Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MATA KULIAH FARMASI KOMUNITAS

PENGELOLAAN RESEP

KELOMPOK IX

KELAS E

Adiyanto 19344058
Agus priyanto 19344045
Ariany budiharyaty 19344050
Inas widhiarni 19344063

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT

yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat

menyusun makalah berjudul “Pengelolaan Resep” ini dapat terselesaikan

dengan baik. Makalah ini dibuat sebagai tugas kelompok matakuliah Farmasi

Komunitas. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.

Kami menyadari masih banyak kesalahan dalam menyusun makalah ini. Oleh

karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Amin.

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................2

DAFTAR ISI ...............................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah .........................................................5

I.2. Rumusan Masalah....................................................................5

I.3. Tujuan Penelitian ....................................................................6

I.4. Manfaat Penelitian ..................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Resep .....................................................................................7

II.1.1. Definisi Resep ............................................................7

II.1.2. Jenis-jenis Resep ........................................................8

II.1.3. Tujuan Penulisan Resep .............................................8

II.1.4. Penulisan Resep ..........................................................9

II.1.5. Format Penulisan Resep ............................................10

II.1.6. Kerahasiaan dan Penulisan Resep...............................11

II.1.7. Penandaan pada Resep................................................12

II.1.8. Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya…………14

II.1.9. Bahasa Resep..............................................................15

II.2. Pengkajian Resep (Skrining Resep)......................................15

II.3. Medication Error...................................................................19

II.4. Penyimpanan Resep.............................................................20

3
II.5. Pemusnahan dan Penarikan Resep........................................21

BAB III PENUTUP

III.1. Kesimpulan..........................................................................22

III.2. Saran ...................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….24

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Resep Resep merupakan perwujudan cara terapi dokter kepada penderita

yang memerlukan pengobatan dan merupakan dokumen resmi permintaan dari

seorang dokter kepada apoteker yang berisi nama obat, bahan medis habis pakai,

alat kesehatan untuk digunakan sendiri atau untuk pasien. Dokter menulis resep

harus mencantumkan nama, alamat, No. SIP, tanggal menulis resep, tanda R/,

nama obat, jumlah, aturan pakai, tanda tangan atau paraf dokter, nama dan umur

pasien.

Obat yang ditulis dalam resep ada yang golongan obat bebas, obat bebas

terbatas, obat keras, obat psikotropika atau obat narkotika. Untuk obat golongan

psikotropika dan narkotika harus dibuat laporan setiap bulan persediaan,

penerimaan, pemakaian dan stok akhirnya.

Resep harus dibuat, disimpan dan dimusnahkan sesuai aturan. Untuk

menghindari terjadinya kesalahan, penyalahgunaan dan memudahkan jika

dikemudian hari membutuhkan informasi dari resep tersebut. Oleh karena itu

diperlukan pengelolaan resep dengan baik dan benar.

1.2. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah


1. Apa definisi dari resep?
2. Bagaimana pengkajian resep (skrining resep)?
3. Apa definisi medication error?
4. Bagaimana cara penyimpanan resep?

5
5. Bagaimana cara pemusnahan dan penarikan resep

1.3. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai tugas kelompok matakuliah

Farmasi Komunitas di Fakultas Farmasi ISTN Program Profesi Apoteker tahun

ajaran 2019/2020.

1.4. Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah:


1. Untuk mengetahui definisi dari resep.
2. Untuk mengetahui kajiaan resep (skrining resep).
3. Untuk mengetahui definisi medication error.
4. Untuk mengetahui cara penyimpanan resep.
5. Untuk mengetahui cara pemusnahan dan penarikan resep.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resep

2.1.1 Definisi Resep

6
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 73 tahun 2016

menjelaskan bahwa resep adalah permintaan tertulis dan dokter

atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper

maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi

pasien sesuai peraturan yang berlaku.

Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada

apoteker menyerahkan obat kepada pasien. Menurut keputusan Menteri

Kesehatan Nomer 1027/MENKES/SK/IX/2004, resep adalah permintaan

tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untut

menyediakan dan menyerahkan obat kepada pasien sesuai peraturan

perundangan yang berlaku.

Sebagian obat tidak bisa diserahkan langsung kepada

pasien atau masyarakat, tetapi harus melalui resep dokter (on

medical prescription only). Dalam sistem distribusi obat nasional

peran dokter sebagai “medical care” ikut mengawasi penggunaan obat

oleh masyarakat, apotek sebagai organ distributor terdepan

berhadapan langsung dengan masyarakat atau pasien, dan apoteker

berperan sebagai “pharmaceutical care” dan informan obat serta

melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek.

2.1.2 Jenis-Jenis Resep

1. Resep magistrales (R/Polifarmasi)

7
Yaitu resep yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh dokter bisa

berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam

pelayanannya harus diracik terlebih dahulu.

2. Resep medicinal

Yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun

generic, dalam pelayanannya tidak mengalami peracikan. Buku

referensi: Informasi Standarisasi Obat (ISO), Indonesia Index

Medical Specialities (IIMS), Daftar Obat Indonesia (DOI) dan lain-

lain.

3. Resep obat generik

Yaitu penulisan resep obat dengan nama generic dalam bentuk sediaan

dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak

dilakukan peracikan (Riza, 2017).

4. Resep standar (R/. Officinalis)

Yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan dan dituangkan

ke dalam farmakope atau buku standar lainnya. Penulisan resep

sesuai dengan buku standar.

2.1.3 Tujuan Penulisan Resep

Menurut (Jas, 2008) tujuan dari penulisan resep adalah:

1. Memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi.

2. Meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat.

3. Terjadi control silang (cross check) dalam pelayanan kesehatan

di bidang farmasi.

8
4. Instalasi farmasi atau apotek rentang waktu bukanya lebih

panjang dalam pelayanan farmasi dibandingkan praktek dokter.

5. Meningkatkan peran dan tanggung jawab dokter dalam

pengawasan distribusi obat kepada masyarakat, tidak semua golongan

obat dapat diserahkan kepada masyarakat secara bebas.

6. Pemeberian obat lebih rasional dibandingkan dispensing, dokter

memilih obat secara tepat, ilmiah dan selektif.

7. Pelayanan berorientasi kepada pasien (patient oriented) bukan

material oriented.

8. Sebagai medical record yang dapat di pertanggung jawabkan

dan bersifat rahasia.

2.1.4 Penulisan Resep

Penulisan resep pada hakikatnya adalah komunikasi antara

dokter dengan apoteker. Dokter mengaplikasikan pengetahuannya

dalam memberikan obat kepada pasien melalui kertas resep

menurut kaidah dan peraturan yang berlaku, diajukan secara

tertulis. Apoteker berkewajiban melayani secara cermat,

memberikan informasi terutama yang menyangkut dengan

penggunaan dan mengoreksinya bila terjadi kesalahan dalam

penulisan sehingga pemberian obat lebih rasional (tepat, aman,

efektif dan ekonomis) (Riza, 2017).

Menurut (Riza, 2017) yang berhak menulis resep adalah:

1. Dokter umum.

9
2.

Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut. Dokter

gigi diberi izin menulis resep semua jenis obat yang ditujukan

untuk pemakaian melalui mulut, injeksi (parenteral) atau cara

pemakaian lainnya, khusus untuk mengobati penyakit gigi dan

mulut. Dokter gigi dilarang untuk meresepkan obat bius.

