untuk
menanggung biaya pengobatan di Rumah Sakit, maka dibiayai oleh
pemerintah melalui program BPJS Kesehatan dengan prosedur yang telah
ditentukan.Pasien sakit jiwa yang terbukti miskin ada dua macam yaitu
pasien gelandangan (PG) dan pasien yang memang berasal dari keluarga
yang tidak mampu.

b. Pelayanan Rawat Jalan Psikiatri

37
Pemeriksaan intensif yang dilakukan pasien setelah penyembuhan
atau pasien baru yang ingin berobat kesehatan jiwa.Pemeriksaan
kesehatan jasmani dan rohani.Pelayanan rawat jalan psikiatri melayani
pasien JPS Askes Miskin, Askes Sosial, dan Pendaftaran pasien
perorangan.

c. Pelayanan Rawat Inap Psikiatri


Pelayanan yang menyediakan beberapa ruangan, dimana
disesuaikan dengan kondisi, tingkat kesakitan jiwa pasien.Ruangan
masing-masing terpisah untuk perempuan dan laki-laki.Kegiatan dalam
perawatan inap ini tidak hanya sebatas pengobatan biasa dan tinggal di
RS, namun pasien jiwa diharapkan dapat pulih kembali dan hidup normal
di tengah- tengah masyarakat. Kegiatan yang diberikan kepada pasien
jiwa rawat inap antara lain: olah raga bersama, TAK (Terapi Aktifitas
Kelompok), penyuluhan keluarga pasien, ceramah agama, danKelompok),
penyuluhan keluarga pasien, ceramah agama, dan kegiatan keagamaan
lainya
.
2. Pelayanan NAPZA
Masalah penyalahgunaan narkoba dikalangan masyarakat sudah
sangat rumit.Walaupun kita tidak bisa menjamin 100% tempat-tempat sangat
rumit.Walaupun kita tidak bisa menjamin 100% tempat-tempat namun
setidak nya dapat membantu pecandu untuk pulih dan sadar. Rumah Sakit
Dr.H. Marzoeki Mahdi salah satu dari sekian banyak tempat pemulihan
Napza di Indonesia turut ambil bagian dalam memerangi, membantu
pemulihan masalah adiksi dan mengembalikan mereka di tengah-tengah
keluarga dan masyarakat

Program pelayanan (perawatan pemulihan) di Instalasi Pemulihan


Ketergantungan NAPZA Rumah Sakit Dr.H. Marzoeki Mahdi adalah:

a. Pelayanan NAPZA dan VCT Rawat Jalan

38
Poli Napza di RS.Dr.H. Marzoeki Mahdi menyediakan pelayanan
terapi rawat jalan, konsultasi akibat ketergantungan NAPZA beserta
penyakit-penyakit penyerta akibat penyalahgunaan NAPZA.Poli VCT
(Voluntary Cuonselling Pre and Test HIV) menyediakan pelayanan umum
untuk menangani HIV secara paripurna, dimulai dari konseling, rujukan
sampai dengan terapi lanjutan.

b. Pelayanan Detoksifikasi
Detoksifikasi merupakan tahap awal pecandu dalam menjalankan
pemulihan. Detoksifikasi adalah proses pengeluaran racun dari tubuh dengan
menggunakan obat-obatan medis maupun kontrovensial tergantung dari
observasi dokter. Lamanya pencandu di detoksifikasi tergantung jenis
NAPZA dan kondisi tubuh.

c. Recovery (Rawat Inap/Residental Program 6 Bulan)


Rawat inap bagi pecandu pasca detoksifikasi dibagi beberapa tahap,
yaitu: fase 0-3 bulan (basic), 3-6 bulan (Intermedite), Relapse Center
Program. Residen setiap harinya dipenuhi kegiatan-kegiatan yang telah
dijadwalkan oleh pihak rumah sakit.

d. Relapse Center Program


Residen yang melanggar Golden Rute TC yaitu no sex, no drugs, no
violence selama proses pemulihan, akan ditempatkan di Relapse Center
Program. Program berlangsung selama 14-45 hari (lamanya tergantung
kasus).Kegiatan ini berupa konseling.

e. Re-entry Program / Peer in Training


Pada fase ini, residen sudah menjalani primary program selama 6
bulan.Setelah itu residen bebas memilih program re entry house ataupun
program untuk menjadi seorang peercounselor atau mengikuti pelatihan
menjadi konselor VCT.

39
3 Pelayanan Umum
Pelayanan umum di RS Dr.H. Marzoeki Mahdi pada mulanya adalah
sebagai pendukung pelayanan psikiatri dan NAPZA.Karena pada mulanya
pelayanan umum di RS Dr.H. Marzoeki Mahdi diperuntukan bagi para
pasien psikiatri dan pasien NAPZA yang membutuhkan
pengobatan.Poliklinik spesialis RS Dr.H. Marzoeki Mahdi dibuka setiap hari
Senin-Jumat, mulai pukul 08.00-14.00 WIB.Rumah sakit ini melayani pasien
umum, dan JKN.
a. Pelayanan Gawat Darurat 24 jam dan Kamar Operasi
Pelayanan UGD 24 jam ditangani oleh sarana dan prasarana, 12
dokter umum, 17 orang perawat (per shift), 4 orang tenaga medik, 1
orang pramu husada, 1 orang tenaga administrasi.

b. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)


