Anda di halaman 1dari 27

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1

“PENGENALAN HEWAN COBA”

LAPORAN PRAKTIKUM

Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mata Kuliah Farmakologi


Toksikologi 1 Jurusan Farmasi Fakultas Olahraga Dan Kesehatan

Oleh
DEWA GEDE SUJANA
821418061

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI S-1
2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWarrahmatullahiWabarakatuh.
Segala puji dan syukur saya ucapkan kehadirat allah swt yang telah
memberikan karunia, rahmat dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam tidak lupa
saya sanjungkan kepada junjungan umat, Rasulullah SAW. Saya merasa
bersyukur karena telah menyelesaikan laporan mengenai “Pengenalan Hewan
Coba” sebagai salah satu syarat mata kuliah Farmakologi Toksikologi 1. Didalam
laporan ini, saya menjelaskan mengenai pemilihan hewan coba, cara pemberian
obat dan pengambilan spesimen sampel hewan uji.
Saya mengucapkan terima kasih kepada kak asisten Tirta Aninda Lewo
selaku asisten mata kuliah Farmakologi Toksikologi 1 atas bimbingan yang telah
diberikan dalam mengerjakan laporan ini. Saya berharap laporan ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Sami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata
sempurna, maka saya mengharapakan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca. Sekian dan terima kasih.
Wassalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakatuh.

Gorontalo, April 2020

Dewa Gede Suajana


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 3
1.3 Tujuan praktikum.......................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4

2.1 Dasar Teori ......................................................................................... 4

2.2 Uraian Bahan....................................................................................... 11

BAB III METODE PRAKTIKUM................................................................13

3.1 Waktu Dan Tempat ......................................................................13

3.2 Alat dan Bahan..............................................................................13

3.3 Cara Kerja............................................................................................13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................15