2.1.5 Format Penulisan Resep

Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya recipe

(ambillah). Dibelakang tanda ini (R/) biasanya baru tertera nama dan

jumlah obat. Umumnya resep ditulis dalam bahasa latin. Sehubungan

dengan penggunaan bahasa latin sebagai bahasa resep, tentu kita

harus memahami singkatan dan makna dari kosakata yang biasa

digunakan dalam penulisan resep. Lembaran resep umumnya

berbentuk empat persegi panjang , ukuran ideal lebar 10-12 cm dan

panjang 15-20 cmdengan mencantumkan nama gelar yang sah,

jenis pelayanan sesuai SIP, nomor SID/ SIP, alamat praktek, nomor

telepon dan waktu praktek. (Riza, 2017). Suatu resep yang lengkap

setidaknya terdiri dari 6 bagian:

1. Prescriptio/Ordonatio

Nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang diinginkan

2. Inscriptio

10
Berisi nama, alamat, no. telepon dokter dan SIP/SIK dokter, kota dan

tanggal penulisan resep. Format inscription suatu resep dari

rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi.

3. Invactio

Permintaan tertulis dokter dalam sigkatan latin”R/ = recipe” artinya

ambillah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi

dengan apoteker di apotek.

4. Signatura

Yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan

interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan

obat dan keberhasilan terapi.

5. Subscrioptio

Yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai

legalitas dan keabsahan resep tersebut.

6. Pro (diperuntukkan)

Dicantumkan nama dan umur pasien. Teristimewa untuk obat

narkotika juga harus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan

ke Dinkes setempat) (Riza, 2017).

2.1.6 Kerahasiaan dalam Penulisan Resep

Resep menyangkut sebagian dari rahasia jabatan

kedokteran dan kefarmasian, oleh karena itu tidak boleh diberikan

atau diperlihatkan kepada yang tidak berhak. Karena menyangkut

penyakit penderita, khusus beberapa penyakit, dimana penderita tidak

11
ingin orang lain mengetahuinya. Oleh karena itu kerahasian

dijaga, kode etik dan tata cara penulisan resep diperlukan untuk

menjaga hubungan dan komunikasi kolegalitas yang harmonis

diantara profesional yang berhubungan, antara lain: medical care,

pharmaceutical care & nursing care, yang berhak melihat resep di

apotek, antara lain:

a. Dokter yang bersangkutan.

b. Pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan.

c. Paramedis yang merawat pasien.

d. Apoteker pengelola apotek yang bersangkutan.

e. Aparat pemerintah untuk pemeriksaan.

f. Petugas asuransi untuk kepentingan klaim pembayaran(Jas, 2008).

2.1.7 Penandaan pada Resep

Menurut (Riza, 2017) penandaan pada resep meliputi:

1. Tanda Segera

Tanda ini diperuntukkan bagi penderita yang memerlukan

pengobatan segera dan dokter dapat memberikan tanda pada resep

sebagai berikut:

Cito : segera

Urgent: penting

Statim: penting sekali

P.I.M: Periculum In Mora : berbahaya bila ditunda.

12
Bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera oleh

apoteker tanda segera atau tulisan peringatan seperti Cito, Urgent,

Statim dan PIM dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko

resep (Jas, 2008). Urutan yang didahulukan adalah PIM, statim dan

cito.

2. Tanda Dosis Sengaja Dilampaui

Tanda seru diberi di belakang nama obatnya jika dokter

sengaja member obat dosis maksimum dilampaui.

3. Tanda Resep dapat Diulang

Bila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang, dapat

ditulis dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter

(Iteratie) dan beberapa kali boleh diulang. Misal:

Iter 1 x, artinya resep dapat diulang 1 x

Iter 2 x, artinya resep dapat diulang 2 x

Iter 3 x, artinya resep dapat diulang 3 x

Pengulangan ini tidak berlaku untuk resep narkotika. Resep untuk

narkotika harus resep baru.

4. Tanda Tidak dapat Diulang

Bila dokter menghendaki agar resepnya tidak diulang,

maka tanda Ne Iteratie (N.I) ditulis di sebelah atas blanko resep.

Resep yang tidak boleh diulang adalah resep mengandung obat-

obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang telah ditetapkan

oleh pemerintah.