Pelayanan pendidikan dan pelatihan yang diadakan di Rumah Sakit
Dr.H. Marzoeki Mahdi Bogor terbagi atas 2 jenis, yaitu:
Pelatihan Internal Adalah pelayanan pendidikan dan pelatihan
khusus bagi pegawai-pegawai di Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki
Mahdi, misalnya: dengan melakukan pendidikan dan pelatihan
bagi para perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan
keluarganya.
Pelatihan Eksternal adalah pendidikan dan pelatihan bagi pihak
luar pegawai Rumah Sakit Dr.H. Marzoeki Mahdi sebagai sarana
pendidikan dan pelatihan oleh institusi-institusi dari berbagai
disiplin ilmu, tidak hanya datang dari pelatihan tenaga medis saja.
Selain itu Diklat Rumah Sakit Dr.H. Marzoeki Mahdi bertujuan
untuk memenuhi kurikulum di bidang kesehatan jiwa sebagai
lahan praktek kerja dan meningkatkan pengetahuan bagi pegawai-
pegawai Rumah Sakit Dr.H. Marzoeki Mahdi. Tim koordinator
Diklat ditunjuk langsung oleh direktur rumah sakit, yang dibentuk
1 tahun sekali. Tugas koordinator adalah memberikan pelayanan
dan mengatur Program Pendidikan dan Pelatihan bagi institusi-

40
institusi yang menggunakan lahan dan jasa Rumah Sakit Dr.H.
Marzoeki Mahdi, serta mengadakan pelatihan bagi pegawai-
pegawai rumah sakit sendiri.

c. Medical check up Terpadu


Medical check up terpadu merupakan serangkaian pemeriksaan mulai
dari wawancara,pemerisaan fisik, dan atau pemeriksaan penunjang.
Bagian medicalcheck up sangat berkaitan erat dengan unit penunjang
medis,seperti : bagian radiologi, laboratorium,bagian rawat inap, dan
lain-lain.

3.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi


Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan instalasi yang
menyelenggarakan seluruh pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyedia obat yang bermutu dan
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat serta berperan aktif dalam upaya
peningkatan kemampuan rumah sakit.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi berada langsung di
bawah Direktur Utama Medik Dan Keperawatan.Instalasi Farmasi dipimpin oleh
seorang apoteker dengan pendidikan S2 Ilmu Kefarmasian yang membawahi tiga
unit kerja yaitu unit Pengendalian Mutu, Unit Pelayanan, dan Unit Perbekalan
dan Distribusi.

3.3.1 Visi, Misi, Tujuan Dan Falsafah Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. H.
Marzoeki Mahdi :

1. Visi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi


Terwujudnya layanan kefarmasian yang professional,bermutu dan
akuntabel.

2. Misi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi


a. Dihasilkannya perbekalan farmasi siap pakai bagi pasien rumah sakit
dengan memahami isi resep, meracik, menyediakan perbekalan

41
farmasi, menyerahkan dan memberikan informasi penggunaan obat,
mencatat, memantau serta menilai penggunaan sediaan farmasi oleh
pasien.
b. Tercapainya efektifitas, efesiensi dan mutu optimal layanan
kefarmasian.
c. Mengembangkan kompetensi tenaga farmasi secara berkesinambungan
untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian.

3. Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi


a. Meningkatkan pendayagunaan layanan farmasi serta peningkatan mutu
kepada pasien.
b. Meningkatkan derajat kesehatan dengan mengoptimalkan penggunaan
obat yang rasional dan berorientasi kepada pasien.
c. Meningkakan kinerja instalasi farmasi melali peningkatan mutu SDM,
peningkatan cakupan pelayanan dan system insformasi tepat guna.

4. FalsafahInstalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi


Pelayanan farmasiRumah Sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan
dari system pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang utuh berorientasi
kepada pelayanan pasien,penyediaan obat yang bermutu serta terjangkau
oleh semua lapisan masyarakat.

3.3.2 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki
Mahdi
Tugas instalasi farmasi adalah melaksanakan pelayanan kefarmasian.
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, instalasi farmasi mempunyai fungsi :
a. Mengatur pengelolaan perbekalan farmasi dari mulai pengadaan,
penyimpanan, penyaluran, dan pencatatannya.
b. Berinteraksi langsung dalam proses penggunaan obat untuk menjamin
keamanan, kemanfaatan, keefekifan, ketepatan penggunaan dan
peningkatan rasionalitas penggunaan obat.
c. Memberikan informasi kepada pasien sehingga penggunaan obat
menjadi lebih efektif dan efesien.
d. Bekerja sama dengan unt lain berkaitan dengan pemakaian obat-obatan
dan perbekalan farmasi lainnya.

42
e. Mengawasi seluruh kegiatan dalam bidang farmasi dan menyusun
laporan pertanggungjawaban secara berkala.
f. Bertanggung jawab atas kelancaran peyediaan perbekalan farmasi untuk
semua kebutuhan Rumah Sakit.

3.3.3 Strategi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi


a. Meningkatkan mtu dan kualitas Sumber Daya Manusia.
b. Melengkapi sarana dan prasarana yang memadai.
c. Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk memperlancar
pelayanan.
d. Memberlakukan penghargaan dan sanksi bagi seluruh staff.
e. Meningkatkan pelayanan kefarmasian yang sensitive dan proaktif.

3.3.4 Struktur Oragnisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki


Mahdi
Struktur Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi dipimpin
oleh seorang Apoteker sebagai Kepala Instalasi yang berada di bawah Direktorat
Medik dan Keperawatan.Kepala Instalasi Farmasi membawahi Petugas
Pengadaan Perbekalan Farmasi dan Petugas Administrasi dan Pelaporan. Selain
itu, Kepala Instalasi Farmasi juga membawahi tiga unit farmasi, yaitu :
1. Unit Pengendalian Mutu
2. Unit Pelayanan
3. Unit Perencanaan dan Distribusi

3.3.5 Unit Instalasi Farmasi RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi

1. Unit Perencanaan dan distribusi


Unit Perencanaan farmasi berada dibawah tanggung jawab seorang
Apoteker yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Instalasi
Farmasi. Unit perencanaan melakukan penyimpanan dan distribusi
perbekalan farmasi.