4.1 Hasil....................................................................................................15

4.2 Pembahasan.........................................................................................16

BAB V PENUTUP........................................................................................17

5.1 Kesimpulan.........................................................................................17

5.2 Saran...................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kesehatan, sebagai mahasiswa farmasi sudah seharusnya mengetahui
hal-hal yang berkaitan dengan obat baik dari segi farmasetik, farmakodinamik,
farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi dan toksikologinya.
Farmakologi sebagai ilmu yang berbeda dari ilmu lain secara umum pada
keterkaitan yang erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik sangat sulit
mengerti farmakologi tanpa pengetahuan tentang fisiologi tubuh, biokimia,
dan ilmu kedokteran klinik. Jadi, farmakologi adalah ilmu yang
mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar dan menjembatani ilmu praklinik dan
klinik. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu cara
membuat, memformulasi, menyimpan, dan menyediakan obat.
Toksikologi berkembang luas di bidang kimia, kedokteran hewan,
kedokteran dasar klinik, pertanian, perikanan, industry, etimologi hokum dan
lingkungan. Perkembangan ini memungkinkan terjadinya reaksi dalam tubuh
dan dalam jumlah yang kecil. Beberapa macam keracunan telah diketahui
terjadi berdasarkan kelainan genetic, gejala keracunan dan tindakan untuk
mengatasinya berbeda-beda.
Dalam cabang ilmu ini juga dipelajari cara pencegahan, pengenalan,
dan penanggulangan kasus-kasus keracunan. Biofarmasi adalah bagian ilmu
yang meneliti pengaruh formulasi obat terhadap efek terapeutiknya.
Farmakologi terbagi menjadi 2 subdisiplin, yaitu: 1. farmakokinetik ialah apa
yang dialami obat yang diberikan pada suatu makhluk hidup, yaitu absorbsi
(A), distribusi (D), metabolisme atau biotransformasi (M), dan ekskresi (E); 2.
farmakodinamik merupakan pengaruh obat terhadap sel hidup, organ atau
makhluk hidup.
Obat juga merupakan suatu zat kimia selain makanan yang
mempengaruhi pengaruh terhadap atau dapat menimbulkan efek pada
organisme hidup. Sumber obat dapat berasal dari berbagai macam yaitu
tumbuhan (kurkumin), hewan (insulin), mineral (kaolin), mikroorganisme
(penisilin, streptomisin), sintesis (parasetamol, asam salisilat) dan
bioteknologi (eritromisin, interferon).
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan ilmu
farmakologi mengarah kepada interaksi obat dengan organisme hidup serta
aspek dari interaksi tersebut. Oleh karena itu, farmakologi juga didefinisikan
sebagai ilmu yang mempelajari interaksi obat dengan organisme hidup.
Pada praktikum kali ini kita menggunakan mencit sebagai hewan coba
yang dapat digunakan dalam suatu penelitian, yang harus dipilih mana yang
sesuai dan dapat diberikan gambaran tujuan yang akan dipakai. Hewan
sebagai modek atau samara percobaan harus memenuhi persyaratan-
persyaratannya yaitu persyaratan genetis/keturunan dan lingkungan yang
memadai dalam pengelolaannya, faktor ekonomis, mudah dan tidaknya
diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologi yang mirip dengan
manusia.
Mencit (Mus Musculus) merupakan salah satu hewan mamalia yang
memiliki habitat yang berada disekitar manusia. Mencit memiliki ukuran
tubuh sekitar 65-95 mm dan ekornya memiliki panjang 60-105 mm. tubuh
mencit dilapisi rambut yang berwarna putih bersih hingga kecokelatan
sehingga keberadaannya cukup mudah dideteksi.
Mencit termasuk salah satu hewan hewan modek yang banyak dipilih
untuk sebuah penelitian. Dimana penggunaan mencit dalam berbagai
penelitian khususnya bidang biomedik dan neurobiology dikarenakan mencit
memiliki karakteristik genetic yang tidak berbeda jauh dari manusia. Selain itu
mencit merupakan hewan yang mudah ditangani dan merupakan hewan
fotofobik, cenderung berkumpul dengan sesamanya dan bersembunyi.
Karakter genetic ini dapat diuji melalui fisiologi, anatomi, dan metabolism
serta perilaku yang ditunjukkan oleh mencit tersebut (Your Genome, 2017).
1.2. Rumusan masalah
1. Bagaimana cara mengukur tingkat kesehatan hewan uji mencit (mus
musculus) dengan metode BCS (Body Condition Scoring).
2. Bagaimana cara mengetahui hewan uji yang baik digunakan untuk
praktikum
1.3. Tujuan Percobaan
1. Untuk mengukur tingkat kesehatan hewan uji mencit (Mus musculus)
dengan metode BCS (Body Condition Scoring).
2. Untuk mengetahui cara memilih hewan uji yang baik digunakan untuk
praktikum
1.4. Prinsip Percobaan
1. Pengukuran kesehatan mencit dengan meraba bagian tulang sacroillac
(tulang antara tulang belakang hingga ke tulang kemaluan) dengan
menggunakan jari dan mencocokannya dengan nilai BCS (Body Condition
Scoring).
2. Dapat memegang mencit dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan
agar hewan tidak dapat melukai peneliti.
1.5. Manfaat praktikum
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara mengukur tingkat kesehatan hewan uji
mencit (mus musculus) dengan metode BCS (Body Condition Scoring).
2. Mahasiswa dapat mengetahui hewan uji yang baik digunakan untuk
praktikum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian fafmakologi dan toksikologi
Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa
terhadap sel hidup. Lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu
kedokteran senyawa tersebut disebut obat dan lebih menekankan pengetahuan
yang mendasari manfaat dan resiko penggunaan obat. Karena itu dikatakan
farmakologi merupakan seni menimbang (the art of weighing). Obat didefinisikan
sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis
penyakit gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya membuat
seseorang infertile atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan hewan
coba. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu
cara membuat memformulasi menyimpan dan menyediakan obat (Marjono, 2011).
Pada dasarnya hewan percobaan dapat merupakan suatu kunci dalam
mengembangkan suatu penelitian dan telah banyak berjasa bagi ilmu pengetahuan
khususnya pengetahuan tentang berbagai macam penyakit seperti: malaria,
filarisis, demam berdarah, tbc, gangguan jiwa dan semacam bentuk kanker
(Sulaksono, 2016).
Hewan coba/ hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan
yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologic. Hewan pecobaan
digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia.
Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak
puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan nasional
bahkan internasional, dalam rangka keselamatan untuk manusia didunia adalah
adanya deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi tentang segi etik percobaan yang
menggunakan manusia (1964) antara lain dikatakan perlunya dilakukan percobaan
pada hewan, sebelumpercobaan dibidang biomedis maupun riset lainnya
dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia, sehingga dengan demikian jelas
hewan percobaan mempunyai mission di dalam keikutsertaannya menunjang
program keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian biomedis
(Sulaksono, 2012).
Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya,di mana
faktor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang
terlihat/karakteristik hewan percobaan,maka ada 4 golongan hewan,yaitu :
1).  Terlihat hewan liar 
2).  Hewan yang konvensional,yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka
3).  Hewan yang bebas kuman spesifik patogen,  yaitu  hewan  yang  dipelihara 
dengan sistim barrier (tertutup)
4).  Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman,yaitu hewan yang
dipelihara dengan  sistem isolator.
Sudah barang tentu penggunaan hewan percobaan tersebut di atas disesuaikan
dengan macam percobaan biomedis yang akan dilakukan semakin meningkat cara 
pemeliharaan, semakin sempurna pula hasil percobaan yang dilakukan. Dengan de
mikian, apabila suatu percobaan dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar,
hasilnya akan berbeda  bila menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah
maupun hewan yang bebas kuman (Stevani,2016).