13
5. Resep yang Mengandung Narkotika

Resep yang mengandung narkotika tidak boleh ada iterasi

yang artinya dapat diulang, tidak boleh ada u.c (usus cognitus) yang

berarti pemakaiannya diketahui. Resep dengan obat narkotik harus

disimpan terpisah dengan resep obat lainnya (Riza, 2017).

2.1.8 Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya

1. Resep ditulis jelas dengan tinta dan lengkap di kop resep, tidak ada

keraguan dalam pelayanannya dan pemberian obat kepada pasien.

2. Signature ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran

sendok dengan signa bila genap ditulis angka romawi, tetapi angka pecahan

ditulis arabik, missal: Cth. I atau Cth ½, Cth 1 ½.

3. Satu lembar resep hanya untuk satu orang pasien.

4. Menulis jumlah wadah numero (No.) selalu genap, walaupun

yang dibutuhkan adalah 1 ½ (satu setengah) botol, harus digenapkan

menjadi 2 botol (Fls. II).

5. Setelah signature harus diparaf atau ditandatangani oleh dokter

bersangkutan agar keabsahan atau legalitas dari resep tersebut terjamin.

6. Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka romawi.

7. Nama dan umur pasien harus jelas.

8. Khusus untuk resep obat narkotika harus ditandatangani oleh

dokter bersangkutan dan dicantumkan alamat pasien dan resep tidak boleh

diulangi tanpa resep dokter.

14
9. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum

(singkatan sendiri).

10. Hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan.

11. Resep harus dijaga kerahasiaanya, karena resep merupakan medical

record dokter dalam praktik dan bukti pemberian obat kepada pasien yang

diketahui oleh apoteker di apotek (Riza, 2017).

2.1.9 Bahasa Resep

Penulisan resep dalam bahasa latin dan dalam bentuk singkatan, ini

sudah baku dan bahasa ini sudah jarang dipakai dalam komunikasi

sosial. Format penulisan resep sudah baku, sehingga resep dapat

dimengerti oleh semua apoteker/asisten apoteker.

Dalam penulisan resep, para dokter harus mempunyai pengetahuan

obat lebih mendalam mengenai berbagai jenis, bentuk, sediaan dan jumlah

obat dijelaskan. Penulisan resep di Indonesia prinsipnya sebagai berikut:

1. Obat ditulis dengan nama paten/ dagang, generik, resmi atau

kimia.

2. Karakteristik nama obat ditulis harus sama dengan yang

tercantum pada label kemasan.

3. Resep ditulis tangan dengan tinta dikop resep resmi.

4. Bentuk sediaan dan jumlah obat ditentukan dokter penulis resep.

5. Signature ditulis dalam singkatan bahasa latin.

6. Pro atau peruntukan dinyatakan umur pasien (Jas, 2008).

2.2 Pengkajian Resep (Skrining Resep)

1. Pengkajian administratif

15
Persyaratan administrasi meliputi: nama dokter, alamat praktek dokter, SIP

dokter, tanda tangan/ paraf dokter, tanggal penulisan resep, nomor telepon dokter,

nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, berat badan pasien

menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 tahun 2016:

a. Penulisan nama dokter ada yang menggunakan tulisan tangan dan ada

yang menggunakan stampel. Nama dokter berguna bila terdapat hal yang

kurang jelas dalam penulisan resep, sehingga petugas apotek mudah

menghubungi dokter penulis resep (Joenoes, 2001).

b. Alamat praktek dokter harus disertakan untuk menghindari

penyalahgunaan resep dilingkungan masyarakat serta apabila terjadi keraguan

pada penulisan resep maka apoteker dapat dengan mudah menghubungi dokter

yang menulis resep tersebut.

c. Nomor SIP dokter menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 tahun

2016 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran disebutkan

setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik kedokteran

wajib memiliki SIP. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 73

tahun 2016 salah satu kelengkapan resep administratif adalah mencantumkan

SIP dokter.