43
Adapun alur penerimaan dan distribusi di gudang farmasi antara lain :

a. Petugas bersama panitia penerima barang menerima obat dari Pedagang


Besar Farmasi (PBF) atau supplier kemudian mencocokan dengan surat
pesanan dan faktur pembelian.
b. Petugas menyimpan obat.
c. Petugas memasukkan data ke dalam sistem komputer.
d. Petugas mendistribusikan obat ke unit pelayanan farmasi/depo atau ke
ruangan berdasarkan permintaan yang telah dibuat oleh penanggung
jawab unit pelayanan farmasi atau penanggung jawab ruangan.

Penyimpanan perbekalan farmasi seperti obat obatan dan alat


kesehatan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Disimpan menurut bentuk sediaan dan jenisnya.


2. Disimpan menurut suhu dan kestabilannya.
3. Mudah atau tidaknya meledak atau terbakar.
4. Tahan atau tidaknya terhadapa cahaya.
5. Disimpan dan didistribusikan menggunakan sistem FIFO dan FEFO
agar mengurangi kerugian akibat produk kadaluarsa.

Adapun tugas dari Unit Perencanaan dan Distribusi yaitu :

a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.


b. Merencanakan kebutuhan perbekalan secara optimal.
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang
telah dibuat sesuai keentuan yang berlaku.
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan
yang berlaku.
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan
yang berlaku.
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di Rumah
Sakit.

44
h. Merencanakan, menerima, menyimpanan dan mendistribusikan obat dan
alat kesehatan dari ruang investori ke unit layanan termasuk obat life
saving diruangan.
i. Membuat laporan secara berkala.

Proses Perencanaan farmasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Marzoeki


Mahdi, terdiri dari :

A.Perencanaan
Tujuan Perencanaan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan
jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan
pelayanan kesehatan rumah sakit.Perencanaan di Instalasi Farmasi RS DR H
Marzoeki Mahdi dilakukan atas dasar pola konsumsi dan morbiditas (kasus).

B.Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan
yang telah direncanakan dan disetujui.pengadaan perbekalan farmasi di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Marzoeki Mahdi dilakukan melalui lelang,
pembelian langsung,dan penunjukan langsung.

C.Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,
penunjukan langsung dan lelang. Penerimaan barang di Intalasi Farmasi
Rumah Sakit Marzoeki Mahdi dilakuakan oleh panitia penerimaan barang
dan petugas gudang perbekalan.

D.Penyimpanan
Penyimpanan obat di gudang perbekalan Rumah Sakit Marzoeki
Mahdi berdasarkan kelompok barang (generik dan paten ) serta sistem FIFO
dan FEFO. FIFO (First In First Out) yaitu barang yang keluar lebih dahulu

45
adalah barang yang lebih dahulu masuk, sedangkan sistem FEFO
(FirstExpired First Out) yaitu obat yang mempunyai tanggal kadaluwarsa
cepat maka obat tersebut pula yang paling pertama keluar. Untuk obat
narkotika, psikotoprika dan ARV disimpan dilemari khusus.

E.Distribusi
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
rumah sakit seperti ke unit pelayanan, ruang operasi.

2. Unit pelayanan
Pada Unit pelayanan di Rs. Marzoeki Mahdi di kepalai oleh Witri
Resmiati Ssi, Apt. Diunit Pelayanan Rs. Marzoeki Mahdi melayanani dua
sistem pelayanan, yaitu Pelayanan resep BPJS dan Resep Reguler.
1. Pada pelayanan resep BPJS di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi
dipimpin oleh apoteker yaitu Purwanti Rahayu S.si, Apt. Pelayanan resep
BPJS ini memiliki beberapa staff yang dibawahi langsung oleh apoteker.
Pada pelayanan resep BPJS dibuka selama 24 jam dengan dibagi 3
shift.System distribusi obat pelayanan resep BPJS menggunaan system
resep individual dan system daily dose. System resep individual adalah
system pemberian obat kepada pasien rawat inap oleh unit farmasi BPJS
rawat inap sesuai dengan resep yang ditulis. Sedangkan system daily
dose adalah penyiapan obat dosis tunggal untuk pemakaian selama 24
jam oleh petugas farmasi berdasarkan resep dibuat oleh dokter yang
diberikan pada ruangan rawat inap. Untuk pelayanan resep terhadap
pasien rawat jalan resep BPJS menggunakan resep individual yaitu
system pemberian obat kepada pasien rawat jalan oleh Unit Pelayanan
rawat jalan sesuai dengan resep yang ditulis, meliputi persiapan dan
pemberian etiket sesuai dengan nama pasien dan obat yang diberikan
sesuai resep pasien yang bersangkutan.
2. Pada pelayanan resep reguler di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi
dipimpin oleh apoteker yaitu Heny Faridah S.Farm,Apt. Pada pelayanan
resep reguler pun memiliki beberapa staff yang dibawahi langsung oleh

46
apoteker. Pada pelayanan resep regular dibuka selama 24 jam dengan
dibagi 3 shift. Pelayanan resep unit regular meliputi pelayanan resep
terhadap pasien regular, pelayanan resep karyawankaryawan Rumah
Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi, pelayanan resep rekanan (kerjasama
Rumah Sakit Dr. H . Marzoeki Mahdi dengan perusahaan). System
distribusi di unit pelayanan resep regular menggunakan system resep
individual dan system daily dose. Apotek bersama memberikan system
menggunakan system resep individual dan system daily dose pada ruang
rawat inap. Untuk pelayanan resep terhadap pasien rawat jalan petugas
administrasi akan memberi harga sesuai dengan resep dan apabila harga
telah disetujui pasien resep akan disiapkan oleh asisten apoteker dan
rmulai penyiapan obat, pemberian etiket, dan member kemasan serta
pemberian informasi kepada pasien.Stock opname dilakukan setiap 3
bulan sekali. Penyimpanan obat di Unit Pelyanan dilakukan berdasarkan
bentuk sediaan obat dengan penataan secara alfabetis dan farmakologis.
Diunit pelayanan Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi juga memiliki
satu patugas di bagian Verifikator obat yan g telah disiapkan yaitu
Maryati S.farm,Apt. Tugas dari verifikator ini sendiri pun yaitu
memverifikasi obat yang telah disiapkan oleh petugas sebelum diberikan
kepada pasien.
Diunit pelayanan pun memiliki patugas administrasi. Petugas
administrasi dibagi menjadi dua, yaitu administrasi pengimputan dan
klaim resep kronis rawat jalan BPJS dan administrasi pelayanan.
Untuk lebih jelasnya Struktur di Unit pelayanan tertera pada
Lampiran.