2.1.2 Mencit (Mus musculus)


Mencit adalah kelompok hewan mamalia rodensia (pengerat) yang masuk
dalam famili Muridae. Hewan ini sering ditemukan di dekat pemukiman dengan
bentuk seperti tikus kecil. Di alam, hewan ini sering dijumpai dengan warna
hitam- keabuan sementara untuk hewan uji, warna tikus ini diseleksi yang albino
(putih). Hewan mencit sebagai hewan percobaan sering digunakan dalam
penelitian biologi, biomedis dan reproduksi. Mencit dipilih menjadi subjek
eksperimen sebagai bentuk relavansinya pada manusia. Walaupun mencit
mempunyai struktur fisik dan anatomi yang jelas berbeda dengan manusia, tetapi
mencit adalah hewan mamalia yang mempunyai beberapa ciri fisiologi dan
biokimia yang menyerupai manusia terutama dalam aspek metabolisme glukosa
melalui perantara hormon insulin. Disamping itu, mempunyai jarak getasi yang
pendek untuk berkembang biak. (Syahrin,2006)
Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah
mengalami pembiakan secara selektif. Mencit dikelompokkan ke dalam kingdom
animalia, phylum chordata. Hewan ini termasuk hewan yang bertulang belakang
dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam subphylum vertebrata dan kelas
mamalia. Selain itu hewan ini juga memiliki kebiasaan mengerat (ordo rodentia),
dan merupakan famili muridae, dengan nama genus Mus serta memilki nama
spesies Mus musculus L (Priyambodo, 2003).
Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa rambut berwarna
putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit
merupakan hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada malam
hari. Perilaku mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor , diantaranya faktor
internal seperti seks, perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit ; faktor
eksternal seperti makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1998).
Mencit memiliki berat badan yang bervariasi . Berat badan ketika lahir
berkisar antara 2-4 gram, berat badan mencit dewasa berkisar antara 20-40 7 gram
untuk mencit jantan dan 25-40 gram untuk mencit betina dewasa. Sebagai hewan
pengerat mencit memilki gigi seri yang kuat dan terbuka. Susunan gigi mencit
adalah indicisivus ½, caninus 0/0, premolar0/0, dan molar 3/3 (Setijono,1985).
Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga mencapai
umur 3 tahun. Lama bunting 19-21 hari sedangkan umur untuk siap dikawinkan 8
minggu. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estrus.
Satu induk dapat menghasilkan 6-15 ekor anak (Smith dan Mangkoewidjojo,
1988)
Mencit dipegang pada ujung ekornya dengan tangan kanan, biarkan
menjangkau/ mencengkram alat yang kasar (kawat kandang). Kemudian tangan
kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat/ setegang
mungkin. Lalu ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking
dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan
kiri dan siap untuk diberikan perlakuan. (Malole,1989)
Tujuan dari pada pemberian tanda pada hewan adalah disamping untuk
mencegah kekeliruan hewan dalam sistem perkembangbiakannya juga untuk
mempermudah pengamatan dalam percobaan. Ada banyak macam cara yang
dipakai dalam identifikasi tergantung pada selera dan juga lama tidaknya hewan
tersebut dipelihara (marking ear puching, too clipping, ear tags, tattocing,coat
colors). (Sulaksono,M E, 1985)
Cara menganastesi hewan coba pertama yang dilakukan adalah
menggunakan masker dan handskun, lalu sediakan kapas yang sudh dibentuk
seperti bulatan-bulatan setelah itu siapkan toples/wadah tang sudah dibersuhkan,
lalu masukkan kapas yang sudah diberi kloroform kedalam toples. Masukkan satu
ekor menci kedalam toples/wadah kemudian tutup toples. Mencit akan hilang
kesadaran kamudian gunakan stopwatch untuk mengetahui berapa lama waktu
yang dibutuhkan pada saat hilangnya kesadaran mencit. Ketika mencit sudah
tidak menunjukkan gerakan sama sekali maka mencit dikatakan telah hilang
kesadaran setelah itu mencit siap diberikan perlakuan selanjutnya. Menurut
setiabudy (2010) mencit yang menghirup kloroform kesadarannya terus menurun.
Semakin lama mencit akan semakin lemah lalu mencit akan kehilangan
kesadarannya setelah tiga menit menghirup kloroform.
2.1.3 Body Condition Scoring (BCS)
Menurut Hendra Stevani (2016), Body Condition Scoring adalah metode
untuk memberi nilai kondisi tubuh baik secara visual yang maupun dengan
sentuhan pada timbunan lemak tubuh dibawah lalu disekitar pangkal ekor, tulang
punggung dan pinggul. Komite Penanganan Hewan Universitas McGill (UACC)
merekomendasikan penggunaan Penilaian Kondisi Tubuh (BCS) untuk menilai
endpoint klinis hewan. BCS merupakan penilaian yang cepat, non-invasif dan
efektif dalam menilai kondisi fisik hewan. Dalam banyak kasus, BCS adalah titik
akhir klinis yang lebih baik dari pada berat badan. Penggunaan berat badan saja
tidak dapat membedakan antara lemak tubuh atau simpanan otot. Berat badan
hewan yang kurang dapat tertutupi oleh kondisi abnormal (misalnya pertumbuhan
tumor, akumulasi cairan ascetic, dan pembesaran organ) atau pada kondisi normal
(misalnya kehamilan). selain itu jika suatu hewan telah kehilangan berat badan
lebih dari 20% namun berdasarkan penilaian BCS kondisinya masih di nilai 3
(BCS 3) maka mungkin belum perlu dilakukaan euthanasia segera. Dengan
demikian, BCS adalah penanda yang lebih komprehensif dan akurat untuk
kesehatan hewan dibandingkan kehilangan berat badan.
Nilai 1- Mencit kurus