d. Tanggal penulisan resep adalah waktu yang menunjukan resep tersebut

ditulis oleh dokter penulis resep, oleh pihak apoteker tanggal resep

akan memudahkan dalam mendokumentasikan resep - resep di apotek

disimpan dan di dokumentasikan menurut urutan tanggal dan nomor

penerimaan atau pembuatan resep. Pencantuman tanggal penulisan resep

juga penting untuk memantau kepatuhan pasien terutama yang

16
memerlukan pengobatan jangka panjang serta pemantauan resep yang

berulang (Syamsuni, 2006).

e. Paraf dokter menunjukkan keaslian atatu keotentikan resep, selain itu

adanya paraf dokter pada resep menunjukkan keabsahan resep untuk

dilayani oleh apotek (Joenoes, 2001).

f. Nomor telepon dokter dicantumkan apabila terjadi kekeliruan pada resep

yang diberikan oleh dokter yangb bersangkutan sehingga apoteker dapat

menghubungi langsung dokter untuk menanyakan kesalahan yang terjadi.

g. Nama pasien dicantumkan dibelakang kata “pro”: yang merupakan

identitas pasien yang mendapat pengobatan dari dokter. Penulisan nama

yang tidak jelas akan menyebabkan obat keliru diberikan pada pasien

(Joenoes, 2001).

h. Alamat pasien digunakan untuk memudahkan pencarian pasien apabila

terjadi kesalahan dalam pemberian obat, sehingga pasien dapat langsung

dihubungi, seperti terjadi tertukarnya pemberian obat pada pasien lain

dikarenakan pasien tersebut memiliki nama yang sama (Joenoes, 2001).

i. Penulisan umur sangat penting untuk dicantumkan dalam resep, apakah

sudah tepat atau belum dengan umur pasien terutama anak-anak. Dalam

resep terdapat nama pasien, tetapi tidak mencantumkan umur, maka resep

dianggap untuk pasien dewasa (Joenoes, 2001).

j. Pencantuman jenis kelamin pada resep sangat penting untuk menghindari

kemungkinan tertukarnya pemberian obat apabila ada 2 orang pasien dengan

nama yang sama tetapi jenis kelamin yang berbeda.

k. Berat badan pasien digunakan sebagai control supaya lebih akurat dalam

menghitung dosis. Untuk pasien anak memerlukan penimbangan

17
khusus dalam pengaturan dosis, karena pasien anak memiliki berat badan

yang lebih kecil dari pada pasien dewasa. Apabila bobot pasien anak

diketahui, maka perhitungan dosis berdasarkan berat badan akan lebih sesuai,

dengan menggunakkan rumus fried and clark.

2. Kesesuaian farmasetik

a. Nama obat adalah obat yang diresepkan oleh dokter untuk pasiennya,

jika terjadi kesalahan pada hal ini maka akan mempengaruhi

kelancaran pelayanan apotek karena resep tersebut tidak dapat

digunakan pada pelayanan pengobatan. Penulisan tanda R/ diikuti nama

obat dan kekuatan obat.

b. Kekuatan obat merupakan jumlah obat yang terkandung dalam setiap

bentuk sediaan, misalnya tablet dengan satuan milligram atau larutan dengan

satuan milliliter. Hal ini mengakibatkan ketidaksesuaian takaran obat, apabila

obat yang diresepkan tidak tersedia dalam berbagai macam kekuatan. Maka

diperlukan pencantuman potensi atau kekuatan obat agar takaran yang

diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien (Nirmala, 2009).

c. Penulisan bentuk sediaan obat diperlukan untuk mengetahui bentuk

sediaan yang akan diberkan kepada pasien serta menentukan cara

penggunaannya (Bobb, 2004).

d. Aturan pakai ditandai dengan signa biasanya disingkat S. Aturan pakai

pada resep obat sangat penting maka harus ditulis dengan jelas agar tidak

terjadi kesalahan dalam penggunaan obat (Satibi, 2016).

e. Penulisan total obat dalam resep sangat diperlukan untuk menentukan

berapa banyak obat yang dibutuhkan untuk terapi pada pasien. Jika dalam

18
resep tidak dicantumkan jumlah obat maka apoteker harus mengkonfirmasikan

kepada dokter penulis resep tersebut (Joenoes, 2001).