Adapun Tugas dari Unit Pelayanan yaitu :


Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien.
Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
dan alat kesehatan.
Mencegah dan mengatasi yang berkaitan dengan penggunaan obat
dan alat kesehatan

47
Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan
Memberi informasi kepada pasien dan keluarga pasien
Melakukan pencatatan setiap kegiatan
Melaporkan setiap kegiatan
Melayani penerimaan resep dan distribusi obat ke pasien baik dari
rawat jalan maupun rawat inap, baik pasien jaminan/reguler

3. Unit Pengendalian Mutu


Unit pengendalian mutu instalasi farmasi rumah sakit merupakan
suatu unit yang berfungsi untuk menjaga kualitas pelayanan kefarmasian
yang bermutu tinggi melalui cara pelayanan farmasi rumah sakit yang
baik.
Tujuan umum unit pengendalian mutu yaitu agar setiap pelayanan
farmasi memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan dan dapat
memuaskan pelanggan. Sedangkan tujuan khusus unit pengendalian mutu
yaitu sebagai berikut:

Menghilangkan kinerja pelayanan yang substandar


Terciptanya pelayanan farmasi yang menjamin efektivitas obat dan
keamanan pasien.
Meningkatkan efisiensi pelayanan
Meningkatkan kepuasan pelanggan.
Menurunkan keluhan pelanggan atau unit kerja terkait.

Tugas pokok dan fungsi dari unit pengendalian mutu yaitu sebagai berikut:
Pemantauan: pengumpulan semua informasi yang penting yang
berhubungan dengan pelayanan farmasi.
Penilaian: penilaian secara berkala untuk menentukan masalah-masalah
pelayanan dan berusaha untuk memperbaiki.
Tindakan: bila masalah-masalah sudah dapat ditentukan maka harus
diambil tindakan untuk memperbaikinya dan didokumentasi.
Evaluasi: efektivitas tindakan harus dievaluasi agar dapat diterapkan
dalam proses jangka panjang.

48
Umpan balik: hasil tindakan harus secara teratur diinformasikan kepada
staff.
Melakukan konsultasi obat dan PIO.
Membuat laporan secara berkala.
Selain mempunyai tugas pokok dan fungsi, unit pengendalian
mutu juga memiliki program kerja tersendiri yaitu :

a. Evaluasi dan Pengembangan Mutu


Evaluasi adalah proses penilaian kinerja pelayanan farmasi di rumah
sakit yang meliputi penilaian terhadap sumber daya manusia (SDM),
pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan kefarmasian kepada pasien /
pelayanan farmasi klinis.
Mutu pelayanan farmasi rumah sakit adalah pelayanan farmasi yang
menunjukan pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan
kepuasaan pasien sesuai dengan tingkat kepuasaan ratarata masyarakat,
serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik farmasi.
Jenis Evaluasi ada 3 (tiga) yaitu :
Prospektif : program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan
Contoh : pembuatan standar, perizinan, SPO dll.
Metode : Audit (pengawasan)
Frekuensi : tiap satu semester atau setiap 6 (enam) bulan sekali.
Pelaksana : Tim Mutu instalasi farmasi
Konkuren : program dijalankan bersama pelayanan dilaksanakan
Contoh : konseling dan peracikan
Metode : Audit (pengawasan)
Frekuensi : tiap satu semester atau setiap 6 (enam) bulan sekali.
Pelaksana : Tim Mutu instalasi farmasi
Retrospektif : program dijalnkan setelah pelaynan dilaksanakan
Contoh : survei konsumen dan mutasi barang
Metode : Audit (pengawasan)
Frekuensi : tiap satu semester atau setiap 6 (enam) bulan sekali.
Pelaksana : Tim Mutu instalasi farmasi

b. Monitoring Efek samping obat (MESO)


Monitoring efek samping obat yaitu mengumpulkan data rekam
medik dan menelusuri penyebab terjadinya efek samping jika benar
terjadi efek samping obat maka secepatnya di lakukan penarikan obat dan
mencari solusi atas kejadian tersebut.

49
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Yaitu memberikan informasi tentang obat seperti indikasi obat,
penggunaan obat yang benar, aturan pakai obat, dll.Fungsi memberikan
informasi obat yaitu agar pasien mengetahui tentang obat yang digunakan
dan mengetahui dengan tepat penggunaanya.

d. Visite apoteker
Visite apoteker yaitu suatu kunjungan apoteker ke rungan yang
bertujuan untuk memantau obat di ruangan. Visite apoteker ke ruangan di
bagi menjadi 2 bagian yaitu : visite kolaboratif dan visite mandiri.
Visite kolaboratif yaitu kunjungan ke ruangan denga adanya
kolaborasi dari semua tenaga kesehatan (dokter, perawat, dan apoteker).
Sedangkan visite Mandiri yaitu kunjungan apoteker secara mandiri atau
tanpa tenaga medis lainnya. Di rumah sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi untuk
salah satu program kerja dari pengendalian mutu yaitu adanya visite
apoteker yang akan dilaksanakan pada tahun 2016 diantaranya program
kerja visite apoteker ke ruangan dalam bentuk Mandiri.