Tulang-tulang tubuh sangat jelas kelihatan. Bilamana diraba,


tidak terasa adanya lemak atau daging. Tampak atas juga
kelihatan sekali bagian-bagian tubuhnya tidak berisi lemak
atau daging.

BCS Nilai 2- Mencit di bawah kondisi standart

Tikus tanpak kurus. Tulang-tulang masih kelihatan jelas,


namun bilamana diraba masih terasa adanya daging atau
lemak. Tampak atas sudah tidak terlalu berlekuk lekuk, agak
berisi. Tulang pelvic dorsal dapat langsung teraba,

BCS Nilai 3- Mencit dalam kondisi yang baik

Tubuhnya tidak tampak tonjolan tulang, namun bilamana


diraba cukup mudah merasakan adanya tulang-tulang.
Tampak atas, biasanya sudah lebih lurus tampak berisi.
Tulang pelvic dorsal sedikit teraba.

BCS Nilai 4- Mencit di atas kondisi standart

Tidak tampak adanya tonjolan tulang-tulang dan bilamana


diraba agak sulit merasakan tulang karena tebalnya timbunan
lemak dan daging. hewan kelihaan berisi dan tampak juga
lipatan-lipatan lemak dibawah kulit.
BCS Nilai 4- Mencit obese

Sudah sangat sulit meraba tulang-tulang akibat timbunan


lemak dan daging yang sangat tebal.

