Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

Berdasarkan UU Nomor 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat,


baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial maupun ekonomis. Setiap masyarakat
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh derajat kesehatan. Upaya
kesehatan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terpadu untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam
bentuk pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif),
pengobatan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) oleh
pemerintah dan masyarakat.
Dalam Millenium Development Goals (MDGs), tahun 2025 diharapkan
masyarakat memiliki kemampuan dalam menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu dan memperoleh jaminan kesehatan. Pelayanan kesehatan bermutu yang
dimaksud adalah pelayanan kesehatan dalam keadaan apapun termasuk dalam
keadaan darurat dan bencana. Pelayanan kesehatan tersebut harus memenuhi
kebutuhan masyarakat dan terselenggara sesuai dengan standar dan etika profesi.
Oleh sebab itu, dibutuhkan tenaga kesehatan yang berkualitas dan professional
yang dapat berperan sebagai konsultan, pengembang, pemikir, perencana,
penggerak, dan pelaksana pembangunan kesehatan yang memadai baik dalam
jenis, jumlah, dan jenjang pendidikannya (Hosizah & Irmawati, 2017).
Tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan, serta memiliki pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan
melalui pendidikan di bidang kesehatan. Tenaga kesehatan juga memiliki
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan sesuai dengan keilmuan yang
didalami. Tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat. Dengan begitu,
diharapkan masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat. Sehingga derajat kesehatan masyarakat akan meningkat
dan menjadi investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produki

1
secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (Hosizah & Irmawati, 2017).
Dalam UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dijelaskan bahwa
salah satu tenaga kesehatan adalah tenaga teknis kefarmasian. Dalam UU No. 36
tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Permenkes,
2014).
Dalam rangka menghasilkan tenaga teknis kefarmasian yang profesional,
handal, inovatif, serta mampu mengaplikasikan serta mengembangkan
kemampuannya di dunia kerja, maka dilakukanlah praktik kerja lapangan (PKL).
Untuk dapat mencapai standar kompetensi tersebut, para calon tenaga teknis
kefarmasian harus dibekali ilmu serta kemampuan yang dapat mengikuti
perkembangan modalitas dan permasalahan klinis yang berkembang di Rumah
Sakit. Salah satu upaya untuk melengkapi kemampuan ini adalah melalui kegiatan
PKL.
PKL merupakan kegiatan belajar yang melibatkan mahasiswa secara aktif
di dalam prosesnya. Kegiatan PKL dirancang untuk memberikan pengalaman
praktis kepada mahasiswa dalam menggunakan metodologi yang relevan untuk
menganalisis keadaan, identifikasi masalah, dan menetapkan alternatif solusi.
Selain itu, mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengaplikasikan kemampuan
memecahkan masalah, berpikir kritis, komunikasi efektif, dan kemampuan
motorik (keterampilan) yang diperoleh selama pembelajaran di kelas. Kegiatan
pembelajaran di lahan praktik dirancang berdasarkan garis-garis besar mata ajar,
sehingga mahasiswa mendapatkan pengalaman belajar praktik di tatanan yang
nyata secara benar dan terarah untuk pencapaian kompetensi yang telah
diisyaratkan dalam kurikulum.
1.1 Tujuan Praktik Kerja Lapangan (PKL)
PKL dilaksanakan dengan tujuan, yaitu memahami kegiatan
kefarmasian yang dilakukan oleh rumah sakit, membandingkan teori
pelayanan yang didapatkan dalam perkuliahan dengan praktek nyata di
rumah sakit, mendapatkan pengalaman langsung tentang pelayanan
kefarmasian di rumah sakit, meningkatkan kemampuan dalam memberikan
komunikasi, informasi, edukasi tentang penggunaan obat kepada pasien.
1.2 Tujuan Pembuatan Laporan
1.2.1 Sebagai hasil pertanggung jawaban atas ilmu yang telah
didapatkan selama Praktek Kerja Lapangan di Apotek RSIA sitti
khadijah selama kurang lebih sepuluh hari.
1.2.2 Sebagai bahan evaluasi dari segala kegiatan yang dilakukan
didapatkan selama Praktek Kerja Lapangan di Apotek RSIA sitti
khadijah
1.2.3 Sebagai umpan balik yang diberikan mahasiswa terhadap
pengembangan pendidikan di Universitas Negeri Gorontalo
khususnya untuk jurusan farmasi.