e. Monitoring dan Evaluasi Untuk Floor Stock dan Troly


Emergency
Monitoring dan evaluasi untuk floor stock dan troly emergency
yaitu suatu pemantauan dan evaluasi pada sediaan yang ada di ruangan
maupun di ruangan gawat darurat atau troly emergency. Fungsinya yaitu
untuk menghindari sediaan farmasi menumpuk di ruangan sehingga di
lakukannya monitoring dan evaluasi. Floor stock hanya dilakukan
padaruangan Sadewa sedangkan troly emergency hanya dilakukan pada
beberapa ruangan yaitu :
ICU (Intensif Care Unit)

50
UGD (Unit Gawat Darurat)
Ruang OK
Kresna Laki- laki
Kresna Perempuan.

Kegiatan pengendalian mutu pada monitoring dan evaluasi untuk floor


stock dan troly emergency yaitu sebagai berikut:
I. Ketentuan Floor Stock Ruangan
Permintaan obat persediaan ruangan harus berdasarkan resep dokter.
Permintaan pertama memakai nama ruangan atau poliklinik. Selanjutnya
untuk penggantiannya yang telah terpakai atas nama pasien yang
memakai obat tersebut.
Permintaan BMHP floor stock ruangan diajukan oleh kepala ruangan
dengan menggunakan blangko / formulir permintaan obat dan BMHP
ruangan.
Penanggung jawab floor stock ruangan diajukan oleh kepla ruangan sama
dengan penanggung jawab Troli atau Tas/Kit emergency.
Floor Stock ruangan disimpan dalam lemari yang terkunci, diletakkan
terpisah dari tempat penyimpanan Kit Emergency. Kunci dipegang oleh
perawat yang bertugas dan ikut serta terima antar shift. Di depan lemari
harus tertera Daftar Obat Floor Stock Ruangan dan tersedia di dalam
lemarinya.

1. Ketentuan obat BMHP Emergency


Disimpan dalam troly atau tas/kit emergency dengan kunci dispossible
Ada daftar obat dan BMHP emergency
Selain dokter, perawat ruangan serta apoteker dan TTK yang melakukan
supervisi, tidak boleh ada yang mengakses troly atau tas emergency

51
Jika dalam waktu tiga bulan troly atau tas/kit emergency tidak pernah
dibuka, maka TTK membuka troly atau tas/kit emergency untuk
memastikan tidak ada barang yang kadaluwarsa atau rusak, sistem
penyimpanan sudah sesuai ketentuan, jenis dan jumlah barang tersedia
sesuai daftar.
Permintaan obat emergency di instalasi farmasi harus berdasarkan resep
dokter. Resep pertama atas nama ruangan, resep selanjutnya atas nama
pasien, yang menggunakan obat tersebut.
Obat dan BMHP emergency yang digunakan oleh pasien, harus diganti sat
itu juga setelah pasien tertolong, maksimal 1x24 jam.
Jika obat dan BMHP yang terpakai telah diganti dan komposisi troly atau
tas/kit emergency telah lengkap, maka perawat ruangan segera
menguncinya kembali.
Kepala ruangan sebagai penanggung jawab troly emergency atau tas/kit
emergency, sedangkan pelaksana pengelolaannya adalah semua perawat
di ruangan.

II. Jadwal dan Pelaksanaan Kegiatan di Unit Pengendalian Mutu


Pelaksanaan kegiatan Monitoring dan Evaluasi Floor Stock dan
Troly Emergency dilakukan sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat dan
disepakati. Supervisi ruangan Troly Emergency (ICU, UGD, OK, dan
Jatayu) dilakukan seminggu sekali sedangkan untuk floor stock (semua
ruangan rawat inap) dan poliklinik rawat jalan (ruangan poli bedah)
dilakukan sebulan sekali.Untuk Pengkajian Penggunaan Obat (PPO),
Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan Visite apoteker itu belum
dilaksanakan, tetapi akan dilaksanakan pada tahun 2016 yaitu sebagai
program kerja pada tahun 2016.

III. Evaluasi pelaksanaan kegiatan


Monitoring dan evaluasi pengelolaan obat dan BMHP persediaan
ruangan adalah kegiatan melaksanakan pemeriksaan kondisi fisik dan

52
stok persediaan ruangan di ruang perawatan yang dilakukan oleh
Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK).

Pemeriksaan terhadap kondisi penyimpanan apakah sudah sesuai


dengan persyaratan / standar yang ditetapkan, meliputi :
Obat floor stock yang ada di ruangan, daftarnya dan kartu stocknya.
Pengontrolan suhu ruangan dan lemari pendingin.
Obat Hight Alert ditempatkan di lokasi terpisah dan pada obatanya diberi
label High Alert
Obat LASA disimpan tidak bersebelahan tetapi diselingi oleh satu obat
jenis lain.
Bahan berbahaya dan beracun (B3) disimpan terpisah, ada MSDS dekat
tempat penyimpanannya
Ada troly emergency di ruang ICU, UGD, OK, Subadra, Kresna laki-laki
dan Kresna wanita dengan kunci disposibel
Ada Tas / Kit emergency di semua ruang perawatan
Semua kontak penyimpanan obat berlabel nama obat dan tanggal
kadaluwarsa
Semua lemari obat tertera daftar obatnya
Semua pasien beridentitas dengan jelas
Menarik sediaan yang mendekati kadaluarsa atau rusak, dan
menggantinya dengan yang berkualitas
Menarik sediaan ynag harusnya tidak ada diruangan, seperti elektrolit
pekat hanya boleh ada di ICU, UGD, OK dan jatayu serta narkotika hanya
ada di ICU, UGD, dan OK.
Mengingatkan petugas ruangan jika pengelolaannya belum sesuai dengan
standar / ketentuan.

