Anda di halaman 1dari 26

MATERI ULKUS PEPTIKUM

1. Deskripsi
Tukak peptik (peptic ulcer disease) adalah lesi pada lambung atau duodenum
yang disebabkan oleh sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa
lambung, Secara garis besar penyebab dari tukak peptik diantaranya Helicobacter
pylori (H.pylori), penggunaan NSAID dan kerusakan mukosa yang berhubungan
dengan stres, tukak peptik berkembang dikerongkongan jejunum atau usus besar.
Tukak peptik ditandai dengan seringnya seseorang mengalami kekambuhan mag,
penggunaan golongan NSAID dan juga diakibatkan oleh penggunaan alkohol dan
merokok (Dipiro, 2020)
Tukak peptik juga merupakan penyakit yang diakibatkan oleh gangguan
pada saluran gastrointestinal atas yang disebabkan oleh sekresi asam dan pepsin
yang berlebihan oleh mukosa lambung. Tukak peptik merupakan keadaan
terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas di bawah epitel atau kerusakan pada
jaringan mukosa, submukosa hingga lapisan otot dari suatu daerah saluran cerna
yang langsung berhubungan dengan cairan lambung asam atau pepsin. Sel
parieteal mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik atau zimogen
mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl dirubah menjadi pepsin dimana HCl dan
pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin dengan pH (Saverio 2014).
2. Epidemiologi
Tukak peptik disebabkan oleh infeksi H. pylori, penggunaan NSAID, dan
merokok. Selain itu, untuk mendeteksi tukak peptik yaitu endoskopi, radiologi,
gejala, atau metode lain memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda.
Tukak peptik merupakan penyakit gastrointestinal yang umum, yang
mengakibatkan gangguan kualitas hidup, pekerjaan kerugian, dan perawatan
medis dan berbiaya tinggi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(BPPK) menyatakan bahwa pada tahun 2005-2008, tukak peptik di Indonesia
menempati urutan ke-10 dalam kategori penyebab kematian pada kelompok umur
45-54 tahun pada laki-laki (2,7%) (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2013 panyakit
ini menempati urutan ke-4 dari 50 peringkat utama penyakit dirumah sakit seluruh
indonesia dengan jumlah kasus 218.500 kasus (Depkes RI, 2013). Dari data Dinas
kesehatan Provinsi Gorontalo terhadap sepuluh penyakit terbanyak di Gorontalo
tahun 2016 yaitu gastritis (maag atau penyakit lambung) berada pada posisi
keempat dengan jumlah kasus sebesar 23.317 (Dinas Kesehatan Provinsi
Gorontalo 2016). Berdasarkan data dari RSUD Toto Kabila Kabupaten
Bonebolango di dapatkan bahwa penderita gastritis masih sangat banyak yaitu
berjumlah 676 (RSUD Toto Kabila Kabupaten Bonebolango 2017)
3. Etiologi
Tukak peptik adalah sekelompok tukak pada saluran cerna, disebabkan
keadaan ketidakseimbangan asam-pepsin. Dapat pula timbul bila aktivitas
proteolitik getah lambung melebihi kesanggupan proteksi sekret tersebut.
Peningkatan asam dan pepsin, maupun sebabnya, menimbulkan tukak, jika
mekanisme proteksi tidak memadai atau kegagalan regenerasi dari epitel mukosa,
pengurangan jumlah dan mutu mukus, pendarahan setempat tidak memadai.
Tempat terjadinya tukak berhubungan dengan jumlah faktor etiologi seperti oleh
H.pylori, penggunaan NSAID atau faktor lainnya (Sylvia, 2015).
Tukak peptik disebabkan oleh asam getah lambung terhadap resistensi
mukosa, golongan darah O, susunan saraf pusat, inflamasi bakteri, inflamasi non
bakteri, infark, faktor hormonal, tukak peptik akibat obat-obatan. Pada orang
sehat terdapat keseimbangan antara 2 faktor yang menentukan terjadinya tukak
peptik yaitu faktor agresif ( merusak mukosa) dan faktor defensif (memelihara
keutuhan dan daya tahan mukosa). Faktor yang dapat merusak mukosa adalah
asam lambung dan pepsin, H. pylori, penggunaan obat golongan NSAID,
merokok, stres lingkungan, kebiasaan makanan. Faktor internal yang memelihara
daya tahan mukosa adalah sekresi mukus oleh sel epitel permukaan, sekresi
bikarbonat lokal oleh sel mukosa lambung atau duodenum, prostaglandin, aliran
darah mukosa (mikrosirkulasi), regenenerasi dan integritas sel epitel mukosa dan
faktor-faktor pertumbuhan. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua
faktor tersebut maka akan terjadi tukak peptik (Risky A, 2016).
Bakteri H. pylori dapat bertahan dalam suasana asam di lambung, kemudian
terjadi penetrasi terhadap mukosa lambung, dan pada akhirnya H.pylori
berkolonisasi di lambung. H.pylori adalah bakteri spiral, mikroaerofilik, gram
negatif dengan flagela itu memiliki aktivitas urease, katalase, dan oksidase. Faktor
ini memungkinkan bakteri bertahan hidup dilingkungan asam lambung. Bakteri
urease mengubah urea menjadi amonia yang menetralkan asam lambung.
Aktivitas katalase memungkinkan bakteri bertahan dari oksidasi reaktif oleh
fagosit yang mencoba membunuh organisme, tetapi peradangan yang dihasilkan
merusak lapisan epitel lambung yang memungkinkan H.pylori untuk berkembang.
Flagela bakteri memfasilitasi infeksi awal dan memungkinkan kolonisasi mukosa
lambung. H.pylori terutama ditularkan melalui rute orang ke orang melalui kontak
gastro-oral (muntahan) atau fecal-oral (diare). Faktor risiko tertular H.pylori
termasuk kontak dekat dalam rumah tangga, status sosial ekonomi rendah, dan
negara asal. Infeksi H.pylori dapat menyebabkan gastritis akut dan kronis pada
individu yang terinfeksi dan berhubungan dengan beberapa komplikasi
gastrointestinal (Dipiro, 2020).