3. Pelayanan farmasi klinis


Pelayanan farmasi klinis di apotek merupakan bagian dari

pelayanan kefarmasian yang langsung dan bertanggungjawab

kepada pasien dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien.

a. Dispensing.

b. Pelayanan Informasi Obat (PIO). c. Konseling.

d. Pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care).

e. Pemantauan Terapi Obat (PTO).

f. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) (Permenkes, 2016).

2.3 Medication Error

Medication error adalah kejadian dalam proses pengobatan merugikan

pasien akibat penanganan, tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Hasil

medication error ini menyebabkan terjadinya pemakaian obat yang tidak tepat.

Kejadian medication error dapat terjadi dalam 4 bentuk, yaitu:

1. Prescribing error : kesalahan yang terjadi selama proses peresepan obat atau

penulisan resep. Dalam penulisan resep yang biasanya terjadi adalah

kesalahan penulisan dosis, lupa menulis kadar obat, tulisan tangan pada resep yang

tidak terbaca, tidak adanya aturan pakai, tidak jelas nama obat.

2. Transcribing error : kesalahan yang terjadi pada saat membaca resep.

3. Dispensing error : kesalahan yang terjadi selama proses peracikan obat

meliputi content error dan labeling error : Jenis dispensing error ini dapat berupa

pemberian obat yang tidak tepat dan obat tidak sesuai dengan resep.

19
4. Administration error : kesalahan yang terjadi selama proses pemberian obat

kepada pasien meliputi kesalahan teknik pemberian rute, waktu, salah pasien

(Charles, 2006).

Banyak faktor yang mempengaruhi permasalahan peresepan sehingga

diperlukan kepatuhan dokter dalam melaksanakan aturan-aturan dalam penulisan

resep sesuai undang-undang yang berlaku (Gibson, 1996). Sebuah penelitian di

Malaysia mengatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya kesalahan dalam

penulisan resep adalah ketidakpatuhan dalam penulisan resep (Ni, 2002).

Kesalahan dalam penulisan obat (Prescribing error) terdiri dari:

a. Kesalahan karena kelalaian (error of omission) biasanya berkaitan dengan informasi

penulis resep dan pasien, selain itu berkaitan dengan tidak adanya informasi

mengenai bentuk sediaan, dosis dan cara penggunaan.

b. Kesalahan pelaksanaan/ pesanan (error of commission) biasanya berkaitan

dengan klinis seperti kesalahan dosis obat, interaksi obat dan kesalahan cara

penggunaan obat.

2.4 Penyimpanan Resep

Apoteker pengelola apotek mengatur resep yang telah dikerjakan. Cara

yang dapat dilakukan dalam penyimpanan resep adalah sebagai berikut:

1. Resep yang mengandung narkotika dipisahkan dan diberi garis merah dibawah

nama obat.

2. Resep disimpan menurut urutan tanggal dan nomor urut penerimaan resep.

3. Resep harus disimpan sekurang-kurangnya selama 3 tahun.

4. Resep yang disimpan melebihi 3 tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan resep

dilakukan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai oleh apoteker

pengelola apotek bersama-sama dengan sekurang-kurangnya seorang petugas

20
apotek. Pada pemusnahan resep harus dibuat berita acara pemusnahan sesuai

dengan bentuk yang telah ditentukan, rangkap 4 dan ditanda-tangani oleh apoteker

penanggungjawab apotek bersama dengan sekurang-kurangnya seorang petugas

apotek. Berita acara tersebut dikirim masing – masing kepada Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/ Kota, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kepala

Dinas Kesehatan Provinsi dan arsip di apotek. Berita acara pemusnahan resep

memuat:

a. Hari dan tanggal pemusnahan.

b. Tanggal yang terawal dan terakhir dari resep.

c. Berat resep yang dimusnahkan dalam kilogram.

d. Cara pemusnahan resep.