3.4 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi
3.3.1 Susunan kepanitiaan terdiri dari :

53
Ketua : Dokter,SpKj
Sekertaris : Apoteker yang merupakan ketua Inatalasi Farmasi
Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi.
Anggota : Terdiri dari dokter
3.3.2 Tugas
Tugas panitia farmasi dan terapi :
a. Sebagai penasihat bagi pimpinan Rumah Sakit dan tenaga kesehatan
dalam semua masalah yang ada kaitannya dengan perbekalan
farmasi.
b. Menyusun kebijakan penggunaan obat, alat kesehatan dan bahan
diagnostic di Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi.
c. Menyusun formularium/standarisasi obat,alat kesehatan dan bahan
diagnostic serta memperbaharuinya secara berkala.
d. Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan dan penggunaan
obat.
e. Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi Efek Samping Obat
(ESO) yang terjadi di Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi

BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Rumah Sakit


Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi merupakan Rumah Sakit Pusat
Unit Pelyanan Teknis (UPT) DepKes RI. Pelayanan unggulan Rumah Sakit
Dr. H. Marzoeki Mahdi adalah pelyanan kesehatan jiwa dan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Aditif (NAPZA) sedangkan pelayanan umum hanya
merupakan suatu pelayanan pendukung. Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi

54
merupakan rumah sakit jiwa pertama di Indonesia dan saat ini Rumah Sakit
Dr. H. Marzoeki Mahdi telah menjadi Rumah Sakit Badan Layanan Umum
(RS-BLU). Klasifikasi berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanannya
Rumah sakit Marzoeki Mahdi termasuk keladalam Tipe A (Kesehatan Jiwa
dan Napza) dan Tipe B (Umum).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan instalasi yang
menyelenggarakan seluruh pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyedia obat yang bermutu dan
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat serta berperan aktif dalam upaya
peningkatan kemampuan rumah sakit.
Struktur Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi
dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai Kepala Instalasi yang berada di
bawah Direktorat Medik dan Keperawatan. Kepala Instalasi Farmasi
membawahi tiga unit farmasi, yaitu :
Unit Pengendalian Mutu
Unit Pelayanan
Unit Perbekalan dan Distribusi (Gudang Farmasi)

2 Unit Pelayanan
Unit pelayanan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi di buka setiap hari
selama 24 dan dibagi 3 shift. Unit Pelayanan ini dipimpin oleh seorang
Apoteker yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Instalasi Farmasi.
pimpinan Unit Pelayanan ini mengkoordinir beberapa bidang yaitu,
Koordiantor Pelayanan Rawat Inap, Reguler dan IGD, Koordinator Pelayanan
Rawat jalan BPJS, Verifikator Obat yang Telah disiapkan, dan bidang
Administrasi, Yang bertanggung jawab disetiap bidang adalah harus Apoteker
terkecuali pada bidang Administrasi.
Secara garis besar alur pelayanan resep di Rumah Sakit Marzoeki
Mahdi yaitu resep diterima, pengkajian, penyiapan, pemberian etiket,
Verifikasi, serah dan edukasi. Rumah Sakit Marzoeki Mahdi melayani

55
beberapa resep diantaranya resep regular rawat inap dan rawat jalan, resep
BPJS rawat inap dan rawat jalan. System distribusi obat pelayanan resep
untuk pasien rawat inap baik mengunkan resep regular maupun BPJS
biasanya dengan system daily dose, yang merupakan penyiapan obat dosis
tunggal untuk pemakaian selama 24 jam oleh petugas farmasi berdasarkan
resep dibuat oleh dokter yang diberikan pada ruangan rawat inap, untuk
system daily dose ini baru diterapkan kebeberapa ruangan diantaranya ke
ruangan inap Jatayu Kresna dan Kresni yang sudah berjalan. Sedangakan
untuk pelayanan pasien rawat jalan yang menggunakan resep Regular maupun
BPJS biasanya pengambilan secara individu. System resep individual adalah
system pemberian obat kepada pasien rawat inap oleh unit farmasi BPJS rawat
inap sesuai dengan resep yang ditulis.
Untuk proses pengambilan resep baik untuk resep rawat inap maupun
rawat jalan dari jenis resep Individu atau BPJS. Pada penyiapannya untuk
pasien BPJS yang membedakannya harus melengkapi syarat syarat yang
ditentukan diantaranya Surat Eligibilitas peserta, Lembar Verifikasi BPJS,
dan Hasil Uji Lab ( jiak ada) adapun tahapan dari penyiapannya untuk pasien
rawat jalan adalah petugas administrasi akan memberi harga sesuai dengan
resep dan apabila harga telah disetujui pasien resep akan disiapkan oleh
asisten apoteker, sebelum obat disiapkan jika resep kurang jelas maka akan
dikonfirmasi terlebih dahlu ke Dokter yang bersangkutan oleh bagian
administrasi yang menerima resep, jika sudah dikonfirmasi maka resep dapat
disiapkan. juga jika resep tidak lengkap saat penyiapan obat maka akan
dilakukan konfirmasi terlebih dahulu ke Dokter yang bersangkutan dan resep
yang dikonfirmasi akan diberi tanda resep TBaK (Tulis Baca Konfirmasi)
setelah lengkap maka mulai penyiapan obat baik obat racik maupun obat jadi
untuk obat yang tidak tersedia atau habis akan diberikan copy resep oleh
Apoteker, tahap selanjutnya pemberian etiket, dan memberi kemasan serta
pemberian informasi obat/ Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien
pada saat penyerahan obat. Sedangkan untuk pasien rawat inap tahapan