4. Terapi Farmakologi
a. Terapi yang disebabkan H. pylory
Eradikasi H. pylory menurunkan sekresi HCl secara signifikan dan
menyembuhkan tukak dalam durasi jangka panjang (Neal, 2007). Terapi
kombinasi menggunakan dua jenis antibiotik dengan PPI atau bismuth
diperlukan untuk mencapai hasil eradikasi yang adekuat dan untuk
menurunkan angka kegagalan terapi akibat resistensi antibiotik. Dianjurkan
untuk menggunakan amoxicillin sebagai terapi pilihan pertama, dan
menggunakan metronidazol pada pasien yang alergi terhadap penisilin. Jika
tiga terapi yang dilakukan tersebut gagal, maka disarankan memberikan 4
terapi obat sekaligus, yaitu: PPI 2x sehari, bismut subsalisilat 4x2 tablet,
metronidazol 4x250 mg, tetrasiklin 4x500 mg. Untuk daerah yang resistensi
tinggi terhadap metronidazol, maka dapat diganti dengan regimen PPI +
bismuth + tetrasiklin + amoksisilin. Bila bismuth tidak tersedia diganti
dengan 3 terapi obat (Sanusi, 2011).
b. Terapi yang disebabkan NSAID
Terapi H2 reseptor antagonis maupun PPI dapat memberikan respon yang
cepat jika penggunaan NSAID pada pasien tukak peptik dihentikan (Sanusi,
2011). Penggunaan obat-obat NSAID dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan luka pada mukosa lambung, dispepsia, dan pendarahan pada
lambung (Selak, 2010). Jika penggunaan NSAID dihentikan, maka diberikan
terapi standar regimen H2 reseptor antagonis atau PPI atau sukralfat. Tetapi
jika penggunaan NSAID dilanjutkan, maka NSAID dapat diganti dengan
inhibitor COX-2 selektif dan dikombinasikan dengan misoprostol atau PPI
(Berardi & Welage, 2008).
Misoprostol dapat menekan sekresi asam lambung, menambah sekresi mukus,
bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa serta pertahanan dan
perbaikan mukosa. Tetapi efek penekanan sekresi asam lambung pada
misoprostol kurang kuat dibandingkan dengan H2 reseptor antagonist
(Tarigan, 2006). PPI adalah pilihan yang tepat pada pemakaian NSAID
dibandingkan dengan H2 reseptor 12 antagonis dan sukralfat, karena selain
dapat menekan sekresi asam, PPI juga dapat mencegah kekambuhan dari
tukak peptik (Berardi & Welage, 2008).
c. Sukralfat
Sukralfat merupakan agen pelindung mukosa yang melindungi ulkus epitel
dari zat ulcerogenik, seperti asam lambung, pepsin dan empedu. Hal ini juga
secara langsung mengadsorbsi empedu dan pepsin (Truter, 2009). Sulkrafat
mengalami polimerisasi pada pH < 4 untuk menghasilkan gel yang sangat
lengket dan melekat kuat pada dasar ulkus (Neal, 2007).
Obat Amoxicilin
Nama Resmi : Amoxicillin
Nama Lain : amoksisilin
Rumus molekul : C16H19N3O5S
Berat Molekul : 365,4 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk putih atau Hampir Putih; sangat


higroskopik
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, agak sukar
larut dalam etanol; sangat sukar laru dalam
aseton; praktis tidak larut dalam kloroform dan
dalam eter.
Penyimpanan :Dalam wadah tertutupbaik dan terlindung dari cahaya.
Farmakokinetika : amoxicillin adalah melalui efek bakterisid
terhadap\
bakteri pada fase multiplikasi. Amoxicillin akan
menginhibisi biosintesis dinding sel bakteri dam
menyebabkan eradikasi bakteri tersebut.
Farmakodinamik : Amoxicillin adalah turunan penisilin yang tahan
asam, tapi tidak tahan terhadap penilinase. Obat ini
stabil dalam suasana asam lambung, dan aktif
melawan bakteri gram positif yang tidak.
menghasilkan beta-laktamase, serta beberapa
bakteri gram negatif karena obat tersebut dapat
menembus pori-pori di membran fosfolipid bakteri.
Mekanisme Kerja Amoxicilin:
Menghambat sintesis dari dinding sel bakteri. Amoxicilin menghambat cross-
linkage diantara rantai polimer peptidoglikan linear yang membentuk komponen
utama dari dinding sel bakteri gram positif dan komponen minor dari gram
negatif.
Dosis : Dosis konsumsi amoxicillin yang umumnya diberikan pada orang dewasa
adalah 250-500 mg 3 kali sehari, atau 500-875 mg 2 kali sehari. Dosis amoxicillin
untuk anak-anak serta dosis suntik amoxicillin akan disesuaikan dengan berat
badan dan jenis infeksi.
Obat Metronidazole
Nama Resmi : Metronidazole
Nama Lain : Metronidadsoli, metronidazolas, metronidazolu.
Rumus molekul : C6H9N3O3
Berat Molekul : 171,2
Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk putih atau kekuningan, kristal bubuk


Stabilitas : stabil dibawah suhu normal dan tekanan; titik leleh
Kelarutan : sedikit larut dalam air, etanol, aseton, dikloroform,
tidak larut dalam eter.
Penyimpanan :Pada suhu ruangan (15-300C). terhindar dari
cahaya.
Farmakokinetik :Metronidasol menunjukkan aktivitas anti bakteri
terhadap semua kokus anaerob dan basil gram
negatif anaerob, termasuk berbagai spesies
bacteroides, maupun basil gram positif anaerob
pembentuk spora. Metronidazol merupakan
antibiotik bakteriosid yang dapat digunakan untuk
mengobati periodontitis terkait dengan adanya
actinobacillus actinomycetemcomitans
Farmakodinamik :Metronidazol adalah senyawa dengan berat
molekul rendah yang berdifusi melintasi membran
sel mikroorganisme anaerobik sebagai prodrug dan
diaktifkan dalam sitoplasma bakteri atau organel-
organel tertentu dalam protozoa. Molekul
metronidazol dikonversi menjadi nitroso radikal
bebas dengan reduksi intraseluler, yang meliputi
transfer elektron untuk kelompok obat nitro.
Bentuk obat menjadi sitotoksik dan dapat
berinteraksi dengan molekul DNA yang
menyebabkan hilangnya struktur helix DNA dan
putusnya untai DNA, sehingga terjadi
penghambatan sintesa DNA dan matinya sel. Obat
ini aktif terhadap bakteri hanya dengan
metabolisme anaerob
Mekanisme Kerja Metronidazole
Menghambat sintesis asam nukleat dengan merusak DNA.