1.3 Manfaat Praktik Kerja Lapangan (PKL)
1.3.1 Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa mendapatkan gambaran berbagai permasalahan nyata
dilapangan
b. PKL ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
serta pengalaman bagi mahasiswa dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh selama pendidikan secara langsung di lapangan
c. Mendapatkan bahan untuk penulisan laporan magang di Rumah
Sakit Sitti Khadijah
1.3.2 Bagi Jurusan
Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan bagi Jurusan Farmasi
Universitas Negeri Gorontalo bermanfaat untuk dapat membentuk karakter
dan kemampuan mahasiswa calon Ahli Madya Farmasi sehingga dapat
menghasilkan lulusan Ahli Madya Farmasi yang berkualitas dan
berkompeten dalam pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
1.3.3 Bagi Rumah Sakit
a. Dengan adanya mahasiswa magang maka diharapkan dapat
membantu Rumah Sakit Sitti Khadijah dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan bagi pasien.
b. Dapat memberikan masukan positif guna peningkatan pelayanan
dan kemajuan Rumah Sakit Sitti Khadijah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah intitusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan dan gawat darurat. Di Rumah Sakit mempunyai beberapa jenis
pelayanan diantaranya pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan
perawatan, pelayananan rehabilitasi dan sebagainnya (Permenkes, 2019).
Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan
alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih
dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang
semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan
pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar, 2004).
2.1.2 Fungsi Rumah Sakit
Pasal 4 Undang Undang No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit menjelaskan
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Rumah
Sakit mempunyai fungsi:
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3 Jenis-jenis Rumah Sakit
Jenis-jenis Rumah Sakit di Indonesia secara umum ada lima, yaitu Rumah
Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus atau Spesialis, Rumah Sakit Pendidikan dan
Penelitian, Rumah Sakit Lembaga atau Perusahaan, dan Klinik (Haliman, 2012).
a. Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit Umum, biasanya Rumah Sakit Umum melayani segala jenis
penyakit umum, memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (Ruang
gawat darurat). Untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepat-cepatnya dan
memberikan pertolongan pertama. Di dalamnya juga terdapat layanan rawat inap
dan perawatan intensif, fasilitas bedah, ruang bersalin, laboratorium, dan sarana-
prasarana lain.
b. Rumah Sakit Khusus atau Spesialis
Rumah Sakit Khusus atau Spesialis dari namanya sudah tergambar bahwa
Rumah Sakit Khusus atau Rumah Sakit Spesialis hanya melakukan perawatan
kesehatan untuk bidang-bidang tertentu, misalnya, Rumah Sakit untuk trauma
(trauma center), Rumah Sakit untuk Ibu dan Anak, Rumah Sakit Manula, Rumah
Sakit Kanker, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Rumah Sakit
Mata, Rumah Sakit Jiwa.
c. Rumah Sakit Bersalin, dan lain-lain;
Rumah Sakit Pendidikan dan Penelitian, Rumah Sakit ini berupa Rumah Sakit
Umum yang terkait dengan kegiatan pendidikan dan penelitian di Fakultas
Kedokteran pada suatu Universitas atau Lembaga Pendidikan Tinggi.
d. Rumah Sakit Lembaga atau Perusahaan
Rumah sakit ini adalah Rumah Sakit yang didirikan oleh suatu lembaga atau
perusahaan untuk melayani pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga
tersebut
e. Klinik
Klinik merupakan tempat pelayanan kesehatan yang hampir sama dengan
Rumah Sakit, tetapi fasilitas medisnya lebih.
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2.2.1 Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu unit di suatu rumah sakit
tempat penyelengaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk
keperluaan rumah sakit dan pasien. Pekerjaan kefarmasiaan yang dimaksud adalah
kegiatan yang menyangkut pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi
pengelolaan perbekalan farmasi (perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
distribusi, pencatatan, pelaporan. Pemusnahan/penghapusan), pelayanan resep,
pelayanan informasi obat, konseling, dan farmasi klinik di ruangan pasien (Siregar
dan Amalia, 2016).
2..2.2 Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2004 dan evaluasinya
mengacu pada Pedoman Survei Akreditasi Rumah Sakit yang digunakan secara
rasional, di samping ketentuan masing-masing rumahsakit.
Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah sebagai berikut (Depkes, 2004) :
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi yang professional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi
c. Melaksanakan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk meningkatkan
mutu pelayanan farmasi
e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan aturan yang berlaku
f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formulsrium
rumah sakit
2.2.3 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah sebagai berikut (Depkes, 2004) :
1. Pengelolaan PerbekalanFarmasi
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit yang
merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi
di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan
kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai
menjaga dan memperbaharui standarobat.
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal yang merupakan
proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi
yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan
obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi,
epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan
dengan anggaranyang tersedia.
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah
dibuat sesuai kebutuhan yang berlaku malaui pembelian (tender dan langsung),
produksi sediaan farmasi (Produksi steril dan non steril), serta sumbangan /
droping /hibah.
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit yang merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk,
dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril dan nonsteril untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan di rumahsakit.
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
f. Menyimpan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit yang
dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhu, kestabilan, mudah
tidaknya terbakar, tahan / tidaknya terhadap cahaya disertai sistem informasi
yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit pelayanan di rumah sakit untuk
pasien rawat inap (sentralisasi dan atau desentalisai dengan sistem persediaan
lengkap di ruangan, sistem resep perseorangan, sistem unit dose, dan sistem
kombinasi oleh satelit farmasi), pasien rawat jalan (sentralisasi dan atau
desentalisai dengan sistem resep perseorangan oleh apotik rumah sakit), dan
untuk pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja (Apotik rumah
sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 jam dan ruang rawat yang menyediakan
perbekalan farmasiemergensi).
2. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
a. Mengkaji instruksi pengobatan / resep pasien meliputi seleksi persyaratan
administrasi, persyaratan farmasi, dan persyaratanklinis.
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat
kesehatan(alkes).
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat danalkes.
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obatdan alkes.
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien /keluarga.
f. Memberi konseling kepada pasien /keluarga.
g. Melakukan pencampuran obatsuntik.
h. Melakukan penyiapan nutrisiparenteral.
i. Melakukan penanganan obatkanker
j. Melakukan penentuan kadar obat dalamdarah.
k. Melakukan pencatatan setiapkegiatan.
l. Melaporkan seluruhkegiatan.
2.3 Obat
2.3.1 Definisi Obat
Definisi obat menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 58 tahun 2014 yaitu obat termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan
dan kontrasepsi untuk manusia. Sumardjo, D. (2006) melaporkan, obat adalah suatu
bahan kimia yang dapat mempengaruhi organisme hidup dan dipergunakan untuk
keperluan diagnosis, pencegahan, dan pengobatan suatu penyakit.
Obat secara umum merupakan semua bahan tunggal atau campuran yang
dipergunakan oleh semua makhluk untuk mencegah, meringankan dan
menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2005). Dari beberapa definisi obat di atas dapat
disimpulkan bahwa obat merupakan suatu bahan kimia yang diproduksi untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah timbulnya risiko berbagai penyakit.
2.3.2 Penggolongan Obat
Berdasarkan jenisnya, Penggolongan obat terdiri dari Obat bebas, Obat Bebas
Terbatas, Obat Wajib Apotek, Obat Keras, Psikotropika dan Narkotika.
1. Obat Bebas
Obat golongan ini termasuk obat yang relatif paling aman, dapat diperoleh tanpa
resep dokter, selain di apotek juga dapat diperoleh di warung-warung. Obat bebas
dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran berwarna hijau. Contohnya adalah
parasetamol, vitamin c, asetosal (aspirin), antasida daftar obat esensial (DOEN), dan
obat batuk hitam (OBH) (Priyanto, 2010).

Penandaan Obat Bebas (Priyanto, 2010)


2. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas atau obat yang masuk dalam daftar “W” menurut bahasa
Belanda “W” singkatan dari “Waarschung” artinya peringatan. Jadi maksudnya obat
yang bebas penjualannya disertai dengan tanda peringatan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan obat-obatan kedalam
daftar obat “W” memberikan pengertian obat bebas terbatas adalah Obat Keras yang
dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya
memenuhi persyaratan yang sebagaimana telah datur dalam PERMENKES
NOMOR : 919/MENKES/PER/X/1993 pasal 2.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 2380/A/SK/VI/83, tanda
khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran warna biru dengan garis tepi
berwarna hitam. Tanda khusus harus diletakan sedemikian rupa sehingga jelas terlihat
dan mudah dikenal sebagaimana yang dijelaskan pada gambar 2 di bawah. Contohnya
obat flu kombinasi (tablet), chlorpheniramin maleat (CTM), dan mebendazol
(Priyanto, 2010).

Penandaan dan Peringatan Obat Bebas Terbatas (Priyanto, 2010)


3. Obat Keras
Obat keras atau obat daftar G menurut bahasa Belanda “G” singkatan dari
“Gevaarlijk” artinya berbahaya maksudnya obat dalam golongan ini berbahaya jika
pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter (Priyanto, 2010).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan/memasukan obat-
obatan kedalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat keras, memberikan
pengertian obat keras adalah obat-obat yang ditetapkan sebagai berikut:
a. Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa obat
itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter.
b. Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk
dipergunakan secara parental, baik degan cara suntikan maupun dengan cara
pemakaian lain dengan jalan merobek rangkaian asli dari jaringan.
c. Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah dinyatakan
secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan manusia.
d. Semua obat yang tercantum dalam daftar obat keras: obat itu sendiri dalam
substansi dan semua sediaan yang mengandung obat itu, terkecuali apabila
dibelakang nama obat disebutkan ketentuan lain, atau ada pengecualian Daftar
Obat Bebas Terbatas
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 02396/A/SK/VIII/1986
tentang tanda khusus Obat Keras daftar G adalah lingkaran bulatan warna merah
dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi. Contoh
obat ini adalah amoksilin, Ampisilin (Priyanto, 2010).