56
penyiapannya sama dengan pasien rawat jalan hanya saja pasien rawat inap
menggunakan system daily dose.
Obat disiapkan langsung oleh TTK (Tenaga Teknis Kefarmasian),
dalam proses pelayanan di rumah sakit ada yang disebut dengan Respon Time,
dimana menurut Kepmenkes No 129 Tahun 2008 waktu respon untuk obat
jadi adalah 30 menit dan untuk obat racikan adalah 60 menit, untuk
waktu respon ini beberapa waktu bisa terjadi sampai melebihi batas yang
ditentukan, kemungkinan terjadi karena kurangnya TTK dalam proses
penyiapan obat maupun pada saat penyerahan dan pemberian edukasi kepada
pasien agar pada saat penyerahan obat pasien mendapatkan informasi yang
jelas dan juga mempercepat waktu pelayanan.
Stock opname dilakukan setiap 3 bulan sekali, tempat penyimpanan
obat di Unit Pelayanan juga melakukan pencatatan stok obat pada setiap
pengambilan obat system ini diberi tanggung jawab penuh kepada seluruh
pekerja di bagian penyiapan obat.
Penyimpanan obat di Unit Pelayanan adalah berdasarkan efek terapi
obat dan disusun berdasarkan bentuk sediaan juga suhu penyimpanan yang
disimpan secara alfabetis dengan memperhatikan penandaan obat LASA dan
High Alert , juga menerapkan system FIFO (First in First out). Selain
berdasarkan efek terapi penyimpanan dibedakan dengan Alat Kesehatan yang
sesuai dengan alfabetis. Juga berdasarkan obat Narkotik yang memiliki
ketentuan tersendiri yang berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan No 3 tahun
2015 bahwa Harus disimpan dalam lemari khusus terbuat dari bahan yang
kuat, tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang
berbeda, diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk
Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik,
dan Lembaga Ilmu Pengetahuan dan kunci lemari khusus dikuasai oleh
Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang
dikuasakan. Dan penyimpanan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Marzoeki
Mahdi sudah sesuai. Jika stok obat yang sudah habis di Unit Pelayanan maka

57
akan dilakukan pemesan ke gudang dengan cara online, setelah gudang
mengecek ketersediaan obat maka akan dibuat surat mutasi dari gudang ke
Unit Pelayanan dan obat dikirim sesuai dengan permintaan. Dilakukan
pemeriksaan kesesuain obat yang diminta dengan pengiriman di Unit
Pelayanan, setelah semuanya lengkap maka surat mutasi ditanda tangani oleh
penerima di Unit Pelayanan.
Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan No.35/Menkes/SK/2014)
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep
menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.

3 Unit Perencanaan dan Distribusi


Unit Perencanaan dan Distribusi di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi
merupakan tempat penyimpanan dan distribusi perbekalan farmasi. Unit ini
dipimpin oleh seorang Apoteker yang bertanggung jawab langsung ke Kepala
Instalasi Farmasi. Di Unit Perencanaa dan Distribusi terdapat empat bagian
yaitu, bagian distribusi, bagian penerimaan barang, bagian pemesanan, dan
bagian laporan.
Di Unit Perencanaan dan Distribusi ini dilakukan system kebijakan
satu pintu system yang merupakan suatu kebijakan kefarmasian termasuk
pembuatan formularium, pengadaan dan pendistribusian sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bertujuan untuk mengutamakan
kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Dalam pengelolaan di Unit Perencanaan dan Distribusi ada beberapa
tahapan yaitu, langkah pertama adalah Perencanaan yang dilakukan atas dasar
pola konsumsi dan morbiditas (kasus), Pengadaan dilakukan melalui lelang,
pembelian langsung,dan penunjukan langsung, Penerimaan melakukan
penerimaan perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan

58
kefarmasian, Penerimaan barang berdasarkan faktur 4 rangkap yang masing-
masing diserahkan ke distributor, arsip gudang, bagian pembelian, bagian
audit yang kemudian akan diteruskan kebagian keuangan. Penyimpanan
berdasarkan kelompok barang (generik atau paten) serta berdasarkan system
FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First in First Out), penyimpanan
obat digudang dengan mempertimbangkan bentuk sediaan, dan secara
alfabetis juga dengan penandaan khusus untuk LASA dan High Alert.
Terutama pada obat Narkotik, psikotropika dan ARV perlu perlakuan khusus
dalam penyimpanan dan dokumentasinya. Distribusi kegiatan
mendistribusikan obat ke ruang operasi, Unit pelayanan dan ruangan lainnya.
Pencatatan dan administrasi kegiatan di gudang dilakukan secara
manual dan dengan system komputerisasi dimana setiap barang yang masuk
dan keluar harus dicatat dan diperiksa. Petugas juga membuat daftar obat yang
kosong.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar dapat dijalankan
sebagaimana fungsinya yaitu, gudang harus mempunyai prosedur tetap
(Protap), Gudang harus cukup luas, terang dan dapat menyimpan bahan dalam
keadaan kering, suhunya sesuai bersih dan teratur, harus ada penyimpanan
kusus untuk bahan yang mudah terbakar, pengeluaran berdasrkan FIFO dan
FEFO. Berdasarkan hasil pengamatan selama Praktek Kuliah Lapangan ada
beberapa poin yang belum terpenuhi diantaranya, ukuran luas gudang yang
cukup kecil dengan system tata ruang kurang teratur.

4 Unit Pengendalian Mutu


Unit pengendalian mutu merupakan sakit merupakan suatu unit yang
berfungsi untuk menjaga kualitas pelayanan kefarmasian yang bermutu tinggi
melalui cara pelayanan farmasi rumah sakit yang baik. Di unit pengendalian
mutu yang diKepalai oleh seorang Apoteker yang bertanggung jawab
langsung kepada Kepala Instalasi Farmasi, Unit Pengendalian Mutu Yang
dikepalai oleh Apoteker membawahi dua bagian yaitu staf administrasi dan
staf Apoteker.