Dosis : Dosis untuk pasien dewasa adalah 500-750 mg tiap 8 jam sekali (selama
5-10 hari). Sedangkan dosis untuk anak-anak adalah 35-50 mg/kgBB, dosis dibagi
tiap 8 jam sekali (selama 10 hari). Dosis untuk pasien dewasa adalah kapsul 500
mg per 12 jam sekali

Obat Omeprazole
Nama Resmi : Omeparzole
Nama Lain : Benzimidazole
Rumus molekul : C17H19N3O3S
Berat molekul : 345,42
Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk putih,sampai hampir putih


Kelarutan :Sangat sukar larut dalam air,larut dalam
dikorometan,agak sukar larut dalam methanol dan
dalam etanol
Penyimpanan :Pada suhu ruangan (15-300C). terhindar dari
cahaya.
Farmakokinetik :Obat golongan mempunyai masalah bioavailabilitas
karena mengalami aktivias didalam lambung dan
terikat pada berbagai gugus sulfhidril mucus dan
makanan. Oleh karena itu sebaiknya diberikan
dalam bentuk tablet salut enterik. Obat golonga ini
mempunyai mempunyai metabolisme lengkap
yaitu dimetabolisme secara sempurna dihati,sekitar
80% metabolit dieksresian melalui urin dan sisanya
melalui feses .
Mekanisme Kerja Omeprazole
Penghambat pompa proton selektif dan bersifat tidak terbalikkan (irreversible).
Obat ini menekan sekresi asam lambung oleh penghambatan spesifik pompa
proton H+/K+ ATP yang ditemukan pada permukaan sekresi sel parietal lambung.
Dosis: 60-360 mg per hari, dibagi menjadi 3 kali pemberian (setiap 8 jam). Dosis:
20 mg per hari, selama 4-8 minggu
Obat Sukralfat
Nama Resmi : Sucralfate
Nama Lain : Sucralfate
Rumus molekul : C12H30Al8O51S8.XAl(0H)3yH20
Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk putih,tidak berbau,dan tidak berasa


Stabilitas : harus disimpan pada suhu 15-30OC
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air,dalam air panas,dalam
etanol (95%)dan etil eter. Larut dalam asam sulfat
dan dalam hidroksida TS
Penyimpanan : Pada suhu ruangan (15-300C). terhindar dari
cahaya.
Farmakokinetik :Sucralfate hanya sedikit yang diabsorbsi dari
salura
gastrointestinal setelah pemberian oral. Namun
begitu ,disana mungkin terjadi pelepasan beberapa
ion-ion dari aluminium dan sulfate sucrose: jumah
yang sedikit dari sulfate sucrose dimungkinkan
karena absorbsi dan ekskresi,terutama dala
urin,juga terdapat kemungkinan terjadinya absorbsi
alumnium
Mekanisme Kerja Sukralfat
Bekerja pada lingkungan asam. Obat ini bereaksi dengan asam klorida dalam
lambung untuk membentuk kompleks kental seperti pasta yang bertindak sebagai
penyangga asam selama 6-8 jam.
Dosis : 1 gram, 4 kali sehari, atau 2 gram, 2 kali sehari, selama 4–
12minggu. Dosis pemeliharaan untuk mencegah kekambuhan adalah 1 gram, 2
kali sehari. Dosis maksimal adalah 8 gram per hari.
Obat Klaritomisin (BPOM RI.2015)
Nama Resmi : Chlaritomycin
Nama Lain : 6-O-methyl erythtromycin
Rumus Molekul : C38H69NO13
Berat Molekul : 747,953 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk hablur putih; putih sampai hampir putih,


rasa pahit.
Kelarutan : Larut dalam air
Indikasi : Infeksi saluran napas bagian atas (seperti:
faringitis / tonsillitis yang disebabkan
Staphylococcus pyogenes dan sinusitis maxillary
akut yang disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae), infeksi ringan dan sedang pada kulit
dan jaringan lunak, otitis media; terapi tambahan
untuk eradikasi Helicobacter pylori pada tukak
duodenum.
Efek Samping : Dispepsia, sakit kepala, gangguan indra perasa
dan penciuman, hilangnya warna gigi dan lidah,
stomatitis, glossitis, dan sakit kepala.
Dosis : oral: 250 mg tiap 12 jam selama 7 hari, pada
infeksi berat dapat ditingkatkan sampai 500 mg
tiap 12 jam selama 14 hari. ANAK dengan berat
badan kurang dari 8 kg, 7,5 mg/kg bb dua kali
sehari; 8-11 kg (1-2 tahun), 62,5 mg dua kali
sehari; 12-19 kg (3-6 tahun), 125 mg dua kali
sehari; 20-29 kg (7-9 tahun), 187,5 mg dua kali
sehari; 30-40 kg (10-12 tahun), 250 mg dua kali
sehari. Infus intravena: 500 mg dua kali sehari
pada vena besar; tidak dianjurkan untuk anak-
anak.
Farmakokinetik : Absorbsi stabil dengan adanya asam lambung,
penundaan makanan tapi tidak berefek pada
absorbsi, terdistribusi ke semua jaringan tubuh
kecuali system saraf pusat, metabolisme di hati
dengan CYP3A4 untuk mengaktifkan metabolit
(14-OH Clarithromycin), eksresi urin 30-55% dan
waktu paruh immediate release 3-7 jam, aktiv
metabolit 5-9 jam.
Farmakodinamik : Farmakodinamik clarithromycin sangat
dipengaruhi oleh karakteristik obat ini sebagai suatu derivat semisintetik dari
erythromycin. Clarithromycin, atau 6-O-methylerythromycin, dibentuk dengan
cara menukar gugus metoksi menjadi gugus C-6 hydroxyl pada susunan
senyawa erythromycin. Modifikasi kimiawi ini menciptakan suatu obat
antimikroba yang tahan asam dan mencegah hidrolisis cincin lakton pada basa
erythromycin pada pH yang rendah
5. Terapi Non-Farmakologi
Terapi non farmakologi untuk pasien tukak peptik ini harus mengurangi stres,
mengurangi konsumsi alkohol dan menghindari makanan dan minuman yang
menyebabkan dispepsia atau yang dapat menyebabkan penyakit tukak peptik.
Dalam kasus ini pasien tidak suka sayuran jadi kami menyarankan agar pasien
harus mengkonsumsi sayuran untuk mengurangi komplikasi penyebab dari tukak
peptik ini, contohnya kacang panjang.