Penandaan Obat Keras (Priyanto, 2010)


4. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibagi
menjadi :
a. Psikotopika golongan 1 adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, dan mempunyai
potensi amat kuat mengakibatkan ketergantungan. Contohnya : brolamfetamin
(DOB), tenamfetamin (MDA), dan lisergida (LSD).
b. Psikotropika golongan II dapat digunakan untuk pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
kuat mengakibatkan ketergantungan. Contohnya : amfetamin, deksamfetamin,
dan metamfetamina.
c. Psikotropika golongan III dapat digunakan untuk pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi sedang mengakibatkan ketergantungan. Contohnya : katina, amobarbital,
buprenofrina, dan pentobarbital.
d. Psikotropika golongan IV dapat digunakan untuk pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya : alprazolam, barbital,
diazepam dan fenobarbital (Undang – Undang RI No : 3 tahun 2017).
5. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebebkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan–
golongan (Undang – Undang RI No : 2 tahun 2017).
Dalam kemasannya narkotika ditandai dengan lingkaran berwarna merah.
Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Narkotika golongan I, digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia
laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Contohnya: heroina, katinona, amfetamin
dan metamfetamin.
b. Narkotika golongan II dan III, yang berupa bahan baku, baik alami maupun
sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri.
Contohnya : fentanil, morfina, petidina, dan kodeina.

Penandaan Obat Narkotika (Priyanto, 2010)


Berdasarkan Mekanisme kerja, Obat digolongkan menjadi 5 jenis yaitu
sebagai berikut (Chaerunisaa dkk, 2009) :
1. Obat yang bekeja terhadap penyebab penyakit, misalnya penyakit karena bakteri
atau mikroba, contoh: antibiotik.
2. Obat yang bekerja mencegah keaadan patologis dari penyakit, contoh: serum,
vaksin.
3. Obat yang menghilangkan gejala penyakit = simptomatik, missal gejala penyakit
nyeri, contoh: analgetik, antipiretik.
4. Obat yang bekerja untuk mengganti atau menambah fungsi-fungsi zat yang
kurang, contoh: vitamin, hormon.
5. Pemberian placebo, adalah pemberian sediaan obat yang tanpa zat berkhasiat
untuk orang-orang yang sakit secara psikis, contoh: aqua proinjection Selain itu,
obat dapat dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya misalkan antihipertensi,
cardiaca, diuretic, hipnotik, sedative dan lain-lain.
Berdasarkan tempat atau lokasi pemakaiannya, Obat dibagi menjadi dua golongan
yaitu sebagai berikut (Anief, 1994) :
1. Obat Dalam, misalnya obat-obat peroral. Contoh: antibiotik, acetaminophen.
2. Obat Topikal, untuk pemakaian luar badan. Contoh sulfur, antibiotic
Berdasarkan cara pemberiannya, Obat digolongkan menjadi 6 jenis yaitu sebagai
berikut (Anief, 1994) :
1. Oral, obat yang diberikan atau dimasukkan melalui mulut, Contoh: serbuk,
kapsul, tablet sirup.
2. Parektal, obat yang diberikan atau dimasukkan melalui rectal. Contoh supositoria,
laksatif.
3. Sublingual, dari bawah lidah, kemudian melalui selaput lendirdan masuk ke
pembuluh darah, efeknya lebih cepat. Untuk penderita tekanan darah tinggi,
Contoh: tablet hisap, hormone.
4. Parenteral, obat suntik melaui kulit masuk ke darah. Ada yang diberikan secara
intravena, subkutan, intramuscular, intrakardial.
5. Langsung ke organ, contoh intrakardial.
6. Melalui selaput perut, intraperitoneal
Berdasarkan efek yang ditimbulkannya, Obat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu
sebagai berikut (Anief, 1994) :
1. Sistemik: masuk ke dalam system peredaran darah, diberikan secara oral
2. Lokal : pada tempat-tempat tertentu yang diinginkan, misalnya pada kulit, telinga,
mata
Berdasarkan penamaannya, Obat dibedakan menjadi 3 yaitu sebagai berikut
(Widodo, 2004) :
1. Nama Kimia, yaitu nama asli senyawa kimia obat.
2. Nama Generik (unbranded name), yaitu nama yang lebih mudah yang disepakati
sebagai nama obat dari suatu nama kimia.
3. Nama Dagang atau Merek, yaitu nama yang diberikan oleh masing-masing
produsen obat. Obat bermerek disebut juga dengan obat paten
2.4 Resep
2.4.1 Definisi Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada apoteker
pengelola apotek untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik, serta menyerahkan
obat kepada pasien. (Syamsuni, 2006).
Menurut Permenkes No 72 tahun 2016 Resep adalah permintaan tertulis dari
dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik
untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
Sedangkan menurut Jas (2009), Resep artinya pemberian obat secara tidak
langsung, ditulis jelas dengan tinta, tulisan tangan pada kop resmi kepada pasien,
format dan kaidah penulisan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang mana permintaan tersebut disampaikan kepada farmasi atau apoteker di
apotek agar diberikan obat dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu sesuai
permintaan kepada pasien yang berhak.