5. Apoteker tidak dibenarkan mengulangi penyerahan obat atas dasar resep yang sama

apabila pada resep aslinya tercantum n.i (ne iteratur = tidak boleh diulang)

atau obat narkotika atau obat lain yang oleh Menkes dan Badan POM yang

ditetapkan sebagai obat yang tidak boleh diulang (Riza, 2017).

2.5 Pemusnahan dan penarikan resep

Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima)

tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker

disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara

dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita

Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana

terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan

kabupaten/kota. (PMK RI No.73 tahun 2016 tentang standar pelayanan

kefarmasian di Apotek, )

21
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan dari data yang diperoleh dari penyusunan makalah ini, maka dapat

disimpulkkan bahwa:

1. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan

kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien

sesuai peraturan perundangan yang berlaku.


2. Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola

apotek. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat yang ditulis dalam

resep dengan obat lain.


3. Tahapan pelayanan resep yaitu Pelayanan resep didahului proses skrining

resep yang meliputi pemeriksaan kelengkapan resep, keabsahan dan

tinjauan kerasionalan obat. Resep yang lengkap harus ada nama, alamat

dan nomor ijin praktek dokter, tempat dan tanggal resep, tanda R/ pada

bagian kiri untuk tiap penulisan resep, nama obat dan jumlahnya, kadang-

kadang cara pembuatan atau keterangan lain (liter, prn, cito) yang

dibutuhkan, aturan pakai, nama pasien, serta tanda tangan atau paraf

dokter.
4. Copy resep atau turunan resep adalah salinan resep yang dibuat oleh

apoteker atau apotek. Selain memuat semua keterangan obat yang terdapat

pada resep asli.

22
B. SARAN
Saran penulis dari penyusunan makalah ini berikutnya adalah sebaiknya

setiap apoteker dan petugas kesehatan lainnya harus mengikuti semua aturan yang

berlaku dalam melakukan pelayanan kesehatan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

23
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun
2016. Kepmenkes No. 1027/Menkkes/SK/IX/2004.

Riza, M. (2017). Buku Saku Framasetika Dasar. CV Trans Info Media.


Jakarta Timur. Halaman 7-21.

Jas, A. (2008). Perihal Resep & Dosis serta Latihan Menulis Resep.
Universitas Sumatera Utara Press. Medan. Halaman 5-12.

Zaman, J. (2001). Ars Prescriben resep yang rasional. Jilid 23. Airlangga
University press. Halaman 18.

Syamsuni. (2006). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Penerbit


Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Halaman 43.

Nirmala, A. (2009). Skrining Resep pada Pasien Anak di Apotek Wilayah


Kabupaten Sukoharjo Periode bulan Agustus – Oktober 2009. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah.

Bobb, A., Gleason, K., Husch, M., Feinglass, J., Yarnold, P.R., Noskin,
G.A. (2004). The Epidemiology of Prescribing Errors: The Potential Impact of
Computerized Prescriber Order Entry. Archives of Internal Medicine. 164:
785-792.

Satibi. (2016). Manajemen Apotek. Gajah Mada University Press.


Yogyakarta. Halaman 35-39.

Charles, J.P dan Endang Kumolosari. (2006). Farmasi Klinik Teori


dan Penerapan. Jakarta. Halaman 25-27.

Donnelly, G. (1996). Organisasi, Prilaku, Struktur, Proses. Jakarta:


Erlangga. Halaman 25.

Ni, K.M., Siang, C.S., dan Muhammad Nor, R. (2002) Non compliance with
Prescriptions Writing Requirements and Prescribings Errors in an
Outpatient Department. Malaysian of Journal Pharmacy. 1 (2): 45-50.

24

Anda mungkin juga menyukai