MATER GERD
Deskripsi
Gastroesophageal reflux disease adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat
refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang
timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran nafas. Telah
diketahui bahwa refluks kandungan lambung ke esofagus dapat menimbulkan
berbagai gejala di esofagus maupun ekstraesofagus, dan dapat menyebabkan
komplikasi yang berat bahkan adenokarsinoma di kardia dan esofagus. Istilah
Esofagistis Refluks berarti kerusakan mukosa esofagus akibat refluks cairan
lambung seperti erosi dan ulserasi epitel esofagus. Pada kondisi terdapat gejala
refluks tanpa kelainan mukosa esofagus pad pemeriksaan endoskopi disebut
Asymtomatic Gastro-Esophageal Reflux atau Non-Erosiv Reflux Disease
(NERD). Kelainan ini timbul akibat hipersensitivitas mukosa esofagus terhadap
asam yang dihubungkan dengan peningkatan persepsi nyeri1.
Epidemiologi dan Prevalensi
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) ini umum ditemukan pada populasi di
Negara – Negara Barat, namun dilaporkan relatif rendah insidennya di Negara –
Negara Asia – Afrika. Di amerika dilaporkan bahwa satu dari lima orang dewasa
mengalami gejala relfuks (heartburn dan / atau regurgitasi) sekali dalam seminggu
serta lebih 40% mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan. Prevalensi
esofagitis di Amerika Serikat mendekati 7%, sementara di Negara –Negara non –
Western prevalensinya lebih rendah (1,5 di China dan 2,7% di Korea)2.
Berdasarkan data epidemiologi, prevalensi GERD di Asia Timur yang ditemukan
sebelum tahun 2005 cukup rendah (2,5% sampai 4,8%) dan semakin meningkat
hingga 5,2-8,5% pada tahun 2005-2010. Prevalensi GERD di Asia Tenggara dan
Asia Barat ditemukan sebanyak 6,3-18,3% sejak tahun 2005. Jung (2011)
melaporkan prevalensi refluks yang mengakibatkan inflamasi esofagus/esofagitis
melalui pemeriksaan endoskopi di Asia Timur meningkat, dari 3,4-5,0% sebelum
tahun 2000, menjadi 4,3-15,7% setelah tahun 2005 menemukan peningkatan
prevalensi GERD dari 6% pada tahun 1997 menjadi 26% pada tahun 2002 di RSU
Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta . Dari data-data di atas dapat disimpulkan
bahwa angka kejadian GERD di Asia perlahan meningkat dari tahun ke tahun 3,4.
Etiologi dan Faktor Resiko
Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifactorial. Esofagitis dapat terjadi
sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila5 :
1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan
mukosa esophagus
2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esophagus, walaupun waktu
kontak antara bahan refluksat dengan seofagus tidak cukup lama.
Beberapa faktor risiko GERD adalah6:
1. Obat-obatan, seperti teofilin, antikolinergik, beta adrenergik, nitrat, calcium-
channel blocker.
2. Makanan, seperti cokelat, makanan berlemak, kopi, alkohol, dan kebiasaan
merokok.
3. Hormon, umumnya terjadi pada wanita hamil dan menopause. Pada wanita
hamil, menurunnya tekanan LES terjadi akibat peningkatan kadar progesteron.
Sedangkan pada wanita menopause, menurunnya tekanan LES terjadi akibat
terapi hormon estrogen.
4. Struktural, umumnya berkaitan dengan hiatus hernia. Selain hiatus hernia,
panjang LES yang <3 cm juga memiliki pengaruh terhadap terjadinya GERD.
5. Sosiodemografi, usia dan jenis kelamin berpengaruh dimana pasien yang
berusia >40 tahun memiliki resiko tinggi terjadi gerd dan juga pasien dengan
jenis kelamin laki-laki lebih sering mengalami gerd disbanding perempuan.
6. Faktor Status Gizi yang berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT);
semakin tinggi nilai IMT, maka risiko terjadinya GERD juga semakin tinggi.

Terapi Farmakologi
Obat-obatan yang digunakan untuk menatalaksana GERD dapat dikelompokkan
menjadi beberapa kategori, yaitu:
1. Proton pump inhibitors (PPI)
PPI bekerja dengan menghambat sekresi asam dengan berikatan secara
ireversibel dan menghambat pompa hydrogen potassium ATPase yang terletak di
permukaan luminal membran sel parietal. Golongan obat PPI antara lain
omeprazole, lansoprazol, rabeprazole, pantoprazole, esomeprazole dan
dexlansoprazole. Omeprazole, esomeprazole, lansoprazole dan dexlansoprazole
merupakan PPI yang paling banyak diteliti penggunaannya pada anak. Dosis
omeprazole efektif untuk anak 0.3-3.5 mg/kg/hr (maksimal 80 mg/hr),
lansoprazole 0.73-1.6 mg/kg/hr (maksimal 30 mg/hr). Dimulai dengan dosis
tunggal dan dapat ditingkatkan menjadi dua kali sehari. Berikan 2 sampai 4
minggu untuk rasa panas pada perut derajat sedang sampai berat, 4 sampai 8
minggu bila terdapat bukti esofagitis. Bila esofagitis bersifat erosif (berat)
pemberian PPI dapat dilanjutkan selama 3 sampai 6 bulan diikuti oleh
pemeriksaan endoskopi untuk memantau penyembuhan. Penggunaan PPI jangka
panjang dapat meningkatkan risiko infeksi usus terutama Clostridium difficile,
kelainan metabolik dan nutrisi. Oleh karena itu pasien dengan PPI harus dipantau
untuk mendeteksi kelainan tersebut. Pengobatan dapat dihentikan setelah 6 bulan
dengan menurunkan dosis bertahap dan dapat diberikan secara periodik setelahnya
tergantung gejala.
Obat-obat golongan PPI diantaranya adalah :
a. Lansoprazole
Mekanisme kerja lansoprazole adalah dengan mengurangi sekresi asam
lambung melalui mekanisme menghambat kerja enzim H+,K+-ATPase pada jalur
sekresi asam lambung, sehingga proses katalisasi sekresi asam lambung di sel
parietal tidak terjadi. Selain itu lansoprazole juga berperan dalam menurunkan
sekresi enzim pepsin.
Inhibisi pompa proton yang menyalurkan H+ ke dalam lumen gaster oleh
lansoprazole menyebabkan langkah tersebut terhenti dan bersifat ireversibel
selama 24–48 jam hingga molekul pompa proton baru disintesis dan
ditransportasikan ke membran sel parietal. Proses farmakodinamik ini dapat
bertahan dalam waktu sehari penuh, sehingga satu dosis yang diminum dalam
sehari dalam waktu kapanpun tetap dapat menghambat sekresi asam lambung saat
siang dan malam hari secara konstan.