2.1.4 Cara Memegang Mencit


Mencit dipegang pada ujung ekornya dengan tangan kanan, biarkan
menjangkau/ mencengkram alat yang kasar (kawat kandang). Kemudian tangan
kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat/ setegang
mungkin. Lalu ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking
dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan
kiri dan siap untuk diberikan perlakuan. (Malole,1989)
Tujuan dari pada pemberian tanda pada hewan adalah disamping untuk
mencegah kekeliruan hewan dalam sistem perkembangbiakannya juga untuk
mempermudah pengamatan dalam percobaan. Ada banyak macam cara yang
dipakai dalam identifikasi tergantung pada selera dan juga lama tidaknya hewan
tersebut dipelihara (marking ear puching, too clipping, ear tags, tattocing,coat
colors) (Sulaksono, 1987).
2.2  Uraian Hewan Uji Coba
a.  Klasifikasi Hewan Coba (Syafri,M, 2010).
Mencit (Mus Musculus)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Famili : Muriadae
Genus : Mus
Spesies : Mus Musculus Mus musculus
b. Karakteristik Hewan Coba
Mencit (Mus Musculus)
Masa Pebertas : 4-5 hari (poliesturus)
Masa beranak : 7-18 bulan
Masa hamil : 19-21 hari
Jumlah sekali lahir : 10-12 ekor
Masa hidup : 1,5-3,0 tahun
Masa tumbuh : 50 hari
Masa menyusui : 21 hari
Frekuensi kelahiran : 6-10 kelahiran
Suhu tubuh : 36,5-38,0° C
Laju respirasi : 163x/mn
Tekanan darah : 113-147/81-106 mm Hg
Volume darah : 76-80 mg/kg
Luas permukaan tubuh: 20 g : 36 cm
c. Sifat Hewan Coba
Mencit (Mus Musculus)
1. Pembauannya sangat peka yang memiliki fungsi untuk mendeteksi akan,
deteksi predator dan deteksi signal (feromon).
2. Penglihatan jelek karena sel konus sedikit sehingga tidak dapat melihat
warna.
3. Sistem sosial: berkelompok
4. Tingkah laku:
a. Jantan dewasa + jantan dewasa  = akan berkelahi
b. Betina dewasa + jantan dewasa = damai
c. Betina dewasa + betina dewasa  = damai
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Pelaksanaan Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 29 April 2020 pada
pukul 07:00-10:00, di Laboratorium farmakologi dan toksikologi, Jurusan
Farmasi, Fakultas olahraga dan kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum hewan coba ini adalah alat pelindung diri
(baju lab,hansdkun, masker), kandang mencit, timbangan (neraca analitik) dan
sarung tangan.
3.2.2 Bahan
Bahan yang diguanakn dalam praktikum hewan coba ini tidak ada.
3.3 Cara kerja
3.3.1 Body Conition Scoring (BCS)
1. Disiapkan 5 ekor mencit
2. Diletakan satu ekor mencit diatas kandang yang terbuat dari kawat.
3. Dibiarkan mencit dalam posisi istrahat
4. Diamat kondisi tulang belakang mencit hingga ke tulang dekat kemaluan
(bokong).
5. Disentuh secara perlahan-lahan (rabalah) bagian tulang bagian belakang hingga ke
tulang bokong.
3.3.2 Cara Memegang Mencit
1. Disiapkan hewan uji coba
2. Diambil mencit dengan cara memegang ekor mencit, setelah itu mencit diletakkan
diatas kandang sampai mencit tersebut tenang.
3. Dilakukan perlakuan selanjutnya setelah mencit tenang barulah kita memberikan
perlakuan selanjutnnya terhadap hewan uji coba yaitu mengangkat mencit dengan
cara memengang tengkuk leher mencit sampai mencit tidak bergerak.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil pengamatan
Tabel hasil perabaan pada mencit
No Berat Hasil
Mencit Badan
Pengamatan Perabaan