2.4.2 Jenis-jenis Resep
Menurut Jas (2009), Jenis- jenis resep dibagi menjadi 4 yaitu sebagai berikut :
a. Resep standar (Resep Officinalis/Pre Compounded) merupakan resep dengan
komposisi yang telah dibakukan dan dituangkan ke dalam buku farmakope atau
buku standar lainnya. Resep standar menuliskan obat jadi (campuran dari zat
aktif) yang dibuat oleh pabrik farmasi dengan merk dagang dalam sediaan standar
atau nama generik.
b. Resep magistrales (Resep Polifarmasi/Compounded) adalah resep yang telah
dimodifikasi atau diformat oleh dokter yang menulis. Resep ini dapat berupa
campuran atau obat tunggal yang diencerkan dan dalam pelayanannya perlu
diracik terlebih dahulu
c. Resep medicinal yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang
maupun generik, dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan.
d. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam
bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak
mengalami peracikan.
2.4.3 Format Penulisan Resep
Menurut Jas (2009) Resep terdiri dari enam bagian, antara lain:
a. Inscriptio terdiri dari nama, alamat, dan nomor izin praktek (SIP) dokter, tanggal
penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi.
Format inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada
praktik pribadi.
b. Invocatio merupakan tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Permintaan
tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = recipe” artinya ambilah atau
berikanlah. Berfungsi sebagai kata pembuka komunikasi antara dokter penulis
resep dengan apoteker di apotek.
c. Prescriptio/ordonatio terdiri dari nama obat yang diinginkan, bentuk sediaan
obat, dosis obat, dan jumlah obat yang diminta.
d. Signatura merupakan petunjuk penggunaan obat bagi pasien yang terdiri dari
tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian.
Penulisan signatura harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan
keberhasilan terapi
e. Subscriptio merupakan tanda tangan/paraf dokter penulis resep yang berperan
sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.
f. Pro (diperuntukkan) terdiri dari nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat
badan pasien.
2.4.3 Tanda-tanda pada Resep
Menurut Jas (2009), Tanda-tanda pada resep adalah sebagao berikut :
a. Tanda Segera, yaitu bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera, tanda
segera atau peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep,
yaitu: Cito! = segera; Urgent = penting; Statim = penting sekali; PIM (Periculum
in mora) = berbahaya bila ditunda; Urutan yang didahulukan adalah PIM, Statim,
dan Cito!.
b. Tanda resep dapat diulang. Bila dokter menginginkan agar resepnya dapat
diulang, dapat ditulis dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter
(Iteratie) dan berapa kali boleh diulang. Misal, iter 1 x, artinya resep dapat
dilayani 2 x. Bila iter 2 x, artinya resep dapat dilayani 1+2 = 3 x. Hal ini tidak
berlaku untuk resep narkotika, harus resep baru.
c. Tanda Ne iteratie (N.I) = tidak dapat diulang. Bila dokter menghendaki agar
resepnya tidak diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah atas blanko resep (ps. 48
WG ayat (3); SK Menkes No. 280/Menkes/SK/V/1981). Resep yang tidak boleh
diulang adalah resep yang mengandung obat-obatan narkotik, psikotropik dan
obat keras yang telah ditetapkan oleh pemerintah/ Menkes Republik Indonesia.
d. Tanda dosis sengaja dilampaui. Tanda seru diberi di belakang nama obatnya jika
dokter sengaja memberi obat dosis maksimum dilampaui.
e. Resep yang mengandung narkotik. Resep yang mengadung narkotik tidak boleh
ada iterasi yang artinya dapat diulang; tidak boleh ada m.i. (mihipsi) yang berarti
untuk dipakai sendiri; tidak boleh ada u.c. (usus cognitus) yang berarti
pemakaiannya diketahui. Resep dengan obat narkotik harus disimpan terpisah
dengan resep obat lainnya
2.5 Pengelolaan Obat
Pengelolaan perbekalan obat di farmasi atau sistem manajemen perbekalan
farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai
evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
pencatatan, dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi.
2.5.1 Perencanaan
Perencanaan adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses
pengadaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit. Tujuannya adalah untuk menetapkan
jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit (Hasratna, 2016).
2.5.2 Pengadaan
Pengadaan adalah kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui melalui proses pembelian secara langsung atau melalui
tender dari distributor, pembuatan sediaan farmasi atau berasal dari sumbangan/hibah
(Febriawati, 2013).
Rangkaian proses dalam pengadaan dimulai dari penerimaan daftar
perencanaan, membuat rencana pembelian, memilih pemasok, kemudian melakukan
negosiasi harga, menentukan waktu untuk membeli, menulis surat pemesanan, dan
menyerahkan surat pemesanan ke pemasok (Pudjaningsih, 2006).
2.5.3 Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,
konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh
petugas yang bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus
terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus mengerti sifat
penting dari perbekalan farmasi. Dalam tim penerimaan farmasi harus ada tenaga
farmasi (Hasratna, 2016).