Hal ini menyebabkan lansoprazole menjadi pilihan yang rasional dalam
pengobatan penyakit ulkus duodenum dan GERD. Nyeri yang berhubungan
dengan ulkus juga dapat ditekan secara efektif. Selain itu, efek penghambatan
sekresi pepsin juga dapat dimanfaatkan dalam terapi penyakit hipersekresi asam
lambung, seperti sindrom Zollinger-Ellison.
Dosis dewasa :
Oral/ Kapsul dan Tablet :
→ Dosis: 15 mg satu kali dalam sehari
Dosis anak-anak :
Oral/ Kapsul dan Tablet
1 hingga 11 Tahun
Kurang atau sama dengan 30 kg
→ Dosis: 15 mg satu kali dalam sehari
Lebih berat dari 30 kg:
→ Dosis: 30 mg satu kali dalam sehari
b. Rabeprazole
Mekanisme kerja dari Rabeprazole yaitu: Rabeprazole termasuk golongan
PPI (Proton Pump Inhibitor) yang efektif bekerja dengan menghambat sekresi
asam lambung melalui sistem enzim adenosin trifosfatase hidrogen-kalium
(pompa proton) dari sel parietal lambung. dimetabolisme melalui reduksi non-
enzimatik dan pada tingkat yang lebih rendah melalui isoenzim CYP3A dan
CYP2C19. Rabeprazole digunakan untuk jangka pendek yang dikhususkan untuk
gejala penyakit gastroesophageal reflux (ketika asam dan makanan di perut
kembali naik ke kerongkongan). Obat ini digunakan bagi orang dewasa dan anak-
anak di atas umur 1 tahun.
Kegunaan lainnya dari Rabeprazole adalah sindrom Zollinger-Ellison, yaitu
kanker perut atau kanker lambung dimana sel-sel menyebar pada bagian perut.
Selain itu, Rabeprazole bersamaan dengan antibiotik juga digunakan untuk
penyembuhan penyakit tukak duodenum atau rusaknya kerongkongan yang di
sebabkan karena asam lambung. Untuk penyakit tersebut pemberian Rabeprazole
hanya dikhususkan untuk orang dewasa
Dosis rabeporazol :
Oral ( Untuk anak-anak)
→ 1-11 tahun <15 kg: 5 mg sekali sehari, dapat ditingkatkan s/d 10 mg per hari
jika perlu, hingga 12 minggu.
→ ≥15 kg: 10 mg sekali sehari hingga 12 minggu.
→ ≥12 tahun 20 mg sekali sehari sampai 8 minggu.
Oral (Dewasa)
→ Dosis biasa: 20 mg per hari selama 4-8 minggu.
→ Pemeliharaan: 10 atau 20 mg setiap hari tergantung pada respon.
→ Pada pasien dengan penyakit simptomatik tanpa esofagitis: 10 atau 20 mg
sekali sehari selama 4 minggu.
→ Setelah gejala teratasi, 10 mg sekali sehari sesuai kebutuhan.
Manfaat Rabeprazole dalam tubuh yaitu :
a. Membantu menyembuhkan kerusakan asam pada lambung dan esofagus
b. Membantu mencegah tukak
c. Dapat membantu mencegah kanker esofagus.
d. Untuk mengobati kerusakan akibat GERD
e. Mencegah kerusakan lebih lanjut pada kerongkongan pada orang dewasa.
f. Mengobati keadaan di mana perut menghasilkan terlalu banyak asam
g. Untuk mengobati bisul
h. Kombinasi dengan obat lain untuk menghilangkan bakteri H. pylori yang
menyebabkan bisul.
c. Pantoprazole
Pantoprazole adalah substitusi agen antisekresi lambung benzimidazole dan
juga dikenal sebagai proton pump inhibitor (PPI). Pantoprazole memblokir
langkah terakhir dalam sekresi asam lambung dengan penghambatan spesifik
sistem enzim H + / K + adenosine triphosphatase (ATPase) yang ada di
permukaan sekretori sel parietal lambung. Baik asam basal dan asam yang
distimulasi dihambat. Pantoprazole bekerja dengan cara menghambat produksi
asam lambung. Dengan berkurangnya asam lambung, maka keluhan akibat
peningkatan asam lambung bisa mereda. Selain itu, dengan berkurangnya
produksi asam lambung, maka luka (tukak) pada lambung dan erosi pada esofagus
juga bisa dicegah.
Dosis anak-anak :
Oral/Diminum:
→ ≥5 tahun 15–40 kg: 20mg sekali sehari selama 8 minggu
→ >40 kg: 40mg sekali sehari sampai 8 minggu.
Dosis dewasa :
Intravena :
40mg setiap hari sebagai injeksi lambat atau infus jangka pendek selama 2-15
menit.
→ Beralih ke terapi secara oral sesegera mungkin.
Oral :
20-40mg sekali sehari selama 4 minggu (ditingkatkan menjadi 8 minggu jika
perlu).
→ Pemeliharaan: 20-40mg setiap hari.
→ Sebagai alternatif, 20mg setiap hari jika gejala kambuh
d. Esomeprazole
Mekanisme Kerja esomeprazole, Esomeprazole merupakan senyawa
penghambat pompa proton yang dapat menekan sekresi asam lambung. Obat ini
secara spesifik menghambat H+/K+Atpase pada sel parietal lambung. Bekerja
secara spesifik pada pompa proton membuat esomeprazole dapat menghalangi
tahap akhir dari proses seksresi asam lambung sehingga menurunkan tingkat
keasaman di lambung.
Berdasarkan mekanisme kerjanya di atas esomperazole utamanya digunakan
untuk menurunkan asam lambung berlebih dan dapat digunakan juga untuk
mengatasi beberapa penyakit berikut:
a. Mengobati esofagitis (radang esofagus) yang bersifat erosif atau telah timbul
luka.
b. Mengobati tukak saluran pencernaan, terutama pada lambung, usus halus dan
esofagus.
c. Mengobati dan mencegah tukak saluran pencernaan yang dipicu oleh
penggunaan obat anti nyeri non steroid (OAINS).
d. Mengatasi penyakit nyeri ulu hati (heartburn) akibat refluks gastroesofagus
(GERD) atau naiknya asam lambung ke kerongkongan (esofagus).
e. Mengobati sindrom Zollinger-Ellison.