1. 18,5 gr BCS Nilai 2- Mencit di Tulang mencit kelihatan


bawah kondisi standart dengan jelas, saat diraba
masih terasa adanya daging.
Tulang Pulvis dorsal dapat
langsung teraba.
Tikus tanpak kurus.
Tulang-tulang masih
kelihatan jelas, namun
bila mana diraba masih
terasa adanya daging atau
lemak. Tampak atas
sudah tidak terlalu
berlekuk - lekuk, agak
berisi. Tulang pelvic
dorsal dapat langsung
teraba.
2. 21,6 gr BCS Nilai 3- Mencit Tubuh mencit tidak tampak
dalam kondisi yang baik tonjolan tulang, akan tetapi
saat diraba cukup mudah
merasakan adanya tulang-
tulang.
Tubuhnya tidak tampak
tonjolan tulang, namun
bila mana diraba cukup
mudah merasakan adanya
tulang-tulang. Tampak
atas, biasanya sudah
lebih lurus tampak berisi.
Tulang pelvic dorsal
sedikit teraba.
3. 33,5 gr BCS Nilai 4- Mencit Sangat sulit meraba tulang-
obese tulang, saat diraba
dagingnya sangat tebal

Sudah sangat sulit


meraba tulang-tulang
akibat timbunan lemak
dan daging yang sangat
tebal.
4. 12,1 gr BCS Nilai 1- Mencit Saat diraba, tidak terasa
kurus adanya lemak atau daging.
Jika dilihat, tampak atas
juga kelihatan sekali
bagian- bagian tubuhnya
Tulang-tulang tubuh
tidak berisi daging.
sangat jelas kelihatan.
Bila mana diraba, tidak
terasa adanya lemak atau
daging. Tampak atas juga
kelihatan sekali bagian-
bagian tubuhnya tidak
berisi lemak atau daging.
5. 30,4 gr BCS Nilai 4- Mencit di Nampak jelas lipatan-
atas kondisi standart lipatan lemak, hewan
kelihatan berisi, saat diraba
agak sulit merasakan tulang
karena timbunan lemak atau
Tidak tampak adanya daging.
tonjolan tulang-tulang
dan bila mana diraba
agak sulit merasakan
tulang karena tebalnya
timbunan lemak dan
daging. Hewan kelihatan
berisi dan tampak juga
lipatan- lipatan lemak
dibawah
kulit.

4.2 Pembahasan
Pada praktikum pemilihan hewan uji coba yaitu mencit dilakukan metode
penelitian kondisi tubuh atau Body Condition Scoring (BCS). Body Condition Score
(BCS) adalah nilai kondisi tubuh yang didasarkan pada estimasi visual timbunan
lemak tubuh dibawah kulit sekitar pangkal ekor, tulang punggung, tulang rusuk dan
pinggul (sulaksono, 2016).