2.5.4 Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari
pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut
bentuk sediaan alfabetis dengan menerapkan prinsip(First Expired First Out) FEFO
dan(First In First Out) FIFOdan disertai sistem informasi yang selalu menjamin
ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Penyimpanan sebaiknya dilakukan
dengan memperpendek jarak gudang dan pemakai dengan cara ini maka secara tidak
langsung terjadi efisiensi (Hasratna, 2016).
2.5.5 Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di Rumah
Sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat
jalan serta untuk menunjang pelayanan medis (Hasratna, 2016).
2.5.6 Pengendalian
Pengendalian persedian adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya
sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan
sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit-unit
pelayanan (Hasratna, 2016).
2.5.7 Penghapusan
Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi
yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan
cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai
dengan prosedur yang berlaku (Hasratna, 2016).
2.5.8 Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan merupakan suatu keguatan yang bertujuan untuk memonitor
transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS. Adanya
pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi
adanya mutu obat yang sub standar dan harus ditarik dari peredaran.pencatatan dapat
dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum
digunakan untuk melakukan pencatatan adalah Kartu Stok dan Kartu Stok Induk
(Hasratna, 2016).
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak
yang berkepentingan (Hasratna, 2016).
Fungsi dari pencacatan adalah:
a. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi (penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak, atau kadaluwarsa).
b. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 (satu) jenis
perbekalan farmasi yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran.
c. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan
pengadaan distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik perbekalan
farmasi dalam tempat penyimpanan
2.5.9 Monitoring dan evaluasi
Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan
farmasi di rumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi
(monev). Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai msukan guna penyususnan
perencanaan dan pengambilan keputusan.
Pelaksanaan monev dapat dilakukan secara periodik dan berjenjang.
Keberhasilan monev ditentukan oleh surpervisor maupun alat yang digunakan.
Tujuan monev adalah meningkatkan produktivitas para pengelola perbekalan farmasi
dirumah sakit agar dapat ditingkatkan secara optimum(KemenkesRI, 2010).
2.6 Alat Kesehatan
Menurut UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Alat kesehatan
adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat
yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada
manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh (Depkes,
2009).
Alat kesehatan harus aman, bermutu, dan terjangkau. Ketentuan mengenai
pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran alat kesehatan harus
memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah (Depkes, 2009).
BAB III
URAIAN KHUSUS
3.1 Waktu dan tempat Pelaksanaan PKL
Praktek Kerja Lapangan Apotek RSIA Sitti Khadijah dilaksanakan pada tanggal 19
Juli sampai dengan 30 Juli 2021, dengan waktu pelaksanaan dimulai pukul 08.00
sampai dengan 21.00 WITA di Apotek RSIA Sitti Khadijah.
3.2 Kondisi Apotek
Apotek RSIA Sitti Khadijah terletak di Jl. Nani Wartabone No.101 Kota
Gorontalo. Ditinjau dari lokasinya, Apotek RSIA Sitti Khadijah sangat strategis,
sehingga mudah dijangkau oleh konsumen atau pasien karena berada di dalam rumah
sakit.
3.3 Pengelolaan Apotek
1. Perencanaan
Perencanaan perbekalan farmasi dilakukan dengan baik dan sistematis karena
dilakukan oleh petugas di Apotek RSIA Sitti Khadijah dengan menggunakan data
dari pola penyakit, pola konsumsi serta data dari hasil pelayanan.
2. Pengadaan
Semua obat dn BHP yang mengendalikan adalah Apoteker penanggung
jawab. Pengadaan obat di Apotek RSIA Sitti Khadijah dilakukan secara langsung
oleh Apoteker penanggung jawab ke pihak PBF, obat dan alat kesehatan yang dipesan
kemudian masuk dan disimpan langsung di gudang farmasi. Sedangkan untuk obat-
obatan Narkotik atau psikotropik pengadaannya dilakukan langsung oleh Apoteker
Penanggung jawab ke PBF.
3. Penerimaan
Pedagang Besar Farmasi (PBF) mengantar obat yang dipesan sesuai dengan
surat pesanan dan membawa faktur yang kemudian dilakukan penerimaan oleh
petugas apotek yang sebelumnya diperiksa terlebih dahulu kesesuaian dengan jumlah
dan jenis barang yang dipesan. Pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas apotek
meliputi kelengkapan barang tersebut seperti nama obat, sediaan, jumlah obat,
kemasan dan tanggal kadaluwarsa. Apabila sesuai dengan pemesanan, Apoteker
Penanggung Jawab Apotek (APA) atau Tenaga Teknik Kefarmasian (TTK) akan
menandatangani surat pesanan tersebut serta memberi stampel sebagai tanda bukti
bahwa barang yang dipesan sudah sesuai.
4. Penyimpanan
Penyimpanan obat disimpan menggunakan sistem alfabetis dan sesuai bentuk
sediaan (tablet, sirup, injeksi). Penyimpanan disesuaika berdasarkan stabilitasny.
Untuk obat dengan stability 2-8°C disimpan pada lemari pendingin dan suhu ruang
disimpan dalam ruangan dengan AC, begitu pun dengan obat-obat high alert dan obat
narkotik serta psikotropika. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai di simpan terpisah.