Dosis dewasa :
Parenteral/injeksi : diBerikan 20 mg sekali sehari selama 10-30 menit melalui
infus
Oral : diBerikan 20 atau 40 mg sekali sehari selama 4 minggu
e. Dexlansoprazole
Mekanisme kerja dexlansoprazole, Dexlansoprazole adalah benzimidazol
yang telah diganti gugusnya, merupakan R-isomer dari lansoprazole. Bekerja
dengan cara menghalangi langkah terakhir pada pengeluaran asam dengan
mencegah enzim adenosisn trifosfatase (H+/K+) pada sel parietal di sistem
pencernaan. Dimetabolisme secara luas pada organ hati menjadi metabolit
oksidatif melalui hidroksilasi oleh enzim CYP2C19 dan oksidasi oleh enzim
CYP3A4, lalu diikuti oleh reduksi menjadi konjugat inaktif sulfat, glukuronida,
glutation. Dikeluarkan melalui urine (sekitar 51% dari metabolit), feses (sekitar
48%). Waktu paruh eliminasi yang dibutuhkan obat ini adalah 1-2 jam.
Dosis dewasa :
Oral
→ 30 mg sekali sehari.
→ Diberikan selama 4 minggu.
Dosis anak-anak :
Oral
→ Anak-anak berumur minimal 12 tahun.
→ 30 mg sekali sehari.
→ Diberikan selama 4 minggu.
f. Omeprazole
Mekanisme kerja omeprazole yaitu sebagai Penghambat pompa proton
selektif dan bersifat tidak terbalikkan (irreversible). Obat ini menekan sekresi
asam lambung oleh penghambatan spesifik pompa proton H+/K+ ATP yang
ditemukan pada permukaan sekresi sel parietal lambung. Omeprazole dapat
digunakan dalam penyakit yang berkaitan dengan pencernaan. Berikut ini
merupakan contoh penyakit pencernaan yang dapat teratasi oleh pemberian
omeprazole :
a.Penyakit GERD dengan gejala seperti sakit maag kronis, regurgitasi, nyeri dada,
mual, dan lainnya
b. Esofagitis eosinofilik
c. Tukak lambung
d. Heartburn (hanya boleh menggunakan omeprazole OTC)
e. Sindrom Zollinger-Ellison
f. Ulkus duodenum aktif (pasien dewasa)
g. Kondisi hipersekresi asam
h. Pemberantasan bakteri Helicobacter pylori (pasien dewasa)
i. Mencegah terjadinya kanker pada esofagus
j. Profilaksis aspirasi pasien yang menjalani anestesi
k. Dispepsia fungsional (idiopatik, non-ulkus)
l. Ulkus peptikum
Dosis :
dewasa :
→ Dosis: 20 mg per oral 1 x sehari
→ Durasi terapi: Hingga 4 minggu
anak-anak :
⇔ Usia 1-16 tahun
→ Berat 5 sampai kurang dari 10 kg: 5 mg secara oral sekali sehari
→ Berat 10 sampai kurang dari 20 kg: 10 mg secara oral sekali sehari
→ Berat 20 kg atau lebih: 20 mg diminum sekali sehari
→ Durasi terapi: Hingga 4 minggu
⇔ Usia 16-18 tahun
→ 20 mg secara oral 1 x sehari
→ Durasi terapi: Hingga 4 minggu
2. Antagonis reseptor histamin tipe 2 (H2RA)
Antagonis reseptor histamin tipe 2 (H2RA) digunakan pada pasien dengan
GERD sedang atau gejala intermiten. H2RA mempunyai efek moderat terhadap
GERD, karena onset kerjanya yang cepat sangat cocok untuk meredakan gejala.
Tetapi obat ini tidak seefektif PPI terutama pada penderita kronik. H2RA
menghambat sekresi asam dengan menghambat reseptor histamine H2 pada sel
parietal. Simetidin, ranitidine, famotidine dan nizatidin merupakan obat golongan
H2RA. Puncak onset kerja H2RA adalah 2.5 jam dengan lama kerja 4 sampai 10
jam sehingga tidak cocok untuk penggunaan jangka panjang. Penggunaan H2RA
jangka panjang meningkatkan risiko infeksi usus terutama oleh C. difficile dan
community-acquired pneumonia.
Obat-obat golongan H2RA diantaranya adalah :
a. Cimetidine
Cimetidin adalah obat untuk mengobati luka (ulkus) pada lambung dan usus,
penyakit asam lambung atau GERD , serta mengatasi penyakit yang terkait
dengan asam lambung berlebih, seperti sindrom Zollinger-Ellison. Cimetidine
termasuk dalam golongan obat antagonis H2. Obat ini bekerja dengan cara
menurunkan produksi asam lambung. Cara kerja ini akan membantu mengurangi
keluhan akibat produksi asam lambung berlebih dan membantu pemulihan ulkus
atau luka pada lambung atau usus.
Dosis
Dosis dewasa :
Suntik: 300 mg IV atau IM setiap 6 jam.
Infus: diberikan sebanyak 50 mg/jam. Dosis harian maksimum tidak boleh lebih
dari 2,4 gram.
Oral: 800 mg sekali sehari pada jam tidur, atau 400 mg 4 kali sehari
Dosis anak-anak :
Bayi baru lahir: 5-10 mg/kg/hari IV atau IM diberikan dalam dosis terpisah setiap
8-12 jam.
Bayi: 10-20 mg/kg/hari IV, IM, atau oral dalam dosis terpisah setiap 6-12 jam.
Anak-anak: 20-40 mg/kg/hari IV, IM, atau oral dalam dosis terpisah setiap 6 jam.
Simetidin menghambat metabolisme obat secara oksidatif di hati dengan
cara mengikat sitokrom P450 di mikrosom. Penggunaannya sebaiknya dihindari
pada pasien yang sedang mendapat terapi warfarin, fenitoin dan teofilin (atau
aminofilin).
b. Ranitidin
Ranitidin merupakan antagonis kompetitif reversibel reseptor histamin
pada sel parietal mukosa lambung yang berfungsi untuk mensekresi asam
lambung. Ranitidin dapat diadministrasi lewat injeksi oral, intramuskular, dan
intravena. Penyerapan ranitidin lewat rute oral (bioavailabilitas) 50% diabsorbsi
dan mencapai peak plasma concentration dicapai dalam waktu 1-2 jam. Absorbsi
tidak dipengaruhi oleh makanan atau antasida. Setelah pemberian oral, dosis 150
mg mean plasma concentration sekitar 400 ng/ml
Penyerapan ranitidin lewat rute injeksi intramuskular dosis 50 mg sangat
cepat dengan mean plasma concentration 576 ng/ml dalam 15 menit atau kurang.