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat pelindung diri (baju
lab,hansdkun, masker), kandang mencit, timbangan (neraca analitik) dan sarung
tangan.
Dilakukan pemilihan hewan coba dengan mengukur tingkat kesehatan hewan
uji (mencit) dengan menggunakan metode BCS (Body Condition Scoring).
Bodycondition Scoring (BCS) adalah metode pemberian nilai kondisi tubuh ternak
baik secara visual maupun dengan perabaan pada timbunan lemak tubuh dibawah
kulit sekitar pangkal ekor, tulang punggung dan pinggul (Sulisoriniat al., 2007). Hal
pertama yang dilakukan yaitu menimbang berat badan mencit. Menurut Smith &
Mangkoewidjojo (1988) mengatakan bahwa bobot berat badan mencit dewasa
berkisar 18-35 gram dengan umur 35 hari.
Pertama-tama kami menyiapkan 1 ekor mencit, lalu kami letakkan mencit
tersebut di atas kandang yang terbuat dari kawat, kami biarkan mencit agar mereka
merasa tenang, setelah itu kami amati kondisi tulang belakang mencit hingga tulang
dekat kemaluan (bokong), dan secara perlahan-lahan kami meraba tulang pelvic
dorsal. Terakhir kami menimbang berat badan mencit dan hasil timbangan yaitu 18,5
gr Mencit ini termasuk pada BCS nilai 3 karena dari 3 berdasarkan percobaan mencit
dalam kondisi baik. Namun, pada saat diraba cukup mudah merasakan adanya tulang-
tulang, sedangkan menurut Malole Pramono (1989) BCS nilai 3 berdasarkan
perabaan mencit dalam kondisi standar tidak tampak tonjolan tulang, namun bila
mana diraba cukup mudah dirasakan adanya tulang-tulang. Tampak atas, biasanya
sudah lebih lurus tampak berisi dan tulang pelvic dorsal sedikit teraba.
Kemudian pada penelitian ke II, dengan berat badan yaitu 21,6 gr dengan hasil
pengamatan BCS nilai 3 berdasarkan perabaan mencit kondisi standar, Tubuh mencit
tidak tampak tonjolan tulang, akan tetapi saat diraba cukup mudah merasakan adaya
tulang-tulang
Pada penelitian mencit yang ke III dengan berat badan 33,5 gr dengan hasil
pengamatan BCS nilai 4 berdasarkan perabaan mencit dalam kondisi obesitas, Sudah
sangat sulit meraba tulang-tulang, saat diraba dagingnya sangat tebal
Pada mencit yang ke IV dengan berat 12,1 gr dimana kondisi mencit dalam
kondisi kurus, Saat diraba, tidak terasa adanya lemak atau daging. Jika dilihat, tampak
atas juga kelihatan sekali bagian-bagian tubuhnya tidak berisi daging
Pada mencit yang ke V dengan berat 30,4 gr dimana kondisi mencit diatas
kondisi standart, Nampak jelas lipatan-lipatan lemak, hewan kelihataan berisi, saat
diraba agak sulit merasakan tulang karena timbunan lemak atau daging.
Cara memegang mencit yang baik dan benar yaitu, Mencit dapat dipegang
dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan, biarkan menjangkau /
mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang). Kemudian tangan kiri dengan ibu
jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat / setegang mungkin. Ekor
dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan
kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi
perlakuan. Menurut Kemenkumham (2014), hewan coba sebagai makhluk hidup
dapat merasakan nyeri seperti halnya manusia sehingga perlu diperlakukan dengan
baik. Oleh karena itu, pengunaan hewan coba sebagai obyek percobaan seharusnya
menerapkan replacement, reduction, dan refinement.
Hubungan bobot badan mencit dengan Body Condition Scoring (BCS) yaitu,
dalam mengukur nilai BCS dari hewan uji mencit, maka dapat diketahui berat standar
mencit yang layak digunakan dalam praktikum di tingkat BCS nilai 3 berkisar antara
20 garm hingga 30 gram dimana dikatakan pengukuran BCS lebih efektif
dibandingkan dengan bobot badan. Menurut Hendra Stevani (2016), Body Condition
Scoring adalah metode untuk memberi nilai kondisi tubuh baik secara visual. BCS
merupakan penilaian yang cepat, non-invasif dan efektif dalam menilai kondisi fisik
hewan. Dalam banyak kasus, BCS adalah titik akhir klinis yang lebih baik daripada
berat badan.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Untuk mendapatkan penelitian ilmiah yang baik, maka semua aspek dalam
protocol penelitian harus direncanakan dengan seksama, termasuk dalam
pemilihan hewan percobaan, penting untuk memastikan bahwa penggunaan
hewan percobaan merupakan pilihan terakhir dimana tidak terdapat cara lain
yang bisa menggantikannya.
3. BCS merupakan penilaian yang cepat, non-invasif dan efektif dalam menilai
kondisi fisik hewan. Dalam banyak kasus, BCS adalah titik akhir klinis yang
lebih baik dari pada berat badan. Penggunaan berat badan saja tidak dapat
membedakan antara lemak tubuh atau simpanan otot. Berat badan hewan yang
kurang dapat tertutupi oleh kondisi abnormal (misalnya pertumbuhan tumor,
akumulasi cairan ascetic, dan pembesaran organ) atau pada kondisi normal
(misalnya kehamilan). selain itu jika suatu hewan telah kehilangan berat badan
lebih dari 20% namun berdasarkan penilaian BCS kondisinya masih di nilai 3
(BCS 3) maka mungkin belum perlu dilakukan euthanasia segera. Dengan
demikian, BCS adalah penanda yang lebih komprehensif dan akurat untuk
kesehatan hewan dibandingkan kehilangan berat badan. Nilai BCS yang kurang
dari 2 biasanya akan dianggap sebagai titik akhir klinis. Endpoint klinis lain
juga dapat dilaporkan seperti penurunan perilaku eksplorasi, keengganan
untukbergerak (penurunanpenggerak / mobilitas), posturmem bungkuk,
piloereksi (rambut berdiri), dehidrasi sedang hingga berat (mata cekung, lesu),
nyeri tak henti-hentinya (misalnya distress vokalisasi).
5.2 Saran
5.2.1 Untuk Jurusan
Diharapkan agar dapat melengkapi fasilitisnya berupa alat-alat dan bahan-bahan
yang menunjang dalam proses praktikum, agar praktikum yang dilaksanakan dapat
berjalan dengan lancar.
5.2.2 Untuk Asisten
Diharapkan agar kerja sama antara asisten dengan praktikan lebih ditingkatkan
dengan banyak member wawasan tentang larutan. Asisten dan praktikan diharapkan
tidak ada missed communication selama proses praktikum agar hubungan asisten dan
praktikan diharapkan selalu terjaga keharmonisannya agar dapat tercipta suasana
kerja sama yang baik.
5.2.3 Untuk Praktikan
Praktikan diharapkan dipraktikum selanjutnya bisa melaksanakan praktikum
lebih baik lagi dan tidak membuatkan kesalahan dalam menghitung dosis obat yang
diminta. Selain itu, berhati-hatilah dalam mencampur obat dan juga didalam
praktikum keseriusan diutamakan.
DAFTAR PUTAKA