59
Adapun tugas pokok dari unit pengendalian mutu adalah Pemantauan,
Penilaian, Tindakan dan Evaluasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan,
memuaskan pelanggan, dan meningkatkan efisiensi pelayanan. Selain
memiliki tugas pokok juga memiliki program kerja diantaranya Evaluasi dan
pengembangan mutu, Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Pengkajian
Penggunaan Obat (PPO), Pelayanan Informasi Obat (PIO), Visit apoteker,
Konseling, Monitoring dan evaluasi untuk floor stock dan troly emergency.
Yang menjadi tugas pokok Unit Pengendalian Mutu di Rumah Sakit
Marzoeki Mahdi sudah dilakukan sesuai perosedur dimana untuk pemantauan
sendiri dilakukan dengan pemberian kuisioner setiap hari kepada pesien atau
keluarga pasien yang berobat, kuisioner yang diberikan berkaitan dengan
fasilitas dan pelayanan yang ada di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, selain
mengisi kuisioner dapat juga memberikan keritik ataupun saran kepada pihak
rumah sakit pada kolom yang telah disediakan. Dari hasil pengumpulan data
maka dilakukan proses penilaian yang secara berkala untuk menentukan
masalah-masalah pelayanan dan berusaha untuk memperbaiki, setelah
penilaian maka akan dilakukan proses tindakan untuk menindak lanjuti
keluhan keluhan dari pengunjung dan dilakukan proses evaluasi agar
program dapat ditentukan untuk jangka panjang.
Adapun program kerja Unit Pengendalian Mutu sudah sesuai dengan
literature, dimana PIO (pelanyanan informasi obat) yang dilakukan di Unit
Pelayanan, Evaluasi dan Pengembangan mutu yang programnya dilakukan
dalam satu tahun sekali dan ada yang 6 bualn sekali dengan metode audit yang
menjadi penilaian adalah sumber daya manusia (SDM), pengelolaan
perbekalan farmasi, pelayanan kefarmasian kepada pasien / pelayanan farmasi
klinis. MESO (Monitoring Efek Samping Obat) di Rumah Sakit Marzoeki
belum dilakukan merata kesemua ruangan baru untuk beberapa ruangan
seperti ruangan IGD dan ruangan Jatayu yang dipantau langsung oleh
Apoteker. Program Visite yang dilakukan baru visite mandiri dimana yang
berkunjung hanya apoteker. Moitoring dan evaluasi untuk floor stock dan
troly emergency yang bertujuan untuk menghindari sediaan farmasi

60
menumpuk di ruangan sehingga di lakukannya monitoring dan evaluasi. Floor
stock hanya dilakukan pada ruangan Sadewa sedangkan troly emergency
hanya dilakukan pada beberapa ruangan yaitu, ICU (Intensif Care Unit), UGD
(Unit Gawat Darurat), Ruang OK, Kresna Laki- laki dan Kresna Perempuan.

BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

1 Simpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Marzoeki Mahdi membawahi 3


Unit yaitu : Unit Pelayanan, Unit Pengendalian Mutu, Unit
Perencanaan dan Distribusi, yang semua bagian di kepalai oleh
seorang Apoteker.
Pelayanan unggulan Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi adalah
pelyanan kesehatan jiwa dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif
(NAPZA)
Unit Pelayanan melayani Resep untuk BPJS dan Reguler.
Sistem Distribusi obat untuk pelayanan rawat jalan BPJS dan Reguler
dapat dilakukan secara individu, namun untuk rawat inap biasanya
dengan menggunakan sistem daily dose.
Ruangan Inap yang menggunakan sistem daily dose hanya Jatayu,
Kresna dan Kresni.

61
Unit Pengendalian Mutu memiliki tugas pokok Pemantauan, Penilaian,
Tindakan dan Evaluasi dan program kerja Evaluasi dan pengembangan
mutu, Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Pengkajian
Penggunaan Obat (PPO), Pelayanan Informasi Obat (PIO), Visit
apoteker, Konseling, Monitoring dan evaluasi untuk floor stock dan
troly emergency.
System kebijakan untuk yang digunakan di Unit Perencanaan dan
Distribusi adalah system satu pintu yang merupakan kebijakan
kerfarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan dan
pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dna BMHP yang
bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien.
Pengelolaan perencanaan di Unit Perencanaan dan Distribusi yaitu,
Perencanaan, Pengadaan, Penerimaan, Penyimpanan dan Distribusi.
Unit Perencanaan dan Distribusi di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi
memiliki beberapa gudang penyimpanan obat.

2 Saran
Menambah TTK ( Tenaga Teknis Kefarmasian) dan penambahan
tempat penyerahan obat untuk memaksimalkan pelayanan juga
mengurangi Respon Time yang terlalu lama.
Segera dilaksananakannya Visite kelompok dan konseling oleh Unit
Pengendalian Mutu.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) harus diberlakukan kesemua
ruangan.
Unit Perencanaan dan Distribusi menjadikannya disatu ruang yang
memadai untuk penyimpanan obat.

62
\

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (2004). Keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang


Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

Depkes RI. (2009). Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, Departemen Kesehatan RI: Jakarta

Depkes RI,. 1992, UU RI No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Depkes RI

Menkes RI. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

Presiden RI. (2009)Undang Undang Republik Indonesia No.44 tentang Rumah


Sakit. Jakarta: Pemerintah RI.

Permenkes, 2014. Peraturan Mentri Kesehatan No. 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi
dan Perizinan Rumah Sakit . Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Permenkes, 2015. Peraturan Mentri Kesehatan No. 03 Tahun 2015 tentang peredaran,
penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika, psikotropika dan prekursor
farmasi. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

63
Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka
Utama,Yogyakarta.

Siregar, C.J.P,. dan Amalis, L. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Terapan.
Jakarta: Penerbit EGC

SK Menteri Kesehatan RI no 135/Men Kes/SK/IV/1978 tentang Susunan


Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Jiwa Bogor.

SK Menteri Kesehatan RI no 983/MenKes/SK/XI/1992 tentang Pengertian Rumah


Sakit

64

Anda mungkin juga menyukai