Bioavailabilitas mencapai 90-100%. Penyerapan ranitidin lewat rute injeksi
intravena mencapai mean plasma concentration 440-545 ng/mL dalam 2-3 jam.
Ranitidin mensupresi sekresi asam lambung dengan 2 mekanisme:
a. Histamin yang diproduksi oleh sel ECL gaster diinhibisi karena ranitidin
menduduki reseptor H2 yang berfungsi menstimulasi sekresi asam lambung
b. Substansi lain (gastrin dan asetilkolin) yang menyebabkan sekresi asam
lambung, berkurang efektifitasnya pada sel parietal jika reseptor H2 diinhibisi.
Dosis :
GERD dapat ditangani dengan ranitidin 300 mg sebelum tidur atau 150 mg 2 kali
sehari, selama 8 minggu atau kurang. Pada kasus berat, durasi dapat ditingkatkan
hingga 12 minggu.
GERD pada anak dapat ditangani dengan pemberian ranitidin dosis 5-10
mg/kg/hari, dalam 2 dosis terbagi, maksimal 300 mg/hari.
c. Famotidine
Famotidine adalah obat yang digunakan untuk mengatasi sakit maag, penyakit
asam lambung atau GERD, atau meredakan heartburn, yaitu sensasi rasa terbakar
di dada akibat naiknya asam lambung. Selain itu, obat ini juga digunakan dalam
pengobatan tukak lambung dan ulkus duodenum. Obat ini bekerja memengaruhi
sekresi asam lambung dengan cara menghambat peningkatan senyawa histamin
pada reseptor H2 secara selektif. Asam lambung dibutuhkan oleh sistem
pencernaan dan diproduksi secara alami dalam sistem pencernaan. Namun
terdapat beberapa kondisi tertentu yang menyebabkan produksi asam lambung
berlebih dan justru dapat mengganggu sistem pencernaan. Manfaat Famotidine
secara umum adalah untuk mengatasi masalah pencernaan yang berkaitan dengan
produksi asam lambung. Beberapa kondisi yang umum diatasi dengan Famotidine
adalah seperti berikut ini:
1. Tukak lambung
2. Tukak duodenum
3. Radang usus
4. Refluks esofagitis
5. Sindrom Zollinger-Ellison
Selain kondisi di atas, kegunaan Famotidine adalah untuk mengatasi
kondisi lain yang membutuhkan pengurangan produksi asam lambung. Interaksi
obat dapat terjadi ketika Famotidine digunakan bersama dengan jenis obat-obatan
lain tertentu. Interaksi obat menyebabkan efektivitas obat menurun dan dapat
meningkatkan potensi terjadinya efek samping.
Dosis :
Dewasa: 20 mg, 2 kali sehari, selama 6–12 minggu. Dosis bisa ditingkatkan
hingga 40 mg. Dosis pemeliharaan adalah 20 mg, 2 kali sehari.
Bayi usia <3 bulan: 0,5 mg/kgBB, 1 kali sehari.
Bayi usia 3–12 bulan: 0,5 mg/kgBB, 2 kali sehari.
Anak-anak usia 1–16 tahun: 0,5 mg/kgBB, 2 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan
hingga 40 mg, 2 kali sehari.
d. Nizatidine
Nizatidine adalah obat golongan penghambat H2 yang digunakan untuk
mengatasi luka pada lambung atau usus serta mencegahnya kambuh lagi. Obat ini
juga sering dimanfaatkan untuk mengobati sejumlah gangguan perut dan
tenggorokan, contohnya esofagitis erosif hingga GERD.
Nizatidine bekerja dengan cara mengurangi jumlah asam yang dihasilkan oleh
lambung. Tak hanya mencegah asam lambung naik, obat ini juga mampu
meredakan gejala penyertanya seperti batuk yang tak kunjung sembuh, sakit
perut, mulas, hingga kesulitan menelan.
Kegunaan nizatidine dapat digunakan untuk mengatasi kondisi-kondisi berikut:
a. Luka pada lambung atau usus
b. Ulkus duodenum
c. Esofagitis erosif
d. GERD
Efek samping nizatidine yang mungkin terjadi adalah sakit kepala atau
diare. Jika salah satu efeknya terus berlanjut atau memburuk, harus segera
diperiksakan ke dokter. Obat ini tidak untuk ibu menyusui, karena nizatidine
dapat terbawa ke ASI. Penggunaan pada ibu hamil harus dikonsultasikan ke
dokter.
Dosis
Dewasa : 2 x sehari 150 mg selama 12 minggu.
Anak-anak : 2 x sehari 150 mg selama 8 minggu. Dosis maksimal 300 mg/hari.
3. Antasida
Antasida sesuai untuk mengatasi keluhan rasa nyeri ulu hati jangka pendek
pada anak besar,remaja atau dewasa dengan gejala jarang (kurang dari 1 kali
seminggu). Antasida dapat mengatasi rasa nyeri pada ulu hati dalam waktu 5
menit tetapi dengan masa kerja yang pendek yaitu 30-60 menit. Antasida bekerja
dengan menetralisir pH lambung sehingga mengurangi paparan mukosa esofagus
terhadap asam lambung selama episode refluks. Antasida mengandung kombinasi
magnesium, aluminium hidroksida dan kalsium karbonat. Penggunaan antasida
pada bayi dapat menyebabkan meningkatnya kadar aluminium plasma sehingga
menyebabkan osteopenia, anemia mikrositik, dan neurotoksisitas sehingga
penggunaannya hanya terbatas pada anak besar dan remaja.
Antasida paling baik diberikan saat muncul atau diperkirakan akan muncul gejala,
lazimnya diantara waktu makan dan sebelum tidur, 4 kali sehari atau lebih. Dosis
tambahan mungkin diperlukan, yakni sampai interval setiap jam. Pemberian dosis
lazim (misal 10 mL, 3 atau 4 kali sehari) cairan antasida magnesium-aluminium,
meskipun dapat meningkatkan penyembuhan tukak tetapi kurang efektif bila
dibandingkan dengan antisekresi
Pemilihan sediaan antasida bergantung pada kapasitas penetralan,
kandungan ion natrium, efek samping, palatibilitas, dan kemudahan
penggunaannya. Pemberian antasida dengan kandungan natrium tinggi (misal
campuran magnesium trisilikat) harus dihindari pada pasien yang memerlukan
pembatasan masukan natrium. Demikian pula pada kondisi gagal ginjal dan
jantung atau kehamilan. Hipermagnesemia mungkin terjadi bila antasida yang
mengandung magnesium diberikan pada pasien yang mengalami gagal ginjal.