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2014. Undang-
undang nomor 8 tahun 2009. Peraturan tahun 2009.

Malole, M.B.M., Pramono C.S.U., 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di


Laboratorium. Bogor : PAU Pangan dan Gizi. IPB.

Priyambodo, S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu Seri Agrikat. Jakarta:


Penebar Swadaya.

Setiabudy, Rianto. 2010. Farmakologi dan Terapi Edisi 5 (cetak ulang dengan
perbaikan). Jakarta: Gaya Baru.

Setijono, M. M. 1985. Mencit (Mus musculus) Sebagai Hewan Percobaan. Skripsi.


Fakultas Kedokteran Hewan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Stevani, H., 2016. Praktikum Farmkologi. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia

Sulaksono, ME., 1987. Peranan, Pengelolaan dan Pengembangan Hewan


Percobaan. Jakarta.

Sulaksono, M Edhi. 2016. Keadaan dan Masalah Hewan Percobaan Di Indonesia.


Jakarta : UI Press.

Smith, J.B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan Dan


Penggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. Jakarta: UI Press.

Sunaryo, Wilmana. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Penerbit FK UI:
224-33

Smith, J.B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan


DanPenggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. Jakarta: UI Press.
Syafri, M. (2010). Bersahabat Dengan Hewan Coba, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, hal 5-6,35-37,49 82-111.

Syahrin, A. 2006. Kesan ekstrak etanol andrographis Paniculata (burm. F.) Nees ke
atas Tikus betina diabetik aruhan streptozotosin. Malaysia: Universiti Sains
Malaysia.

Wahyu Marjono. 2011. Perbedaan Morfologis Pada Hewan Uji Mencit (mus


musculus ) dan Kelinci ( Oriyctolagus Cuniculus ). Skripsi thesis, Universitas
Airlangga

Widyastuti Y, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitrimaya.


Lampiran

1. Diagram Alir
a. Cara memegang mencit

Mencit

- Disiapkan hewan uji coba


- Diambil mencit dengan cara memegang ekor mencit, setelah itu
mencit diletakkan diatas kandang sampai mencit tersebut
tenang.
- Dilakukan perlakuan selanjutnya setelah mencit tenang barulah
kita memberikan perlakuan selanjutnnya terhadap hewan uji
coba yaitu mengangkat mencit dengan cara memengang
tengkuk leher mencit sampai mencit tidak bergerak.

Hasil

b. Cara mengukur kesehatan mencit dengan BCS

Mencit

- Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


- Disiapkan 5 ekor mencit jantan
- Diletakkan satu per satu mencit diatas kandang yang terbuat
dari kawat
- Dibiarkan mencit dalam posisi istirahat
- Diamati kondisi tulang belakang hingga tulang kemaluan
mencit
- Disentuh secara perlahan tulang belakang hingga tulang
kemaluan mencit (bokong)
- Dicatat hasil pengamatan dan perabaan.

Hasil
-
Lampiran jurnal

Anda mungkin juga menyukai