5. Pelayanan
Petugas Apotek RSIA Sitti Khadijah telah memberikan pelayanan yang cukup
baik kepada pasien. Pelayanan di Apotek RSIA Sitti Khadijah mencakup pelayanan
resep rawat inap, rawat jalan dan pembelian langsung untuk sediaan OTC (Over The
Counter). Setiap petugas yang menerima resep selalu memperhatikan isi resep yang
menyangkut nama obat, bentuk obat, umur pasien, aturan pakai dan cara penggunaan
obat. Apabila resep yang diterima tidak lengkap atau tidak jelas penulisannya maka
petugas akan bertanya kepada dokter yang menulis resep. Sebelum obat disiapkan,
petugas apotek menghitung total harga resep dan mengecek ketersediaan stok obat
yang diresepkan, setelah pasien setuju dengan harga resep dan jenis obat, petugas
apotek menyiapkan obatnya.
Penyerahan obat di apotek kepada pasien diserahkan oleh petugas apotek, baik
TTK maupun APA disertai dengan informasi yang jelas tentang pemakaian,
penggunaan, khasiat obat dan Expire Date dari setiap obat yang diserahkan ke pasien.
Untuk penulisan etiket meliputi tanggal penulisan, nama pasien, nomor resep, umur,
aturan pakai yang jelas serta keterangan obat sebelum atau sesudah makan, serta
nama dan jumlah obat.
BAB IV
PEMBAHASAN

Apotek adalah suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran


sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Berdasarkan
permenkes RI no. 73 tahun 2016 mengatakan apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukannya praktik kefarmasian oleh apoteker. Apotek RSAI
Siti Khadijah merupakan apotek yang bekerja sama dengan rumah RSAI Siti
Khadijah dalam melakukan penyaluran sediaan farmasi dan pembekalan alat
kesehatan lainnya serta telah bekerja sama dengan badan penyelenggara jaminan
sosial kesehatan atau BPJS.
Menurut Permenkes No.73 Tahun 2016 sarana dan prasarana di puskesmas
yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di apotek yaitu meliputi
tempat penerimaan resep, sekurang-kurangnya terdapat satu set meja dan kursi, serta
satu komputer jika memungkinkan. Ruang penerimaan resep ditempatkan pada
bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien. Dari hasil kegiatan Praktek Kerja
Lapangan di Apotek RSIA Siti Khadijah dapat dilihat fasilitas yang dimiliki oleh
ruang farmasi dikatakan sudah memadai dan selain memiliki ruangan yang cukup
luas, ruang farmasi memiliki fasilitas yang cukup lengkap, terdapat meja serta kursi
guna untuk menyiapkan serta meracik obat-obatan, ruangan farmasi juga memiliki
gudang kecil dan wifi, selain itu juga dilengkapi dengan pendingin ruangan yang
suhunya terjaga. Ruang farmasi ini juga memiliki lemari penyimpanan khusus obat-
obatan golongan narkotika dan psikotripika yang sesuai dengan peraturan menteri
kesehatan republik Indonesia nomor 3 tahun 2015 tentang peredaran, penyimpanan,
pemusnahan, dan pelaporan narkotika, psikotropika, dan precursor farmasi pasal 24
ayat 1 yaitu tempat penyimpanan Narkotik, Psikotropika, dam Prekursor Farmasi
dapat berupa gudang, ruangan atau lemari khusus.
Praktek Kerja Lapangan yang dilakukan di Apotek RSAI Siti Khadijah
meliputi proses penataan obat-obatan, pelayanan resep, penyediaan obat, pemberian
informasi obat kepada pasien terkait. Pada penataan obat di Apotek RSAI Siti
Khadijah terbilang sangat baik karena obat-obatan disusun berdasarkan jenis sediaan
dan sesuai dengan abjad sehingga memudahkan dalam penyiapannya, seperti obat
dengan bentuk sediaan tablet diletakkan pada rak obat, sediaan salep dan krim
diletakkan dalam keranjang terpisah sedangkan sirup, suspensi dan emulsi di letakan
di rak tersendiri, begitupula dengan obat- obatan suppositoria dan insulin di simpan di
dalam lemari es sesuai dengan suhu penyimpanan obat tersebut. Obat-obatan tersebut
disusun berdasarkan sistem FIFO dan FEFO. Dimana menurut Depkes RI (2007),
sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (Fisrt In Firs Out) yaitu obat yang
masa kadaluarsanya lebih awal atau yang diterima lebih awal harus digunakan lebih
awal sebab umumnya obat yang datang lebih awal biasanya juga diproduksi lebih
awal dan umurnya relative lebih tua dan masa kadaluwarsanya mungkin lebih awal,
Serta di susun berdasarkan abjad.