Pemberian antasida bersama-sama dengan obat lain sebaiknya dihindari karena
mungkin dapat mengganggu absorpsi obat lain. Selain itu, antasida mungkin dapat
merusak salut enterik yang dirancang untuk mencegah pelarutan obat dalam
lambung.
4. Surface agent
Surface agents bekerja dengan menciptakan pertahanan yang menghalangi
cedera pada mukosa yang diakibatkan oleh asam lambung. Hanya dua yang telah
dievaluasi sebagai terapi pada pasien GERD yaitu sodium alginate dan sukralfat.
Sukralfat (aluminium sucrose sulfat) memberikan kesembuhan mukosa dan
melindungi kerusakan selanjutnya akibat asam lambung.
Obat ini akan menempel di bagian lambung atau usus yang luka dan
melindunginya dari asam lambung, enzim pencernaan, dan garam empedu.
Lapisan pelindung yang dibentuk oleh sukralfat akan mencegah ulkus semakin
parah. Selain itu, cara kerja ini juga bisa membantu penyembuhan ulkus.
Dosis :
Dosis dewasa : 1 gram, 4 kali sehari, atau 2 gram, 2 kali sehari, selama 4–12
minggu. Dosis maksimal 8 gram per hari.
Dosis anak-anak :
Usia 1 bulan-2 tahun: 250 mg, 4-6 kali per hari
Usia 2-12 tahun: 500 mg, 4-6 kali per hari
Usia 12-18 tahun: 1.000 mg, 4-6 kali per hari
Efek samping penggunaan sukralfat cukup banyak, yang paling umum dan
sering terjadi adalah efek samping gastrointestinal berupa konstipasi (1-10%).
Konstipasi terjadi karena kandungan aluminium di dalamnya. Efek lain yang
cukup sering dilaporkan terjadi adalah: mulut kering, mual, muntah
5. Prokinetik
Peran prokinetik dalam tatalaksana GERD masih terbatas karena alasan
keamanan dan manfaat, seperti metoklopramid, cisapride atau domperidon dan
eritromisin. Baclofen merupakan antagonis reseptor gamma-aminobutyric acid B
(GABA-B) yang menghambat relaksasi transien dari sfingter bawah esophagus.
Beberapa penelitian menunjukkan baclofen akan mengurangi gejala refluks,
mengurangi frekuensi relaksasi sfingter esophagus dan paparan asam lambung
terhadap esophagus, serta mempercepat pengosongan lambung. Efek samping
baclofen seperti dyspepsia, mengantuk, dan mengurangi ambang kejang sehingga
penggunaan baclofen jarang pada anak kecuali dengan adanya penyakit dasar
neurologis. Contoh obatnya adalah metoclopramide.
Metoclopramide adalah obat yang digunakan untuk meredakan mual dan muntah
yang bisa disebabkan oleh penyakit asam lambung, efek samping dari prosedur
bedah, kemoterapi, atau radioterapi. Metocopramide digunakan untuk mengobati
sakit perut dan masalah pada usus. Biasanya, obat ini digunakan dalam jangka
pendek (4-12 minggu), untuk nyeri pada perut yang tidak bisa diatasi dengan obat
biasa. Nyeri pada perut tersebut biasanya terjadi setelah makan atau di siang hari.
Pengobatan terhadap nyeri ini bisa mengurangi kerusakan akibat asam lambung
yang naik ke kerongkongan. Metoclopramide bekerja dengan cara mempercepat
pengosongan lambung, sehingga mengurangi rasa mual dan mencegah muntah.
Dosis :
Dewasa: 10-15 mg, diminum 4 kali sehari, berdasarkan tingkat gejala. Jjika
gejalanya berlangsung sesekali, obat bisa diberikan dalam dosis tunggal sebesar
20 mg, sebelum kondisinya parah. Obat digunakan maksimal selama 12 minggu.
Lansia: 5 mg/dosis
Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi bisa dilakukan dengan memodifikasi gaya hidup.
Modifikasi gaya hidup ini merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan
GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer. Hal – hal yang perlu
dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah sebagai berikut :
1. Meninggikan posisi kepala saat tidur, serta menghindari makan sebelum tidur
dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah
refluks asam dari lambung ke esofagus
2. Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena dapat menurunkan tonus
LES sehingga secara langsung dapat mempengaruhi sel – sel epitel.
3. Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan
karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung
4. Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari pakaian
ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intra abdomen
5. Menghindari makanan atau minuman seperti coklat, pepper mint, kopi dan
minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam
6. Jika memungkinkan menghindari obat – obat yang dapat menurunkan tonus
LES seperti anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium,
antagonis beta adrenergic, progesterone.
Peran dan fungsi farmasi dalam menangani penyakit ulkus peptikum dan
gerd
Farmasis sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi layanan kesehatan kepada
masyarakat mempunyai peranan penting terkait dengan pemberian pelayanan
khususnya pelayanan kefarmasian yang salah satunya adalah penatalaksanaan
penyakit gastrointestinal diantaranya ulkus peptikum dan gerd (gastroesophageal
reflux disease). Dalam proses pencapaian keberhasilan terapi perlu dilakukan
pelayanan konseling yang mempunyai tanggung jawab etika serta medikasi legal
untuk memberikan informasi dan edukasi mengenai hal yang berkaitan dengan
penggunaan obat khususnya untuk pasien yang menderita penyakit ulkus
peptikum dan gerd.
Farmasis dapat melakukan pemantauan terapi pada pasien penderita ulkus
peptikum dan gerd dengan membantu pasien mengatur pola hidup seperti,
berhenti merokok, mengurangi stress, menghindari pemicu kekambuhan. Selain
itu, farmasi dapat membantu pasien dalam memilih terapi yang tepat dan memberi
edukasi terhadap terapi yang telah dipilih serta menerapkan harapan yang realistis
bagi pasien, menjelaskan bagaimana terapi bekerja dan menyarankan perubahan
gaya hidup.

Anda mungkin juga menyukai