Apotek RSAI Siti Khadijah memiliki tempat penyimpanan obat untuk obat-
obat fast moving atau obat-obat dengan tingkat pemakaiannya yang tinggi. Dimana
obat-obat fast moving ini diletakkan ditempat terpisah untuk memudahkan
pengambilan saat melayani resep dan memperhatikan kebersihan ruang penyimpanan
obat dan melakukan inspeksi/pemantaun secara berkala terhadap tempat
penyimpanan sediaan farmasi.
Pada pelayanan farmasi dimulai dengan penerimaan resep dari pasien. Resep
yang telah diterima oleh tenaga farmasi dilakukan skrining terkait kelengkapan resep
yang meliputi tanggal dan penulisan resep, nama dokter, nama dan umur pasien,
nama obat, dosis dan aturan pakai, karena menurut WHO (2010), beberapa unsur
dalam penulisan resep dokter yaitu inscripto (identitas dokter) berupa nama, alamat,
dan nomor izin praktek, superscription yaitu tanda R/, Prescripto yaitu inti resep
berupa nama setiap jenis bahan obat dan jumlah obat, Subscripto yaitu perintah
pembuatan sediaan obat yang dikehendaki, signature yaitu aturan pakai, tanda tangan
atau paraf dokter dan identitas pasien. Resep yang telah diperiksa kemudian disiapkan
obat-obatannya untuk diberikan kepada pasien. Untuk resep non racikan obat
langsung diambil dan dikemas kedalam plastik obat dan diberi etiket. Menurut
Permenkes RI, 2018 waktu tunggu obat sesuai dengan standar yang ditetapkan yaitu
30 menit untuk obat non racikan dan 60 menit untuk obat racikan.
Obat- obatan yang telah disiapkan kemudian diberikan kepada pasien oleh
apoteker atau tenaga teknis kefarmasian melalui loket penyerahan dengan mengecek
kembali ketepatan obat yang diberikan kepada pasien sesuai dengan yang ada di
resep. Apoteker atau tenaga teknis farmasi juga memastikan bahwa obat yang
diterima oleh pasien sesuai dengan nama dan umur penerima obat, serta memberikan
keterangan mengenai waktu penggunaan dan cara menggunakan obat. Selain itu,
pelayanan di apotek RSAI Siti Khadijah memperhatikan protokol kesehatan dan juga
aktif dalam menyelengarakan upaya upaya kesehatan, seperti yang dilakukan di
tengah wabah virus covid-19 yakni dengan memberikan arahan untuk selalu menjaga
kebersihan, sering cuci tangan dan selalu memakai masker.
Berdasarkan kegiatan Praktek Kerja Lapangan di Apotek RSAI Siti Khadijah
keterampilan mahasiwa dapat dikembangkan dalam pelayanan resep, diberikan
kesempatan untuk melayani resep mulai dari penerimaan sampai penyerahan sesuai
dengan prosedur alur palayanan resep, namun tetap dalam pengawasan apoteker dan
tenaga teknis kefarmasian. Praktek Kerja Lapangan perlu dilakukan selain untuk
meningkatkan mutu mahasiswa itu sendiri juga untuk mengembangkan pengetahuan
mahasiswa, karena terdapat beberapa perbedaan antara teori dan praktek langsung di
lapangan, teori yang didapat tidak secara langsung dapat diaplikasikan secara
sempurna bukan karena keterbatasan tenaga kefarmasian dan waktu pelayanan,
melainkan disesuaikan dengan situasi dengan kondisi yang ada. Dalam kegiatan
Praktek Kerja Lapangan di apotek RSAI Siti Khadijah sedikitnya tidak terdapat
kendala dikarenakan kenyamanan tempat serta karakteristik dari tenaga farmasi yang
sangat ramah membuat mahasiswa sangat nyaman dalam melaksanakan kegiatan
Praktek.
BAB V
KESLIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan kegiatan Prakik Kerja Lapangan (PKL)
yang dilakukan di Rumah Sakit Sitti Khadijah bahwa pelayanan kefarmasian
di rumah sakit tersebut sudah sangat baik, yaitu:
1. Pengkajian pelayanan dan resep sudah sesuai prosedur yang
meliputi penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep,
penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada alur
pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian obat (medication error).
2. Pengelolaan obat yang dilakukan sudah mengikuti prosedur
berupa perencanaan, pengadaan, pendistribusian, penggunaan, dan
pemusnahan.
3. Pelayanan informasi obat (PIO) yang diberikan sudah sesuai
prosedur berupa informasi obat yang praktis, jelas, dan ringkas
baik cara penggunaan obat, jangka waktu, pengaruh makanan
pada obat, dan sebagainya.
5.2 Saran
1. Diharapkan agar kiranya pihak Rumah Sakit Sitti Khadijah dapat
memperbaiki beberapa fasilitas seperti tombol bel bagi pasien
untuk menebus resep
2. Perlu menyediakan ruangan konseling agar apoteker lebih sering
berinteraksi dengan pasien sehingga mutu pelayanan kefarmasian
semakin berkulitas dan apoteker semakin dipercaya untuk
menangani masalah kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai